BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Perawatan Hipertensi - Pakuwati BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Perawatan Hipertensi

  1. Perilaku (Practice) Perilaku merupakan hasil dari pada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya (Notoatmodjo, 2010).

  Menurut Skinner sebagaimana dikutip oleh Soekidjo Notoatmojo (2010) perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap rangsangan dari luar (stimulus). Perilaku dapat dikelompokkan menjadi dua:

  a. Perilaku tertutup (covert behaviour), perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum bisa diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk “unobservabel behavior” atau “covert behavior” apabila respons tersebut terjadi dalam diri sendiri, dan sulit diamati dari luar (orang lain) yang disebut dengan pengetahuan (knowledge) dan sikap (attitude).

  18 b. Perilaku Terbuka (Overt behaviour), apabila respons tersebut dalam bentuk tindakan yang dapat diamati dari luar (orang lain) yang disebut praktek (practice) yang diamati orang lain dati luar atau “observabel behavior”.

  Perilaku terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori Skinner ini disebut teori ‘S-O-R” (Stimulus-Organisme-Respons). Berdasarkan batasan dari Skinner tersebut, maka dapat didefinisikan bahwa perilaku adalah kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka pemenuhan keinginan, kehendak, kebutuhan, nafsu, dan sebagainya. Kegiatan ini mencakup :

  a. Kegiatan kognitif: pengamatan, perhatian, berfikir yang disebut Pengetahuan

  b. Kegiatan emosi: merasakan, menilai yang disebut sikap (afeksi)

  c. Kegiatan konasi: keinginan, kehendak yang disebut tindakan (practice)

  Menurut Soekidjo Notoatmojo (2010) perilaku dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu : a. Perilaku pasif adalah respon internal, yaitu yang terjadi dalam diri manusia dan yang tidak secara langsung dapat terlihat orang lain. (tanpa tindakan: berfikir, berpendapat, bersikap) artinya seseorang yang memiliki pengetahuan positif untuk mendukung hidup sehat tetapi ia belum melakukannya secara kongkrit. b. Perilaku aktif adalah perilaku yang dapat diamati secara langsung (melakukan tindakan), misalnya: seseorang yang tahu bahwa menjaga kebersihan amat penting bagi kesehatannya ia sendiri melaksanakan dengan baik serta dapat menganjurkan pada orang lain untuk berbuat serupa.

  2. Perilaku Perawatan Perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit, sehingga dapat melakukan perawatan untuk mempertahankan kesehatan yang optimal.

  Perawatan hipertensi adalah usaha yang dilakukan untuk mengontrol tekanan darah agar tetap dalam batas normal. Sebuah teori yang dikembangkan oleh Lawrence Green pada tahun 1980, dalam Notoatmodjo 2010, membedakan adanya dua determinan masalah kesehatan yakni faktor perilaku (behavioral factor) dan faktor non perilaklu ( non behavioral factor). Faktor perilaku sendiri ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu: a. Faktor predisposisi (predisposing factor), faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan sebagainya.

  b. Faktor pemungkin (enabling factor), sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan. Misalnya puskesmas, posyandu, rumah sakit dan lain-lain.

  3. Unsur

  c. Faktor penguat (reinforcing factor), faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Untuk berperilaku sehat memerlukan contoh dari para tokoh masyarakat, yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

  • – unsur Perilaku Perilaku muncul sebagai hasil interaksi antara tanggapan dari individu terhadap stimulus yang datang dari lingkungannya agar bisa beradaptasi dan tetap survive yang mendasari timbulnya perilaku adalah dorongan yang ada dalam diri manusia, sedangkan dorongan merupakan usia jadi perilaku muncul karena adanya dorongan untuk survive.

  a. Adanya afektif (perasaan atau penilaian mengenai perilaku perawatan hipertensi pada lansia) b. Kognitif (pengetahuan kepercayaan atau pendapat tentang pengetahuan dan dukungan keluarga dalam melakukan perawatan hipertensi pada lansia )

  c. Psikomotor (niat serta tindakan yang berkaitan dengan suatu perilaku perawatan pada lansia). Perilaku memiliki hubungan yang cukup besar dalam menentukan tingkat pemanfaatan sarana kesehatan pada lansia yang mengalami penyakit hipertensi.

  4. Faktor

  • – faktor yang mempengaruhi Perilaku Perawatan Menurut Notoatmodjo (2012), perilaku ketaatan pada lansia sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

  a. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah keluarga mengetahui perilaku perawatan hipertensi pada lansia.

