T PD 1402129 Chapter1

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Di masa sekarang, semua orang memerlukan pendidikan untuk kelangsungan hidupnya. Pendidikan sudah menjadi kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh setiap insan. Pendidikan yang diperoleh manusia akan menjadi bekal untuk hidup di era modern ini. Hal ini sejalan dengan Kunandar (2007, hlm. 10) “pendidikan adalah kunci modernisasi atau pendidikan adalah investasi manusia untuk memperoleh pengakuan dalam kalangan ahli”.

Sesuai dengan pernyataan di atas pendidikan itu memang dirasa sangat penting dan bermanfaat untuk masa depan. Terutama pendidikan dasar yang dapat diperoleh di Pendidikan Anak Usia Dini dan Sekolah Dasar. Di sekolah dasar siswa dapat memperolah pendidikan dasar dari lima mata pelajaran pokok antara lain : Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Pendidikan Kewarganegaraan dan Bahasa Indonesia. Dari lima mata pelajaran pokok tersebut, pelajaran matematika menjadi salah satu mata pelajaran yang penting di sekolah dasar.

“Matematika adalah ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyatan dalam matematika bersifat konsisten” ( Depdiknas 2002, hlm. 1). Dalam pembelajaran matematika terkadang siswa sekolah dasar mengalami kesulitan, karena siswa belum memahami konsep matematika seutuhnya.

Matematika bagi siswa sekolah dasar diberikan mulai anak duduk di tingkat dasar kelas satu sampai kelas 6. Menurut Kurikulum 2013 setiap jenjang kelas di Sekolah Dasar mata pelajaran matematika diberikan 5 jam pelajaran untuk setiap minggu. Ini menunjukkan bahwa pembelajaran matematika sangatlah penting bagi siswa sekolah dasar, sehingga jumlah jam pelajaran di setiap kelas lebih banyak dibanding pelajaran lainnnya.


(2)

2

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi mata pelajaran matematika untuk semua jenjang pendidikan dasar dan menengah menyatakan bahwa tujuan mata pelajaran matematika di sekolah dasar adalah agar siswa mampu : (1)Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau logaritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. (2)Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyususn bukti, ata menjelaskan gagasan dan penyataan matematika. (3)Memecahkan masalah matematika yang meliputi kemampuan mamahami masalah, merancang model, menafsirkan solusi yang diperoleh. (4)Mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. (5)Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam memperlajarai matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah

Berdasarkan tujuan dari mata pelajaran yang dijelaskan diatas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan penalaran merupakan salah satu kemampuan yang diharapkan muncul setelah pembelajaran matematika. Hal ini sejalan dengan pernyataan Stacey (2012, hlm 14) yang menyebutkan tiga pengetahuan dan kemampuan yang merupakan karakteristik utama dari pemikiran matematis, yaitu : (1) pemahaman matematika yang mendalam, (2) kemampuan penalaran, dan (3) pengetahuan tentang strategi heuristic. Selain itu hal senada juga diungkapkan oleh Leron (2004, hlm 26) yang mendefinisikan pemikiran matematis sebagai kemampuan untuk membangun penalaran serta komunikasi gagasan. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penalaran merupakan aspek penting dalam berpikir matematis.

Menurut Hardjosatoto dan Asdi (1979, hlm.10) penalaran adalah sebagai berikut, “Penalaran adalah proses dari budi manusia yang berusaha tiba pada suatu keterangan baru dari sesuatu atau beberapa keterangan lain yang telah diketahui dan keterangan yang baru itu mestilah merupakan urutan kelanjutan dari sesuatu atau beberapa keterangan yang semula itu.” Pada intinya penalaran itu adalah


(3)

bentuk pemikiran tentang suatu hal yang baru yang diperoleh dari suatu pengetahuan yang telah ia ketahui sebelumnya ataupun suatu pengetahuan yang baru.

