Karakteristik Penderita Stroke Hemoragik Pada Usia ≤ 40 Tahun yang Dirawat Inap di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2014-2015

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi Stroke
Stroke merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius karena

ditandai dengan tingginya mobiditas dan mortalitasnya.Stroke adalah suatu
penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah
otak yang terjadi secara mendadak dan menimbulkan gejala dan tanda yang sesuai
dengan daerah otak yang terganggu. (Bustan, 2007).
Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya
fungsi sistem saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam detik
atau menit) (Ginsberg, 2009). Stroke atau bencana aliran darah di otak, yang juga
disebut sebagai serangan otak (brain attack) merupakan penyebab cacat
(disabilitas,

invaliditas)

utama


pada

kelompok

usia

diatas

45

tahun

(Lumbantobing, 2011).
Secara sederhana stroke akut didefenisikan sebagai penyakit otak akibat
terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik) atau
perdarahan (stroke hemoragik). Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti
karena aterosklerotik atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh
darah, melalui proses aterosklerosis. Sedangkan pada stroke perdarahan
(hemoragik), pembuluh darah pecah sehingga aliran darah menjadi tidak normal
dan darah yang keluar merembes masuk ke dalam suatu daerah di otak dan

merusaknya. Stroke akut baik yang iskemik maupun hemoragik merupakan
kedaruratan medis yang memerlukan penanganan segera karena dapat
menimbulkan kecacatan permanen atau kematian (Junaidi, 2011).

7

Universitas Sumatera Utara

8

2.2 Aliran Darah Otak
Otak adalah salah satu organ yang sangat vital, yang memungkinkan
fungsi mental dan kecerdasan berjalan dengan

baik. Selain mengendalikan

interaksi kita dengan dunia luar melalui indra serta mengontrol gerakan sadar kita,
juga berperan mengatur banyak fungsi yan tidak disadari (otomatis). Karena itu,
kesehatan dan fungsi otak harus dijaga dengan optimal yaitu melalui jaminan
kepastian pasokan darah. Otak terdiri dari sel-sel saraf (neuron), sel penunjang

(sel glia), cairan otak (serebrospinal), serta pembuluh-pembuluh darahnya. Setiap
orang memiliki jumlah neuron sekitar 100 miliar yang terkoneksi satu dengan
yang lainnya.
Berat otak orang dewasa sekitar 1400 gram, yaitu hanya sekitar 2% dari
bobot tubuhnya. Akan tetapi, otak mengosumsi oksigen sekitar 20 persen dan
glukosa sebanyak 50 persen dari total energi tubuh. Otak tidak memiliki
kemampuan untuk menyimpan sari makanan dan oksigen dalam jumlah yang
memadai sehingga untuk dapat berfungsi otak memerlukan pasokan darah 24 jam
terus-menerus, tidak boleh terhambat dalam hitungan detik sekalipun. Otak yang
sehat harus dipasok dengan satu liter darah per menit, yaitu sekitar 15 persen
jumlah darah total yang dipompa jantung (Junaidi, 2011).
2.3 Klasifikasi Stroke
2.3.1

Stroke Non Hemoragik/Iskemik
Iskemik otak adalah suatu keadaan dimana terdapat gangguan pemasokan

darah ke otak yang membahayakan fungsi neuron. Infark otak terjadi jika ada
daerah otak yang iskemik menjadi nekrosis akibat berkurangnya suplai darah


Universitas Sumatera Utara

9

sampai pada tingkat lebih rendah dari titik kritis yang diperlukan untuk kehidupan
sel sehingga disertai gangguan fungsional dan struktural yang menetap. Stroke
iskemik terjadi karena tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran
darah ke otak sebagian atau keselurahan terhenti. Hal ini disebabkan oleh
aterosklerosis yaitu penumpukan kolestrol pada dinding pembuluh darah atau
bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak (Pudiastuti,
2011).
Secara klinis terdiri dari (Bustan, 2007):
a. Serangan iskemik sepintas (Transient Ischemic Attact-TIA)
b. Defisit neurologik iskemik sepintas (Reversible Ischemic Neurological DeficitRIND)
c. Stroke progresif (Progessive stroke/stroke in evolution)
d. Stroke komplit (Completed stroke/Permanent stroke)
Secara kausal terdiri dari (Bustan, 2007):
a. Stroke trombotik
b. Stroke emboli/nontrombotik
2.3.2


Stroke Hemoragik
Pembagian stroke hemoragik berdasarkan bagian perdarahan (Goldszmidt,
2009):
a. Perdarahan intraserebral (PIS)
b. Perdarahan subaraknoidal (PSA)
c. Perdarahan Subdural (PSD)

