SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Ilmu Farmasi

  IDENTIFIKASI FLAVONOIDA HASIL FRAKSINASI DENGAN KROMATOGRAFI KOLOM VAKUM EKSTRAK METANOL-AIR HERBA PEGAGAN EMBUN ( Hydrocotyle sibthorpioides Lmk.)

  SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Ilmu Farmasi Oleh : Anita Devi Ariesnawati NIM : 038114057 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

  

“Being Aware of

Ignorance is the First Step

to Develop……”

  Dedicated to: Papa, Mama and Mas Aris…

  

INTISARI

  Pegagan Embun (Hydrocotyle sibthorpioides Lmk.) dipercayai dapat mengobati sakit kuning (hepatitis), batu empedu, kencing batu, infeksi saluran kencing, batuk, sesak nafas, sariawan, radang tenggorokan, amandel, infeksi telinga tengah (Anonim, 2005). Dimungkinkan bahwa flavonoida berperan dalam mengatasi penyakit di atas. Anonim (2005) menyebutkan adanya kandungan flavonoida dalam pegagan embun yaitu hiperin. Penelitian ini diarahkan untuk menentukan golongan flavonoida lain yang ada dalam herba pegagan embun dan diharapkan hasil penelitian ini dapat memberi informasi tentang kandungan aktif senyawa obat alami

  Serbuk diekstraksi dengan metanol-air (9:1 dan 1:1) dan penyarian dilakukan dengan maserasi. Fraksinasi flavonoida dari ekstrak dilakukan dengan kromatografi kolom vakum. Fase diam yang digunakan adalah selulosa, sedangkan fase geraknya adalah BAW (4:1:5 v/v,fase atas). Pemeriksaan kandungan flavonoida dilakukan dengan kromatografi lapis tipis dengan menggunakan fase diam dan fase gerak yang sama dengan yang digunakan pada kromatografi kolom. Deteksi bercak dilakukan dengan sinar ultraviolet

  λ 365 nm dan uap amonia. Identifikasi menggunakan KLT menghasilkan dua bercak yaitu ungu (Rf

  0,86 yang selanjutnya disebut isolat flavonoida) dan biru (Rf 0,76). Isolasi bercak dilakukan dengan KLTP. Bercak ungu dikerok kemudian dilarutkan dalam metanol dan disaring, lalu diuji kemurniannya. Pemeriksaan kemurnian isolat flavonoida menggunakan kromatografi multi eluen yang menunjukkan bahwa isolat flavonoida sudah murni secra kromatografi. Pemeriksaan dilanjutkan menggunakan reaksi warna dan spektroskopi ultraviolet dengan penambahan pereaksi geser.

  Berdasarkan analisis data dari KLT, reaksi warna dan spektroskopi ultraviolet menunjukkan bahwa isolat flavonoida diduga mempunyai golongan

  

flavon dengan kemungkinan struktur parsial 7,3’,4’ trihidroksi flavon atau

7,4’,5’ trihidroksi flavon.

  Kata kunci : flavonoida, kromatografi, spektroskopi, Hydrocotyle sibthorpioides.

  ABSTRACT

  Pegagan embun (Hydrocotyle sbthorpioides. Lmk) is believed can cure hepatitis, kidney stone, urethra infection, cough, short winded, ulcer, throat inflammation, tonsil, middle chamber ear infection, (Anonym, 2005). It is possible that flavonoid plays important roles in curing such diseases. Anonym (2005) mentions that pegagan embun contains flavonoid, which is hyperin. This research is aimed at determining another type of flavonoid that exists in the pegagan embun herbs and it is hoped that the finding of the research will provide information to invent new medicine.

  Powder is extracted using methanol – water (9:1 and 1:1) and the extraction is done using maseration. Flavonoid fractionation from the extract is done using vacuum column chromatography. Stationer phase used is cellulose, while mobile phase is BAW (4:1:5 v/v, upper phase). The investigation of flavonoid content is done by employing thin layer chromatography (TLC) using stationer and mobile phase similar to what is used in the vacuum column chromatography. The spot detection is done using ultraviolet ray λ 365 nm and ammonia steam.

  Identification using TLC results two spots, they are purple ( Rf 0,86 which is called flavonoid isolate then) and blue (Rf 0,76). Spot isolation is done by using Preparative Thin Layer Chromatography (PTLC). The purple spot is scrapped and dissolved in the methanol and filtered, and then the genuineness is tested. The genuineness check up of flavonoid isolate is using multi eluen chromatography that indicates that flavonoid isolate is genuine in terms of chromatography. The check up continues with color reaction and ultraviolet spectroscopy with an addition of shift reagent.

  Based on the data analysis from TLC, color reaction and ultraviolet spectroscopy shows that flavonoid isolate has flavone type with the possibility

  partial structure 7,3’,4’ trihydroxy flavone or 7,4’,5’ trihydroxy flavone.

  Keywords: flavonoid, chromatography, spectroscopy, Hydrocotyle sibthorpioides.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan limpahan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Identifikasi Flavonoida Hasil Fraksinasi dengan Kromatografi Kolom Vakum Ekstrak Metanol-Air Herba Pegagan Embun (Hydrocotyle sibthorpioides Lmk.)”. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) pada Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Dalam penyusunan dan menyelesaikan skripsi ini penulis telah banyak memperoleh bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

  1. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  2. Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah dengan sabar membimbing dan mengarahkan penulis baik pada penyusunan usulan penelitian, penelitian dan penyusunan skripsi ini.

