Semantik Bahasa Melayu Dialek Tanjung Balai

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Berbahasa adalah suatu hal yang amat lazim diperankan di dalam setiap aspek
kehidupan manusia. Tak dapat dipungkiri, kegiatan berbahasa lisan hingga kini masih
dipilih umat manusia dalam berkomunikasi dibanding berbahasa non lisan. Hal ini
dikarenakan berbahasa lisan lebih mudah menjalin komunikasi yang baik antara si penutur
dan si pendengar daripada berbahasa non lisan. Meskipun begitu, tidak jarang
diskomunikasi verbal terjadi antar sesama pengguna suatu bahasa. Apakah yang menjadi
penyebab diskomunikasi tersebut?. Jawabannya amatlah banyak, diantaranya karena
adanya ketidaksepahaman antara si penutur dan si pendengar, juga bisa terjadi karena
perbedaan stratifikasi sosial antara si penutur dan si pendengar, dan masih banyak lagi
faktor-faktor lainnya.
Kridalaksana (dalam Wijana, 2008:9) Secara garis besar elemen bahasa terdiri dari
dua macam, yakni elemen bentuk dan elemen makna, atau untuk ringkasnya disebut bentuk
dan makna. Bentuk adalah elemen fisik tuturan. Bentuk dari tataran terendah sampai
tertinggi diwujudkan dengan bunyi, suku kata, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat,

paragraf, dan wacana.
Bunyi merupakan satuan kebahasaan terkecil, sedangkan wacana merupakan satuan
kebahasaan terbesar. Di dalam hierarki gramatikal, satuan kebahasaan yang disebut wacana
ini menduduki tataran tertinggi yang perwujudannya dapat berupa karangan yang utuh

1

Universitas Sumatera Utara

(novel, buku, ensiklopedia, dsb.), paragraf, kalimat, atau kata yang membawa amanat yang
utuh.
Di Indonesia ada satu bahasa kesatuan yang digunakan, yaitu bahasa Indonesia yang
mana cikal bakalnya berasal dari bahasa Melayu, yaitu bahasa Melayu Riau, yang
digunakan sebagai Lingua Franca atau bahasa perantara.
Etnis Melayu sendiri merupakan etnis terbesar ketiga di Indonesia setelah etnis Jawa
dan etnis Sunda. Etnis Melayu memiliki beberapa subetnis diantaranya subetnis Melayu
Riau, subetnis Melayu Jambi, Melayu Palembang, Melayu Musi Sekayu, Melayu Bangka,
Melayu Pontianak, Melayu Enim, Melayu Pegagan, Melayu Belitung, Melayu Semendo,
Melayu Pasemah, dan Melayu Bengkulu (Suryadinata dkk., 2003:41-42).
Setiap bahasa Melayu mempunyai makna kata yang berbeda antara yang satu dengan

yang lain. Bahasa Melayu Tanjung Balai merupakan salah satu bahasa dialek Melayu.
Bahasa ini mempunyai makna yang unik apabila ditinjau dari sudut semantik.
Kata semantik dalam bahasa Indonesia (Inggris: semantics) berasal dari bahasa
Yunani sema (kata benda yang berarti “tanda” atau “lambang”). Kata kerjanya adalah
semaino yang berarti “menandai” atau “melambangkan”. Yang dimaksud dengan tanda
atau lambang disini sebagai padanan kata sema itu adalah tanda linguistik (Prancis: signe
linguistique) seperti yang dikemukakan oleh Saussure (dalam Chaer, 2009:2), yaitu yang
terdiri dari komponen yang mengartikan, yang berwujud bentuk-bentuk bunyi bahasa dan
komponen yang diartikan atau makna dari komponen yang pertama itu. Kedua komponen
ini adalah merupakan tanda atau lambang; sedangkan yang ditandai atau dilambanginya
adalah sesuatu yang yang berada diluar bahasa yang lazim disebut referen atau hal yang
ditunjuk.

2

Universitas Sumatera Utara

Semantik adalah ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga
tataran analisis bahasa: fonologi, gramatika, dan semantik (Chaer, 1994:2). Sementara
(Verhaar, 1981:9) berpendapat bahwa semantik berarti teori makna atau teori kata.

Pada penelitian ini penulis memilih judul Semantik bahasa Melayu Tanjung Balai
sebagai salah satu dari cabang tata bahasa. Hal ini penulis lakukan karena penelitian
tentang Semantik bahasa Melayu dialek Tanjung Balai masih jarang diteliti orang.

