Pengaruh Kelemahan Sistem Pengendalian Intern dan Temuan Kepatuhan Terhadap Opini Audit Atas Laporan Keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

(1)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Sekunder Kelemahan Sistem Pengendalian Intern

No Kabupaten/Kota TAHUN

2009 2010 2011 2012 2013 2014

1 Kab. Asahan 5 13 11 9 7 0

2 Kab. Batubara 9 6 0 8 14 0

3 Kab. Dairi 5 9 9 11 10 0

4 Kab. Deli Serdang 10 6 14 6 14 0

5 Kab. Humbang Hasundutan 7 9 4 5 10 0

6 Kab. Karo 11 9 0 10 8 0

7 Kab. Labuhanbatu 8 8 5 6 7 0

8 Kab. Labuhanbatu Selatan 0 7 8 8 7 0

9 Kab. Labuhanbatu Utara 0 0 9 13 13 9

10 Kab. Langkat 14 6 0 7 8 0

11 Kab. Mandailing Natal 8 4 9 5 9 9

12 Kab. Nias 7 9 0 10 10 0

13 Kab. Nias Barat 0 7 0 8 0 8

14 Kab. Nias Selatan 7 7 0 6 0 15

15 Kab. Nias Utara 0 9 0 8 0 5

16 Kab. Padang Lawas 7 8 0 6 0 11

17 Kab. Padang Lawas Utara 8 10 0 5 0 0

18 Kab. Pakpak Bharat 7 5 7 11 2 0

19 Kab. Samosir 9 12 5 5 0 0

20 Kab. Serdang Bedagai 5 12 7 10 7 0

21 Kab. Simalungun 10 7 5 5 9 0

22 Kab. Tapanuli Selatan 14 8 15 9 7 0

23 Kab. Tapanuli Tengah 10 7 14 8 6 0

24 Kab. Tapanuli Utara 4 6 7 6 11 0

25 Kab. Toba Samosir 7 6 9 6 14 9

26 Kota Binjai 4 6 11 6 8 0

27 Kota Gunung Sitoli 0 7 0 10 0 0

28 Kota Medan 6 5 7 6 10 0

29 Kota Padangsidimpuan 5 7 13 10 4 0

30 Kota Pematangsiantar 9 11 6 11 14 0

31 Kota Sibolga 7 6 2 6 6 0

32 Kota Tanjungbalai 4 6 14 11 11 19


(2)

Lampiran 2 Data Sekunder Temuan Kepatuhan

No Kabupaten/Kota TAHUN

2009 2010 2011 2012 2013 2014

1 Kab. Asahan 24 11 20 18 12 0

2 Kab. Batubara 14 13 0 10 15 0

3 Kab. Dairi 13 18 13 20 7 0

4 Kab. Deli Serdang 10 8 9 13 11 0

5 Kab. Humbang Hasundutan 16 16 12 16 12 0

6 Kab. Karo 14 20 0 16 17 0

7 Kab. Labuhanbatu 9 10 14 12 9 0

8 Kab. Labuhanbatu Selatan 0 8 10 11 14 0

9 Kab. Labuhanbatu Utara 0 15 19 21 17 13

10 Kab. Langkat 17 14 0 16 20 0

11 Kab. Mandailing Natal 14 10 7 7 6 11

12 Kab. Nias 15 10 0 12 6 0

13 Kab. Nias Barat 0 10 0 21 9 16

14 Kab. Nias Selatan 14 14 0 14 21 15

15 Kab. Nias Utara 0 12 0 12 14 9

16 Kab. Padang Lawas 18 14 0 18 18 18

17 Kab. Padang Lawas Utara 20 0 0 11 12 0

18 Kab. Pakpak Bharat 19 17 7 28 14 0

19 Kab. Samosir 15 10 10 19 14 0

20 Kab. Serdang Bedagai 19 12 10 13 12 0

21 Kab. Simalungun 19 23 12 13 17 0

22 Kab. Tapanuli Selatan 15 9 11 10 14 0

23 Kab. Tapanuli Tengah 16 0 11 10 11 0

24 Kab. Tapanuli Utara 17 10 17 13 24 0

25 Kab. Toba Samosir 15 0 17 8 0 14

26 Kota Binjai 20 24 17 20 15 0

27 Kota Gunung Sitoli 0 0 0 20 17 0

28 Kota Medan 21 12 10 12 20 0

29 Kota Padangsidimpuan 11 23 16 12 9 0

30 Kota Pematangsiantar 32 24 14 16 19 0

31 Kota Sibolga 6 0 5 14 11 0

32 Kota Tanjungbalai 13 5 11 34 15 13


(3)

Lampiran 3 Data Sekunder Opini Audit

No Kabupaten/Kota TAHUN

2009 2010 2011 2012 2013 2014

1 Kab. Asahan 0 0 0 0 0 1

2 Kab. Batubara 0 0 0 0 0 0

3 Kab. Dairi 0 0 0 0 0 0

4 Kab. Deli Serdang 0 0 0 0 0 0

5 Kab. Humbang Hasundutan 0 0 0 0 0 0

6 Kab. Karo 0 0 0 0 0 0

7 Kab. Labuhanbatu 0 0 0 0 0 0

8 Kab. Labuhanbatu Selatan 0 0 0 0 0 0

9 Kab. Labuhanbatu Utara 0 0 0 0 0 0

10 Kab. Langkat 0 0 0 0 1 1

11 Kab. Mandailing Natal 0 0 0 0 0 0

12 Kab. Nias 0 0 0 0 0 1

13 Kab. Nias Barat 0 0 0 0 0 0

14 Kab. Nias Selatan 0 0 0 0 0 1

15 Kab. Nias Utara 0 0 0 0 0 0

16 Kab. Padang Lawas 0 0 0 0 0 1

17 Kab. Padang Lawas Utara 0 0 0 0 0 0

18 Kab. Pakpak Bharat 0 0 0 0 0 1

19 Kab. Samosir 0 0 0 0 0 0

20 Kab. Serdang Bedagai 0 0 1 1 1 1

21 Kab. Simalungun 0 0 0 0 0 0

22 Kab. Tapanuli Selatan 0 0 0 0 0 1

23 Kab. Tapanuli Tengah 0 0 1 0 0 1

24 Kab. Tapanuli Utara 0 0 0 0 0 0

25 Kab. Toba Samosir 0 0 0 0 0 1

26 Kota Binjai 0 0 0 0 0 1

27 Kota Gunung Sitoli 0 0 0 0 0 0

28 Kota Medan 0 0 0 0 0 0

29 Kota Padangsidimpuan 0 0 0 0 0 0

30 Kota Pematangsiantar 0 0 0 0 0 0

31 Kota Sibolga 0 0 0 0 0 0

32 Kota Tanjungbalai 0 0 0 0 0 0


(4)

Lampiran 4 Hasil Pengujian SPSS

Statistik Deskriptif Sampel Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

KELEMAHAN SPI 198 0 19 6,25 4,381

TEMUAN KEPATUHAN 198 0 34 10,98 7,449

Valid N (listwise) 198

Pengujian -2 Log Likelihood Step 0 Iteration Historya,b,c

Iteration -2 Log likelihood

Coefficients

Constant

Step 0 1 151,399 -1,515

2 146,351 -1,914

3 146,256 -1,979

4 146,256 -1,981

5 146,256 -1,981

Pengujian -2 Log Likelihood Step 1 Model Summary

-2 Log likelihood

Cox & Snell R

Square Nagelkerke R Square

123,952a ,107 ,204


(5)

Pengujian Nagelkerke R Square Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 123,952a ,107 ,204

Pengujian Hosmer and Lemeshow Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig.

1 5,647 7 ,582

Pengujian Durbin-Watson

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 ,336a ,113 ,104 ,310 2,195

Pengujian Variables in the Equation

B S.E. Wald Df Sig. Exp(B)

Step 1a X1 -,184 ,081 5,127 1 ,024 ,832

X2 -,053 ,043 1,533 1 ,216 ,948


(6)

Pengujian Regresi Logistik Secara Simultan Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 22,304 2 ,000

Block 22,304 2 ,000


(7)

DAFTAR PUSTAKA

Defera, Cris. 2013. Pengaruh Kelemahan Sistem Pengendalian Intern dan Ketidakpatuhan pada Ketentuan Perundag-Undangan terhadap Penentuan Opini Laporan Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia Tahun 2008 – 2011. Skripsi. Program Studi Akuntansi. Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Yogyakarta. hal. 94-95.

Fatimah, Sari, dan Rasulli. 2014. Pengaruh Sistem Pengendalian Intern, Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan, Opini Audit Tahun Sebelumnya Dan Umur Pemerintah Daerah Terhadap Penerimaan Opini Wajar Tanpa Pengecualian Pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Di Seluruh Indonesia. Jurnal Akuntansi (Media Riset Akuntansi & Keuangan); Vol 3, No 1 (2014); 1-15. Pekanbaru.

Ghozali, Imam. 2006. Apikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Univeritas Diponegoro.

Haryanto, Sahmuddin, dan Arifuddin, 2007. Akuntansi Sektor Publik. Edisi Pertama: Universitas Diponegoro. Semarang.

Husein, Umar. 2008. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta. PT Rajagrafindo Persada.

Kawedar, Warsito. 2010. Opini Audit dan Sistem Pengendalian Intern (Studi Kasus di Kabupaten PWJ yang Mengalami Penurunan Opini Audit). Universitas Dipenegoro. Semarang.

Kumorotomo, W. 2005.Akuntabilitas Birokrasi Publik. Pustaka Pelajar : Yogyakarta.

Kurniawan, Teguh. 2009. Peranan Akuntabilitas Publik dan Partisipasi Masyarakat dalam Pemberantasan Korupsi di Pemerintahan. Bisnis &

Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi.Vol.16(2):116-121.

LAN-BPKP. 2001. Akuntabilitas dan Good Governance. LAN-RI, Jakarta.

