Gambaran Sikap Kerja dan Keluhan Musculoskeletal Disorders Pada Operator SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan Tahun 2016

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kesehatan kerja
Menurut Wowo Sunaryo (2014), kesehatan kerja adalah suatu keadaan
seorang pekerja yang terbebas dari gangguan fisik dan mental sebagai akibat
interaksi pekerjaan dan lingkungan. Menurut Anies (2014), kesehatan kerja
meliputi berbagai upaya penyerasian pekerja antara pekerja dan lingkungan kerja
nya, baik fisik maupun psikis dalam hal cara/metode kerja, proses kerja dan
kondisi yang bertujuan untuk :
1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja di
semua lapangan kerja setinggi-tingginya, baik fisik, mental, maupun
kesejahteraan sosialnya.
2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang
diakibatkan oleh keadaan/ kondisi lingkungan kerjanya.
3. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam pekerjaan nya
dari kemungkinan bahaya

yang disebabkan oleh faktor-faktor yang

membahayakan kesehatan.
4. Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang

sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjaannya.
2.2 Penyakit Akibat Kerja
Penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan atau lingkungan kerja (Pasal 1, Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor PER.01/MEN/1981 tentang Kewajiban melapor Penyakit

8
Universitas Sumatera Utara

9

Akibat kerja). Penyakit akibat kerja merupakan manifestasi dari kesehatan kerja
atau kondisi kesehatan dari tenaga kerja atau pekerja. Secara umum terdapat tiga
macam cedera tubuh, yaitu :
1. Cumulative trauma disorders (CTD)
Cumulative trauma disorders (trauma gangguan kumulatif), atau dikenal

sebagai repetitive strain injury (RSI) atau cedera regangan berulang, didefinisikan
sebagai gangguan pada otot, tendon, saraf, dan pembuluh darah yang disebabkan
atau diperparah oleh pengerahan tenaga atau gerakan berulang.

2. Repetitive Strain Injuries (RSI)
Repetitive strain injury (RSI) adalah istilah umum yang digunakan untuk

merujuk pada beberapa kondisi disktit yang dapat dikaitkan dengan tugas yang
berulang, pengerahan kekuatan tenaga, getaran, kompresi mekanik yang
berkelanjutan. Contoh: kondisi yang dapat dikaitkan dengan penyebab tersebut
termasuk edema, tendinitis, carpal tunnel syndrome, cubital syndrome, de
quervain syndrome, thoracic outlet syndrome, intersection syndrome, golfers
elbow (medial epicondylitis), tennis elbow (lateral epicondytis), trigger finger,
radial tunnel syndrome, and focal dystonia.

3. Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Menurut Wowo Sunaryo (2014) gangguan musculuskeletal (MSDs) adalah
cedera pada otot, saraf, tendon, ligamen, sendi, tulang rawan atau cakram tulang
belakang. MSDs biasanya hasil dari setiap peristiwa sesaat atau akut (seperti slip,
perjalanan, atau jatuh), selain itu mencerminkan perkembangan yang lebih
bertahap atau kronis.

Universitas Sumatera Utara


10

2.2.1 Faktor-Faktor Penyebab Penyakit Akibat Kerja
Menurut Anies (2014), di tempat kerja terdapat faktor-faktor yang menjadi
penyebab penyakit akibat kerja sebagai berikut:
1. Bahaya Fisik
Bahaya fisik adalah yang paling umum dan akan hadir di sebagian besar
tempat kerja pada suatu waktu tertentu. Golongan fisik, seperti :
a.

Suara yang bisa menyebabkan pekak atau tuli

b.

Radiasi. Radiasi dapat berupa radiasi pengion dan radiasi non pengion.
Radiasi pengion misalnya berasal dari bahan-bahan radioaktif yang
menyebabkan

antara


lain

penyakit-penyakit

sistem

darah

dan

kulit.Sementara radiasi non pengion, misalnya radiasi elektromagnetik
yang berasal dari peralatan yang mnggunakan listrik. Radiasi sinar
inframerah bisa menyebabkan katarak pada lensa mata, sedangkan sinar
untravioler menjadi penyebab conjungtivitis photo electrica .
c.

Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heat stroke heat cramps atau
hyperpyrexia, sedangkan suhu-suhu yang rendah antara lain menimbulkan
frosbite.


d.

Tekanan yang tinggi menyebabkan caisson disease .

e.

Penerangan lampu yang kurang baik, misalnya menyebabkan kelainan
pada indera penglihatan atau kesilauan yang memudahkan terjadinya
kecelakaan.

Universitas Sumatera Utara

11

2. Bahaya Bahan Kimia
Bahan kimia adalah zat yang memiliki karakteristik dan efek, dapat
membahayakan kesehatan dan keselamatan manusia. Bahaya kimiawi, yaitu :
a.

Debu yang menyebabkan pnemokoniosis, diantaranya : silikosis, bisinosis,

asbestosis, dan lain-lain.

b.

Uap yang diantaranya menyebabkan metal fume fever dermatitis atau
keracunan.

c.

Gas misalnya keracunan oleh CO, H2S, dan lain-lain.

d.

Larutan yang dapat menyebabkan dermatitis.

e.

Awan atau kabut, misalnya racun serangga, racun jamur, dan lain-lain
yang dapat menimbulkan keracunan.


