Gambaran Sikap Kerja dan Keluhan Musculoskeletal Disorders Pada Operator SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan Tahun 2016

(1)

65

LAMPIRAN 1 Kuesioner Nordic Body Map

Nama :………

Umur :………...

Jenis kelamin :………...

Apa yang Anda rasakan sakit / lelah / keluhan ketika kerja ?

Berilah tanda √ pada kolom yang tersedia di bawah ini.

Gambar Nordic Body Map


(2)

NO JENIS KELUHAN TINGKAT KELUHAN Tidak

sakit

Agak sakit

Sakit Sakit sekali 0 Sakit/kaku di leher bagian atas

1 Sakit/kaku di leher bagian bawah

2 Sakit di bahu kiri 3 Sakit di bahu kanan 4 Sakit pada lengan atas kiri 5 Sakit di punggung

6 Sakit pada lengan atas kanan 7 Sakit pada pinggang

8 Sakit pada bokong 9 Sakit pada pantat 10 Sakit pada siku kiri 11 Sakit pada siku kanan

12 Sakit pada lengan bawah kiri 13 Sakit pada lengan bawah kanan 14 Sakit pada pergelangan tangan

kiri

15 Sakit pada pergelangan tangan kanan

16 Sakit pada tangan kiri 17 Sakit pada tangan kanan 18 Sakit pada paha kiri 19 Sakit pada paha kanan 20 Sakit pada lutut kiri 21 Sakit pada lutut kanan 22 Sakit pada betis kiri 23 Sakit pada betis kanan

24 Sakit pada pergelangan kaki kiri 25 Sakit pada pergelangan kaki

kanan

26 Sakit pada kaki kiri 27 Sakit pada kaki kanan


(3)

67


(4)

(5)

69

DOKUMENTASI

Operator 1 menekan jumlah nominal pada layar Operator 2 meletakkan nozzle pada tangki

Operator 3 meletakkan nozzle pada tangki Operator 4 menekan jumlah nominal pada layar


(6)

Operator 5 menekan jumlah nominal pada layar Operator 6 menekan jumlah nominal pada layar

Operator 7 meletakkan nozzle pada tangki Operator 8 mengangkat nozzle


(7)

71

Operator 9 meletakkan nozzle pada tangki Operator10 menekan jumlah nominal pada layar

Operator 11 meletakkan nozzle pada tangki Operator 12 menekan jumlah nominal pada layar


(8)

Operator 13 menekan jumlah nominal pada layar Operator 14 meletakkan nozzle pada tangki


(9)

73


(10)

(11)

75


(12)

(13)

77

Keterangan

Umur : Umur responden (tahun)

Umur k : Umur responden dalam kategori (1:17-23, 2:24-30) Jenis kelamin : Jenis kelamin responden (1:laki-laki, 2:perempuan) Masa kerja : Masa kerja responden (bulan)

Masa kerja k : Masa kerja responden dalam kategori (1:6-18, 2:19-31, 3:32-48) P0 : Sakit kaku di leher bagian atas

P1 : Sakit kaku di leher bagian bawah

P2 : Sakit di bahu kiri

P3 : Sakit di bahu kanan

P4 : Sakit lengan atas kiri

P5 : Sakit di punggung

P6 : Sakit lengan atas kanan

P7 : Sakit pada pinggang

P8 : Sakit pada bokong

P9 : Sakit pada pantat

P10 : Sakit pada siku kiri

P11 : Sakit pada siku kanan

P12 : Sakit lengan bawah kiri

P13 : Sakit lengan bawah kanan

P14 : Sakit pergelangan tangan kiri P15 : Sakit pergelangan tangan kanan P16 : Sakit pada tangan kiri

P17 : Sakit pada tangan kanan


(14)

P19 : Sakit pada paha kanan P20 : Sakit pada lutut kiri P21 : Sakit pada lutut kanan P22 : Sakit pada betis kiri

P23 : Sakit pada betis kanan

P24 : Sakit pada pergelangan kaki kiri P25 : Sakit pada pergelangan kaki kanan

P26 : Sakit pada kaki kiri

P27 : Sakit pada kaki kanan

Keluhan : Total skor keluhan responden

Keluhan k : Tingkat risiko keluhan MSDs (0:rendah, 1:sedang, 2:tinggi, 3:sangat tinggi) Sikap kerja : Skor akhir sikap kerja reponden

Sikap kerja k : Kategori risiko sikap kerja responden (0:dapat diabaikan, 1:kecil, 2:sedang, 3:tinggi, 4:sangat tinggi


(15)

79

OUTPUT

umur responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 17-23 tahun 9 64.3 64.3 64.3

24-30 tahun 5 35.7 35.7 100.0

Total 14 100.0 100.0

jenis kelamin responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid laki-laki 9 64.3 64.3 64.3

perempuan 5 35.7 35.7 100.0

Total 14 100.0 100.0

masa kerja reponden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 6-18 bulan 5 35.7 35.7 35.7

19-31 bulan 4 28.6 28.6 64.3

32-48 bulan 5 35.7 35.7 100.0

Total 14 100.0 100.0

sakit kaku di leher bagian atas

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak sakit 5 35.7 35.7 35.7

agak sakit 6 42.9 42.9 78.6

sakit 3 21.4 21.4 100.0

Total 14 100.0 100.0

sakit kaku di leher bagian bawah

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak sakit 8 57.1 57.1 57.1

agak sakit 4 28.6 28.6 85.7

sakit 1 7.1 7.1 92.9

sangat sakit 1 7.1 7.1 100.0

Total 14 100.0 100.0


(16)

sakit di bahu kiri

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak sakit 8 57.1 57.1 57.1

agak sakit 2 14.3 14.3 71.4

sakit 3 21.4 21.4 92.9

sangat sakit 1 7.1 7.1 100.0

Total 14 100.0 100.0

sakit di bahu kanan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak sakit 5 35.7 35.7 35.7

agak sakit 4 28.6 28.6 64.3

sakit 3 21.4 21.4 85.7

sangat sakit 2 14.3 14.3 100.0

Total 14 100.0 100.0

sakit lengan atas kiri

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak sakit 4 28.6 28.6 28.6

agak sakit 8 57.1 57.1 85.7

sakit 2 14.3 14.3 100.0

Total 14 100.0 100.0

sakit di punggung

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak sakit 3 21.4 21.4 21.4

agak sakit 9 64.3 64.3 85.7

sakit 2 14.3 14.3 100.0

Total 14 100.0 100.0

sakit lengan atas kanan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak sakit 4 28.6 28.6 28.6

agak sakit 8 57.1 57.1 85.7

sakit 2 14.3 14.3 100.0

Total 14 100.0 100.0


(17)

81

sakit pada pinggang

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak sakit 2 14.3 14.3 14.3

agak sakit 4 28.6 28.6 42.9

sakit 7 50.0 50.0 92.9

sangat sakit 1 7.1 7.1 100.0

Total 14 100.0 100.0

sakit pada bokong

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak sakit 9 64.3 64.3 64.3

agak sakit 3 21.4 21.4 85.7

sakit 1 7.1 7.1 92.9

sangat sakit 1 7.1 7.1 100.0

Total 14 100.0 100.0

sakit pada pantat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak sakit 13 92.9 92.9 92.9

agak sakit 1 7.1 7.1 100.0

Total 14 100.0 100.0

sakit pada siku kiri

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak sakit 10 71.4 71.4 71.4

agak sakit 4 28.6 28.6 100.0

Total 14 100.0 100.0

sakit pada siku kanan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak sakit 7 50.0 50.0 50.0

agak sakit 7 50.0 50.0 100.0

Total 14 100.0 100.0


(18)

sakit lengan bawah kiri

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak sakit 9 64.3 64.3 64.3

agak sakit 3 21.4 21.4 85.7

sakit 2 14.3 14.3 100.0

Total 14 100.0 100.0

sakit lengan bawah kanan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak sakit 7 50.0 50.0 50.0

agak sakit 5 35.7 35.7 85.7

sakit 2 14.3 14.3 100.0

Total 14 100.0 100.0

sakit pergelangan tangan kiri

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak sakit 7 50.0 50.0 50.0

agak sakit 4 28.6 28.6 78.6

sakit 3 21.4 21.4 100.0

Total 14 100.0 100.0

sakit pergelangan tangan kanan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak sakit 5 35.7 35.7 35.7

agak sakit 7 50.0 50.0 85.7

sakit 2 14.3 14.3 100.0

Total 14 100.0 100.0

sakit pada tangan kiri

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak sakit 7 50.0 50.0 50.0

agak sakit 2 14.3 14.3 64.3

sakit 5 35.7 35.7 100.0

Total 14 100.0 100.0


(19)

83

sakit pada tangan kanan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak sakit 4 28.6 28.6 28.6

agak sakit 5 35.7 35.7 64.3

sakit 4 28.6 28.6 92.9

sangat sakit 1 7.1 7.1 100.0

Total 14 100.0 100.0

sakit pada paha kiri

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak sakit 5 35.7 35.7 35.7

agak sakit 5 35.7 35.7 71.4

sakit 4 28.6 28.6 100.0

Total 14 100.0 100.0

sakit pada paha kanan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak sakit 5 35.7 35.7 35.7

agak sakit 5 35.7 35.7 71.4

sakit 4 28.6 28.6 100.0

Total 14 100.0 100.0

sakit pada lutut kiri

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak sakit 6 42.9 42.9 42.9

agak sakit 5 35.7 35.7 78.6

sakit 2 14.3 14.3 92.9

sangat sakit 1 7.1 7.1 100.0

Total 14 100.0 100.0

sakit pada lutut kanan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak sakit 6 42.9 42.9 42.9

agak sakit 5 35.7 35.7 78.6

sakit 2 14.3 14.3 92.9

sangat sakit 1 7.1 7.1 100.0

Total 14 100.0 100.0


(20)

sakit pada betis kiri

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak sakit 3 21.4 21.4 21.4

agak sakit 6 42.9 42.9 64.3

sakit 4 28.6 28.6 92.9

sangat sakit 1 7.1 7.1 100.0

Total 14 100.0 100.0

sakit pada betis kanan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak sakit 3 21.4 21.4 21.4

agak sakit 6 42.9 42.9 64.3

sakit 4 28.6 28.6 92.9

sangat sakit 1 7.1 7.1 100.0

Total 14 100.0 100.0

sakit pada pergelangan kaki kiri

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak sakit 7 50.0 50.0 50.0

agak sakit 4 28.6 28.6 78.6

sakit 3 21.4 21.4 100.0

Total 14 100.0 100.0

sakit pada pergelangan kaki kanan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak sakit 6 42.9 42.9 42.9

agak sakit 5 35.7 35.7 78.6

sakit 3 21.4 21.4 100.0

Total 14 100.0 100.0

sakit pada kaki kiri

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak sakit 4 28.6 28.6 28.6

agak sakit 4 28.6 28.6 57.1

sakit 6 42.9 42.9 100.0

Total 14 100.0 100.0


(21)

85

sakit pada kaki kanan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak sakit 4 28.6 28.6 28.6

agak sakit 4 28.6 28.6 57.1

sakit 6 42.9 42.9 100.0

Total 14 100.0 100.0

tingkat risiko keluhan MSDs

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid rendah 5 35.7 35.7 35.7

sedang 8 57.1 57.1 92.9

tinggi 1 7.1 7.1 100.0

Total 14 100.0 100.0

kategori risiko sikap kerja responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sedang 13 92.9 92.9 92.9

tinggi 1 7.1 7.1 100.0

Total 14 100.0 100.0


(22)

63

DAFTAR PUSTAKA

Anies, 2014. Kedokteran Okupasi Berbagai Penyakit Akibat Kerja Dan Upaya Penanggulangan Dari Aspek Kedokteran. Cetakan Pertama, Depok, Sleman, Yogyakarta. Penerbit AR-RUZZ MEDIA.

