BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hipertensi 1. Definisi Hipertensi - Titis Sri Andijati BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hipertensi 1. Definisi Hipertensi Hipertensi dapat di definisikan sebagai tekanan darah persisten

  dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg (Smeltzer, 2002). Hipertensi ditegakkan pada lansia apabila tekanan darah secara konsisten terus melebihi 140/90 mmHg (Gallo, 1998).

2. Klasifikasi Hipertensi

  Secara klinis derajat hipertensi dapat dikelompokkan sesuai rekomendasi dari “The Sixth Report of the Join National Comitee on

  Detection, Evaluation, and Treatment of high blood pressure ” (1998)

  sebagai berikut:

Tabel 2.1. Klasifikasi tekanan darah untuk yang berumur 18 tahun atau lebih.

  No No Kategori Sistoliknya (mmHg) Diastolik (mmHg)

  1. Normal 130

  80

  2. Prahipertensi 120 – 139 80 – 89

  3. Hipertensi derajat 1 140 – 159 90 – 99

  4. Hipertensi derajat 2 160 -179 100-109

  5. Hipertensi derajat 3 180-209 110-119

  6. Hipertensi derajat 4 210 120

  10

a. Jenis Hipertensi (1) Hipertensi esensial / primer

  Faktor penyebab hipertensi primer seperti genetik, lingkungan, kelainan metabolisme intraseluler, yang meningkatkan resikonya seperti obesitas, konsumsi alkohol, merokok dan kelainan darah atau polisitemia (Lany dalam Ahmad, 2010). Faktor lain yang ikut berperan sebagai penyebab hipertensi esensial misalnya faktor keturunan, umur, jenis kelamin, dan pola makan.Selain itu bisa multi faktor seperti kerentanan genetik, aktifitas berlebihan system saraf simpatis, membran transport natrium/kalium yang abnormal, penggunaan garam yang berlebihan, system rennin - angiotensin - aldosteron yang abnormal.

  (2) Hipertensi sekunder

  Menurut Endang Susalit dalam Ahmad (2010) penyebab hipertensi sekunder seperti gangguan pada : (a)

  Ginjal yaitu, gangguan pada ginjal seperti glomerulonefritis, pielonefritis, tumor, diabetes dan lainnya.

  (b) Renovaskuler , yaitu gangguan renovaskuler seperti terjadi aterosklerosis, hyperplasia, emboli kolesterol, transplantasi.

  (c) Adrenal, yaitu gangguan adrenal seperti sindrom cushing, aldosteronisme primer.

  (d) Aorta, yaitu gangguan pada aorta seperti koarktasio aorta, arteritis takayasu.

  (e) Neoplasma, yaitu tumor wilm, tumor yang mensekresi rennin.

  (f) Kelainan Endokrin, yaitu obesitas, resistensi insulin, hipertiroidisme, hiperparatiroidisme, hiperkalsemia.

  (g) Saraf, yaitu stress berat, psikosis, stroke, tekanan intrakranial meningkat.

  (h) Toksemia pada kehamilan, adalah preeklampsia, eklampsia, merupakan penyakit hipertensi dalam kehamilan, seringkali disebut regnancy - induced hyperthension (PIH).

  Preeklampsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan, dimana kehamilan hipertensi terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal. Sedang eklampsia ialah terjadinya konvulsi atau koma pada pasien disertai tanda dan gejala pre eklampsia.

b. Patogenesis/Patofisiologi Hipertensi

  Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tekanan perifer. Berbagai faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tekanan perifer akan mempengaruhi tekanan darah seperti asupan garam yang tinggi, faktor genetik, stres, obesitas, faktor endotel.

  Selain curah jantung dan tahanan perifer sebenarnya tekanan darah dipengaruhi juga oleh tebalnya atrium kanan, tetapi tidak mempunyai banyak pengaruh.

  Dalam tubuh terdapat sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi yang berusaha untuk mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang.