3. Bahaya Biologi
Bahaya biologi adalah organisme atau zat yang dihasilkan oleh
organisme yang mungkin menimbulkan ancaman bagi kesehatan dan keselamatan
manusia. Golongan Infeksi, misalnya oleh bakteri, virus, parasit, maupun jamur.
4. Bahaya Ergonomi
Bahaya ergonomi terjadi ketika jenis pekerjaan, posisi tubuh dan kondisi
kerja meletakkan beban pada tubuh. Penyebabnya paling sulit untuk untuk di
identifikasi secara langsung karena kita tidak selalu segera melihat ketegangan
pada tubuh atau bahaya-bahaya ini saat melakukan. Bahaya ergonomi yang
disebabkan oleh kesalahan-kesalahan kontruksi mesin, sikap badan kurang baik,
salah cara melakukan pekerjaan, dan lain-lain yang semuanya menimbulkan

Universitas Sumatera Utara

12

kelelahan fisik, bahkan lambat laun berpengaruh pada perubahan fisik tubuh
pekerja.
5. Bahaya mental-psikologis
Bahaya psikologis menyebabkan pekerja mengalami tekanan mental atau

gangguan. Meskipun termasuk klasifikasi bahaya yang agak baru, sangat penting
bahwa bahaya psikologis secara menyeluruh diidentifikasi dan dikendalikan.
2.3 Ergonomi
Kata ergonomi berasal dari bahasa Yunani : ergo/ kerja dan
nomos/peraturan, hukum (Suma’mur, 2009). Menurut Tarwaka (2004) ergonomi
adalah ilmu, seni

dan penerapan teknologi

untuk menyerasikan atau

menyeimbangkan antara jenis fasilitas yang digunakan baik dalam beraktivitas
maupun istirahat dengan kemampuan dan keterbatasan manusia fisik maupun
mental sehingga kualitas hidup secara keseluruhan menjadi lebih baik. Sedangkan
menurut Suma’mur (2009) ergonomi adalah penerapan ilmu-ilmu biologis tentang
manusia bersama-sama dengan ilmu-ilmu teknik dan teknologi untuk mencapai
penyesuaian satu sama lain secara optimal dari manusia terhadap pekerjaan nya,
yang manfaat dari padanya diukur dengan efisiensi dan kesejahteraan kerja.
Sementara International Labour Organization (ILO) mendefinisikan ergonomi
sebagai berikut : Penerapan ilmu biologi manusia sejalan dengan ilmu rekayasa

untuk mencapai penyesuaian bersama antara pekerjaan dan manusia secara
optimal dengan tujuan agar bermanfaat demi efisiensi dan kesejahteraan (Anies,
2014). Ergonomi memberikan peranan penting dalam meningkatkan faktor
keselamatan dan kesehatan kerja (Nurmianto, 2005).

Universitas Sumatera Utara

13

Menurut Wowo Sunaryo (2014) yang mengutip pendapat MrCormicks dan
Sander, memberikan penekanan ergonomi ditinjau dari tiga aspek, yaitu :
1. Faktor Utama
Pertimbangan faktor manusia dalam perancangan barang buatan,prosedur
kerja dan lingkungan kerja. Perhatian ergonomi terkait dengan interaksi manusia
dengan barang buatan sebagai produk, peralatan kerja, fasilitas kerja, prosedur
yang dilakukan dalam bekerja secara rutin.
2. Tujuan
Tujuan utama adalah meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja, serta
memperbaiki keamanan dan keselamatan kerja, mengurangi kelelahan dan stres,
meningkatkan kenyamanan kerja, memperbaiki kualitas hidup dan lingkungan

kerja.
3. Pendekatan
Aplikasi sistematik dari informasi yang relevan mengenai keunggulan,
keterbatasan, karakteristik, perilaku, dan motivasi manusia terhadap rancangan
produk dan prosedur yang digunakan serta lingkungan kerja atau para pengguna
barang buatan.
2.3.1 Risiko Ergonomi
Menurut Wowo Sunaryo (2014) risiko ergonomi merupakan suatu risiko
yang menyebabkan cedera akibat kerja, hal itu termasuk hal-hal berikut ini :
1. Penggunaan tenaga/ kekuatan (mengangkat, mendorong, menarik, dan lainlain).

Universitas Sumatera Utara

14

2. Pengulangan, melakukan jenis kegiatan yang sama dari suatu pekerjaan dengan
menggunakan otot atau anggota tubuh berulang kali.
3. Kelenturan tubuh (lenturan, puntir, jangkauan atas).
4. Pekerjaan statis, diam didalam satu posisi pada suatu periode waktu tertentu.
5. Getaran mesin-mesin.

6. Kontak tegangan, ketika memperoleh suatu permukaan benda tajam dari suatu
alat atau benda kerja terhadap bagian atau tubuh.
2.4 Sikap Kerja
Menurut Anies (2014), ada beberapa hal yang harus diperhatikan dengan
sikap tubuh dalam melakukan pekerjaan, yaitu :
1. Semua pekerjaan hendaknya dilakukan dalam sikap duduk atau berdiri secara
bergantian.
2. Semua sikap tubuh yang tidak alami harus dihindarkan. Seandainya hal ini
tidak memungkinkan, hendaknya diusahakan agar beban statik diperkecil.
3. Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa sehingga tidak membebani, tetapi
dapat memberikan relaksasi pada otot-otot yang sedang tidak dipakai untuk
bekerja dan tidak menimbulkan penekanan pada bagian tubuh (paha). Hal ini
dimaksudkan untuk mencegah terjadinya gangguan relaksasi darah dan
sensibilitas pada paha, mencegah keluhan kesemutan yang dapat mengganggu
aktivitas.