Universitas Sumatera Utara

10

2.4 Stroke Hemoragik
2.4.1

Definisi Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan otak

(disebut hemoragia intraserebrum atau hematom intraserebrum) atau kedalam
ruang subaraknoid, yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan

yang menutupi otak (disebut hemoragia subaraknoid). Ini adalah jenis stroke yang
paling mematikan dan merupakan sebagian kecil dari stroke total yaitu 10-15%
perdarahan intraserebrum dan sekitar 5% untuk perdarahan subaraknoid (Feigin,
2006). Stroke hemoragik adalah stroke karena pecahnya pembuluh darah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu
daerah otak dan merusaknya. Hampir 70% kasus stroke hemoragik diderita oleh
penderita hipertensi (Pudiastuti, 2011).
Terhalangnya suplai darah ke otak dapat disebabkan oleh arteri yang
mensuplai darah ke otak pecah, oleh sebab tertentu misalnya tekanan darah yang
mendadak tinggi. Peningkatan tekanan darah yang mendadak tinggi dapat
disebabkan oleh hipertensi, stres psikis, trauma kepala, atau oleh peningkatan
tekanan lainnya seperti batuk keras, angkat beban, dan lain sebagainya.
Insiden troke hemoragik 15% sampai 20% dari semua stroke, dapat terjadi
apabila lesi vascular intraserebrum mengalami rupture sehingga terjadi perdarahan
ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Sebagian dari
lesi vascular yang dapat menyebabkan perdarahan subaraknoid (PSA) adalah
aneurisma sakular dan malformasi arteriovena (MAV) (Price, 2006).

Universitas Sumatera Utara


11

2.4.2

Klasifikasi Stroke Hemoragik

a. Perdarahan Intraserebral (PIS)
Perdarahan Intraserebral adalah perdarahan yang primer berasal dari
pembuluh darah dalam perenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma
(Harsono, 2009). Perdarahan intraserebral umumnya terjadi antara umur 50-75
tahun, dan sedikit perbedaan frekuensi antara laki-laki dan wanita. Beberapa
diantaranya pernah mengalami infark otak atau perdarahan. Apabila ukuran
hematom cukup kecil maka tanda dan gejala adanya massa intraserebral tidak
nyata dan penderita tetap sadar (Harsono, 1999).
Perdarahan intraserebral diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah
intraserebral sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan kemudian masuk ke
dalam jaringan otak. Pada perdarahan intraserebral akan terjadi peningkatan
tekanan intrakranial atau intraserebral sehingga terjadi penekanan pada struktur
otak dan pembuluh darah otak secara menyeluruh. Penyebab PIS biasanya karena
hipertensi yang berlangsung lama lalu terjadi kerusakan dinding pembuluh darah

dan salah satunya adalah terjadinya mikroaneurisma (Junaidi, 2011).
Pembagian klinis perdarahan intraserebral menurut Luyendyk dan Schoen
membagi PIS menurut cepatnya gejala klinis memburuk yaitu (Harsono, 2009):
a.1 Akut, dan cepat memburuk dalam 24 jam
a.2 Sub akut, dengan krisis terjadi antara 3 dan 7 hari
a.3 Sub kronis, bila krisisnya 7 hari

Universitas Sumatera Utara

12

b. Perdarahan subarakhnoid (PSA)
Perdarahan subarakhnoid adalah masuknya darah ke ruang subarakhnoid baik
dari tempat lain (perdarahan subarakhnoid sekunder) atau sumber perdarahan
berasal dari rongga subarakhnoid itu sendiri (perdarahan subarakhnoid primer)
(Junaidi, 2011). Perdarahan subarakhnoid yaitu perdarahan yang terjadi pada
ruang subarakhnoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan
yang menutupi otak) (Pudiastuti, 2011).
Penyebab yang paling sering dari PSA primer adalah robeknya aneurisma
(51-75%) dan sekitar 90% aneurisma penyebab PSA berupa aneurisma sakuler

kongenital, kelainan hematologik (misalnya trombotopenia, leukimia, anemia
aplastik), tumor, infeksi (seperti vaskulitis, sifilis, herpes simpleks, mikosis,
TBC), serta trauma kepala (Junaidi, 2011). Perdarahan subarakhnoid terjadi di
bawah jaringan pembungkus otak ( Pinzon, 2010). Perdarahan subarakhnoid dapat
disebabkan oleh sejumlah patologi. Darah dapat masuk ke ruang subarakhnoid
dari lesi arteri yang berlokasi di dalam ruang subarakhnoid, dari perdarahan
intraserebral yang berekstravasasi dalam ruang subarakhnoid, dari perdarahan
yang berasal dari ventrikel, atau dari ruptur pembuluh darah di dalam ruang
subdural, yang dapat menyebabkan perdarahan yang meluas ke seluruh lapisan
araknoid bagian luar (Alway, 2009).
Perdarahan subarakhnoid dibagi menjadi:
b.1 PSA spontan primer, yakni PSA yang bukan akibat trauma atau PIS
b.2 PSA sekunder, adalah perdarahan yang berasal di luar subaraknoid, seperti
dari PIS atau dari tumor otak.

Universitas Sumatera Utara

13

Tabel 2.1Perbedaan Intraserebral (PIS) dan Perdarahan Subarakhnoid

(PSA) (Junaidi, 2011)
Gejala dan Tanda
Kelainan/defisit
Sakit kepala
Kaku kuduk
Kesadaran
Hipertensi
Lemah sebelah tubuh
LCS
Angiografi
CT-Scan

c.