  Sistem pengendalian tekanan darah sangat kompleks. Pengendalian dimulai dari sistem yang bereaksi dengan cepat misalnya reflek kardiovaskuler melalui sistem saraf, reflek kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf pusat yang berasal dari atrium, arteri pulmonalis otot polos. Dari sistem pengendalian yang bereaksi sangat cepat diikuti oleh sistem pengendalian yang bereaksi kurang cepat, misalnya perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga intertisial yang dikontrol hormon angiotensi dan

  vasopresin . Kemudian dilanjutkan sistem yang poten dan berlangsung

  dalam jangka panjang misalnya kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang dipertahankan oleh sistem yang mengatur jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ.

  Peningkatan tekanan darah pada hipertensi primer dipengaruhi oleh beberapa faktor genetik yang menimbulkan perubahan pada ginjal dan membran sel, aktivitas saraf simpatis dan renin, angiotensin yang mempengaruhi keadaan hemodinamik, asupan natrium dan metabolisme natrium dalam ginjal serta obesitas dan faktor endotel.

  Akibat yang ditimbulkan dari penyakit hipertensi antara lain penyempitan arteri yang membawa darah dan oksigen ke otak, hal ini disebabkan karena jaringan otak kekurangan oksigen akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah otak dan akan mengakibatkan kematian pada bagian otak yang kemudian dapat menimbulkan stroke. Komplikasi lain yaitu rasa sakit ketika berjalan kerusakan pada ginjal dan kerusakan pada organ mata yang dapat mengakibatkan kebutaan (Beevers et al, 2002). Menurut Lanny Sustrani d a l a m A h m a d (2010) gejala–gejala hipertensi antara lain sakit kepala, Jantung berdebar-debar, sulit bernafas setelah bekerja keras atau mengangkat beban kerja, mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah, hidung berdarah, sering buang air kecil terutama di malam hari telingga berdering (tinnitus) dan dunia terasa berputar.

  Dipiro dalam Ahmad (2010), mengemukakan bahwa mekanisme patogenesis hipertensi yaitu peningkatan tekanan darah yang dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer.

  Mekanisme hipertensi tidak dapat dijelaskan dengan satu penyebab khusus, melainkan sebagai akibat interaksi dinamis antara faktor genetik, lingkungan dan faktor lainnya. Tekanan darah dirumuskan sebagai perkalian antara curah jantung dan atau tekanan perifer yang akan meningkatkan tekanan darah. Retensi sodium, turunnya filtrasi ginjal, meningkatnya rangsangan saraf simpatis, meningkatnya aktifitas renin angiotensin alosteron, perubahan membran sel, hiperinsulinemia, disfungsi endotel merupakan beberapa faktor yang terlibat dalam mekanisme hipertensi (Soemantri dan Nugroho, 2006).

  Mekanisme patofisiologi hipertensi salah satunya dipengaruhi oleh sistem renin angiotensin aldosteron, dimana hampir semua golongan obat anti hipertensi bekerja dengan mempengaruhi sistem tersebut. Renin angiotensin aldosteron adalah sistem endogen komplek yang berkaitan dengan pengaturan tekanan darah arteri. Aktivasi dan regulasi sistem renin angiotensin aldosteron diatur terutama oleh ginjal.

  Sistem renin angiotensi aldosteron mengatur keseimbangan cairan, natrium dan kalium. Sistem ini secara signifikan berpengaruh pada aliran pembuluh darah dan aktivasi sistem saraf simpatik serta homeostatik regulasi tekanan darah (Dipiro dalam Ahmad, 2010).

Gambar 2.1 Pengaruh Renin Angiotensin Terhadap Kenaikan Tekanan Darah

  (Dipiro dalam Ahmad, 2010) ANGIOTENSINOGEN

  Renin ANGIOTENSIN I

  Converting Enzime ANGIOTENSIN II

  Heart ↑ Contractility ↑ Cardiac output Vasoconstriction

  Sympathetic discharge ↑ Total peripheral resistance Vasopressin

  ↑ Blood volume Sodium/water reabsorption

  ↑ Aldosterone synthetis ↑ Blood pressure Adrenal

  Cortex Kidney Intestine CNS Peripheral nervous system

  Vascular Smooth muscle

B. Lansia (Lanjut Usia) 1. Pengertian Lansia

  Menurut WHO lanjut usia meliputi usia pertengahan (middle age) adalah kelompok usia 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly) adalah antara 60 sampai 74 tahun, lanjut usia tua (old) adalah anatara 75 sampai 90 tahun, dan usia sangat tua (very old) adalah kelompok usia di atas 90 tahun.

