ANALISIS KASUS PEMASARAN AGRESIF PERLIND

ANALISIS KASUS PEMASARAN AGRESIF PERLINDUNGAN
PAJAK

OLEH :
1.

Lulu Hardina

(W100170001)

2.

Wahyu Fitri K

(W100170015)

3.

Vivien Alvionita

(W100170016)


PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017

Profil Ernst & Young (E&Y) dan KPMG
1. Ernst & Young (E&Y)
Ernst & Young (EY atau E&Y) adalah perusahaan jasa profesional yang merupakan
salah satu dari the Big Four auditors di dunia, bersama dengan Price Waterhouse Coopers
(PWC), Deloitte Touche Tohmatsu (Deloitte), dan KPMG. Ernst & Young merupakan
perusahaan global yang terdiri dari sejumlah perusahaan anggota. E&Y Global bermarkas
di London, E&Y AS di New York, dan E&Y Indonesia di Jakarta. Perusahaan
(persekutuan/ perserikatan) ini merupakan hasil dari serangkaian merger dari perusahaanperusahaan pendahulunya. Persekutuan tertua didirikan pada tahun 1849 di Inggris dengan
nama Harding & Pullein. Pada tahun itu juga, Frederick Whinney bergabung. Dia
kemudian menjadi partner pada tahun 1859. Pada tahun 1894, seiring dengan
bergabungnya anak- anaknya persekutuan tersebut berganti nama menjadi Whinney, Smith
& Whinney.
Pada tahun 1903, perusahaan Ernst & Ernst didirikan di Cleveland oleh Alwin dan
Theodore Ernst. Pada tahun 1906, Arthur Young & Company didirikan di Chicago oleh

Arthur Young. Pada awal tahun 1924, perusahaan-perusahaan AS tersebut beraliansi
dengan perusahaan dari Britania Raya, Young dengan Broad Paterson & Co, dan Ernst
dengan Whinney, Smith & Whinney. Pada 1979, Ernst & Whinney terbentuk dan menjadi
firma akuntansi keempat terbesar di dunia. Pada tahun 1989, peringkat empat bergabung
dengan peringkat lima, Arthur Young, sehingga tercipta Ernst & Young (E&Y). Di
Indonesia, E&Y berafiliasi dengan Kantor Akuntan Publik Purwantono, Suherman & Surja
(PSS). Klien utama Ernst & Young antara lain Pertamina sudah dicuri PWC, Bank Negara
Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), PT Krakatau Steel & Group, Coca Cola
Bottling Indonesia & Indosat.
2. KPMG
KPMG adalah salah satu perusahaan jasa profesional terbesar di dunia. KPMG
mempekerjakan 104.000 orang dalam partnership global menyebar di 144 negara.
Pendapatan komposit dari anggota KPMG pada 2005 adalah US$15,7 miliar. KPMG
memiliki tiga jalur layanan: audit, pajak, dan penasehat. KPMG adalah salah satu anggota
the Big Four auditors, bersama dengan PricewaterhouseCoopers, Ernst & Young dan
Deloitte. Setiap perusahaan nasional KPMG adalah sebuah badan legal independen dan
merupakan anggota dari KPMG internasional dan perusahaan Swiss Verein yang
bermarkas besar di Belanda.

Pasar dunia terus mengalami perkembangan seiring zaman, peraturan pajak pun kian

berubah   mengikuti   kebutuhan   Pemerintah   dalam   menghimpun   Pendapatan   negara   yang
bersumber dari pajak . Dalam dunia internasional pajak harus memiliki sifat netral.
Menurut Doernberg (1989) menyebut 3 unsur netralitas yang harus dipenuhi dalam
kebijakan perpajakan internasional:
1. Capital Export Neutrality (Netralitas Pasar Domestik)

Kemanapun   kita   berinvestasi,   beban   pajak   yang   dibayar   haruslah   sama.   Sehingga
tidak   ada   bedanya   bila   kita   berinvestasi   di   dalam   atau   luar   negeri.   Maka   jangan
sampai   bila   berinvestasi   di   luar   negeri,   beban   pajaknya   lebih   besar   karena
menanggung pajak dari dua negara. Hal ini akan melandasi UU  PPh Psl 24 yang
mengatur kredit pajak luar negeri.
2. Capital Import Neutrality (Netralitas Pasar Internasional)

Darimanapun investasi berasal, dikenakan pajak yang sama. Sehingga baik investor
dari   dalam   negeri   atau   luar   negeri   akan   dikenakan   tarif   pajak   yang   sama   bila
berinvestasi di suatu negara. Hal ini melandasi hak pemajakan yang sama denagn
Wajib   Pajak   Dalam   Negeri   (WPDN)   terhadap  permanent   establishment  (PE)   atau
Badan Uasah Tetap (BUT) yang dapat berupa cabang perusahaan ataupun kegiatan
jasa yang melewati time­test dari peraturan yang berlaku.
3. National Neutrality