Dalam penalaran juga ada beberapa indicator yang harus dikuasai oleh siswa. Hal ini sejalan dengan Sumarmo (2004, hlm.12), indikator penalaran matematika pada pembelajaran matematika antara lain, siswa dapat: Menarik kesimpulan logis; Memberikan penjelasan dengan model, fakta, sifat- sifat dan hubungan; Memperkirakan jawaban dan proses solusi; Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematik; Menyusun dan menguji konjektur; Merumuskan contoh penyangkal (counter example); Mengikuti aturan inferensi, memeriksa validitas argumen; Menyusun argumen yang valid; dan Menyusun pembuktian langsung, tak langsung, dan menggunakan induksi matematika. Indicator-indikator penalaran matematika tersebut sangat penting untuk dicapai oleh siswa, namun salah satu indicator yang paling penting yaitu menyusun dan menguji konjektur.

Berdasarkan hasil observasi terhadap proses pembelajaran dan hasil dari tes soal penalaran matematika Matematika di salah satu Sekolah Dasar yang terletak di Kabupaten Bandung Kecamatan Ciparay, diperoleh data bahwa siswa tidak terbiasa mengerjakan soal-soal penalaran. Soal-soal yang diberikan sudah mencakup 8 indikator penalaran di atas. Soal mengenai menyusun dan enguji konjektur yang diberikan adalah “Sebuah gallon berisi 16 �����. Doni setiap hari minum sebanyak 1,5 liter, tetapi pada hari rabu Doni main futsal dan menghabiskan air 2,5 liter. Kira-kira hari apa sebaiknya doni membeli gallon agar air gallon pas habis ?” dan “Sebuah toko kue membeli sekarung terigu 18 kg untuk 12 hari. Setiap hari toko tersebut membuat kue getuk, donat dan pukis. Jika pada hari ke 7 cetakan kue pukis rusak, maka saya menduga tepung terigu itu akan habis dalam 15 hari.bagaimana menurut mu?”.Siswa-siswa merasa kebingungan ketika diberikan soal-soal tersebut. Sebagian besar peserta didik merasa kesulitan dalam memecahkan masalah-masalah penalaran matematis yang disajikan dalam bentuk soal cerita. Pada soal pertama dan kedua siswa merasa kebingungan dalam menentukan cara atau metode yang tepat dalam memecahkan


(4)

4

masalah-masalah penalaran dengan indikator menyusun dan menguji konjektur. Pada soa pertama siswa tidak bisa membuat konjektur dalam kira-kira pada hari apa Doni membeli gallon. Siswa juga merasa kebingungan bagaimana cara yang tepat dalam menyelesaikan soal tersebut. Sebagian besar siswa tidak mengisi soal tersebut.

Selain itu, bedasarkan hasil wawancara dengan dua guru kelas menginformasikan bahwa mereka sering merasa kesulitan dalam mengajarkan soal cerita untuk setiap pokok bahasan. Beberapa guru tersebut juga mengungkapkan bahwa siswa pun sering merasa kesulitan dalam mengerjakan soal cerita untuk setiap pokok bahasan. Menurut guru-guru tersebut siswa terkadang kebingungan dalam menyelesaikan soal-soal cerita apa harus ditambah, dibagi, dikali, dibagi atau harus diselesaikan dengan cara apa. Untuk mengerjakan soal-soal atau masalah-masalah matematis memang harus didukung oleh kemampuan penalaran matematis yang baik salah satunya kemampuan menyusun dan menguji konjektur matematika. Hal ini menujukan bahwa peserta didik Sekolah Dasar yang terletak di Kabupaten Bandung Kecamatan Ciparay kurang memiliki kemampuan menyusun dan menguji konjektur.