2. Tipe Lansia

  Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial dan ekonominya (Nugroho, 2006). Tipe tersebut dapat di jabarkan sebagai berikut: a.

  Tipe arif bijaksana Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.

  b.

  Tipe mandiri Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.

c. Tipe tidak puas

  Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit di layani, pengkritik dan banyak menuntut. d.

  Tipe pasrah Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa saja.

  (1)

  Tipe bingung Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif dan acuh tak acuh.

  Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe

  dependent (ketergantungan), tipe defensive (bertahan), tipe militant

  dan serius, tipe pemarah atau frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe puus asa (benci pada diri sendiri).

  Sedangkan bila di lihat dari tingkat kemandiriannya yang di nilai berdasakan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari – hari (indeks kemandirian Katz) , para lansia dapat di golongkan menjadi beberapa tipe yaitu lansia mandiri sepenuhnnya, lansia mandiri dengan bantuan langsung keluargannya, lansia mandiri dengan bantuan secara tidak langsung, lansia dengan bantuan badan sosial, lansia di anti wredha, lansia yang di rawat di rumah sakit, dan lansia dengan gangguan mental.

3. Tugas Perkembangan Lansia

  Menurut Erikson, kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap tugas perkembangan usia lanjut di pengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada saat sebelumnnya.

  Apabila seseorang pada tahap tumbuh kembang sebelumnnya melaukan kegiatan sehari-hari dengan teratur dan baik serta membina hubungan yang serasi dengan orang-orang di sekitarnnya, maka pada usia lanjut mereka akan tetap melakukan kegiatan yang biasa ia lakukan pada tahap perkembangan sebelumnya seperti olahraga, mengembangkan hobi bercocok tanam, dan lain-lain.

  Adapun tugas perkembangan pada lansia adalah sebagai berikut: a. Mempersiapkan diri untuk kondisi menurun b.

  Mempersiapkan diri untuk pensiun c. Membentuk hubungan baik dengan orang seusiannya d. Mempersiapkan peran baru.

4. Peran keluarga dalam perawatan lansia

  Keluarga merupakan support system utama bagi lansia dalam mempertahankan kesehatannya. Peranan keluarga dalam perawatan lansia antara lain menjaga atau merawat lansia, mempertahan kan dan meningkatkan status mental, mengantisipasi perubahan status sosial ekonomi serta memberikan motivasi dan memfasilitasi kebutuhan spiritual lansia.

5. Pemeliharaan kesehatan pada lansia

  Lansia merupakan suatu kelompok heterogen yang berbeda. Individu lansia dengan kesehatan yang baik, lansia rapuh dengan gangguan fungsional yang hidup sendiri di rumahnya, dan rumah-rumah jompo dalam institusi-institusi perawatan yang ada, di mana masing-masing dari mereka membutuhkan tingkat promosi kesehatan dan aktivitas-aktivitas pencegahan penyakit yang cocok. Keheterogenitasan ini harus di pertimbangkan dalam merekomendasikan suatu strategi pencegahan dan pemeliharaan kesehatan mereka. Meskipun banyak gangguan pada lansia saat ini, bersifat kronis dan tidak terobati, pendeteksian awal serta pengobatan terhadap masalah-masalah yang berkenaan dengan fungsi diri pasien, merupakan suatu tujuan yang cukup beralasan untuk pelaksanaan hal tersebut di atas.

6. Perubahan fisiologis pada lansia a.

  Penyakit kardiovaskuler serta serebrovaskular Faktor- faktor resiko yang terjadinya penyakit kardiovaskuler dan serebrovaskular hamper serupa; faktor-faktor ini meliputi hipertensi, peningkatan kadar kolesterol darah, dan intoleransi glukosa. fibrilasi atrium mungkin merupakan faktor resiko yang khusus untuk penyakit serebrovasklar di antara lansia. Faktor-faktor perilaku seperti merokok, konsumsi alkohol, diet lemak, dan gaya hidup monoton dapat memainkan peranan yang cukup besar terhadap terjadinya penyakit-penyakit tersebut di atas.

  b.

  Tekanan darah Tekanan darah harus selalu di periksa dalam setiap kunjungan.

