BAB I PENDAHULUAN - Analisis kedudukan hukum narapidana penderita hiv/aids di tinjau dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIa Pangkalpinang - Repository Universitas Bangka Belitung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rantai peredaran narkoba yang sulit diputus merupakan satu dari

  banyak masalah pelik yang mendera Indonesia. Dengan hukuman seumur hidup ataupun hukuman mati yang mengancam para pelaku kejahatan narkotika dan psikotropika tampaknya belum mampu menghentikan laju

  1 bisnis narkoba dan psikotropika di Indonesia.

  Sudah banyak para pelaku tindak pidana narkotika dan psikotropika yang ditangkap dan dibina di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Hal yang menarik ialah bahwa banyak dari narapidana kasus narkotika dan psikotropika yang menderita HIV/AIDS.

  Mengamati perkembangan pergaulan anak-anak remaja dan orang dewasa saat ini, tampaknya setiap hari kian mengkhawatirkan, terutama dengan banyaknya beredar obat-obat terlarang yang dijual bebas secara

  2 ilegal.

  Obat tersebut sering disalahgunakan secara sembarangan tanpa mengindahkan cara pakai yang benar sesuai petunjuk medis, mereka tidak menyadari bahwa penyalahgunaan obat tersebut memiliki akibat yang serius, bila dikomsumsi secara terus menerus bisa menciptakan ketergantungan fisik dan psikologis atau ketergantungan obat (kecanduan). 1 Suzana Murni, Hidup Dengan HIV/AIDS, Yayasan Spiritia, Jakarta, 2009, hlm 10.

  3 Jika pemakaian melebihi dosis dapat menyebabkan kematian.

  Dari masalah di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa narapidana yang melakukan rujukan HIV/AIDS berasal dari mereka yang terlibat dalam tindak pidana narkotika dan psikotropika. Hal tersebut sangat wajar sebab salah satu proses penular HIV/AIDS, ialah melalui jarum suntik.Namun demikian narapidana yang menderita HIV/AIDS tidak selalu dari narapidana yang terlibat kasus narkotika dan psikotropika. Sebab penuralan HIV/AIDS tidak hanya melalui jarum suntik saja. Tapi bisa juga HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk

  4 kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.

  Berdasarkan ketentuan undang-undang nomor 12 Tahun 1995 tetang Pemasyarakatan, khususnya Pasal 1 yaitu narapidana harus diperlakukan dengan baik dan manusiawi dalam satu sistem pembinaan yang terpadu.

  Pembinaan dan pembimbingan narapidana meliputi program pembinaan dan bimbingan yang berupa kegiatan pembinaan kepribadian dan kegiatan

  5 pembinaan kemandirian. 3 Pembinaan narapidana diarahkan pada tiga tahap yaitu tahap awal, 4 Ibid , hlm 4.

  Suzana Murni, Op. Cit, hlm 16. tahap lanjutan, dan tahap akhir, agar narapidana menjadi manusia seutuhnya, bertaqwa dan bertanggung jawab kepada diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. Sedangkan pembinaan kemandirian diarahkan pada pembinaan bakat dan keterampilan agar narapidana dapat kembali berperan

  6 sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab.

  Berbicara mengenai kedudukan hukum berarti berbicara mengenai hak-hak serta kewajiban, walaupun narapidana sebagai orang yang sedang menjalani masa hukumannya di dalam Lembaga Pemasyarakatan narapidana tetap mempunyai hak-hak yang telah di atur oleh Undang- Undang dan harus didapatkan oleh narapidana tersebut. Tidak terlepas dari narapidana yang mempunyai penyakit menular seperti TBC, HIV, dan sebagainya, narapidana tersebut wajib mendapatkan hak-hak khusus sesuai dengan Undang-Undang yaitu berupa penangan khusus bagi narapidana yaang menderita penyakit menular.

  Untuk penanganan khusus yang diberikan kepada narapidana atau sering disebut juga warga binaan yaitu antara lain adalah akomodasi warga binaan berupa penyediaan ruang sel kamar-kamar yang harus dihuni sendiri oleh masing-masing tahanan. Pengecualian hanyalah bagi ruangan besar untuk ditempati beberapa orang, dan ruangan-ruangan khusus terhadap narapidana yang terjangkit HIV/AIDS, dan mereka juga mendapat penanganan khusus dibandingan narapidan-narapidana yang lainnya, agar tidak menular kepada penghuni lapas yang lainnya. Selain itu masih banyak 6 Pasal 10 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan juga penanganan yang diberikan kepada mereka dan hak-hak mereka

  7 sebagai narapidana.

  Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka akan ditinjau lebih jauh melalui penulisan skripsi dengan judul Analisis Kedudukan Hukum Narapidana Penderita HIV/AIDS ditinjau dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Permasyarakatan Di Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA Pangkalpinang.

  B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah :

  1. Bagaimana kedudukan hukum narapidana penderita HIV/AIDS di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Pangkalpinang ?

  2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi Pihak Lembaga Pemasyarakatan untuk menangani penanganan khusus terhadap narapidana penderita HIV/AIDS?

  C. Tujuan Penelitian

  Penulisan ini ditujukan untuk mengetahui bagaimana sebenarnya pengawasan serta penanganan narapidana yang terjangkit HIV/AIDS di Lapas Klas IIA Pangkalpinang. Tujuan tersebut berupa :

  1. Untuk mengetahui proses kedudukan hukum narapidana di Lembaga 7 Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, Refika Aditama,

  Permasyarakatan Klas IIA Pangkalpinang dilaksanakan dengan baik atau tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

  2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Pihak Lembaga Pemasyarakatan untuk melakukan penanganan khusus terhadap narapidana yang menderita HIV/AIDS di Lembaga Permasyarakatan Klas IIA Pangkalpinang.

  Hasil penelitian ini bisa menjadi masukan kepada pihak-pihak berkepentingan agar proses pembimbingan dan pembinaan narapidana di masa mendatang menjadi lebih baik. Pihak yang berwenang terhadap pelaksanaan pengawasan dan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan khususnya di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Pangkalpinang antara lain adalah menteri dan balai pertimbangan pemasyarakatan. Selain memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk menyelenggarakan pembinaan dan pembimbingan pemasyarakatan, menteri juga memiliki wewenang, tugas,

  8 dan tanggung jawab perawatan terhadap tahanan.

D. Manfaat Penelitian

  Disamping untuk mencapai tujuan di atas maka penulisan ini juga mempunyai manfaat, baik secara Teoritis maupun Praktis, antara lain :

  1. Secara Teoritis, hasil penulisan ini akan berguna untuk dapat dijadikan lebih lanjut untuk melahirkan berbagai konsep ilmiah yang pada gilirannya memberikan sumbangan bagi perkembangan hukum pidana khususnya yang mengatur tentang masalah Pembinaan para Narapidana yang tertular HIV/AIDS di Lapas Klas IIA Pangkalpinang.

  2. Secara Praktis hasil tulisan ini dapat dipergunakan :

  a. Sebagai pedoman dan masukan bagi Pemerintah, Peradilan, Lembaga Pemasyarakatan dalam pelaksanaan pembinaan bagi narapidana Lembaga Pemasyarakatan.

  b. Sebagai Informasi bagi masyarakat mengenai Lembaga Pemasyarakatan merupakan tempat pembinaan, mendidik serta membimbing para narapidana agar dapat berbuat baik dan berguna bagi diri sendiri maupun orang lain bukan sebagai tempat penyiksaan dan pengasingan dari masyarakat luas seperti anggapan masyarakat selama ini.

E. Kerangka Teori 1. Sistem Pemasyarakatan.

  Bertolak dari pandangan Sahardjo, tentang tugas hukum sebagai pangayoman hal ini membuka jalan perlakuan terhadap narapidana dengan cara pemasyarakatan sebagai tujuan pidana penjara.

  Sahardjo tegas mengatakan, bahwa terpidana adalah orang-orang

  yang tersesat serta perlu dilindungi, dibina dan dijadikan orang yang berguna bahkan menjadi aktif dan produktif di masyarakat. Falsafah pemasyarakatan dari Sahardjo menghendaki agar Negara benar-benar

  9 melindungi orang hukuman selama menjalani pidana.

