Pengaruh Restorasi Klas II Resin Komposit Bulk-Fill Pada Gigi Premolar Terhadap Ketahanan Fraktur

5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Resin komposit merupakan bahan tambalan sewarna gigi yang banyak
digunakan karena daya ikat dan estetisnya yang baik. Namun masalah fundamental
pada resin komposit ini yaitu penyusutan yang terjadi saat proses polimerisasi.
Kontraksi internal yang terjadi dapat merusak marginal seal resin komposit yang
telah berikatan dengan dinding kavitas dan menyebabkan terbentuknya gap
interfacial, sensitivitas postoperative, ataupun karies sekunder. Terkadang deformasi
pada cusp juga terjadi yang dapat menyebabkan crack dan fraktur pada dinding
kavitas.
Salah satu cara mengatasi penyusutan adalah dengan menggunakan teknik
inkremental, namun teknik inkremental menimbulkan masalah lain yaitu memerlukan
waktu yang lama. Oleh karena itu dikembangkan bahan baru yaitu jenis bulk-fill yang
dapat digunakan dengan sekali aplikasi setebal 4 mm, bahan ini juga diklaim
mempunyai penyusutan yang kecil.10

2.1 Resin komposit
Resin komposit pertama kali dikembangkan oleh Bowen tahun 1962 untuk
menggantikan resin akrilik karena resin akrilik memiliki filler yang tidak berikatan

dengan matriks resin akibatnya menimbulkan kelemahan seperti shrinkage yang
besar, staining, dan mengalami keausan dengan pemakaian. Bowen lalu
mengembangkan sebuah bahan baru untuk mengatasi kelemahan tersebut yaitu
dengan menggunakan monomer bisphenol-A glycidyl dimethacrylatess atau yang
biasa disebut bis-GMA, merupakan monomer yang fungsinya untuk menciptakan
ikatan antara filler dengan matriks resin.
Resin komposit terdiri dari komponen utama yaitu resin matrix yang diperkuat
oleh kaca, silica, crystalline, metal oxide ataupun resin yang diperkuat oleh partikel
filler yang lalu dicampur dengan coupling agents agar dapat saling berikatan.

Universitas Sumatera Utara

6
Resin komposit juga mengandung bahan lain yaitu activator-inisiator sistem yang
diperlukan untuk mengubah resin dari lunak menjadi keras. Pigmen pada resin
berperan untuk mendapat warna yang sewarna gigi. Ultviolet (UV) absorber dan
bahan tambahan lainnya juga digunakan untuk membantu mempertahankan stabilitas
warna.20
2.1.1 Komponen Resin Komposit
2.1.1.1 Matriks organik

Matriks pada dasarnya terdiri dari monomer seperti bisphenol

A

dimethacrylatess (bis-GMA) atau urethane dimethacrylatess (UDMA). Sistem
monomer ini berperan sebagai tulang punggung dari resin komposit sehingga didapat
struktur yang kuat, kaku dan tahan lama. Matriks juga berperan dalam membentuk
ikatan terhadap struktur gigi. Namun matriks memiliki kekurangan yaitu merupakan
bagian paling lemah dari resin komposit, sangat rentan terhadap keausan, dapat
menyerap air dan dapat berubah warna. Oleh karena itu kebanyakan modifikasi
dilakukan pada filler ataupun metode penyinaran daripada memodifikasi matriks.2,21
Karena matriks memiliki banyak kelemahan maka banyak pabrikan resin komposit
mengurangi konten matriks dan menambah konten filler sehingga didapat resin
komposit yang lebih kuat.
Matriks resin komposit dapat mengalami polimerisasi melalui reaksi kimia
ataupun sinar. Material dengan aktivasi sinar merupakan yang paling banyak
digunakan pada resin komposit dalam bidang kedokteran gigi. Karena monomer
seperti bis-GMA bersifat sangat kental maka untuk meningkatkan kemudahan dalam
penggunaan klinis, monomer dengan viskositas rendah ditambahkan untuk mendapat
konsistensi yang diinginkan pada keadaan klinis saat matriks telah dicampur dengan

filler. Monomer ini dapat berupa triethylene glycol dimethacrylatess (TEGDMA)
ataupun bis-EMA6 ( Gambar 1).21,22