PIS
Hebat
Hebat
Jarang
Terganggu
Selalu ada

Ada sejak awal
Eritrosit > 5000/mm3
Shift ada
Area putih

PSA
Ringan
Sangat hebat
Biasanya ada
Terganggu sebentar
Biasanya tidak ada
Awalnya tidak ada
Eritrosit > 25.000/mm3
Shift tidak ada
Kadang normal

Perdarahan subdural (PSD)
Perdarahan subdural (PSD) merupakan perdarahan di otak yang terjadi

diantara durameter dan araknoid. Perdarahan dapat terjadi karena robeknya vena
jembatan yang menghubungkan vena di permukaan otak dengan sinus venosus di
dalam durameter dan bisa juga karena robeknya araknoid. Perdarahan subdural
biasanya disebabkan trauma kepala. Lesi terjadi diluar otak, baik di dalam
(subdural) maupun diluar (ekstradural) dura matern (Goldszmidt, 2009).
Jenis perdarahan subdural, antara lain (Goldszmidt, 2009):
c.1 Hematoma subdural akut, biasanya terjadi setelah trauma atau deselarasi cepat.
Tingkat mortalitas pada pasien yang mengalami trauma kepala berat adalah
tinggi (40-50%), dan banyak pasien yang bertahan hidup akan mengalami
defisit neurologis yang permanen.
c.2 Hematoma subdural subakut, terjadi 2 hari hingga 1 minggu setelah trauma
kepala dan dapat juga terjadi pada terapi antikoagulan kronik. Jenis ini

Universitas Sumatera Utara

14

biasanya lebih ringan bila dibandingkan dengan hematoma subdural akut, dan
prognosisnya baik.
c.3 Hematoma subdural kronik terlihat dalam bentuk konfusi, nyeri kepala pagi
hari, ketidaksiaagaan dan/atau kelemahan 1-6 minggu setelah trauma kepala,
yang mungkin tidak dapat diingat pasien.
c.4 Hematoma ekstradural biasanya terjadi berupa hilang kesadaran mendadak
yang persisten. Jarang dijumpai perjalanan klasik hilang kesadaran sesaat
yang diikuti oleh interval lucid dan kemudian perburukan cepat. Hematoma
ekstradural sering terjadi akibat fraktur tengkorak yang merobek arteri
meningea media. Oleh karena pembuluh yang ruptur adalah arteri (sehingga
tekanannya lebih tinggi), perdarahan ini dapat menyebar secara cepat dan
menyebabkan terjadinya herniasi otak dan kematian.
Tabel 2.2 Stroke Hemoragik: Gambaran Klinis(Goldszmidt, 2009):

Faktor
Risiko

Perdarahan
Subarakhnoid

Perdarahan
Intraserebral

Perdarahan
Subdural

Hipertensi.
Kelainan
perdarahan, obat-obatan,
trauma. Sering terjadi saat
tidak adanya faktor risiko

Hipertensi,
kelainan
perdarahan,
angiopati amiloid,
obat-obatan
Gejala
secara
bertahap berlanjut
dalam
hitungan
menit hingga jam.
Onset
sering
terjadi
pada
aktivitas fisik atau
stres.
Defisit
neurologik fokal
nyata
dan
menunjukkan
lokasi perdarahan

Usia
lanjut,
terjatuh, trauma
kepala,
antikoagulan

Onset
Mendadak, sering pada
defisit
aktivitas fisik. Tanda
neurologis peringatan terjadi pada 1530% berupa nyeri kepala
(nyeri kepala sentinel)
yang
seringnya
tidak
disadari.
Tanda-tanda
neurologik fokal dapat
tidak ada atau berupa
hemiparesis
ringan
maupun kelemahan saraf
okulomotorik

Kelemahan
dan
baal
secara
bertahap (biasanya
ringan) pada salah
satu sisi

Universitas Sumatera Utara

15

Lokasi
Stroke

Subarakhnoid, seringnya Struktur
otak Darah dari luar
di meningiserebral
dalam
(ganglia otak
basalis, substansia
alba
serebri,
talamus,
pons,
serebelum)

2.5

Epidemiologi Stroke Hemoragik

2.5.1

Distribusi Frekuensi Stroke Hemoragik

a.

Menurut orang
Menurut Riskesdas 2007, stroke merupakan penyebab kecacatan kronik

yang paling tinggi pada kelompok umur di atas usia 45 tahun. Penyakit stroke
belakangan ini menyerang bukan hanya kelompok usia diatas 50 tahun, melainkan
juga kelompok usia produktif yang menjadi tulang punggung keluarga. Bahkan,
dalam sejumlah kasus, penderita penyakit itu masih berusia dibawah 30
tahun(Junaidi, 2011). Di Sumatera Utara penderita stroke yang terdiagnosis nakes
pada usia 15-24 tahun (0,2‰), 25-34 tahun (0,6‰) dan 35-44 tahun (2,5‰)
(Riskesdas, 2013).
Semakin tua usia seseorang akan semakin mudah terkena stroke. Stroke
dapat terjadi pada semua usia, namun lebih dari 70% kasus stroke terjadi pada
usia diatas 65 tahun. Laki-laki lebih mudah terkena stroke. Hal ini dikarenakan
lebih tingginya angka kejadian faktor risiko stroke (misalnya hipertensi) pada
laki-laki (Pinzon, 2010). Menurut WHO 2006, stroke adalah penyebab kematian
terbesar ketiga di negara-negara industri setelah penyakit jantung dan kanker.
Prevalensi stroke pada populasi kulit putih berkisar antara 500-600 per 100.000
penduduk. Berdasarkan Profil Kesehatan Nasional (2008) jumlah penderita stroke

Universitas Sumatera Utara

16

rawat inap oleh karena perdarahan intrakranial 3.716 orang. CFR penyakit stroke
tertinggi yang dirawat inap di rumah sakit adalah perdarahan intrakarnial sebesar
34,46% (Depkes RI, 2008).
b.

