Studi Bioekologi Ikan Gelodok (Famili : Gobiidae) di Pantai Bali Desa Mesjid Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara

21

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi dan Deskripsi Ikan
Ikan gelodok adalah ikan yang hidup di habitat intertidal ditemukan di
daerah yang berlumpur dan pada ekosistem mangrove. Ikan gelodok hanya
ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Ikan gelodok memiliki daerah distribusi
geografis yang mencakup semua Indo-Pasifik dan pantai Atlantik Afrika. Ikan
gelodok bergerak cukup aktif pada saat keluar dari air, makan dan berinteraksi
satu sama lain dan juga menjaga tempat tinggalnya (Ravi dan Rajagopal, 2009).
Murdi (1989) diacu oleh Ravi dan Rajagopal (2009) menggolongkan ikan
gelodok kedalam famili Gobiidae, sub famili Oxudercinae dan membaginya ke
dalam 3 genus; Boleophthalmus yang ditemukan oleh Valenciennes pada tahun
1837; Periophthalmodon ditemukan oleh Bleeker pada tahun 1837 dan
Periophthalmus (Gambar 2) ditemukan oleh Bloch&Schneider pada tahun 1801.

Gambar 2. Ikan Gelodok (Famili: Gobiidae), Periophthalmus sp.
Genus Boleophthalmus mempunyai badan memanjang, pipih, dan ditutupi
oleh 60 sampai lebih 100 sisik sikloid. Kepala subsilindris, ada bagian yang
bersisik dan tidak bersisik. Mata berdekatan menonjol diatas kepala. Mulut agak

miring, kedua rahangnya hampir sama panjang. Lidah bercabang dua. Mempunyai

Universitas Sumatera Utara

22

dua sirip punggung yang jelas terpisah. D1. V; D2.I. 24-27; P.18-19; A.I.26; C.13
(Day, 1967 diacu oleh Hawa, 2000).
Sisik pada garis sisi 75 - 100 buah dan sisik pada L.tr1 19; L.tr.2 11 buah.
Sirip perut bersatu. Dasar sirip dada berotot dan bersisik. Sirip ekor tidak simetris,
setengah bagian atas lebih panjang dari setengah bagian bawahnya. Sirip
punggung pertama lebih tinggi dari pada tinggi tubuh. Tulang rahang atas
memanjang sampai ke belakang mata. Warna tubuh hijau kegelapan dengan 6
sampai 7 garis-garis miring yang berwarna gelap. Kepala dengan bercak-bercak
biru atau coklat. Sirip punggung pertama dengan bercak-bercak biru. Sirip
punggung kedua dengan bercak-bercak biru yang membentuk 4 garis-garis tak
boboturan (Weber dan de Beaufort, 1953 diacu oleh Afriyanti, 2000).

Bioekologi Ikan Gelodok (Famili : Gobiidae)
Ikan gelodok berasal dari Thailand menyebar ke Malaya dan Pakistan ke

India. Di Indonesia ikan gelodok banyak terdapat di Bangka, Sumatera (Aceh,
Belawan), Jawa (Jakarta, Semarang, Surabaya, Besuki, Karang, Bolong), Madura
(Kamal, Sumenep), Kalimantan (Pamangkat, Singkawang, Sungai Duri,
Banjarmasin, Samarinda, Sambas) dan Sulawesi (Makassar). Ikan gelodok
terdapat juga di Singapura, Malaysia, India, Thailand, Cina, Andaman, Guam dan
Papua Nugini (Weber dan de Beaufort, 1953 diacu oleh Afriyanti, 2000).
Ikan gelodok hidup di dalam sarang yang berbentuk saluran-saluran di
dalam lumpur pantai dengan kedalaman antara 40 – 100 cm (Gambar 3). Pada
permukaan terdapat beberapa buah lubang dengan satu atau dua buah lubang
utama untuk keluar masuk ikan. Dari saluran utama ada beberapa buah saluran

Universitas Sumatera Utara

23

cabang ke berbagai arah yang akhirnya menuju ke permukaan. Saluran cabang
dapat merupakan saluran buntu atau terbuka. Setiap sarang terdapat satu atau dua
buah bagian saluran yang membesar sebagai tempat ikan selama berada di dalam
sarang (Effendie dan Sjafei, 1973 diacu oleh Afriyanti, 2000).