Hartatik, S., dan Mahawati, E., 2014. Hubungan Antara Sikap Kerja dan Pola Kerja Terhadap Keluhan Subyektif Musculoskeletal Pada Karyawan Bagian Sortir Area Finishing di PT Pura Barutama Unit Pm 5/6/9 Kudus. Semarang. http://eprints.dinus.ac.id/7953/1/jurnal_13732.pdf. (diakses 25 Februari 2016).

Iridiastadi, H., dan Yassierli., 2014. Ergonomi Suatu Pengantar. Surabaya, Rosda. Nelly, K., 2011. Sikap Kerja Yang Menimbulkan Keluhan Muskuloskeletal dan Meningkatkan Beban Kerja Pada Tukang Bentuk Keramik. Vol. 10, No. 1. ISSN1412-6869.

journals.ums.ac.id/index.php/jiti/article/download/1248/809.(diakses 25 Februari 2016).

Nurmianto, 2005. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi Kedua, Surabaya.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.01/MEN/1981. Putri, A., 2015. Hubungan Sikap Kerja Dengan Keluhan Muskuloskeletal

Disorders Pada Penjahit Di Pusat Industri Kecil Menteng Medan. FKM USU (Skripsi).

Stanton, N.; Hedge, A.; Brookhuis, K.; Salas, E., and Hendrick, H. 2005. Rapid Entire Assessment.Handbook of Human Factors and Ergonomic Methods. ISBN 0-415-28700-6.8-1.

Santoso, G., 2004. Ergonomi Manusia, Peralatan dan Lingkungan. Cetakan Pertama, Jakarta, Dipublish Prestasi Pustaka.

2013. Ergonomi Terapan. Cetakan Pertama, Jakarta, Dipublish Prestasi Pustaka.

Soedirman, dan Suma’mur. P.K., 2014. Kesehatan Kerja Dalam Perspektif Hiperkes Dan Keselamatan Kerja. Jakarta, Penerbit Erlangga.

Sulianta, F., 2014. Ergonomika Dan Manajemen Teknologi Informasi. Bandung, Penerbit Andi.


(23)

64

Suma’mur, 2009. Higiene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja (HIPERKES). Jakarta, Sagung Seto.

Sunaryo, K.W., 2014. Ergonomi dan K3. Cetakan Pertama. Bandung, Penerbit PT REMAJA ROSDAKARYA.

Sumantri, A., 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta. Penerbit KENCANA PRENADA MEDIA GROUP.

Syahdradjarat, T., 2015. Panduan Menulis Tugas Akhir Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta, Percetakan Fajar Interpratama Mandiri.

Tarwaka, 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja. Surakarta, UNIBA PRESS.

. 2015. Ergonomi Industri. Surakarta, HARAPAN PRESS.

Tarwoto.; Aryani.A., dan Wartonah. 2009. Anatomi dan Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta, Penerbit Trans Info Media.

Trijoko, 2012. Hubungan Sikap Kerja Tidak Alamiah dengan Keluhan Muskuloskeletal Pada Pengrajin Tembaga dan Kuningan Bagian Pembentukan di Tumang Cepogo Boyolali. Skripsi. Surakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Diakses 13 Juli 2015.

Utari, F.Y., 2015. Hubungan Sikap Kerja Dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders Pada Penyortir Tembakau Di Gudang Sortasi Tembakau Kebun Klumpang SUTK PTPN II. FKM USU (Skripsi).

Wakhid, M., Analisis Postur Kerja Pada Aktivitas Pengangkutan Buah Kelapa Sawit Dengan Menggunakan Metode Rapid Entire Body Assessment (Reba).


(24)

39 BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat deskriptif untuk mengetahui gambaran sikap kerja dan keluhan musculoskeletal disorders

pada operator SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan tahun 2016. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

1.Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan. 2.Waktu Penelitan

Penelitian dilakukan mulai penulisan proposal hingga skripsi yaitu Februari-Agustus 2016.

3.3 Populasi dan Sampel 1.Populasi

Menurut Syahdradjarat (2015) yang mengutip pendapat Notoadmojo, populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang ingin diteliti. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 14 orang yaitu seluruh operator SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan Tahun 2016.

2 .Sampel

Menurut Syahdradjarat (2015) yang mengutip pendapat Notoadmojo, sampel adalah sebagian objek dari keseluruhan populasi dan dianggap mampu mewakili seluruh populasi tersebut dalam pengambilannya diperlukan teknik tertentu sehingga sampel tersebut dapat mewakili populasi. Sampel dalam


(25)

40

penelitian ini adalah total sampling, yaitu seluruh operator SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan sebanyak 14 orang.

3.4 Sumber Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data primer. Metode pengumpulan data diperoleh dengan wawancara dengan pihak SPBU dan wawancara kepada operator serta membagikan kuesioner kepada operator. Pengamatan sikap kerja menggunakan metode REBA. Data pekerja (umur, jenis kelamin) dan data keluhan Muskuloskeletal Disorders (MSDs) diperoleh dengan menggunakan kuesioner Nordic Body Map (NBM).

3.5 Definisi Operasional

1. Operator adalah orang yang melakukan kegiatan mengisi bahan bakar minyak. 2. SPBU adalah tempat operator untuk melakukan pekerjaannya, yaitu mengisi

bahan bakar minyak seperti biosolar, premium, pertamax dan pertalite di jalan Setia Budi Medan.

3. Sikap kerja adalah posisi tubuh operator SPBU ketika melakukan pekerjaan yaitu mengisi bahan bakar minyak yang di gambarkan dengan menggunakan metode Rapid Entire Body Assessment (REBA).

4. Keluhan (MSDs) adalah keluhan yang dirasakan oleh operator SPBU pada otot rangka akibat dari pekerjaannya yang di gambarkan dengan menggunakan

Nordic Body Map (NBM).


(26)

3.6 Pengolahan Data

Menurut Sumantri (2011), proses pengolahan data dalam penelitian dapat menggunakan perangkat lunak diantaranya SPSS dengan tahapan sebagai berikut : a. Editing data yaitu mengoreksi jawaban yang telah diberikan responden, apabila

ada data yang salah atau kurang segera dilengkapi.

b. Coding data yaitu melakukan pengkodean terhadap beberapa variable yang telah diteliti dengan tujuan untuk mempermudah saat melaukan analisis data dan juga mempercepat pada saat entry data.

c. Entry data yaitu memasukkan data dalam variabel sheet dengan menggunakan komputer.

d. Cleaning data yaitu pembersihan data untuk mencegah kesalahan yang mungkin terjadi, dalam hal ini tidak diikutsertakan nilai hilang dalam analisis data dan data yang tidak sesuai atau diluar range penelitian tidak diikutsertakan dalam analisis.

3.7 Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat. Analisis univariat digunakan untuk menjabarkan secara deskriptif mengenai distribusi frekuensi dan proporsi masing-masing variabel yang diteliti. Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian (Sumantri, 2011).


(27)

42 BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1 Sejarah PT Tuah Kalibaru Lestari

Sesuai dengan perkembangan kota Medan dengan pertumbuhan yang sangat pesat, maka pada tahun 1986 dibangun komplek Taman Setia Budi Indah. Dengan dibangunnya komplek tersebut maka laju pertumbuhan kendaraan sangat pesat. Tahun 1986 atas prakarsa tersebut Dr H Ibrahim Ginting SPJ/Kardiologi dan H Ismail Sebayang SH (alm) membeli lahan disekitar Setia Budi ± 200 m dari komplek Taman Setia Budi Indah dengan luas lahan ± 2400 m dengan harga Rp 110.000.000 dengan perbandingan saham : 40 % Dr Ibrahim Ginting, 40 % H Ismail Sebayang SH (alm), 20 % Samsul Bahri Ginting.

Dengan pembelian lahan tersebut maka dibangunlah perencanaan SPBU dilahan tersebut. Pada saat pembangunan dimulai, Dr H Ibrahim Ginting melepaskan saham haknya yang 40 % dengan perbandingan saham 10 % untuk Samsul Bahri Ginting dan 30 % untuk Drs H Mahyuddin Nayan, maka perbandingan saham menjadi 40 % H Ismail Sebayang SH (alm), 30 % Samsul Bahri Ginting, 30 % Drs H Mahyuddin Nayan.

Pada saat pembangunan dimulai maka dibentuklah nama perusahaan CV Kalibaru dihadapan Notaris Alina Hanum Nasution SH. Pada awal Tahun 1989 setelah proses administrasi dan surat-menyurat telah selesai di PT Pertamina MOR I Medan, maka dibangunlah komplek SPBU dan selesai ± 4 Bulan dengan


(28)

modal investasi dan modal kerja ± Rp 670.000.000, yaitu 30% dibiayai Bank Pembangunan Indonesia (BAPINDO) cabang Medan, dengan ketentuan 20% modal investasi, 10% modal kerja, dengan 3 unit dispenser merek Gilbarco, yaitu: 2 unit untuk premium dengan masing-masing 2 selang dan 1 unit untuk solar dengan 2 selang.