Menurut tempat
Menurut Riskesdas tahun 2013 Prevalensi Stroke berdasarkan diagnosis

nakes tertinggi di Sulawesi Utara (10,8‰), diikuti DI Yogyakarta (10,3‰),
Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per mil. Prevalensi Stroke
berdasarkan terdiagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan
(17,9‰), DI Yogyakarta (16,9‰), Sulawesi Tengah (16,6‰), diikuti Jawa Timur
sebesar 16 per mil. Prevalensi penyakit stroke pada kelompok yang didiagnosis
nakes serta yang didiagnosis nakes atau gejala meningkat seiring dengan
bertambahnya umur, tertinggi pada umur ≥75 tahun (43,1‰ dan 67,0‰).
Prevalensi stroke yang terdiagnosis nakes maupun berdasarkan diagnosis atau
gejala sama tinggi pada laki-laki dan perempuan. Prevalensi stroke cenderung
lebih tinggi pada masyarakat dengan pendidikan rendah baik yang didiagnosis
nakes (16,5‰) maupun diagnosis nakes atau gejala (32,8‰).Prevalensi stroke di
kota lebih tinggi dari di desa, baik berdasarkan diagnosis nakes(8,2‰) maupun
berdasarkan diagnosis nakes atau gejala (12,7‰) (Riskesdas, 2013). Prevalensi
stroke hemoragik di Jawa Tengah tahun 2012 adalah 0,07% lebih tinggi dari tahun
2011 (0,03%). Prevalensi tertinggi tahun 2012 adalah kabupaten Kudus sebesar
1,84% (Dinas Kesehatan Prov. Jawa Tengah, 2012).
Jumlah penderita stroke dengan rata-rata berusia 60 tahun ke atas berada di
urutan kedua terbanyak di Asia, sedangkan usia 15-59 tahun berada di urutan

Universitas Sumatera Utara

17

kelima terbanyak di Asia. Jumlah penderita stroke mencapai 8,3 per 100 populasi
di Indonesia dengan populasi sekitar 211 juta jiwa, berarti terdapat sekitar 1,7 juta
penderita stroke di Indonesia (Depkes RI, 2007). Dilaporkan di Selandia Baru 793
per 100.000 penduduk, di Prancis 1445 per 100.000 penduduk. Di China,
prevalensi stroke 620 per 100.000 penduduk, dan Thailand 690 per 100.000
penduduk (WHO, 2011). Menurut American Heart Association yang dikutip oleh
Burhanuddin dan Wahiduddin (2013) jumlah penderita stroke di seluruh dunia
yang berusia dibawah 45 tahun terus meningkat. Pada konferensi ahli saraf
internasional di Inggris dilaporkan bahwa terdapat lebih dari 1.000 penderita
stroke berusia kurang dari 30 tahun. Badan kesehatan dunia memprediksi bahwa
kematian akibat stroke akan meningkat seiring dengan kematian akibat penyakit
jantung dan kanker kurang lebih dari 6 juta pada tahun 2010 menjadi 8 juta di
tahun 2030.
c.

Menurut waktu
Data yang diambil oleh Ismail Setyopranoto (2011) dari Unit Stroke RSUP

Dr Sardjito terlihat peningkatan jumlah kasus stroke, terutama stroke iskemik.
Tabel 2.3 Data pasien stroke di Unit Stroke RSUP Dr Sardjito Yogyakarta,
2004 – 2009
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Tahun
2004
2005
2006
2007
2008
2009

Jenis Patologi Stroke
Iskemik
229
291
307
305
358
355

%
78,97
78,44
72,38
74,93
70,61
70,00

Hemoragik
61
80
117
102
149
152

Jumlah
%
21,03
21,56
27,59
25,07
29,39
30,00

290
371
424
407
507
507

Universitas Sumatera Utara

18

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa kasus stroke iskemik yang
tertinggi adalah pada tahun 2008 yaitu 358 kasus (70,61%). Sedangkan pada
kasus stroke hemoragik, kasus yang tertinggi pada tahun 2009 yaitu 152 kasus
(30,00%).
2.5.2

Faktor Risiko Stroke Hemoragik

a. Faktor risiko yang tidak dapat dikontrol
1.

Usia
Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan
meningkat dua kali dalam dekade berikutnya. Empat puluh persen berumur
65 tahun dan hampir 13% berumur dibawah 45 tahun (Prodjodisastro,
2003).

2.

Jenis Kelamin
Laki-laki lebih cenderung untuk terkena stroke lebih tinggi dibandingkan
wanita, dengan perbandingan 1.3:1, kecuali pada usia lanjut laki-laki dan
wanita hampir tidak berbeda. Laki-lai yang berumur 45 tahun bila bertahan
hidup sampai 85 tahun kemungkinan terkena stroke 25%, sedangkan risiko
bagi wanita hanya 20%. Pada laki-laki cenderung terkena stroke iskemik
sedangkan wanita lebih sering menderita perdarahan subarakhnoid dan
kematiannya 2 kali lebih tinggi dibandingkan laki-laki (Junaidi, 2011).

3.

Ras
Tingkat kejadian stroke diseluruh dunia tertinggi dialami oleh orang
Jepang dan Cina. Menurut Broderick melaporkan orang negro Amerika
cenderung mengalami stroke perdarahan intrakranial. Sedangkan orang

Universitas Sumatera Utara

19

kulit

putih cenderung terkena

stroke

iskemik, akibat

sumbatan

ekstrakranial lebih banyak(Junaidi, 2011). Orang kulit hitam dua kali lebih
mungkin

untuk

memiliki

tekanan

darah

tinggi

dibandingkan

orang kulit putih (Stroke Association, 2016).
4.