Loina, Lalolo Krina P. 2003. Indikator & Alat Ukur Prinsip

Akuntabilitas,Transparansi & Partisipasi. Sekretariat Good Public Governance Bappenas. Jakarta.

Mahmudi. (2010). Manajemen Kinerja Sektor Publik, Edisi Kedua, UPP STIM YKPN, Yogyakarta.


(8)

Mulyana, Budi. 2006. Pengaruh Penyajian Neraca Daerah dan Aksesibilitas Laporan Keuangan terhadap Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah. Jurnal Akuntansi Pemerintahan. Vol.2(1):1-13.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (PPKD).

Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Internal. Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi

Pemerintahan.

Safitri. 2014. Pengaruh Sistem Pengendalian Internal dan Temuan Kepatuhan

Terhadap Opini Audit Pada Pemerintah Daerah. Skripsi. Universitas

Dipenogoro. Semarang.

Sekaran, Uma. 2006, Metodologi Penelitian untuk Bisnis, Edisi 4, Buku 1, Jakarta: Salemba Empat.

Setiawan, Wahyu. 2012. Pengaruh Akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) terhadap Tingkat Korupsi Pemerintah Daerah di Indonesia. Jurnal Online. Universitas Diponegoro. Semarang.

Sipahutar dan Khairani. 2013. Analisis Perubahan Opini LHP BPK RI Atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Empat Lawang. STIE MDP. Palembang.

Tugiman, Hiro. 2006. Standar Profesional Audit Internal. Yogyakarta: Kanisius. Ulum, Ihyaul. MD., 2004. Akuntansi Sektor Publik: Sebuah Pengantar.

Universitas Muhammadiyah Malang: Malang.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Penjelasan Pasal 16 Ayat 1 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Negara.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 23E Ayat 1 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

Widodo, Joko. 2001. Good Governance : Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi. Insan Cendikiawan. Surabaya.


(9)

Bab III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kausal (causal), Umar (2008:5) menyebutkan desain kausal berguna untuk menganalisis bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lain, dan juga berguna pada penelitian yang bersifat eksperimen dimana variabel independennya diperlakukan secara terkendali oleh peneliti untuk melihat dampaknya pada variabel dependennya secara langsung.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Tabel 3.1 Waktu Penelitian

No. Kegiatan

Sept Okt Nov –

Mar Apr Mei Jun Jul Agst 1. Pengajuan

Judul

2. Perencanaan

Daftar Isi

3. Penyetujuan

Proposal

4. Penulisan

Proposal

5. Seminar

Proposal

6. Penulisan

Skripsi

7. Sidang

Penulis mengumpulkan dan menganalisis data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dari berbagai macam sumber seperti dari internet, jurnal-jurnal ilmiah, buku-buku teks, dan dari berbagai sumber lainnya yang


(10)

berhubungan dengan penelitian ini. Penelitian ini dilakukan pada kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara. Waktu penelitian dimulai dari proses penentuan judul penelitian pada bulan September 2015 hingga penelitian ini selesai dilakukan. Adapun jadwal penelitian digambarkan dalam tabel 3.1 diatas.

3.3 Populasi dan Penentuan Sampel

Populasi dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pemerintah Daerah di Sumatera Utara sebanyak 33 Kabupaten/Kota yang ada. Penentuan sampel dalam penelitian ini adalah pemerintahan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara yang melampirkan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2009-2014. Adapun teknik pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sampling jenuh, sehingga semua populasi dijadikan sampel pada penelitian ini.

3.4 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder merupakan data yang tidak diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peniliti atau data yang diperoleh secara tidak langsung melalui keterangan,catatan, dokumentasi, website/situs resmi yang dikeluarkan oleh suatu instansi. Data yang digunakan adalah Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun 2009-2014. Sumber data selanjutnya adalah Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I dan II yang diperoleh peneliti dari situs BPK

3.5 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Variabel yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah variabel terikat dan variabel bebas.


(11)

3.5.1 Variabel Terikat

Variabel terikat merupakan variabel yang menjadi fokus utama peneliti di dalam penelitian ini. Melalui analisis terhadap variabel terikat adalah mungkin untuk menemukan jawaban atas suatu masalah (Sekaran, 2006:116). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah opini audit atas laporan keuangan kabupaten/kota di Sumatera Utara.

Opini Audit

Opini Audit Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) terdiri dari empat opini yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP/unqualified opinion), Wajar Dengan Pengecualian (WDP/Qualified opinion), Tidak Wajar (TW/Adverse

opinion) dan Tidak Memberikan Pendapat (TMP/Disclaimer opinion). Variabel

ini diukur dengan menggunakan variabel dummy. Variabel dijadikan dua kategori yaitu kategori unqualified dan non unqualified. Kategori unqualified yang terdiri dari Wajar Tanpa Pengecualian (WTP/unqualified opinion) diberi nilai dummy 1, selain dari itu diberi nilai dummy 0.

3.5.2 Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel yang dapat mempengaruhi variabel terikat secara positif atau negatif (Sekaran 2006:117). Apabila setiap unit kenaikan variabel bebas diikuti oleh kenaikan variabel terikat maka variabel bebas mempengaruhi variabel terikat secara positif. Begitu juga sebaliknya, apabila setiap unit penurunan variabel bebas diikuti oleh penurunan variabel terikat maka variabel bebas mempengaruhi variabel terikat secara negatif. Variabel bebas di dalam kelemahan sistem pengendalian intern dan temuan kepatuhan.


(12)

a. Kelemahan Sistem Pengendalian Intern

Kelemahan Sistem Pengendalian Intern Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Hasil evaluasi Sistem Pengendalian Intern (SPI) oleh BPK menunjukkan kasus-kasus kelemahan sistem pengendalian intern yang dapat dikelompokkan sebagai kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, serta kelemahan struktur pengendalian intern. Variabel kelemahan sistem pengendalian intern LKPD diukur dengan menghitung jumlah kasus kelemahan system pengendalian intern atas LKPD yang dilaporkan BPK.

b. Temuan Kepatuhan

Kepatuhan Terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah mengenai kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan mengungkapkan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian daerah, potensi kerugian daerah, kekurangan penerimaan, administrasi, ketidak ekonomisan, ketidak efisienan, dan ketidak efektifan. Variabel ketidak patuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan LKPD diukur dengan menghitung jumlah kasus ketidak patuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan atas LKPD yang dilaporkan BPK.


(13)

Tabel 3.2

Defenisi Operasional Variabel

No Variabel Defenisi Operasioan Pengukuran Skala Variabel Independen

1 Kelemahan Sistem Pengendalian

Intern (X1)

Hasil evaluasi Sistem Pengendalian Intern (SPI) oleh BPK menunjukkan kasus-kasus kelemahan sistem pengendalian intern yang dapat dikelompokkan sebagai kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, serta kelemahan struktur pengendalian intern. Besarnya tingkat kelemahan sistem pengendalian intern dilihat dari jumlah kasus kelemahan sistem

pengendalian intern atas LKPD yang dilaporkan BPK.

Rasio

2 Temuan

Kepatuhan (X2)

Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan mengungkapkan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian daerah, potensi kerugian daerah, kekurangan penerimaan, administrasi, ketidakekonomisan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan. Besarnya jumlah temuan kepatuhan dilihat dari jumlah kasus ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan atas LKPD yang dilaporkan BPK Rasio Variabel Dependen

3 Opini Audit Atas Laporan

Keuangan

Opini audit Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia

Kategori

unqualified yang

terdiri dari Wajar

Dumm y


(14)

Kabupaten/Kota di Sumatera

Utara (Y)

(BPK RI) terdiri dari empat opini yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP/unqualified opinion), Wajar Dengan Pengecualian (WDP/Qualified

opinion), Tidak Wajar

(TW/Adverse opinion) dan Tidak Memberikan Pendapat (TMP/Disclaimer opinion). Tanpa Pengecualian (WTP/unqualified

opinion) diberi nilai dummy 1, selain

dari itu diberi nilai

dummy 0.

3.6 Metode Analisis

Pengujian data dalam penelitian ini menggunakan bantuan software spss 22 for windows.

3.6.1 Statistik Deskriptif

Statistika deskriptif memberikan gambaran secara umum mengenai karakter variabel penelitian. Parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai rata-rata, standar deviasi dan kisaran skor (maksimum dan minimum) yang ditampilkan dalam tabel statistik deskriptif.

3.6.2 Menilai Kelayakan Model Regresi

Regresi logistik merupakan suatu bentuk model regresi yang dimodifikasi. Karakteristik model logistik sudah tidak sama lagi dengan model regresi sederhana atau berganda. Dengan begitu penentuan signifikansi secara statistik regresi logistik berbeda dengan regresi berganda. Untuk menguji model regresi logistik yang digunakan layak atau tidak dapat digunakan uji -2 log likelihood. Caranya adalah dengan membandingkan antara nilai -2Log likelihood pada saat


(15)

Block Number = 0, dimana model hanya memasukkan konstanta dengan nilai -2 Log likelihood, dengan pada saat Block Number = 1, dimana model memasukkan konstanta dan variabel bebas. Apabila nilai -2Log likelihood Block Number = 0 > nilai -2Log likelihood Block Number = 1, maka menunjukkan model regresi yang baik. Log likehood pada regresi logistik mirip dengan pengertian “Sum of Square Error” pada model regresi, sehingga penurunan log likehood menunjukkan model yang semakin baik.

3.6.3 Menilai Koefisien Determinasi

Setelah mengetahui kelayakan regresi menggunakan uji -2 Log likelihood, selanjutnya dilakukan pengujian untuk menguji seberapa jauh semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat atau seberapa besar variasi dari variabel terikat dapat dijelaskan oleh variabel bebas. Uji yang dilakukan untuk menilai koefisien determinasi adalah uji Negelkerke R Square (Pseudo R-Square).