  3. Erna Tri Wulandari, M.Si. selaku dosen penguji yang memberikan masukan, kritik, dan saran dalam skripsi ini.

  4. Christine Patramurti, M.Si., Apt. selaku Ketua Panitia Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma sekaligus dosen penguji yang banyak membantu serta memberikan masukan, kritik, dan saran dalam skripsi ini.

  5. Dr. Pudjono selaku dosen Farmasi Universitas Sanata Dharma yang memberikan bantuan dan masukan yang berharga.

  6. Seluruh staf dan karyawan Laboratorium Biologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  7. Seluruh staf dan karyawan Laboratorium Kimia Analisis dan Kimia Analisis Instrumen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  8. Papa, Mama dan Mas Aris yang telah memberikan doanya, dukungan dan cinta sehingga memotivasi penulis dalam menyelesaikan studi dan skripsi ini.

  9. Timur Pamenang dengan segala kesabarannya telah mendampingi dan banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

  10. Mbok Nah dan Yu Dhar, yang sudah setia menemani saya sejak sebelum saya lahir hingga sekarang.

  11. My best friends, Komang, Ocha, Titien, Ratna, Anin, Madya, Hartono, Essy, Hani, Tata, Silih, Nia, Jule, Bodonx, Phian and Pharmacy 2003 fellows for your support, time, laughter, hatred and every lesson we have learned to grow together.

  12. Every single person that I have met, who has supported me so much so that I can compile this thesis, who I never met but has given an obvious lesson during my study, who I cannot mention his or her name here and now.

  Penulis menyadari, skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu penulis membuka diri untuk menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

  Akhirnya, penulis berharap hasil peneltitan ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu dan pengetahuan.

  Yogyakarta, 15 Agustus 2007 Penyusun

  Anita Devi Ariesnawati

  

DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................. iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................... v

  INTISARI ............................................................................................................. vi ABSTRACT ......................................................................................................... vii KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ................................................................................................. xv DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xvii DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... xviii

  BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1 A. Latar Belakang ......................................................................................... 1 B. Permasalahan ........................................................................................... 3 C. Keaslian Penelitian ................................................................................... 3 D. Manfaat Penelitian ................................................................................... 3 E. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 4

  BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA .................................................................. 5 A. Tanaman Pegagan Embun (Hydrocotyle sibthorpioides Lmk.) ............... 5

  1. Keterangan Botani .............................................................................. 5

  2. Nama Lokal ........................................................................................ 5

  3. Morfologi Tanaman ........................................................................... 5

  4. Penyebaran ......................................................................................... 6

  5. Kegunaan ........................................................................................... 6

  B. Flavonoida ................................................................................................ 7

  C. Penyarian .................................................................................................. 9

  1. Cairan Penyari .................................................................................... 9

  2. Ekstraksi ............................................................................................. 9

  D. Kromatografi Kolom Vakum …………………………………………… 11

  E. Kromatografi Lapis Tipis ......................................................................... 12

  F. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif ........................................................ 13

  G. Identifikasi Flavonoida ............................................................................ 13

  1. Reaksi Warna ..................................................................................... 13

  2. Kromatografi Lapis Tipis…………………………………………… 14

  3. Spektroskopi Ultraviolet .................................................................... 15

  H. Keterangan Empiris .................................................................................. 24

  BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 25 A. Jenis dan Rancangan Penelitian ............................................................... 25 B. Definisi Operasional ................................................................................ 25 C. Bahan Penelitian ....................................................................................... 25 D. Alat Penelitian .......................................................................................... 26 E. Jalannya Penelitian ................................................................................... 26 F. Tata Cara Analisis Hasil ........................................................................... 32 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................... 33 A. Determinasi Tanaman .............................................................................. 33 B. Ekstraksi Herba Pegagan Embun ............................................................. 33 C. Isolasi dengan Kromatografi Kolom Vakum ........................................... 34 D. Isolasi Flavonoida dengan Kromatografi Lapis Tipis .............................. 35 E. Isolasi Flavonoida dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif ............. 37 F. Pemeriksaan Kemurnian Isolat Flavonoida ............................................. 38 G. Identifikasi Flavonoida dengan Reaksi Warna ........................................ 42 H. Identifikasi Spektrum Isolat Flavonoida dengan Spektroskopi Ultraviolet ................................................................................................ 43 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 56 A. Kesimpulan .............................................................................................. 56 B. Saran ......................................................................................................... 56

  DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 57 LAMPIRAN ......................................................................................................... 59

  

DAFTAR TABEL

  I. Penafsiran bercak dari segi struktur flavonoida ............................................. 14

  II. Reaksi warna beberapa golongan flavonoida ................................................ 15

  III. Rentangan serapan spektrum UV pada flavonoida.................................................... 18

  IV. Penafsiran spektrum ultraviolet flavonoida dengan penambahan NaOH...... 21

  V. Penafsiran spektrum ultraviolet flavonoida dengan penambahan NaOAc.... 22

  VI. Penafsiran spektrum ultraviolet flavonoida dengan penambahan NaOAc dan H BO ....................................................................................... 22

  3

  3 VII. Penafsiran spektrum ultraviolet flavonoida dengan penambahan AlCl 3 serta

  AlCl

  3 dan HCl ............................................................................................... 23