Universitas Sumatera Utara

15

Sikap tubuh dalam bekerja terdiri dari :
1. Kerja Duduk
Beberapa jenis pekerjaan ada yang harus dilayani pekerja sambil
duduk,seperti juru tik, pekerjaan di laboratorium, tukang jahit manual atau
bertenaga motor listrik (garment), pengeditan film, sopir dan sebagainya.
Meskipun pelayanan dilakukan sambil duduk, masing-masing memiliki bobot
yang berbeda baik dilihat dari faktor tuntutan intelektual, persepsi dan tenaga.
Posisi pelayanan kerja dengan posisi duduk, tentunya dapat digeneralisasi
sebab tukang tik yang menghadap monitor dengan penuh konsentrasi, akan
berbeda dengan tukang jahit manual, atau dengan pengrajin pengasah batu akik.
Ditinjau dari aspek kesehatan, bekerja dengan posisi duduk yang memerlukan
waktu lama dapat menimbulkan otot perut semakin elastis, tulang belakang
melengkung, otot bagian mata terkonsentrasi sehingga cepat merasa lelah.
Kejadian tersebut, jika tidak diimbangi dengan rancangan tempat duduk yang
tidak memberikan keleluasaan gerak atau alih pandang yang memadai tidak
menutup kemungkinan terjadi gangguan bagian punggung belakang, ginjal, dan
mata.
Bekerja untuk jangka waktu yang lama dalam posisi duduk terjadi
terutama di kantor-kantor, tetapi terjadi di industri (perakitan dan pekerjaan
kemasan, kadang-kadang untuk operasi mesin). Duduk memiliki sejumlah
keuntungan dibandingkan dengan berdiri. Tubuh lebih baik karena beberapa
dukungan yang dapat digunakan, seperti lantai, kursi, sandaran, sandaran tangan,

Universitas Sumatera Utara

16

permukaan meja kerja. Oleh karena itu,posisi tubuh relatif dapat mengurangi
kelelahan daripada berdiri (Wowo Sunaryo, 2014).
2. Kerja berdiri setengah duduk
Berdasarkan hasil penelitian (Gempur, 2003) bahwa tenaga kerja bubut
yang telah terbiasa bekerja dengan posisi berdiri tegak diubah menjadi posisi
berdiri setengah duduk tanpa sandaran dan setengah duduk pakai sandaran
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kelelahan otot biomekanik antar
kelompok. Kelelahan biomekanik tersebut berbanding langsung peningkatan asam
laktat dan penurunan glukosa.
3. Kerja Berdiri
Postur tubuh dalam melakukan pelayanan dengan posisi berdiri,
merupakan suatu totalitas perilaku kesiagaan dalam menjaga keseimbangan fisik
dan mental (Wowo Sunaryo, 2014). Bekerja berdiri statis dan lama akan
membebani otot tulang belakang. Suatu perlawanan (reaksi) terhadap suatu beban
(aksi) mengakibatkan otot mengalami kontraksi yang berlebihan. Kontraksi otot
tulang belakang yang kuat dalam waktu lama mengakibatkan keadaan yang
dikenal sebagai kelelahan (fatique). Postur tubuh pada tenaga kerja berdiri statis
tegak seperti tukang bubut, beban tubuh lebih banyak diterima oleh otot rangka
pada tulang belakang daripada kaki. Hal itu karena pada saat berdiri otot rangka
tulang kaki bisa menahan tubuh bergantian antara kaki kiri dan kaki kanan (bisa
relaksasi). Namun,pada posisi kerja berdiri pada otot rangka tulang belakang tidak
bisa relaksasi, otot itu akan menahan beban tubuh secara terus menerus. Apalagi
bila posisi berdiri membungkuk, maka akan lebih membebani otot rangka tulang

Universitas Sumatera Utara

17

belakang karena terjadi momen tubuh.Suatu perlawanan terhadap suatu beban
momen tubuh mengakibatkan otot mengalami kontraksi yang semakin berlebihan.
Kontraksi otot rangka tulang belakang yang kuat dan lama mengakibatkan
keadaan yang dikenal sebagai kelelahan (Gempur, 2013).
Menurut

Wowo

Sunaryo

(2014),

kecenderungan

lainnya

adalah

memerlukan tenaga lebih besar dibandingkan dengan posisi duduk, mengingat
kaki sebagai tumpuan tubuh Bekerja dengan posisi berdiri terus menerus sangat
mungkin akan terjadi penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh pada kaki, hal
ini akan bertambah bila berbagai bentuk dan ukuran sepatu yang tidak sesuai
seperti pembersih (clerks), dokter gigi, penjaga tiket, tukang cukur (barbers) pasti
memerlukan sepatu ketika bekerja, apabila sepatu tidak pas (tidak sesuai) maka
sangat mungkin sobek (bengkak) pada jari kaki, mata kaki, dan bagian sekitar
telapak kaki. Oleh karena itu perlu adanya penelitian lebih lanjut sepatu kerja
yang ergonomis. Sepatu yang baik adalah sepatu yang dapat menahan kaki
(tubuh), bukan kaki direpotkan untuk menahan sepatu. Desain sepatu untuk kerja
berdiri, ukuran sepatu harus lebih longgar dari ukuran telapak kaki, apabila bagian
sepatu di kaki terjadi penahanan yang sangat kuat pada tali sendi (ligamnet)
pergelangan kaki, dan hal itu terjadi pada jangka waktu yang lama, maka otot
rangka (muscles) akan mudah mengalami kelelahan (Gempur, 2004).
2.4.1 Sikap Kerja Tidak Alamiah
Menurut Tarwaka (2004), sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja
yang menyebabkan posisi bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah,
misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala

Universitas Sumatera Utara

18

terangkat, dan sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi
tubuh, maka semakin tinggi pula risiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap
kerja tidak alamiah ini pada umunya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja
dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja. Di
Indonesia sikap kerja tidak alamiah ini lebih banyak disebabkan oleh adanya
ketidaksesuaian antara dimensi alat dan stasiun kerja dengan ukuran tubuh
pekerja.
2.4.2 Sikap kerja berulang (aktivitas berulang)
Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus
seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat-angkut, dan
sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja
secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi (Tarwaka,
2004). Ketika bergerak ,otot dan tendon bekerja dengan memendek dan
memanjang. Peradangan pada tendon dan ligamen sangat mungkin terjadi jika
gerakan yang dilakukan berulang secara terus-menerus tanpa istirahat yang cukup
(Hardianto dan Yassierli, 2014).
2.5 Tulang Dalam Sistem Rangka Tubuh
Muskuloskeletal berasal dari kata muskulo (muskular) yang berarti otot
dan kata skeletal yang berarti rangka/tulang. Muskulo adalah jaringan otot-otot
tubuh,yang dipelajari secara khusus melalui myologi. Sedangkan yang dimaksud
dengan skeletal atau osteo adalah tulang kerangka tubuh,yang dipelajari dalam
ilmu osteologi. Otot rangka merupakan sekelompok otot untuk menggerakkan
berbagai bagian kerangka. Sistem muskulo dan skeletal mempunyai fungsi yang

Universitas Sumatera Utara

19

saling mendukung terutama dalam proses pergerakan dan pembentukan postur
tubuh (Tarwoto dkk, 2009).
Menurut Wowo Sunaryo (2014) struktur otot rangka atau musculoskeletal
manusia dibentuk oleh komponen utama seperti tulang, ligamen, tendon, otot dan
sendi. Fungsi utama sistem otot rangka kita adalah untuk menyokong dan
melindungi anggota tubuh, mempertahankan posisi tubuh, dan menghasilkan
gerakan.
1. Tulang, Ligamen dan Tendon
Sistem rangka kita terdiri atas 206 tulang yang berhubungan satu sama
lain. Tulang sangat berperan sebagai penyokong struktur tubuh dan pembentuk
formasi rangka tubuh. Fungsi lain tulang adalah untuk pergerakan bersama-sama
dengan otot, terutama tulang-tulang panjang pada lengan dan kaki. Tulang terdiri
atas sel-sel, matriks organik yang tersusun dari serat kolagen, dan garam-garam
anorganik, seperti fosfor dan kalsium. Bagian luar tulang berwujud padat, tapi
dalamnya terdapat perancah tulang spons yang menyerupai sarang lebah. Hal
inilah yang membuat tulang kita kuat namun ringan, sehingga tulang mampu
menopang tanpa membebani kita. Berbagai jenis tulang diantaranya :
1. Tulang panjang (seperti pada lengan dan kaki), yang bekerja seperti tuas
sehingga digunakan untuk menggerakkan tubuh.
2. Tulang pendek (seperti pada pergelangan tangan dan kaki) yang memiliki
kekuatan lebih besar dari tulang panjang namun dengan gerakan terbatas.
3. Tulang pipih (seperti pada tengkorak) untuk perlindungan organ tubuh
4. Tulang dengan bentuk tidak beraturan (tulang belakang).

Universitas Sumatera Utara

20

Secara umum, pada tubuh kita terdapat dua jenis serat yakni kolagen dan
elastik. Proporsi perbandingan kolagen dan elastic memengaruhi karakteristik
mekanis tiap jaringan yang ada pada tubuh. Karakteristik mekanis ini dapat dilihat
dari berbagai aspek, meliputi : kekerasan, kekuatan, serta daya tahan terhadap
pembebanan, gaya tekan, dan torsi dari luar, baik yang bersifat tiba-tiba maupun
berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama.
Ligamen merupakan jaringan yang menghubungkan antara dua buah
tulang dan berfungsi untuk mempertahankan stabilitas sendi. Otot-otot terhubung
pada tulang melalui tendon. Tendon berfungsi untuk meneruskan gaya dari otot.
Selain memiliki fungsi serupa, ligamen dan tendon berbeda dengan tulang karena
ligamen dan tendon memiliki proporsi kandungan serat kolagen yang lebih sedikit
dari tulang. Khususnya pada tendon, tendon dikelilingi oleh lapisan pembungkus
yang berperan besar untuk meredam gesekan ketika bergerak. Jika produksi cairan
ini terhambat, maka rasa ngilu dan sakit akan dirasakan ketika melakukan gerakan
yang berulang-ulang. Ligamen dan tendon adalah dua jenis jaringan yang paling
sering menderita kelainan akibat kerja dalam jangka panjang.
2. Otot Rangka
Struktur tubuh kita mempunyai sekitar 400 otot yang memiliki fungsi
masing-masing. Secara keseluruhan bobot otot hampir mencapai 40-50 % bobot
tubuh. Otot mengonsumsi hamper 50 % metabolisme tubuh. Berdasarkan aktivitas
geraknya, otot rangka dapat dikelompokkan seperti otot sinergis, otot antagonis,
otot fleksor, otot ekstensor, otot abductor, otot adductor.

Universitas Sumatera Utara

21

Otot

(rangka) mampu berkontraksi (memendek) dan berelaksasi

(memanjang). Otot (rangka) dan tulang bekerja sama untuk bergerak. Jika otot
sinergi berkontraksi, maka otot antagonis berelaksasi. Setiap proses kontraksi
membutuhkan energi yang diperoleh dari ATP ( adenosine triphosphate ) yang
dipecah membentuk ADP (adenosine diphosphate ). Menurut Hardianto dan
Yassierli (2014) kebutuhan ATP dalam jumlah besar disuplai dengan mengurai
karbohidrat, lemak dan protein yang tersimpan pada tubuh melalui proses
anaerobik dan proses aerobik.
2.6 Musculuskeletal Disorders

Menurut Soedirman dan Suma’mur (2014) dalam melakukan aktivitasnya,
penggunaan kerja otot yang tidak terkontrol dapat menimbulkan gangguan pada
otot rangka, yang dikenal dengan gangguan otot rangka ( musculoskeletal
disorders), yaitu :