3.6.4 Menilai Keseluruhan Model

Keseluruhan model (overall model fit) pada model regresi sederhana atau berganda dapat dilihat dari R² ataupun F test, sedangkan penilaian keseluruhan model dalam regresi logistik dapat dilihat dari pengujian Hosmer and Lemeshow’s

Goodness of Fit Test. Pengujian ini untuk menilai model yang dihipotesiskan agar

data empiris cocok atau sesuai dengan model. Jika nilai statistik chi square pada

Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test sama dengan atau kurang dari 0,05

maka hipotesis nol ditolak, sedangkan jika nilainya lebih besar dari 0,05 maka hipotesis nol tidak dapat ditolak, berarti model mampu memprediksi nilai


(16)

observasinya atau dengan kata lain model dapat diterima karena sesuai dengan data observasinya (Ghozali, 2006:233).

H0: Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati.

Ha: Terdapat perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati.

3.6.5 Uji Autokorelasi

Dalam penelitian ini, dilakukan uji autokorelasi karena data dalam penelitian ini bersifat time series. Uji autokorelasi dilakukan untuk mengetahui apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Pengujian asumsi ketiga ini, dilakukan dengan menggunakan uji Durbin Watson (Durbin-Watson Test), yaitu untuk menguji apakah terjadi korelasi serial atau tidak dengan menghitung nilai d statistik. Salah satu pengujian yang digunakan untuk mengetahui adanya autokorelasi adalah dengan memakai uji statistik Durbin Watson (DW test). Jika nilai Durbin Watson berada diantar -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi. Nilai Durbin Watson yang diperoleh dibandingkan dengan nilai tabel dengan menggunakan nilai signifikansi 5%. Jika nilai Durbin Watson > batas atas (du), dan kurang dari jumlah variabel independen–batas atas (du), maka dapat disimpulkan bahwa terima Ho, yang berarti tidak terdapat autokorelasi (Ghozali, 2006:95).


(17)

3.7 Pengujian Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pemikiran yang telah diuraikan sebelumnya, model regresi logistik yang digunakan adalah:

Y = ln � ��

�−��� = a + b1X1 + b2X2

Dimana :

ln = Logaritma Natural �̂ = Fungsi Eksponen

X1 = Kelemahan Sistem Pengendalian Intern X2 = Temuan Kepatuhan

Y = Opini Audit a = Konstanta

b = Koefisien Regresi

Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh antara variabel-variabel independen terhadap opini audit atas laporan keuangan maka dilakukan pengujian-pengujian hipotesis penelitian terhadap variabel-variabel dengan pengujian sebagai berikut:

3.7.1 Uji Wald (Parsial)

Pengujian regresi logistik secara parsial menggunakan uji Wald dengan melihat tabel variables in the equation. Pengujian regresi logistik secara parsial dilakukan dengan memasukkan seluruh variabel independen dan variabel

dependen. Hasil pengujian ini dapat membantu kita mengetahui pengaruh masing-masih variabel independen terhadap variabel dependen. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan metode enter dengan tingkat signifikansi sebesar 5%. Dasar


(18)

pengambilan keputusannya adalah apabila nilai signifikansi < 0,05 maka hipotesis yang menyatakan variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat diterima.

H0: Kelemahan sistem pengendalian intern dan temuan kepatuhan berpengaruh secara parsial terhadap opini audit atas laporan keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.

Ha: Kelemahan sistem pengendalian intern dan temuan kepatuhan tidak berpengaruh secara parsial terhadap opini audit atas laporan keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.

3.7.2 Uji Omnibus Test of Model Coefficient

Setelah pengujian regresi logistik secara parsial, selanjutnya akan dilakukan pengujian regresi logistik secara simultan (bersama-sama). Pengujian regresi logistik secara simultan disebut Omnibus Test of Model coefficient. Dalam pengujian ini semua variabel bebas yaitu kelemahan sistem pengendalian intern dan temuan kepatuhan diuji secara bersama-sama. Pengujian ini bertujuan untuk melihat apakah kedua variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh terhadap opini audit atas laporan keuangan kabupaten/kota di Sumatera Utara. Dasar pengambilan keputusannya adalah jika nilai signifikansi lebih besar dari pada 0,05 maka H0 diterima sedangkan jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka H0 ditolak.

Ho: Kelemahan sistem pengendalian intern dan temuan kepatuhan berpengaruh secara simultan terhadap opini audit atas laporan keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.


(19)

Ha: Kelemahan sistem pengendalian intern dan temuan kepatuhan tidak berpengaruh secara simultan terhadap opini audit atas laporan keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.


(20)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Sampel Penelitian

Tujuan dari dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui pengaruh kelemahan sistem pengendalian intern dan temuan kepatuhan terhadap opini audit atas laporan keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh pemerintahan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara periode 2009-2014.

4.2 Statistik Deskriptif

Uji Statistik deskriptif dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai variabel bebas (kelemahan sistem pengendalian intern dan opini audit) yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil uji statistik deskriptif dalam penelitian ini meliputi nilai minimum, nilai maksimum, mean, dan standar deviasi untuk setiap variabel yang disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 4.1

Statistik Deskriptif Sampel Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

KELEMAHAN SPI 198 0 19 6,25 4,381

TEMUAN KEPATUHAN 198 0 34 10,98 7,449

Valid N (listwise) 198


(21)

Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa variabel kelemahan sistem pengendalian intern diperoleh nilai minimum sebesar 0, nilai maksimum sebesar 19, nilai rata-rata sebesar 6,25, dan nilai standar deviasi sebesar 4,381. Pada variabel temuan kepatuhan nilai minimum sebesar 0, nilai maksimum sebesar 34, nilai rata-rata sebesar 10,98, dan nilai standar deviasi sebesar 7,449.

4.3 Menilai Kelayakan Model Regresi

Pengujian regresi logistik yang pertama adalah dengan menggunakan uji -2 log likelihood. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah model regresi logistik yang digunakan telah layak atau tidak. Hasil pengolahan data SPSS dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.2

Pengujian -2 Log Likelihood Step 0 Iteration Historya,b,c

Iteration -2 Log likelihood

Coefficients

Constant

Step 0 1 151,399 -1,515

2 146,351 -1,914

3 146,256 -1,979

4 146,256 -1,981

5 146,256 -1,981

Sumber Data: Lampiran.

Pada tabel 4.2 menunjukkan nilai dari hasil pengujian -2 log likelihood yang terdiri dari 2 tahap yaitu tahap pertama (step 0) Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat nilai -2 log likelihood step 0 adalah sebesar 146,256.


(22)

Tabel 4.3

Pengujian -2 Log Likelihood Step 1 Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 123,952a ,107 ,204

Sumber Data: Lampiran

Pada tabel 4.3 menunjukkan nilai dari hasil pengujian -2 log likelihood pada tahap kedua (step 1). Pada step 1 nilai -2 log likelihood sebesar 123,952. Hal ini menunjukkan terjadi penurunan pada nilai -2 log likelihood, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa model regresi logistik yang digunakan layak dan penambahan variabel bebas kedalam model memperbaiki model fit.

4.4 Menilai Koefisien Determinasi

Setelah pengujian -2 log likelihood selesai dilakukan, maka selanjutnya dilakukan pengujian Nagelkerke R Square. Pengujian ini dilakukan untuk melihat seberapa besarkah variasi dari variabel terikat (opini audit atas laporan keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara) dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas yang diteliti (total kekayaan daerah, kompetisi politik, dan tingkat kependudukan). Hasil pengujian Nagelkerke R Square dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.4

Pengujian Nagelkerke R Square Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 123,952a ,107 ,204


(23)

Berdasarkan tabel 4.4 di atas, nilai Nagelkerke R Square adalah sebesar 0,204. Hal ini menunjukkan bahwa variasi variabel terikat (opini audit atas laporan keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara) dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebasnya (kelemahan sistem pengendaliann intern dan temuan kepatuhan) sebesar 20,4% sedangkan sisanya sebesar 79,6% dijelaskan oleh variabel lain diluar variabel bebas yang diteliti.

4.5 Menilai Keseluruhan Model

Pengujian yang dilakukan selanjutnya adalah pengujian Hosmer and Lemeshow. Pengujian ini dilakukan untuk menguji hipotesis 0 bahwa data empiris cocok atau sesuai dengan model (tidak terdapat perbedaan model dengan data sehingga model dapat dikatakan fit). Jika nilai pengujian Hosmer and Lemeshow test sama dengan atau kurang dari 0,05 maka hipotesis 0 ditolak yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara model dengan nilai observasinya, sehingga model tidak dapat memprediksi nilai observasinya. Sebaliknya, jika nilai pengujian Hosmer and Lemeshow lebih besar dari 0,05 maka model dapat memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan model dapat diterima karena sesuai dengan nilai observasinya sehingga hipotesis 0 diterima. Berikut adalah hasil pengujian Hosmer and Lemeshow:

Tabel 4.5

Pengujian Hosmer and Lemeshow Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig.

1 5,647 7 ,582


(24)

Berdasarkan tabel diatas, maka didapatkan nilai signifikansi statistik Hosmer and Lemeshow Goodness of Fit Test sebesar 0,582 yang nilainya lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa model dapat diterima karena mampu memprediksi nilai observasinya atau sesuai dengan data observasinya.

4.6 Uji Autokorelasi

Dalam penelitian ini, dilakukan uji autokorelasi karena data dalam penelitian ini bersifat time series. Uji autokorelasi dilakukan untuk mengetahui apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Pengujian asumsi ketiga ini, dilakukan dengan menggunakan uji Durbin Watson (Durbin-Watson Test), yaitu untuk menguji apakah terjadi korelasi serial atau tidak dengan menghitung nilai d statistik. Berikut adalah tabel pengujian Autokorelasi:

Tabel 4.6

Pengujian Durbin-Watson

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 ,336a ,113 ,104 ,310 2,195

Sumber Data: Lampiran

Pada tabel diatas didapatkan nilai Durbin-Watson sebesar 2,195. Nilai Durbin-Watson > dari batas atas (du), dan kurang dari jumlah variabel independen


(25)

batas atas (du), maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi dalam penelitian ini.