Riwayat Stroke
Dalam waktu 5 tahun kemungkinan akan terserang stroke kembali
sebanyak 35% sampai 42% (Prodjodisastro, 2003).

b.

Faktor risiko yang dapat dikendalikan
1.

Stres
Pengaruh yang dapat ditimbulkan oleh faktor stres pada proses
aterosklerosis

adalah

melalui

peningkatan

pengeluaran

hormon

kewaspadaan oleh tubuh. Stres jika tidak dikontrol dengan baik akan
menimbulkan kesan pada tubuh adanya keadaan bahaya sehingga direspon
oleh tubuh secara berlebihan dengan mengeluarkan hormon-hormon yang
membuat tubuh waspada seperti kortisol, katekolamin, epinefrin, dan
adrenalin. Dengan dikeluarkannya adrenalin atau hormon kewaspadaan
lainnya secara berlebihan akan berefek pada peningkatan tekanan darah
dan denyut jantung. Hal ini bila terlalu keras dan sering dapat merusak
dinding pembuluh darah dan menyebabkan terjadi plak. (Junaidi, 2011).
2.

Tekanan darah tinggi
Hipertensi mempercepat pengerasan dinding pembuluh darah arteri dan
mengakibatkan penghancuran lemak pada sel otot polos sehingga
mempercepat proses aterosklerosis. Hipertensi berperan dalam proses

Universitas Sumatera Utara

20

aterosklerosis melalui efek penekanan pada sel endotel/lapisan dalam
dinding arteri yang berakibat pembentukan plak pembuluh darah semakin
cepat. Seseorang dikatakan hipertensi bila tekanan darahnya 140/90
mmHg atau lebih (Junaidi, 2011). Faktor ini merupakan risiko utama
terjadinya stroke iskemik dan perdarahan. Sering disebut sebagai the silent
killer karena hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak 4
sampai 6 kali. Makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin
besar karena terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah sehingga
memudahkan terjadinya penyumbatan/perdarahan otak (Prodjodisastro,
2003). Stroke iskemik terjadi karena adanya penyumbatan pembuluh darah
ke otak, sedangkan stroke perdarahan terjadi karena peningkatan tekanan
darah yang mendadak sedemikian rupa sehingga pembuluh darah di otak
pecah (karena tidak tahan menerima tekanan yang tinggi) (Prodjodisastro,
2003).
3.

Merokok
Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir 2 kali lipat.
Nikotin dan karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan
pada dinding pembuluh darah, disamping itu juga mempengaruhi
komposisi darah sehingga mempermudah terjadinya proses gumpalan
darah (stroke iskemik) (Prodjodisastro, 2003).

4.

Peminum alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu metabolisme tubuh,
sehingga terjadi dislipidemia, diabetes melitus, mempengaruhi berat badan

Universitas Sumatera Utara

21

dan tekanan darah, dapat meruak sel-sel saraf tepi, saraf otak dan lain-lain.
Semua ini mempermudah terjadinya stroke (prodjodisastro, 2003). Bila
minum banyak alkohol yaitu lebih dari 60 gram sehari maka akan
meningkatkan risiko stroke. Alkohol merupakan racun pada otak dan pada
tingkatan yang tinggi dapat mengakibatkan otak berhenti berfungsi
(Junaidi, 2011).
5.

Aktivitas fisik rendah
Aktivitas fisik secara teratur dapat menurunkan tekanan darah dan gula
darah, meningkatkan kadar kolestrol HDL, dan menurunkan kolestrol
LDL, menurunkan berat badan, mendorong berhenti merokok. Hidup
secara aktif dapat membantu tubuh mengontrol berat bdan serta
mengurangi risiko serangan jantung dan stroke. Olahraga rutin tidak hanya
membentuk kemampuan sistim kardivaskuler namun juga membangun
kemampuan untuk mengatasi stres baik fisik maupun psikis/emosional.
Olahraga rutin mampu menghilangkan lemak darah, gula, kolestrol,
menurunkan tekanan darah tinggi dan obesitas (Junaidi, 2011).

6.

Kencing manis (Diabetes melitus)
Kencing manis menyebabkan kadar lemak darah meningkat karena
konversi lemak tubuh yang terganggu. Bagi penderita diabetes
peningkatan kadar lemak darah sangat meningkatkan risiko penyakit
jantung dan stroke. Diabetes mempercepat terjadinya aterosklerosis baik
pada pembuluh darah kecil maupun pembuluh darah besar di seluruh
pembuluh darah termasuk pembuluh darah otak dan jantung. Kadar

Universitas Sumatera Utara

22

glukosa darah yang tinggi pada stroke akan memperbesar meluasnya area
infark (sel mati) karena terbentuknya asam laktat akibat metabolisme
glukosa yang dilakukan secara anaerob (oksigen sedikit) yang merusak
jaringan otak. Peningkatan risiko stroke pada pasien diabetes diduga
karena hiperinsulinemia, peningkatan kadar trigliserida total, kolestrol
HDL turun, hipertensi dan gangguan toleransi glukosa, serta berkurangnya
fungsi vasodilatasi arteriol serebral (Junaidi, 2011).
7.