Gambar 3. Sarang Ikan gelodok (Effendie dan Sjafei, 1973
diacu oleh Afriyanti, 2000)
Ikan gelodok memiliki kisaran adaptasi perilaku dan fisiologis yang khas
seperti gaya amfibi dibandingkan dengan Famili: Gobiidae yang sepenuhnya
hidup di dalam air. Hal ini termasuk perilaku adaptasi yang memungkinkan ikan
gelodok untuk bergerak secara efektif di darat maupun di air. Ikan gelodok
memiliki kemampuan untuk bernapas melalui kulit, lapisan mulut (mukosa) dan
tenggorokan (faring). Ikan gelodok menggali liang yang dalam pada substrat,
sehingga memungkinkan untuk dapat mengatur suhu tubuh dan untuk
menghindari predator laut ketika pasang (Ravi dan Rajagopal, 2009).
Ikan gelodok melakukan pernapasan menggunakan kulit apabila berada
pada keadaan surut/kering, agar kondisi tubuhnya tetap lembab. Inilah cara
bernapas yang dilakukan mirip dengan amfibi. Ikan gelodok memiliki adaptasi
penting lain yang membantu pernapasan saat keluar dari air adalah dengan
membesarkan rongga yang terdapat pada insang untuk mempertahankan
gelembung udara. Hal tersebut dilakukan untuk menyediakan oksigen yang
digunakan pada saat respirasi di darat (Graham 1997 diacu oleh Al-Behbehani dan
Ebrahim, 2010).

Universitas Sumatera Utara


24

Ikan gelodok dapat mengatasi perubahan suhu lingkungan yang ekstrim.
Ketika keluar dari air, suhu pada permukaan substrat dapat ditolerir oleh ikan
gelodok berkisar antara 10-15 oC. Sementara disaat air pasang ikan gelodok dapat
mentolerir suhu mencapai sekitar 40oC (Taylor, dkk., 2005 diacu oleh Polgar dan
Lim, 2011). Menurut Tytler dan Vaughan (1983) diacu oleh Al-Behbehani dan
Ebrahim (2010) melaporkan bahwa kisaran suhu yang dapat ditolerir ikan gelodok
adalah 14 – 35oC. Kisaran suhu lainnya yang dapat ditolerir ikan gelodok adalah
10 – 42oC, hal ini karena adanya adaptasi pernapasan.
Jenis ikan gelodok ditemukan dibagian hamparan lumpur yang berbedabeda, dan mempunyai makanan yang berbeda pula, dari pemakan detritus
(Boleophthalmus boddarti) sampai jenis-jenis pemakan daging yang memangsa
ketam kecil, serangga, dan siput (MacKinnon, dkk, 2000). Cara memakannya
ialah dengan menggunakan mulutnya yang bergigi seperti sisir ke kiri dan ke
kanan di atas permukaan lumpur. Ketika mencari makan, ikan gelodok bergerak
lambat dengan menggunakan kedua sirip dada (Muliasusanty, 2000).

Hubungan Panjang Bobot
Bobot dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Hubungan

panjang dengan bobot hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa bobot ikan
sebagai pangkat tiga dari panjangnya. Tetapi hubungan yang terdapat pada ikan
sebenarnya tidak demikian karena bentuk dan panjang ikan berbeda-beda. Kurva
hubungan panjang dan bobot ikan dapat dilihat pada Gambar 4.

Universitas Sumatera Utara

25

Berat (g)

Panjang (mm)
Gambar 4. Kurva Hubungan Panjang dan Bobot (Effendie, 1997)
Hubungan bobot panjang ikan, dapat digunakan untuk mengetahui
koefisien kondisi ikan yang menunjukan kegemukan atau kemontokan ikan
tersebut. Data hubungan bobot panjang juga diperlukan dalam manajemen
perikanan yaitu untuk mengetahui selektivitas alat agar ikan-ikan yang ukurannya
tidak dikehendaki tidak ikut tertangkap (Vanichul dan Hongskul, 1966).
Menurut Effendie (1997), hubungan panjang dan bobot ikan tidak
mengikuti hukum kubik (bobot ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya), karena

bentuk dan panjang ikan berbeda-beda. Perbedaan tersebut karena adanya faktorfaktor yang mempengaruhi pertumbuhan, yaitu: (1) suhu dan kualitas air; (2)
ukuran; (3) umur dan jenis ikan gelodok; (4) jumlah ikan-ikan lain yang
memanfaatkan sumber yang makanan yang sama. Selain faktor-faktor yang di atas
pertumbuhan juga dipengaruhi kematangan gonad ikan itu sendiri. Ikan selalu
tumbuh sehingga untuk mengukur panjang dan bobot ikan dapat digunakan rumus
Effendie, 1997 sebagai berikut :
W = aLb
Keterangan:
W
= bobot ikan (g)
L
= panjang ikan (mm)
a dan b = konstanta.