  Pengetahuan merupakan hal yang sangat mempengaruhi perilaku kesehatannya. Pengetahuan lansia tentang perawatan pada penderita hipertensi yang rendah yang dapat menimbulkan kesadaran yang rendah pula yang berdampak dan berpengaruh pada penderita hipertensi dalam mengontrol tekanan darah, kedisiplinan pemeriksaan yang akibatnya dapat terjadi komplikasi berlanjut.

  b. Sikap adalah reaksi tertutup darikeluarga yang kurang memperhatikan kepada anggota keluarga atau lansia mengenai tentang kesehatannya.

  c. Ciri- ciri individual meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan status sosial ekonomi sangat mempengaruhi perilaku kesehatannya mengenai tentang perawatan hipertensi.

  d. Partisipasi keluarga merupakan keikutsertaan keluarga didalam membantu lansia melaksanakan perawatan dan pengobatan lansia.

B. Lansia

  Proses menua atau aging adalah suatu proses alami pada semua makhluk hidup.Laslet (Caselli dan Lopez 1996) menyatakan bahwa menjadi tua (aging) merupakan proses perubahan biologis secara terus menerus yang dialami manusia pada semua tingkatan umur dan waktu, sedangkan lanjut usia (old age) adalah istilah untuk tahap akhir kehidupan menuju tua yang diawali dengan proses kelahiran, kemudian tumbuh menjadi dewasa dan berkembang biak, selanjutnya menjadi semakin tua dan akhirnya akan meninggal . Masa usia Lanjut merupakan masa yang tidak bisa diletakan oleh siapapun khususnya bagi yang dikaruniai umur panjang, ynag bisa dilakukan oleh manusia hanyalah menghambat proses menua agar tidak terlalu cepat, karena pada hakikatnya dalam proses menua terjadi suatu kemunduran atau penurunan.

  1. Masalah yang dihadapi Usia Lanjut Masalah yang pada umumnya dihadapi oleh lanjut usia dapat dikelompokan menjadi 4 yaitu : a. Masalah Ekonomi

  Lanjut usia ditandai dengan menurunnya produktivitas kerja, memasuki masa pensiun atau berhentinya pekerjaan utama. Hal ini berakibat pada menurunnya pendapatan yag kemudian terkait dengan pemenuhan kebutuhan hidup sehari- hari, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, rekreasi dan kebutuhan sosial.Pada sebagian usia lanjut, karena kondisinya yang tidak memungkinkan, berarti masa tua tidak produktif lagi dan berkurang atau bahkan tiada penghasilan. Padahal disisi lain, usia lanjut dihadapkan kepada berbagai kebutuhan yang semakin meningkat, seperti kebutuhan akan makanan yang bergizi dan seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin, perawatan bagi yang menderita penyakit hipertensi, kebutuhan sosil, dan rekreasi (Suardiman,2011).

  b. Masalah Sosial Memasuki masa tua ditandai dengan berkurangnya kontak sosial, baik dengan anggota keluarga, anggota masyarakat maupun teman kerja sebagai akibat terputusnya hubungan kerja karya pensiun. Disamping itu kecenderungan meluasnya keluarga inti atau keluarga batih (nucleus

  

family ) dari pada keluarga luas (extendes family) juga akan mengurangi

  kontak sosial usia lanjut. Disamping itu perubahan nilai sosial masyarakat yang mengarah kepada tatacara masyarakat individualistik, berpengaruh bagi para usia lanjut yang kurang mendapat perhatian, sehingga sering tersisih dari kehidupan masyarakat dan terlantar.

  Kurangnya kontak sosial ini menimbulkan perasaan kesepian, murung. Hal ini tidak sejalan dengan hakikat manusia sebagai makhluk sosial yang dalam hidupnya selalu membutuhkan kehadiran orang lain atau keluarga. Untuk menghadapi kenyataan ini perlu dibentuk kelompok- kelompok usia lanjut yang memiliki kegiatan mempertemukan para anggotanya agar kontak sosial berlangsung . Kontak sosial ini sangat berguna bagi usia lanjut agar memiliki kesempatan untuk saling bertukar informasi, saling belajar,dan saling bercanda. Oleh karena itu, upaya untuk mempertemukan sesama usia lanjut, meninggalkan kebiasaan bahwa usia lanjut sebagai penunggu rumah perlu dilakukan (Suardiman,2011). c. Masalah Kesehatan Salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan adalah meningkatnya usia harapan hidup manusia di Indonesia. Peningkatan jumlah penduduk usia lanjut akan diikuti dengan meningkatnya permasalahan kesehatan, seperti masalah kesehatan indera, pendengaran, dan penglihatan.

  Pada usia lanjut terjadi kemunduran sel-sel karena proses penuaan yang berakibat pada kelemahan organ, kemunduran fisik, timbulnya berbagai macam penyakit terutama penyakit degeneratif. Hal ini akan menimbulkan masalah kesehatan, sosial, dan membebani perekonomian baik pada usia lanjut maupun pemerintah karena masing

  • – masing penyakit memerlukan dukungan dana atau biaya.

