BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi - TOFANDI BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi Stroke atau cerebro vasculer accident (CVA) adalah sindrom klinik yang

  di awali dengan timbulnya mendadak progressivecepat berupa deficit neirologis vocal ataupun global yang berlangsung 24 jam lebih yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak neotraumatik. (Mansjoer, 2000)

  Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh terhentinya suplai darah ke bagian otak. (Smeletzer Suzanne, 2001) Stroke merupakan sindrom klinis akibat gangguan pembuluh darah otak, timbul mendadak dan biasanya mengenai penderita usia 45 – 80 tahun. (Rasyid

  2007) Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh terhentinya suplai darah kebagian otak. (Brunner and Suddrat, 2002 dalam Ratna Dewi

  Pundiastuti, 2013) Menurut (Ratna Dewi Pudiastuti, 2013) jenis-jenis Stroke terbagi menjadi dua kategori yaitu stroke hemoragik dan stroke iskemik atau non hemoragik.

  1. Stroke hemoragik adalah stroke karena pecahnya pembuluh darah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes kedalam suatu daerah otak dan merusaknya.

  2. Stroke non hemoragik atau iskemik adalah terjadi karena tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti.

  Kesimpulan pada kasus penderita stroke mengalami gangguan seperti hilangnya kesadaran kelumpuhan serta tidak berfungsinya panca indra / nafas berhenti berakibat fatal yaitu penderita akan meninggal.

2. Etiologi

  Menurut (Ratna Dewi Pundiastuti, 2013) penyebab stroke ada 3 faktor yaitu: a.

  Faktor resiko medis, antara lain : 1.

  Migrain 2. Hipertensi 3. Diabetes 4. Kolesterol 5. Eteosklerosis 6. Gangguan jantung 7. Riwayat stroke dalam keluaraga 8. Penyakit ginjal 9. Penyakit faskuler perifer b. Faktor resiko perilaku, antara lain : 1.

  Kurang olahraga 2. Merokok 3. Makan yang tidak sehat 4. Kontrasepsi oral

5. Mendengkur 6.

  Narkoba dan obesitas c. Faktor lain

  Data statistik 93 % mengidap penyakit trombosis ada hubungan nya dengan penyakit tekanan darah tinggi.

  a.

  Trobosis serebral Terjadi pada pembuluh darah dimana oklusi terjadi trombosis dapat menyebabkan iskemia jaringan otak, edema dan kongesti di area sekitarnya b. Emboli serebral

  Penyumbatan pada pembuluh darah otak karena bekuan darah, lemak atau udara.

  c.

  Perdarahan intra serebral Pembuluh darah otak dapat pecah, terjadi karena astreoklerosis dan hipertensi d.

  Migrain e. Trombosis sinus dura f. Diseksi arteri karotis atau fertebralis g.

  Kondisi hiperkoagulasi h. Vaskulitis sistem saraf pusat Faktor resiko terjadinya stroke menurut Mansjoer (2000) adalah: a.

  Tidak dapat di ubah: usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat stroke, penyakit jantung koroner, dan fibrilasi atrium.

  b.

  Dapat di ubah: hipertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat, kontrasepsi oral, dan hematokrit meningkat.

3. Tanda dan Gejala

  Menurut Mansjoer (2000) tanda dan gejala stroke akut berupa: 1.

  Nyeri kepala, mual dan muntah 2. Vertigo / pusing 3. Frunkal atau anggota badan (Ataksia) 4. Bicara pelo, cedal (Disartia) 5. Bicara tidak lancar, kurang ucapan atau kesulitan memahami ucapan

  (Afasia) 6. Perubahan mendadak status mental 7.

  Gangguan sensibilitas satu atau lebih anggota badan (gangguan hemosensorik)

  8. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (hemiperesis) yang timbul mendadak.

  9. Gangguan penglihatan (diplopia) Gejala stroke yang dialami setiap orang berbeda dan bervariasi, tergantung pada daerah otak mana yang terganggu.Beberapa gejala pertanda ditemukan di awal seperti vertigo, sakit kepala, suara pelo, sulit bicara, sulit menelan, gangguan penglihatan, dll.Sedangkan gejala khas atau spesifik yang nampak berupa hilangnya rasa separuh badan, kelemahan separuh badan, buta separuh lapang pandang, dll.Keterlambatan pemeriksaan gejala stroke ini mengakibatkan pasien seringkali datang pada kondisi buruk atau terlambat.Hal ini membuat angka kejadian penderita stroke meningkat. Di Asia termasuk indonesia stroke masih menduduki peringkat pertama penyebab kecacatan dan nomor 2 sebagai penyebab kematian.

