BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesulitan Makan 1. Definisi - Mutiara Irmaya Putri BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesulitan Makan 1. Definisi Menurut Judarwanto (2006), kesulitan makan adalah jika anak tidak

  mau atau menolak untuk makan, atau mengalami kesulitan mengkonsumsi makanan atau minuman dengan jenis dan jumlah sesuai usia secara fisiologis (alamiah dan wajar), yaitu mulai dari membuka mulut tanpa paksaan, mengunyah, menelan hingga sampai terserap dipercernaan secara

baik tanpa paksaan dan tanpa pemberian vitamin dan obat tertentu.

  Kesulitan makan adalah ketidakmampuan untuk makan dan menolak makanan tertentu (Santos, et al. 2009). Gangguan kesulitan makan pada anak sering kita jumpai pada masyarakat awam yang belum memahami prosedur pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak. Masyarakat awam masih banyak yang belum memahami pentingnya nutrisi pada anak (Hidayat, 2005).

  Kesulitan makan adalah gangguan makan dengan gejala; makan hanya sedikit, sulit untuk mencoba makanan baru, secara total menghindari beberapa jenis makanan, dan memiliki makanan yang sangat disukainya (Carruth, & Jean, et al. 1998).

  

11 Menurut pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kesulitan makan adalah gangguan makan sehingga melakukan penolakan makanan dan hanya mengkonsumsi makanan yang disukai.

2. Gejala Kesulitan Makan

  Menurut Carruth, & Jean, et al (1998) gejala kesulitan makan adalah :

  a. Makan hanya sedikit

  b. Sulit untuk mencoba makanan baru

  c. Secara total menghindari beberapa jenis makanan

  d. Memiliki makanan yang sangat disukainya Menurut Judarwanto (2006) menyatakan bahwa gejala kesulitan makan pada balita diantaranya adalah: a. Kesulitan menguyah, menghisap, menelan makanan atau hanya bisa makan makanan lunak atau cair.

  b. Memuntahkan atau menyembur-nyemburkan makanan yang sudah masuk di mulut anak.

  c. Makan berlama-lama dan memainkan makanan.

  d. Sama sekali tidak mau memasukkan makanan ke dalam mulut atau menutup mulut rapat.

  e. Memuntahkan atau menumpahkan makanan dan menepis suapan.

  f. Tidak banyak menyukai variasi makanan.

  g. Kebiasaan makan yang aneh dan ganjil.

  Jenis kesulitan makan pada anak sangat beragam yaitu anak tidak menyukai makanan yang bervariasi dan anak memilih-milih makanan (Richman dalam wright, 2007). Selain itu klinik perkembangan anak

  

affilioned program for children Development di Universitas George Town

  (Judarwanto, 2006) melaporkan jenis kesulitan makan pada anak sesuai dengan jumlahnya adalah : a. Hanya mau makan makanan cair atau lumat : 27,3%

  b. Kesulitan menghirup, mengunyah dan menelan : 24,1%

  c. Kebiasaan makan yang aneh dan ganjil : 23,3%

  d. Tidak menyukai variasi banyak makanan : 11,1%

  e. Keterlambatan makan sendiri : 8,0%

  f. Mealing time tantrum : 6,1% Keluhan yang biasa disampaikan antara lain adalah (Djoko Sunarjo):

  a. Penerimaan makanan yang tidak/ kurang memuaskan

  b. Makan tidak mau ditelan

  c. Makan terlalu sedikit atau tidak nafsu makan

  d. Penolakan atau melawan pada waktu makan

  e. Kebiasaan makan makanan yang aneh

  f. Hanya mau makan jenis tertentu saja

  g. Cepat bosan terhadap makanan yang disajikan

  h. Keterlambatan dalam tingkat keterampilan makan

  Sulit makan juga dapat ditandai dengan kurangnya nafsu makan dan kurangnya ketertarikan terhadap makanan sehingga hanya makan dalam jumlah sedikit dan makan berlama-lama (wardle, et al. (2001).

3. Penyebab Kesulitan Makan

  Menurut Widodo Judarwanto (2006) penyebab umum kesulitan makan pada anak dibedakan dalam 3 faktor, diantaranya adalah :

  a. Hilang nafsu makan

  Pengaruh hilang atau berkurangnya nafsu makan tampaknya merupakan penyebab utama masalah kesulitan makan pada anak.

  Pengaruh nafsu makan ini bisa mulai dari yang ringan (berkurang nafsu makan) hingga berat (tidak ada nafsu makan).