Selain kemampuan kognitif, kemampuan afektif juga penting untuk ditingkatkan. Salah satunya adalah kepercayaan diri siswa atas pengetahuan dan kemampuan yang dia miliki dalam mengerjakan soal, menyelesaikan masalah, dan mengikuti pembelajaran. Kemampuan ini lebih dikenal dengan self-confidence. Hal ini sesuai dengan Sumarmo (2013) yang menyatakan bahwa self-confidence adalah sikap positif yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran, karena self-confidence ini merefleksikan bagaimana seseorang berpikir akan sesuatu

Menurut hasil wawancara dengan dua guru rasa percaya diri (self confidence) ini lebih menekankan pada keyakinan terhadap diri sendiri. Hal ini sejalan dengan Dariyo (2004, hlm.15) secara sederhana mendefenisikan self confidence berarti memiliki keyakinan terhadap diri sendiri. Tingginya rasa percaya diri siswa akan berdampak pada tingginya keyakinan terhadap apa-apa yang dilakukan oleh siswa tersebut. Hal ini bisa terlihat ketika siswa dapat mengungkapkan pendapat atau temuan yang telah ditemukan dan ketika siswa


(5)

yakin dengan jawaban dari setiap permasalahan matematika serta tidak mudah percaya dengan jawaban teman yang belum tentu benar.

Menurut Yates (2010, hlm. 43) self-confidence sangat penting bagi siswa agar berhasil dalam belajar matematika. Pernyataan sejalan dikemukakan oleh Hannula (2014, hlm.13) yang menyatakan bahwa kepercayaan siswa pada matematika dan pada diri mereka sebagai siswa yang belajar matematika akan memberikan peranan penting dalam pembelajaran dan kesusksesan mereka dalam matematika. Dengan adanya rasa percaya diri, maka siswa akan lebih termotivasi dan lebih menyukai belajar matematika, sehingga pada akhirnya diharapkan prestasi belajar matematika yang dicapai juga lebih optimal. Hal ini didukung oleh beberapa penelitian terdahulu yang mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara self-confidence dalam belajar matematika dengan hasil belajar matematika (Hannula, 2004; Sehendri, 2012; Maryati, 2013; Yusmanto, 2015; Edison, 2015) artinya hasil belajar matematika untuk setiap siswa yang memiliki self-confidence yang tinggi pula. Oleh sebab itu, rasa percaya diri perlu dimiliki dan dikembangkan pada setiap siswa.

Perlunya self-confidence dimiliki siswa dalam belajar matematika ternyata tidak dibarengi dengan fakta yang ada. Masih banyak siswa yang memiliki self-confidence yang rendah. Hal ini ditunjukan oleh studi TIMSS pada 2012 yang menyatakan bahwa dalam skala internasional hanya 14 % siswa yang memiliki self-confidence tinggi dan kemampuan matematika yang tinggi pula. Sedangkan 45 % siswa termasuk dalam kategori sedang dan sisanya termasuk dalam katagori rendah. Hal serupa juga terjadi pada siswa Indonesia. Hanya 3 % siswa yang memiliki self-confidence tinggi dalam matematika, sedangkan 52 % termasuk dalam kategori siswa dengan self-confidence sedang dan 45% termasuk dalam kategori siswa dengan self-confidence rendah.

Salah satu upaya yang dapat ditempuh guru dalam meningkatkan kemampuan menyusun dan menguji konjektur serta self-confidence siswa dalam belajar matematika adalah menerapkan model pembelajaran yang dapat mengembangkan dan meningkatkan kemampuan-kemampuan tersebut. Salah satu model pembelajaran yang diduga dapat meningkatkan kemampuan menyusun dan


(6)