  Peningkatan tekanan darah harus di konfirmasi kan dalam tiga kesempatan yang berbeda. Diagnosa hipertensi di tegakkan apabila tekanan darah secara konsisten terus melebihi 140/90 mmHg.

  Hipertensi sistolik terisolasi tampak berkaitan dengan efek-efek pendahulu yang telah didiskusikan sebelumnya bahkan di antara kelompok lansia yang benar-benar lanjut.

  c.

  Auskultasi arteri karotis Auskultasi arteri-arteri karotis tidak di rekomendasikan terhadap individu-individu asimtomatik, karena endarterektomi hanya efektif pada arteri-arteri karotis simtomatik, dan stenosis- stenosis tertentu saja. Bila gejala-gejala yang memperkirakan terjadinya serangan iskemik sementara, maka arteri-arteri karotis pasien harus di evaluasi.

  d.

  Kolesterol Meskipun kaitan antara kolesterol serum pada resiko penyakit arteri koroner mungkin sudah tidak terlalu kuat pada lansia usia lanjut namun, intervensi ini masih memiliki pengaruh yang cukup kuat, karena serangan-serangan kardiovaskuler serta angina merupakan bentuk-bentuk penyakit yang lazim ditemukan (resiko yang terkadang pada populasi tingkat tinggi).

  Setidaknya di antara orang berusia 70 tahun dan lebih, hipertensi kolestrolemia bukan merupakan suatu faktor resiko yang penting untuk mortalitas atau morbilitas kardiovaskuler.

  Seorang lansia berusia 60 tahun dan dalam keadaan sehat mungkin masih memiliki harapan hidup selama 20 tahun mendatang, namun pemeriksaan kolesterol mungkintidak di lakukan pada pasien- pasien dengan prognosa atau kualitas kehidupan yang buruk. Hal ini merupakan suatu contoh cara di mana kita membutuhkan lebih banyak pedoman dalam merawat lansia.

C. Gaya hidup 1.

  Definisi Gaya Hidup Gaya hidup adalah gaya hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktifitas, minat dan opininya. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri seseorang yang berinteraksi dengan lingkungannya (Sakinah, 2002).

  Menurut Lisnawati (2001) gaya hidup sehat menggambarkan pola perilaku sehari-hari yang mengarah pada upaya memelihara kondisi fisik, mental dan sosial berada dalam keadaan positif. Gaya hidup sehat meliputi kebiasaan tidur, makan, pengendalian berat badan, tidak merokok atau minum-minuman beralkohol, berolahraga secara teratur dan terampil dalam mengelola stres yang dialami.

  Gaya hidup yang dapat memicu terjadinya hipertensi antara lain (Muhammadun dalam Ahmad, 2010)

  a. Makan dengan menu tidak seimbang (appropriate diet), mencakup pola makan sehari-hari yang memenuhi kebutuhan nutrisi yang memenuhi kebutuhan tubuh baik menurut jumlahnya (kuantitas) maupun jenisnya (kualitas) kebiasaan menkonsumsi garam dan makanan berlemak dapat meningkatkan resiko terjadinya hipertensi. b. Tidak melakukan Olah raga yang teratur, mencakup kualitas (gerakan) dan kuantitas dalam arti frekuensi dan waktu yang digunakan untuk olah raga. Kedua aspek ini tergantung dari usia dan status kesehatan yang bersangkutan.

  c. Merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol atau menggunakan narkoba.

  d. Istirahat yang tidak cukup, yang mengakibatkan gangguan fisik dan mental. Istirahat yang cukup adalah kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan kesehatannya.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup

  Sarafino (1998) mengemukakan pendapat bahwa ada beberapa faktor umum dari kesehatan yang berkaitan dengan perilaku antara lain: a. Faktor pembelajaran

  Proses belajar merupakan suatu usaha untuk memperoleh hal- hal baru dalam tingkah laku (pengetahuan, kecakapan, ketrampilan dan nilai-nilai) dengan aktifitas kejiwaan sendiri. Hal ini dapat diartikan bahwa seseorang dapat dikatakan belajar apabila di dalam dirinya terjadi perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak dapat mengerjakan sesuatu menjadi dapat mengerjakan sesuatu. Dalam proses belajar itu sendiri tidak lepas dari latihan 13 atau sama halnya dengan pembiasaan yang merupakan penyempurnaan potensi tenaga-tenaga yang ada dengan mengulang- ulang aktifitas tertentu. Baik latihan maupun pembiasaan terutama terjadi dalam taraf biologis tetapi apabila selanjutnya berkembang dalam taraf psikis maka kedua gejala itu akan menjadi proses kesadaran sebagai proses ketidak sadaran yang bersifat biologis yang disebut proses otomatisme sehingga proses tersebut menghasilkan tindakan yang tanpa disadari, cepat dan tepat.

  b.