1. Kelelahan dan keletihan terus menerus yang disebabkan oleh kegiatan yang
dilakukan dengan frekuensi atau periode waktu yang lama dari upaya otot,
pengulangan aktivitas atau upaya yang terus-menerus dari bagian tubuh yang
sama pada posisi tubuh yang statis.
2. Kerusakan tiba-tiba yang disebabkan oleh aktivitas yang sangat kuat /berat atau
pergerakan yang tidak terduga.
Gangguan musculuskeletal (MSDs) adalah cedera pada otot, saraf, tendon,
ligamen, sendi, tulang rawan atau cakram tulang belakang. MSDs biasanya hasil
dari setiap peristiwa sesaat atau akut (seperti slip, perjalanan, atau jatuh), selain
itu mencerminkan perkembangan yang lebih bertahap atau kronis (Wowo

Universitas Sumatera Utara

22

Sunaryo, 2014). Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian bagian otot
skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan
sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam
jangka waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan
pada sendi, ligamen, tendon. Keluhan dan kerusakan inilah biasanya diistilahkan
dengan keluhan MSDs (Tarwaka, 2004). MSDs biasanya diawali dengan keluhan
rasa nyeri. Rasa nyeri ini jika tidak segera ditangani akan menimbulkan rasa sakit
yang berlebihan dan berujung pada perubahan anatomi jaringan tubuh jika terusmenerus (Hardianto dan Yassierli, 2014).
Menurut Tarwaka (2015), secara garis besar keluhan otot dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1. Keluhan sementara (reversible ), yaitu keluhan otot terjadi pada saat otot
menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang
apabila pembebanan dihentikan.
2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap.
Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot
masih terus berlanjut.
Sinyal adanya indikasi MSDs adalah sakit, kegelisahan, kesemutan,
kematian rasa, rasa terbakar, pembengkakan, kekakuan, kram, kekuatan
genggaman di tangan bergerak, rentang gerak pendek, perubahan keseimbangan
tubuh, sesak, atau hilangnya fleksibilitas. Risiko kerja apabila tidak dikendalikan
baik oleh diri sendiri, maupun oleh manajemen tempat kerja dapat menyebabkan

Universitas Sumatera Utara

23

berbagai gangguan terhadap tubuh pekerja baik saat terjadi maupun dirasakan
pada waktu jangka panjang (Wowo Sunaryo, 2014).
Perlu dicatat bahwa suatu gangguan pada sistem otot rangka dapat
disebabkan oleh satu atau kombinasi beberapa faktor risiko. Semakin banyak
faktor risiko yang melekat pada suatu pekerjaan, risiko gangguan MSDs yang
mungkin terjadi juga semakin besar (Hardianto dan Yassierli, 2014).
2.6.1 Faktor Penyebab Terjadinya Keluhan Musculoskeletal
Menurut Tarwaka (2004) terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya keluhan otot skeletal, yaitu :
1. Peregangan Otot yang Berlebihan
Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan oleh
pekerja dimana aktiitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti
aktivitas mengangkat, mendorong, menarik, dan menahan beban yang berat.
2. Aktivitas Berulang
Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus
menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat-angkut, dan
sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja
secara terus-menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi.
3. Sikap Kerja Tidak Alamiah
Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap yang menyebabkan posisi bagianbagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan
terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat, dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

24

Semakin jauh posisi bagian tubuh dari gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula
risiko terjadinya keluhan otot skeletal.
4. Faktor Penyebab Sekunder
a. Tekanan
Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak. Sebagai
contoh, pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang
lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat, dan apabila hal ini
sering terjadi, dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap.
b. Getaran
Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot
bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar,
penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot.
c. Mikrolimat
Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan,
kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja lamban, sulit bergerak
yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot.
5. Penyebab kombinasi
a.

Umur
Pada umumnya keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja,yaitu

25-65 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35 tahun dan tingkat
keluhan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya umur.

Universitas Sumatera Utara

25

b.

Jenis Kelamin
Walaupun masih ada perdebatan pendapat dari beberapa ahli tentang

pengaruh jenis kelamin terhadap risiko keluhan otot skeletal, namun beberapa
hasil penelitian secara signifikan menunjukkan bahwa jenis kelamin sangat
mempengaruhi tingkat resiko keluhan otot.
c.

Kebiasaan Merokok
Sama hal nya dengan faktor jenis kelamin, pengaruh kebiasaan merokok

terhadap risiko keluhan otot juga masih diperdebatkan dengan para ahli, namun
demikian beberapa penelitian telah membuktikan bahwa meningkatnya keluhan
otot sangat erat hubungan nya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok.
d.

Kesegaran Jasmani
Pada umumnya keluhan otot lebih jarang ditemukan pada seseorang yang

dalam aktivitas kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk istirahat.
e.

Kekuatan Fisik
Sama halnya dengan beberapa faktor lainnya, hubungan antara kekuatan

fisik dengan resiko keluhan otot skeletal juga masih diperdebatkan. Beberapa
hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kekuatan fisik
dengan keluhan otot skeletal.
f.

Ukuran Tubuh
Walaupun pengaruhnya relatif kecil, berat badan, tinggi badan dan massa

tubuh merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal.