4.7 Uji Wald

Langkah selanjutnya adalah menguji regresi logistik secara parsial atau menguji pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikatnya dengan melihat tabel variables in the equation. Pengujian hipotesis regresi logistik dilakukan dengan memasukkan seluruh variabel bebas (kelemahan sistem pengendalian intern dan temuan kepatuhan) dan juga variabel terikat (opini audit atas laporan keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara).

Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan metode enter dengan tingkat signifikansi sebesar 5%. Dasar pengambilan keputusannya adalah apabila nilai signifikansi < 0,05 maka hipotesis yang menyatakan variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat diterima, sedangkan apabila nilai signifikansi > 0,05 maka hipotesis yang menyatakan variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat ditolak. Hasil pengujian regresi logistik secara parsial dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.7

Pengujian Variables in the Equation

B S.E. Wald Df Sig. Exp(B)

Step 1a X1 -,184 ,081 5,127 1 ,024 ,832

X2 -,053 ,043 1,533 1 ,216 ,948

Constant -,677 ,318 4,536 1 ,033 ,508


(26)

Berdasarkan hasil pengujian regresi logistik tersebut maka dapat diketahui persamaan logistik linear sebagai berikut:

Y = ln � ��

�−��� = -0,677 + -0,184 X1 + -0,053 X2 Dimana :

ln = Logaritma Natural �̂ = Fungsi Eksponen

X1 = Kelemahan Sistem Pengendalian Intern X2 = Temuan Kepatuhan

Y = Opini Audit a = Konstanta

Berdasarkan hasil pengujian regresi logistik pada tabel 4.7 diatas, hasil pengujian hipotesis untuk mengetahui pengaruh kelemahan sistem pengendalian intern dan temuan kepatuhan terhadap opini audit atas laporan keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui dimana variabel bebas yang pertama yaitu kelemahan sistem pengendalian intern (X1) berpengaruh positif terhadap opini audit atas laporan keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Hal ini ditunjukkan dengan nilai probabilitas signifikansi sebesar 0,024 (<0,05). Dengan demikian maka hipotesis 1 yang menyatakan bahwa kelemahan sistem pengendalian intern terhadap opini audit atas laporan keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara diterima.


(27)

2. Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui dimana variabel bebas yang kedua yaitu temuan kepatuhan (X2) berpengaruh negatif terhadap opini audit atas laporan keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Hal ini ditunjukkan dengan nilai probabilitas signifikansi sebesar 0,216 (>0,05). Dengan demikian maka hipotesis 2 yang menyatakan bahwa temuan kepatuhan berpengaruh terhadap opini audit atas laporan keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara ditolak.

4.8 Uji Omnimbus Test of Model Coefficient

Setelah dilakukan pengujian regresi logistik secara parsial, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian regresi logistik secara simultan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (kelemahan sistem pengendalian intern dan temuan kepatuhan) secara bersama-sama. Pengujian regresi logistik secara bersama-sama atau simultan disebut dengan Omnimbus

Test of Model Coefficient. Dalam pengujian ini semua variabel bebas yaitu

kelemahan sistem pengendalian intern dan temuan kepatuhan di uji secara bersama-sama. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah variabel-variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel terikatnya yaitu opini audit atas laporan keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Dasar pengambilan keputusannya adalah jika nilai signifikansi lebih besar daripada 0,05 maka hipotesis 3 ditolak sedangkan apabila nilai signifikansi lebih kecil daripada 0,05 maka hipotesis 3 diterima. Hasil pengujian regresi logistik secara simultan dapat dilihat dalam tabel berikut ini:


(28)

Tabel 4.8

Pengujian Regresi Logistik Secara Simultan Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 22,304 2 ,000

Block 22,304 2 ,000

Model 22,304 2 ,000

Sumber Data: Lampiran

Dari tabel 4.7 diatas dapat dilihat bahwa nilai signifikansi adalah sebesar 0,000. Nilai tersebut <0,05, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis 3 yang menyatakan bahwa kelemahan sistem pengendalian intern dan temuan kepatuhan berpengaruh secara simultan terhadap opini audit atas laporan keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara diterima.

4.9 Pembahasan dan Hasil

4.9.1 Pengaruh Kelemahan Sistem Pengendalian Intern (X1) Terhadap Opini Audit (Y)

Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui dimana variabel bebas yang pertama yaitu kelemahan sistem pengendalian intern (X1) berpengaruh positif terhadap opini audit atas laporan keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Hal ini ditunjukkan dengan nilai probabilitas signifikansi sebesar 0,024 (<0,05). Dengan demikian maka hipotesis 1 yang menyatakan bahwa kelemahan sistem pengendalian intern terhadap opini audit atas laporan keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara diterima.

Hasil tersebut pada dasarnya mendukung hipotesis pertama dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Sipahutar dan


(29)

Khairani (2013) yang menunjukkan bahwa efektivitas sistem pengendalian intern menjadi pertimbangan BPK RI dalam memberikan opini. Selain itu, Defera (2013) telah membuktikan dari beberapa kelemahan sistem pengendalian intern tersebut hanya kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan yang selalu berpengaruh negatif pada seluruh pemerintah daerah di Indonesia dalam penentuan opini laporan keuangan pemerintah daerahnya.

Sedangkan hasil penelitiannya yang menunjukkan bahwa variabel selain kelemahan SPAP yang dinilai tetap berpengaruh dalam penentuan opini laporan keuangan pemerintah daerah namun sangat bergantung pada karakteristik masing-masing regional di Indonesia.

4.9.2 Pengaruh Temuan Kepatuhan (X2) Terhadap Opini Audit (Y) Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui dimana variabel bebas yang kedua yaitu temuan kepatuhan (X2) berpengaruh negatif terhadap opini audit atas laporan keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Hal ini ditunjukkan dengan nilai probabilitas signifikansi sebesar 0,216 (>0,05). Dengan demikian maka hipotesis 2 yang menyatakan bahwa temuan kepatuhan berpengaruh terhadap opini audit atas laporan keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara ditolak.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Fatimah, Sari & Rasuli (2014) dimana mereka telah membuktikan bahwa temuan kepatuhan berpengaruh negatif terhadap opini audit atas laporan keuangan. Auditor mengeluarkan opini audit dengan mempertimbangkan empat kriteria yang salah satunya adalah temuan kepatuhan entitas terhadap peraturan perundang-undangan. Sipahutar dan Khairani (2013) dalam kesimpulan


(30)

penelitiannya juga mengungkapkan adanya pelanggaran yang material atas peraturan perundang-undangan serta ketidaksesuaian penyajian laporan keuangan sesuai peraturan yang berlaku. Peningkatan tingkat materialitas atas pelanggaran tersebut semakin melemahkan tingkatan opini audit dari WDP menjadi TW.


(31)

BAB 5

KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kelemahan sistem pengendalian intern dan temuan kepatuhan berpengaruh baik secara parsial maupun simultan terhadap opini audit atas laporan keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Hasil pengujian kelemahan sistem pengendalian intern dan temuan kepatuhan secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap opini audit atas laporan keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.

2. Hasil pengujian kelemahan sistem pengendalian intern berpengaruh positif terhadap opini audit atas laporan keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.

3. Hasil pengujian temuan kepatuhan berpengaruh negatif terhadap opini audit atas laporan keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.

4. Nilai Nagelkerke R Square di dalam penelitian ini adalah sebesar 0,204. Hal ini menunjukkan bahwa variasi variabel terikat (opini audit atas laporan keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara) dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebasnya (kelemahan sistem pengendaliann intern dan temuan kepatuhan) sebesar 20,4% sedangkan sisanya sebesar 79,6% dijelaskan oleh variabel lain diluar variabel bebas yang diteliti.


(32)

5.2 Keterbatasan

Penulis menyadari bahwa di dalam penelitian ini masih memiliki keterbatasan yang perlu diperbaiki oleh peneliti-peneliti selanjutnya. Adapun keterbatasan-keterbatasan tersebut antara lain:

1. Penelitian ini hanya dilakukan di Provinsi Sumatera Utara sehingga objek penelitian hanya 33 Kabupaten/Kota.

2. Faktor yang diteliti dalam penelitian ini hanya menggunakan 2 variabel bebas saja yaitu kelemahan sistem pengendalian intern dan temuan kepatuhan.

3. Koefisien determinasi (Nagelkerke R square) adalah sebesar 0,204 untuk penilaian model penelitian yang berarti variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen adalah sebesar 20,4 persen, sedangkan sisanya sebesar 79,6 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model penelitian.

5.3 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan penulis untuk para peneliti selanjutnya adalah:

1. Para peneliti selanjutnya diharapkan dapat memperluas objek penelitian sehingga dapat lebih meningkatkan generalisasi hasil penelitian.

2. Para peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggunakan lebih dari satu daerah untuk mengetahui bagaimana pengaruhnya pada daerah lain.


(33)

3. Para peneliti selanjutnya juga diharapkan dapat menambah variabel-variabel lainnya seperti penyajian LKPD, umur pemerintahan daerah, dan opini audit pada tahun-tahun sebelumnya.


(34)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah 2.1.1 Akuntabilitas

Akuntabilitas mengandung arti pertanggungjawaban, baik oleh orang-orang maupun badan-badan yang dipilih, atas pilihan-pilihan dan tindakan-tindakannya (Mulyana, 2006). Widodo (2001:30) “akuntabilitas adalah perwujudan kewajiban untuk mempertanggung jawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui media pertanggung jawaban yang di lakukan secara periodik”.