  Berkurang atau hilangnya nafsu makan ini sering diakibatkan karena gangguan fungsi saluran cerna.Gangguan fungsi pencernaan tersebut kadang tampak ringan seperti tidak ada gangguan. Tanda dan gejala yang menunjukkan adanya gangguan tersebut adalah perut kembung, sering “cegukan”, sering buang angin,Sulit buang air besar (bila buang air besar ”ngeden”, tidak setiap hari buang air besar, atau sebaliknya buang air besar sering (>2 kali/perhari).Gangguan tidur malam : malam rewel, kolik, tiba-tiba mengigau atau menjerit, tidur bolak balik dari ujung ke ujung lain tempat tidur.

  Tanda dan gejala tersebut di atas sering dianggap biasa karena sering terjadi pada banyak anak. Padahal bila di amati secara cermat tanda dan gejala tersebut merupakan manifestasi adanya gangguan pencernaan, yang sangat mungkin berkaitan dengan kesulitan makan pada anak.

  b. Gangguan proses makan di mulut

  Proses makan terjadi mulai dari memasukkan makan dimulut, mengunyah dan menelan. Ketrampilan dan kemampuan koordinasi pergerakan motorik kasar di sekitar mulut sangat berperanan dalam proses makan tersebut. Pergerakan morik tersebut berupa koordinasi gerakan menggigit, mengunyah dan menelan dilakukan oleh otot di rahang atas dan bawah, bibir, lidah dan banyak otot lainnya di sekitar mulut. Gangguan proses makan di mulut tersebut seringkali berupa gangguan mengunyah makanan.Gangguan koordinasi motorik mulut juga seringkali mengakibatkan kejadian tergigit sendiri bagian bibir atau lidah secara tidak sengaja.

  c. Pengaruh psikologis

  Gangguan pskologis bisa dianggap sebagai penyebab bila kesulitan makan itu waktunya bersamaan dengan masalah psikologis yang dihadapi. Bila faktor psikologis tersebut membaik maka gangguan kesulitan makanpun akan membaik. Untuk memastikannya kadang sulit, karena dibutuhkan pengamatan yang cermat dari dekat dan dalam jangka waktu yang cukup lama. Karenanya hal tersebut hanya mungkin dilakukan oleh orang tua bekerjasama dengan psikater atau psikolog. Pakar psikologis menyebutkan sebab meliputi gangguan sikap negatifisme, menarik perhatian, ketidak bahagian atau perasaan lain pada anak, kebiasaan rewel pada anak digunakan sebagai upaya untuk mendapatkan yang sangat diinginkannya, sedang tertarik permainan atau benda lainya, meniru pola makan orang tua atau saudaranya reaksi anak yang manja.

  Suatu masalah pasti dipengaruhi oleh beberapa hal. Termasuk juga kesulitan makan pada balita juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Ada beberapa faktor yang menyebabkan masalah kesulitan makan yaitu faktor organik, faktor nutrisi dan faktor psikologi (Zaviera, 2008).

  a. Faktor organik Proses makan terjadi mulai dari memasukkan makan di mulut, mengunyah, dan menelan. Kemampuan koordinasi pergerakan motorik kasar di sekitar mulut sangat berperan dalam proses makan tersebut. Pergerakan motorik tersebut berupa koordinasi gerakan menggigit, mengunyah, dan menelan yang dilakukan oleh otot lainnya di sekitar mulut.

  Gangguan saluran pencernaan tampaknya merupakan faktor penyebab terpenting dalam gangguan proses makan di mulut. Jika terdapat gangguan saluran cerna maka hal itu akan mempengaruhi fungsi susunan saraf pusat, sehingga terjadi gangguan fungsi susunan saraf pusat.Gangguan bisa berupa berupa saat anak mengalami sariawan, sakit tenggorokan atau adanya penyakit di organ pencernaan. b. Faktor nutrisi Balita merupakan golongan konsumen semipasif atau semiaktif sehingga pemenuhan kebutuhan nutrisi masih bergantung pada orang lain, khususnya ibu atau pengasuhnya. Perlu diketahui saat ini terjadi perubahan pola makan dari makanan bayi ke dewasa. Pengetahuan ibu dalam kemampuan menentukan jenis dan jumlahmakanan yang diberikan kepada anak harus sesuai perkembangan usianya. Ketepatan jenis dan jumlah makanan sangat menentukan pemenuhan gizi pada balita.

  c. Faktor psikologis Seringkali terjadi kelainan psikologi disebabkan kekeliruan pengelolaan orang tua dalam hal mengatur makan anaknya. Ada orang tua yang bersikap terlalu melindungi dan ada orang tua yang terlalu memaksakan anaknya makan terlalu banyak melebihi keperluan anak.