Universitas Sumatera Utara

26

2.6.2 Jenis Keluhan MSDs
Menurut Hardianto dan Yassierli (2014) berdasarkan jenisnya, gangguan
MSDs dapat dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu :
a. Gangguan MSDs pada Tendon
Gangguan pada tendon biasanya berupa peradangan yang diakibatkan oleh
gerakan berulang dan secara terus-menerus membebani suatu tendon tertentu
tanpa istirahat yang cukup. Tendinitis merupakan nama umum peradangan pada
jaringan tendon. Selain disebabkan oleh 4 faktor risiko MSDs (kerja otot yang
berat, aktivitas kerja yang berulang, durasi waktu yang lama, dan istirahat yang
kurang), tendinitis juga dipengaruhi oleh faktor usia. Semakin bertambahnya usia
maka elastisitas tendon semakin berkurang. Tendinitis biasanya paling sering di
derita oleh bagian tubuh seperti bahu, siku, pergelangan tangan dan tumit.
Beberapa jenis pekerjaan yang berpotensi menyebabkan tendinitis ialah pekerjaan
kontruksi bangunan, pekerjaan entry data pada computer pekerjaan jahit dan
sebagainya. Pekerjaan tersebut merupakan karakteristik berulang-ulang dengan
waktu siklus yang singkat dan hanya melibatkan otot dan tendon tertentu secara
terus-menerus dalam bekerja.
Gejala munculnya tendinitis biasanya di awali dengan rasa nyeri karena
peradangan jaringan tendon. Rasa sakit dirasakan baik ketika diraba maupun saat
digerakkan. Untuk mencegah munculnya tendinitis, pekerja biasanya disarankan
untuk melakukan peregangan disela-sela pekerjaan dan memastikan otot dan
tendon yang bekerja tersebut mendapatkan istirahat yang cukup. Contoh bentuk

Universitas Sumatera Utara

27

gangguan pada tendon yang sering terjadi di industri adalah tennis elbow dan de
Quertain’s disease.
Tennis elbow merupakan bentuk peradangan pada otot-otot ekstensor

lengan yang menyebabkan nyeri pada sisi lateral siku. Kelainan ini banyak
dialami oleh pemain tenis atau mereka yang menggunakan lengan bawah pada
posisi pronasi secara berulang-ulang, misalnya gerakan seperti menggunakan
obeng. Penderita tennis elbow ini akan merasakan nyeri saat mengepalkan tangan,
mengangkat barang yang berat, atau saat melakukan pukulan seperti back-hand.
De Quervain’s disease merupakan penamaan spesifik untuk peradangan
pada bagian tendon ibu jari. Gejala penyakit ini berupa rasa nyeri, bengkak pada
bagian ibu ajari dan kesulitan menggenggam. Dalam kondisi yang parah,
peradangan ini akan mengganggu gerak tangan, khususnya ibu jari. Penggunaan
secara berlebih dan berulang pada bagian ibu jari dalam menekan, mengambil
material atau memutar suatu benda diduga sebagai penyebab munculnya penyakit
ini. Oleh karena itu, seseorang yang bekerja dengan banyak menggunakan ibu jari
dalam pergerakannya memiliki risiko menderita gangguan ini.
b. Gangguan MSDs pada Sendi
Bursitis atau dikenal juga sebagai housemaid’s knee merupakan salah satu

peradangan pada bursa (cairan pada sendi), yang biasanya terjadi pada lutut. Bursa
berfungsi untuk mengurangi gesekan ketika ligamen atau otot bergeser.
Peradangan bursa terjadi ketika mengalami tekanan berlebih dan berulang
(misalnya sering berlutut terlalu lama), yang kemudian mengakibatkan

Universitas Sumatera Utara

28

pembengkakan dan sakit. Walaupun lutut merupakan sendi yang paling sering
terkena bursitis, bursitis juga dapat menyerang sendi yang lain.
c. Gangguan MSDs pada Jaringan Saraf
Nyeri punggung merupakan salah satu bentuk jaringan saraf yang paling
sering dialami pekerja industri, terutama bagian bawah punggung yang dikenal
dengan nyeri punggung bagian bawah. Salah satu penyebab nyeri punggung
adalah bergesernya bantalan tulang belakang sehingga menekan saraf belakang.
Penyebab lain nyeri punggung adalah spondilosis, yaitu kerusakan pada sendi
tulang belakang akibat aus atau terkikisnya tulang rawan yang yang melindungi
ruas tulang belakang.
Carpal tunnel syndrome (CTS) merupakan gangguan saraf pada

pergelangan tangan. Saat ini, selain nyeri punggung bawah, CTS mulai nampak
dikeluhkan oleh pekerja di industri. Kelainan yang muncul disebabkan oleh
pembengkakan tendon pada bagian pergelangan tangan karena tekanan yang
terus-menerus. Pembengkakan tersebut menekan saraf di pergelangan tangan.
Diperkantoran, CTS umumnya diderita oleh pekerja yang menggunakan keyboard
dan mouse secara intensif dengan posisi kerja yang salah. Posisi yang salah
terdeteksi dari posisi pergelangan tangan yang menekuk ke bawah, ke atas atau ke
samping, yang seharusnya tetap dipertahankan lurus. CTS juga dialami akibat
kerja yang membutuhkan gerakan-gerakan menekuk pada bagian pergelangan
tangan secara berulang. Gejala awal dari kelainan ini dapat berupa rasa pegal atau
nyeri pada bagian pergelangan tangan, bahkan jari tangan khususnya ibu jari, jari

Universitas Sumatera Utara

29

tengah dan telunjuk. Jika tidak segera ditangani, rasa nyeri ini dapat berakibat
pada sakit yang berkepanjangan dan berkurangnya kekuatan otot.
d. Gangguan MSDs pada Jaringan Neurovaskular.
Jaringan neurovaskular berkaitan dengan jaringan saraf dan pembuluh
darah. Salah satu bentuk gangguan pada neurovaskular adalah white finger atau
reynaud’s syndrome. Sesuai dengan namanya, jari seseorang yang menderita
penyakit ini berwarna putih. Selain itu, kondisi ini juga disertai oleh rasa nyeri
berlebih dan kehilangan sensivitas tangan untuk meraba. Hal ini diduga karena
penurunan aliran darah ke daerah yang seharusnya dituju.
2.6.3 Relaksasi Otot
Relaksasi otot yang dapat dilakukan untuk pengendalian keluhan MSDs
adalah sebagai berikut :
a. Duduk dan menyandarkan punggung pada kursi
b. Menggerak-gerakkan tangan atau dengan meluruskan tangan ke depan atau
ke bawah
c. Memutar leher secara perlahan dari bawah, ke samping kemudian ke atas
atau dengan menggerakkan leher ke atas dan ke bawah secara bergantian
d. Menggerakkan pinggang ke kiri dan ke kanan secara bergantian atau
dengan meluruskan pinggang
e. Menggerakkan kaki dengan berjalan atau dengan menekuk kaki ke
belakang.

