BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hipertensi 1. Pengertian Hipertensi - VITA NINGSIH BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hipertensi 1. Pengertian Hipertensi Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami

  peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg (Wijayaningsih, 2013). Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal dan diukur paling tidak pada ketiga kesempatan yang berbeda. Secara umum seseorang dinggap mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari 140 / 90 mmHg. Hipertensi juga sering diartikan sebagai suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan tekanan diastolik 80 mmHg (Ardianyah, 2012). Penyakit darah tinggi merupakan suatu gangguan pada pembuluh darah dan jantung yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai jaringan tubuh yang membutuhkannya (Pudiastuti, 2011).

  2. Etiologi Hipertensi

  Menurut Wijayaningsih (2013) berdasarkan penyebabnya hipertensi dibedakan menjadi dua golongan : a.

  Hipertensi primer atau essensial yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik terdapat sekitar 90% kasus dan banyak kasus tidak menunjukkan gejala atau keluhan.

  b.

  Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5% kasus.

  Penyebab spesifiknya diketahui seperti glomerolunefritis, penggunaan estrogen, penyakit jantung, hipertensi vaskular renal, hiperaldoteronisme primer, sindrom chusing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan dan lain-lain.

  3. Faktor Risiko Hipertensi

  Menurut Purwanto (2012) faktor terjadinya hipertensi yang teridentifikasi antara lain : a.

  Keturunan Anak dengan orang tua yang memiliki hipertensi, 70 – 80 % memiliki risiko hipertesi.

  b.

  Jenis kelamin Pada perempuan 31,7 % risiko hipertensi akan terjadi setelah menopause yang menunjukan adanya pengaruh hormone.

  c.

  Umur Untuk penderita hipertensi dengan presentase 65,4 % terjadi pada umur 69 tahun.

  d.

  Orang yang mengalami stress psikososial Apabila stress berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap.

  e.

  Kegemukan atau obesitas Tingginya peningkatan tekanan darah bergantung pada besarnya penambahan berat badan dan kolesterol.

  f.

  Kurang olahraga Olahraga secara teratur dapat menurunkan tekanan darah pada semua kelompok baik hipertensi maupun normotensi.

  g.

  Perokok Nikotin bersifat toksik terhadap jaringan saraf menyebabkan peningkatan tekanan darah, denyut jantung, kontraksi otot jantung, pemakaian 02, aliran darah di koroner meningkat dan vasokontriksi pada pembuluh darah.

  h.

  Peminum alkohol Peningkatan kadar kartisol, dan peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah berperan dalam kenaikan tekanan darah.

4. Derajat Hipertensi

  Menurut joint national committee (JNC) derajat hipertensi dapat dikelompokkan yaitu (Triyanto, 2014) : a.

  High normal yaitu sistolik 130 – 139 mmHg dan diastolik 85 – 89 mmHg.

  b.

  Hipertensi stage 1 atau ringan yaitu sistolik 140 – 159 mmHg dan diastolik 90 – 99 mmHg.

  c.

  Hipertensi stage 2 atau sedang yaitu sistolik 160 – 179 mmHg dan diastolik 100 – 109 mmHg.

  d.

  Hipertensi stage 3 atau berat yaitu sistolik 180 – 209 mmHg dan diastolik 100 – 119 mmHg. e.

  Hipertensi stage 4 atau berat yaitu sistolik lebih dari 210 mmHg dan diastolik lebih dari 120 mmHg.

5. Patofisiologi Hipertensi

  Meningkatnya tekanan darah dalam arteri terjadi karena jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan banyak cairan yang mengakibatkan arteri besar kehilangan kelenturan, menjadi kaku dan tidak dapat mengembang saat jantung memompa darah melalui arteri sehingga darah dipaksa melalui pembuluh yang sempit dan menyebabkan naiknya tekanan darah. Tekanan darah meningkat ketika vasokonstriksi, jika arteri kecil (arteriola) sementara waktu mengkerut karena rangsangan saraf atau hormon dalam darah. Faktor – faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan dalam fungsi ginjal dan sistem saraf otonom yang mengatur fungsi tubuh secara otomatis. Jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air yang menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekanan darah ke normal.