  Keadaan saat anak jauh dari ibunya dan perasaan takut berlebihan pada makanan juga dapat menyebabkan anak tidak mau makan. Sikap suka memaksakan makanan menyebabkan bayi atau anak merasakan proses makan sebagai saat yang tidak menyenangkan, hal ini berakibat menimbulkan sikap anti terhadap makanan. Sikap yang terlalu obsesif dan overprotektif akan berakibat negatif pada anak (Santos, et al. 2009).

  Sikap memaksa dalam pemberian makan akan membuat emosi anak meningkat, sehingga menurunkan produksi cairan lambung yang dapat mengakibatkan fungsi cerna terhambat (podjiadi, 2002).

  Menurut Haryanto (2012) penyebab anak susah makan dilihat dari segi psikologis, adalah : a. Cemas Rasa cemas ini paling sering dialami anak batita. Contoh, cemas berpisah dari orangtua karena berpikir akan terjadi sesuatu yang buruk menimpa orangtuanya; cemas berada di lingkungan baru, semisal ketika mulai bersekolah, dan sebagainya. Kecemasan yang timbul sering kali disertai gejala-gejala fisiologis maupun perilaku seperti gelisah, berkeringat dingin, berdebar-debar, sulit konsentrasi, susah tidur, dan sebagainya. Kondisi-kondisi ini berpengaruh pada pola makan anak, termasuk membuat anak jadi susah makan.

  b. Depresi Anak yang depresi bisa mengalami dua masalah makan, yaitu makan berlebihan/tidak terkendali sehingga membuatnya obesitas atau ia menjadi sulit makan. Depresi banyak dialami anak usia sekolah.

  Penyebabnya bermacam-macam. Ada yang karena menjadi korban bully seperti diejek, digoda, mendapatkan kekerasan, dan sebagainya.

c. Pola relasi yang tak bagus dengan orang tua.

  Ketika anak makan dan rewel, lalu direspons orangtua dengan tidak sabar dan memaksa anak, maka peristiwa makan menjadi hal yang tidak menyenangkan. Akibatnya, anak pun jadi susah makan. Dalam hal pola asuh, orangtua tidak mengajari anak untuk mengonsumsi makanan yang bervariasi alias hanya menyediakan makanan yang itu-itu saja. Ini membuat anak tidak belajar mengenal rasa dan jenis makanan yang beragam. Akibatnya, anak menjadi pilah-pilih makanan dan makan

yang itu-itu saja. Ujung-ujungnya, anak pun akan susah makan.

  Selain itu faktor psikologis yang dapat mengganggu anak susah makan, seperti kondisi rumah tangga yang bermasalah, suasana makan yang kurang menyenangkan, tidak pernah makan bersama orangtua, maupun anak dipaksa memakan makanan yang tidak disukai.

4. Dampak Kesulitan Makan

  Pada kesulitan makan yang sederhana misalnya karena sakit yang akut biasanya tidak menunjukan dampak yang berarti pada kesehatan dan tumbuh kembang anak. Pada kesulitan makan yang berat dan berlangsung lama akan berdampak pada kesehatan dan tumbuh kembang anak. Gejala yang timbul tergantung dari jenis dan jumlah zat gizi yang kurang. Bila anak hanya tidak menyukai makanan tertentu misalnya buah dan sayur akan terjadi defisiensi vitamin A. Bila hanya mau minum susu saja akan terjadi anemi defisiensi besi. Bila kekurangan kalori dan protein akan terjadi kekurangan energi protein (KEP).

5. Penanganan Kesulitan Makan Pada Anak

  Beberapa langkah yang dilakukan pada penatalaksanaan kesulitan makan pada anak yang harus dilakukan adalah : a. Pastikan apakah betul anak mengalami kesulitan makan dan cari penyebab kesulitan makanan pada anak.

  b. Identifikasi adakah komplikasi yang terjadi.

  c. Pemberian pengobatan terhadap penyebab.

  d. Bila penyebabnya gangguan saluran cerna (seperti alergi, intoleransi atau coeliac), hindari makanan yang menjadi penyebab gangguan.

B. Pertumbuhan 1. Definisi

  Pertumbuhan adalah setiap perubahan atau bertambahnya jumlah dan ukuran tubuh baik fisik maupun struktur. Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kualitas yaitu penambahan jumlah sel dan besar sel tubuh. Anak tidak hanya menjadi besar secara fisik tetapi ukuran dan struktur pertumbuhan otaknya juga bertambah. Akibat adanya pertumbuhan otak anak mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk belajar, mengingat dan berfikir. Pertumbuhan anak lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama masukan zat gizi dari pada faktor genetik (soetjiningsih, 1995).