Universitas Sumatera Utara

2.7 Nordic Body Map
Menurut Hardianto dan Yassierli (2014), salah satu kuesioner yang sering
digunakan di industri adalah kuesioner NORDIC. Kuesioner ini secara lengkap
menggambarkan bagian-bagian tubuh yang mungkin dikeluhkan oleh pekerja
mulai dari leher hingga pergelangan kaki. Kuesioner ini juga mampu
menggambarkan persepsi pekerja, apakah keluhan yang dirasakan berhubungan
dengan pekerjaan atau tidak. Pengisiannya sebaiknya dilengkapi dengan
pertanyaan umum seperti usia dan jenis kelamin . Penilaian Nordic Body Map
berdasarkan jawaban yang diberikan oleh pekerja berdasarkan tingkat keluhan,
diantaranya tidak sakit, agak sakit, sakit, dan sangat sakit (Santoso, 2004).
Menurut Tarwaka (2015) di bawah ini adalah contoh desain penilaian dengan
skala likert, dimana :
a. Skor 0 : tidak ada keluhan/ kenyerian pada otot-otot atau tidak ada rasa sakit
sama sekali yang dirasakan oleh pekerja selama melakukan pekerjaan (tidak
sakit ).
b. Skor 1 : dirasakan sedikit adanya keluhan atau kenyerian pada bagian otot,
tetapi belum mengganggu pekerjaan (agak sakit).
c. Skor 2 : responden merasakan adanya keluhan/ kenyerian atau sakit pada
bagian otot dan sudah mengganggu pekerjaan, tetapi rasa kenyerian segera
hilang setelah dilakukan istirahat dari pekerjaan.
d. Skor 3 : responden merasakan keluhan sangat sakit atau nyeri pada bagian otot
dan kenyerian tidak segera hilang meskipun telah beristirahat yang lama atau
bahkan diperlukan obat pereda nyeri otot (sangat sakit).

30
Universitas Sumatera Utara

31

Tabel 2.1 Klasifikasi Subyektivitas Tingkat Risiko Sistem Musculoskeletal
Berdasarkan Total Skor Individu
Total Skor Keluhan Tingkat
Individu
Risiko
0 – 20
0
21 – 41

1

42 – 62
63 – 84

2
3

Kategori Tindakan Perbaikan
Risiko
Rendah
Belum diperlukan tindakan
perbaikan
Sedang
Mungkin diperlukan tindakan
dikemudian hari
Tinggi
Diperlukan tindakan segera
Sangat
Diperlukan tindakan
Tinggi
menyeluruh sesegera mungkin.

Gambar 2.1 Nordic Body Map
Keterangan Gambar :
0. Leher bagian atas

14. Pergelangan Tangan Kiri

1. Leher Bagian Bawah

15. Pergelangan Tangan Kanan

2. Bahu Kiri

16. Tangan Kiri

3. Bahu Kanan

17. Tangan Kanan

4. Lengan Atas Kiri

18. Paha Kiri

5. Punggung

19. Paha Kanan

Universitas Sumatera Utara

32

6. Lengan Atas Kanan

20. Lutut Kiri

7. Pinggang

21. Lutut Kanan

8. Bokong

22. Betis Kiri

9. Pantat

23. Betis Kanan

10. Siku Kiri

24. Pergelangan Kaki Kiri

11. Siku Kanan

25. Pergelangan Kaki Kanan

12. Lengan Bawah Kiri

26. Kaki Kiri

13. Lengan Bawah Kanan

27. Kaki Kanan

2.8. REBA (Rapid Entire Body Assessment)
REBA adalah metode yang dikembangkan oleh Sue Hignett dan Lynn
McAtamney yang secara efektif digunakan untuk menilai postur tubuh pekerja,
tenaga yang digunakan dari pergerakan pekerja. Selain itu metode REBA
memperhitungkan beban yang ditangani dalam suatu sistem kerja, couplingnya
dan aktivitas yang dilakukan. Metode ini relatif mudah digunakan karena untuk
mengetahui nilai suatu anggota tubuh tidak diperlukan besar sudut yang spesifik,
hanya berupa range sudut. Terdapat enam tahapan proses perhitungan yang dilalui
yaitu :
1. Amati pekerjaan yang dilakukan
2. Tentukan bagian tubuh yang akan diberi penilaian
3. Berikan penilaian terhadap postur tubuh
4. Lakukan proses penilaian
5. Tentukan dan buat nilai REBA
6. Konfirmasi dan tegaskan level tindakan Reba yang akan dilakukan.

Universitas Sumatera Utara

33

REBA dalam jurnal Handbook of Human Factor and ergonomic Methods
(2005) menyebutkan untuk masing-masing tugas, menilai faktor postur tubuh
dengan penilaian pada masing-masing grup yang terdiri dari :
Grup A

: Batang tubuh (trunk), leher (neck) dan kaki (leg)

Grup B

: Lengan atas (upper arms), lengan bawah (lower arms) dan
pergelangan tangan (wrist).