  Faktor sosial dan emosi Menurut Taylor et al (1997) perilaku sehat sangat efektif bila didukung oleh situasi sosial yang baik. Keluarga, teman dekat, teman kerja dan lingkungan sekitar merupakan komponen penting dari terbentuknya kebiasaan sehat. Bila lingkungan mendukung kebiasaan sehat dan mengerti tentang hakekat kesehatan maka tidak sulit bagi penderita sakit untuk melakukan terapi kesehatan. Begitu pula sebaliknya perilaku sehat sulit terwujud ketika lingkungan tidak mendukung, sehingga dapat diketahui bahwa faktor sosial dapat berfungsi sebagai terbentuknya perilaku sehat dan tidak sehat. Selain faktor sosial, faktor emosi juga dapat berperan dalam terbentuknya perilaku sehat. Ketika seseorang mengalami tekanan jiwa atau permasalahan yang rumit ada diantara mereka yang melampiaskan dengan kegiatan positif namun bahkan ada pula yang melakukan kegiatan yang dapat menambah buruk keadaan.

  c.

  Faktor persepsi dan kogitif Sarafino (1998) menyebutkan bahwa faktor kognitif memerankan peranan penting dalam perilaku sehat seseorang.

  Seseorang diikutsertakan untuk aktif mengetahui dengan pasti mengenai perilaku sehat yang mereka lakukan dan mengerti cara mengatasi problematika yang mungkin timbul sehingga mereka tahu apakah perilaku tersebut baik atau buruk.

  Sebagian orang sadar bahwa sehat itu penting hanya di saat mereka sakit. Oleh karenanya banyak di antara mereka melakukan perubahan kegiatan sehari-hari dengan menghindari merokok, makan berlebih dan mulai memperlihatkan kandungan gizi makanan hanya ketika mereka telah mendapatkan sakit dan ingin segera sembuh dari sakitnya tersebut. Menurut Levy et al (1984) perilaku sehat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu:

  1) Faktor sosial, tercapainya peran sebagai teman, tetangga dan warga negara serta bisa berhubungan secara hangat bersamanya.

2) Faktor emosi, adalah faktor yang datang dari dalam diri individu.

  Hal penting dari kesehatan emosi adalah kemampuan individu untuk memahami emosinya dan mengetahui cara penyelesaian bila masalah timbul, mampu mengatur situasi stres dan bisa melakukan aktifitas sehari-hari dengan menyenangkan.

  3) Faktor pemenuhan kebutuhan tubuh, adalah terpenuhinya kebutuhan dasar tubuh sesuai kebutuhannya. Mengetahui kapan tubuh memerlukan istirahat, makan, bermain dan lain sebagainya.

  4) Faktor spiritual, adalah faktor keyakinan dalam diri individu tentang kesehatan. Banyak orang percaya bahwa sehat juga dipengaruhi oleh perasaan dan pikiran yang ada di benaknya.

  5) Promosi gaya hidup sehat, merupakan pengarahan yang memperkenalkan gaya hidup sehat. Perilaku atau gaya hidup sehat tersebut meliputi: makan yang bergizi dan sesuai kebutuhan, tidur cukup, menghindari minuman alkohol dan rokok, berat badan normal serta latihan jasmani secara teratur.

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi gaya hidup antara lain: faktor pembelajaran, faktor sosial dan emosi, faktor persepsi dan kognitif, faktor pemenuhan kebutuhan tubuh, faktor spiritual serta adanya promosi gaya hidup sehat.

3. Aspek-aspek yang berkaitan dengan gaya hidup

  Menurut Levy et al (1994) komponen atau aspek-aspek dari gaya hidup sehat antara lain adalah sebagai berikut: a.