6

menguji konjektur serta self-confidence siswa adalah model pembelajaran discovery learning. Model pembelajaran discovery learning adalah salah satu model pembelajaran yang melibatkan partisipasi aktif siswa dalam mengeksplorasi dan menemukan sendiri pengetahuan mereka serta menggunakannya dalam pemecahan masalah. Menurut Fasco (2010, hlm. 46) dengan menerapkan model pembelajaran discovery learning akan memberikan efek sebagai berikut, 1) memberikan pengalaman awal untuk minat siswa dalam bertanya tentang masalah, konsep, situasi, atau ide; 2) memberikan siswa situasi manipilatif dan materi untuk memulai jalan eksplorasi; 3) menyediakan sumber informasi untuk pertanyaan siswa; 4) menyediakan materi dan perangkat yang memicu mendorong discovery learning dan hasil siswa; 5) memberikan waktu bagi siswa untuk menipulasi, mendiskusikan, mencoba, gagal dan berhasil; 6) memberikan bimbingan, jaminan, dan penguatan untuk gagasan-gagasan siswa dan hipotesis; 7) menghargai dan mendorong strategi solusi yang dapat diterima. Suasana positif yang menunjang hasil terbaik bagi kemampuan menyusun dan menguji konjektur matematika serta self-confidence.

Kemampuan menyusun dan menguji konjektur rasa percaya diri (self confidence) dinilai rendah karena siswa tidak terbiasa menemukan pengetahuanya sendiri. Sebagaian besar siswa hanya mendapatkan instruksi-instruksi dari guru dan menjalankanya. Hal ini terkesan procedural karena siswa hanya mengerjakan apa yang diinstruksikan oleh gurunya. Sebaiknya siswa-siswa tersebut dapat menemukan pengetahuan atau solusi-solusi dalam permasalahan secara mandiri.

Menurut Brunner (1966, hlm. 87) dalam metode penemuan mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran matematka, siswa harus menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang diperlukan. “menemukan” di sini terutama adalah “menemukan lagi” (discovery), atau dapat menemukan yang sama sekali baru (invetion). Oleh karena itu, materi disajikan bukan dalam bentuk akhir dan tidak diberitahukan cara penyelesaianya. Dalam pembelajaran ini, guru harus lebih banyak berperan sebagai pembimbing dibandingkan dengan pemberi tahu.

Sejalan dengan pendapat diatas, menurut Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2013, hlm. 3), Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning


(7)

guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan. Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented.

Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri (Kemendikbud, 2013, hlm. 2). Pendapat di atas menjelaskan bahwa dalam Discovey Learning itu pembelajaran yang lebih menekankan pada penemuan sendiri yang ditandai dengan siswa dapat mengorganisasikan sendiri pengetahuan atau pelajaran.

Peneliti mencoba menggunakan pendekatan Discovery Learning ini karena pada hakehatnya model ini adalah suatu pembelajaran salah satu prinsipnya mengarahkan siswa untuk menemukan sendiri solusi dari permasalahan yang ada. Dengan pembelajaran yang seperti ini akan membiasakan siswa untuk menyusun dan menguji konjektur matematika.

Penelitian mengenai pengaruh discovery learning terhadap penalaran matematika sudah banyak dilakukan (Ribowo) . hasil dari penelitian dengan judul Peningkatan Penalaran Dan Hasil Belajar Matematika Melalui Pembelajaran Discovery Learning Pada Siswa Kelas Vii Semester Genap Smp Al-Islam Pakis Tahun 2014/2015 adalah terdapat perbedaan kemampuan penalaran siswa dan hasil belajar yang menggunakan pembelajaran discovery learning dengan yang tidak menggunakan discovery learning. Selain itu Ari (2009) juga melakukan penelitian mengenai Pengaruh Penerapan Metode Discovery Learning terhadap Kemampuan Penalaran Matematika Siswa kelas VIII di SMP Negeri 23 Pekanbaru. Hasil dari penelitian tersebut adalah terdapat perbedaan kemampuan penalaran siswa yang menggunakan pembelajaran discovery learning dengan yang tidak menggunakan discovery learning.