  Wong (2000), mengemukakan pertumbuhan sebagai suatu peningkatan jumlah dan ukuran, jadi pertumbuhan berhubungan dengan perubahan pada kuantitas yang maknanya terjadi perubahan pada jumlah dan ukuran sel tubuh yang ditunjukan dengan adanya peningkatan ukuran dan berat seluruh bagian tubuh.

  Menurut Suganda (2002), pertumbuhan ialah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan interseluler, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh dalam arti sebagian atau keseluruhan. Jadi bersifat kuantitatif sehingga dengan demikian dapat kita ukur dengan mempergunakan satuan panjang atau satuan berat.

  Marlow (1998), mengemukakan pertumbuhan sebagai suatu peningkatan ukuran tubuh yang dapat diukur dengan meter atau sentimeter untuk tinggi badan dan kilogram atau gram untuk berat badan. Pertumbuhan ini dihasilkan oleh adanya pembelahan sel dan sintesis protein dan setiap anak mempunyai potensi gen yang berbeda untuk tumbuh.

2. Tahap Tumbuh Kembang

  Ada beberapa tahapan pertumbuhan dan perkembangan pada masa anak-anak, tahapan tersebut yaitu (Soetjiningsih, 2002 dalam Nursalam, 2005) :

  a. Masa pranatal (konsepsi lahir), terbagi atas 1) Masa embrio (mudigah): masa konsepsi

  • – 8 minggu

  2) Masa janin (fetus) : 9 minggu

  • – kelahiran

  b. Masa postnatal, terbagi atas 1) Masa neonatal usia 0

  • – 28 hari (1) Neonatal dini (perinatal) : 0
  • – 7 hari (2) Neonatal lanjut
  • – 28 hari 2) Masa bayi

  (1) Masa bayi dini 1

  • – 12 bulan (2) Masa bayi akhir 1
  • – 2 tahun

  c. Masa prasekolah (usia 2

  • – 6 tahun) terbagi atas : 1) Prasekolah awal (masa balita) : mulai 2
  • – 3 tahun 2) Prasekolah akhir : mul
  • – 6 tahun

  d. Masa sekolah atau masa prapubertas, terbagi atas : 1) Wanita : 6

  • – 10 tahun 2) Laki-laki 8
  • – 12 tahun

  e. Masa adolesensi atau masa remaja, terbagi atas : 1) Wanita : 10

  • – 18 tahun 2) Laki-laki : 12
  • – 20 tahun 3.

   Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak

  Proses pertumbuhan dan perkembangan, setiap individu akan mengalami siklus berbeda. Peristiwa tersebut dapat secara cepat maupun lambat tergantung dari individu maupun lingkungan.proses percepatan dan perlambatan tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor herediter, faktor lingkungan dan faktor hormonal.

  a. Faktor herediter Faktor herediter merupakan faktor yang dapat diturunkan sebagai dasar dalam mencapai tumbuh kembang anak dalam mencapai tumbuh kembang anak disamping faktor-faktor lain. Faktor herediter meliputi bawaan, jenis kelamin, ras dan suku bangsa. Faktor ini dapat ditentukan dengan intensitas, kecepatan dalam pembelahan sel telur, tingkat sensitivitas jaringan terhadap rangsang, usia pubertas dan berhentinya pertumbuhan tulang.

  Pertumbuhan dan perkembangan anak dengan jenis kelamin laki- laki setelah lahir akan cenderung lebih cepat dibandingkan anak perempuan serta akan bertahan hingga usia tertentu. Baik anak laki-laki maupun perempuan akan mengalami pertumbuhan yang lebih cepat ketika mereka mencapai masa pubertas.

  Ras atau suku bangsa juga memiliki peran dalam mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan. Hal ini dapat dilihat pada suku bangsa tertentu yang memiliki kecenderungan lebih besar atau tinggi, seperti orang asia cenderung lebih pendek dan kecil dibandingkan orang eropa dan lainnya.

  b. Faktor lingkungan Faktor lingkungan merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam menentukan tercapai atau tidaknya potensi yang sudah dimiliki. Faktor lingkungan meliputi lingkungan pranatal, yaitu lingkungan dalam kandungan mulai dari konsepsi sampai lahir yang meliputi gizi pada waktu ibu hamil, lingkungan mekanis/ segala hal yang mempengaruhi janin atau potensi janin dalam uterus, lingkungan postnatal yaitu lingkungan setelah bayi lahir, seperti budaya lingkungan, sosial ekonomi keluarga, nutrisi, iklim atau cuaca, olahraga posisi anak dalam keluarga, dan status kesehatan.