Obesitas (Kegemukan)
Obesitas atau kegemukkan dapat meningkatkan kejadian stroke terutama
bila disertai dengan dislipidemia dan atau hipertensi, melalui preoses
aterosklerosis. Obesitas juga dapat menyebabkan terjadinya stroke lewat
efek snoring atang mendengkur dan sleep apnes, karena terhentinya suplai
oksigen secara mendadak di otak. Kegemukan juga membuat seseorang
cenderung mempunyai tekanan darah tinggi, meningkatkan risiko
terjadinya penyakit kencing manis/diabetes, juga meningkatkan produk
sampingan metabolisme yang berlebihan yaitu oksidan/radikal bebas
(Junaidi, 2011).

2.6 Gejala Stroke Hemoragik
2.6.1 Perdarahan Intaserebral (PSI)
Stroke akibat perdarahan intraserebral mempunyai gejala prodromal yang
tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertema. Serangan seringkali siang hari,
saat aktivitas, atau emosi/marah. Sifat nyeri kepala yang hebat. Mual dan muntah
sering terdapat pada permulaan serangan (Pudiastuti, 2011).

Universitas Sumatera Utara

23

Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan
pembuluh darah dan lokasinya. Manifestasi klinis stroke akut berupa (Pudiastuti,
2011):
a.

Gangguan penglihatan

b.

Kelumpuhan wajah atau anggota badan yang timbul mendadak

c.

Vertigo, muntah-muntah atau nyeri kepala

d.

Gangguan semibilitas pada salah satu atau lebih anggota badan

e.

Disartria (bicara pello atau cadel)

f.

Perubahan mendadak status mental)

g.

Afasia (bicara tidak lancar, kurang ucapan atau kesulitan memahami ucapan)

h.

Ataksia (tungkai atau anggota badan)

2.6.2 Perdarahan Subaraknoid (PSA)
Perdarahan subarakhnoid (PSA) terjadi sekitar 5% dari seluruh stroke.
PSA biasanya terjadi dengan nyeri kepala hebat yang terjadi mendadak, dapat
disertai berkurangnya derajat kesadaran atau hilangnya kesadaran. Nyeri kepala
yang dirasakan sering merupakan nyeri kepala terhebat yang pernah dialami
pasien, tetapi nyeri kepala yang lebih ringan juga dapat terjadi pada PSA. Akibat
darah mengiritasi meningers, pasien dapat juga mengeluhkan kaku leher, nyeri
punggung, dan fotofobia. Seiring berjalannya waktu, darah pada PSA memiliki
efek (massa atau lainnya) pada bagian otak sehingga menghasilkan gejala
neurologis fokal atau kejang. Jika perdarahan subarakhnoid ini masif, keadaan
pasien dapat berupa kehilangan kesadaran secara mendadak dan kolaps (Alway,
2011).

Universitas Sumatera Utara

24

Penyebab utama perdarahan subarakhnoid adalah aneurisma intrakranial.
Sehubungan dengan pecahnya aneurisma yang besar, meliputi nyeri kepala yang
hebat dan mendadak, hilangnya kesadaran, fotofobia, meningismus, mual, dan
muntah. Tanda-tanda peringatan perdarahan subarkhnoid berupa nyeri kepala
yang mendadak dan kemudia hilang dengan sendirinya (30-60%), nyeri kepala
disertai mual, nyeri tengkuk dan fotofobia (40-50%), dan beberapa penderita
mengalami serangan seperti “disambar petir” (Harsono, 1996).
Pada pasien dengan perdarahan subaraknoid didapatkan gejala prodromal
berupa nyeri kepala hebat dan akut. Kesadaran sering terganggu dan sangat
bervariasi. Ada gejala/tanda rangsangan meningeal. Edema papil dapat terjadi bila
ada perdarahan subhialoid karena pecahnya aneurisma pada a.komunikans
anterior atau a.karotis interna (Pudiastuti, 2011). Gejala klinis perdarahan
subarakhnoid (PSA) antara lain (Junaidi, 2011):
1.

Sakit kepala mendadak dan hebat dimulai dari leher

2.

Nausea dan vomiting (mual dan muntah)

3.

Fotofobia (mudah silau)

4.

Paresis saraf okumotorius, pupil anisokor, perdarahan retina pada funduskopi

5.

Gangguan otonom (suhu tubuh dan tekanan darah naik)

6.

Kaku leher/kuduk (meningismus), bila pasien masih sadar

7.

Gangguan kesadaran berupa rasa kantuk (somnolen) sampai kesadaran hilang
(koma)

Universitas Sumatera Utara

25

2.6.3

Perdarahan Subdural (PSD)
Penderita yang mengalami perdarahan subdural akan mengalami nyeri

kepala ringan, lambat laun akan mengalami nyeri kepala yang hebat dan biasanya
terjadi didaerah dahi. Dapat disertai mual dan muntah, penglihatan dapat juga
terganggu karena pembengkakan pada papil (Harsono, 2009). Kebanyakan
perdarahan subdural disebabkan oleh laserasi vena-vena korteks atau vena-vena
penghubung akibat adanya trauma kepala. Berdasarkan ketepatan dan ukuran
hematoma, gejala bervariasi dari gangguan status mental dan kesiagaan yang
terjadi cepat hingga yang terjadi perlahan, kelemahan dan baal ringan pada satu
sisi (Goldszmidt, 2009).
2.7 Diagnosis Stroke Hemoragik
2.7.1 Anamnesis
Anamnesis pada penderita stroke meliputi identitas klien, keluhan utama,
riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial
(Mutaqqin, 2008).
2.7.2 Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesi yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik yang sering dilakukan pada pasien meliputi
pemeriksaan umum (suhu tubuh, gizi, tekanan darah, anemia, paru, jantung,
denyut nadi) dan pemeriksaan fungsi saraf (tingkat kesadaran, fungsi serebral,
saraf kranial, sistem motorik, respon refleks, dan sistem sensorik) (Mutaqqin,
2008).