Menurut Tokyo Declaration of Guidelines on Public Accountability dalam LAN RI dan BPKP (2001) akuntabilitas publik adalah kewajiban-kewajiban dari individu-individu atau penguasa yang dipercaya untuk mengelola sumber daya publik serta yang berkaitan dengan itu, guna menjawab hal-hal yang menyangkut pertanggung jawaban fiskal, manajerial, dan program atau kegiatan.

Akuntabilitas adalah ukuran yang menunjukan apakah aktivitas birokrasi publik atau pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah sudah sesuai dengan norma dan nilai- nilai yang dianut oleh rakyat dan apakah pelayanan publik tersebut mampu mengakomodasi kebutuhan rakyat sesungguhnya (Kumorotomo 2005:3-4). Mardiasmo (2002:20) menjelaskan “pengertian akuntabilitas sebagai kewajiban pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang


(35)

menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak untuk meminta pertanggung jawaban tersebut”.

Ulum (2004:40) “tuntutan akuntabilitas publik mengharuskan lembaga-lembaga sektor publik untuk lebih menekankan pada pertanggung jawaban horisontal (horizontal accountability) bukan hanya pertanggungjawaban vertikal (vertical accountability)". Pertanggung jawaban perlu dilakukan melalui media yang selanjutnya dapat dikomunikasikan kepada pihak internal maupun pihak eksternal (publik) secara periodik maupun insidental sebagai suatu kebijakan hukum dan bukan hanya suka rela. Lembaga Administrasi Negara (LAN) dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP, 2001) membedakan akuntabilitas dalam tiga macam akuntabilitas, yaitu :

1. Akuntabilitas Keuangan, merupakan pertanggung jawaban mengenai integritas keuangan, pengungkapan dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Sasarannya adalah laporan keuangan yang mencakup penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran keuangan instansi pemerintah. Komponen pembentuk akuntabilitas keuangan terdiri atas: integritas keuangan, pengungkapan, dan ketaatan terhadap Peraturan Perundang-undangan.

2. Akuntabilitas Manfaat, pada dasarnya memberi perhatian pada hasil-hasil dari kegiatan pemerintahan. Hasil kegiatannya terfokus pada efektivitas, tidak sekedar kepatuhan terhadap prosedur. Bukan hanya output, tapi sampai

outcome. Outcome adalah dampak suatu program atau kegiatan terhadap


(36)

hanya mengukur dari hasil tanpa mengukur dampaknya terhadap masyarakat, sedangkan outcome mengukur output dan dampak yang dihasilkan. Pengukuran outcome memiliki dua peran yaitu restopektif dan prospektif. Peran restopektif terkait dengan penilaian kinerja masa lalu, sedangkan peran prospektif terkait dengan perencanaan kinerja di masa yang akan datang. 3. Akuntabilitas Prosedural, memfokuskan kepada informasi mengenai tingkat

kesejahteraan sosial. Diperlukan etika dan moral yang tinggi serta dampak positif pada kondisi sosial masyarakat. Akuntabilitas prosedural yaitu merupakan pertanggungjawaban mengenai aspek suatu penetapan dan pelaksanaan suatu kebijakan yang mempertimbangkan masalah moral, etika, kepastian hukum dan ketaatan pada keputusan politik untuk mendukung pencapaian tujuan akhir yang telah ditetapkan.

Akuntabilitas dalam konteks organisasi sektor publik terdiri dari dua macam (Mardiasmo 2002:20-21) yaitu:

1. Akuntabilitas vertikal (vertical accountability). Pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi, misalnya pertanggungjawaban unit-unit kerja (dinas) kepada pemerintah daerah, pertanggung jawaban pemerintah daerah kepada pemerintah pusat.

2. Akuntabilitas horisontal (horizontal accountability). Pertanggung jawaban horisontal adalah pertanggung jawaban kepada masyarakat luas baik secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan rakyat.

Akuntabilitas publik yang harus dijalankan oleh organisasi sektor publik mempunyai beberapa dimensi. Ellwood dalam Mardiasmo (2002:22) menjelaskan


(37)

terdapat empat dimensi akuntabilitas yang harus dipenui oleh organisasi sektor publik, yaitu:

1. Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountability for

probityand legality). Terkait dengan penyalahgunaan jabatan (abuse of power), sedangkan akuntabilitas hukum terkait dengan jaminan adanya

kepatuhan terhadap aturan hukum dan aturan lain yang diisyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik.

2. Akuntabilitas proses (process accountability). Terkait apakah prosedur yang digunakan dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajemen, dan prosedur administrasi.

3. Akuntabilitas program (program accountability). Terkait dengan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah telah mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya minimal.

4. Akuntabilitas kebijakan (policy accountability). Terkait dengan pertanggungjawaban baik pusat maupun daerah atas kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah terhadap DPR/DPRD dan masyarakat luas.

Loina (2003) prinsip akuntabilitas publik adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran nilai-nilai atau norma-norma eksternal yang dimiliki oleh para


(38)

menurutnya, berdasarkan tahapan sebuah program, akuntabilitas dari setiap tahapan adalah :

1. Pada tahap proses pembuatan sebuah keputusan, beberapa indikator untuk menjamin akuntabilitas publik adalah :

a. Pembuatan sebuah keputusan harus dibuat secara tertulis dan tersedia bagi setiap warga yang membutuhkan

b. Pembuatan keputusan sudah memenuhi standar etika dan nilai-nilai yang berlaku, artinya sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar maupun nilai-nilai yang berlaku di stakeholders.

c. Adanya kejelasan dari sasaran kebijakan yang diambil, dan sudah sesuai dengan visi dan misi organisasi, serta standar yang berlaku.

d. Adanya mekanisme untuk menjamin bahwa standar telah terpenuhi, dengan konsekuensi mekanisme pertanggung jawaban jika standar tersebut tidak terpenuhi.

e. Konsistensi maupun kelayakan dari target operasional yang telah ditetapkan maupun prioritas dalam mencapai target tersebut

2. Pada tahap sosialisasi kebijakan, beberapa indikator untuk menjamin akuntabilitas publik adalah :

a. Penyebarluasan informasi mengenai suatu keputusan, melalui media massa, media nirmassa, maupun media komunikasi personal.

b. Akurasi dan kelengkapan informasi yang berhubungan dengan cara-cara mencapai sasaran suatu program.


(39)

c. Akses publik pada informasi atas suatu keputusan setelah keputusan dibuat dan mekanisme pengaduan masyarakat.

d. Ketersediaan sistem informasi manajemen dan monitoring hasil yang telah dicapai oleh pemerintah.

2.1.2 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)

Laporan keuangan merupakan bentuk pertanggung jawaban atas kepengurusan sumber daya ekonomi yang dimiliki oleh suatu entitas. Laporan keuangan yang diterbitkan harus disusun sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku agar laporan keuangan tersebut dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya atau dibandingkan dengan laporan keuangan entitas yang jelas. Berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan keuangan (UU No. 17 Tahun 2003, UU No. 1 Tahun 2004, dan UU No. 15 Tahun 2004) pemerintah daerah wajib menyusun laporan keuangan yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan Atas Laporan Keuangan. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) disusun berdasarkan laporan keuangan yang dibuat oleh seluruh SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah).

Mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (PPKD), laporan keuangan SKPD yang telah disusun oleh Pejabat Penata usahaan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah (PPK-SKPD) selanjutnya disampaiakan kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) sebagai dasar penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Laporan keuangan SKPD disampaikan kepada


(40)

kepala daerah melalui PPKD paling lambat dua bulan setelah akhir tahun anggaran/periode akuntansi berakhir.

Laporan Keuangan SKPD terdiri atas tiga laporan, yaitu Laporan Realisasi Anggaran, Neraca dan Catatan Atas Laporan Keuangan. Untuk menjamin tercapainya akuntabilitas, laporan keuangan SKPD yang disampaikan dilampiri dengan surat pernyataan kepala SKPD. Surat pernyataan kepala SKPD berisi pernyataan bahwa laporan keuangan SKPD menjadi tanggung jawabnya dan telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai dan standar akuntansi pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) pada prinsipnya merupakan hasil gabungan atau konsolidasi dari laporan keuangan SKPD. LKPD disusun oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD). Proses penyusunan LKPD paling lambat tiga bulan setelah berakhirnya tahun anggaran bersangkutan. LKPD disusun dalam rangka memenuhi pertanggung jawaban pelaksanaan APBD (Haryanto, et al 2007:17).

Penyusunan dan penyajian LKPD dilakukan sesuai dengan peraturan pemerintah yang mengatur tentang standar akuntansi pemerintahan. Penyajian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah dilampiri dengan ikhtisar realisasi kinerja dan laporan keuangan BUMD/perusahaan daerah. Laporan keuangan pemerintah daerah disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk dilakukan pemeriksaan. LKPD yang telah diaudit BPK, selanjutnya disampaikan ke DPRD untuk dibahas dan ditetapkan dengan peraturan daerah (perda) tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD (Setiawan, 2009).


(41)

2.1.3 Akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

Mardiasmo (2002:20) menjelaskan bahwa pengertian “akuntabilitas adalah sebagai kewajiban pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggung jawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak untuk meminta pertanggung jawaban tersebut”. Lembaga Administrasi Negara (LAN, 2001) menyebutkan bahwa salah satu bentuk akuntabilitas adalah akuntabilitas keuangan. Sasarannya adalah laporan keuangan yang mencakup penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran keuangan instansi pemerintah. Dalam konteks pemerintah daerah, sasarannya adalah Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD).

Akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) menjadi hal penting karena merupakan bentuk pertanggung jawaban pemerintah daerah terhadap pelaksanaan APBD. Untuk mengetahui akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah perlu dilakukan pemeriksaan (diaudit). Pemeriksaan tentang akuntabilitas LKPD dilakukan BPK RI sebagai pemeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan Negara sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 23E ayat 1 menyebutkan, “Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri”. Dalam menjalankan tugasnya untuk memeriksa pengelolaan dan


(42)

tanggung jawab keuangan negara, salah satunya adalah BPK memeriksa laporan keuangan pemerintah daerah sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan Negara.

Pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah oleh BPK bertujuan untuk memberikan pendapat/opini atas kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan mendasarkan pada, (a) kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan dan atau prisip-prinsip akuntansi yang ditetapkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan, b) kecukupan pengungkapan (adequate disclosure), (c) kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, (d) efektivitas sistem pengendalian intern.

2.2 Opini Audit

Pemeriksaan atas laporan keuangan dilakukan dalam rangka memberikan pendapat/opini atas kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan. Opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Penjelasan Pasal 16 ayat (1) yaitu:


(43)

a) kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan b) kecukupan pengungkapan (adequate disclosures)

c) kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan d) efektivitas system pengendalian intern (SPI).

Dalam melaksanakan pemeriksaan keuangan, selain memberikan opini atas laporan keuangan, BPK juga melaporkan hasil pemeriksaan atas SPI, dan laporan hasil pemeriksaan atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.

Terdapat empat jenis opini yang dapat diberikan oleh pemeriksa.

Opini Wajar Tanpa Pengecualian – WTP (unqualified opinion),

termasuk di dalamnya opini wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan – WTP-DPP (unqualified opinion with modified wording); opini wajar tanpa pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan telah disajikan dan diungkapkan secara wajar dalam semua hal yang material dan informasi keuangan dalam laporan keuangan dapat digunakan oleh para pengguna laporan keuangan.

Opini Wajar Dengan Pengecualian – WDP (qualified opinion), opini

wajar dengan pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan telah disajikan dan diungkapkan secara wajar dalam semua hal yang material, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan, sehingga informasi keuangan dalam laporan keuangan yang tidak dikecualikan dalam opini pemeriksa dapat digunakan oleh para pengguna laporan keuangan.


(44)

Opini Tidak Wajar – TW (adverse opinion), opini tidak wajar

menyatakan bahwa laporan keuangan tidak disajikan dan diungkapkan secara wajar dalam semua hal yang material, sehingga informasi keuangan dalam laporan keuangan tidak dapat digunakan oleh para pengguna laporan keuangan.

Pernyataan Menolak Memberikan Opini atau Tidak Memberikan Pendapat – TMP (disclaimer of opinion), pernyataan menolak

memberikan opini menyatakan bahwa laporan keuangan tidak dapat diperiksa sesuai dengan standar pemeriksaan. Dengan kata lain, pemeriksa tidak dapat memberikan keyakinan bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material, sehingga informasi keuangan dalam laporan keuangan tidak dapat digunakan oleh para pengguna laporan keuangan.

2.3 Sistem Pengendalian Intern

2.3.1 Pengertian Sistem Pengendalian Intern

Sistem akuntansi berkaitan erat dengan sistem pengendalian intern organisasi. Sistem akuntansi yang baik adalah sistem akuntansi yang didalamnnya mengandung sistem pengendalian yang memadai. Pengertian Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral dari tindakan dan kegiatan yang dilakukan oleh manajemen dan jajarannya untuk memberikan jaminan atau keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan organisasi dan melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan laporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.


(45)

Menurut PP No. 60 Tahun 2008 dijelaskan bahwa sistem pengendalian internal adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan laporan keuangan, pengamanan asset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang – undangan.

2.3.2 Tujuan Sistem Pengendalian Intern

Tujuan penyelenggaraan pengendalian intern adalah untuk menentukan apakah pengendalian telah berjalan seperti yang dirancang dan apakah orang yang melaksanakan memiliki kewenangan serta kualifikasi yang diperlukan untuk melaksanakan pengendalian secara efektif, sedangkan tujuan dibangunnya sistem pengendalian intern (Mahmudi 2010 : 20) adalah :

- Untuk melindungi asset termasuk data negara - Untuk memelihara catatan secara rinci dan akurat

- Untuk menghasilkan informasi keuangan yang akurat, relefan, dan andal

- Untuk menjamin bahwa laporan keuangan disusun sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku

- Untuk efisiensi, dan efektifitas operasi

- Untuk menjamin ditaatinya kebijakan manajemen dan peraturan perundangan yang berlaku

2.3.3 Keterbatasan Sistem Pengendalian Intern

Tugiman (2006:9) menyatakan bahwa permasalahan pengendalian yang merupakan keterbatasan antara lain :

- Banyak pengendalian yang ditetapkan memiliki tujuan yang tidak jelas

- Pengendalian lebih diartikan sebagai tujuan akhir yang harus dicapai bukan sebagai sasaran untuk mencapai tujuan organisasi

- Pengendalian ditetapkan terlalu berlebihan tanpa memperhatikan sisi manfaat dan biayanya


(46)

- Penerapan yang tidak tepat dari pengendalian juga mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya inisiatif dan kreatifitas setiap orang - Pengendalian tidak memperhitungkan aspek perilaku padahal faktor

manusia merupakan kunci utama untuk berhasilnya suatu pengendalian

2.3.4 Efektifitas Pengendalian Internal

Efektifitas adalah ukuran keberhasilan suatu kegiatan atau program yang dikaitkan dengan tujuan yang ditetapkan. Suatu pengendalian intern dikatakan efektif bila memahami tingkat sejauh mana tujuan operasi entitas tercapai, laporan keuangan yang diterbitkan dipersiapkan secara handal, hukum, dan regulasi yang berlaku dipatuhi.

Mardiasmo (2002:134) “pengertian efektifitas adalah ukuran berhasil atau tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya”. Apabila organisasi mencapai tujuan, maka organisasi tersebut dikatakan telah berjalan efektif. Hal terpenting yang perlu tercatat adalah bahwa efektifitas tidak menyatakan tentang besar biaya yang telah dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut. Biaya boleh jadi melebihi apa yang telah dianggarkan, boleh jadi dua kali lebih besar dari yang dianggarkan. Efektifitas hanya melihat apakah suatu program atau kegiatan telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Berdasarkan pengertian diatas jika dikaitkan dengan penerapa pengendalian intern, dikatakan bahwa tercapainya tujuan suatu organisasi ditetapkan oleh pihak manajemen melalui penerapan sistem pengendalian internal.

2.4 Temuan Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan

Tindakan korupsi mudah timbul karena ada kelemahan di dalam peraturan undangan, yang dapat mencakup: (a) adanya peraturan


(47)

perundang-undangan yang monolistik yang hanya menguntungkan kerabat dan “konco-konco” presiden, (b) kualitas peraturan perundang-undangan kurang memadai, (c) peraturan kurang disosialisasikan, (d) sangsi yang terlalu ringan,(e) penerapan sangsi yang tidak konsisten dan pandang bulu, (f) lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang-undangan. Beberapa ide strategis untuk menanggulangi kelemahan ini telah dibentuk oleh pemerintah diantaranya dengan mendorong para pembuat undang-undang untuk melakukan evaluasi atas efektivitas suatu undang-undang secara terencana sejak undang-undang tersebut dibuat salah satunya adalah dengan menerbitkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).

SAP merupakan acuan wajib dalam menyajikan laporan keuangan entitas pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah. Pengguna laporan keuangan menggunakan SAP untuk dapat memahami informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Sedangkan auditor eksternal menggunakan SAP sebagai kriteria dalam melaksanakan audit. Dengan demikian SAP digunakan sebagai penyatu persepsi antara pengguna dan auditor laporan keuangan. SAP yang berlaku di Indonesia ditetapkan dengan PP Nomor 24 Tahun 2005 tanggal 13 Juni 2005 dengan pembaruannya PP Nomor 71 Tahun 2010. PP ini menjadi landasan bagi semua entitas pelaporan termasuk pemerintah daerah dalam menyajikan laporan keuangan sebagai pertanggungjawaban kepada berbagai pihak.

Selain SAP, auditor menggunakan kriteria lainnya dalam menyusun laporan hasil pemeriksaan antara lain tiga paket undang-undang keuangan Negara (UU Nomor 17 Tahun 2003, UU Nomor 1 Tahun 2004, dan UU Nomor 15 Tahun


(48)

2004), UU Nomor 32 Tahun 2004, berbagai Peraturan Pemerintah, dan Permendagri terkait pedoman pengelolaan keuangan daerah pada tahun saat dilakukan pemeriksaan.

Acuan auditor BPK dalam menjalankan pemeriksaan tidak hanya terbatas pada peraturan untuk tujuan penyusunan kriteria temuan. Sejak tanggal 1 Januari 2007, Ketua BPK mengeluarkan suatu standar yang disebut dengan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang disusun untuk memenuhi tuntutan kebutuhan akan hasil pemeriksaan yang bernilai tambah, tidak hanya mengacu pada Standar Audit Pemerintahan tahun 1995. Standar Pemeriksaan nomor 03 terkait dengan standar pelaporan pemeriksan keuangan, mengharuskan auditor membuat suatu laporan audit yang menyatakan apakah laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (SAP) atau prinsip akuntansi yang berlaku umum secara komprehensif.

Ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang ditemukan dalam pemeriksaan keuangan, dimuat dalam laporan atas kepatuhan. Apabila pemeriksa menerbitkan laporan atas kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan harus memuat suatu paragraf yang merujuk kepada laporan tersebut. Laporan atas kepatuhan menurut SPKN harus mengungkapkan hal-hal berikut ini:

` 1. Ketidakpatuhan terhadap undang-undang

Ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan termasuk pengungkapan atas penyimpangan administrasi, pelanggaran atas perikatan perdata, maupun penyimpangan yang mengandung unsur tindak pidana.