Universitas Sumatera Utara

7

a

b

c

d

Gambar 1. Struktur kimia matriks resin komposit. (a) bis-GMA, (b) UDMA, (c) TEGDMA,
..................(d) bis-EMA6 22
2.1.1.2 Filler
Filler merupakan mineral transparant yang dicampur pada resin komposit
dengan tujuan untuk meningkatkan sifat mekanis dan mengurangi shrinkage

polimerisasi. Filler mempengaruhi sebagian besar volume atau berat dari resin
komposit. Filler mempunyai beberapa fungsi yaitu untuk memperkuat matriks resin,
mengatur translusensi, dan mengontrol shrinkage pada saat polimerisasi berlangsung.
Filler terdiri dari mineral yang sudah dihancurkan seperti quartz, kaca, atau sol-gel
yang berasal dari keramik. Kebanyakan kaca mengandung oksida logam berat seperti
barium atau zinc sehingga diperoleh sifat radiopaq saat dilakukan radiografi. Ukuran
filler juga mempengaruhi kekasaran permukaan restorasi, semakin besar ukuran filler
maka semakin kasar permukaan restorasi.20-22

Universitas Sumatera Utara

8
2.1.1.3 Coupling Agent
Ikatan antara filler dan matriks didapat dengan cara melapisi partikel filler
dengan silane coupling agent, artinya coupling agent berfungsi untuk mengikat filler
dengan matriks resin. Beberapa fungsi coupling agent yaitu untuk mengikat filler
dengan resin matriks, menyalurkan tekanan dari resin matriks yang fleksibel ke
partikel filler yang kaku dan mencegah penetrasi air pada permukaan resin filler
sehingga bersifat stabil terhadap keadaan basah, contoh coupling agent yang paling
sering digunakan γ-methacryloxypropyl trimethoxysilane 2,20 (Gambar 2)


Gambar 2. Struktur kimia silane coupling agent γ-methacr..................yloxypropyl trimethoxysilane 20

2.1.1.4 Inisiator dan Akselerator
Proses curing pada resin komposit dimulai dengan adanya pemicu yaitu
cahaya ataupun dapat berupa reaksi kimia. Cahaya yang digunakan adalah cahaya
biru dengan panjang gelombang 465 nm, dimana cahaya ini akan diserap oleh photosensitizer seperti champhorquinone yang ditambahkan pada monomer selama proses
pembuatan resin komposit dengan kadar yang bervariasi dari 0,1% - 1,0%.
Camphorquinone dapat menyerap cahaya dengan panjang gelombang antara 400 dan
500 nm. Pada resin komposit methacrylatess radikal bebas akan terbentuk pada saat
resin komposit diaktivasi. Reaksi ini selanjutnya akan dipercepat dengan adanya
amine organik. Amine dan champhorquinone akan berada dalam keadaan stabil dan
tidak bereaksi satu sama lain selama resin komposit tidak terekspos pada cahaya. 20,22

Universitas Sumatera Utara

9
Meskipun light-cured komposit banyak digunakan namun masih memiliki
kekurangan yaitu harus menggunakan teknik insersi inkremental saat ketebalan
tambalan mencapai 2 sampai 3 mm karena keterbatasan penetrasi sinar pada resin

komposit. Oleh karena itu penggunaan light cured komposit akan sangat menyita
waktu apabila digunakan pada restorasi yang besar seperti kavitas klas II.20,22
2.1.1.5 Pigment dan Komponen lain
Bahan pewarna digunakan hanya sebagian kecil untuk memperoleh warna
yang berbeda. Bahan yang biasa digunakan adalah metal oksida seperti titanium
oksida dan aluminium oksida. UV absorber juga ditambahkan untuk mencegah
diskolorisasi, contoh bahan yang biasa dipakai adalah Benzophenone.
2.1.2