Maka tanggal 18 Oktober 1989 pembukaannya diresmikan oleh General Manager Pertamina. CV Kalibaru memiliki perbandingan saham 40 % Erni Israini mewakili H Ismail Sebayang SH (alm), 30 % untuk Hj Yuniar Ginting mewakili H Mahyuddin Nayan dan 30 % Ny Hawilah mewakili Samsul Bahri Ginting SH. Pada tahun 2011 Ny Hawilah yang diwakili Samsul Bahri Ginting menarik saham dan menjualnya kepada 15 % untuk Erni Israini, 15 % untuk Ny Yuniar Ginting dihadapan Notaris Hizmelina SH (Jakarta) no 16 tanggal 9 Agustus 2001. Oleh karena itu, SPBU 14.201.103 ini dibawah naungan CV Kalibaru dengan perbandingan saham dihadapan Notaris Alina Hanum Nasution SH, saham menjadi 55 % Erni Israini dan 45 % Ny Yuniar Ginting. Oleh karena perkembangan pesat dan omsetnya tinggi menurut PT Pertamina pada Agustus 2007 dengan program Codo Light Pusat PT PERTAMINA Jakarta, SPBU ini diberi insentif dengan hibah dalam bentuk barang sebesar Rp 2,4 Milliar. Bentuk barang tersebut adalah 7 unit dispenser merek TATSHUNO masing-masing 1 dispenser ada 6 selang dan ada 4 selang, 5 unit tangki Pendam dengan ukuran 2 unit untuk premium ukuran 30.000 liter, 1 unit pertalite 20.000 liter, 1 unit untuk pertamax dengan ukuran 20.000 liter, 1 unit untuk solar dengan ukuran 30.000 liter dan peralatan lain untuk pembangunan SPBU tersebut.


(29)

44

Dengan hibah tersebut dibangun gedung bertingkat dengan penambahan modal investasi ± 1 Milliar rupiah. Setelah pembangunan selesai maka komplek dan gedung tersebut sesuai dengan standar yang dikehendaki pertamina. Selanjutnya dengan surat PT Pertamina tanggal 30 Agustus 2012 status badan hukum CV Kalibaru dirubah menjadi PT. Maka diurus proses administrasi dan surat-menyurat dihadapan notaris Adi Pinem SH (Medan) dengan nama PT Tuah Kalibaru Lestari dengan perbandingan saham dengan izin Menteri Hukum dan HAM Tahun 2012, maka 25 % Drs H Mahyuddin Nayan sebagai Komisaris Utama, 55 % Erni Israini sebagai Direktur, 20 % Syari Ramadhani SH, MKN sebagai Komisaris. Selanjutnya dengan perkembangan dan kebutuhan gas di Kota Medan oleh PT Pertamina Divisi Gas Mor menunjuk agen PT Afariza Sikumbang dan menetapkan SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan menjadi pangkalan gas 3 kg dan PT Lubuk Hite Perkasa menunjuk SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan menjadi pangkalan gas 12 kg dan mulai operasi penjualan tgl 5 April 2015

4.1.2 Lokasi Penelitian

SPBU 14.201.103 adalah SPBU Pertamina DODO. SPBU 14.201.103 ini berada di Jl. Setia Budi No 203, Kelurahan Tanjung Rejo, Kecamatan Medan Selayang, Sumatera Utara.

4.1.3 Shift Kerja

SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan memiliki 3 shift kerja yaitu shift kerja pagi pukul 06.00-15.00 wib, shift kerja sore pukul 15.00-22.30 wib dan shift kerja malam 22.30-06.00 wib. Lama kerja operator antara 7 sampai 9 jam dalam sehari .


(30)

4.1.4 Struktur Organisasi PT Tuah Kalibaru Lestari SPBU 14.201.103 Setia Budi No 203 Medan

Gambar 4.1 Struktur Organisasi PT Tuah Kalibaru Lestari 4.1.5 Proses Kerja Pengisian Bahan Bakar Minyak

Proses kerja yang dilakukan operator untuk mengisi bahan bakar minyak adalah sebagai berikut :

1. Operator akan membuka tutup tangki kendaraan konsumen

2. Operator menekan tombol jenis bahan bakar dan nominal yang dipesan oleh konsumen pada layar pompa

3. Operator mengangkat nozzle (selang pompa) dan diletakkan pada tangki kendaraan konsumen

4. Operator menekan tuas pada nozzle secara intermitten Drs H Mahyuddin Nayan

Komisaris Utama Hj Erni Israini SE Direktur

Syari Ramadhani SH, MKN Komisaris

Tirta Sari Frista Erick Pinem Keuangan I Keuangan II Pengawas

Operator SPBU Cleaning Service Security


(31)

46

5. Operator mengangkat dan meletakkan nozzle kembali pada dudukan nozzle. 6. Pengisian bbm memerlukan waktu ± 1 menit untuk setiap pengisian.

4.2 Karakteristik Operator SPBU 14.201.103 4.2.1Umur

Distribusi umur operator SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan dapat di lihat pada tabel 4.1 dibawah ini.

Tabel 4.1 Distribusi Umur Operator SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan Tahun 2016

No Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase %

1 17-23 9 64,3 %

2 24-30 5 35,7 %

Total 14 100

Kelompok umur responden dibagi berdasarkan rentang umur yaitu 17-23 dan 24-30 tahun. Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa frekuensi kedua rentang umur berbeda yaitu pada rentang 17-23 tahun yaitu sebanyak 9 orang (64,3 %), dan rentang umur 24-30 tahun yaitu sebanyak 5 orang (35,7 %). Rentang umur 17-23 tahun lebih banyak dibandingkan rentang umur 24-30 tahun. 4.2.2 Jenis Kelamin

Distribusi jenis kelamin operator SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan dapat di lihat pada tabel 4.2 dibawah ini.

Tabel 4.2 Distribusi Jenis Kelamin Operator SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan Tahun 2016

No Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Persentase %

1 Laki-laki 9 64,3 %

2 Perempuan 5 35,7 %

Total 14 100


(32)

Distribusi frekuensi jenis kelamin lebih banyak pada jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 9 orang (64,3 %), sedangkan jenis kelamin perempuan sebanyak 5 orang (35,7 %)

4.2.3 Masa Kerja

Distribusi masa kerja operator SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan dapat di lihat pada tabel 4.3 dibawah ini.

Tabel 4.3 Distribusi Masa Kerja Operator SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan Tahun 2016

No Masa Kerja (Bulan) Jumlah (Orang) Persentase %

1 6-18 5 35,7 %

2 19-31 4 28,6 %

3 32-48 5 35,7 %

Total 14 100

Frekuensi masa kerja responden dibagi berdasarkan rentang bulan, yaitu rentang masa kerja 6-18 bulan sebanyak 5 orang (35,7 %), rentang masa kerja 19-31 bulan sebanyak 4 orang (28,6 %), sedangkan rentang masa kerja 32-48 bulan sebanyak 5 orang (35,7 %). Untuk frekuensi masa kerja lebih banyak pada rentang masa kerja 6-18 bulan dan 32-48 bulan, masing –masing sebanyak 5 orang (35,7%).

4.2.4 Keluhan Musculoskeletal Disorders

4.2.4.1 Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Operator SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan Tahun 2016

Keluhan musculoskeletal diukur dengan menggunakan kuesioner Nordic Body Map. Distribusi keluhan musculoskeletal pada operator SPBU 14.201.103 dapat dilihat pada tabel 4.4 dibawah ini.


(33)

48

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Keluhan Musculoskeletal pada Operator SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan Tahun 2016

No Bagian Tubuh Keluhan Musculoskeletal

Tidak Sakit

% Agak

Sakit

% Sakit % Sangat

sakit

% Total %

1 Leher Atas 5 35,7 6 42,9 3 21,4 0 0 14 100

2 Leher Bawah 8 57,1 4 28,6 1 7,1 1 7,1 14 100

3 Bahu Kiri 8 57,1 2 14,3 3 21,4 1 7,1 14 100

4 Bahu Kanan 5 35,7 4 28,6 3 21,4 2 14,3 14 100

5 Lengan Atas

Kiri

4 28,6 8 57,1 2 14,3 0 0 14 100

6 Punggung 3 21,4 9 64,3 2 14,3 0 0 14 100

7 Lengan Atas

Kanan

4 28,6 8 57,1 2 14,3 0 0 14 100

8 Pinggang 2 14,3 4 28,6 7 50,0 1 7,1 14 100

9 Bokong 9 64,3 3 21,4 1 7,1 1 7,1 14 100

10 Pantat 13 92,9 1 7,1 0 0 0 0 14 100

11 Siku Kiri 10 71,4 4 28,6 0 0 0 0 14 100

12 Siku Kanan 7 50,0 7 50,0 0 0 0 0 14 100

13 Lengan Bawah

Kiri

9 64,3 3 21,4 2 14,3 0 0 14 100

14 Lengan Bawah

Kanan

7 50,0 5 35,7 2 14,3 0 0 14 100

15 Pergelangan

Tangan Kiri

7 50,0 4 28,6 3 21,4 0 0 14 100

16 Pergelangan

Tangan Kanan

5 35,7 7 50,0 2 14,3 0 0 14 100

17 Tangan Kiri 7 50,0 2 14,3 5 35,7 0 0 14 100

18 Tangan Kanan 4 28,6 5 35,7 4 28,6 1 7,1 14 100

19 Paha Kiri 5 35,7 5 35,7 4 28,6 0 0 14 100

20 Paha Kanan 5 35,7 5 35,7 4 28,6 0 0 14 100

21 Lutut Kiri 6 42,9 5 35,7 2 14,3 1 7,1 14 100

22 Lutut Kanan 6 42,9 5 35,7 2 14,3 1 7,1 14 100

23 Betis Kiri 3 21,4 6 42,9 4 28,6 1 7,1 14 100

24 Betis Kanan 3 21,4 6 42,9 4 28,6 1 7,1 14 100

25 Pergelangan

Kaki Kiri

7 50,0 4 28,6 3 21,4 0 0 14 100

26 Pergelangan

Kaki Kanan

6 42,9 5 35,7 3 21,4 0 0 14 100

27 Kaki Kiri 4 28,6 4 28,6 6 42,9 0 0 14 100

28 Kaki Kanan 4 28,6 4 28,6 6 42,9 0 0 14 100

Berdasarkan tabel 4.4 di atas diketahui bahwa operator SPBU mengalami keluhan sakit terbanyak terdapat pada pinggang sebanyak 7 orang (50,0 %). Keluhan lain yang dialami operator yaitu pada kaki kiri, kaki kanan, tangan kiri,


(34)

tangan kanan, paha kiri, paha kanan, betis kiri, dan betis kanan. Pekerja mengalami keluhan sangat sakit terbanyak pada bahu kanan sebanyak 2 orang (14,3 %), dan keluhan sangat sakit lainnya berada pada leher bawah, bahu kiri, pinggang, bokong, tangan kanan, lutut kiri, lutut kanan, betis kiri, dan bêtis kanan. 4.2.4.2 Keluhan Musculoskeletal Disorders Berdasarkan Tingkat Keluhan

pada Operator SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan Tahun 2016 Keluhan musculoskeletal disorders berdasarkan tingkat keluhan yaitu rendah, sedang, tinggi, sangat tinggi. Distribusi keluhan musculoskeletal disorders

berdasarkan tingkatan keluhan operator SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan Tahun 2016 dapat dilihat pada tabel 4.5 dibawah ini.