  Gerak badan, adalah suatu keharusan untuk melatih otot-otot agar tidak kaku dan menjaga stamina tubuh, karena apa yang tidak digunakan tubuh akan tidak berguna dan hilang. Olahraga secara teratur 3 kali dalam satu minggu tidak harus yang berat atau mahal tetapi secara rutin akan lebih baik b. Istirahat dan tidur, berguna untuk melemaskan otot-otot setelah beraktifitas dan juga untuk menenangkan pikiran. Tidur yang cukup di malam hari 8 jam akan memulihkan kelelahan sepanjang hari dan siap untuk bekerja esok hari.

  c.

  Mengkonsumsi makanan bergizi, adalah makanan dengan mutu terbaik dan jumlah minimum serta dimakan dalam waktu yang tepat.

  d.

  Air putih, adalah yang tidak berwarna, tidak berbau dan bebas digunakan untuk pemakaian dalam dan luar.

  e.

  Udara, dengan menghirup udara segar sangat membantu bagi proses kesehatan yaitu dengan menghirup dalam-dalam dan melepaskannya pelan-pelan baik malam dan siang.

  f.

  Sinar matahari, sinar matahari sebagai sumber kehidupan akan bermanfaat bila digunakan sebaik-baiknya. Terlalu banyak terkena sinar matahari akan mengakibatkan kangker kulit dan terlalu sedikitpun juga tidak baik bagi kesehatan tubuh.

  g.

  Menjaga keseimbangan, tidak menggunakan atau mengkonsumsi sesuatu secara berlebihan.

  h.

  Menghindari rokok dan minuman keras merupakan upaya penting untuk terhindar dari penyakit. Telah terbukti bahwa kebiasaan ini mengakibatkan berbagai penyakit berat yang mengakibatkan kematian, belum lagi kerugian finansial yang harus ditanggung karena tidak sedikit uang yang harus dikeluarkan untuk bisa mengkonsumsi kedua jenis pemuas itu. Bila hal itu sudah menjadi kebiasaan akan sulit untuk melepaskan kebiasaan buruk tersebut. i.

  Ketenangan pikiran dan emosi, setiap manusia memiliki masalah yang harus dihadapi dan diselesaikan. Setiap masalah akan terselesaikan dengan baik apabila dihadapi dengan pikiran tenang dan emosi yang terkendali. Emosi atau Stress merupakan pengalaman emosional negatif yang berhubungan dengan perubahan biologi yang membiarkan anda beradaptasi dengannya, dalam merespon stress kelenjar adrenal anda memompa keluar hormon stress yang mempercepat tubuh anda,denyut jantung anda meningkat dan kadar gula darah anda juga meningkat sehingga glukosa dapat dialihkan ke otot-otot anda dalam arti anda harus memakainya ini dikenal sebagai respon fight atau flight. j.

  Percaya pada kuasa Ilahi, dapat meningkatkan tekat untuk selalu berbuat yang positif dan terbaik.

  Hal ini juga didukung oleh Guang (2003), gaya hidup sehat diungkapkan hanya dengan empat kalimat yaitu makan yang pantas, berolah raga dengan takaran yang pas, berhenti merokok dan menghindari alkohol, mental batin tenang serta menjaga keseimbangan.

  Makanan tidak hanya dilihat dari kadar gizinya tetapi juga takarannya. Guang berpendapat bahwa untuk mengetahui takaran yang pasti setiap orang adalah 70% sampai 80% kenyang. Ini berarti bahwa proses makan berhenti ketika perut masih dalam keadaan lapar.

  Menurut Soehardjo (1999), konsep gaya hidup sangat berguna dalam penelitian perilaku makan, jika digabungkan dengan perbedaan antar budaya dan pendekatan holistik. Dari sudut pandang antropologi, gaya hidup merupakan hasil penyaringan dari serentetan interaksi sosial, budaya dan keadaan. Faktor makanan memegang peranan penting terhadap gaya hidup di Indonesia, terutama di daerah perkotaan.

  Perbaikan standar hidup dan keadaan ekonomi dapat mengubah gaya hidup yang memungkinkan seseorang masuk golongan yang memiliki faktor risiko penyakit degeneratif.