Wulan (2014) menyatakan bahwa terdapat peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan metode penemuan terbimbing lebih baik daripada siswa yang mendapat


(8)

8

pembelajaran konvensional dan peningkatan self confidencesiswa yang

mendapat pembelajaran dengan menggunakan metode penemuan terbimbing lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional. Selain itu Sari (2016) menyebutkan dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh model

pembelajaran discovery terhadap peningkatan kemampuan komunikasi

matematis dan self confidence siswa yaitu bahwa terdapat perbedaan self confidence siswa yang mendapatkan pembelajaran yang menerapkan model discovery learning dengan yang pembelajaran konvensional.

Berdasarkan permasalahan dan fenomena yang telah dipaparkan sebelumnya, maka penulis bermaksud mengkaji pengaruh penerapan pendekatan Discovery Learning terhadap kemampuan menyusun dan menguji konjektur matematika siswa. Untuk itu peneliti merumuskan judul penelitian yaitu Pengaruh Pembelajaran Matematika Menggunakan Discovery Learning terhadap Kemampuan Menyusun Dan Menguji Konjektur Matematika Serta Self Confidence.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain:

1. Adakah perbedaan peningkatan hasil kemampuan menyusun konjektur matematika antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan Discovery Learning dan Pembelajaran Langsung ?

2. Adakah perbedaan peningkatan hasil kemampuan menguji konjektur matematika antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan Discovery Learning dan Pembelajaran Langsung?

3. Bagaimana self confidence siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan Discovery Learning?


(9)

Berdasarkan rumusan masalah dan pertanyaan penelitian yang telah ada dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Memperoleh gambaran adakah perbedaan peningkatan hasil kemampuan menyusun konjektur matematika antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan Discovery Learning dan Pembelajaran Langsung

2. Memperoleh gambaran adakah perbedaan peningkatan hasil kemampuan menguji konjektur matematika antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan Discovery Learning dan Pembelajaran Langsung

3. Memperoleh gambaran self confidence siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan Discovery Learning

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain : 1. Bagi Guru

Bagi guru diharapkan dapat menambah pengetahuan dan keterampilan dalam meningkatkan kemampuan menyusun dan menguji konjektur matematika dan self confidence siswa melalui penerapan pedekatan Discovery Learning. 2. Bagi siswa

Bagi siswa diharapkan dapat termotivasi dalam mengikuti pembelajaran karena siswa belajar menemukan senndiri serta menumbuhkembangkan kemampuan menyusun dan menguji konjektur matematika dan self confidence siswa.

3. Bagi Peneliti

Bagi peneliti diharapkan dapat memperoleh pengalaman dan pengetahuan mengenai cara meningkatkan kemampuan menyusun dan menguji konjektur matematika dan self confidence siswa melaui penerapan pendekatan Discovery Learning pada mata pelajaran matematika dan menjadi bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya.


(10)

10 E. Struktur Organisasi Tesis

Sistematika penulisan tesis menggunakan sistematika yang terdapat pada pedoman penulisan karya ilmiah Universitas Pendidikan Indonesia tahun 2015-2016. Adapun tesis ini berisi bab I sampai bab V. Bab I dalam tesis ini berisi tentang latar belakang penelitian ini adalah kurangnya kemampuan menyusun dan menguji konjektur matematika siswa serta rendahnya self-confidence siswa. Rumusan masalah penelitian ini adalah adakah perbedaan peningkatan kemampuan menyusun dan menguji konjektur matematika serta bagaimana sikap self-confidence siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika menggunakan discovery learning. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan menyusun dan menguji konjektur matematika siswa serta gambaran sikap self-confidence siswa. Manfaat penelitian ini mencakup manfaat untuk siswa, guru dan peneliti lain dan struktur organisasi tesis. Sedangkan Bab II berisi tentang kajian teori mengenai kemampuan menyusun konjektur, kemampuan menguji konjektur, self-confidence, discovery learning dan pembelajaran langung. Bab III berisi tentang desain penelitian, partisipan, populasi dan sampel, instrumen penelitian, prosedur penelitian, analisis data dan hipotesis penelitian. Bab IV berisi tetang temuan dan pembahasan mengenai kemampuan menyusun konjektur yaitu terdapat perbedaan peningkatan kemampuan menyusun dan menguji konjektur matematika antara siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika menggunakan discovery learning dan pembelajaran langsung, dan self-confidence siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika menggunakan discovery learning sudah baik. Bab V berisi tentang simpulan penelitian, implikasi dan rekomendasi.