  Lingkungan dapat menyebabkan masalah kesulitan makan pada anak. Teman sebaya, paparan media elektronik khususnya televisi dan ketersediaan jajanan dapat mempengaruhi perilaku makan pada anak. Kebiasaan menonton televisi khususnya acara anak-anak akan meningkatkan keterpaparan terhadap iklan makanan tinggi gula dan garam serta rendah serat (Marton, 1990 dalam Campbell & Crawford, 2001). Dampaknya adalah anak akan tertarik untuk mengkonsumsi makanan tersebut sehingga ketika ditawarkan makanan pokok anak cenderung akan menolak (Zuppa, Marton & Metha, 2003).

  Masalah sulit makan jika tidak segera diatasi akan terjadi keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan akibat kekurangan nutrisi dan gangguan perilaku pada anak (wright, et al, 2007).

  c. Faktor hormonal Faktor hormonal yang berkembang dalam tumbuh kembang anak, antara lain hormon somatotropin, tiroid, dan glukokortikoid. Hormon

  somatotropin berperan dalam mempengaruhipertumbuhan tinggi badan

  dengan menstimulasi terjadinya proliferasi sel kartilago dan sistem skeletal. Hormon tiroid berperan menstimulasi metabolisme tubuh.

  Hormon glukokortikoid berperan menstimulasi pertumbuhan sel interstisial dari testis dan ovarium selanjutnya hormon tersebut akan

  menstimulasi perkembangan seks baik pada anak laki-laki maupun anak perempuan yang sesuai dengan peran hormonnya (Wong, 2000 dalam Hidayat, 2011).

4. Ciri-ciri Pertumbuhan

  Menurut suganda tahun 2002 pertumbuhan secara garis besar terdapat 4 kategori perubahan yaitu: a. Perubahan ukuran

  Perubahan ini terlihat secara jelas pada pertumbuhan fisik yang dengan bertambahnya umur anak terjadi pula penambahan berat badan, tinggi badan, lingkar kepala dan lain-lain. Organ tubuh seperti jantung, paru-paru atau usus akan bertambah besar, sesuai dengan peningkatan kebutuhan tubuh. 1) Berat badan: merupaka ukuran antropometri yang terpenting pada masa bayi dan balita. Berat badan merupakan hasil peningkatan atau penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh. Berat badan dipakai sebagai indikator yang terbaik saat ini untuk mengetahui keadaan gizi dan tumbuh kembang anak, sensitif terhadap perubahan sedikit saja, pengukuran objektif dan dapat diulangi (soetjiningsih, 1995).

  2) Tinggi badan: merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, TB tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan TB tidak seperti BB, relatif kurang sensitif pada masalah kekurangan gizi dalam waktu singkat.

  b. Perubahan proporsi Selain bertambahnya ukuran-ukuran, tubuh juga memperlihatkan perubahan proporsi. Anak bukanlah dewasa kecil, tubuh anak memperlihatkan perbedaan proporsi bila dibandingkan dengan tubuh orang dewasa.

  c. Hilangnya ciri-ciri lama Selama proses pertumbuhan terdapat hal-hal yang terjadi perlahan- lahan,seperti menghilangnya kelenjar timus, lepasnya gigi susu dan menghilangnya refleks-refleks primitif

  d. Timbulnya ciri-ciri baru Timbulnya ciri-ciri baru ini adalah sebagai akibat pematangan fungsi-fungsi organ. Perubahan fisik yang penting selama pertumbuhan adalah munculnya gigi tetap yang menggantikan gigi susu yang telah lepas.

5. Penilaian Pertumbuhan

  Standar Antropometri WHO 2005 nomor : 1995/MENKES/SK/XII/2010 (KEMENKES, 2011).

  a) Istilah dan Pengertian 1) Umur dihitung dalam bulan penuh. Contoh : umur 2 bulan 29 hari dihitung sebagai umur 2 bulan. 2) Ukuran panjang badan (PB) digunakan untuk anak umur 0 sampai 24 bulan yang diukur telentang. Bila anak umur 0 sampai 24 bulan diukur berdiri, maka hasil pengukurannya dikoreksi dengan menambahkan 0,7 cm.