  Masa tua ditandai oleh penurunan fungsi fisik dan rentan terhadap berbagai penyakit. Kerentanan terhadap penyakit ini disebabkan oleh menurunnya fungsi berbagai organ tubuh. Diperlukan pelayanan kesehatan terutama untuk kelainan degeneratif demi meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan usia lanjut agar tercapai masa tua yang bahagia dan berguna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan keberadaannya. Masalah kesehatan pada umumnya merupakan masalah yang paling dirasakan oleh usia lanjut. Yang diharapkan bagi usia lanjut adalah bagaimana agar masa tua dijalani dengan kondisi sehat, bukan dijalani dengan sakit- sakitan. Untuk itu rencana hidup seharusnya sudah dirancang jauh sebelum memasuki masa usia lanjut, sudah punya rencana apa yang akan dilakukan kelak sesuai dengan kemampuannya (Suardiman,2011).

  d. Masalah Psikologis Masalah Psikologis yang dihadapi usia lanjut pada umumnya meliputi : kesepian, terasing dari lingkungan, ketidakberdayaan, perasaan tidak berguna, kurang percaya diri, ketergantungan, keterlantaran terutama bagi usia lanjut yang miskin, post power syndrome dan sebagainya. Kehilangan perhatian dan dukungan dari lingkungan sosial biasanya berkaitan dengan hilangnya jabatan atau kedudukan, dapat menimbulkan konflik atau keguncangan. Berbagai persoalan tersebut bersumber dari menurunnya fungsi- fungsi fisik dan psikis sebagai akibat proses penuaan. Aspek psikologi merupakan faktor penting dalam kehidupan usia lanjut, bahkan sering lebih menonjol dari pada aspek lainnya dalam kehidupan seorang usia lanjut.

  Kebutuhan psikologis merupakan kebutuhan akan rasa aman , kebutuhan akan rasa memiliki dan dimiliki serta akan rasa kasih sayang, kebutuhan akan aktualisasi diri. Kebutuhan akan rasa aman meliputi kebutuhan akan keselamatan, seperti keamanan, kemantapan ketergantungan, perlindungan, bebas dari rasa takut, kecemasan, kekalutan, ketertiban dan sebagainya, yang intinya pekerjaan atau penghasilan menimbulkan ketakutan. Oleh karena itu, adanya aktivitas pekerjaan merupakan salah satu bentuk pemenuhan kebutuhan akan rasa aman. Dalam aktivitas bekerja juga memungkinkan berinteraksi dengan orang lain yang menimbulkan rasa senang dan tidak kesepian.

  Mengingat kondisi usia lanjut tersebut, secara umum dapat disimpulkan bahwa usia lanjut merupakan kelompok penduduk yang rentan terhadap masalah, baik masalah ekonomi, sosial, kesehatan, maupun psikologis. Oleh karena itu agar usia lanjut tetap sehat serta mandiri, sejahtera dan berguna, perlu didukung oleh lingkungan yang kondusif, baik pada tingkat keluarga maupun lingkungan masyarakat.Keberadaan usia lanjut bukan sebagai objek tetapi sebagai subjek (Suardiman,2011).

C. Hipertensi

  1. Pengertian Hipertensi merupakan salah satu Penyakit Tidak Menular (PTM) yang menjadi masalah kesehatan yang sangat serius. Penyakit ini dikategorikan sebagai the silent disease karena penderita tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya.

  Pada umumnya hipertensi terjadi pada seseorang yang sudah berusia lebih dari 40 tahun atau yang sudah masuk pada kategori usia pertengahan (Purnomo, 2009).

  Hipertensi merupakan suatu kondisi paling umum yang terlihat pada saat primary care dan dapat mengakibatkan infark miokard, stroke, gagal ginjal, dan kematian jika tidak dideteksi dini dan tidak diobati dengan tepat

  (James et al,2013). Menurut (JNC VII), hipertensi tingkat 1 adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik >140 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. Sedangkan hipertensi tingkat 2 adalah suatu keadaan dimana tekanan darah 160-179 mmHg dan tekanan diastolik 100-109 mmHg. Pada tingkat 3 adalah suatu keadaan dimana 180-209 mmHg dan tekanan diastolik 110-119 mmHg, dan pada tingkat 4 adalah suatu keadaan dimana tekanan darah >210 mmHg dan tekanan diastolik >120 mmHg. Untuk memastikan keadaan tekanan darah yang sebenarnya maka harus dilakukan pengukuran tekanan darah minimal sebanyak dua kali.

  Hipertensi merupakan suatu keadaan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang akan berlanjut ke suatu organ target seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner (untuk pembuluh darah jantung) dan hipertropi ventrikel kiri/ left ventricle hypertrophy (untuk otot jantung). Dengan target utama otak, hipertensi mengakibatkan seseorang terkena stroke dan merupakan penyebab kematian yang tinggi (Bustan, 2007 dalam Mannan et al, 2012).