  Menurut Buckman (1999), gaya hidup yang menyebabkan hipertensi terdiri atas lima aspek yaitu kebiasaan makan, minum alkohol, merokok, kegiatan fisik yang kurang dan stress. Temuan ini bisa dipahami faktanya mengingat gaya hidup modern dimana hidup dihadapkan dengan kerja keras, situasi penuh tekanan, dan stres yang berkepanjangan tidak jarang dihadapi dengan merokok, minum alkohol atau minuman berkafein. Padahal semua itu termasuk penyebab yang meningkatkan risiko penyakit degeneratif seperti hipertensi dan diabetes melitus. Belum lagi perilaku berisiko lain seperti tidak cukup konsumsi serat, vitamin dan mineral yang bersumber dari sayur dan buah, kebiasaan mengkonsumsi makanan berisiko seperti jeroan, makanan berlemak, makanan asin, makanan/minuman manis, juga kurangnya aktivitas fisik.

D. Kerangka Teori

  Teori Hendrik L Blum (1974) menyatakan bahwa status kesehatan seseorang dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu:

  1. Faktor genetik atau keturunan Merupakan faktor yang sulit untuk diintervensi karena bersifat bawaan dari orang tua. Hipertensi atau darah tinggi merupakan suatu kondisi yang di turunkan, bakat ini bisa dari orang tua, paman, kakek.

  2. Faktor pelayanan kesehatan Lebih terkait dengan kinerja pemerintah yang sedang berkuasa.

  Kesungguhan dan keseriusan pemerintah dalam mengelola pelayanan kesehatan menjadi penentu suksesnya faktor ini. Kader desa, puskesmas dan posyandu menjadi ujung tombak dalam peningkatan status kesehatan masyarakat.

  3. Faktor lingkungan Faktor ini menempati urutan ke-3 dalam indikator kunci status kesehatan masyarakat. Ketinggian, kelembaban, curah hujan, kondisi sawah maupun tumbuhan memainkan peranan disini. Tetapi bagaimanapun juga, kondisi lingkungan dapat dimodifikasi dan dapat diperkirakan dampak atau akses buruknya sehingga dapat dicarikan solusi ataupun kondisi yang paling optimal bagi kesehatan manusia.

  Faktor lingkungan di sini seperti stress, dan masyarakat yang tinggal di sekitar pantai juga berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi.

  Hubungan antara stress dengan hipertensi, diduga melalui aktivitas saraf simpatis. saraf simpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita tidak beraktifitas, peningkatan aktifitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara intermitten (tidak menentu). Apabila stress berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi.

  Walaupun hal ini belum terbukti, akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi daripada masyarakat pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal dikota. Berdasarkan populasi hipertensi dan dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai kaitan erat dengan terjadinya hipertensi dikemudian hari

4. Faktor Perilaku

  Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas pada manusia itu sendiri. Perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung atau tidak langsung (Notoatmodjo, 1997). Perilaku yang dapat menimbulkan hipertensi antara lain merokok, konsumsi garam berlebih, konsumsi alkohol.

  Status kesehatan Hereditas

  Lingkungan Hipertensi Pelayanan

  (social ekonomi) kesehatan Pola Kognitif hidup/Perila ku kebiasaan

  Afektif mengkonso msi garam berlebih, riwayat merokok, kebiasaan minum kopi, olahraga, jumlah istirahat tidur

  Psikomotor

Gambar 2.2 Kerangka Teori Penelitian

  Ket: Di teliti: (garis putus-putus) Teori Status kesehatan Hendrik L. Blum

  Sumber: Hidayat 2011

E. Kerangka Konsep

  Independen Dependen

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian F.

   Hipotesis

  Hipotesis yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara gaya hidup (kebiasaan mengkonsomsi garam berlebih, riwayat merokok, kebiasaan minum kopi, olahraga, jumlah istirahat tidur) dengan kejadian hipertensi pada lansia di Rumah Sakit Prof. dr. Margono Soekardjo.

  Faktor Resiko 1. Gaya Hidup a. kebiasaan mengkonsomsi garam berlebih, b. riwayat merokok, c. kebiasaan minum kopi, d. olahraga e. jumlah istirahat tidur Hipertensi