Jenis Resin Komposit

Resin komposit dibagi menjadi beberapa jenis yaitu berdasarkan ukuran filler,
komposisi matriks, dan metode polimerisasi.2
2.1.2.1 Berdasarkan Filler
1. Macrofilled Komposit
Tipe pertama yang digunakan pada resin komposit yang dikembangkan tahun
1960. Fillernya terdiri dari quartz dengan ukuran 10 - 25 m. Ukuran filler yang
besar pada resin komposit macrofilled akan menyebabkan restorasi yang kasar.
2. Microfilled Komposit
Ukuran partikel filler ini jauh lebih kecil dari resin komposit macrofilled yaitu

sebesar 0,03 - 0,5 m. Resin komposit microfilled dapat dipolish dengan sangat halus
namun terdapat masalah lain yaitu persentase filler yang rendah berkisar 40-50%, hal
ini akan menyebabkan kadar resin yang tinggi, kadar resin yang tinggi akan
meningkatkan koefisiensi termal dan menurunkan kekuatan resin komposit.
3. Hybrid Komposit
Merupakan kombinasi resin komposit macrofill dan microfill. Resin komposit
hybrid mengandung partikel dengan ukuran < 2 m dan serbuk silika dengan ukuran
0.04 m. Tujuan pencampuran macrofill dan microfill adalah untuk mendapat sifat

Universitas Sumatera Utara

10
fisis yang mirip dengan komposit macrofill dan kehalusan permukaan seperti
microfill.21
4. Nanohybrid Komposit
Merupakan komposit yang mempunyai filler dengan rentang ukuran dari 0,4 –
5 micron. Resin komposit ini memiliki sifat fisik yang mirip dengan hybrid komposit.
Keuntungan resin komposit ini yaitu dapat dipolish dengan sangat baik, sifat mekanis
yang optimal, mudah digunakan, tahan terhadap perubahan warna, dan dapat
digunakan pada anterior dan posterior.2,22


a

b

c

Gambar 3. Pembagian resin komposit berdasarkan ukuran filler (a)
dddddddddmacrofill, (b) microfill, (c) hybrid 21

2.1.2.2 Berdasarkan Viskositas
a. Resin Komposit Packable
Resin komposit packable merupakan komposit dengan viskositas yang tinggi.
Resin komposit packable direkomendasikan untuk digunakan pada kavitas klas I dan
klas II. Resin komposit packable terdiri dari resin dimethacrlate dengan filler yang
memiliki konten filler sebesar 66% -70% dari total volume resin komposit dan
ukuran partikel sebesar 0.7 - 20 μm.2,22
b. Resin Komposit Flowable
Resin komposit flowable memiliki filler konten berkisar 41-53% dari total
volume. Kandungan filler yang rendah mengakibatkan berkurangnya viskositas resin


Universitas Sumatera Utara

11
komposit ini sehingga bahan ini dapat digunakan secara injeksi pada preparasi dan
hal ini membuat resin komposit flowable menjadi pilihan yang baik sebagai restorasi
pit dan fissure.2
2.1.3

Polimerisasi Resin Komposit

Proses polimerisasi terjadi melalui 3 tahap yaitu : inisiasi, propagasi dan
terminasi. Pada tahap inisiasi akan dihasilkan radikal bebas aktif dimana radikal
bebas aktif ini akan beraksi dengan monomer dan menghasilkan monomer radikal
dengan inti yang aktif. Selanjutnya adalah tahap propagasi, tahap ini berlangsung
pada saat molekul monomer sedang bereaksi dengan cepat dengan inti yang aktif
untuk menghasilkan reaksi berantai. Reaksi ini akan terus berkelanjutan menjadi
rangkaian yang panjang atau dapat juga bereaksi dengan rantai lainnya membentuk
rantai silang. Proses terminasi terjadi apabila semua radikal bebas telah selesai
bereaksi.22,23 Keseluruhan proses ini dapat dilihat pada (gambar 4).

a

b
c
d

Gambar 4. Proses polimerisasi (a) aktivasi, (b) inisiasi, (c)
.....
propagasi, (d) terminasi 24