Tabel 4.5 Distribusi Keluhan Musculoskeletal Disorders Berdasarkan Tingkatan Keluhan Operator SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan Tahun 2016

No Keluhan Musculoskeletal Disorders Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 Rendah 5 35,7

2 Sedang 8 57,1

3 Tinggi 1 7,1

4 Sangat Tinggi 0 0

Total 14 100

Berdasarkan tabel 4.5 di atas diketahui bahwa keluhan musculoskeletal disorders yang dialami operator SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan Tahun 2016 berada pada keluhan tinggi sebanyak 1 orang (7,1 %), keluhan sedang sebanyak 8 orang (57,1 %), dan keluhan rendah sebanyak 5 orang (35,7 %). Keluhan dengan frekuensi tertinggi terdapat pada kategori sedang, dan keluhan dengan frekuensi terendah terdapat pada kategori tinggi.


(35)

50

4.2.5 Sikap Kerja 4.2.5.1 Sikap Kerja

Sikap kerja operator SPBU 14.201.103 dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.2 Sikap Kerja kategori tinggi (Sampel 7) dan sedang (sampel 14) Pada gambar 4.1 di atas dapat dilihat sikap kerja operator SPBU yaitu sikap kerja berdiri statis, dengan kepala menengadah dan menunduk, terkadang punggung membungkuk, melakukan gerakan-gerakan tidak alamiah seperti lengan terangkat, bahu terangkat, pergelangan tangan berputar. Tinggi badan operator akan mempengaruhi sikap kerja tidak alamiah, artinya bahwa operator dengan tubuh yang tinggi akan menghasilkan gerakan tidak alamiah yang relatif kecil dibanding dengan tubuh yang lebih pendek yang akan menghasilkan gerakan tidak alamiah yang lebih besar pada saat proses pengisian bbm.

200 200+1

300+1

700

0-150+1

600+1 0-15 0

+1 700

400+1 200+1

0-150+1

500+1

700


(36)

4.2.6 Metode REBA

Sikap kerja diukur dengan menggunakan REBA. Hasil pengukuran sikap kerja dengan menggunakan REBA dapat dilihat pada tabel 4.6 di bawah ini.

Tabel 4.6 Pengukuran Sikap Kerja dengan Metode REBA pada Operator SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan Tahun 2016.

No Sampel

Neck Trunk Leg Wrist Upper Arm

Lowe r Arm

Lou d

Coupling Activity Result Interpretasi 1

0-200 (+1) Normal (+1) 2 legs 0-150 (+1) 45-900 (+1)

>100 <5 kg

Bagus Statis 6 Sedang

2 0-200

Normal 2 Leg s

0-150 (+1)

45-900 60-1000

<5 kg

Bagus Statis 4 Sedang

3 0-200 (+1)

Normal 2 Leg s 0-150 (+1) 20-450 (+1) 60-1000 <5 kg

Bagus Statis 4 Sedang

4 0-200 (+1) Normal (+1) 2 Leg s

0-150 45-900 (+1)

>1000 <5 kg

Bagus Statis 6 Sedang

5 0-200 (+1) Normal (+1) 2 Leg s

0-150 45-900 (+1)

>1000 <5 kg

Bagus Statis 6 Sedang

6 0-200 (+1) Normal (+1) 2 legs

0-150 45-900 (+1)

>1000 <5 kg

Bagus Statis 6 Sedang

7 0-200 (+1) 20-600 (+1) 2 Leg s 0-150 (+1) 45-900 (+1) 60-1000 <5 kg

Bagus Statis 9 Tinggi

8 >200 (+1) Normal (+1) 1 Leg s 0-150 (+1)

-20-200 60-1000

<5 kg

Bagus Statis 7 Sedang

9 >200 (+1) Normal (+1) 2 Leg s 0-150 (+1) 45-900 (+1) 60-1000 <5 kg

Bagus Statis 7 Sedang

10 >200 (+1)

Normal (+1)

2 legs

0-150 45-900 (+1)

>1000 <5 kg

Bagus Statis 7 Sedang

11 >200 0-200 2 legs

0-150 (+1)

-20-200 60-1000

<5 kg

Bagus Statis 5 Sedang 12

0-200 (+1) Normal (+1) 2 legs

0-150 45-900 (+1)

>1000 <5 kg

Bagus Statis 6 Sedang

13 0-200 (+1) Normal (+1) 1 legs

0-150 45-900 (+1)

>1000 <5 kg

Bagus Statis 7 Sedang

14 0-200

Normal 2 Leg s 0-150 (+1) 45-900 (+1) 60-1000 <5 kg

Bagus Statis 5 Sedang


(37)

52

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa hasil pengukuran sikap kerja dilihat dari hasil skor perhitungan REBA yaitu berada dalam skor 4-9, dengan ketentuan skor 4-7 termasuk dalam kategori sedang dan skor 8-10 termasuk dalam skor kategori tinggi. Berdasarkan hasil skor metode REBA, kategori sikap kerja operator SPBU yaitu sikap kerja kategori sedang dan kategori tinggi.

Distribusi sikap kerja operator SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan Tahun 2016 dapat dilihat pada tabel 4.7 dibawah ini.

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Sikap Kerja pada Operator SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan Tahun 2016

No Sikap Kerja Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 Diabaikan 0 0

2 Rendah 0 0

3 Sedang 13 92,9

4 Tinggi 1 7.1

5 Sangat Tinggi 0 0

Total 14 100

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa sikap kerja operator SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan berada dalam kategori sedang dan tinggi dengan frekuensi tertinggi berada pada kategori sedang sebanyak 13 orang (92,9%) dan frekuensi terendah berada dalam kategori tinggi sebanyak 1 orang (7,1%).


(38)

53 BAB V PEMBAHASAN

5.1 Sikap Kerja

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada sikap kerja operator SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan Tahun 2016 dengan menggunakan metode REBA didapatkan bahwa sikap kerja operator SPBU berada dalam kategori sedang dan tinggi. Penilaian sikap kerja dilakukan dengan mengamati gerakan-gerakan yang dilakukan oleh operator untuk menentukan sikap kerja yang akan dinilai. Kemudian mengambil foto operator saat melakukan pekerjaan untuk diberi penilaian. Setelah itu diukur dengan menggunakan busur untuk menentukan besar setiap sudut yang dibentuk untuk setiap gerakan yang dilakukan oleh operator meliputi batang tubuh (trunk), leher (neck), kaki (leg), force, lengan atas (upper arm), lengan bawah (low arm), pergelangan tangan (wrist), kekuatan pegangan (coupling), skor aktivitas (activity score). Penilaian dilakukan dengan menggunakan metode REBA. Tabel A digunakan untuk memberi skor tubuh bagian A (tubuh, leher, kaki). Tabel B digunakan untuk memberi skor tubuh bagian B (lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan). Skor A didapatkan dari penilaian grup A menggunakan tabel A ditambah skor force. Skor B didapatkan dari penilaian grup B ditambah nilai coupling. Penentuan skor C didapatkan dari nilai skor A dan skor B dengan menggunakan tabel C. Kemudian skor C ditambah dengan skor aktivitas untuk menghasilkan skor akhir REBA.


(39)

54

Gambar 5.1 Skoring Sampel Sikap Kerja Kategori Tinggi dan Sedang Berdasarkan penilaian sikap kerja dengan menggunakan skor REBA di dapatkan skor terendah 4 dan skor tertinggi 9. Hasil skor REBA 4-7 menunjukkan sikap kerja berada dalam kategori sedang dan hasil skor REBA 8-10 menunjukkan sikap kerja berada dalam kategori tinggi. Berdasarkan hasil penilaian sikap kerja dengan menggunakan metode REBA diperoleh bahwa operator dengan sikap kerja kategori sedang sebanyak 13 orang (92.9 %) dan operator dengan sikap kerja kategori tinggi sebanyak 1 orang (7,1%). Operator dengan sikap kerja kategori sedang artinya sikap kerja tersebut memilki risiko sedang untuk mengalami keluhan musculoskeletal disorders dan diperlukan tindakan perbaikan terhadap sikap kerja operator tersebut sehingga tidak mengalami keluhan kesehatan yang lebih berbahaya. Operator dengan sikap kerja kategori tinggi artinya sikap kerja


(40)

tersebut memilki risiko tinggi untuk mengalami keluhan musculoskeletal disorders dan diperlukan tindakan perbaikan segera terhadap sikap kerja operator tersebut sehingga tidak mengalami keluhan kesehatan yang lebih berbahaya. 5.2 Keluhan Musculoskeletal Disorders

Penilaian keluhan musculoskeletal disorders dilakukan dengan mengisi kuesioner nordic body map setelah operator selesai melakukan pekerjaan, yang meliputi 28 pertanyaan dengan tingkat keluhan tidak sakit, agak sakit, sakit, sangat sakit yang dialami operator pada bagian tubuh yang terdapat di kuesioner. Berdasarkan hasil kuesioner NBP (Nordic Body Map) pada operator SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan, menunjukkan bahwa keluhan musculoskeletal disorders yang dialami oleh operator SPBU berada pada kategori rendah, sedang dan tinggi. Penentuan kategori keluhan musculoskeletal disorders tersebut berdasarkan hasil perhitungan skor NBP (Nordic Body Map) terhadap 14 operator SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan. Hasil perhitungan skor Nordic Body Map

bahwa operator dengan skor terendah adalah 6 dan skor tertinggi adalah 50, dengan ketentuan skor 0-20 termasuk dalam kategori risiko rendah, skor 21-41 termasuk dalam kategori sedang, skor 42-62 termasuk dalam kategori risiko tinggi. Berdasarkan hasil perhitungan skor NBP (Nordic Body Map) pada operator didapatkan bahwa operator yang mengalami keluhan rendah sebanyak 5 orang (35,7 %), operator yang mengalami keluhan sedang sebanyak 8 orang (57,1 %), dan operator yang mengalami keluhan tinggi sebanyak 1 orang (7,1 %). Operator dengan keluhan musculoskeletal disorders kategori rendah artinya operator tersebut masih merasakan keluhan musculoskeletal yang rendah dan belum


(41)

56

diperlukan adanya tindakan perbaikan. Operator dengan musculoskeletal disorders keluhan sedang artinya operator tersebut masih merasakan keluhan

musculoskeletal yang sedang dan mungkin diperlukan tindakan dikemudian hari. Operator dengan keluhan tinggi, artinya operator tersebut merasakan keluhan

musculoskeletal tinggi dan diperlukan tindakan segera.