  Ginjal bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim renin yang memicu pembentukan hormon angiotensi dan pelepasan hormon aldosteron. Sistem saraf simpatis sementara waktu meningkatkan tekanan darah selama respon fight-or-fight atau (reaksi fisik tubuh terhadap ancaman dari luar). Saraf simpatis juga meningkatkan kecepatan dan kekuatan denyut jntung., melepaskan hormon epinefrin yaitu (adrenalin) dan norepinefrin atau (noradrenalin) yang merangsang jantung dan pembuluh darah. Ditambah lagi stress merupakan faktor pencetus meningkatnya tekanan darah dengan proses pelepasan hormon epinefrin dan norepinefrin (Triyanto, 2014).

6. Manifestasi Klinis Hipertensi

  Menurut Awan Hariyanto & Rini Sulistyowati (2015) manifestasi klinis hipertensi yaitu : a.

  Sakit kepala (pusing, migrain) b.

  Gampang marah c. Epistaksis (mimisan) d.

  Tinitus (telinga berdenging) e. Palpitasi (berdebar – debar) f. Kaku kuduk g.

  Pandangan mata berkunang – kunang h. Susah tidur i. Tekanan darah di atas normal 7.

   Komplikasi Hipertensi

  Menurut Awan Hariyanto & Rini Sulistyowati (2015) komplikasi hipertensi yaitu : a.

  Transien Iskemik Attact b.

  Stroke / CVA c. Gagal jantung d.

  Gagal ginjal e. Infark miokard f. Disritmia jantung 8.

   Pemeriksaan Diagnostik Hipertensi

  Menurut Awan Hariyanto & Rini Sulistyowati (2015) pemeriksaan diagnostik atau laboratorium yang perlu dicermati: a.

  Serum 1)

  Aldosteron 2)

  Kolesterol, trigliserida b. Urine

  1) BUN

  2) Renin

  3) Asam urat c.

  Elektrokardiogram (ECG)

  1) Hipertrofi ventrikel kiri, iskemia B.

   Tekanan Darah 1. Pengertian Tekanan Darah

  Istilah “ tekanan darah” berarti tekanan pada pembuluh nadi dari peredaran darah sistematik di dalam tubuh manusia. Tekanan darah dibedakan antara tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik. Tekanan darah sistolik adalah tekanan darah pada waktu jantung menguncup (sistole). Adapun tekanan darah diastolik adalah tekanan darah pada saat jantung mengendor kembali (diastole). Dengan demikian, jelaslah bahwa tekanan darah sistolik selalu lebih tinggi daripada tekanan darah diastolik. Tekanan darah manusia senantiasa berayun-ayun antara tinggi dan rendah sesuai dengan detak jantung. Tekanan darah manusia biasa diukur secara tidak langsung dengan alat tensimeter (sfignomanometer air raksa) (dr. L Gunawan, 2012 : 7).

  Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah terhadap pembuluh darah. Tekanan darah dipengaruhi volume darah dan elastisitas pembuluh darah. Peningkatan tekanan darah disebabkan peningkatan volume darah akan menurunkan tekanan darah (Yanita, 2010). Tekanan darah adalah kekuatan yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan dinding pembuluh darah. Tekanan darah juga sering disebut sebagai suara dimana detak jantung pertama kali didengar dengan bantuan alat stetoskop.

  Tekanan darah dapat dilihat dengan mengambil dua ukuran dengan angka 120/80 mmHg angka 120 mmHg menunjukkan tekanan pada pembuluh arteri ketika jantung berkontraksi, yang biasanya disebut dengan sistolik.

  Angka 80 mmHg menunjukkan jantung sedang berelaksasi disebut dengan tekanan darah diastolik (Riama, 2012).

2. Klasifikasi Tekanan Darah

  Menurut Amira (2010) terdapat tiga jenis tekanan darah, yaitu : a.

  Tekanan darah normal apabila tekanan sistoliknya 120 - 140 mmHg manakala tekanan diastoliknya 80 – 90 mmHg.

  b.

  Tekanan darah rendah (Hipotensi) Hipotensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah lebih rendah dari normal, yaitu mencapai nilai rendah 90 / 60 mmHg. Antara gejala klinis yang bisa dilihat akibat hipotensi adalah pusing, cepat lelah, penglihatan kurang jelas apabila merubah posisi, dan berkeringat dingin.

  c.

  Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi)

  Hipertensi adalah suatu keadaan apabila tekanan darahnya melebihi normal, yaitu tekanan sistoliknya 140 mmHg atau lebih tinggi manakala tekanan diastoliknya 90 mmHg atau lebih tinggi.

C. Terapi Relaksasi Otot Progresif 1. Pengertian Relaksasi Otot Progresif

  Relaksasi otot progresif adalah suatu prosedur untuk mendapatkan relaksasi pada otot melalui pemberian tegangan pada suatu kelompok otot dan menghentikan teganga tersebut kemudian memusatkan perhatian untuk mendapatkan sensasi rileks (Mashudi, 2012). Tehnik relaksasi otot progresif merupakan salah satu teknik pengelolaan diri yang didasarkan pada cara kerja sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Tehnik relaksasi dapat dilakukan mengurangi ketegangan, insomnia, dan asma serta dapat dilakukan pada penderita hipertensi (Ramdhani, 2009). Relaksasi otot progresif adalah suatu metode relaksasi melalui dua proses yaitu menegangkan otot dan merelaksasikan otot tubuh. Latihan ini adalah salah satu dari yang paling sederhana dan mudah dipelajari (Richmond, 2009 dalam Harmono, 2010).

2. Prosedur Terapi Relaksasi Otot Progresif

  Prosedur terapi relaksasi otot progresif menurut Ramdhani (2006) :

  1) Gerakan pertama untuk melatih tot tangan yang dilakukan dengan cara menggenggam tangan kiri sambil membuat satu kepalan. Klien di minta membuat kepalan ini semakin kuat, sambil merasakan sensasi ketegangan yang terjadi. Pada saat kepalan dilepaskan, klien dipandu untuk merasakan rileks selama 10 detik. Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga klien dapat membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks yang dialami. Dilatih juga pada tangan kanan.

  2) Gerakan kedua adalah gerakan untuk melatih otot tangan bagian belakang. Gerakan ini dilakukan dengan cara menekuk kedua lengan ke belakang pada pergelangan tangan sehingga otot-otot ditangan bagian belakang dan lengan bawah menegang, jari-jari menghadap ke langit- langit.

  3) Gerakan ketiga adalah untuk melatih otot-otot biceps. Otot biceps adalah otot besar yang terdapat di bagian atas pangkal lengan. Gerakan ini diawali dengan menggenggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan kemudian membawa kedua kepalan kepunak sehingga otot-otot biceps akan tegang.

4) Gerakan keempat adalah ditujukan untuk melatih otot-otot bahu.

  Relaksasi untuk mengendurkan bagian otot-otot bahu daat dilakukan dengan cara mengangkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan bahu akan dibawa hingga menyentuh kedua telinga.

  5) Gerakan kelima sampai kedelapan adalah gerakan-gerakan yang ditujukan untuk melemaskan otot-otot diwajah. Otot-otot wajah yang dilatih otot dahi, mata, rahang dan mulut. Gerakan untuk dahi dapat dilakukan dengan cara mengerutkan dahi dan alis sampai ke ototnya terasa dan kulitnya keriput. Gerakan yang ditunjukan untuk otot mata diawali dengan menutup mata sehingga dapat dirasakan ketegangan disekitar mata.

  6) Gerakan ketujuh bertujuan untuk mengendurkan ketegangan otot rahang, dengan cara mengatupkan rahang, diikuti dengan menggigit gigi-gigi sehingga ketegangan di sekitar otot rahang. Gerakan kedelapan ini untuk mengendorkan otot-otot sekitar mulut, bibir dimoncongkan sekuat- kuatnya sehingga akan dirasakan ketegangan disekitar mulut. Gerakan kesembilan dan kesepuluh ditujukan untuk merilekskan otot-otot bagian leher bagian depan maupun belakang. Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang baru kemudian otot leher bagian depan. Klien dipandu meletakkan kepala sehingga dapat beristirahat, kemudian diminta untuk menekankan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa sehingga klien dapat merasakan ketegangan di bagian belakang leher dan punggung atas.

  7) Gerakan kesepuluh bertujuan untuk melatih otot leher bagian depan, gerakan ini dilakukan dengan cara membawa kepala kemuka, kemudian klien diminta untuk membenamkan dagu ke dadanya. Sehingga dapat merasakan ketegangan didaerah leher bagian muka.

