BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - PENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGENAL LAMBANG BILANGAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN TALKING STICK PADA ANAK KELOMPOK A TK AISYIYAH BUSTHANUL ATHFAL BULUREJO JUWIRING KLATEN TAHUN AJARAN 2014/2015 - UNS Institutional R
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia dini adalah pendidikan yang di tujukan untuk anak-
anak usia pra sekolah dengan tujuan untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada di dalam diri anak sejak usia dini agar dapat berkembang secara optimal. Tujuan pendidikan diberikan kepada anak sejak usia dini adalah untuk dapat menstimulus atau dapat memberi rangsangan secara intelektual, sosial, dan emosional yang tepat sesuai dengan tingkat usia dan perkembangan anak. Hal ini sejalan dengan apa yang di maksud pendidikan Anak Usia Dini menurut UU NO.
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab 1, pasal 1, butir 14, yang menyatakan: Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Suyadi, 2010:9). Tujuan dari Pendidikan Anak Usia Dini secara garis besar adalah mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk dapat hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya (Suyadi, 2010:12). Pentingnya pendidikan diberikan kepada anak sejak usia dini karena pada masa- masa anak usia dini (0-6) tahun merupakan masa keemasan bagi pertumbuhan dan perkembangan aspek-aspek perkembangan yang ada di dalam diri anak. Pada tahap ini dibutuhkan perhatian yang khusus karena stimulus yang diberikan dapat mempengaruhi perkembangan otak anak dan akademiknya pada masa yang akan datang.
Menurut Suyadi (2010:8) perkembangan otak pada usia dini (0-6 tahun) mengalami percepatan hingga 80% dari keseluruhan otak orang dewasa. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh potensi dan kecerdasan serta dasar-dasar perilaku seseorang telah mulai terbentuk pada usia ini. Selain itu Bloom mengemukakakn bahwa pada usia dini ini perkembangan intelektual anak terjadi sangat pesat pada tahun-tahun awal kehidupan mereka. Sekitar 50% kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak usia 4 tahun. Peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usia 8 tahun, dan 20% sisannya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua (Wiyani, 2014:28). Sedemikian pentingnnya masa ini sehingga usia dini sering disebut the
golden age (usia emas). Atas dasar berikut, dapat disimpulkan bahwa untuk dapat
menciptakan generasi yang berkualitas, pendidikan harus dilakukan sejak dini, yaitu malalui PAUD.
Pada usia TK (4-6 tahun) anak mempunyai potensi yang sangat besar untuk mengoptimalkan perkembangannya. Potensi psikis dan fisik yang dikembangkan meliputi nilai-nilai agama dan moral, sosio-emosional, kemandirian, kognitif, bahasa, dan fisik/motorik untuk siap masuk pendidikan dasar (Depdiknas, 2003:5).
Salah satu aspek perkembangan yang perlu dikembangkan sejak usia dini adalah aspek perkembangan kognitif. Aspek perkembangan kognitif mencakup pengenalan pembelajaran matematika yang diberikan kepada anak sejak usia dini. Matematika adalah salah satu ilmu yang sangat penting dalam kehidupan kita (Setyono, 2008:1). Banyak hal di sekitar kita yang selalu berhubungan dengan matematika khususnya lambang bilangan. Mencari nomor rumah seseorang, menelepon, jual beli barang, menukar uang, mengukur jarak dan waktu, dan masih banyak lagi. Pengenalan matematika khususnya lambang bilangan pada anak usia dini masih dalam konsep-konsep yang ringan misalnya anak ditanya umurnya berapa dan menjawab dengan mengangkat lima jari tangannya yang berarti berumur lima tahun, anak ditanya rumahnya nomor berapa, berapa permen yang dimakan, berapa buku yang dibeli, dan masih banyak lagi. Kegiatan belajar matematika secara sederhana terjadi dalam kehidupan anak sehari-hari, seperti pada saat bermain balok untuk membuat jembatan orang tua dan anaknya menghitung berapa jumlah balok yang di gunakan untuk dapat membangun sebuah jembatan. Atau pada usia anak yang lebih muda, anak yang berumur satu tahun mulai mengenal lambang bilangan 1 dari lilin ulang tahun yang diletakkan di atas kue ulangtahunnya.
Berdasarkan observasi yang dilakukan tanggal 7 Maret 2015 pada anak kelompok A TK Aisyiyah Busthanul Athfal Bulurejo Juwiring Klaten, didapatkan hasil bahwa tingkat pemahaman tentang mengenal lambang bilangan anak masih rendah. Terdapat 42.30% atau 11 anak dari keseluruhan 26 anak mencapai kriterea ketuntasan dalam kemampuan mengenal lambang bilangan sedangkan yang belum tuntas 57.70% atau 15 anak. Hal ini disebabkan dalam pelaksanaan pengenalan matematika khusunya dalam pengenalan lambang bilangan di sekolah masih banyak mengalami kendala-kendala, sehingga menjadikan anak-anak kurang begitu paham dan mengenal lambang bilangan. Banyak anak yang telah mampu membilang dari 1-10 namun dia belum mengetahui lambang bilangan 1- 10, atau bahkan anak-anak masih banyak kesulitan jika di minta untuk mengurutkan lambang bilangan 1-10. Selain itu banyak anak yang belum pula. Hal ini terjadi karena kurangnya motivasi anak dalam mengenal matematika khususnya lambang bilangan dan model pembelajaran yang digunakan oleh guru masih bersifat konvensional yang berarti model pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam mengenalkan lambang bilangan masih biasa-biasa saja. Selain itu dalam mengenalkan lambang bilangan kepada anak pembelajaran masih terpusat pada guru dan guru mendominasi dalam proses pembelajaran. Sehingga anak kurang diberi kesempatan untuk membangun pengetahuannya sendiri dan terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Guru lebih banyak ceramah dalam mengenalkan lambang bilangan yang membuat pembelajaran kurang bermakna sehingga anak kurang tertarik dalam kegiatan pembelajaran dan pengetahuan yang di dapat anak tidak bertahan lama diingatan anak.