Keluhan musculoskeletal disorders yang dialami operator SPBU pada tingkat keluhan sakit terbanyak terdapat pada pinggang sebanyak 7 orang (50,0%). Keluhan lain yang dialami operator yaitu pada kaki kiri, kaki kanan, tangan kiri, tangan kanan, paha kiri, paha kanan, betis kiri, dan betis kanan. Pekerja mengalami keluhan sangat sakit terbanyak pada bahu kanan sebanyak 2 orang (14,3 %), dan keluhan sangat sakit lainnya berada pada leher bawah, bahu kiri, pinggang, bokong, tangan kanan, lutut kiri, lutut kanan, betis kiri, dan bêtis kanan.

5.3 Gambaran Sikap Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders

SPBU 14.201.103 memiliki 14 orang pekerja sebagai operator. Operator terdiri dari pria dan wanita yang memiliki tugas yang sama yaitu mengisi bahan bakar minyak. Operator di SPBU ini berusia antara 17-30 tahun. SPBU beroperasi selama 24 jam dibagi menjadi 3 shift kerja yaitu shift pagi, shift siang dan shift malam. Shift pagi bekerja mulai pukul 06.00-15.00 wib, shift siang pukul 15.00-22.30 wib, dan shift malam pada pukul 22.30-06.00 wib. Operator diberi waktu istirahat dan makan selama 30 menit untuk satu shift kerja. Sikap kerja yang dilakukan oleh operator sama dalam proses pengisian bbm untuk setiap shift tetapi banyaknya sikap kerja tidak alamiah yang dilakukan operator berbeda,


(42)

tergantung banyaknya kendaraan yang mengisi bbm untuk setiap shift kerja. Jadi, semakin banyak kendaraan yang mengisi bahan bakar minyak dalam setiap shift, maka akan semakin banyak sikap kerja tidak alamiah yang akan dilakukan operator yang akan mengakibatkan tingginya keluhan MSDs yang dialami operator.

Operator SPBU bekerja berdiri statis untuk jangka waktu yang lama. Operator memanfaatkan untuk duduk ketika tidak ada konsumen mengisi bahan bakar minyak. Posisi kerja berdiri tidak ergonomis dapat menimbulkan kelelahan, nyeri dan gangguan kesehatan lainnya. Sebagaimana Yassierli et.al (2000) dalam Gempur (2013), yang meneliti Tenaga kerja di kerja bubut, las, press, gerinda, drill, milling dan potong manual. Pekerjaan tersebut dilakukan dengan performa berdiri diperoleh bahwa mengalami kelelahan biomekanik pada punggung (20,8%), pinggang (15,3%) dan bahu kanan (13,9%). Bekerja dengan posisi berdiri terus-menerus sangat mungkin akan terjadi penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh pada kaki (Gempur, 2004). Posisi kerja yang berdiri terus-menerus dan lama tidak membuat relaksasi pada otot rangka (skeletal muscle). Kerja posisi berdiri tegak seperti operator SPBU lebih banyak melibatkan intensitas kontraksi otot akan membutuhkan energi yang banyak. Ketika intensitas kerja otot meningkat, maka pasokan oksigen tidak mencukupi yang menyebabkan konsentrasi asam laktat meningkat dan glikogen menurun (Gempur, 2013). Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Gempur (2013) tentang tingkat keluhan pada tenaga kerja SPBU bahwa operator mengalami keluhan sakit pada betis kanan dan betis kiri masing-masing sebanyak 21,74%. Keluhan rasa sakit ini


(43)

58

terjadi karena pada saat kerja sebagai operator SPBU memerlukan kekuatan menahan tubuh berdiri statis. Jadi, pada gerak statis (kontraksi isometrik) berdiri statis operator SPBU hanya diterima betis kanan dan betis kiri.

Sikap kerja operator SPBU termasuk sikap kerja tidak alamiah. Hal ini dapat dilihat dari sikap kerja saat melakukan pekerjaan yaitu mengisi bahan bakar minyak dengan dengan sikap kerja berdiri sambil melakukan gerakan-gerakan tidak alamiah seperti kepala menengadah dan membungkuk, lengan terangkat, bahu terangkat, terkadang leher dan tubuh memutar dan membungkuk. Bekerja untuk jangka waktu yang lama dengan tangan dan lengan dalam sikap tubuh yang buruk dapat menyebabkan keluhan spesifik dari pergelangan tangan, siku dan bahu. Pergelangan tangan terus membungkuk dapat menyebabkan saraf lokal menjadi meradang dan terjebak, mengakibatkan rasa sakit pergelangan tangan dan kesemutan di jari. Keluhan leher dan bahu terjadi pada pekerjaan lama dengan didukung mengangkat lengannya. Sikap kerja tidak alamiah ini dilakukan operator dalam waktu yang lama dan berulang-ulang selama jam kerja. Dari hasil penelitian Trijoko (2012), terdapat hubungan yang signifikan antara sikap kerja tidak alamiah dengan keluhan musculoskeletal pada pengrajin tembaga dan kuningan bagian pembentukan di Tumang Cepogo Boyolali.

Sikap kerja operator SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan berdasarkan metode REBA dalam kategori sedang dan tinggi. Operator dengan sikap kerja kategori sedang sebanyak 13 orang (92,9%), diantaranya 4 orang mengalami keluhan MSDs kategori rendah, 8 orang mengalami keluhan MSDs kategori sedang dan 1 orang mengalami keluhan MSDs kategori tinggi. Operator dengan


(44)

sikap kerja kategori tinggi sebanyak 1 orang (7,1%), dan operator tersebut mengalami keluhan MSDs kategori rendah.

Operator yang mengalami keluhan MSDs kategori rendah sebanyak 5 orang (35,7%), diantaranya 4 orang memiliki sikap kerja kategori sedang dan 1 orang memiliki sikap kerja kategori tinggi. Operator yang mengalami keluhan MSDs kategori sedang sebanyak 8 orang (57,1%), dan 8 operator tersebut memiliki sikap kerja kategori sedang. Operator yang mengalami keluhan MSDs kategori tinggi sebanyak 1 orang (7,1%), operator dengan keluhan tinggi memiliki sikap kerja kategori sedang.

Menurut Peter Vi (2000) dalam Tarwaka (2015), terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal, yaitu : peregangan otot berlebihan, aktivitas berulang, sikap kerja tidak alamiah, faktor penyebab sekunder (tekanan, getaran, mikrolimat), dan penyebab kombinasi (umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok, kesegaran jasmani, kekuatan fisik, dan ukuran tubuh). Menurut Hardianto dan Yassierli (2014) suatu gangguan pada sistem otot rangka dapat disebabkan oleh satu atau kombinasi beberapa faktor risiko. Semakin banyak faktor risiko yang melekat pada suatu pekerjaan, risiko gangguan MSDs yang mungkin terjadi juga semakin besar.

Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula risiko terjadinya keluhan sistem musculoskeletal. Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus-menerus yang menyebabkan keluhan otot terjadi karena


(45)

60

otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus-menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi.

Peradangan pada tendon dan ligamen sangat mungkin terjadi jika gerakan yang dilakukan berulang secara terus-menerus tanpa istirahat yang cukup (Hardianto dan Yassierli, 2014).


(46)

61 BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan yang di dapatkan dari 14 orang operator SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan Tahun 2016 adalah sebagai berikut :

1. Sikap kerja operator SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan berdasarkan metode REBA dalam kategori sedang dan tinggi. Operator dengan sikap kerja kategori sedang sebanyak 13 orang (92,9%), diantaranya 4 orang mengalami keluhan MSDs kategori rendah, 8 orang mengalami keluhan MSDs kategori sedang, dan 1 orang mengalami keluhan MSDs kategori tinggi. Operator dengan sikap kerja kategori tinggi sebanyak 1 orang (7,1%). Operator dengan sikap kerja kategori tinggi mengalami keluhan MSDskategori rendah.

2. Keluhan MSDs operator SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan menggunakan kuesioner NBP dalam kategori rendah, sedang, dan tinggi. Kategori rendah sebanyak 5 orang (35,7%) diantaranya 4 orang memiliki sikap kerja kategori sedang, dan 1 orang memiliki sikap kerja kategori tinggi. Operator yang mengalami keluhan MSDs kategori sedang sebanyak 8 orang (57,1%), dan 8 orang tersebut memiliki sikap kerja kategori sedang. Operator yang mengalami keluhan MSDs tinggi sebanyak 1 orang (7,1%), operator dengan keluhan tinggi memiliki sikap kerja kategori sedang.


(47)

62

6.2 Saran

1. Operator SPBU tidak lagi bekerja posisi berdiri secara terus-menerus perlu diberikan kursi ergonomis untuk relaksasi ketika memerlukan duduk.

2. Operator SPBU sebaiknya mengubah posisi berdiri menjadi berdiri setengah duduk dengan menggunakan kursi ergonomis diletakkan pada sisi samping pompa BBM.

3. Sebaiknya tinggi badan menjadi syarat dalam penerimaan operator SPBU. 4. Operator SPBU disarankan mengkonsumsi lebih banyak air putih.

5. Operator SPBU disarankan untuk melakukan waktu istirahat untuk melakukan relaksasi otot.


(48)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesehatan kerja

Menurut Wowo Sunaryo (2014), kesehatan kerja adalah suatu keadaan seorang pekerja yang terbebas dari gangguan fisik dan mental sebagai akibat interaksi pekerjaan dan lingkungan. Menurut Anies (2014), kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian pekerja antara pekerja dan lingkungan kerja nya, baik fisik maupun psikis dalam hal cara/metode kerja, proses kerja dan kondisi yang bertujuan untuk :

1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja di semua lapangan kerja setinggi-tingginya, baik fisik, mental, maupun kesejahteraan sosialnya.