  Kaplan memberikan batasan hipertensi dengan memperhatikan usia dan jenis kelamin (Soeparman dalam buku Udjianti,2010).

  a. Pria berusia lebih dari 45 tahun, dikatakan hipertensi bila tekanan darah pada waktu berbaring lebih dari120/90 mmHg b. Pria berusia 45tahun, dikatakan hipertensi bila tekanan darahnya lebih dari145/95 mmHg.

  c. Wanita, hipertensi bila tekanan darah lebih dari 150/95 mmHg

  2. Klasifikasi Hipetensi Klasifikasi menurut WHO dalam Martuti (2009) berdasarkan tekanan diastolic, yaitu : a. Hipertensi derajat I yaitu, jika tekanan diastoliknya 95-109 mmHg.

  b. Hipertensi derajat II yaitu, jika tekanan diastoliknya 110-119 mmHg.

  c. Hipertensi derajat III yaitu, jika tekanan diastoliknya lebih dari 120 mmHg.

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Manusia Menurut Sutanto (2010)

  No Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

  1 Tensi Optimal < 120 < 80

  2 Tensi Normal < 130 <85

  3 Tensi Normal 130

  85

  • –Tinggi –139 –89

  4 Hipertensi ringan 140

  90

  • –159 –99 Hipertensi (sedang) 160 100
  • –179 –109 Hipertensi (berat) 180 – 209 110 –119 Hipertensi (sangat berat) > 210 >120

  Sumber :Sutanto 2010

  3. Penyebab Hipertensi

  a. Hipertensi Primer Hipertensi (tekanan darah tinggi) didefinisiskan sebagai peningkatan dari tekanan darah diastolik pada tingkat 90 mmHg atau lebih tinggi yang didasarkan dari rata-rata 2 atau lebih pengukuran dalam waktu yang berkala (LeMone & Burke, 2008). Hipertensi primer adalah hipertensi yang tidak diketehui penyebabnya. Penyebabnya banyak faktor tetapi tidak dapat diidentifikasikan. Hipertensi ini berkontribusi lebih dari 90% kasus dari semua hipertensi. Sedangkan kurang dari 5-8 % pada dewasa terjadi pada hipertensi sekunder. (Martuti,2009).

  b. Hipertensi Sekunder Penyebab terjadinya hipertensi sekunder adalah penggunaan estrogen, penyakit ginjal, sindrom cushing dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan. Hipertensi sekunder terjadi sebagai akibat dari penyakit lain yang diketahui seperti penyakit ginjal, kelainan hormonal, obat-obatan, koartasio aorta, preeklamsi pada kehamilan (Martuti, 2009).

  4. Faktor Resiko

  a. Usia Hipertensi primer muncul antara usia 30-50 tahun. Angka kejadian meningkat pada usia 50-60 tahun dari pada usia 60 tahun lebih. Studi epidemiologi, prognosis lebih buruk bila klien menderita hipertensi usia muda (Black & Hawk, 2005; LeMone & Burke, 2008).

  Menurut Kumar dan Fausto (2005) pertambahan usia dapat mengakibatkan perubahan fisiologis dan peningkatan resistensi perifer serta aktifitas simpatik serta kurangnya sensitifitas baroreseptor (pengatur tekanan darah), peran ginjal aliran darah serta laju filtrasi glomerulur menurun.

  b. Genetik Genetik atau keturunan adalah jika salah satu anggota keluarga pernah memiliki riwayat terkena hipertensi maka anaknya pun dapat terkena hipertensi sebagai penyakit menurun atau genetik. Penelitian pada penderita hipertensi pada orang yang kembar dan anggota keluarga yang sama menunjukan bahwa kasus-kasus tertentu ada komponen keturunan yang berperan (Sheps, 2005). Pada wanita hamil yang merokok, risiko terserang hipertensi pada ibu dan bayi juga lebih tinggi karena pada kembar monozigot (satu telur) yang salah satunya adalah penderita hipertensi, banyak ditemui juga yang mengidap hipertensi (Martuti, 2009).

  c. Jenis kelamin Secara umum angka kejadian hipertensi lebih tinggi laki-laki dari pada wanita sampai usia 55 tahun. Antara usia 55-74 tahun resikonya hamper sama, setelah usia 74 tahun wanita lebih besar resikonya (Black & Hawk, 2005; LeMone & Burke, 2008).

  d. Pola makan Mengkonsumsi tinggi sodium dapat menjadi faktor penting terjadinya hipertensi primer. Diit tinggi garam mungkin merangsnag pengeluaran hormon natriuretik yang mungkin secara tidak lansung meningkatkan tekana darah. Muatan sodium juga merangsang mekanisme vasopresor dalam sistem saraf pusat. Studi juga menunjukan bahwa diet rendah kalsium, kalium, dan magnesium berkontribusi terhadap hipertensi (Black & Hawk, 2005; LeMone & Burke, 2008). e. Stress Menurut Hidayat (2007) stress memiliki tiga sumber, yaitu:

  1) Diri Sendiri Sumber stress dari dalam diri sendiri umumnya dikarenakan konflik yang terjadi antara keinginan dan kenyataan yang berbeda, dalam hal ini adalah berbagai masalah yang tidak sesuai dengan yang diharapkan dirinya dan tidak mampu diatasi maka akan menimbulkan stress. 2) Keluarga

  Stress ini bersumber dari lingkungan keluarga yang memiliki perselisihan bisa antara keluarga, masalah keuangan, anak, atau pun persepsi tentang satu hal dari keluarga yang berbeda-beda. 3) Lingkungan

  Lingkungan dapat menjadi faktor yang mempengaruhi stress seperti lingkungan tempat tinggal, pergaulan, hubungan interpersonal dengan teman pun dapat menimbulkan stres serta kurang adanya pengakuan dimasyarakat sehingga aktualisasi dirinya tidak berkembang. Stres dapat terjadi pada siapa saja dan kapan saja, stres yang menimbulkan efek negatif adalah stres yang dimiliki seseorang tetapi seseorang tersebut tidak memiliki koping efektif terhadap stres yang dialaminya. f. Kegemukan Kegemukan terutama pada bagian tubuh atas dimana terjadi peningkatan jumlah lemak dipinggang, abdomen dapat dihubungkan dengan perkembangan hipertensi. Seseorang yang kelebihan berat badan pada daerah pantat, pinggul dan paha beresiko lebih rendah untuk terjadi hipertensi sekunder.

  5. Manifestasi Hipertensi Tanda dan gejala yang bisa ditimbulkan pada penderita hipertensi menurut Nuraif dan Kusuma (2013) adalah : a. Tidak ada gejala

  Tekanan darah yang tinggi namun penderita tidak merasakan perubahan kondisi tubuh. Sering hal ini yang menyebabkan banyak penderita hipertensi terlalu mengabaikan kondisinya karena memang gejala atau keluhan yang tidak dirasakan.

  b. Gejala yang lazim Gejala yang lazim menyertai hipertensi adalah nyeri kepala dan kelelahan. Beberapa pasien yang memerlukan pertolongan medis karena mereka mengeluh sakit kepala, pusing, lemas, kelelahan, sesak nafas, gelisah, mual, muntah, epistaksis, kesadaran menurun. Hipertensi yang menahun dan tergolong hipertensi berat biasanya akan menimbulkan keluhan yang sangat nampak yaitu: sakit kepala, kelelahan, mual muntah, sesak nafas, nafas pendek (terengah-engah), gelisah, pandangan mata kabur dan berkunang-kunang, emosional, telinga berdengung, sulit tidur, tengkuk terasa berat, nyeri kepala bagian belakang dan di dada, otot lemah, terjadi pembengkakan pada kaki dan pergelangan kaki, keringat berlebih, denyut jantung yang kuat, cepat atau tidak teratur, impotensi, pendarahan di urine, bahkan mimisan (Martuti, 2009).

  Dampak selanjutnya yang terjadi jika tekanan darah selalu naik adalah kerusakan saraf, kerusakan ginjal dan pendarahan. Hal ini sangat mengancam nyawa dan jika sudah terjadi akan sangat sulit untuk ditangani. Melakukan control rutin bagi para penderita hipertensi atau yang mempunyai riwayat hipertensi sangat berguna untuk mencegah komplikasi yang ditimbukan oleh penyakit hipertensi.

  6. Patofisiologi Menurut Martuti (2009) setelah terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) terjadilah tekanan darah yang tinggi. ACE memegang peran penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung senyawa yang bernama angiotensinnogen yang diproduksi oleh hati. Ginjal memproduksi hormon rennin dan angiotensinogen akan dirubah oleh hormon rennin menjadi angiotensin I. ACE akan mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II di paru-paru. Angiotensin II berperan dalam menaikan tekanan darah, terdapat dua cara untuk menaikan tekanan darah yaitu denga menaikan ADH (Antidiuritik Hormone) dan merangsang sekresi aldosteron dari korteks adrenal.

  Pertama, ADH yang diproduksi oleh kelenjar pituaitari di bagian otak yang bernama hipotalamus bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolaris dan volume urine. Hal ini mempengaruhi rasa haus yang terjadi di dalam tubuh. ADH yang meningkat akan mengakibatkan sekresi urine yang menurun, sehingga konsentrasi urine sangat pekat. Volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan untuk mengencerkan urine yang pekat tersebut dengan cara menaikkan cairan intraselulernya. Peningkatan cairan intraseluler ini mengakibatkan volume darah yang meningkat, sehingga tekanan darah pun ikut meningkatat.