  8) Gerakan kesebelas bertujuan untuk melatih otot-otot punggung. Gerakan ini dapat dilakukan dengan cara mengangkat tubuh dari sandaran kursi, kemudian punggung dilengkungkan, lalu busungkan dada, kondisi tegang dipertahankan 10 detik, kemudian rileks.

  9) Gerakan keduabelas digunakan untuk melemaskan otot-otot dada. Klien diminta untuk menarik nafas panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara sebanyak-banyaknya. Posisi ini ditahan beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di bagian dada kemudian turun ke perut. Pada saat ketegangan dilepas klien dapat bernafas normal dengan lega. Gerakan ini diulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan antara kondisi tegang dan rileks.

  10) Setelah latihan otot dada, gerakan ketigabelas bertujuan untuk melatih otot-otot perut. Gerakan ini dilakukan dengan cara menarik kuat-kuat perut ke dalam, kemudian menahannya sampai perut menjadi kencang dan keras. Setelah 10 detik dilepaskan, kemudian di ulangi kembali seperti gerakan awal. Gerakan keempatbelas bertujuan untuk melatih otot-otot paha, dilakukan dengan cara meluruskan kedua telapak kaki sehingga otot paha terasa tegang. Gerakan ini dilanjutkan dengan mengunci lutut, sedemikian sehingga keteganan pindah ke otot-otot betis.

  Sebagaimana prosedur relaksasi otot progresif, klien harus menahan psisi tegang selama 10 detik baru setelah itu melepaskannya. Setiap gerakan dilakukan masing-masing dua kali.

3. Manfaat Terapi Relaksasi Otot Progresif

  Manfaat terapi relaksasi otot progresif bagi pasien diantaranya mengurangi ketegangan, kecemasan konsumsi oksigen tubuh, kecepatan metabolisme, frekuensi napas, ketegangan otot, tekanan darah sistol dan diastol, kontraksi ventrikel prematur dan peningkatan gelombang alfa otak (Synder & Lindquist, 2010). Terapi relaksasi otot progresif memberikan dampak yang signifikan dalam menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi esensial atau primer. Dampak yang terjadi meliputi dampak langsung dan jangka panjang. Dampak langsung dari terapi relaksasi otot progresif adalah penurunan tekanan darah terutama sistolik pada orang dewasa yang melakukan pengobatan teratur (Shinde & Bhushan, 2013).

D. Konsep Keperawatan Keluarga terhadap Hipertensi

  Keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan, dan adopsi dalam satu rumah tangga, yang berinteraksi satu dengan lainnya dalam peran dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya (Ali, 2010). Melalui keluarga berbagai masalah kesehatan dapat muncul dan dapat dicegah maupun diatasi seperti penyakit hipertensi yang banyak dijumpai di kalangan masyarakat terutama pada anggota keluarga dengan lanjut usia yaitu umur 45 tahun ke atas dimana di dalam keperawatan keluarga di usia 45 tahun tersebut masuk dalam tahap ke delapan yaitu tahap keluarga usia lanjut. Tahap terakhir perkembangan keluarga dimulai saat salah satu pasangan pensiun, berlanjut salah satu pasangan meninggal. Proses usia lanjut dan pensiun merupakan ralitas yang tidak dapat dihindari karena berbagai proses stresor dan kehilangan yang harus dialami keluarga. Stresor tersebut adalah berkurangnya pendapatan, kehilangan berbagai hubungan sosial, kehilangan pekerjaan serta perasaan menurunnya produktifitas dan fungsi kesehatan. Mempertahankan penataan kehidupan yang memuaskan merupakan tugas utama keluarga pada tahap ini. Usia lanjut umumnya lebih dapat beradaptasi tinggal dirumah sendiri daripada tinggal bersama anaknya. Tugas perkembangan pada tahap ini yaitu, mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan, adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik, dan pendapatan, mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat, mempertahankan hubungan anak dan sosial masyarakat, melakukan life review, menerima kematian pasangan, kawan dan mempersiapkan kematian. (Hamoko, 2012). Peran keluarga dalam mendukung anggota keluarga untuk mengontrol hipertensi menjadi sangat penting karena keluarga merupakan faktor utama pendukung terciptanya keluarga yang sehat. Selain dengan mengontrol tekanan darah, pengobatan secara farmakologis dengan minum obat anti hipertensi, selain itu juga ada pengobatan nonfarmakologis yang dapat mengontrol tekanan darah sehingga pengobatan farmakologis menjadi tidak diperlukan atau ditunda, yaitu terapi relaksasi otot progresif dapat membantu untuk menimbulkan rasa nyaman atau relaks. Keadaan relaks akan mengaktifkan sistem saraf parasimpatis yang berfungsi untuk menurunkan detak jantung, laju pernafasan dan tekanan darah pada anggota keluarga dengan hipertensi.