Universitas Sumatera Utara

26

2.7.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang stroke menurut Mutaqqin(2008) yaitu:
a. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurisma atau malforasi vaskular.
b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragi pada subarakhnoid atau perdarahan
pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya
proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai
pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal sewaktu hari-hari pertama.
c. CT scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya
secara pasti.
d. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang
magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan
otak.

Universitas Sumatera Utara

27

e. USG doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena(masalah sistem
karotis).
f. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik
dalam jaringan otak.
2.8 Letak Kelumpuhan
2.8.1 Kelumpuhan Sebelah Kanan (Hemiparesis Dextra)
Kerusakan pada sisi sebelah kiri otak (Hemispere Kiri Otak) yang
menyebabkan kelumpuhan tubuh bagian kanan. Penderita ini biasanya
mempunyai kekurangan dalam komunikasi verbal. Namun persepsi dan memori
visuomotornya sangat baik, sehingga dalam melatih perilaku tertentu harus
dengan cermat diperlihatkan tahap demi tahap secara visual. Dalam komunikasi
kita harus lebih banyak menggunakan body language (bahasa tubuh) (Harsono,
2007).
2.8.2 Kelumpuhan Sebelah Kiri (Hemiparesis Sinistra)
Kerusakan pada sisi sebelah kanan otak (Hemispere kanan otak) yang
menyebabkan kelumpuhan tubuh bagian kiri. Pasien dengan kelumpuhan sebelah
kiri sering memperlihatkan ketidakmampuan persepsi visuomotor, kehilangan
memori visual dan mengabaikan sisi kiri. Penderita memberikan perhatian hanya
kepada sesuatu yang berada dalam lapang pandang yang dapat dilihatnya
(Harsono, 2007).

Universitas Sumatera Utara

28

2.8.3 Kelumpuhan Kedua Sisi (Paraparesis)
Karena adanya sclerosis pada banyak tempat, penyumbatan dapat terjadi
pada dua sisi yang mengakibatkan kelumpuhan satu sisi dan diikuti sisi lain.
Timbul gangguan psedobulber (biasanya hanya pada vaskuler) dengan tandatanda hemiplegi dupleks, sukar menelan, sukar berbicara dan juga mengakibatkan
kedua kaki sulit untuk digerakkan dan mengalami hiperaduksi (Harsono, 1996).
2.9

Lokasi Perdarahan Stroke Hemoragik

a.

Ganglion basalis
Ganglion atau ganglia basalis merupakan substansi grisea yang terletak di di

ensepalon pada kedua sisi thalamus dan otak tengah bagian atas yang memproses
dan mempengaruhi informasi. Ganglia basalis penting untuk pemikiran yang
disengaja (Mutaqqin, 2008).
b.

Serebrum
Serebrum merupakan bagian otak yang terdiri dari lobus frontal, lobus

parietal, lobus temporal dan lobus oksipital. Serebrum berfungsi sebagai proses
pikiran alam sadar dan intelektual, pemproses dan menyimpan memori, serta
regulasi alam sadar dan bawah sadar dari kontraksi otot rangka. Serebrum terdiri
dari hemifer kanan dan kiri yang dibagi oleh suatu lekuk atau celah dalam disebut
fisura longitudinal mayor kedua hemifer saling dihubungkan oleh suatu pita
serabut lebar yang disebut korpus kolostrum. Hemifer kanan berfungsi sebagai
keterampilan, seni dan perasaan. Sedangkan hemifer kiri mengendalikan bahasa
serta berkaitan dengan pemikiran matematis atau logis (Mutaqqin, 2008).

Universitas Sumatera Utara

29

c.

Serebelum
Serebelum berada di otak belakang sebelah posterior batang otak.

Serebelum membantu mempertahankan keseimbangan dan bertanggungjawab
untuk respon otot rangka halus menghasilkan gerakan volunteer yang baik dan
terarah. Serebelum atau otak kecil juga berfungsi untuk mengontrol gerakan cepat
dan berulang yang diperlukan untuk aktivitas seperti mengetik, bermain piano,
dan mengendarai sepeda (Mutaqqin, 2008).
d.

Batang otak
Batang otak tersusun dari pons, medulla oblongata, dan mensafalon (otak

tengah). Di batamg otak terdapat sel yang mengontrol fungsi sistem
kardiovaskuler dan pernafasan. Sepuluh dari dua belas saraf kranial yang
mengontrol fungsi saraf motorik dan sensorik mata, wajah, lidah, dan leher keluar
dari batang otak. Fungsi sekresi dan motorik saluran gastrointestinal dan fungsi
sensorik pendengaran dan pengecapan juga dikontrol oleh saraf kranial
(Mutaqqin, 2008).
2.10 Tindakan Medis Stroke Hemoragik
2.10.1 Tindakan Konservatif
Jenis dan makna klinis tindakan konservatif stroke, yaitu (Mutaqqin, 2008):
a.

Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan,
tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan

b.

Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial

c.

Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran
sangat penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi. Antiagregasi

Universitas Sumatera Utara

30

trombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan
agregasi trombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma
d.

Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya
trombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler

2.10.2 Tindakan Operatif
Tujuan utama tindakan operatif adalah memperbaiki aliran darah serebral.
Jenis dan makna klinis tindakan operatif terhadap stroke, yaitu (Mutaqqin, 2008):
a.

Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher

b.

Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh klien TIA

c.

Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut

d.

Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma

2.11 Pencegahan Stroke Hemoragik
2.11.1 Pencegahan Primer
Langkah pertama dalam mencegah stroke adalah dengan memodifikasi
gaya hidup dalam segala hal, memodifikasi faktor risiko dan kemudian bila
dianggap perlu baru dilakukan terapi dengan obat untuk mengatasi penyakit
dasarnya. Menjalani gaya hidup sehat dengan pola makan yang sehat, istirahat
cukup, mengelola stres, mengurangi kebiasaan yang dapat merugikan tubuh
seperti merokok, makan berlebihan, makanan yang banyak mengandung lemak
jenuh, kurang aktif berolahraga (Junaidi, 2011). Pencegahan primer stroke yaitu
(Pudiastuti, 2011):

Universitas Sumatera Utara

31

a.

Mengontrol terjadinya stroke dengan hindari merokok, hindari minum
alkohol, hindari kegemukan, hindari konsumsi garam berlebihan.

b.

Mengurangi: kolestrol dan lemak dalam makanan

c.

Mengendalikan: hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung (misalnya
fibrilasi atrium, infark miokard akut, penyakit jantung reumatik), penyakit
vaskuler aterosklerotik lainnya.

d.

Menganjurkan: konsumsi gizi seimbang dan olahraga teratur minimal 3 kali
seminggu selama 20-30 menit misalnya bersepeda, berenang, jalan cepat.

e.

Ubah pola dan gaya hidup. Dapat dilakukan dengan pola makan yang baik
dan sehat (seimbang kebutuhan antara pemasukan dan pengeluaran)
melakukan aktifitas fisik yang dapat membakar kalori, sikap hidup yang rilek
dan cukup istirahat, serta mengendalikan berat badan.

2.11.2 Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan untuk mencegah berlanjutnya cedera atau
penyakit dari suatu kerusakan kearah ketidakmampuan. Suatu kerusakan sudah
terjadi tapi ketidakmampuan (ability) dapat dilakukan sedini mungkin.
Pencegahan sekunder lebih diarahkan untuk mengendalikan faktor resiko,
medikamentosa, dan tindakan invasive. Kecenderungan penderita stroke
hemoragik dalam keadaan koma, maka pengobatan yang akan dilakukan lebih
menjaga kondisi penderita dengan memperhatikan oksigen yang dibutuhkan
cukup, menjaga tekanan dan komposisi darah, mencegah timbulnya edema otak
dan kejang otak, serta ginajl dan gastrointestinum. Pengobatan yang dilakukan

Universitas Sumatera Utara

32

secara kausal dengan memberikan obat seperti traneksamat dengan tujuan
haemostatis (Harsono, 2009).
2.11.3 Pencegahan Tersier
Menurut yayasan stroke Indonesia pertolongan yang harus dicari apabila
ada gejala awal stroke adalah gejala awal stroke adalah segera bawa ke rumah
sakit. Waktu pemulihan aliran darah ke otak yang terganggu sangat pendek yaitu
hanya sekitar 3 jam dimulai sejak tanda awal stroke terjadi. Pertolongan yang
cepat dan akurat harus segera dilakukan untuk menghindari kematian dan
kecacatan yang menetap.
Salah satu upaya pencegahan tersier yang dapat dilakukan adalah upaya
rehabilitasi. Maksud dan tujuan diadakannya rehabilitasi adalah menjaga
kemampuan fisik, rohani, sosial, dan kemampuan untuk bekerja seoptimal
mungkin. Program rehabilitasi akan meliputi (Junaidi, 2011):
a.

Fisioterapi, fisioterapi merupakan pelatihan gerakan peregangan atau
tindakan lainnya yang memainkan peranan penting dalam pelatihan.
Fisioterapi dilakukan sesegera mungkin setelah serangan stroke, satu hingga
tiga hari setelah terkena stroke. Tujuan fisioterapi untuk membantu
menyelesaikan tugas sehari-hari.

b.

Terapi okupasional, bertujuan menetapkan kesanggupan dan koordinasi.
Terapi ini untuk mengatasi penderita dapat melakukan kegiatan sehari-hari.

c.

Terapi bicara, pelatihan ini untuk menolong pasien mampu berkomunikasi.
Terapi ini untuk memulihkan kemampuan bicara.

Universitas Sumatera Utara

33

2.12

Kerangka Konsep

Karakterisktik Penderita Stroke Hemoragik
1. Faktor sosiodemografi
Umur
Jenis kelamin
Suku
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Status Perkawinan
Tempat tinggal
2. Keluhan utama saat pertama datang berobat
3. Letak kelumpuhan
4. Faktor risiko
5. Hasil CT-Scan
6. Lokasi perdarahan
7. Penatalaksanaan medis
8. Lama rawatan rata-rata
9. Sumber biaya
10. Keadaan sewaktu pulang

Universitas Sumatera Utara