  3) Ukuran tinggi badan (TB) digunakan untuk anak umur di atas 24 bulan yang diukur berdiri. Bila anak umur diatas 24 bulan diukur telentang, maka hasil pengukurannya dikoreksi dengan mengurangkan 0,7 cm.

  4) Gizi kurang dan gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah underweight (gizi kurang) dan severely underweight (gizi buruk).

  5) Pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek).

  

6) Kurus dan sangat kurus adalah status gizi yang didasarkan pada

indeks berat badan menurut panjang badan (BB/TB) atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) yang merupakan padanan istilah wasted (kurus) dan saverely wasted (sangat kurus).

  b) Kategori dan ambang batas status gizi anak Kategori dan ambang batas status gizi anak adalah sebagai mana terdapat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.1 Kategori dan ambang batas status gizi anak berdasarkan indeks menurut Kemenkes RI 2010

  Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-Score) Berat Badan menurut Umur (BB/U) Anak Umur 0-60

  Bulan Gizi Buruk <- 3 SD Gizi kurang -3 SD Sampai dengan <-2 SD Gizi baik -2 SD Sampai dengan 2 SD

  Gizi lebih >2 SD Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur

  (TB/U) Anak umur 0-60 Bulan Sangat pendek <- 3 SD Pendek -3 SD Sampai dengan <-2 SD

  Normal -2 SD Sampai dengan 2 SD Tinggi >2 SD Berat Badan menurut Panjang Badan

  (BB/PB)atau Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) Anak Umur 0-60 Bulan

  Sangat kurus <- 3 SD Kurus -3 SD Sampai dengan <-2 SD Normal -2 SD Sampai dengan 2 SD Gemuk >2 SD

  Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) Anak Umur 0-60 Bulan Sangat kurus <- 3 SD

  Kurus -3 SD Sampai dengan <-2 SD Normal -2 SD Sampai dengan 2 SD Gemuk >2 SD

C. Anak Usia Prasekolah 1. Definisi

  Menurut Gustian (2001), anak usia prasekolah atau yang dikenal masa kanak-kanak awal (early childhood) berada dalam rentang usia antara 3-5 tahun. Disebut masa praskolah karena anak mulai mempersiapkan diri memasuki dunia sekolah melalui kelompok bermain dan taman kanak- kanak.

  Faktor usia merupakan salah satu faktor resiko derhadap masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi pada balita. Pada usia balita terjadi peningkatan perkembangan yang sangat pesat, salah satunya adalah perkembangan otonomi. Perkembangan otonomi mengakibatkan balita dapat menentukan terkait apa yang disukai dan yang tidak disukainya termasuk dalam memilih makanan. Beberapa penelitian menunjukan faktor usia berhubungan dengan sulit makan pada anak. Powell, et al, (2011) mengungkapkan bahwa anak dengan usia lebih muda cenderung lebih memilih-milih makanan. Penelitian lainnya menyebutkan bahwa anak usia antara 25-36 bulan (Rigal, et al, 2012), 2-8 tahun (Skinner, et al, 2002 dalam Farrow & Blisset, 2011) , seringkali menunjukan perilaku lebih menyukai makanan tertentu saja.

  Yusuf (2009) menjelaskan bahwa masa usia prasekolah diperinci menjadi dua masa, yaitu: a. Masa vital Pada masa ini, individu menggunakan fungsi-fungsi biologis untuk menemukan berbagai hal dalam dunianya. Untuk masa belajar, Freud menanamkan tahun pertama adalah kehidupan individu itu sebagai masa oral (mulut), karena mulut dipandang sebagai sumber kenikmatan dan ketidaknikmatan. Anak memasukan apa saja kedalam mulutnya itu, tidaklah karena mulut merupakan sumber kenikmatan utama, tetapi karena waktu itu mulut merupakan alat untuk melakukan eksplorasi (penelitian) dan belajar. Pada tahun kedua anak telah belajar berjalan dengan mulai berjalan anak akan mulai menguasai ruang, mula-mula ruang tempatnya saja, kemudian ruang yang dekat dan selanjutnya ruangan yang jauh. Pada tahun kedua ini umumnya terjadi pembiasaan terhadap kebersihan (kesehatan). Melalui latihan kebersihan ini, anak belajar mengendalikan impuls-impuls atau dorongan-dorongan yang datang dari dalam dirinya (misalnya buang air kecil dan buang air besar).

  b. Masa estetik Pada masa ini dianggap masa perkembangan rasa keindahan. Kata estetik disini dalam arti bahwa pada masa ini, perkembangan anak yang pertama adalah fungsi pancaindranya. Pada masa ini, indera masih peka.Rasa makanan merupakan faktor kedua yang menentukan cita rasa makanan setelah penampilan makanan itu sendiri. Apa bila penampilan makanan yang disajikan merangsang saraf melalui indra penglihatan maka akan mampu membangkitkan selera untuk mencicipi makanan itu, jadi pada tahap selanjutnya rasa makanan itu akan ditentukan oleh rangsangan terhadap indra pencium dan indra perasa. Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indra penciuman sehingga membangkitkan selera.