  Dalam rangka memahami lembaga permasyarakatan atau sering kita dengar dengan penjara, berikut beberapa pengertian mengenai penjara

  10

  pidana, yaitu :

  a. P.A.F. Lamintang, mengemukakan pidana penjara adalah suatu pidana berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seorang terpidana, yang dilakukan dengan menutup orang tersebut di dalam sebuah lembaga permasyarakatan, dengan mewajibkan orang tersebut untuk mentaati semua peraturan tata tertib yang berlaku didalam lembaga

  11 permasyarakatan.

  b. Roeslan Saleh, menyatakan bahwa pidana penjara adalah pidana utama diantara pidana kehilangan kemerdekaan, pidana penjara dapat

  12 dijatuhkan untuk seumur hidup atau untuk sementara waktu.

  c. Barda Nawawi Arief, menyatakan bahwa pidana penjara tidak hanya mengakibatkan perampasan kemerdekaan, tetapi juga menimbulkan akibat negatif terhadap hal-hal yang berhubungan dengan dirampasnya kemerdekaan itu sendiri. Akibat negatif itu antara lain terampasnya juga kehidupan seksual yang normal bagi seseorang, sehingga sering terjadi

  13 hubungan homoseksual dan masturbasi dikalangan terpidana.

  d. Jan Remmelink, menyatakan pidana penjara adalah satu bentuk pidana 9 Petrus Irwan Pandjaitan dan Wiwik Sri Widiarty, Pemasyarakatan Narapidana, Indhill CO, Jakarta, 2008, hlm. 1. 10 11 Dwiya Priyatno, Op. Cit . hlm. 71. 12 Ibid ,hlm. 71.

  Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hlm 9. 13 Bambang Poernomo, Pelaksanaan Pidana Penjara dengan Sistem Pemasyarakatan,

  14 perampasan kemerdekaan (pidana badan) terpenting.

  Dengan demikian sistem pemasyarakatan dalam hal ini merupakan instansi yang terlibat dalam penegakan hukum mulai dari tahap awal hingga akhir, pada masing-masing tahap inilah sistem permasyarakatan berperan dalam memberikan perlindungan HAM kepada setiap narapidana yang ada

  15 di lembaga permasyarakatan.

  Pembinaan narapidana mempunyai arti memperlakukan seseorang yang berstatus narapidana untuk dibangun agar bangkit menjadi seseorang yang baik. Atas dasar pengertian pembinaan yang demikian itu sasaran yang perlu dibuat adalah pribadi dan budipekerti narapidana, yang didorong untuk membangkitkan rasa harga diri pada diri sendiri dan pada orang lain serta mengembangkan rasa tanggung jawab untuk menyesuaikan diri dalam kehidupan yang tenteram dan sejahtera dalam masyarakat, dan selanjutnya berpotensi untuk menjadi manusia yang berpribadi luhur dan bermoral tinggi.Pembinaan terhadap pribadi dan budi pekerti yang dimaksudkan tidaklah tanpa batas, akan tetapi selama waktu tertentu memberi warna dasar agar narapidana kelak kemudian hari tidak melakukan kejahatan lagi dan taat terhadap hukum yang berlaku dalam masyarakat. Namun pembinaan narapidana masih tergantung bagaimana hubungannya terhadap masyarakat

  16 luas yang menerima narapidana menjadi anggotanya.

  14 15 Ibid , hlm 142.

  Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Cetak Biru Pembaharuan Pelaksanaan Sistem Permasyarakatan, Jakarta, 2009, hlm 12.

  17 Arah pembinaan harus tertuju kepada :

  a. Membina pribadi narapidana agar jangan sampai mengulangi perbuatannya dan mentaati peraturan hukum.

  b. Membina hubungan antara narapidana dengan masyarakat luar, agar dapat berdiri sendiri dan diterima menjadi anggotanya.

  Untuk mencapai target yang diinginkan di atas, maka pelaksanaan

  18

  pembinaan narapidana dilakukan dengan cara:

  a. Pendidikan agama dan budi pekerti

  b. Pendidikan umum

  c. Pendidikan kepramukaan

  d. Latihan keterampilan

  2. Kedudukan Hukum Teori kedudukan hukum adalah teori yang mengatur tentang hak-hak dan kewajiban seseorang yang telah diatur oleh negara dan harus dipatuhi sebagaimana yang telah dicantumkan oleh Undang-Undang agar selalu dilindungi oleh negara dan tidak melanggar hak-hak dasar manusia untuk

  19 hidup atau Hak Asasi Manusia.