  VIII. Data kromatogram dari bercak fraksi herba pegagan embun menggunakan fase diam selulosa dan fase gerak BAW (4:1:5 v/v, fase atas) deteksi dengan sinar UV 365 nm sebelum dan sesudah diuapi amonia .......................................... 37

  IX. Reaksi warna isolat flavonoida herba pegagan embun .................................. 42

  X. Data spektrum dan pergeseran yang terjadi setelah diberi pereaksi – pereaksi kimia .............................................................................................................. 44

  XI. Perbandingan data spektrum isolat flavonoida dengan hiperin dalamn MeOH dan NaOMe..................................................................................................... 46

  XII. Perbandingan data spektrum isolat flavonoida dengan hiperin dalamn MeOH dan AlCl / HCl................................................................................................ 50

  3

  XIII. Perbandingan data spektrum isolat flavonoida dengan hiperin dalamn MeOH dan NaOAc/ H

  3 BO 3 ........................................................................................ 54

  

DAFTAR GAMBAR

  1. Struktur hiperin ……………………………………………………………… 6

  2. Tata cara penomoran flavonoida ……………………………………………. 7

  3. Penggolongan umum flavonoida ……………………………………………. 8

  4. Kerangka dasar flavonoida .............................................................................. 17

  5. Reaksi antara Flavon dengan amonia .............................................................. 36

  6. Kromatogram isolasi flavonoida dengan KLTP .............................................. 39

  7. Kromatogram pemeriksaan kemurnian isolat flavonoida ................................ 40

  8. Kromatogram pemeriksaan kemurnian isolat flavonoida ................................ 41

  9. Spektrum UV isolat flavonoida dalam MeOH dan NaOH ................................ 45

  10. Spektrum UV hiperin dalam MeOH dan NaOMe .......................................... 46

  11. Reaksi antara Flavon dengan NaOH ................................................................ 47

  12. Spektrum UV isolat flavonoida dalam MeOH dan AlCl

  3 ............................... 48

  13. Spektrum UV isolat flavonoida dalam AlCl dan HCl .................................... 49

  3

  14. Spektrum UV hiperin dalam MeOH dan AlCl

  3 /HCl ....................................... 50

  15. Reaksi antara Flavon dengan AlCl /HCl ......................................................... 51

  3

  16. Spektrum UV isolat flavonoida dalam MeOH dan NaOAc .......................... 52

  17. Reaksi antara Flavon dengan NaOAc ............................................................. 52

  18. Spektrum UV isolat flavonoida dalam MeOH dan NaOAc/ H BO ............. 53

  3

  3

  19. Spektrum UV hiperin dalam MeOH dan NaOAc/ H

  3 BO 3 .............................. 54

  20. Reaksi antara Flavon dengan NaOAc/ H BO ................................................ 55

  3

  3

  

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1. Determinasi tanaman pegagan embun (Hydrocotyle sibthorpioides Lmk.) .................................................. 60

  Lampiran 2. Kromatogram pemeriksaan kandungan flavonoida dengan kromatografi lapis tipis........................................................................................... 61 Lampiran 3. Alat kromatografi kolom vakum ...................................................... 62 Lampiran 4. Pegagan Embun (Hydrocotyle sibthorpioides Lmk.) ....................... 63 Lampiran 5. Reaksi warna isolat flavonoida herba pegagan embun..................... 64

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia yang kaya dengan berbagai macam sumber alam telah

  memanfaatkan tumbuh-tumbuhan sebagai bahan obat tradisional secara turun- temurun. Akan tetapi hanya sedikit tumbuhan yang berkhasiat sebagai bahan obat tersebut yang telah diteliti kandungan kimia dan efek farmakologinya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang zat aktif yang terkandung dalam tumbuhan tersebut, untuk selanjutnya tumbuhan yang semula digunakan sebagai obat tradisional dapat digunakan dalam bentuk sediaan obat modern. Tumbuhan tersebut salah satunya adalah pegagan embun (Hydrocotyle sibthorpioides Lmk.) yang belum banyak dikenal masyarakat.

  Pegagan embun tumbuh merayap, ramping, subur di tempat lembab, terbuka maupun teduh di pinggir jalan, pinggir selokan, lapangan rumput dan tempat lain sampai setinggi kira-kira 2.500 m dari permukaan laut (Anonim, 2005).

  Pegagan embun dapat dimanfaatkan untuk mengobati sakit kuning (hepatitis), batu empedu, kencing batu, infeksi saluran kencing, batuk, sesak nafas, sariawan, radang tenggorokan, amandel, dan infeksi telinga tengah (Anonim, 2005). Kandungan kimia yang diketahui terdapat dalam pegagan embun, antara lain minyak atsiri, kumarin, hiperin (Anonim, 2005). Hiperin disebutkan sebagai salah satu kandungan kimia yang terdapat dalam pegagan embun. Pada umumnya suatu tanaman yang memiliki kandungan flavonoida memiliki lebih dari satu jenis senyawa flavonoida (Markham,1988). Dimungkinkan masih terdapat kandungan senyawa flavonoida lain yang ada dalam pegagan embun selain hiperin.