Universitas Sumatera Utara

12
2.1.4 Resin Komposit Bulk-fill
Resin

komposit

bulk-fill


merupakan

komposit

dengan

peningkatan

kemampuan dalam mengurangi shrinkage polimerisasi dan kedalaman penyinaran.
Bulk-fill merupakan resin jenis baru nano-hybrid komposit yang dapat digunakan
untuk gigi posterior dan dapat juga digunakan untuk restorasi klas V. Setiap merek
bulk-fill memiliki mekanisme kerja yang berbeda namun memiliki keunggulan yang
sama yaitu dapat diaplikasikan dengan ketebalan mencapai 4 mm sekali aplikasi.
Resin komposit bulk-fill mempunyai beberapa mekanisme kerja yaitu :
a. Menggunakan tipe filler yang berbeda
Pada

bulk-fill

untuk

mengurangi

polimerisasi

shrinkage

produsen

menambahkan suatu bahan yaitu shrinkage stress reliever, merupakan suatu filler
khusus yang sebagian fungsinya dijalankan oleh silane, kadar filler ini sebesar 17%
prepolymers, Ba-Al-F (ukuran partikel 0,4-0,7 μm), YbF3 (ukuran partikel 200 nm)
dan filler loading sebesar 61% dan 17% isofillers dari total volume. 15
Shrinkage stress reliever ini mempunyai modulus elastisitas yang rendah
yaitu sebesar 10 Gpa sehingga menyebabkan bulk-fill memiliki sifat lebih fleksibel
dan dapat berperan seperti pegas saat polimerisasi berlangsung.15,16 (Gambar 5).

Gambar 5. Shrinkage stress reliever berperan seperti pegas saat proses polimerisasi
sehingga shrinkage akan berkurang dan resin akan tetap melekat pada
dinding kavitas 15

Universitas Sumatera Utara

13
Pada pabrikan lain juga menggunakan tipe filler nanocluster dimana tipe filler
ini dapat meningkatkan sifat mekanis resin komposit karena nanocluster dapat
meredam stress akibat load yang diberikan dengan memecah diri dari struktur cluster
utama.
b. Menggunakan tipe monomer yang berbeda
Produsen lainya menggunakan dua jenis monomer baru yang apabila
dikombinasikan dapat mengurangi polimerisasi shrinkage. Monomer pertama yaitu
AUDMA (aromatic dimethacrylate) akan mengurangi kelompok resin reaktif, hal ini
akan sedikit mengurangi shrinkage volumetric.

Monomer kedua yaitu AFM

(addition fragmentation monomer) akan membelah proses fragmentasi yang sedang
berlangsung sehingga akan mengurangi terbentuknya jaringan pada saat polimerisasi
terjadi sehingga akan mengurangi stress.25
c. Menggunakan foto inisiator yang berbeda
Pada bulk-fill untuk mencapai kedalaman yang lebih besar dilakukan
peningkatan translusensi pada bahan ataupun menggunakan jenis inisiator tambahan
yang baru yaitu ivocerin – dibenzoyl germanium derivative yang dapat menyerap
sinar biru secara maksimal yang berada dalam rentang panjang gelombang 370-460
nm. Ivocerin (370-460 nm) bersifat lebih reaktif terhadap cahaya daripada
camporquinone (400-500 nm) dan Lucirin TPO (300-400 nm) sehingga menyebabkan
polimerisasi lebih cepat dan kedalaman penyinaran yang lebih besar.15

Camporquinone

Gambar 6. Koefisien absorbsi ivocerin yang lebih tinggi dan
lebih reaktif terhadap cahaya mengakibatkan
polimerisasi lebih cepat dan dengan kedalaman
penyinaran yang lebih dalam 15
Universitas Sumatera Utara

14
d. Menggunakan modulator polimerisasi
Resin komposit bulk-fill dapat ditemukan dalam dua konsistensi yaitu high
viscous dan low viscous. Low viscous mengandung fluoride yang dapat digunakan
sebagai basis pada klas I dan II. Resin ini dapat diaplikasikan setebal 4 mm dengan
stress polimerisasi yang minimal. Teknologi resin ini dapat mengurangi shrinkage
volumetric sebesar 20% dan stress polimerisasi sebesar 80% jika dibandingkan
dengan resin komposit low viscous tradisional.16,26 Hal ini dapat dicapai karena
terdapat resin urethane dimethacrylate yang merupakan resin ukuran lebih besar
(berat molekul 849 g/mol dibandingkan Bis-GMA 513 g/mol) lalu dikombinasikan
dengan modulator polimerisasi yang tertanam pada bagian tengah resin. Molekul
besar

dan

pembentukan

fleksibilitas

disekeliling

pusat

modulator

akan

memaksimalkan fleksibilitas dan struktur jaringan kimia flowable. Selain itu
formulasi filler loading (68% berat, 45% volume) juga mengurangi shrinkage volume
dan meningkatkan kekuatan bahan.26