4. Anatomi dan Fisiologi

  Menurut (Pearce. E. C. 2008) Otak manusia tersusun dari belahan otak besar ( hemisfer serebri ) batang otak dan otak kecil.

1. Otak besar ( serebrum )

  Pusat dari segala pengontolan aktifitas pergerakan tubuh oleh otak besar terbagi menjadi dua yaitu : a.

  Hemisfer serebri kiri Adalah bagian otak besar yang berfungsi mengontrol atau mengendalikan pergerakan tubuh bagian kiri, fungsinya meliputi :

  • Mengendalikan gerak tubuh sebelah kanan
  • Menginterpresentasikan pengelihatan dari paruh kanan lapangan pandang pengelihatan.

  b.

  Hemisfer serebri kanan Adalah bagian otak besar yang berfungsi untuk mengontrol dan mengendalikan tubuh bagian kiri, fungsinya meliputi :

  • Mengendalikan gerak tubuh sebelah kiri
  • pada orang yang tidak kidal.

  Mengendalikan fungsi bicara kurang lebih 44% orang kidal hanya 1%

  Gambar otak (Syaifudin, 2005).

2. Batang otak a.

  Diesennfalon Merupakan bagian atas batang otak. Fungsinya untuk pusat penghitungan, membangkittkan respon emosional dan mengendalikan suhu.

  b.

  Pous varoli Merupakan bagian atas tengah batang otak, berfungsi untuk irama jantung ( pneumotastik ) tempat keluarnya syaraf cranial. c.

  Otak tengah Berfungsi untuk pergerakan otot, relay dari impus, reflek pendengaran.

  d.

  Otak kecil ( serebellum ) Berfungsi sebagai koordinasi serta keseimbangan kita dalam bergerak yang diperintah oleh hemisfer serebri.

5. Patofisiologi

  Menurut Price, S. A. & Wilson, L. M. (2005) a.

  Trombosis (penyakit trombo - oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling sering. Arteriosclerosis selebral dan perlambatan sirkulasi selebral adalah penyebab utama trombosis selebral, yang adalah penyebab umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis selebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum lainnya.

  b.

  Trombosis terjadi biasanya ada kaitannya dengan kerusakan local dinding pembuluh darah akibat atrosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima arteria besar. Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis dan berserabut , sedangkan sel – sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat – tempat yang melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat – tempat khusus tersebut. Pembuluh – pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.

  c.

  Embolisme : embolisme sereberi termasuk urutan kedua dari berbagai penyebab utama stroke. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita trombosis. Kebanyakan emboli sereberi berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung. Meskipun lebih jarang terjadi, embolus juga mungkin berasal dari plak ateromatosa sinus karotikus atau arteria karotis interna. Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya embolus akan menyumbat bagian – bagian yang sempit.. tempat yang paling sering terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi media, terutama bagian atas.

  d.

  Perdarahan serebri : perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama kasus GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak) dan merupakan sepersepuluh dari semua kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan /atau subaraknoid, sehingga jaringan yang terletakdi dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteria di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisper otak dan sirkulus wilisi. Bekuan darah yang semula lunak menyerupai selai merah akhirnya akan larut dan mengecil. Dipandang dari sudut histologis otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami nekrosis. Karena kerja enzim – enzim akan terjadi proses pencairan, sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan nekrotik akan terganti oleh astrosit dan kapiler – kapiler baru sehingga terbentuk jalinan di sekitar rongga tadi. Akhirnya rongga terisi oleh serabut

  • – serabut astroglia yang mengalami proliferasi. Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya suatu aneurisme. Kebanyakan aneurisme mengenai sirkulus wilisi. Hipertensi atau gangguan perdarahan mempermudah kemungkinan ruptur. Sering terdapat lebih dari satu aneurisme.

6. Pathways

  

Merokok Hipertensi Lanjut usia

Penumpukan nikotin tahanan perifer meningkat elasisitas pembuluh darah di pembuluh darah menurun

Penyempitan pembuluh darah ke otak (stroke)

  Aliran darah terganggu Pembuluh darah tersumbat Penurunan fungsi motorik Pecah/ bekuan darah Gangguan gerak tubuh Gangguan predaran darah ke otak

  Intoleransi Ketidakefektifan aktifitas perfusi jaringan

  Sulit menyusun kata-kata Rangsangan bicara terganggu Kehilangan tonus otot Ketika berdayaan Hambatan gerak/lumpuh

  Hambatan komunikasi

  Resiko infeksi Kerusakan Defisit perawatan intergritas kulit diri :

  (Corwin, 2000 Dewi Ratna Pundiastuti, 2013: Wilkinston, 2012)

7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan diagnostic menurut Doengoes (2000).

  a.

  CT Scan memeperlihatkan adanya edema, hematoma iskemia dan adanya infark.

  b.