  Flavonoida merupakan salah satu kandungan zat aktif yang banyak terkandung dalam tumbuh-tumbuhan dan mempunyai berbagai macam aktivitas biologis. Senyawa flavonoida berkhasiat sebagai anti radang, bersifat bakterisid, anti jamur, dan anti histamin (Harborne, 1984). Kandungan flavonoida di dalam herba pegagan embun dimungkinkan berperan penting dalam pengobatan beberapa penyakit yang telah disebutkan di atas. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk mengisolasi dan mengidentifikasi kandungan flavonoida yang ada dalam suatu tumbuhan.

  Penelitian ini dilakukan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi flavonoida lain dalam herba pegagan embun. Metode fraksinasi yang digunakan adalah kromatografi kolom vakum karena dapat memisahkan suatu senyawa dengan cepat. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang kandungan aktif senyawa obat alami.

B. Permasalahan

  Permasalahan yang ada dalam penelitian ini adalah :

  1. Golongan flavonoida apa yang terdapat dalam herba pegagan embun selain hiperin ?

  2. Bagaimana prakiraan struktur parsialnya ?

C. Keaslian Penelitian

  Sejauh pengetahuan peneliti yang berdasar pada penelusuran terhadap beberapa sumber, telah dilakukan penelitian mengenai kandungan flavonoida dalam pegagan embun. Hasil penelitian mengenai kandungan flavonoida sebelumnya menyatakan bahwa hiperin terdapat dalam pegagan embun (Anonim, 2005). Penelitian ini berusaha untuk mengisolasi dan mengetahui golongan flavonoida lain yang terkandung dalam herba pegagan embun.

D. Manfaat Penelitian

  Penelitian yang dilakukan terhadap ekstrak metanol-air herba pegagan embun diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Secara praktis

  Untuk memberikan informasi dalam bidang ilmu kefarmasian khususnya dalam bidang farmakognosi tentang golongan flavonoida yang terkandung dalam herba pegagan embun.

2. Secara teoritis

  Diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah terhadap eksplorasi kandungan aktif senyawa obat alami .

E. Tujuan Penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui golongan flavonoida yang terkandung dalam herba pegagan embun selain hiperin dan melakukan prakiraan struktur parsialnya.

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Tanaman Pegagan Embun

  1. Keterangan botani

  Pegagan embun (Hydrocotyle sibthorpioides Lmk.) merupakan salah satu anggota familia Umbelliferae (Apiaceae). Pegagan embun mempunyai sinonim H.rotundifolia Roxb.,dan H.formosana Masamune (Anonim, 2005).

  2. Nama lokal :

  Pegagan embun, antanan beurit, antanan lembut (Sunda) ; andem, katepa’n, rending, semanggi (jawa), salatun ; take cena (Madura), tikim, patikim ; tian hu sui (China) (Anonim,2005).

  3. Morfologi tanaman

  Pegagan embun tumbuh merayap, ramping, subur di tempat lembab, terbuka maupun teduh di pinggir jalan, pinggir selokan, lapangan rumput dan tempat lain sampai setinggi kira-kira 2.500 m dari permukaan laut (Anonim, 2005).

  Tumbuhan pegagan embun mempunyai batang lunak dan bercabang-cabang. Daunnya majemuk menjari tiga yang anak daunnya berbentuk jantung dengan warna hijau muda. Bunga keluar dari ketiak daun, berwarna kuning berbentuk payung kecil-kecil. Buah berupa kotak lonjong, tegak, bagian ujungnya seperti paruh, bila sudah masak berwarna coklat

  4. Penyebaran

  Tanaman pegagan embun tumbuh liar pada tempat-tempat yang lembab, terbuka maupun yang teduh di sisi jalan atau lapangan rumput. Di pulau Jawa tumbuhan ini terdapat dari pantai sampai pegunungan dengan ketinggian 3.000 meter diatas permukaan laut (Anonim, 2004)

  5. Kegunaan

  Pegagan embun dapat digunakan untuk mengobati sakit kuning (hepatitis), batu empedu, batu dan infeksi saluran kencing, batuk dan sesak nafas, sariawan, radang tenggorokan, amandel, infeksi telinga tengah (Anonim, 2005).

  Kandungan kimia yang diketahui terdapat dalam pegagan embun, antara lain minyak atsiri, kumarin, hiperin (Anonim, 2005). Hiperin mempunyai nama lain kuersetin 3-O-galaktosida (Gambar 1) (Anonim,2007).

  OH OH HO O O galaktosa OH O

  

Gambar 1. Struktur hiperin

B. Flavonoida

  Flavonoida adalah golongan senyawa alam yang strukturnya terdiri dari 2 cincin aromatik yang dihubungkan oleh tiga atom karbon membentuk rangka dengan sistem C6-C3-C6; masing-masing C6 merupakan cincin benzene. Untuk memudahkan dalam penomoran cincin diberi tanda A, B dan C, serta angka “beraksen” untuk cincin B (Gambar 2) (Markham, 1988).

  3' 2' 4' B

  8 1' 5'

  O

  

2

  7 6' C A

  3

  6

  4

5 O

  

Gambar 2. Tata cara penomoran flavonoida (Markham,1988)

  Flavonoida adalah senyawa fenol alam yang terdapat dalam hampir semua tumbuhan dari bangsa algae hingga Gimnospermae. Di dalam tumbuhan, flavonoida biasanya berikatan dengan gula sebagai glikosida. Molekul yang berikatan dengan gula disebut aglikon. Di alam dikenal hampir lebih dari 500 aglikon dan kurang lebih 200 flavonoida (Mursyidi, 1990).