Setiap negara, mempunyai bagian pajak atas penghasilan yang sama. Sehingga bila
ada pajak luar negeri yang tidak bisa dikreditkan boleh dikurangkan sebagai biaya
pengurang.
Di dalam perpajakan internasional ada beberapa masalah yang biasanya terjadi, antara
lain :
1. Transfer Pricing
Kegiatan   ini   adalah   mentransfer   laba   dari   dalam   negeri   ke   perusahaan   dengan
hubungan istimewa di negara lain yang tarif pajaknya lebih rendah. Hal ini dapat
dilakukan   dengan   membayar   harga   penjualan   yang   lebih   rendah   dari   harga   pasar,
membiayakan biaya­biaya lebih besar daripada harga yang wajar, thin capitalization
(memperbesar utang dengan beban bunga untuk mengurangi laba). Misalnya: tarif
pajak di Indonesia 28%, di Singapura 25%. PT A punya anak perusahaan B Ltd di
Singapura, maka laba di PT A dapat digeser ke B Ltd yang tarifnya lbh kecil dengan

cara   B   LTd   meminjamkan   uang   dengan   bunga   yang   besar,   sehingga   laba   PT   A
berkurang, memang pendapatan B Ltd bertambah namun tarif pajaknya lebih kecil.
Hal bisa juga dilakukan dengan PT A menjual rugi (mark down) barang dan jasa
(harga jual di bawah ongkos produksinya) ke B Ltd. Di Indonesia, transfer pricing
dicegah   dalam   UU   PPh   pasal   18   dimana   pihak   fiskus   berhak   mengkoreksi   harga

transaksi, penghitungan utang sebagai modal dan DER (Debt Equity Ratio).
2. Treaty Shopping
Merupakan suatu praktik yang dilakukan oleh wajib pajak suatu negara yang tidak
memiliki tax treaty / perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) dan mendirikan
anak perusahaan di negara yang memiliki tax treaty, kemudian melakukan kegiatan
investasinya melalui anak perusahaan tersebut, sehingga investor tersebut dapat
menikmati tarif pajak rendah dan fasilitas-fasilitas perpajakan lainnya yang tercantum
dalam tax treaty tersebut.
Fasilitas di tax treaty justru bukannya menghindarkan pajak berganda namun malah
memberi kesempatan bagi subjek pajak untuk tidak dikenakan pajak dimana­mana.
Misalnya:   Investasi   SBI   di   bursa   singapura   dibebaskan   pajak.   Treaty   Shopping
diredam   dengan   ketentuan  beneficial   owner  (penerima   manfaat)   dalam   tax   treaty
(P3B)   baik   yang   memakai   model   OECD   maupun   PBB   sehingga   tax   treaty   hanya
berlaku   bila   penerima   manfaat   yang   sebenarnya   adalah   residen   di   negara   yang
menandatangani tax treaty.
3. Tax Heaven Countries
Negara­negara yang memberikan keringanan pajak secara agresif seperti tarif pajak
rendah, pengawasan pajak yang longgar telah membuat penerimaan pajak dari negara­
negara berkembang merosot tajam. Negara tax heaven yang termasuk dalam KMK
No.650/KMK04/1994   antara   lain   Argentina,   Bahrain,   Saudi   Arabia,   Mauritius,

Hongkong, Caymand Island, dll. Saat ini negara tax heaven sedang dimusuhi dunia
internasional,   pengawasan   tax   avoidance   (penghindaran   pajak)   di   negara­negara
tersebut sedang gencar­gencarnya. Berinvestasi di negara tax heaven beresiko besar
terkena koreksi UU PPh Pasal 18. Lebih baik berinvestasi pada negara dengan tax
treaty.
Di dalam kasus ini, praktisi pajak disewa untuk memberikan saran kepada klien tentang
bagaimana membayar jumlah pajak yang kecil. Terkadang, para akuntan terlalu agresif dalam

merancang strategi pajak. Hal ini seperti yang terjadi pada Ernst & Young dan KPMG.
Mereka merekomendasikan klien mereka untuk berinvestasi pada tempat perlindungan pajak
(tax shelters) yang dinilai illegal. Mereka tidak lagi melindungi kepentingan publik ketika
mulai menjual perlindungan pajak yang sangat mahal kepada pihak yang sangat kaya.
Pemerintah pastinya sangat dirugikan karena jumlah pajak mereka berkurang dengan cara
ilegal.
Seharusnya sebagai akuntan mereka mencegah klien melakukan tax evasion
(penggelapan pajak ). Karena penggelapan pajak melibatkan kesalahan pengambaran faktafakta terhadap otoritas perpajakan yang berakibat pada tindakan penipuan dan kecurangan
kas publik. Mengapa kas publik? Jelas ini merugikan pemerintah karena pendapatan
pemerintah yang berupa pajak dari wajib pajak menjadi berkurang. Namun dalam kasus ini
Akuntan justru menawarkan produk-produk perlindungan pajak yang sangat mahal
khususnya kepada eksekutif papan atas. Adanya konflik kepentingan dari para akuntan ini

yaitu antara kepentingan klien, manajemen, publik dan regulator yaitu pemerintah, maka
seorang akuntan profesional yang mengetahui adanya penyimpangan yang dilakukan oleh
klien harusnya melaporkan kepada pihak pemegang saham untuk ditindaklanjuti tetapi
mereka justru berkompromi melakukan tax evasion (pengelapan pajak).
Secara kode etik mereka telah melanggar prinsip independensi akuntan , mencederai
kepentingan publik dan tidak obyektif terhadap pekerjaannya. Sehingga mereka harus
mendapatkan sangsi atau hukuman atas perbuatan yang mereka lakukan yang
pemecatan, denda atau terkena sangsi hukuman penjara.

berupa