Gambar 7. Kombinasi modulator dan molekul resin berukuran besar
akan memaksimalkan fleksibilitas dan pembentukan
jaringan 26
2.2 Sistem Adhesif
Sistem adhesif merupakan syarat utama pada restorasi untuk mendapat
perlekatan antara bahan restorasi dan enamel atau dentin tanpa perlu membuang lebih
banyak struktur gigi.2

Universitas Sumatera Utara

15

2.2.1

Mekanisme Sistem Adhesif

Terdapat beberapa sistem adhesif yaitu adhesi secara fisik, kimia dan mekanis.
Pada adhesi fisik terdapat gaya Van der Waals yang merupakan gaya tarik antara ion
yang berbeda muatan, pada adhesi secara kimia terdapat gaya tarik menarik yang
disebabkan karena penggunaan elektron secara bersamaan antara dua atom atau
molekul, sehingga menimbulkan ikatan yang kuat, disebut dengan ikatan kovalen.
Adhesi mekanis yaitu ikatan yang terjadi akibat penetrasi satu material terhadap
material lainnya dalam ukuran mikro.2

a

b

c

Gambar 8. Sistem adhesi (a) adhesi secara fisikal, (b) adhesi secara mekanis, (c)
adhesi secara kimia 24
2.2.2 Klasifikasi Sistem Adhesif
2.2.2.1 Total Etch Sistem
1. Three step total etch adhesif
Sistem ini terdiri dari tiga tahap apikasi yaitu tahap etching, priming dan
bonding. Keseluruhan bahan ini berada dalam botol yang berbeda.
2. Two step total etch adhesif
Sistem ini menggunakan bahan primer dan bonding yang digabung menjadi
satu sehingga hanya perlu dua tahap aplikasi yaitu etching dan self priming resin.

Universitas Sumatera Utara

16

2.2.2.2 Self Etch Sistem
1. Two step self etch adhesif
Sistem adhesif ini terdiri dari dua tahap aplikasi yaitu aplikasi self etch primer
kemudian dilanjutkan dengan aplikasi bonding.
2. One step self etch adhesif
Sistem ini menggabungkan semua tahap aplikasi menjadi satu, sehingga
hanya membutuhkan satu kali aplikasi (single application).24
2.2.3

Adhesi Enamel dengan Resin komposit

Ikatan antara enamel dengan resin komposit didapat dengan retensi
mikromekanik setelah dilakukan pengetsaan untuk melarutkan kristal hydroxyapatite
pada bagian terluar enamel. Etsa yang biasa digunakan adalah asam fosfor, umumnya
waktu pengetsaan berkisar 15 detik dengan kadar fosfor 30% - 40%. Kemudian etsa
dicuci dengan air sampai bersih sehingga akan tercipta resin tag. Resin tag terdiri dari
2 jenis yaitu macrotag dan microtag. Microtag lebih penting daripada macrotag
karena jumlah microtag yang jauh lebih banyak dan memiliki area kontak yang luas.
Macroshear bond strength pada perlekatan enamel berkisar 18 -22 Mpa.2,22,24
2.2.4

Adhesi Dentin dengan Resin Komposit

Perlekatan bonding pada dentin lebih sulit daripada perlekatan pada enamel
karena perbedaan morfologi, histologi dan komposisi dari dentin dan enamel. Pada
dentin terdiri dari 50% bahan inorganik sedangkan pada enamel 95%, dentin juga
mengandung air sebesar 25% sedangkan enamel 18%. Selain itu, cairan tubulus pada
tubulus dentin yang terus menerus mengalir keluar juga akan mengurangi adhesi pada
dentin. Oleh karena itu diperlukan primer dengan komponen hydrophilic contohnya
HEMA yang dapat membasahi dentin dan berpenetrasi ke strukturnya. 2,22
2.2.5