E. Konsep Keperawatan keluarga 1. Pengertian Keluarga

  Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, srta sosial dari tiap angota keluarga (Duvall dan Logan 2010). Keluarga adalah unit masyarakat dan merupakan lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dalam mayarakat, hubungan yang erat antara anggotanya dengan keluarga sangat menonjol sehingga keluarga sebagai lembaga / unit layanan perlu diperhitungkan (Friedman, 2010). Keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan, dan adopsi dalam satu rumah tangga, yang berinteraksi satu dengan lainnya dalam peran dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya. (Ali, 2010).

2. Tipe dan Bentuk Keluarga

  Tipe keluarga menurut Friedman (2010) yaitu sebagai berikut: a.

  Nuclear Family Keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang tinggal dalam satu rumah di tetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan, satu/keduanya dapat bekerja diluar rumah.

  b.

  Extended Family

  Keluarga inti ditambahkan dengan sanak saudara, misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan sebagainya.

  c.

  Reconstitud Nuclear Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali suami/istri, tinggal dalam pembentukan satu rumah dengan anak- anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari perkawinan baru. Satu atau keduanya dapat bekerja diluar rumah.

  d.

  Middle Age/ Aging Couple Suami sebagai pencari uang. Istri dirumah/kedua-duanya bekerja di rumah, anak-anak sudah meninggalkan rumah karena sekolah/perkawianan/meniti karier.

  e.

  Dyadic Nuclear Suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak, keduanya/salah satu bekerja dirumah.

  f.

  Single Parent Satu orangtua sebagai akibat perceraian/kematian pasangannya dan anak- anaknya dapat tinggal dirumah/diluar rumah.

  g.

  Dual Carier

  Suami istri atau keduanya berkarier dan tanpa anak.

  h.

  Commuter Married Suami istri/keduanya orang karier dan tinggal terpisah pada jarak tertentu, keduanya saing mencari pada waktu-waktu tertentu. i.

  Single Adult Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya keinginan untuk menikah. j.

  Three Generation Tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah. k.

  Institutional Anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam suatu panti-panti. l.

  Comunal Satu rumah terdiri atas dua/lebih pasangan yang monogami dengan anak- anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan fasilitas. m.

  Group Marriage Satu perumahan terdiri atas orangtua dan keturunannya di dalam satu kesatuan keluarga dan tiap individu adalah menikah dengan yang lain dan semua adalah orangtua dari anak-anak. n.

  Unmarried paret and child Ibu dan anak dimana perkawinan tidak dikehendaki, anaknya di adopsi. o.

  Cohibing Couple Dua orang/satu pasangan yang tinggal bersama tanpa pernikahan (Friedman, 2010).

3. Tahap dan perkembangan keluarga

  Menurut (Hamoko, 2012) tahap perkembangan keluarga meliputi: a.

  Tahap pertama pasangan baru atau keluarga baru (beginning family) Keluarga baru dimulai pada saat masing-masing individu, yaitu suami dan istri membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan keluarga masing-masing, secara psikologi keluarga tersebut membntuk keluarga baru. Suami istri yang membentuk keluarga baru tersebut perlu mempersiapkan kehidupan yang baru karena keduanya membutuhkan penyesuaian peran dan fungsi sehari-hari.

  Masing-masing pasangan menghadapi perpisahan dengan keluarga orangtuanya dan mulai membina hubungan baru dengan keluarga dan kelompok sosial pasangan masing - masing. Masing - masing belajar hidup bersama serta beradaptasi dengan kebiasaan sendiri dan pasangannya. Misalnya kebiasaan makan, tidur, bangun pasi, bekerja dan sebagainya. Hal ini yang perlu diputuskan adalah kapan waktu yang tepat untuk mempunyai anak dan berapa jumlah anak yang diharapkan. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain: 1) Membina hubungan intim dan memuaskan. 2) Membina hubungan dengan keluarga lain, teman dan kelompok sosial. 3) Mendiskusikan rencana memiliki anak. 4) Menetapkan tujuan bersama. 5)

  Merencanakan anak (KB) 6)

  Menyesuaikan diri dengan kehamilan dan mempersiapkan diri untuk menjadi orangtua.

  b.