  Kedua, merangsnag sekresi aldosteron (hormon steroid yang berperan dalam ginjal) dari korteks adrenal. Volume cairan ekstraseluler oleh aldosteron dilakukan untuk mengurangi sekresi NaCl (garam) dengan cara mereaebsorbsi dari tubulus ginjal. Pengurangan ekskresi NaCl menyebabkan naiknya konsentrasi NaCl. Tubuh yang mengalami kenaikan NaCl ini akan langsung merespon dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler. Hasil kenaikan volume cairan ekstraseluler ini adalah peningkatan tekanan darah.

  Hipertensi terjadi karena akumulasi beberapa hormon sebagai bentuk respon dari ketidakstabilan proses peredaran didalam tubuh.

  Ketidakstabilan peredaran ini bisa disebabkan oleh faktor ekstrinsik dan instrinsik yaitu faktor yang berasal dari luar tubuh seperti konsumsi makanan yang berlemak, berkolestrol jahat, konsumsi alkohol dan merokok, serta faktor psikis, sedangkan faktor instrinsik yaitu faktor yang berasal dari dalam tubuh seperti ketidakstabilan kerja organ dan sekresi hormon. Tekanan darah yang tinggi lebih sering dijumpai pada pasien- pasien lansia. Hal ini dikarenakan proses penuaan yang mengakibatkan sistem kerja seluruh organ mulai menurun.

  Hipertensi yang terjadi pada lansia banyak mengakibatkan stroke, stroke hemoragic ataupun stroke nonhemoragic keduanya sangat berbahaya dan sama-sam mengancam nyawa, tidak hanya mengancam nyawa bahkan stroke ini mengakibatkan kelumpuhan baik kelumpuhan total ataupun lempuh sebagian dan tidak sedikit lansia yang sudah mengalami hal ini.

  Serangan stroke terjadi karena tekanan darah yang tinggi dan hal ini terjadi secara tiba-tiba. Oleh karena itu, penderita hipertensi wajib hukumnya untuk selalu menjaga kestabilan tekana darah mereka. Menurut Nurarif dan Kusuma (2013) penyakit hipertensi pada lansia adalah terjadinya perubahan-perubahan pada elastik dinding aorta yang sudah menurun, katup jantung yang menebal dan menjadi kaku, kemampun jantung yang menurun, kehilangan elastisitas pembuluh darah, meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer.

  7. Pengelolaan Hipertensi Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah terjadinya peningkatan tekanan darah , akibat komplikasi jantung kardiovaskuler

  (jantung) yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Dalam meningkatkan perilaku perawatan dengan cara meningkatkan kemampuan menyampaikan informasi yang jelas pada penderita mengenai penyakit hipertensi serta cara pengobatan hipertensi, yang menyangkut keterlibatan keluarga dan anggota keluarga.

  8. Perawatan Hipertensi Perawatan dalam hipertensi diantaranya dalam ketaatan pengobatan meliputi perlakuan khusus mengenai gaya hidup seperti diet, istirahat dan olahraga serta konsumsi obat termasuk didalamnya jenis obat yang dikonsumsi, berapa lama obat harus dikonsumsi, kapan waktu atau jadwal minum, kapan harus dihentikan dan kapan harus berkunjung untuk melakukan kontrol tekanan darah, serta keluarga memberikan dukungan pada lansia yang menderita hipertensi dan selalu mengingatkan untuk berobat ke Puskesmas. Bagi yang sudah sakit segera Berobat secara teratur, Jangan menghentikan, mengubah, dan menambah dosis dan jenis obat tanpa petunjuk dokter, Konsultasikan dengan petugas kesehatan jika menggunakan obat untuk penyakit lain karena ada obat yang dapat meningkatkan memperburuk hipertensi.Mengetahui tentang hipertensi dan cara merawat bukanlah kunci utama kesembuhan, kunci utamanya adalah : a. Keaktifan penderita dalam pengendalian tekanan darah.

  b. Penderita berusaha, petugas petugas kesehatan membantu.

  c. Hubungan baik dan kerjasama penderita dan petugas kesehatan

D. Tingkat Pengetahuan

  1. Pengertian Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorangterhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dansebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra pendengaran yaitu telinga dan indra penglihatan yaitu mata (Notoatmodjo, 2012).

  Menurut Notoatmodjo (2012), pengetahuan merupakan hasil dari tahu danini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2011), pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran.

  Proses belajar ini dipengaruhi berbagai faktor dari dalam, seperti motivasi dan faktor luar berupa sarana informasi yang tersedia, serta keadaan sosial budaya.

  Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadarioleh seseorang (Agus, 2013).

  2. Proses Terjadinya Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2011) pengetahuan mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru didalam diri orang tersebut terjadi proses sebagai berikut : a. Kesadaran (Awareness), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulasi (obyek).

  b. Merasa (Interest), tertarik terhadap stimulasi atau obyek tersebut disini sikap obyek mulai timbul.

  c. Menimbang-nimbang (Evaluation), terhadap baik dan tidaknya stimulasi tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

  d. Mencoba (Trial), dimana subyek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki.

  e. Adaptasi (Adaptation), dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikap terhadap stimulasi.