2. Ciri-ciri anak usia Prasekolah

  Anak usia prasekolah biasanya mudah bersosialisasi dengan orang sekitarnya. Ciri-ciri anak prasekolah (Dewi, 2005) : a. Umumnya anak pada tahap ini memiliki satu atau dua sahabat, tetapi sahabat ini biasanya cepat berganti. Mereka umumnya dapat cepat menyesuaikan secara sosial, mereka mau bermain dengan teman. Sahabat yang dipilih biasanya yang sama jenis kelaminnya tetapi kemudian berkembang sahabat yang terdiri dari jenis kelamin yang berbeda

  b. Kelompok bermainya cenderung kecil dan tidak terlalu berorganisasi secara baik oleh karena itu kelompok tersebut cepat berganti-ganti.

  c. Anak yang lebih muda seringkali bermain bersebelahan dengan anak yang lebih besar. Parten (Patmonodewo, 2003), melalui pengamatannya terhadap anak yang bermain bebas di sekolah dapat membedakan beberapa tingkah laku sosial :

  1) Tingkah laku

  “unoccupied”: anak tidak bermain dengan

  sesungguhnya. Ia mungkin berdiri disekitar anak lain dan memandang temannya tanpa melakukan kegiatan apapun.

  2) Bermain

  “soliter”: anak bermain sendiri dengan menggunakan alat

  permainan, berbeda dari apa yang dimainkan oleh teman yang ada didekatnya.mereka tidak berusaha saling bicara.

  3) Tingkah laku

  “onlooker”: anak menghabiskan waktu dengan

  mengamati. Kadang memberikan komentar tentang apa yang dimainkan anak yang lain tetapi tidak berusaha untuk main bersama.

  4) Bermain

  “pararel”: anak-anak bermain dan saling berdekatan,

  tetapi tidak sepenuhnya bermain bersama dengan anak lain. Mereka menggunakan alat mainan yang sama, berdekatan tetapi dengan cara yang tidak saling bergantung. 5) Bermain

  “asosiatif”: anak bermain dengan anak lain tetapi tanpa

  organisasi. Tidak ada peran tertentu, masing-masing anak bermain dengan caranya sendiri-sendiri.

  6) Bermain

  “kooperatif”: anak bermain dalam kelompok dimana ada

  organisasi. Ada pemimpinya, masing-masing anak melakukan kegiatan bermain dalam kegiatan bersama, misal main toko-tokoan atau perang-perangan.

3. Ciri emosi anak usia prasekolah

  Anak usia prasekolah biasanya mengekspresikan emosinya dengan bebas dan terbuka. Sikap marah sering diperlihatkan oleh anak pada usia tersebut. Iri hati pada anak juga sering terjadi. Mereka seringkali memperebutkan perhatian guru. Sedangkan dalam hal makan sikap orang tua yang suka memaksakan makanan menyebabkan bayi atau anak merasakan proses makan sebagai saat yang tidak menyenangkan, hal ini berakibat menimbulkan sikap anti terhadap makanan. Sikap yang terlalu obsesif dan overprotektif akan berakibat negatif pada anak (Santoso, 2009).

  Sikap memaksa dalam pemberian makan akan membuat emosi anak meningkat, sehingga menurunkan produksi cairan lambung yang dapat mengakibatkan fungsi cerna terhambat (podjiadi, 2002).

  Praktik pemberian makan yang kurang tepat sering dilakukan orang tua antara lain dengan menjanjikan hadiah berupa makanan kesukaannya jika anak menunjukan perilaku yang baik (Elizenman & Holub, 2008). Tindakan yang lainnya yaitu memberikan makanan tertentu untuk meredakan emosi anak (Orrell-Valentine et al, 2007).

4. Pola Makan Anak Usia Prasekolah

  Pengertian pola makan menurut Lie Goan Hong dalam Karjati (1985) adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu.

  Pola makan akan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain adalah kebiasaan kesenangan, budaya agama, taraf ekonomi, lingkungan alam dan sebagainya. Sejak zaman dahulu kala, makanan selain untuk kekuatan / pertumbuhan, memenuhi rasa lapar, dan selera, juga mendapat tempat sebagai lambang kemakmuran, kekuasaan dan persahabatan. Semua faktor bercampur membentuk suatu ramuan yang kompak yang disebut dengan pola konsumsi (Susanto, 2004).