  Tahap perkembangan keluarga dengan kelahiran anak pertama (child bearing family) Keluarga yang mnantikan kelahiran dimulai dari kehamilan sampai kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak pertama berusia 30 bulan (2,5 tahun). Kehamilan dan kelahiran bayi perlu disiapkan oleh pasangan suami istri melalui beberapa tugas perkembangan yang penting.

  Kelahiran bayi pertama memberi perubahan yang besar dalam keluarga, sehingga pasangan harus beradaptasi dengan perannya untuk memenuhi kebutuhan bayi. Masalah yang sering terjadi dengan kelahiran bayi adalah pasangan merasa diabaikan karena faktor perhatian kedua pasangan tertuju pada bayi. Suami merasa belum siap menjadi ayah atau sebaliknya. Tugas perkembangan pada masa ini antara lain: 1) Persiapan menjadi orangtua. 2) Membagi peran dan tanggung jawab. 3)

  Menata ruang untuk anak atau mengembangkan suasana rumah yang menyenangkan.

  4) Mmempersiapkan dana atau biaya untuk child bearing. 5) Memfasilitasi role learning anggota keluarga. 6) Bertanggung jawab memenuhi kebutuhan bayi sampai balita. 7) Mengadakan kebiasaan keagamaan secara rutin.

  c.

  Tahap keluarga ketiga dengan anak pra sekolah (famillies with preschool) Tahap ini dimulai saat kelahiran anak berusia 2,5 tahun dan berakhir saat anak berusia 5 tahun. Pada tahap ini orangtua beradaptasi terhadap kebutuhan-kebutuhan dan minat dari anak prasekolah dalam meningkatkan pertumbuhannya. Kehidupan keluarga pada tahap ini sangat sibuk dan anak sangat bergantung pada orangtua. Kedua orang tua harus mengatur waktunya sedemikian rupa, sehingga kebutuhn anak, suami/istri, dan pekerjaan (punya waktu/paruh waktu) dapat terpenuhi.

  Orangtua menjadi arsitek keluarga dalam merancang dan mengarahkan perkembangan keluarga agar kehidupan perkawinan tetap utuh dan langgeng dengan cara menguatkan kerja sama antar suami istri. Orang tua mempunyai peran untuk menstimulasi perkembangan individual anak, khususnya kemandirian anak agar tugas perkembangan anak pada fase ini tercapai.

  Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain sebagai berikut: 1)

  Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti: kebutuhan tempat tinggal, privasi, dan rasa aman.

  2) Membantu anak untuk bersosialisasi

  3) Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak yang lain juga harus terpenuhi.

  4) Mmempertahankan hubungan yang sehat, baik di dalam maupun di luar keluarga (keluarga lain dan lingkungan sekitar)

  5) Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak (tahap paling repot).

6) Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.

  d.

  Tahap keempat keluarga dengan anak usia sekolah (famillies with children) Tahap ini dimulai pada saat anak yang tertua memasuki sekolah pada usia 6 tahun dan beakhir pada usia 12 tahun. Pada fase ini keluarga mencapai jumlah anggota keluarga maksimal, sehingga keluarga sangat sibuk. Selain aktifitas di sekolah, masing-masing anak memiliki aktifitas dan minat sendiri demikian pula orang tua yang mempunyai aktifitas yang berbeda dengan anak. Untuk itu, keluarga perlu bekerja sama untuk mencapai tugas perkembangan. Pada tahap ini keluarga (orangtua) perlu belajar berpisah dengan anak, memberi kesempatan pada anak untuk bersosialisasi, baik aktifitas di sekolah maupun di luar sekolah. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain sebagai berikut: 1)

  Memberikan perhatian tentang kegiatan sosial anak, pendidikan dan semangat belajar.

  2) Tetap mempertahankan hubungan yang harmonis dalam perkawinan. 3) Mendorong anak untuk mencapai pengembangan daya intelektual. 4) Menyediakan aktifitas untuk anak. 5)

  Menyesuaikan pada aktifitas kemunitas dengan mengikutsertakan anak. e.