  MRI menunjukan daerah yang mengalami infark hemologi Malformasi Arterio Vena (MAV).

  c.

  Ultrasonografi Doppler mengidentifikasi penyakit anterio vena ( masalah system arteri karitis) atau muncul plak arterio sclerosis.

  d.

  EEG untuk mengidentivikasi masalah berdasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.

  e.

  Sinsar X tengkorak, menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari masa yang meluas klasifiasi karotis internal terdapat trombosit cerebral, kalsifikasi parsial dinding anuerisme pada perdarahan sub arachnoid.

  f.

  Menurut Pearce. E. C (2006), pemeriksaan syaraf kranial meliputi: 1. : Urat saraf penghidung.

  Olfaktorius 2. : Urat saraf penglihatan. Optikus 3. : Melayani sebagian besar otot eksterna mata. Okulomotorius 4. : Menggerakan beberapa otot mata. Troklearis

  5. : Saraf otak terbesar. Sensori: Menerima Trigeminus rangsangan dari wajah untuk diproses di otak sebagai sentuhan

  Motorik: Menggerakkan rahang, untuk mengontrol otot mengunyah. 6. : Menuju satu otot mata yaitu rektus lateralis.

  Abdusens

  7. : Sensorik: Menerima rangsang dari bagian anterior Fasialis lidah untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa

  Motorik: Mengendalikan otot wajah untuk menciptakan ekspresi wajah. 8. : Mengontrol pendengaran dan keseimbangan.

  Akustikus 9. : Mempersarafi serabut sensori pada sepertiga lidah

  Glasofaringeal bagian posterior dan serabut motorik.

  10. Vagus : Mampersarafi laring, faring dan langit-langit lunak.

  11. : Mengontrol otot trapezium dan otot sterno.

  Aksesorius 12. : Mengontrol gerakan lidah. Hipoglosus 8.

   Komplikasi

  Menurut Henderson. L (2002) pada stroke berbaring lama dapat menyebabkan masalah emosional dan fisik, diantaranya:

  1. Bekuan darah Mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan penimbunan cairan, pembengkakan selain itu juga menyebabkan embolisme paru yaitu sebuah bekuan yang terbentuk dalam satu arteri yang mengalirkan darah ke paru.

  2. Dekubitus Bagian yang bisa mengalami memar adalah pinggul, pantat, sendi kaki dan tumit bila memar ini tidak dapat dirawat dapat menjadi infeksi.

  3. Pneomonia Pasien stroke tidak dapat batuk dan menelan secara sempurna, hal ini mengakibatkan cairan berkumpul di paru-paru dan selanjutnya menimbulkan pnemonia.

  4. Atrofi dan kekuatan sendi Hal ini disebabkan karena kurang gerak dan mobilisasi.

  9. Diagnosa Keperawatan

  Diagnosa keperawatan menurut Wilkinson (2012) 1.

  Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan perubahan konsentrasi hemoglobin dalam darah

  2. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan pada sistem saraf pusat

  3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidak mampuan merasakan bagian tubuh

4. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif 5.

  Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum 6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik

10. Fokus Intervensi

  Diagnosis keperawatan Wilkinson (2012) 1.

  Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan perubahan konsentrasi hemoglobin dalam darah Tujuan : Pasien dapat mencapai keadaan perfusi jaringan serebral yang stabil yang di tandai dengan kesadaran membaik dan TTV stabil Kriteria hasil (NOC) :

  a) Menunjukan status sirkulasi, yang di buktikan oleh indikator berikut

  (sebutkan 1- 5: gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan): TD sistolik dan diastolik dalam batas normal b)

  Menunjukan kognisi, yaitu: Berkomukasi dengan jelas dan sesuai dengan usia serta kemampuan

  • Menunjukan perhatian dan konsentrasi
  • Menunjukan memori jangka panjang dan saat ini
  • Mengolah informasi dan membuat keputusan yang tepat.
  • Intervensi (NIC) :

  a) Tentukan factor – factor yang berhubungan dengan penyebab penurunan perfusi serebral b)

  Pemantauan tekanan intrakranial (TIK): mengukur dan menginterpretasi data pasien untuk mengatur tekanan intra kranial c)

  Pamantauan tanda-tanda vital

  d) Pertahankan keadaan tirah baring dan kenyamanan pasien e) Berkolaborasi dalam pemberian oksigen dan obat sesuai indikasi dokter.