Universitas Sumatera Utara

26

Logaritma persamaan tersebut yaitu: Log W=log a + b Log L. Nilai b
menunjukkan bentuk pertumbuhan ikan. Satu diantara nilai yang dapat dilihat dari

adanya hubungan panjang bobot ikan adalah bentuk atau tipe pertumbuhannya.
Apabila b = 3 maka dinamakan isometrik yang menunjukkan ikan tidak berubah
bentuknya dan pertambahan panjang ikan seimbang dengan pertambahan
bobotnya. Apabila b < 3 dinamakan alometrik negatif, bila pertambahan
panjangnya lebih cepat dibanding pertambahan bobotnya. Jika b > 3 dinamakan
alometrik positif yang menunjukkan bahwa pertambahan bobotnya lebih cepat
dibanding dengan pertambahan panjangnya. Nilai praktis yang didapat dari
perhitungan panjang bobot ikan adalah dapat digunakan untuk menduga bobot
panjang ikan atau sebaliknya, keterangan tentang pertumbuhan ikan, kemontokan,
perubahan lingkungan (Effendie, 1997).

Faktor Kondisi
Faktor kondisi adalah keadaan yang menyatakan kemontokan ikan. Faktor
kondisi dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, makanan, dan tingkat kematangan
gonad (TKG). Faktor kondisi atau Ponderal index merupakan satu derivat penting
dari pertumbuhan. Faktor kondisi ini merupakan keadaan dari ikan, dilihat dari
segi kapasitas fisik untuk kelangsungan hidup dan reproduksi (Effendie, 1997).
Faktor kondisi dari suatu jenis ikan tidak tetap sifatnya. Apabila dalam
suatu perairan terjadi perubahan yang mendadak terhadap kondisi ikan maka
dapat mempengaruhi ikan tersebut. Bila kondisinya kurang baik, mungkin

disebabkan populasi ikan terlalu padat. Bila kondisinya baik, maka kemungkinan

Universitas Sumatera Utara

27

terjadi pengurangan populasi atau ketersediaan makanan di perairan cukup
melimpah sehingga populasinya menyebar (Masriwaty, 2002).
Bobot ikan dianggap ideal jika sama dengan pangkat tiga dari panjangnya
dan itu berlaku untuk ikan kecil dan besar. Bila tidak terdapat perubahan bobot
tanpa diikuti oleh perubahan panjang atau sebaliknya, akan menyebabkan
perubahan nilai perbandingan tersebut. Nilai faktor kondisi akan mengalami
perubahan jika terjadi perubahan kondisi perairan dan biologi ikan. Bila faktor
kondisi berkisar antara 3-4 menunjukkan tubuh ikan agak pipih dan bila berkisar
1-2 menunjukkan tubuh ikan kurang pipih (Effendie, 1997).

Pola Penyebaran
Penyebaran ikan gelodok tergantung pada responsnya terhadap faktor
lingkungan. Organisme yang dapat hidup pada selang faktor lingkungan yang
lebar (euri), cenderung akan tersebar luas di permukaan bumi ini. Jenis organisme

yang hanya dapat hidup pada selang faktor lingkungan yang sempit (steno)
penyebarannya sangat terbatas. Organisme yang tersebar sangat luas, umumnya
mempunyai pola penyebaran random. Organisme yang penyebarannya terbatas
pola penyebarannya berkelompok atau beraturan (Suin, 2003).
Faktor abiotik merupakan salah satu faktor pembatas mengapa suatu jenis
organisme tidak dapat hidup. Faktor abiotik yang merupakan faktor pembatas
dapat hidupnya suatu organisme di suatu habitat adalah faktor fisika dan kimia
antara lain : suhu, kelembapan, cahaya, tekstur tanah, nutrien dalam substrat, pH,
salinitas, dispersal, oksigen, seleksi habitat, hubungan sesamanya dan kecepatan
arus (Suin, 2003).

Universitas Sumatera Utara