  3. Tingkat Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2012) pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu: a. Tahu (Know)

  Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajarisebelumnya, pada tingkatan ini reccal (mengingat kembali) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsang yang diterima. Oleh sebab itu tingkatan ini adalah yang paling rendah.

  b. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar tentang objek yang dilakukan dengan menjelaskan, menyebutkan contoh dan lain- lain.

  c. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam kontak atau situasi yang lain.

  d. Analisis (Analysis) Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau objek kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitan satu sama lain, kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

  e. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis ini suatu kemampuan untuk menyusun, dapat merencanakan, meringkas, menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada. f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakuksan penilaian terhadap suatu materi atau objek penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Dari teori tingkat pengetahuan diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahauan memiliki 6 tingkatan pengetahuan dimana tingkat pengetahuan tersebut diantaranya tingkat pertama tahu setelah mendapatkan pengetahuan, tingkat kedua memahami pengetahuan yang didapatkan, tingkat ketiga dapat mengaplikasikan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari, tingkat keempat mampu menjabarkan suatu materi atau menganalisis, tingkat kelima dapat mensintesis atau menunjukan kemampuan untuk meringkas suatu materi, dan tingkat pengetahuan yang keenam seseorang mempunyai kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi.

  4. Jenis Pengetahuan Pemahaman masyarakat mengenai pengetahuan dalam konteks kesehatan sangat beraneka ragam. Pengetahuan merupakan bagian perilaku kesehatan. Jenis pengetahuan diantaranya sebagai berikut:

  a. Pengetahuan implisit Pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang masih tertanam dalam bentuk pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak bersifat nyata, seperti keyakinan pribadi, persfektif, dan prinsip.

  Biasanya pengalaman seseorang sulit untuk ditransfer ke orang lain baik secara tertulis ataupun lisan. Pengetahuan implisit sering kali berisi kebiasaan dan budaya bahkan bisa tidak disadari. Contoh seseorang mengetahui tentang bahaya penyakit hipertensi bagi kesehatan, tetapi tidak berobat secara teratur (Notoatmodjo, 2012).

  b. Pengetahuan eksplisit Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang telah didokumentasikan atau tersimpan dalam wujud nyata, bisa dalam wujud perilaku kesehatan. Pengetahuan nyata dideskripsikan dalam tindakan-tindakan yang berhubungan dengan kesehatan. Contoh seseorang yang telah mengetahui bahaya hipertensi bagi kesehatan dan berobat secara teratur (Agus, 2013).

  5. Cara Memperoleh Pengetahuan Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber, misalnya: media massa, media elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat dan sebagainya. Menurut Notoatmodjo (2012) dari berbagai macam cara yang telah di gunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjadi dua yakni: a. Cara tradisional atau non ilmiah Cara tradisional terdiri dari empat cara yaitu :

  1) Trial and Error

  Cara ini dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Pada waktu itu bila seseorang menghadapi persoalan atau masalah, upaya yang dilakukan hanya dengan mencoba-coba saja. Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil maka di coba kemungkinan yang lain sampai berhasil. Oleh karena itu cara ini disebut dengan metode Trial (coba) dan Error (gagal atau salah atau metode coba salah adalah coba-coba) (Notoatmodjo,2012).

  2) Kekuasaaan atau otoritas Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan dan tradisi yang dilakukan oleh orang, penalaran, dan tradisi-tradisi yang dilakukan itu baik atau tidak. Kebiasaan ini tidak hanya terjadi pada masyarakat tradisional saja, melainkan juga terjadi pada masyarakat modern. Kebiasaan-kebiasaan ini seolah-olah diterima dari sumbernya berbagai kebenaran yang mutlak. Sumber pengetahuan ini dapat berupa pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama, pemegang pemerintahan dan sebagainya (Notoatmodjo,2012).

  3) Berdasarkan pengalaman pribadi

Adapun pepatah mengatakan “Pengalaman adalah guru terbaik”. Pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu

  merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan (Notoatmodjo,2012). 4) Jalan pikiran

  Sejalan perkembangan kebudayaan umat kebudayaan umat manusia cara berpikir umat manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuan. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menjalankan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi. Induksi dan deduksi pada dasarnya adalah cara melahirkan pemikiransecara tidak langsung melalui pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan (Notoatmodjo,2012).

  6. Cara Modern atau Cara Ilmiah Cara baru memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah yang disebut metode ilmiah. Kemudian metode berfikir induktif bahwa dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan mengadakan observasi langsung, membuat catatan terhadap semua fakta sehubungan dengan objek yang diamati (Notoatmodjo, 2012).