Agar pemahaman mengenal lambang bilangan dapat memberikan pengalaman yang bermakna bagi anak maka sebaiknya guru dapat memilih model pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan anak. Menurut penelitian yang dilakukan Venon Magnesen terdapat tiga modalitas (cara masuk informasi) belajar, yaitu visual, auditor, dan kinestetik. Dan otak manusia lebih cepat menangkap informasi yang berasal dari modalitas visual yang bergerak. Berikut ini laporan penelitiannya, cara masuk informasi melalui membaca otak hanya bisa menyerap 20%, melalui mendengar 30%, melalui melihat 40%, melalui mengucap
50%, melalui melakukan 60%, dan yang terakhir cara masuk informasi melalui melihat, mengucap, dan melakukan otak bisa menyerap 90% (Suyadi, 2010:236). Dari hal ini dapat disimpulkan pentingnnya melibatkan anak secara aktif dalam kegiatan pembelajaran membantu anak untuk dapat menyerap informasi yang diberikan secara optimal. Anak tidak hanya melihat dan mendengarkan apa yang di jelaskan guru tentang lambang bilangan tetapi anak juga ikut aktif dalam kegiatan pembelajaran (melakukan) ikut memasangkan lambang bilangan dengan jumlah benda yang mewakilinya dan lain-lain. Oleh karena itu diperlukan suatu strategi yang menarik dalam rangka upaya meningkatkan mutu kegiatan pembelajaran dengan menerapkan model-model pembelajaran inovatif. Melalui penerapan model pembelajaran talking stick diharapkan kemampuan anak dalam mengenal lambang bilangan dapat meningkat pula.
Berkaitan dari hal di atas dari beberapa macam model pembelajaran inovatif, peneliti menerapkan model pembelajaran talking stick karena talking
stick merupakan salah satu bagian dari kooperatif yang dalam proses
pembelajaran melibatkan partisipasi anak dalam suatu kelompok kecil untuk saling berinteraksi. Dalam kegiatan belajar kooperatif, anak bekerjasama dengan anak-anak yang lain dalam kelompoknya. Dalam hal ini anak memiliki dua tanggungjawab, yaitu mereka belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk belajar. Selain itu pembelajaran talking stick mempunyai manfaat untuk menguji kesiapan anak, melatih keterampilan anak dalam membaca dan memahami materi pembelajaran dengan cepat, dan mengajak anak untuk terus siap dalam situasi apapun (Huda, 2013:225). Model pembelajaran talking stick menekankan keterlibatan anak secara aktif dalam proses pembelajaran. Disini pembelajaran tidak hanya berpusat pada guru sebagai sumber informasi, tetapi anak juga dapat terlibat aktif dalam proses memperoleh informasi. Selain itu pembelajaran talking stick dirancang dengan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan dan sesuai dengan tahap perkembangan anak. Dalam pembelajaran talking stick anak mendapat tiga sekaligus cara otak dapat menyerap informasi secara optimal yaitu 90%. Dengan cara melihat guru dalam menyampaikan materi, mengucap materi yang disampaikan oleh guru, dan melakukan pertanyaan yang di tanyakan oleh guru pada saat talking stick pertanyaan tersebut dapat berupa anak diminta untuk melakukan sesuatu sesuai dengan materi yang disampaikan oleh guru yaitu mengenal lambang bilangan. Dengan hal ini yang melandasi model pembelajaran talking stick dapat membawa anak lebih tertarik dan berminat serta terlibat secara langsung untuk belajar mengenal lambang bilangan.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengangkat permasalahan tersebut dalam penelitian tindakan kelas (PTK) dengan berjudul
Peningkatkan kemampuan mengenal lambang bilangan melalui model pembelajaran talking stick pada anak kelompok A TK Aisyiyah Busthanul B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas maka permasalahan yang
talking stick
dapat meningkatkan kemampuan mengenal lambang bilangan pada anak kelompok A TK Aisyiyah Busthanul Athfal Bulurejo Juwiring Klaten tahun
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan kemampuan mengenal lambang bilangan melalui penerapan model pembelajaran
talking stick pada anak kelompok A TK Aisyiyah Busthanul Athfal Bulurejo Juwiring Klaten tahun Ajaran 2014/2015.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian tindakan kelas PTK ini adalah:
1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan literature bagi perkembangan pembelajaran untuk Anak Usia Dini, dan dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya untuk dapat meningkatkan kualitas pendidikan serta pembelajaran Anak Usia Dini.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Anak Meningkatnya kemampuan mengenal lambang bilangan dengan cara yang menyenangkan, yaitu melalui penerapan model pembelajaran talking
stick .
b. Bagi Guru Melalui penelitian ini guru mendapatkan ketrampilan baru dalam menerapkan model pembelajaran talking stick untuk meningkatkan kemampuan mengenal lambang bilangan pada konsep matematika. Sehingga dapat menambah variasi dalam penyampaian materi pembelajaran dan tujuan kegiatan belajar mengajar dapat tercapai secara optimal.
c. Bagi Sekolah Meningkatkan mutu dan mengembangkan kualitas pembelajaran dalam mengasah kemampuan mengenal lambang bilangan pada anak TK Aisyah Busthnul Athfal bulurejo Juwiring Klaten. Serta mampu mendorong sekolah untuk selalu mengadakan pembaharuan dalam pembelajaran agar mendapatkan hasil yang lebih baik lagi.