  Berbagai kajian tentang hukum maupun kebijakan hukum di Indonesia adalah tidak terlepas dengan kontekstualisasi dari makna negara hukum, sebagaimana yang tertuang dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menjelaskan bahwa segala sesuatu yang 17 18 Ibid

Pasal 24Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Permasyarakatan.

  berhubungan dengan penyelenggaraan negara dan pemerintah haruslah berlandaskan, berdasarkan, tunduk dan patuh atas hukum sebagai barometer untuk mengukur suatu perbuatan atau tindakan baik yang telah sesuai atau tidak (menyimpang) dengan ketentuan yang telah disepakati dan

  20 ditetapkan.

  Pembukaan Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 alenia ke-4 menyebutkan bahwa : “.......Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradap, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa : Segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib

  21 menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

  Hukum, moral, peraturan atau norma-norma lain dapat memberikan hak kepada seseorang dengan kata lain, kedudukan hukum yang menguntungkan bagi para pemilik hak dapat ditolerir melalui aturan-aturan

  22 yang berlaku didalam masyarakat maupun pemerintahan itu sendiri.

  3. Narapidana Untuk dapat melakukan pembahasan terkait pemenuhan hak mendapatkan pendidikan dan pengajaran yang layak bagi anak, maka 20 Luthfi J. Kurniawan dan Mustafa Lutfi, Perihal Negara, Hukum dan Kebijakan Publik, Setara Press II, Jakarta, 2012, hlm 1. 21 Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. haruslah diketahui terlebih dahulu beberapa istilah terkait pembahasan narapidana tersebut.

  Tahanan dan Narapidana adalah sesuatu yang berbeda, tahanan adalah seseorang yang berada dalam penahanan. Berdasarkan Pasal 1 ayat (21) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum, atau hakim dengan

  23 penetapannya.

  Pengertian narapidana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan arti bahwa narapidana adalah orang hukuman (orang yang

  24 sedang menjalani hukuman karena tindak pidana) terhukum.

  Selanjutnya, berdasarkan Kamus Hukum narapidana dapat diartikan bahwa orang yang menjalani pidana dalam lembaga permasyarakatan.

  Berdasarkan Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Permasyarakatan, narapidana adalah terpidana yang menjalani

  25

  pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Permasyarakatan. Menurut Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Nomor 12 tentang Permasyarakatan, terpidana adalah seseorang yang di pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah

  26 memperoleh kekuatan hukum tetap.

  Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa narapidana adalah orang atau terpidana yang sedang menjalani masa hukumannya di Lembaga 23 24 Pasal 21 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana. 25 Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm 108.

Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995, Tentang Pemasyarakatan.

  Permasyarakatan sesuai dengan aturan hukum yang telah ditetapkan dimana sebagian kemerdekaannya hilang.

  F. Metode Penelitian

  1. Jenis Penelitian Jenis penelitian dalam skripsi ini mengutamakan jenis penelitian yuridis empiris dan menggunakan jenis penelitian yuridis normatif sebagai pendukungnya. Yuridis empiris adalah jenis penelitian yang berorientasi

  pada pengumpulan data secara empiris, sedangkan pengertian yuridis normatif adalah metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. J enis penelitian ini yang

  membahas doktrin atau asas dalam ilmu hukum serta data-data yang diambil dari lapangan. Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin untuk menjawab permasalahan yang dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskrisi dalam

  27 menyelesaikan masalah yang dihadapi.

2. Metode Pendekatan

  Metode pendekatan yang digunakan oleh adalah metode pendekatan yuridis empiris dan yuridis normatif, mengingat permasalahan yang diteliti dan dibahas dalam skripsi ini adalah Penanganan Khusus terhadap Narapidana yang Menderita Penyakit HIV/AIDS di Lembaga 27 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Penada Media Group, Jakarta, Pemasyarakatan yang mengacu kepada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan).