2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang diakibatkan oleh keadaan/ kondisi lingkungan kerjanya.

3. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam pekerjaan nya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan kesehatan.

4. Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjaannya.

2.2 Penyakit Akibat Kerja

Penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja (Pasal 1, Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.01/MEN/1981 tentang Kewajiban melapor Penyakit


(49)

9

Akibat kerja). Penyakit akibat kerja merupakan manifestasi dari kesehatan kerja atau kondisi kesehatan dari tenaga kerja atau pekerja. Secara umum terdapat tiga macam cedera tubuh, yaitu :

1. Cumulative trauma disorders (CTD)

Cumulative trauma disorders (trauma gangguan kumulatif), atau dikenal sebagai repetitive strain injury (RSI) atau cedera regangan berulang, didefinisikan sebagai gangguan pada otot, tendon, saraf, dan pembuluh darah yang disebabkan atau diperparah oleh pengerahan tenaga atau gerakan berulang.

2. Repetitive Strain Injuries (RSI)

Repetitive strain injury (RSI) adalah istilah umum yang digunakan untuk merujuk pada beberapa kondisi disktit yang dapat dikaitkan dengan tugas yang berulang, pengerahan kekuatan tenaga, getaran, kompresi mekanik yang berkelanjutan. Contoh: kondisi yang dapat dikaitkan dengan penyebab tersebut termasuk edema, tendinitis, carpal tunnel syndrome, cubital syndrome, de quervain syndrome, thoracic outlet syndrome, intersection syndrome, golfers elbow (medial epicondylitis), tennis elbow (lateral epicondytis), trigger finger, radial tunnel syndrome, and focal dystonia.

3. Musculoskeletal Disorders (MSDs)

Menurut Wowo Sunaryo (2014) gangguan musculuskeletal (MSDs) adalah cedera pada otot, saraf, tendon, ligamen, sendi, tulang rawan atau cakram tulang belakang. MSDs biasanya hasil dari setiap peristiwa sesaat atau akut (seperti slip, perjalanan, atau jatuh), selain itu mencerminkan perkembangan yang lebih bertahap atau kronis.


(50)

2.2.1 Faktor-Faktor Penyebab Penyakit Akibat Kerja

Menurut Anies (2014), di tempat kerja terdapat faktor-faktor yang menjadi penyebab penyakit akibat kerja sebagai berikut:

1. Bahaya Fisik

Bahaya fisik adalah yang paling umum dan akan hadir di sebagian besar tempat kerja pada suatu waktu tertentu. Golongan fisik, seperti :

a. Suara yang bisa menyebabkan pekak atau tuli

b. Radiasi. Radiasi dapat berupa radiasi pengion dan radiasi non pengion. Radiasi pengion misalnya berasal dari bahan-bahan radioaktif yang menyebabkan antara lain penyakit-penyakit sistem darah dan kulit.Sementara radiasi non pengion, misalnya radiasi elektromagnetik yang berasal dari peralatan yang mnggunakan listrik. Radiasi sinar inframerah bisa menyebabkan katarak pada lensa mata, sedangkan sinar untravioler menjadi penyebab conjungtivitis photo electrica.

c. Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heat stroke heat cramps atau hyperpyrexia, sedangkan suhu-suhu yang rendah antara lain menimbulkan frosbite.

d. Tekanan yang tinggi menyebabkan caisson disease.

e. Penerangan lampu yang kurang baik, misalnya menyebabkan kelainan pada indera penglihatan atau kesilauan yang memudahkan terjadinya kecelakaan.


(51)

11

2. Bahaya Bahan Kimia

Bahan kimia adalah zat yang memiliki karakteristik dan efek, dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan manusia. Bahaya kimiawi, yaitu :

a. Debu yang menyebabkan pnemokoniosis, diantaranya : silikosis, bisinosis, asbestosis, dan lain-lain.

b. Uap yang diantaranya menyebabkan metal fume fever dermatitis atau keracunan.

c. Gas misalnya keracunan oleh CO, H2S, dan lain-lain.

d. Larutan yang dapat menyebabkan dermatitis.

e. Awan atau kabut, misalnya racun serangga, racun jamur, dan lain-lain yang dapat menimbulkan keracunan.

3. Bahaya Biologi

Bahaya biologi adalah organisme atau zat yang dihasilkan oleh organisme yang mungkin menimbulkan ancaman bagi kesehatan dan keselamatan manusia. Golongan Infeksi, misalnya oleh bakteri, virus, parasit, maupun jamur. 4. Bahaya Ergonomi

Bahaya ergonomi terjadi ketika jenis pekerjaan, posisi tubuh dan kondisi kerja meletakkan beban pada tubuh. Penyebabnya paling sulit untuk untuk di identifikasi secara langsung karena kita tidak selalu segera melihat ketegangan pada tubuh atau bahaya-bahaya ini saat melakukan. Bahaya ergonomi yang disebabkan oleh kesalahan-kesalahan kontruksi mesin, sikap badan kurang baik, salah cara melakukan pekerjaan, dan lain-lain yang semuanya menimbulkan


(52)

kelelahan fisik, bahkan lambat laun berpengaruh pada perubahan fisik tubuh pekerja.

5. Bahaya mental-psikologis

Bahaya psikologis menyebabkan pekerja mengalami tekanan mental atau gangguan. Meskipun termasuk klasifikasi bahaya yang agak baru, sangat penting bahwa bahaya psikologis secara menyeluruh diidentifikasi dan dikendalikan. 2.3 Ergonomi

Kata ergonomi berasal dari bahasa Yunani : ergo/ kerja dan nomos/peraturan, hukum (Suma’mur, 2009). Menurut Tarwaka (2004) ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara jenis fasilitas yang digunakan baik dalam beraktivitas maupun istirahat dengan kemampuan dan keterbatasan manusia fisik maupun mental sehingga kualitas hidup secara keseluruhan menjadi lebih baik. Sedangkan menurut Suma’mur (2009) ergonomi adalah penerapan ilmu-ilmu biologis tentang manusia bersama-sama dengan ilmu-ilmu teknik dan teknologi untuk mencapai penyesuaian satu sama lain secara optimal dari manusia terhadap pekerjaan nya, yang manfaat dari padanya diukur dengan efisiensi dan kesejahteraan kerja. Sementara International Labour Organization (ILO) mendefinisikan ergonomi sebagai berikut : Penerapan ilmu biologi manusia sejalan dengan ilmu rekayasa untuk mencapai penyesuaian bersama antara pekerjaan dan manusia secara optimal dengan tujuan agar bermanfaat demi efisiensi dan kesejahteraan (Anies, 2014). Ergonomi memberikan peranan penting dalam meningkatkan faktor keselamatan dan kesehatan kerja (Nurmianto, 2005).


(53)

13

Menurut Wowo Sunaryo (2014) yang mengutip pendapat MrCormicks dan Sander, memberikan penekanan ergonomi ditinjau dari tiga aspek, yaitu :

1. Faktor Utama

Pertimbangan faktor manusia dalam perancangan barang buatan,prosedur kerja dan lingkungan kerja. Perhatian ergonomi terkait dengan interaksi manusia dengan barang buatan sebagai produk, peralatan kerja, fasilitas kerja, prosedur yang dilakukan dalam bekerja secara rutin.

2. Tujuan

Tujuan utama adalah meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja, serta memperbaiki keamanan dan keselamatan kerja, mengurangi kelelahan dan stres, meningkatkan kenyamanan kerja, memperbaiki kualitas hidup dan lingkungan kerja.

3. Pendekatan

Aplikasi sistematik dari informasi yang relevan mengenai keunggulan, keterbatasan, karakteristik, perilaku, dan motivasi manusia terhadap rancangan produk dan prosedur yang digunakan serta lingkungan kerja atau para pengguna barang buatan.

2.3.1 Risiko Ergonomi

Menurut Wowo Sunaryo (2014) risiko ergonomi merupakan suatu risiko yang menyebabkan cedera akibat kerja, hal itu termasuk hal-hal berikut ini : 1. Penggunaan tenaga/ kekuatan (mengangkat, mendorong, menarik, dan

lain-lain).


(54)

2. Pengulangan, melakukan jenis kegiatan yang sama dari suatu pekerjaan dengan menggunakan otot atau anggota tubuh berulang kali.

3. Kelenturan tubuh (lenturan, puntir, jangkauan atas).

4. Pekerjaan statis, diam didalam satu posisi pada suatu periode waktu tertentu. 5. Getaran mesin-mesin.

6. Kontak tegangan, ketika memperoleh suatu permukaan benda tajam dari suatu alat atau benda kerja terhadap bagian atau tubuh.

2.4 Sikap Kerja

Menurut Anies (2014), ada beberapa hal yang harus diperhatikan dengan sikap tubuh dalam melakukan pekerjaan, yaitu :

1. Semua pekerjaan hendaknya dilakukan dalam sikap duduk atau berdiri secara bergantian.

2. Semua sikap tubuh yang tidak alami harus dihindarkan. Seandainya hal ini tidak memungkinkan, hendaknya diusahakan agar beban statik diperkecil. 3. Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa sehingga tidak membebani, tetapi

dapat memberikan relaksasi pada otot-otot yang sedang tidak dipakai untuk bekerja dan tidak menimbulkan penekanan pada bagian tubuh (paha). Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya gangguan relaksasi darah dan sensibilitas pada paha, mencegah keluhan kesemutan yang dapat mengganggu aktivitas.


(55)

15

Sikap tubuh dalam bekerja terdiri dari : 1. Kerja Duduk

Beberapa jenis pekerjaan ada yang harus dilayani pekerja sambil duduk,seperti juru tik, pekerjaan di laboratorium, tukang jahit manual atau bertenaga motor listrik (garment), pengeditan film, sopir dan sebagainya. Meskipun pelayanan dilakukan sambil duduk, masing-masing memiliki bobot yang berbeda baik dilihat dari faktor tuntutan intelektual, persepsi dan tenaga.

Posisi pelayanan kerja dengan posisi duduk, tentunya dapat digeneralisasi sebab tukang tik yang menghadap monitor dengan penuh konsentrasi, akan berbeda dengan tukang jahit manual, atau dengan pengrajin pengasah batu akik. Ditinjau dari aspek kesehatan, bekerja dengan posisi duduk yang memerlukan waktu lama dapat menimbulkan otot perut semakin elastis, tulang belakang melengkung, otot bagian mata terkonsentrasi sehingga cepat merasa lelah. Kejadian tersebut, jika tidak diimbangi dengan rancangan tempat duduk yang tidak memberikan keleluasaan gerak atau alih pandang yang memadai tidak menutup kemungkinan terjadi gangguan bagian punggung belakang, ginjal, dan mata.