1. Grup A

Gambar 2.2 Pergerakan Punggung
Tabel 2.2 Skor Pergerakan Punggung
Pergerakan
Posisi normal
00 – 200 Fleksi
00–200Ekstensi
200 – 600 Fleksi
200 – 600 Ekstensi
>600 Fleksi

Skor
1
2

Skor perubahan
+1jika berputar atau pinggang
fleksi

3
4

Gambar 2.3 Pergerakan Leher

Universitas Sumatera Utara

34

Tabel 2.3 Skor Pergerakan Leher
Pergerakan

Skor

00–200 Fleksi
1
>20 Fleksi atau 2
ekstensi

Skor perubahan
+1 jika berputar atau leher fleksi

Gambar 2.4 Pergerakan Kaki

Tabel 2.4 Skor Pergerakan Kaki
Posisi
Skor
Posisi normal / seimbang 1
(berjalan atau duduk)
Postur tidak seimbang
2

Skor perubahan
+1 jika lutut antara 300 dan 600
fleksi
+2 jika lutut >600 fleksi (tidak
untuk posisi duduk)

Beban (Load)
Tabel 2.5 Skor Beban (Load)
Pergerakan
< 5 kg
5-10 Kg
>10 kg

Skor
1
2
3

Skor Perubahan
+ 1 jika kekuatan cepat

2. Grup B

Gambar 2.5 Pergerakan Lengan Atas

Universitas Sumatera Utara

35

Tabel 2.6 Skor Pergerakan Lengan Atas
Posisi
200 Ekstensi hingga
200 Fleksi
>200 Ekstensi
200-450 Fleksi
450-900 Fleksi
>900 Fleksi

Skor
1
2

Skor perubahan
+1 jika lengan dipaksakan dan berputar
+1 jika bahu terangkat
-1 jika berat lengan ditopang untuk
menahan gravitasi

3
4

Gambar 2.6 Pergerakan Lengan Bawah
Tabel 2.7 Skor Pergerakan Lengan Bawah
Pergerakan
600-1000 Fleksi
1000 Fleksi

Skor
1
2

Gambar 2.7 Pergelangan Tangan
Tabel 2.8 Skor Pergelangan Tangan
Pergerakan
00-150Fleksi/
Ekstensi
>150Fleksi/
Ekstensi

Skor
1

Skor Perubahan
+1 jika putaran pergelangan
menjauhi sisi tengah

tangan

2

Universitas Sumatera Utara

36

Genggaman (Coupling)
Tabel 2.9 Skor Genggaman (Coupling)
Baik
Sedang

Skor
0
1

Kurang baik

2

Tidak dapat diterima

3

Coupling

Keterangan
Kekuatan pegangan baik
Pegangan bagus tetapi tidak ideal atau
kopling cocok dengan bagian tubuh
Pegangan tangan tidak sesuai walupun
mungkin
Kaku, pegangan tidak nyaman, tidak
ada pegangan atau kopling tidak sesuai
dengan bagian tubuh

3.Grup C
Aktivitas Skor
Tabel 2.10 Aktivitas Skor
Skor
+1
+1
+1

Keterangan
Jika salah satu atau lebih bagian tubuh statis,
seperti memegang lebih dari satu menit
Jika tindakan berulang-ulang seperti mengulangi
>4 kali per menit (tidak termasuk berjalan)
Jika tindakan menyebabkan jarak yang bsar dan
postur berubah (tidak stabil)

Tabel 2.11 Tabel A : Skor Untuk Bagian Tubuh A (Tubuh, Leher, Kaki)
Leher
1
Tubuh
1
2
3
4
5

2

3

Kaki 1

2

3

4

1

2

3

4

1

2

3

4

1
2
2
3
4

2
3
4
5
6

3
4
5
6
7

4
5
6
7
8

1
3
4
5
6

2
4
5
6
7

3
5
6
7
8

4
6
7
8
9

3
4
5
6
7

3
5
6
7
8

5
6
7
8
9

6
7
8
9
9

Universitas Sumatera Utara

37

Tabel 2.12 Tabel B : Skor Untuk Bagian Tubuh B (Lengan Atas, Lengan
Bawah, dan Pergelangan Tangan)
Lengan Bawah
Pergelangan Tangan
Lengan
Atas
1
2
3
4
5
6

1

1
2

3

1

2
2

3

1
1
3
4
6
7

2
2
4
5
7
8

2
3
5
5
8
8

1
2
4
5
7
8

2
3
5
6
8
9

3
4
5
7
8
9

Tabel 2.13 Tabel C : Skor Akhir

S
K
O
R
G
R
U
P
A

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

1
1
1
2
3
4
6
7
8
9
10
11
12

2
1
2
3
4
4
6
7
8
9
10
11
12

3
1
2
3
4
4
6
7
8
9
10
11
12

4
2
3
3
4
5
7
8
9
10
11
11
12

SKOR GRUP B
5
6
7
3
3
4
4
4
5
4
5
6
5
6
7
6
7
8
8
8
9
9
9
9
10 10 10
10 10 11
11 11 11
12 12 12
12 12 12

8
5
6
7
8
8
9
10
10
11
12
12
12

9
6
6
7
8
9
10
10
10
11
12
12
12

10
7
7
8
9
9
10
11
11
12
12
12
12

11
7
7
8
9
9
10
11
11
12
12
12
12

12
7
8
8
9
9
10
11
11
12
12
12
12

Nilai Level Tindakan Reba
Tabel 2.14 Nilai Level Tindakan Reba
Skor Reba
1
2-3
4-7
8-10
11-15

Level Risiko
Dapat diabaikan
Kecil
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi

Level Tindakan
0
1
2
3
4

Tindakan
Tidak diperlukan
Mungkin diperlukan
Perlu
Segera
Sekarang juga

Universitas Sumatera Utara

38

Gambar 2.8 REBA Scoring Sheet

Universitas Sumatera Utara