(1)

5

yakin dengan jawaban dari setiap permasalahan matematika serta tidak mudah percaya dengan jawaban teman yang belum tentu benar.

Menurut Yates (2010, hlm. 43) self-confidence sangat penting bagi siswa agar berhasil dalam belajar matematika. Pernyataan sejalan dikemukakan oleh Hannula (2014, hlm.13) yang menyatakan bahwa kepercayaan siswa pada matematika dan pada diri mereka sebagai siswa yang belajar matematika akan memberikan peranan penting dalam pembelajaran dan kesusksesan mereka dalam matematika. Dengan adanya rasa percaya diri, maka siswa akan lebih termotivasi dan lebih menyukai belajar matematika, sehingga pada akhirnya diharapkan prestasi belajar matematika yang dicapai juga lebih optimal. Hal ini didukung oleh beberapa penelitian terdahulu yang mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara self-confidence dalam belajar matematika dengan hasil belajar matematika (Hannula, 2004; Sehendri, 2012; Maryati, 2013; Yusmanto, 2015; Edison, 2015) artinya hasil belajar matematika untuk setiap siswa yang memiliki self-confidence yang tinggi pula. Oleh sebab itu, rasa percaya diri perlu dimiliki dan dikembangkan pada setiap siswa.

Perlunya self-confidence dimiliki siswa dalam belajar matematika ternyata tidak dibarengi dengan fakta yang ada. Masih banyak siswa yang memiliki self-confidence yang rendah. Hal ini ditunjukan oleh studi TIMSS pada 2012 yang menyatakan bahwa dalam skala internasional hanya 14 % siswa yang memiliki self-confidence tinggi dan kemampuan matematika yang tinggi pula. Sedangkan 45 % siswa termasuk dalam kategori sedang dan sisanya termasuk dalam katagori rendah. Hal serupa juga terjadi pada siswa Indonesia. Hanya 3 % siswa yang memiliki self-confidence tinggi dalam matematika, sedangkan 52 % termasuk dalam kategori siswa dengan self-confidence sedang dan 45% termasuk dalam kategori siswa dengan self-confidence rendah.

Salah satu upaya yang dapat ditempuh guru dalam meningkatkan kemampuan menyusun dan menguji konjektur serta self-confidence siswa dalam belajar matematika adalah menerapkan model pembelajaran yang dapat mengembangkan dan meningkatkan kemampuan-kemampuan tersebut. Salah satu model pembelajaran yang diduga dapat meningkatkan kemampuan menyusun dan


(2)

6

menguji konjektur serta self-confidence siswa adalah model pembelajaran discovery learning. Model pembelajaran discovery learning adalah salah satu model pembelajaran yang melibatkan partisipasi aktif siswa dalam mengeksplorasi dan menemukan sendiri pengetahuan mereka serta menggunakannya dalam pemecahan masalah. Menurut Fasco (2010, hlm. 46) dengan menerapkan model pembelajaran discovery learning akan memberikan efek sebagai berikut, 1) memberikan pengalaman awal untuk minat siswa dalam bertanya tentang masalah, konsep, situasi, atau ide; 2) memberikan siswa situasi manipilatif dan materi untuk memulai jalan eksplorasi; 3) menyediakan sumber informasi untuk pertanyaan siswa; 4) menyediakan materi dan perangkat yang memicu mendorong discovery learning dan hasil siswa; 5) memberikan waktu bagi siswa untuk menipulasi, mendiskusikan, mencoba, gagal dan berhasil; 6) memberikan bimbingan, jaminan, dan penguatan untuk gagasan-gagasan siswa dan hipotesis; 7) menghargai dan mendorong strategi solusi yang dapat diterima. Suasana positif yang menunjang hasil terbaik bagi kemampuan menyusun dan menguji konjektur matematika serta self-confidence.