  Flavonoida merupakan kandungan khas tumbuhan hijau dengan mengecualikan alga dan hornwort. Flavonoida sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, nektar, bunga, buah buni, dan biji (Markham, 1988).

  Perbedaan penggolongan di dalam kelompok flavonoida dibedakan flavonoida meliputi katekin, leukoantosianidin, flavanon, flavanonol, flavon, antosianidin, flavonol, khalkon, auron, dan isoflavon (Gambar 3) (Kaufman dkk, 1999).

  O OH O OH OH

  Katekin Leukoantosianidin

  O O O OH O

  Flavanon Flavanonol O

  OH O O

  Flavonol Khalkon

  O O O O

  Auron Isoflavon Flavonoida mempunyai aktivitas estrogenik, diuretik, hipotensif, anti histamin, bersifat bakterisida dan anti jamur. Flavonoida juga dapat berkhasiat sebagai anti radang, zat ini terutama berguna dalam menjaga kesehatan (Harborne, 1984). Flavonoida sering merupakan pereduksi yang baik, menghambat banyaknya reaksi oksidasi, baik secara enzim maupun nonenzim. Flavonoida tertentu mempunyai aktivitas anti oksidan yang digunakan secara tradisional mengobati penyakit hati (Robinson, 1995).

  

C.Penyarian

  1. Cairan penyari

  Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor antara lain: mudah atau murah diperoleh, mudah menguap, tidak mudah terbakar, selektif yaitu hanya mengekstraksi zat yang berkhasiat yang diinginkan, dan tidak mempengaruhi zat berkhasiat, bereaksi netral, stabil secara fisika dan kimia (Anonim,1986).

  2. Ekstraksi

  Cara penyarian dapat dibedakan menjadi infundasi, maserasi, perkolasi dan penyarian berkesinambungan (Anonim,1986).

  a.Infundasi

  Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia dengan air pada suhu 90 ْ C selama 15 menit. Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu sari yang diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam.

  b. Maserasi

  Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak ke luar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar sel dan di dalam sel.

  c. Perkolasi

  Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsip perkolasi adalah serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh.

  d. Penyarian berkesinambungan

  Penyarian berkesinambungan memiliki prinsip menghasilkan ekstrak cair yang kemudian dilanjutkan dengan proses penguapan cairan penyari. Cairan penyari diisikan pada labu, serbuk simplisia diisikan pada tabung dari kertas saring atau tabung yang berlubang-lubang dari gelas, baja tahan karat atau penyari akan mengembun karena didinginkan oleh pendingin balik kemudian embun turun melalui serbuk simplisia sambil melarutkan zat aktifnya dan kembali ke labu. Cairan akan menguap kembali berulang proses seperti diatas.

D. Kromatografi Kolom Vakum

  Isolasi flavonoida dapat ditingkatkan hampir ke skala industri dengan menggunakan kromatografi kolom. Pada dasarnya, cara ini meliputi penempatan campuran flavonoida (berupa larutan) di atas kolom yang berisi serbuk penjerap (seperti selulosa, silika, poliamida), dilanjutkan dengan elusi beruntun setiap komponen memakai pelarut yang cocok (Markham, 1988).

  Kromatografi kolom vakum merupakan metode yang sederhana dan memerlukan waktu yang relatif singkat untuk melakukan pemisahan. Metode ini dapat digunakan untuk pemisahan campuran baik dalam jumlah sedikit maupun banyak. Pemilihan sistem pelarut yang tepat didapat dengan percobaan analisis kromatografi lapis tipis. Metode kromatografi kolom vakum menggunakan sebuah perlengkapan yang sederhana dan murah yang dapat diterapkan pada laboratorium manapun (Pelletier et al, 1986).

E. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

  KLT merupakan metode pemisahan komponen-komponen atas dasar perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam di bawah gerakan pelarut pengembang atau pelarut pengembangan campur. Pemilihan pelarut pengembangan atau pelarut pengembangan campur sangat dipengaruhi oleh macam dan polaritas zat-zat kimia yang dipisahkan (Mulja, 1995).

  Keserbagunaan KLT disebabkan oleh kenyataan bahwa di samping selulosa, sejumlah penjerap yang berbeda-beda dapat disaputkan pada pelat kaca atau penyangga lain dan digunakan untuk kromatografi. Kecepatan KLT yang lebih besar disebabkan oleh sifat penjerap yang lebih padat bila disaputkan pada pelat dan merupakan keuntungan bila kita menelaah senyawa labil. Akhirnya, kepekaan KLT sedemikian rupa sehingga bila diperlukan dapat dipisahkan bahan yang jumlahnya lebih sedikit dari ukuran μg (Harborne, 1987). Bilangan Rf adalah jarak yang ditempuh senyawa pada kromatografi, nisbi terhadap garis depan. Bilangan Rf diperoleh dengan mengukur jarak antara titik awal dan pusat bercak yang dihasilkan senyawa, dan jarak ini kemudian dibagi dengan jarak antara titik awal dan garis depan (yaitu jarak yang ditempuh cairan pengembang). Bilangan ini selalu berupa pecahan dan terletak antara 0,01 dan 0,99 (Harborne, 1987).

F. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Preparatif

  KLT Preparatif dilakukan dengan menggunakan lapisan tebal (sampai 1 mm) sebagai pengganti lapisan penjerap yang tipis (0,10-0,25 mm). Pelat preparatif yang dibuat oleh pabrik dapat dibeli. Kandungan yang sudah dipisah dapat diperoleh kembali dengan cara mengerok penjerap di tempat yang sesuai pada pelat yang telah dikembangkan, lalu serbuk dielusi dengan pelarut seperti eter, dan akhirnya dipusingkan untuk menghilangkan penjerap (Harborne, 1987).

G. Identifikasi Flavonoida

1. Reaksi Warna

  Flavonoida dapat dideteksi dengan amoniak, jika tidak bercampur dengan pigmen lain. Reaksi ini memberikan warna spesifik untuk masing-masing golongan. Flavon, flavonol dan xantin memberikan warna kuning kemerahan, antosianin menunjukkan warna biru, flavonol berwarna orange sampai coklat, warna merah dan lembayung akan timbul mendadak pada suasana asam disebabkan adanya khalkon dan auron (Robinson, 1995).

  Penelitian fitokimia lazimnya diawali dengan pengujian kimiawi tertentu, seperti larutan natrium hidroksida, asam sulfat pekat, besi (III) klorida, logam magnesium, asam klorida (Venkataraman, 1962; Harborne,1984).

  Uji warna selanjutnya didukung analisis spektroskopi ultraviolet, inframerah, spektroskopi inti dan massa (Mabry dkk,1970; Markham,1988; Harborne, 1984). Uji warna flavonoida (Tabel II) (Venkataraman, 1962).

2. Kromatografi Lapis Tipis

  Identifikasi flavonoida dengan kromatografi lapis tipis dilakukan dengan mengamati warna bercak sebelum dan sesudah diuapi amonia dengan dibandingkan dengan pustaka (Tabel I) (Markham,1998).

  Tabel I. Penafsiran bercak dari segi struktur flavonoida (Markham, 1988) Warna bercak dengan UV 366 nm Jenis flavonoida yang mungkin tanpa NH 3 dengan NH 3 Lembayung gelap Kuning, hijau-kuning

  a. Biasanya 5-OH flavon atau flavonol (tersulih pada atau hijau 3-O dan mempunyai 4’-OH) b.

  Kadang-kadang 5-OH flavanon dan 4’-OH khalkon tanpa OH pada cincin B Perubahan warna

  a. Biasanya flavon atau flavonol tersulih pada 3-O sedikit atau tanpa mempunyai 5-OH tetapi tanpa 4’-OH bebas perubahan warna b.

  Beberapa 6- atau 8-OH flavon dan flavonol tersulih pada 3-O serta mengandung 5-OH c. Isoflavon, dihidroflavon, biflavonil dan beberapa flavanon yang mengandung 5-OH d.

  Khalkon yang mengandung 2- atau 4-OH bebas Biru muda Beberapa 5-OH flavanon Merah atau jingga Khalkon yang mengandung 2- dan/atau 4-OH bebas Fluoresensi biru Fluoresensi hijau- a.

  Flavon dan Flavanon yang tidak mengandung 5- muda kuning atau hijau-biru OH, misalnya 5-OH-glikosida b. Flavanol tanpa 5-OH bebas tetapi tersulih pada 3- OH

  Perubahan warna Isoflavon yang tidak mengandung 5-OH sedikit atau tanpa perubahan Fluoresensi murup Isoflavon yang tak mengandung 5-OH bebas biru muda Tak tampak Fluoresensi biru muda Isoflavon tanpa 5-OH bebas

  

Kuning redup Perubahan warna Flavonol yang mengandung 3-OH bebas dan

dan kuning, atau sedikit atau tanpa mempunyai atau tak mempunyai 5-OH bebas

fluoresensi jingga perubahan (kadang-kadang dari dihidroflavonol)

Fluoresensi Jingga atau merah Auron yang mengandung 4’-OH bebas dan beberapa

kuning 2- atau 4-OH bebas Hijau-kuning, Perubahan warna a. Auron yang tak mengandung 4’-OH bebas dan hijau-biru, atau sedikit atau tanpa flavanon tanpa 5-OH bebas hijau perubahan b.

  Flavanol yang mengandung 3-OH bebas dan disertai atau tanpa 5-OH bebas Merah jingga Biru Antosianidin 3-glikosida redup atau merah senduduk Merah jambu Biru Sebagian besar antosianidin 3,5-diglikosida atau fluoresensi

  

Tabel II. Reaksi warna beberapa golongan flavonoida (Venkataraman, 1962)

Tipe flavonoida Reaksi warna NaOH H 2 SO 4 pekat Logam Mg dan HCl

  

Khalkon Jingga, merah Jingga, merah, atau Tidak berwarna

magenta

Dihidrokhalkon Agak kuning Agak kuning Tidak berwarna

Auron Merah-ungu Merah-magenta Tidak berwarna

Flavanon Kuning-jingga, Jingga Merah-magenta,

jika dingin merah, violet, biru dipanaskan ungu Flavon Kuning Kuning-jingga Kuning, merah

  

Flavonol Kuning-jingga, Kuning-jingga Merah-magenta

bila teroksidasi dengan fluoresensi coklat

Flavanonol Kuning cepat Agak merah-kuning Merah-magenta

menjadi coklat Leukoantosianin Kuning Merah tua Merah muda

  Antosianidin Biru-violet Kuning-jingga Merah-merah dan antosianin muda

Katekin Kuning berubah Merah Tidak berwarna

merah/coklat Isoflavon Kuning Kuning Kuning

  