(49)

2. Ketidakpatutan yang signifikan.

Untuk memberikan dasar bagi pengguna laporan hasil pemeriksaan dalam mempertimbangkan kejadian dan konsekuensi atas kondisi tersebut, hal-hal yang diidentifikasi harus dihubungkan dengan hasil pemeriksaan secara keseluruhan, dan jika memungkinkan, perlu dinyatakan dalam nilai satuan mata uang.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang jelas antara temuan ketidakpatuhan terhadap temuan SPI, dan keduanya menjadi sangat menentukan dalam pengambilan keputusan pemberian opini audit oleh auditor. Hal ini diperkuat oleh penelitian oleh Sipahutar dan Khairani (2013) bahwa tingkat ketidakpatuhan entitas terhadap peraturan perundangan maupun kesesuaian penyajian laporan keuangan entitas mempengaruhi pemberian opini oleh auditor.

2.5 Penelitian Terdahulu

Terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang membahas tentang opini audit atas laporan keuangan. Penelitian-penelitian sebelumnya tentang opini audit terhadap laporan keuangan disajikan dalam tabel di bawah ini:

TABEL 2.1

RINGKASAN PENELITIAN TERDAHULU

No

Peneliti Terdahulu

(Tahun)

Variabel Hasil Penelitian

1

Sipahutar dan Khairani

(2013)

Dependen: Opini Audit Independen: Efektivitas

SPI, kepatuhan terhadap

perundang-undangan, kesesuain

sistem pengendalian intern, kepatuhan perundang-undangan, dan kesesuaian penyajian LKPD dengan peraturan perundang-undangan berpengaruh positif terhadap


(50)

penyajian LKPD dengan peraturan perundang-undangan opini audit. 2 Fatimah, Sari & Rasuli (2014) Dependen: Opini Wajar Tanpa Pengecualian Pada Laporan Keuangan

Pemerintah Daerah Di Seluruh Indonesia

Independen: Sistem Pengendalian Intern, Kepatuhan Terhadap

Peraturan Perundang-Undangan, Opini Audit Tahun Sebelumnya Dan Umur Pemerintah Daerah

1) Sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan (SPAP) berpengaruh negatif

pada penerimaan opini WTP

sedangkan Sistem Pengendalian Pelaksanaan

Anggaran Pendapatan dan Belanja (SPPAPB) dan struktur pengendalian intern

(STPI) tidak berpengaruh pada penerimaan opini WTP.

2) Kepatuhan terhadap perundang-undangan yang berpengaruh terhadap

penerimaan opini WTP untuk ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan

yang mengakibatkan kasus kerugian daerah/perusahaan

dan penyimpangan administrasi. Sedangkan untuk

temuan ketidakpatuhan terhadap

peraturan perundang-undangan lainnya baik nilai dan jumlah kasus yang

ditimbulkannya tidak mempengaruhi penerimaan opini WTP.

3) Opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif pada penerimaan opini WTP. Hasil temuan empiris ini menunjukkan bahwa auditor dalam menyiapkan

laporan audit setiap tahun mengacu pada laporan audit tahun sebelumnya.

Karena bagaimanapun dalam melakukan pemeriksaan auditor harus memiliki

pemahaman mengenai entitas


(51)

mempertimbangkan hasil

pemeriksaan sebelumnya dan tindak lanjut atas rekomendasi yang signifikan

dan berkaitan dengan tujuan pemeriksaan yang sedang dilaksanakan.

Sehingga bagi laporan keuangan pemerintah daerah yang sebelumnya

mendapatkan opini WTP memungkinkan untuk mempertahankan opini WTP

karena beban perbaikan atas laporan keuangan pemerintah daerah tersebut

cenderung tidak sebanyak laporan keuangan pemerintah daerah dengan opini

non WTP.

4) Umur pemerintah daerah tidak berpengaruh pada penerimaan opini WTP.

Berarti auditor tidak mempertimbangkan lamanya suatu pemerintah daerah

terbentuk dalam memberikan opini WTP pada tahun berjalan. Hal ini

dimungkinkan karena daerah yang baru terbentuk tidak menjadi penghalang

kemampuan pemerintah daerah tersebut dalam menghasilkan laporan

keuangan pemerintah daerah sesuai ketentuan. Karena pemerintah daerah

yang baru terbentuk cenderung memiliki permasalahan yang lebih sedikit dan anggaran yang lebih kecil dibandingkan pemerintah daerah yang lama terbentuk. Sehingga dengan sedikit kerja keras, sudah bisa WTP.


(52)

3 Safitri (2014)

Dependen: Opini audit pada pemerintah daerah Independen: Pengaruh SPI dan temuan kepatuhan

kelemahan sistem

pengendalian internal dan besaran realisasi anggaran tidak berpengaruh secara signifikan dan memiliki arah hubungan pengaruh yang positif terhadap opini. Sedangkan temuan kepatuhan mempengaruhi pemberian opini dengan hubungan pengaruh negatif, dan opini tahun lalu berpengaruh secara signifikan dan memiliki kecenderungan berada di level opini yang sama dengan tahun ini.

2.6 Kerangka Konseptual

Berdasarkan latar belakang dan landasan teori diatas maka dapat dibuat kerangka konseptual yang terlihat dibawah ini:

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Opini Audit (Y) Temuan Kepatuhan (X2) Kelemahan Sistem Pengendalian Intern (X1)


(53)

2.6.1 Pengaruh Kelemahan Sistem Pengendalian Intern terhadap Opini Audit atas Laporan Keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.

Evaluasi atas efektivitas SPI adalah salah satu kriteria pemberian opini SPI. SPI dinyatakan memadai apabila unsur-unsur dalam SPI menyajikan suatu pengendalian yang saling terkait dan dapat meyakinkan pengguna bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material. Opini yang diberikan oleh BPK terhadap laporan keuangan pemerintah daerah yang bersangkutan akan dipengaruhi oleh SPI di lingkungan entitas. SPI ini didesain untuk dapat mengenali apakah SPI telah memadai dan mampu mendeteksi adanya kelemahan.

Sipahutar dan Khairani (2013) dalam penelitiannya menghubungkan tingkat kelemahan SPI dengan perubahan opini audit melalui metode kualitatif. Dalam hasil penelitiannya, kedua penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan sejenis yang menyatakan bahwa perubahan opini audit yang semakin menurun dipengaruhi oleh semakin lemahnya pengendalian internal entitas. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dimunculkan hipotesis sebagai berikut:

H1: Kelemahan Sistem pengendalian intern berpengaruh terhadap opini audit atas laporan keuangan kabupaten/kota di Sumatera Utara.

2.6.2 Pengaruh Temuan Kepatuhan terhadap Opini Audit atas Laporan Keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

Auditor mengeluarkan opini audit dengan mempertimbangkan empat kriteria yang salah satunya adalah temuan kepatuhan entitas terhadap peraturan perundang-undangan. Sipahutar dan Khairani (2013) dalam kesimpulan penelitiannya juga mengungkapkan adanya pelanggaran yang material atas


(54)

peraturan perundang-undangan serta ketidaksesuaian penyajian laporan keuangan sesuai peraturan yang berlaku. Peningkatan tingkat materialitas atas pelanggaran tersebut semakin melemahkan tingkatan opini audit dari WDP menjadi TW. Namun sesuai dengan pengelompokan jenis temuan kepatuhan oleh BPK, ketidakpatuhan entitas tersebut dianggap memiliki dampak yang menyebabkan 7 jenis akibat, diantaranya:

1. Kerugian daerah adalah berkurangnya kekayaan daerah berupa uang, surat berharga, dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum, baik sengaja maupun lalai.

2. Potensi kerugian daerah adalah suatu perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dapat mengakibatkan risiko terjadinya kerugian di masa yang akan datang berupa berkurangnya uang, surat berharga, dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya.

3. Kekurangan penerimaan adalah adanya penerimaan yang sudah menjadi hak daerah tetapi tidak atau belum masuk ke kas daerah karena adanya unsur ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan.

4. Temuan administrasi mengungkap adanya penyimpangan terhadap ketentuan yang berlaku baik dalam pelaksanaan anggaran atau pengelolaan aset maupun operasional, tetapi penyimpangan tersebut tidak mengakibatkan kerugian atau potensi kerugian daerah/ tidak mengurangi hak daerah/kekurangan penerimaan, tidak menghambat program entitas, dan tidak mengandung unsur indikasi tindak pidana.


(55)

5. Temuan mengenai ketidakhematan mengungkap adanya penggunaan input dengan harga atau kuantitas/kualitas yang lebih tinggi dari standar kuantitas/ kualitas yang melebihi kebutuhan, dan harga yang lebih mahal dibandingkan dengan pengadaan serupa pada waktu yang sama.

6. Temuan mengenai ketidakefisienan mengungkap permasalahan rasio penggunaan kuantitas/kualitas input untuk satu satuan output yang lebih besar dari seharusnya.

7. Temuan mengenai ketidakefektifan berorientasi pada pencapaian hasil (outcome) yaitu temuan yang mengungkapkan adanya kegiatan yang tidak memberikan manfaat atau hasil yang direncanakan serta fungsi instansi yang tidak optimal sehingga tujuan organisasi tidak tercapai.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dimunculkan hipotesis sebagai berikut:

H2: Temuan kepatuhan berpengaruh terhadap opini audit atas laporan keuangan kabupaten/kota di Sumatera Utara.

2.6.3 Pengaruh Kelemahan Sistem Pengendalian Intern dan Temuan Kepatuhan terhadap Opini Audit atas Laporan Keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

Seperti yang telah kita ketahui , variabel-variabel independen tidak hanya berpengaruh secara sendiri-sendiri (parsial) terhadap variabel dependennya, tetapi juga berpengaruh secara bersama-sama (simultan). Oleh karena itu, dapat dimunculkan hipotesis sebagai berikut:


(56)

H3: Kelemahan sistem pengendalian intern dan temuan kepatuhan berpengaruh terhadap opini atas laporan keuangan kabupaten/kota di Sumatera Utara.


(57)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam rangka mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara maka Pemerintah Daerah berkewajiban menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah. Pemerintah daerah diwajibkan menyusun laporan keuangan dengan berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2005 yang dalam perkembangannya diperbaharui menjadi PP Nomor 71 Tahun 2010. Atas laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah tersebut akan dinilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasinya oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) dengan melakukan pemeriksaan yang hasilnya dituangkan dalam bentuk laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah yang memuat opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006).

Didalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 23E ayat 1 disebutkan, “Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri”. Dalam menjalankan tugasnya untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, salah satunya adalah BPK memeriksa laporan keuangan pemerintah daerah sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan,


(58)

“BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuanganNegara”.

Hasil dari pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang menggambarkan tingkat akuntabilitas LKPD yang secara keseluruhan dirangkum dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) yang dikeluarkan setahun dua kali tiap semester.

Dalam kurun waktu tiga tahun (2011-2013) BPK telah melakukan pemeriksaan sebanyak 1493 objek pemeriksaan. Dari hasil pemeriksaan, terdapat total 340 opini WTP termasuk dengan Paragraf Penjelas (WTP-DPP). Perkembangan opini pemeriksaan dapat dilihat pada tabel 1.1.

Tabel 1.1

Opini LKPD Tahun 2011 s.d 2013 Pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia

Tahun LK WTP WDP TW TMP Jumlah LKPD

2011 67 349 8 100 524

2012 120 319 6 78 523

2013 153 276 9 18 456

Jumlah 340 944 23 196 1493

Sumber: IHPS Semester I Tahun 2012, 2013, dan 2014 BPK

Selain menerbitkan laporan hasil pemeriksaan keuangan atas laporan keuangan pemerintah daerah yang berupa opini, BPK juga harus mengungkapkan dua jenis temuan, yaitu terkait sistem pengendalian intern dan kepatuhan terhadap


(59)

ketentuan peraturan perundang-undangan. Temuan SPI dikelompokkan menjadi tiga yaitu:

1. Kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan.

2. Kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja.

3. Kelemahan struktur pengendalian intern.

Kelompok temuan SPI pada pemeriksaan BPK seperti terlihat pada tabel 1.2.

Tabel 1.2

Kelompok Temuan SPI atas Pemeriksaan LKPD Tahun 2011 s.d 2013 Pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia

No

Kelompok Temuan Jumlah Temuan

2011 2012 2013

1 Kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan

2.050 1.586 1.829

2 Kelemahan sistem pengendalian

pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja

1.964 1.935 2.174

3 Kelemahan struktur pengendalian intern

1.022 891 1.100

Jumlah 5.036 4.412 5.103

Sumber: IHPS Semester I Tahun 2012, 2013, dan 2014 BPK

Komponen terakhir yang diungkapkan BPK dalam rangka menilai akuntabilitas LKPD adalah kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Pemeriksaan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dilaksanakan guna mendeteksi salah saji material yang disebabkan oleh ketidak patuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan material terhadap penyajian laporan keuangan. Hasil pemeriksaan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan atas laporan keuangan mengungkapkan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang mengakibatkan


(60)

kerugian daerah, potensi kerugian daerah, kekurangan penerimaan, administrasi, ketidak ekonomisan, ketidak efisienan, dan ketidak efektifan. Temuan ketidakekonomisan, temuan ketidakefisienan, dan temuan ketidakefektifan, dapat dilihat pada Tabel 1.3.

Tabel 1.3

Kelompok Temuan Kepatuhan atas LKPD tahun 2011 s.d 2013 Pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia

No

Kelompok Temuan Jumlah Temuan

2011 2012 2013

Ketidakpatuhan terhadap Ketentuan Perundang-undangan yang Mengakibatkan

1 Kerugian Daerah 2.004 2.055 2.339

2 Potensi Kerugian Daerah 426 341 373

3 Kekurangan Penerimaan 1.113 889 945

Sub Total 1 3.543 3.285 3.657

4 Administrasi 2.702 2.163 2.115

5 Ketidakpatuhan 277 208 106

6 Ketidakefesienan 2 0 0

7 Ketidakefektifan 380 220 108

Sub Total 2 3.361 2.591 2.329

Total 6.904 5.876 5.986

Sumber: IHPS Semester I Tahun 2012, 2013, dan 2014 BPK

Dari tabel 1.1 jika dilihat pada kasus dua tahun terakhir, dapat dilihat bahwa persentase LKPD yang memperoleh opini WTP pada tahun 2013 adalah sebanyak 34% meningkat 11% dari tahun 2012 sebanyak 23%. Sedangkan persentase LKPD yang memperoleh opini WDP pada tahun 2013 adalah sebanyak 61% sama dengan tahun 2012 sebanyak 61%, opini TW pada tahun 2013 menurun dari 2% menjadi 1% di tahun 2011, dan TMP pada tahun 2013 adalah sebanyak 4% mengalami penurunan 11% dari tahun 2011 sebanyak 15%.

Peningkatan atau penurunan tingkat opini tersebut belum banyak mendapat perhatian khusus terutama dari segi pengembangan keilmuan terkait pengaruhnya dari kelemahan SPI maupun level kepatuhan peraturan


(1)

8. Muhammad Reza Muntazar yang telah memberikan dukungan, motivasi, dan waktu hingga skripsi ini selesai dibuat.

9. Ammar Yasir Pulungan, Imam Luthfi Arief dan M. Rizkt Dwi Ananda yang telah memberikan dukungan dan waktu hingga skripsi ini selesai dibuat.

10. Terima kasih kepada teman-teman group Active 2014, Accounting geng, Sahabat Pitstop, Bolang, dan teman-teman Akuntansi 2012 yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu persatu di skripsi ini. Terima kasih atas segala pengalaman-pengalaman mulai dari berorganisasi hingga pertemanan yang sangat berkesan, dan terima kasih atas segala doa, dukungan, dan bantuan baik langsung maupun tidak langsung sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Semoga selalu mendapatkan keberkahan dan kelak kita dapat meraih kesuksesan bersama-sama. Amin Ya Rabbal Alamin.

Dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang akuntansi.

Medan, Maret 2016 Penulis

Adrian Tuahta Sembiring NIM. 120503320


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah ... 9

2.1.1 Akuntabilitas ... 9

2.1.2 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) ... 14

2.1.3 Akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah ... 16

2.2 Opini Audit ... 17

2.3 Sistem Pengendalian Intern ... 19

2.3.1 Pengertian Sistem Pengendalian Intern ... 19

2.3.2 Tujuan Sistem Pengendalian Intern ... 20

2.3.3 Keterbatasan Sistem Pengendalian Intern ... 20

2.3.4 Efektifitas Pengendalian Intern ... 21

2.4 Temuan Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan ... 21

2.5 Penelitian Terdahulu ... 24

2.6 Kerangka Konseptual...26

2.6.1 Pengaruh Kelemahan Sistem Pengendalian Intern terhadap Opini Audit Atas Laporan Keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara ... 28

2.6.2 Pengaruh Temuan Kepatuhan terhadap Opini Audit Atas Laporan Keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara ... 28

2.6.3 Pengaruh Kelemahan Sistem Pengendalian Intern dan Temuan Kepatuhan terhadap Opini Audit atas Laporan Keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara ... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 32

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32


(3)

3.3 Populasi dan Penentuan Sampel ... 33

3.4 Jenis dan Sumber Data ... 33

3.5 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 33

3.5.1 Variabel Terikat... 34

3.5.2 Variabel Bebas ... 34

3.6 Metode Analisis ... 37

3.6.1 Statistik Deskriptif... 37

3.6.2 Menilai Kelayakan Model Regresi ... 37

3.6.3 Menilai Koofisien Determinasi ... 38

3.6.4 Menilai Keseluruhan Model ... 38

3.6.5 Uji Autokorelasi ... 39

3.7 Pengujian Hipotesis ... 40

3.7.1 Uji Wald (Parsial)... 40

3.7.2 Uji Omnibus Test of Model Coefficient (Simultan) ... 41

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Sampel Penelitian ... 43

4.2 Statistik Deskriptif ... 43

4.3 Menilai Kelayakan Model Regresi ... 44

4.4 Menilai Koefisien Determinasi ... 45

4.5 Menilai Keseluruhan Model ... 46

4.6 Uji Autokorelasi ... 47

4.7 Uji Wald ... 48

4.8 Uji Omnimbus Test Of Model Coefficient ... 50

4.9 Pembahasan dan Hasil ... 51

4.9.1 Pengaruh Kelemahan Sistem Pengendalian Intern (X1) Terhadap Opini Audit (Y) ... 51

4.9.2 Pengaruh Temuan Kepatuhan (X2) Terhadap Opini Audit ... 52

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, SARAN 5.1 Kesimpulan ... 54

5.2 Keterbatasan ... 55

5.3 Saran ... 55


(4)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Opini LKPD Tahun 2011 s.d 2013 ... 2

Tabel 1.2 Kelompok temuan SPI atas Pemeriksaan LKPD Tahun 2011 s.d 2013 ... 3

Tabel 1.3 Kelompok temuan Kepatuhan atas LKPD tahun 2011 s.d 2013 ... 4

Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu ... 24

Tabel 3.1 Waktu Penelitian ... 32

Tabel 3.2 Defenisi Operasional ... 36

Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Sampel ... 43

Tabel 4.2 Pengujian -2 Log Likelihood Step 0 ... 44

Tabel 4.3 Pengujian -2 Log Likelihood Step 1 ... 45

Tabel 4.4 Pengujian Nagelkerke R Square ... 45

Tabel 4.5 Pengujian Hosmer and Lemeshow ... 46

Tabel 4.6 Pengujian Durbin-Watson ... 47

Tabel 4.7 Pengujian Variables in the Equation ... 48

Tabel 4.8 Omnibus Tests of Model Coefficients ... 51


(5)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1Kerangka Konseptual ... 27


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Data Sekunder Kelemahan SPI ... 59

Lampiran 2 Data Sekunder Temuan Kepatuhan ... 60

Lampiran 3 Data Sekunder Opini Audit ... 61

Lampiran 4 Hasil SPSS ... 62