Hybridization

Merupakan proses pembentukan hybrid layer. Hybrid layer merupakan
pembentukan

formasi

interlocking

pada

permukaan

dentin

yang

telah

Universitas Sumatera Utara

17
didemineralisasi. Hybrid layer berperan dalam perlekatan miromekanis antara gigi
dan resin. Pada dentin, hybrid layer dari bonding resin dan kolagen sering terbentuk
dan bahan adhesive akan berpenetrasi ke tubulus dentin.2,22

Gambar 9. Penampang transversal dari bonding resin komposit
...
pada dentin (C), adhesive layer (A), hybrid layer (H)
....
dan resin tag (T) 22

2.3 Sifat Fisik Resin Komposit yang Mempengaruhi Ketahanan Fraktur
2.3.1 Kontraksi Polimerisasi
Kontraksi polimerisasi merupakan kelemahan utama pada resin komposit,
kontraksi yang terjadi pada resin komposit dapat menimulkan stress sebesar 13 Mpa
pada struktur gigi dan komposit. Stress ini akan menimbulkan celah yang kecil yang
dapat

menimbulkan

kebocoran

dan

menyebabkan

masuknya

saliva

dan

mikroorganisme yang nantinya akan menimbulkan karies sekunder dan perubahan
warna pada daerah marginal. Stress yang terjadi dapat melebihi kekuatan tensile dari
enamel dan dapat menyebabkan frakturnya enamel. Peletakan komposit setebal 2 mm
dan melakukan penyinaran pada setiap lapisan dapat mengurangi efek polimerisasi.22
2.3.2 Koefesien Ekspansi Termal
Koefisien ekspansi termal resin komposit mempunyai rentang dari 25 sampai
38 x 10-6 /° C pada komposit dengan filler ukuran besar dan 55 sampai 68 x 10-6/°C

Universitas Sumatera Utara

18
pada partikel ukuran mikro. Pada dentin mempunyai koefisien termal sebesar 8,3 x
10-6 /° C dan pada enamel sebesar 11,4 x x 10-6 /° C. Perbedaan nilai koefisien
ekspansi yang jauh antara gigi dan resin komposit akan menyebabkan perbedaan saat
gigi dan resin komposit terpapar oleh perubahan suhu di dalam rongga mulut. Pada
keadaan dingin restorasi akan mengkerut dan menimbulkan gap dan pada saat suhu
meningkat gap akan tertutup kembali, proses yang terus berulang ini dinamakan
perkolasi. 21,22
2.3.3 C – Factor
C-factor (cavity configuration factor) didefinisikan sebagai rasio antara area
yang berikatan dan tidak berikatan pada restorasi, c-factor merupakan suatu indeks
yang digunakan untuk menggambarkan tingkat masalah pada bahan restorasi yang
menyusut. Pada restorasi klas I memiliki c-factor yang lebih besar daripada klas II
karena memiliki permukaan berikatan dan tidak berikatan yang lebih besar.22

Gambar 10. Faktor konfigurasi kavitas (C-factor) merupakan rasio antara
daerah yang berikatan dan tidak berikatan 22
2.3.4 Modulus Elastisitas
Modulus elastisitas merupakan sifat yang menyebabkan suatu bahan bersifat
kaku. Modulus elastisitas yang semakin tinggi akan menyebabkan suatu bahan
semakin kaku dan modulus elastisitas yang rendah akan menyebabkan bahan menjadi