Kemampuan menyusun dan menguji konjektur rasa percaya diri (self confidence) dinilai rendah karena siswa tidak terbiasa menemukan pengetahuanya sendiri. Sebagaian besar siswa hanya mendapatkan instruksi-instruksi dari guru dan menjalankanya. Hal ini terkesan procedural karena siswa hanya mengerjakan apa yang diinstruksikan oleh gurunya. Sebaiknya siswa-siswa tersebut dapat menemukan pengetahuan atau solusi-solusi dalam permasalahan secara mandiri.

Menurut Brunner (1966, hlm. 87) dalam metode penemuan mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran matematka, siswa harus menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang diperlukan. “menemukan” di sini terutama adalah “menemukan lagi” (discovery), atau dapat menemukan yang sama sekali baru (invetion). Oleh karena itu, materi disajikan bukan dalam bentuk akhir dan tidak diberitahukan cara penyelesaianya. Dalam pembelajaran ini, guru harus lebih banyak berperan sebagai pembimbing dibandingkan dengan pemberi tahu.

Sejalan dengan pendapat diatas, menurut Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2013, hlm. 3), Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning


(3)

7

guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan. Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented.

Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri (Kemendikbud, 2013, hlm. 2). Pendapat di atas menjelaskan bahwa dalam Discovey Learning itu pembelajaran yang lebih menekankan pada penemuan sendiri yang ditandai dengan siswa dapat mengorganisasikan sendiri pengetahuan atau pelajaran.

Peneliti mencoba menggunakan pendekatan Discovery Learning ini karena pada hakehatnya model ini adalah suatu pembelajaran salah satu prinsipnya mengarahkan siswa untuk menemukan sendiri solusi dari permasalahan yang ada. Dengan pembelajaran yang seperti ini akan membiasakan siswa untuk menyusun dan menguji konjektur matematika.

Penelitian mengenai pengaruh discovery learning terhadap penalaran matematika sudah banyak dilakukan (Ribowo) . hasil dari penelitian dengan judul Peningkatan Penalaran Dan Hasil Belajar Matematika Melalui Pembelajaran Discovery Learning Pada Siswa Kelas Vii Semester Genap Smp Al-Islam Pakis Tahun 2014/2015 adalah terdapat perbedaan kemampuan penalaran siswa dan hasil belajar yang menggunakan pembelajaran discovery learning dengan yang tidak menggunakan discovery learning. Selain itu Ari (2009) juga melakukan penelitian mengenai Pengaruh Penerapan Metode Discovery Learning terhadap Kemampuan Penalaran Matematika Siswa kelas VIII di SMP Negeri 23 Pekanbaru. Hasil dari penelitian tersebut adalah terdapat perbedaan kemampuan penalaran siswa yang menggunakan pembelajaran discovery learning dengan yang tidak menggunakan discovery learning.

Wulan (2014) menyatakan bahwa terdapat peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan metode penemuan terbimbing lebih baik daripada siswa yang mendapat


(4)

8

pembelajaran konvensional dan peningkatan self confidencesiswa yang

mendapat pembelajaran dengan menggunakan metode penemuan terbimbing lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional. Selain itu Sari (2016) menyebutkan dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh model

pembelajaran discovery terhadap peningkatan kemampuan komunikasi

matematis dan self confidence siswa yaitu bahwa terdapat perbedaan self

confidence siswa yang mendapatkan pembelajaran yang menerapkan model

discovery learning dengan yang pembelajaran konvensional.