Bekerja untuk jangka waktu yang lama dalam posisi duduk terjadi terutama di kantor-kantor, tetapi terjadi di industri (perakitan dan pekerjaan kemasan, kadang-kadang untuk operasi mesin). Duduk memiliki sejumlah keuntungan dibandingkan dengan berdiri. Tubuh lebih baik karena beberapa dukungan yang dapat digunakan, seperti lantai, kursi, sandaran, sandaran tangan,


(56)

permukaan meja kerja. Oleh karena itu,posisi tubuh relatif dapat mengurangi kelelahan daripada berdiri (Wowo Sunaryo, 2014).

2. Kerja berdiri setengah duduk

Berdasarkan hasil penelitian (Gempur, 2003) bahwa tenaga kerja bubut yang telah terbiasa bekerja dengan posisi berdiri tegak diubah menjadi posisi berdiri setengah duduk tanpa sandaran dan setengah duduk pakai sandaran menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kelelahan otot biomekanik antar kelompok. Kelelahan biomekanik tersebut berbanding langsung peningkatan asam laktat dan penurunan glukosa.

3. Kerja Berdiri

Postur tubuh dalam melakukan pelayanan dengan posisi berdiri, merupakan suatu totalitas perilaku kesiagaan dalam menjaga keseimbangan fisik dan mental (Wowo Sunaryo, 2014). Bekerja berdiri statis dan lama akan membebani otot tulang belakang. Suatu perlawanan (reaksi) terhadap suatu beban (aksi) mengakibatkan otot mengalami kontraksi yang berlebihan. Kontraksi otot tulang belakang yang kuat dalam waktu lama mengakibatkan keadaan yang dikenal sebagai kelelahan (fatique). Postur tubuh pada tenaga kerja berdiri statis tegak seperti tukang bubut, beban tubuh lebih banyak diterima oleh otot rangka pada tulang belakang daripada kaki. Hal itu karena pada saat berdiri otot rangka tulang kaki bisa menahan tubuh bergantian antara kaki kiri dan kaki kanan (bisa relaksasi). Namun,pada posisi kerja berdiri pada otot rangka tulang belakang tidak bisa relaksasi, otot itu akan menahan beban tubuh secara terus menerus. Apalagi bila posisi berdiri membungkuk, maka akan lebih membebani otot rangka tulang


(57)

17

belakang karena terjadi momen tubuh.Suatu perlawanan terhadap suatu beban momen tubuh mengakibatkan otot mengalami kontraksi yang semakin berlebihan. Kontraksi otot rangka tulang belakang yang kuat dan lama mengakibatkan keadaan yang dikenal sebagai kelelahan (Gempur, 2013).

Menurut Wowo Sunaryo (2014), kecenderungan lainnya adalah memerlukan tenaga lebih besar dibandingkan dengan posisi duduk, mengingat kaki sebagai tumpuan tubuh Bekerja dengan posisi berdiri terus menerus sangat mungkin akan terjadi penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh pada kaki, hal ini akan bertambah bila berbagai bentuk dan ukuran sepatu yang tidak sesuai seperti pembersih (clerks), dokter gigi, penjaga tiket, tukang cukur (barbers) pasti memerlukan sepatu ketika bekerja, apabila sepatu tidak pas (tidak sesuai) maka sangat mungkin sobek (bengkak) pada jari kaki, mata kaki, dan bagian sekitar telapak kaki. Oleh karena itu perlu adanya penelitian lebih lanjut sepatu kerja yang ergonomis. Sepatu yang baik adalah sepatu yang dapat menahan kaki (tubuh), bukan kaki direpotkan untuk menahan sepatu. Desain sepatu untuk kerja berdiri, ukuran sepatu harus lebih longgar dari ukuran telapak kaki, apabila bagian sepatu di kaki terjadi penahanan yang sangat kuat pada tali sendi (ligamnet) pergelangan kaki, dan hal itu terjadi pada jangka waktu yang lama, maka otot rangka (muscles) akan mudah mengalami kelelahan (Gempur, 2004).

2.4.1 Sikap Kerja Tidak Alamiah

Menurut Tarwaka (2004), sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala


(58)

terangkat, dan sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula risiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini pada umunya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja. Di Indonesia sikap kerja tidak alamiah ini lebih banyak disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian antara dimensi alat dan stasiun kerja dengan ukuran tubuh pekerja.

2.4.2 Sikap kerja berulang (aktivitas berulang)

Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat-angkut, dan sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi (Tarwaka, 2004). Ketika bergerak ,otot dan tendon bekerja dengan memendek dan memanjang. Peradangan pada tendon dan ligamen sangat mungkin terjadi jika gerakan yang dilakukan berulang secara terus-menerus tanpa istirahat yang cukup (Hardianto dan Yassierli, 2014).

2.5 Tulang Dalam Sistem Rangka Tubuh

Muskuloskeletal berasal dari kata muskulo (muskular) yang berarti otot dan kata skeletal yang berarti rangka/tulang. Muskulo adalah jaringan otot-otot tubuh,yang dipelajari secara khusus melalui myologi. Sedangkan yang dimaksud dengan skeletal atau osteo adalah tulang kerangka tubuh,yang dipelajari dalam ilmu osteologi. Otot rangka merupakan sekelompok otot untuk menggerakkan berbagai bagian kerangka. Sistem muskulo dan skeletal mempunyai fungsi yang


(59)

19

saling mendukung terutama dalam proses pergerakan dan pembentukan postur tubuh (Tarwoto dkk, 2009).

Menurut Wowo Sunaryo (2014) struktur otot rangka atau musculoskeletal

manusia dibentuk oleh komponen utama seperti tulang, ligamen, tendon, otot dan sendi. Fungsi utama sistem otot rangka kita adalah untuk menyokong dan melindungi anggota tubuh, mempertahankan posisi tubuh, dan menghasilkan gerakan.

1. Tulang, Ligamen dan Tendon

Sistem rangka kita terdiri atas 206 tulang yang berhubungan satu sama lain. Tulang sangat berperan sebagai penyokong struktur tubuh dan pembentuk formasi rangka tubuh. Fungsi lain tulang adalah untuk pergerakan bersama-sama dengan otot, terutama tulang-tulang panjang pada lengan dan kaki. Tulang terdiri atas sel-sel, matriks organik yang tersusun dari serat kolagen, dan garam-garam anorganik, seperti fosfor dan kalsium. Bagian luar tulang berwujud padat, tapi dalamnya terdapat perancah tulang spons yang menyerupai sarang lebah. Hal inilah yang membuat tulang kita kuat namun ringan, sehingga tulang mampu menopang tanpa membebani kita. Berbagai jenis tulang diantaranya :

1. Tulang panjang (seperti pada lengan dan kaki), yang bekerja seperti tuas sehingga digunakan untuk menggerakkan tubuh.

2. Tulang pendek (seperti pada pergelangan tangan dan kaki) yang memiliki kekuatan lebih besar dari tulang panjang namun dengan gerakan terbatas. 3. Tulang pipih (seperti pada tengkorak) untuk perlindungan organ tubuh 4. Tulang dengan bentuk tidak beraturan (tulang belakang).


(60)

Secara umum, pada tubuh kita terdapat dua jenis serat yakni kolagen dan elastik. Proporsi perbandingan kolagen dan elastic memengaruhi karakteristik mekanis tiap jaringan yang ada pada tubuh. Karakteristik mekanis ini dapat dilihat dari berbagai aspek, meliputi : kekerasan, kekuatan, serta daya tahan terhadap pembebanan, gaya tekan, dan torsi dari luar, baik yang bersifat tiba-tiba maupun berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama.

Ligamen merupakan jaringan yang menghubungkan antara dua buah tulang dan berfungsi untuk mempertahankan stabilitas sendi. Otot-otot terhubung pada tulang melalui tendon. Tendon berfungsi untuk meneruskan gaya dari otot. Selain memiliki fungsi serupa, ligamen dan tendon berbeda dengan tulang karena ligamen dan tendon memiliki proporsi kandungan serat kolagen yang lebih sedikit dari tulang. Khususnya pada tendon, tendon dikelilingi oleh lapisan pembungkus yang berperan besar untuk meredam gesekan ketika bergerak. Jika produksi cairan ini terhambat, maka rasa ngilu dan sakit akan dirasakan ketika melakukan gerakan yang berulang-ulang. Ligamen dan tendon adalah dua jenis jaringan yang paling sering menderita kelainan akibat kerja dalam jangka panjang.

2. Otot Rangka

Struktur tubuh kita mempunyai sekitar 400 otot yang memiliki fungsi masing-masing. Secara keseluruhan bobot otot hampir mencapai 40-50 % bobot tubuh. Otot mengonsumsi hamper 50 % metabolisme tubuh. Berdasarkan aktivitas geraknya, otot rangka dapat dikelompokkan seperti otot sinergis, otot antagonis, otot fleksor, otot ekstensor, otot abductor, otot adductor.


(61)

21

Otot (rangka) mampu berkontraksi (memendek) dan berelaksasi (memanjang). Otot (rangka) dan tulang bekerja sama untuk bergerak. Jika otot sinergi berkontraksi, maka otot antagonis berelaksasi. Setiap proses kontraksi membutuhkan energi yang diperoleh dari ATP (adenosine triphosphate) yang dipecah membentuk ADP (adenosine diphosphate). Menurut Hardianto dan Yassierli (2014) kebutuhan ATP dalam jumlah besar disuplai dengan mengurai karbohidrat, lemak dan protein yang tersimpan pada tubuh melalui proses anaerobik dan proses aerobik.

2.6Musculuskeletal Disorders

Menurut Soedirman dan Suma’mur (2014) dalam melakukan aktivitasnya, penggunaan kerja otot yang tidak terkontrol dapat menimbulkan gangguan pada otot rangka, yang dikenal dengan gangguan otot rangka (musculoskeletal disorders), yaitu :

1. Kelelahan dan keletihan terus menerus yang disebabkan oleh kegiatan yang dilakukan dengan frekuensi atau periode waktu yang lama dari upaya otot, pengulangan aktivitas atau upaya yang terus-menerus dari bagian tubuh yang sama pada posisi tubuh yang statis.