Universitas Sumatera Utara

19
lebih elastis. Dentin memiliki modulus elastisitas sebesar 18-24 Gpa dan pada enamel
sebesar 60-120 Gpa sedangkan pada komposit sebesar 5-20 Gpa.22 Pada resin
komposit peningkatan filler akan meningkatkan modulus elastisitas sebaliknya
pengurangan filler akan menyebabkan modulus elastisitasnya rendah. Modulus
elastisitas mempengaruhi adaptasi resin komposit pada permukaan gigi. Oleh karena
itu bahan dengan modulus elastisitas rendah memiliki keuntungan yaitu dapat bersifat
seperti pegas pada saat kontraksi sehingga dapat meminimalisir terjadinya gap.15
2.3.5 Degree of Conversion
Resin komposit telah digunakan selama bertahun-tahun untuk menggantikan
amalgam pada gigi posterior. Resin komposit diharapkan untuk memiliki sifat
mekanis yang mendekati enamel dan dentin dan juga masa pakai yang panjang.
Namun terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas komposit salah
satunya degree of conversion (DC). Polimerisasi yang adekuat untuk mengubah
monomer menjadi polimer sangat diperlukan. Monomer tidak 100% diubah menjadi
polimer namun terdapat sisa monomer yang tidak bereaksi. Polimerisasi distimulasi
oleh penyerapan sinar dengan rentang panjang gelombang 400-500 nm dan ketika
teraktivasi aliphati amin akan bereaksi membentuk radial bebas. Jumlah ikatan
karbon ganda (C=C) pada monomer yang akan diubah menjadi ikatan tunggal (C-C)
untuk membentuk rantai polimer selama polimerisasi disebut degree of conversion.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi degree of conversion yaitu sumber
sinar, intensitas sinar, panjang gelombang, waktu penyinaran, ukuran light tip,
metode fotoaktivasi, komposisi matriks organik, tipe, jumlah foto inisiator, dan warna
resin komposit.27
2.3.6 Filler
Merupakan mineral transparan yang terdiri dari aluminium silicate, lithium
aluminium silicate, ytterbium fluoride, barium, strontium, zirconium dan zinc.
Biasanya memiliki persentase sebesar 30 – 85% dari berat resin komposit. Filler
berfungsi untuk meningkatkan sifat mekanis yang nantinya akan mempengaruhi
kemampuan bahan dalam keadaan klinis seperti compressive strength, tensile

Universitas Sumatera Utara

20
strength, modulus of elasticity, kekerasan bahan. Volume filler yang mencapai 70%
akan memiliki sifat abrasi dan kekuatan fraktur yang mendekati kekuatan gigi
sehingga akan meningkatkan daya tahan pada keadaan klinis.20

2.4 Uji Ketahanan Fraktur
Pada proses mastikasi di dalam mulut terjadi berbagai gaya yang bekerja
secara bersamaan. Gaya ini akan mempengaruhi sifat mekanis dari gigi yang telah
direstorasi. Berbagai gaya tersebut meliputi compressive stress, tensile stress dan
shear stres. Kekuatan suatu material didefinisikan sebagai besar ketahanan rata-rata
suatu bahan untuk dapat menahan suatu gaya saat terjadi fraktur.22
Ketahanan

fraktur

dapat

diukur

dengan

memberikan

compressive

menggunakan alat Universal Testing Machine (UTM). Compression dihasilkan dari
dua gaya dengan arah menuju satu sama lainnya pada arah garis lurus. Universal
Testing Machine dapat menganalisa sifat material seperti tarikan (tension), kompresi,
ataupun gaya geser. Pada UTM Tekanan diberikan pada sampel sampai terjadi
fraktur, selanjutnya tekanan akan diukur menggunakan transducer dan deformasi
yang terjadi diukur dengan ekstensometer.22 Pada gigi premolar atas mempunyai
ketahanan fraktur maksimal yang mempuyai rata-rata sebesar 103,2 Kgf.28 Dengan
pertimbangan tekanan maksimal yang dapat diterima gigi premolar atas dari
penelitian tersebut maka tekanan maksimal sebesar 200 Kgf dipilih pada pengujian
ini.

Gambar 11. Torsee’s Electronic System
Universal Testing Machine Universitas Sumatera Utara
Japan 22

21
2.5 Kerangka Teori

Restorasi resin komposit
klas II
Dipengaruhi oleh :
Resin komposit
menghasilkan shrinkage
polimerisasi dan
mempengaruhi adaptasi
bahan







Filler & insiator
Degree of conversion
Modulus elastisitas
C-factor
Koefisien ekspansi thermal

Cara meminimalisir
polimerisasi shrinkage

Jenis resin
komposit

Packable

Flowable

Teknik insersi

Resin komposit bulk-fill :




inkremental

Bulk

filler (silane)
inisiator (ivoserin)
resin (UDMA)

Ketahanan fraktur?

Universitas Sumatera Utara