  Dalam membentuk pola makan anak TK itu bukanlah urusan yang mudah. Pada masa ini sebenarnya anak belajar makan dari apa yang tersedia dirumah. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam membentuk pola makan yang baik adalah dengan menciptakan situasi lingkungan yang nyaman.hal ini dapat meningkatkan gairah makan dan membuat anak menyukai makanan yang disajikan (Sintha,2001).

5. Perilaku Makan Anak Usia Prasekolah

  Untuk memperkenalkan jenis makanan baru pada anak TK, orang tua harus memilih saat yang tepat. Makanan baru hendaknya disajikan ketika anak sedang lapar. Kondisi lapar akan membuat anak merasa bahwa makanan itu sesuai dengan seleranya. Pada umumnya dalam hal makanan, anak TK tidak menyukai cita rasa yang menyengat dan tidak terlalu asin (Sintha, 2001). Pada kelompok ini, telah dapat memilih serta menyukai makanan yang manis, seperti permen, cokelat, dan es krim. Bila tidak diperhatikan dan dibatasi dapat menyebabkan karies dentis atau nafsu makan yang berkurang (Markum, 2002).

6. Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan

  Angka kecukupan gizi (AKG) atau Recommended Dietary Allowances (RDA) adalah banyaknya masing-masing zat gizi yang harus dipenuhi dari makanan untuk mencukupi hampir semua orang sehat. Untuk Indonesia, AKG yang digunakan saat ini secara nasional adalah Widya Karya Naional Pangan dan Gizi VI tahun 1998. Tujuan utama penyusunan AKG ini adalah untuk acan perencanaan makanan dan menilai tingkat konsumsi makanan individu / masyarakat (Almatsier, 2001).

  Kebutuhan untuk bayi dan anak merupakan kebutuhan zat gizi yang memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan. Anak yang tidak mendapat gizi akan mengalami gangguan pertumbuhan sehingga menyebabkan terjadinya sel otak dengan konsekuensi sel yang lebih sedikit. Sebaliknya anak yang mendapat gizi lebih tinggi akan memperoleh kalori yang lebih tinggi pula. Dengan kata lain konsumsi yang melebihii kebutuhan akan menyebabkan gizi lebih, sebaliknya konsumsi gizi yang kurang menyebabkan kondisi kurang atau defisiensi.

  Kebutuhan kalori untuk anak usia TK (Umur 4-6 tahun) yang dianjurkan widya karya nasional pangan dan gizi 1998 adalah 1750 kkalori dan 32 gram protein. Untuk kebutuhan vitamin A 460 RE per hari. Kebutuhan zat besi 9 mg per hari sedangkan seng / zincum (Zn) 10 mg per hari. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.2 contoh AKG

  Golongan umur Berat Badan (kg)

  Pertumbuhan baik

  1. Pertumbuhan kurang 2.

  3. Dukungan guru Tingkat pertumbuhan BB/U :

  2. Dukungan orang tua

  1. Kebijakan pemerintah

  2. Pendapatan keluarga Faktor penguat

  2. Pertumbuhan anak prasekolah Faktor pendukung

  Faktor Predisposisi

  Diadopsi dari Teori Green dalam Notoadmojo, 2005

Gambar 2.2 kerangka teori

   Kerangka Teori Berdasarkan pada telaah pustaka tentang kesulitan makan dengan tingkat pertumbuhan anak usia prasekolah dapat digambarkan kerangka teori sebagai berikut.

  10 D.

  9

  Zn (mg) 4-6 tahun 18 110 1750 32 460

  Vit A (RE) Besi (mg)

  Tinggi Badan (cm) Energi (kkal) protein (gr)

1. Kesulitan makan

1. Lingkungan

E. Kerangka Konsep

  Kerangka konsep penelitian dengan mengacu pada kerangka teori penelitian dapat digambarkan secara skematis sebagai berikut.

  Tingkat pertumbuhan BB/U : Kesulitan makan

  1. Pertumbuhan kurang pada anak prasekolah

  2. Pertumbuhan baik

Gambar 2.3 kerangka konsep F.

   Hipotesis Hipotesis penelitian yang diajukan adalah: Terdapat hubungan kesulitan makan dengan tingkat pertumbuhan anak usia prasekolah (3-5 tahun) di TK-PAUD Desa Binangun Kecamatan Binangun Kabupaten Cilacap.