  3. Sumber Data Dalam penelitian ini, sumber data yang digunakan ada dua jenis data yaitu:

  28

  a. Data primer Data primer bersumber dari individu atau perorangan dan pihak atau instansi terkait yaitu dari hasil wawancara. Wawancara adalah suatu teknik yang dapat digunakan dalam memperoleh keterangan secara lisan guna tercapai tujuan tertentu dan dalam wawancara terdapat dua belah pihak yang berbeda yaitu mengejar informasi yang disebut di wawancara sedangkan pemberi informasi disebut informan/narasumber. Wawancara dilakukan dengan 1 sampai 4 orang, yaitu dari Pihak Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Pangkalpinang dan Pihak Narapidana yang terkena HIV/AIDS di Lembaga Pemasyarakatan.

b. Data Sekunder

28 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UI-Press),

  Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku yang berkaitan dengan objek penelitian, hasil penulisan dalam bentuk laporan, skripsi, disertai dan peraturan perundang-undangan yang

  29 berlaku. Data sekunder terdiri atas: 1) Bahan Hukum Primer

  Bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri dari norma atau kaidah dasar, peraturan dasar, peraturan perundang-undangan, bahan hukum yang tidak dikodifikasi seperti hukum adat, serta yurisprudensi yang berhubungan dengan objek penelitian. Bahan penelitian bersumber atau mengenai Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Permasyarakatan.

  2) Bahan Hukum Sekunder Bahan Hukum Sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undangan, hasil penelitian, buku-buku, tulisan ilmiah hukum, dan pendapat pakar

hukum (doktrin) yang berhubungan dengan objek penelitian.

4. Teknik Pengumpulan Data

  Pengumpulan data yang diperlukan oleh penulis berkaitan dengan penyelesaian skripsi ini adalah dengan cara wawancara atau studi lapangan

  (field research) terhadap pihak-pihak yang terkait dalam menyelesaikan

  penelitian ini serta dari bahan-baham kepustakaan. Dalam hal ini, penulis melakukan penelitian dengan cara wawancara terhadap pihak-pihakyang terkait untuk memperoleh bahan-bahan secara cepat dan jelas. Tujuan dari studi lapangan (field research) ini adalah untuk memperoleh data-data primer yang bersumber dari individu atau perorangan dan pihak atau instansi terkait, fungsi dari wawancara ini adalah untuk membuat data

  30

  secara deskripsi dan eksplorasi. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan terhadap Pihak-Pihak Instansi yang terkait maupun Pihak Narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Pangkalpinang yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.

5. Analisis Data

  Analisa data adalah faktor terakhir yang penting dalam suatu penelitian karena akan menjawab semua persoalan yang timbul dari pokok- pokok permasalahan yang ada. Data yang diperoleh dari wawancara dan tinjauan kepustakaan ini akan disajikan secara kualitatif dengan mengunakan analisis deskriptif yaitu dengan mendeskripsikan data yang diperoleh kedalam penjelasan arti permasalahan yang ada dalam karya tulis ini dianalsis dan dipecahkan teori dan peraturan yang ada yang berpedoman kepada bagaimana kedudukan hukum narapidana penderita HIV/AIDS didalam ketentuan hukum pidana yang terdapat dalam Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA di Pangkalpinang.

Dokumen yang terkait

Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

2 75 143

Perlindungan HUkum Terhadap Petugas Pemasyarakatan Di Dalam Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

1 82 146

Pelaksanaan Hak-Hak Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan (Studi Kasus Di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II-ATanjung Gusta Medan)

0 23 148

Perlindungan Terhadap Narapidana Anak Ditinjau Dari Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995

1 64 118

Pelaksanaan Pembinaan Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan (Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai)

1 41 122

Implementasi Pemberian Remisi bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Sukamiskin dikaitkan dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Juncto Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah N

0 8 73

1 BAB I PENDAHULUAN - Penegakan hukum terhadap pelanggaran hak desain dalam bidang industri handphone ditinjau dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri - Repository Universitas Bangka Belitung

0 0 23

BAB I PENDAHULUAN - Pencatatan perjanjian kerja waktu tertentu di Kota Pangkalpinang - Repository Universitas Bangka Belitung

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN - Analisis hukum terhadap Perusakan Terumbu Karang di tinjau dari Pasal 73 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil - Repository Universitas Bangka Belitung

0 0 19

A. Data Pribadi - Analisis hukum terhadap Perusakan Terumbu Karang di tinjau dari Pasal 73 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil - Repository Universitas Bangka Belitung

0 1 47