Berdasarkan permasalahan dan fenomena yang telah dipaparkan sebelumnya, maka penulis bermaksud mengkaji pengaruh penerapan pendekatan Discovery Learning terhadap kemampuan menyusun dan menguji konjektur matematika siswa. Untuk itu peneliti merumuskan judul penelitian yaitu Pengaruh Pembelajaran Matematika Menggunakan Discovery Learning terhadap Kemampuan Menyusun Dan Menguji Konjektur Matematika Serta Self Confidence.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain:

1. Adakah perbedaan peningkatan hasil kemampuan menyusun konjektur matematika antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan Discovery Learning dan Pembelajaran Langsung ?

2. Adakah perbedaan peningkatan hasil kemampuan menguji konjektur matematika antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan Discovery Learning dan Pembelajaran Langsung?

3. Bagaimana self confidence siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan Discovery Learning?


(5)

9

Berdasarkan rumusan masalah dan pertanyaan penelitian yang telah ada dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Memperoleh gambaran adakah perbedaan peningkatan hasil kemampuan menyusun konjektur matematika antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan Discovery Learning dan Pembelajaran Langsung

2. Memperoleh gambaran adakah perbedaan peningkatan hasil kemampuan menguji konjektur matematika antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan Discovery Learning dan Pembelajaran Langsung

3. Memperoleh gambaran self confidence siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan Discovery Learning

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain : 1. Bagi Guru

Bagi guru diharapkan dapat menambah pengetahuan dan keterampilan dalam meningkatkan kemampuan menyusun dan menguji konjektur matematika dan self confidence siswa melalui penerapan pedekatan Discovery Learning. 2. Bagi siswa

Bagi siswa diharapkan dapat termotivasi dalam mengikuti pembelajaran karena siswa belajar menemukan senndiri serta menumbuhkembangkan kemampuan menyusun dan menguji konjektur matematika dan self confidence siswa.

3. Bagi Peneliti

Bagi peneliti diharapkan dapat memperoleh pengalaman dan pengetahuan mengenai cara meningkatkan kemampuan menyusun dan menguji konjektur matematika dan self confidence siswa melaui penerapan pendekatan Discovery Learning pada mata pelajaran matematika dan menjadi bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya.


(6)

10

E. Struktur Organisasi Tesis

Sistematika penulisan tesis menggunakan sistematika yang terdapat pada pedoman penulisan karya ilmiah Universitas Pendidikan Indonesia tahun 2015-2016. Adapun tesis ini berisi bab I sampai bab V. Bab I dalam tesis ini berisi tentang latar belakang penelitian ini adalah kurangnya kemampuan menyusun dan menguji konjektur matematika siswa serta rendahnya self-confidence siswa. Rumusan masalah penelitian ini adalah adakah perbedaan peningkatan kemampuan menyusun dan menguji konjektur matematika serta bagaimana sikap self-confidence siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika menggunakan discovery learning. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan menyusun dan menguji konjektur matematika siswa serta gambaran sikap self-confidence siswa. Manfaat penelitian ini mencakup manfaat untuk siswa, guru dan peneliti lain dan struktur organisasi tesis. Sedangkan Bab II berisi tentang kajian teori mengenai kemampuan menyusun konjektur, kemampuan menguji konjektur, self-confidence, discovery learning dan pembelajaran langung. Bab III berisi tentang desain penelitian, partisipan, populasi dan sampel, instrumen penelitian, prosedur penelitian, analisis data dan hipotesis penelitian. Bab IV berisi tetang temuan dan pembahasan mengenai kemampuan menyusun konjektur yaitu terdapat perbedaan peningkatan kemampuan menyusun dan menguji konjektur matematika antara siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika menggunakan discovery learning dan pembelajaran langsung, dan self-confidence siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika menggunakan discovery learning sudah baik. Bab V berisi tentang simpulan penelitian, implikasi dan rekomendasi.