  2. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan pada sistem saraf pusat Tujuan : pasien menunjukan komunikasi bahasa tertulis, lisan, atau nonverbal, menggunakan bahasa isyarat, pengenalan terhadap pesan yang diterima, bertukar pesan secara akurat dengan orang lain. Kriteria hasil (NOC) :

  a) Menunjukan komunikasi yang baik meliputi ekspresif (ekspresi), reseptif (penerimaan pesan), informasi (kemampuan unyuk memperoleh, mengatur, dan menggunakan informasi)

  b) Bicara pasien jelas dan dapat dipahami

  Intrvensi (NIC) :

  a) Kaji kemampuan bicara pasien

  b) Pelatihan memori dengan cara membuka kembali memori masa lalu, atau memori yang sudah dilewati c)

  Lakukan percakapan dengan pasien : defisit pendengaran, defisit wicara, defisit pengihatan.

  d) Anjurkan pasien untuk instruksi sederhana, contoh membuka mulut, menutup mulut dan lainnya e)

  Penurunan ansiestas : meminimalkan rasa kawatir, takut, prasangka, atau kesulitan yang berhubungan dengan sumber bahaya yang diatisipasi dan tidak jelas

  3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidak mampuan merasakan bagian tubuh Tujuan : menerima bantuan atau perawatan total dari pemberian asuhan keperawatan jika di perlukan, mampu mempertahankan mobilitas yang di perlukan pasien. Kriteria hasil (NOC) :

  a) Menunjukan mampu dalam perawatan diri sendiri: aktifitas kehidupan sehari-hari, contohnya mandi, higiene, higiene oral b)

  Pasien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan Intervensi (NIC) :

  a) Kaji kemampuan dalam merawat diri,contoh mandi, higiene, higiene oral b)

  Bantu perwatan kesehatan mulut

  c) Bantu dalam perawatan diri mandi

  d) Bantu perawatan ostomi

  e) Hindari apa yang tidak dapat dilakukan pasien dan bantu bila perlu

  f) Ajarkan teknik relaksasi Range Of Muscle (ROM) 4.

  Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif Tujuan : faktor resiko infeksi akan hilang di buktikan oleh pengendalian resiko komunitas: terbebas dari tanda dan gejala infeksi, penyakit menular, status imun, dan penyebaran luka. Kriteria hasil (NOC) : a) Genetalia bersih : resiko pengendalian komunitas (penyakit menular)

  b) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi

  c) Satus imun baik

  Intervensi (NIC) :

  a) Kaji berapa lama pasien terpasang Dower Cateter (DC), dan kaji kebersihan pasien agar tidak beresiko terjadinya penyakit menular b)

  Perlindungan infeksi , meminimalkan penyebaran dan penularan agens infeksius c)

  Melakukan perawatan luka insisi dengan melakukan pelepasan Dower Cateter (DC)

  d) Melakukan pemasangan Dower Cateter (DC) untuk menjaga kebersihan dan menghindari terjadinya resiko infeksi pada daerah genetalia

e) Melakukan melepas infus.

5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum Tujuan : menuntukan toleransi aktifitas yang baik.

  Kriteria hasil (NOC) :

  a) Paien dapat menoleransi aktifitas yang bisa dilakukan, yang di buktikan oleh toleransi aktifitas b)

  Ketahanan: kapasitas untuk menyelesaikan aktivitas

  c) Kebugaran fisik: pelaksanaan aktifitas fisik yang penuh

  d) Menunjukan toleransi aktifitas dan mendemonstrasikan penghematan energi

  Intervensi (NIC) : a) Beri ajuran tentang dan bantua dalam aktifitas fisik, kognitif, sosial, spiritual b)

  Menejemen energi: sarankan pasien untuk mengatur dalam penggunaan energi c)

  Terapi latihan fisik: mobilitas sendi dan pengendalian otot menggunakan gerak tubuh dan aktifitas d)

  Kaji gerak dan berikan anjuran pada pasien untuk melakukan aktifitas secara mandiri e)

  Ajarkan latihan Range Of Muscle (ROM) untuk merangsang anggota gerak f)

  Berikan lingkungan yang nyaman di sekitar pasien untuk memperoleh manfaat yang terapiutik, stimulasi sensori, dan kesejahteraan sosiologis g)

  Bantu pemeliharaan rumah 6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik

  Tujuan : menunjukan integritas kulit yang baik Kriteria hasil (NOC) :

  a) Integritas jaringan : kulit elastis dan membran mukosa tidak kering

  b) Tidak ada lesi atau luka

  c) Tidak terjadi nekrosis

  Intervensi (NIC) :

  a) Perawatan area insisi: membersihkan, memantau, dan meningkatkan penyembuhan luka b) Perlindungan infeksi: mencegah dan mendeteksi dini infeksi pada pasien c)

  Pencegahan uklus dekubitus

  d) Perawatan kulit, untuk meminimalkan kerusakan kulit

  e) Perawatan luka, mencegah komplikasi luka dan meningkatkan penyembuhan luka