2. Kerusakan tiba-tiba yang disebabkan oleh aktivitas yang sangat kuat /berat atau pergerakan yang tidak terduga.

Gangguan musculuskeletal (MSDs) adalah cedera pada otot, saraf, tendon, ligamen, sendi, tulang rawan atau cakram tulang belakang. MSDs biasanya hasil dari setiap peristiwa sesaat atau akut (seperti slip, perjalanan, atau jatuh), selain itu mencerminkan perkembangan yang lebih bertahap atau kronis (Wowo


(62)

Sunaryo, 2014). Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam jangka waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen, tendon. Keluhan dan kerusakan inilah biasanya diistilahkan dengan keluhan MSDs (Tarwaka, 2004). MSDs biasanya diawali dengan keluhan rasa nyeri. Rasa nyeri ini jika tidak segera ditangani akan menimbulkan rasa sakit yang berlebihan dan berujung pada perubahan anatomi jaringan tubuh jika terus-menerus (Hardianto dan Yassierli, 2014).

Menurut Tarwaka (2015), secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot terjadi pada saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan.

2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut.

Sinyal adanya indikasi MSDs adalah sakit, kegelisahan, kesemutan, kematian rasa, rasa terbakar, pembengkakan, kekakuan, kram, kekuatan genggaman di tangan bergerak, rentang gerak pendek, perubahan keseimbangan tubuh, sesak, atau hilangnya fleksibilitas. Risiko kerja apabila tidak dikendalikan baik oleh diri sendiri, maupun oleh manajemen tempat kerja dapat menyebabkan


(63)

23

berbagai gangguan terhadap tubuh pekerja baik saat terjadi maupun dirasakan pada waktu jangka panjang (Wowo Sunaryo, 2014).

Perlu dicatat bahwa suatu gangguan pada sistem otot rangka dapat disebabkan oleh satu atau kombinasi beberapa faktor risiko. Semakin banyak faktor risiko yang melekat pada suatu pekerjaan, risiko gangguan MSDs yang mungkin terjadi juga semakin besar (Hardianto dan Yassierli, 2014).

2.6.1 Faktor Penyebab Terjadinya Keluhan Musculoskeletal

Menurut Tarwaka (2004) terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal, yaitu :

1. Peregangan Otot yang Berlebihan

Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan oleh pekerja dimana aktiitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik, dan menahan beban yang berat. 2. Aktivitas Berulang

Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat-angkut, dan sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus-menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi.

3. Sikap Kerja Tidak Alamiah

Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap yang menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat, dan sebagainya.


(64)

Semakin jauh posisi bagian tubuh dari gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula risiko terjadinya keluhan otot skeletal.

4. Faktor Penyebab Sekunder a. Tekanan

Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak. Sebagai contoh, pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat, dan apabila hal ini sering terjadi, dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap.

b. Getaran

Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot.

c. Mikrolimat

Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot.

5. Penyebab kombinasi a. Umur

Pada umumnya keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja,yaitu 25-65 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya umur.


(65)

25

b. Jenis Kelamin

Walaupun masih ada perdebatan pendapat dari beberapa ahli tentang pengaruh jenis kelamin terhadap risiko keluhan otot skeletal, namun beberapa hasil penelitian secara signifikan menunjukkan bahwa jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat resiko keluhan otot.

c. Kebiasaan Merokok

Sama hal nya dengan faktor jenis kelamin, pengaruh kebiasaan merokok terhadap risiko keluhan otot juga masih diperdebatkan dengan para ahli, namun demikian beberapa penelitian telah membuktikan bahwa meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungan nya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok.

d. Kesegaran Jasmani

Pada umumnya keluhan otot lebih jarang ditemukan pada seseorang yang dalam aktivitas kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk istirahat.

e. Kekuatan Fisik

Sama halnya dengan beberapa faktor lainnya, hubungan antara kekuatan fisik dengan resiko keluhan otot skeletal juga masih diperdebatkan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kekuatan fisik dengan keluhan otot skeletal.

f. Ukuran Tubuh

Walaupun pengaruhnya relatif kecil, berat badan, tinggi badan dan massa tubuh merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal.


(66)

2.6.2 Jenis Keluhan MSDs

Menurut Hardianto dan Yassierli (2014) berdasarkan jenisnya, gangguan MSDs dapat dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu :

a. Gangguan MSDs pada Tendon

Gangguan pada tendon biasanya berupa peradangan yang diakibatkan oleh gerakan berulang dan secara terus-menerus membebani suatu tendon tertentu tanpa istirahat yang cukup. Tendinitis merupakan nama umum peradangan pada jaringan tendon. Selain disebabkan oleh 4 faktor risiko MSDs (kerja otot yang berat, aktivitas kerja yang berulang, durasi waktu yang lama, dan istirahat yang kurang), tendinitis juga dipengaruhi oleh faktor usia. Semakin bertambahnya usia maka elastisitas tendon semakin berkurang. Tendinitis biasanya paling sering di derita oleh bagian tubuh seperti bahu, siku, pergelangan tangan dan tumit. Beberapa jenis pekerjaan yang berpotensi menyebabkan tendinitis ialah pekerjaan kontruksi bangunan, pekerjaan entry data pada computer pekerjaan jahit dan sebagainya. Pekerjaan tersebut merupakan karakteristik berulang-ulang dengan waktu siklus yang singkat dan hanya melibatkan otot dan tendon tertentu secara terus-menerus dalam bekerja.

Gejala munculnya tendinitis biasanya di awali dengan rasa nyeri karena peradangan jaringan tendon. Rasa sakit dirasakan baik ketika diraba maupun saat digerakkan. Untuk mencegah munculnya tendinitis, pekerja biasanya disarankan untuk melakukan peregangan disela-sela pekerjaan dan memastikan otot dan tendon yang bekerja tersebut mendapatkan istirahat yang cukup. Contoh bentuk


(1)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Hardi Siringoringo

Tempat Lahir : Pakkat

Tanggal Lahir : 23 Februari 1994

Suku Bangsa : Batak Toba

Agama : Kristen Protestan

Nama Ayah : Alm R Siringoringo

Suku Bangsa Ayah : Batak Toba

Nama Ibu : E Rajagukguk S.Pd

Suku Bangsa Ibu : Batak Toba

Pendidikan Formal

1. SD/Tamat Tahun : SDN 173462 Pakkat/ 2006 2. SLTP/Tamat Tahun : SMP N 1 Pakkat/ 2009

3. SLTA/Tamat Tahun : SMA Swt RK St Maria Pakkat/ 2012 4. Lama Studi di FKM USU : 2012-2016


(2)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

RIWAYAT HIDUP ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Kesehatan Kerja ... 8

2.2 Penyakit Akibat Kerja ... 8

2.2.1 Faktor-Faktor Penyebab Penyakit Akibat Kerja ... 10

2.3 Ergonomi... 12

2.3.1 Risiko Ergonomi ... 13

2.4 Sikap Kerja... 14

2.4.1 Sikap Kerja Tidak Alamiah ... 17

2.4.2 Sikap Kerja Berulang ... 18

2.5 Tulang Dalam Sistem Rangka Tubuh ... 18

2.6 Musculoskeletal Disorders... 21

2.6.1 Faktor Penyebab Terjadinya Musculosekeltal Disorders ... 23

2.6.2 Jenis Keluhan MSDs ... 26

2.6.3 Relaksasi Otot ... 29

2.7 Nordic Body Map ... 30


(3)

3.5 Definisi Operasional ... 40

3.6 Pengolahan Data ... 41

3.7 Analisis Data ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN... 42

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 42

4.1.1 Sejarah PT Tuah Kalibaru Lestari ... 42

4.1.2 Lokasi Penelitian ... 44

4.1.3 Shift Kerja ... 44

4.1.4 Struktur Organisasi PT Tuah Kalibaru Lestari SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan ... 45

4.1.5 Proses Kerja Pengisian Bahan Bakar Minyak ... 45

4.2 Karakteristik Operator SPBU 14.201.103 ... 46

4.2.1 Umur ... 46

4.2.2 Jenis Kelamin ... 46

4.2.3 Masa Kerja ... 47

4.2.4 Keluhan Musculoskeletal Disorders ... 47

4.2.4.1 Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Operator SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan Tahun 2016 ... 47

4.2.4.2 Keluhan Musculoskeletal Diorders Berdasarkan Tingkat Keluhan pada Operator SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan Tahun 2016 ... 49

4.2.5 Sikap Kerja ... 50

4.2.6 Metode Reba ... 51

BAB V PEMBAHASAN ... 53

5.1 Sikap Kerja ... 53

5.2 Keluhan Musculoskeletal Disorders ... 55

5.3 Gambaran Sikap Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders 56 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

6.1 Kesimpulan ... 61

6.2 Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63


(4)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Subyektifitas Tingkat Risiko Sistem Musculoskeletal

berdasarkan Total Skor Individu ... 31

Tabel 2.2 Skor pengukuran punggung ... 33

Tabel 2.3 Skor pergerakan leher... 34

Tabel 2.4 Skor pergerakan kaki ... 34

Tabel 2.5 Skor Beban (load) ... 34

Tabel 2.6 Skor pergerakan lengan atas ... 35

Tabel 2.7 Skor pergerakan lengan bawah ... 35

Tabel 2.8 Skor pergelangan tangan ... 35

Tabel 2.9 Skor genggaman ... 36

Tabel 2.10 Aktivitas Skor ... 36

Tabel 2.11 Skor untuk bagian tubuh A (Tubuh, Leher, Kaki) ... 36

Tabel 2.12 Skor untuk bagian tubuh B (Lengan atas, Lengan bawah, Pergelangan tangan) ... 37

Tabel 2.13 Skor akhir ... 37

Tabel 2.14 Nilai level tindakan REBA ... 37

Tabel 4.1 Distribusi umur operator SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan Tahun 2016 ... 46


(5)

Tabel 4.3 Distribusi masa kerja operator SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan Tahun 2016... 47 Tabel 4.4 Distribusi frekuensi keluhan Musculoskeletal pada operator

SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan Tahun 2016 ... 48 Tabel 4.5 Distribusi keluhan musculoskeletal disorder berdasarkan

tingkat keluhan operator SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan Tahun 2016 ... 49 Tabel 4.6 Pengukuran sikap kerja dengan Metode REBA pada operator

SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan Tahun 2016 ... 51 Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi sikap kerja pada Operator SPBU


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Nordic Body Map Lampiran 2. Surat Izin Penelitian

Lampiran 3. Surat Keterangan Selesai Penelitian Lampiran 4. Dokumentasi

Lampiran 5. Master Data Lampiran 6. Output