  Tahap kelima keluarga dengan anak remaja (familles with teenagers) Tahap ini dimulai saat anak pertama berusia 13 tahun dan biasanya berakhir sampai pada usia 19-20 tahun, pada saat anak meninggalkan rumah orang tuanya. Tujuannya keluarga melepas anak remaja dan memberi tanggung jawab serta kebebasan yang lebih besar untuk mempersiapkan diri menjadi lebih dewasa. Tugas perkembangan pada tahap ini antara lain: 1)

  Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab mengingat remaja yang sudah bertambah dan meningkat otonominya.

2) Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga.

  3) Mempertahankan komunikasi terbuka anatara anak dan orangtua, hindari perdebatan, kecurigaan dan permusuhan.

  4) Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga.

  f.

  Tahap keenam keluarga dengan anak dewasa tau pelepasan (lounching center famillies) Tahap ini dimulai pada saat anak terakhir meninggalkan rumah. Lamanya tahap ini bergantung pada banyaknya anak pada keluarga atau jika anak belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orangtua. Tujuan utama pada tahap ini adalah mengorganisasi kembali keluarga untuk tetap berperan dalam melepas anaknya untuk hidup sendiri. Keluarga mempesiapkan anaknya yang tertua untuk membentuk keluarga sendiri dan tetap membantu anak terakhir untuk lebih mandiri. Saat semua anak meninggalkan rumah, pasangan perlu menata ulang dan membina hubungan suami istri seperti pada fase awal. Orangtua akan merasa kehilangan peran dalam merawat anak dan merasa ksong karena anak- anaknya sudah tidak tinggal serumah lagi. Guna mengatasi keadaan ini orangtua perlu melakukan aktifitas kerja, meningkatkan peran sebagai pasangan, dan tetap memelihara hubungan dengan anak.

  Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah: 1) Memperluas keluarga int menjdi keluarga besar. 2) Mempertahankan keintiman pasangan. 3)

  Memebantu orangtua suami atau istri yang sedang sakit dan memasuki masa tua.

  4) Mempersiapkan untuk hidup mandiri dan menerima kepergian anak. 5) Menata kembali fasilitas dan sumber yang ada pada keluarga. 6) Berperan sebagai suami, istri, kakek dan nenek.

  7) Menciptakan lingkungan rumah yang dapat menjadi contoh bagi anak- anaknya.

  g.

  Tahap ketujuh keluarga usia pertengahan (middle age afamilles) Tahapan ini dimulai saat anak yang terakhir meninggalkan rumah dan berakhir saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal. Tahap ini semua anak meninggalkan rumah, maka pasangan berfokus untuk mempertahankan kekuatan dengan berbagai akyifitas. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain: 1) Mempertahankan kesehatan. 2)

  Mempunyai lebih banyak waktu dan kebebasan dalam arti mengolah minat sosial dan waktu santai.

  3) Memulihkan hubungan antara generasi muda dengan generasi tua. 4) Keakraban dengan pasangan. 5) Memelihara hubungan/kontak dengan anak dan keluarga. 6)

  Persiapan masa tua atau pensiun dengan meningkatkan keakraban pasangan.

  h.

  Tahap kedelapan keluarga usia lanjut Tahap terakhir perkembangan keluarga dimulai saat salah satu pasangan pensiun, berlanjut salah satu pasangan meninggal. Proses usia lanjut dan pensiun merupakan ralitas yang tidak dapat dihindari karena berbagai proses stresor dan kehilangan yang harus dialami keluarga. Stresor tersebut adalah berkurangnya pendapatan, kehilangan berbagai hubungan sosial, kehilangan pekerjaan serta perasaan menurunnya produktifitas dan fungsi kesehatan. Mempertahankan penataan kehidupan yang memuaskan merupakan tugas utama keluarga pada tahap ini. Usia lanjut umumnya lebih dapat beradaptasi tinggal dirumah sendiri daripada tinggal bersama anaknya.

  Tugas perkembangan pada tahap ini adalah: 1) Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan. 2)

  Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik, dan pendapatan.

  3) Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat. 4) Mempertahankan hubungan anak dan sosial masyarakat. 5)

  Melakukan life review 6) Menerima kematian pasangan, kawan dan mempersiapkan kematian.