Isoflavanon Kuning Kuning Tidak berwarna

3. Spektroskopi Ultraviolet

  Dasar metode ini adalah interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan atom, molekul atau ion, di daerah ultraviolet dan daerah sinar tampak. Energi yang diserap menyebabkan elektron tereksitasi dari orbital tingkat dasar ke

  Beberapa istilah dalam spektroskopi ultraviolet (Sastrohamidjojo, 2001): a. Kromofor

  Suatu gugus tak jenuh kovalen yang dapat menyerap radiasi dalam daerah- daerah ultraviolet dan terlihat. Contoh: C=C, C=O.

  b. Auksokrom Suatu gugus jenuh yang bila terikat pada kromofor mengubah panjang gelombang dan intensitas serapan maksimum. Ciri auksokrom adalah heteroatom yang langsung terikat pada kromofor, misal: -OCH

  3 , -Cl, -OH dan NH .

  2

  c. Pergeseran batokromik (pergeseran merah) Pergeseran serapan kearah panjang gelombang yang lebih panjang disebabkan substitusi atau pengaruh pelarut.

  d. Pergeseran hipsokromik (pergeseran biru) Pergeseran serapan kearah panjang gelombang yang lebih pendek disebabkan substitusi atau pengaruh pelarut.

  e. Efek hiperkromik Kenaikan dalam intensitas serapan.

  f. Efek hipokromik Penurunan dalam intensitas serapan.

  Struktur flavonoida terdiri dari dua cincin aromatik dan ikatan rangkap terkonjugasi, sehingga dapat menunjukkan pita serapan pada spektrum ultraviolet dan serapan sinar tampak (Gambar 4). Flavonoida merupakan senyawa yang mempunyai struktur sebagian besar dengan pola flavon (Mabry dkk, 1970).

  3' 2' 4'

  B

  8 1' O

  5'

  

2

  7 6' C A

  6

  

3

  4

5 O

  Sistem konjugasi Sistem konjugasi Benzoil Cinnamoyl

Gambar 4. Kerangka dasar flavonoida (Mabry dkk, 1970)

  Energi ultraviolet dapat diukur karena spektrum serapan timbul dari transisi elektronik tunggal mengandung garis yang tunggal dan terputus-putus.

  Garis ini tidak akan terlihat jika serapan elektronik berhimpit pada sub tingkat putaran dan getaran. Spektrum molekul sederhana mengandung puncak serapan yang sempit menggambarkan suatu transisi dari kombinasi tertentu dari tingkat dasar elektronik dengan yang sesuai di dalam tingkat tereksitasi. Kekhasan dari pita serapan adalah letak dan intensitasnya.

  Pola spekrum flavonoida biasanya memberikan dua puncak pada rentang λ 240 – 285 nm (puncak I) dan

  λ 300 – 350 nm (puncak II). Panjang gelombang sifat dan pola oksigenasi flavonoida. Ciri khas spektrum tersebut memberikan puncak relatif rendah pada pita I untuk golongan: hidroflavon, dihidroflavonol, dan isoflavon dengan kedudukan pita I dalam spektrum: khalkon, auron, dan antosianin terdapat pada panjang gelombang yang relatif tinggi. Ciri ini tidak berubah meskipun pada oksigenasi berubah. Petunjuk mengenai letak puncak maksimum (Tabel III) (Markham, 1988).

  Tabel III. Rentangan serapan spektrum UV pada flavonoida (Markham, 1988)

  Pita II (nm) Pita I (nm) Jenis Flavonoida 250-280 310-350 Flavon 250-280 330-360 Flavonol (3-OH tersubstitusi) 250-280 350-385 Flavonol 3-OH bebas 245-275 310-330 Isoflavon

  320-329 Isoflavon 5-deoksi-6,7 dioksigenasi 275-295 300-330 Flavanon dan dihidroflavonol 230-270

  (kekuatan lemah) 340-390 Khalkon

  230-270 (kekuatan kuat)

  380-430 Auron 270-280 465-560 Antosianin, antosianidin

  Flavon, isoflavon dan dihidroflavanol memberikan spektrum UV yang mirip karena senyawa ini tidak mempunyai sistem konjugasi cinnamoil dengan cincin B antara C-2 dan C-3.

  Isoflavon memberikan spektrum UV dengan puncak II pada daerah λ 245

  • – 270 nm dan puncak I pada

  λ 310 – 330 nm. Flavon dan dihidroflavonol memberikan puncak II pada λ 275 – 295 nm dan puncak I λ 310 – 330 nm (Geissman, 1967; Harborne,1984; Markham, 1988).

  Senyawa flavon dan flavonol dalam metanol memberikan spektrum UV NaOMe pada senyawa menyebabkan gugus hidroksi pada inti aromatik akan terionisasi dan mengakibatkan terjadinya pergeseran puncak I dan puncak II menjadi pergeseran batokromik.