1.1.1 Sejarah Kota Tanjung Balai
Sejarah perkembangan kota ini sangat berkaitan dengan kehadiran Kesultanan
Asahan, sekitar pertengahan abad ke- 18, kemudian kerajaan ini dianeksasi oleh
pemerintah Hindia-Belanda, menjadi suatu gemeente berdasarkan Besluit Governeur
General tanggal 27 Juni 1917 dengan Stbl. No. 284/1917, sebagai akibat dibukanya
perkebunan-perkebunan di daerah Sumatera Timur, termasuk daerah Asahan, seperti
H.A.P.M., SIPEF, London Sumatera (“Lonsum”), dan lain-lain. Kota Tanjung Balai
menjadi kota pelabuhan dan pintu masuk yang penting ke daerah Asahan, artinya bagi lalu
lintas perdagangan Hindia-Belanda.

1.1.2 Letak Geografis Kota Tanjung Balai
Kota Tanjung Balai adalah salah satu Kota Madya yang ada di provinsi Sumatera
Utara. Luas wilayahnya 60,52 Km2 dan penduduk berjumlah 154.445 jiwa. Kota ini berada
ditepi Sungai Asahan, yaitu sungai terpanjang di Sumatera Utara. jarak tempuh dari Medan
sekitar 5 jam perjalanan kendaraan.
Sebelum Kota Tanjung Balai diperluas dari hanya 199 ha (2Km2) menjadi 60,52

Km2, kota ini pernah menjadi kota terpadat di Asia Tenggara dengan jumlah penduduk

3

Universitas Sumatera Utara

lebih kurang 40.000 orang dengan kepadatan penduduk ±20.000 jiwa per km2. Akhirnya
Kota Tanjung Balai diperluas menjadi ±60 Km2 dengan terbitnya Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 20 Tahun 1987, tentang perubahan batas wilayah kota Tanjung
Balai dan Kabupaten Asahan.
Kota Tanjung Balai terdiri dari enam Kecamatan, diantaranya Kec. Datuk Bandar,
Kec. Datuk Bandar Timur, Kec. Tanjung Balai Selatan, Kec. Tanjung Balai Utara, Kec. Sei
Tualang Raso, dan Kec. Teluk Nibung.
Kota Tanjung Balai terletak diantara 2o 58’ LU dan 99o 48’ BT, dengan luas wilayah 60,52
Km2 (6.052 ha), dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Asahan dengan batas-batas sebagai
berikut:
a. Wilayah utara berbatasan dengan kecamatan Tanjung Balai Utara
b. Wilayah selatan berbatasan dengan kecamatan Simpang Empat
c. Wilayah barat berbatasan dengan kecamatan Simpang Empat
d. Wilayah timur berbatasan dengan kecamatan Sei Kepayang


1.1.3 Profesi, Kebiasaan, dan Tradisi masyarakat Tanjung Balai
Mayoritas masyarakat Tanjung Balai berprofesi sebagai nelayan, petani, tukang
becak bermotor, Pegawai Negeri, dan lain sebagainya. Setiap akhir tahun, diadakan pesta
kerang guna memperingati Hari Ulang Tahun Kota Tanjung Balai. Kota ini dijuluki
sebagai “Kota Kerang”. Hal ini disebabkan dulunya kota ini sempat menjadi kota
penghasil kerang yang cukup besar, namun sekarang produksi kerang sudah jauh menurun,
hal ini disebabkan ekosistem yang tidak seimbang. Setiap hari ke 26 di bulan suci

4

Universitas Sumatera Utara

Ramadhan pada sore hari, kaum ibu biasanya melakukan tradisi tukar makanan ke para
tetangga. Kebiasaan ini masih berlanjut hingga sekarang.

1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang terpapar di atas, penulis mencoba merumuskan


rumusan masalah, diantaranya:
1.

Bagaimanakah jenis-jenis makna dalam bahasa Melayu dialek Tanjung Balai?

2.

Bagaimanakah hubungan bentuk dan makna dalam bahasa Melayu dialek Tanjung

Balai?
3.

Bagaimanakah perubahan makna dalam bahasa Melayu dialek Tanjung Balai?

1.3

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:


1.

Menjelaskan dan memaparkan jenis-jenis makna dalam bahasa Melayu dialek

Tanjung Balai.
2.

Menjelaskan dan memaparkan bagaimana hubungan bentuk dan makna dalam bahasa

Melayu dialek Tanjung Balai.
3.

Menjelaskan dan memaparkan perubahan makna dalam bahasa Melayu dialek

Tanjung Balai.

1.4

Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini diantaranya:


1.

Sebagai penambah khazanah ilmu pengetahuan

5

Universitas Sumatera Utara

2.

Diharapkan hasil penelitian ini nantinya dapat menjadi bahan rujukan maupun bahan

perbandingan bagi penulis berikutnya yang ingin mengkaji semantik bahasa Melayu ,
khususnya semantik bahasa Melayu dialek Tanjung Balai.
3.

Sebagai upaya pelestarian bahasa, khususnya dalam bidang bahasa daerah.

6


Universitas Sumatera Utara