  7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan, sebagai berikut:

  a. Pendidikan Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan didalam dan diluar sekolah (baik formal maupun nonformal), berlangsung seumur hidup. Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidian seseorang semakin mudah orang tersebut menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi, maka seseorang akan semakin cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat mengenai kesehatan. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan nonformal.

  Pengetahuan seseorang tentang suatu objek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek inilah akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap objek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari objek yang diketahui, maka akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap objek tersebut. b. Informasi/media massa Informasi adalah adalah suatu yang dapat diketahui, namun ada pula yang menekankan informasi sebagai transfer pengetahuan. Selain itu, informasi juga dapat didefinisikan sebagai suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memanipulasi, mengumumkan, menganalisis dan menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu (Undang-Undang Teknologi Informasi).

  Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun nonformal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Berkembangnya teknologi akan menyediakan bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sehingga sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain- lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang. Penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa juga membawa pesan- pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut. c. Pekerjaan Seseorang yang bekerja di sektor formal memiliki akses yang lebih baik,terhadap berbagai informasi, termasuk kesehatan

  (Notoatmodjo, 2012).

  d. Sosial, budaya dan ekonomi Kebiasaan dan tradisi yang biasa dilakukan orang-orang tidak melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk.

  Dengan demikian, seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.

  e. Lingkungan Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial.

  Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan kedalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak, yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.

  f. Pengalaman Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan akan memberikan pengetahuan dan keterampilan profesional,serta dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manisfestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerja.

  g. Usia Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang.

  Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial, serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini. Dua sikap tradisional mengenai jalannya perkembangan selama hidup adalah sebagai berikut: 1) Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuan. 2) Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua karena telah mengalami kemunduran baik fisik maupun mental. Dapat diperkirakan IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya pada beberapa kemampuan yang lain, seperti kosa kata dan pengetahuan umum. Beberapa teori berpendapat ternyata IQ seseorang akan menurun cukup cepat sejalan dengan bertambahnya usia (Agus, 2013).

  8. Pengukuran Pengetahuan Pengukuran dapat dilakukan dengan cara wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang diukur dari subjek penelitian atau responden. Dalam mengukur pengetahuan harus diperhatikan rumusan kalimat pertanyaan menurut tahapan pengetahuan (Agus, 2013). Skala ini menggunakan data kuantitatif yang berbentuk angka-angka yang menggunakan alternatif jawaban serta menggunakan peningkatan yaitu kolom menunjukkan letak ini maka sebagai konsekuensinya setiap centangan pada kolom jawaban menunjukkan nilai tertentu. Dengan demikian analisa data dilakukan dengan mencermati banyaknya centangan dalam setiap kolom yang berbeda nilainya lalu mengalihkan frekuensi pada masing-masing kolom yang bersangkutan. Disini peneliti hanya me nggunakan 2 pilihan yaitu: “Benar” (B) dan “Salah” (S).

E. Dukungan Keluarga

  1. Definisi Keluarga dan Dukungan Keluarga Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan didalam perannya masing- masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan.

  2. Dukungan Keluarga Merupakan sebuah proses yang terjadi sepanjang kehidupan, dimana dalam semua tahap siklus kehidupan dukungan keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal untuk meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga dalam kehidupan.

  3. Jenis Dukungan Keluarga Terdapat empat tipe dukungan keluarga yaitu dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan informasional.

  a. Dukungan emosional Keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaaan emosional.

  Bentuk dukungan ini membuat individu memiliki perasaan nyaman, yakin, diterima oleh anggota keluarga berupa ungkapan empati, kepedulian, perhatian, cinta, kepercayaan, rasa aman dan selalu mendampingi pasien dalam perawatan. Dukungan ini sangat penting dalam menghadapi keadaan yang dianggap tidak terkontrol.

  b. Dukungan penghargaan Keluarga bertindak sebagai bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan dan validator identitas anggota keluarga. Dimensi ini terjadi melalui ekspresi berupa sambutan yang positif dengan orang-orang disekitarnya, dorongan atau pernyataan setuju terhadap ide-ide atau perasaan individu. Dukungan ini membuat seseorang merasa berharga, kompeten dan dihargai. Dukungan penghargaan juga merupakan bentuk fungsi afektif keluarga yang dapat meningkatkan status psikososial pada keluarga yang sakit. Melalui dukungan ini, lansia akan mendapat pengakuan atas kemampuan dan keahlian yang dimilikinya.

  c. Dukungan instrumental Dukungan instrumental (peralatan atau fasilitas) yang dapat diterima oleh anggota keluarga yang sakit melibatkan penyediaan sarana untuk mempermudah perilaku membantu lansia yang mencakup bantuan langsung biasanya berupa bentuk-bentuk kongkrit yaitu berupa uang, peluang, waktu, dan lain-lain. Bentuk dukungan ini dapat mengurangi stres karena keluarga dapat langsung memecahkan masalahnya yang berhubungan dengan materi.