  Efek yang timbul akibat penambahan pereaksi geser :

  a. Efek hidroksilasi Penambahan gugus OH dalam cincin A pada flavonol menghasilkan pergeseran batokromik yang nyata pada pita puncak I dan efek puncak serapan II. Bila gugus 5-OH tidak terdapat dalam flavonol dan flavon maka puncak tersebut mempunyai panjang gelombang (

  λ) yang pendek dibanding gugus 5-OH pada posisi 3,5,4’ yang mempunyai sedikit atau tidak sama sekali efek pada spektrum UV.

  b. Efek metilasi dan glikosilasi Terjadi pada pola resapan flavon dan flavonol. Bila gugus 3,5 atau 4’-OH pada flavon dan pergeseran hipsokromik pada puncak I, maka pergeseran itu terjadi 12-17 nm atau dapat pula mencapai 22 – 25 nm pada flavon yang tidak mempunyai gugus 5-OH. Efek asetilasi bila gugus OH fenolik diasetilasi maka efek dari gugus itu akan hilang.

  c. Efek natrium metoksida Penambahan basa menyebabkan pergeseran yang khas pada kebanyakan flavonoidaa yaitu batokromik. Natrium-metoksida merupakan basa kuat yang dapat mengionisasi gugus OH pada inti flavonoidaa. Penambahan Na-metoksida pada flavon dan flavonol dalam metanol menyebabkan pergeseran batokromik tanpa penurunan intensitas menunjukkan gugus 4’-OH bebas. Flavonol mengalami pergeseran batokromik 50 – 60 nm pada puncak I dengan penurunan intensitas disebabkan oleh adanya 3-OH bebas. Flavonol mempunyai 5 dan 4’ OH bebas maka spektrumnya dengan Na-metoksida mengalami dekomposisi.

  d. Efek natrium asetat Merupakan basa lemah akan mengionisasi gugus yang keasamannya tinggi, digunakan untuk mendeteksi adanya gugus 7-OH bebas. Flavon dan flavonol dengan gugus 7-OH bebas menunjukkan pergeseran batokromik sebesar 5 – 20 nm pada puncak serapan II dengan natrium asetat. Adanya natrium asetat dan asam borat akan membentuk kompleks dengan gugus ortohidroksi pada semua posisi kecuali pada atom C-5 dan C-6 (Mabry dkk, 1970).

  e. Efek alumunium klorida Adanya alumunium klorida maka gugus OH pada C-3 dan C-5 flavon dan flavonol akan membentuk kompleks yang stabil dengan penambahan asam.

  Kompleks antara alumunium klorida dengan C4-keto dan atau 5-OH tetap stabil dengan adanya asam. Adanya gugus ortohidroksi pada cincin B dapat diketahui dengan penambahan AlCl

  3 menghasilkan pergeseran hipsokromik panjang

  gelombang 20 -30 nm pada pita I (I.a terdiri dari dua puncak). Adanya pergeseran batokromik pada I.a dalam AlCl dan HCl dibandingkan denga pita I

  3

  dalam metanol sebesar panjang gelombang 35 – 55, menunjukkan adanya 5-OH flavon atau flavonol 3-OH tersubtitusi (Mabry dkk, 1970).

  Tabel IV. Penafsiran spektrum ultraviolet flavonoida dengan penambahan

  NaOH (Markham, 1988)

  Jenis Pergeseran tampak Petunjuk penafsiran Flavonoida Pita I Pita II

Flavon Kekuatannya 3’,4’OH, o-diOH

  Flavonol menurun terus pada cincin A dan pada cincin B: 3OH yang berdampingan Mantap ±45-65 nm 4’-OH kekuatan tidak menurun Mantap ±45-65 nm 3-OH, tidak ada 4’- kekuatan menurun OH bebas Pita baru (bandingkan dengan MeOH) 7-OH Isoflavon, Tidak ada Tidak ada OH pada flavanon, dan pergeseran cincin A dihidroflavono Kekuatan menurun o-di OH pada cincin l

  A (penurunan) lambat; O-diOH pada cincin B) Bergeser dari ±280 Flavanon dan nm ke ±325 nm, dihidroflavonol kekuatan dengan 5,7-OH, 7- meningkat ke 330- OH tanpa 5-OH 340 nm bebas

  Auron + 80-95 nm 4’OH (auron) 6-OH Khalkon (kekuatan meningkat) tanpa oksigenasi pada 4’ (auron)

  • 60-70 (kekuatan naik) pergeseran kecil 6-OH dengan oksigenasi pada 4’ (auron)
  • 60-100nm 4’OH (auron) (kekuatan naik)

    tanpa kenaikan 2-OH atau 4’OH

    kekuatan dan tanpa 4&rsqu
  • +40-50 nm 4’OH (2’OH atau

    4’OH) Antosianidin Semuanya terurai Nihil Antosian kecuali 3- deoksiantosianin

  Tabel V. Penafsiran spektrum ultraviolet flavonoida dengan penambahan

  NaOAc (Markham, 1988) Jenis Pergeseran yang tampak Petunjuk flavonoida Pita I Pita II Flavonoidaa

  Flavon +5-20 nm 7-OH (berkurang bila

  Flavonol ada oksigenasi Isoflavon pada 6/8)

  Kekuatannya berkurang dengan -OH di 6,7 atau 7,8 bertambahnya waktu atau 3,4’ Flavanon +35 nm 7-OH (dengan 5-OH) Dihidroflavonol +60 nm 7-OH (tanpa 5-OH)

  Kekuatannya berkurang dengan -OH di 6,7 atau 7,8 bertambahnya waktu Pergeseran batokromik atau bahu 4’-OH dan atau 4- pada panjang gelombang yang OH (khalkon) 4’-OH lebih panjang dan atau tanpa 6-OH

  (Auron)