Gambaran Kualitas Hidup Pasien Luka Kaki Diabetik yang Menjalani Perawatan Luka Kaki di Asri Wound Care Centre
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Diabetes Melitus (DM)
1.1 Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes Melitus (DM) adalah sekelompok penyakit yang ditandai
dengan kadar gula darah yang tinggi (hiperglikemia). Ketika seseorang
memiliki diabetes, maka tubuh tidak dapat memproduksi insulin dengan cukup
atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif.
Jika gula darah menumpuk dalam tubuh dan tidak terkontrol, dapat
menyebabkan komplikasi kesehatan yang serius, seperti penyakit jantung,
stroke, penyakit ginjal, kebutaan, amputasi tungkai dan kaki, dan kematian
dini (CDC, 2014).
1.2 Kaki Diabetes
American College of Foot and Ankle Surgeons (2015) menyatakan bahwa
orang dengan diabetes rentan untuk mengalami masalah pada kaki, sering kali
terjadi karena dua komplikasi diabetes, yaitu : kerusakan saraf (neuropati) dan
sirkulasi darah ke kaki yang buruk. Neuropati menyebabkan mati rasa di kaki,
hilangnya kemampuan untuk merasakan rasa sakit dan ketidaknyamanan di
kaki, sehingga penderita tidak merasakan adanya cedera atau iritasi di kaki.
Sirkulasi darah yang buruk di kaki menyebabkan luka di kaki sulit untuk
sembuh. Memiliki diabetes meningkatkan risiko terjadinya berbagai masalah
7
Universitas Sumatera Utara
8
pada kaki. Selain itu, dengan diabetes, masalah kaki yang kecil dapat berubah
menjadi komplikasi yang serius.
1.2.1
Gangguan pada kuku (kuku masuk ke dalam jaringan)
Kuku kaki yang tumbuh ke dalam kulit di sisi kuku Keadaan ini
disebabkan oleh perawatan kuku yang tidak tepat, misalnya pemotongan
kuku yang salah, dan kebiasaan mencungkil kuku. Hal ini sering terjadi
tanpa disadari karena adanya neuropati. Jika tidak segera ditangani akan
menyebabkan infeksi.
1.2.2
Hammer toes
Pemakaian sepatu yang terlalu sempit dapat menimbulkan luka
pada jari- jari kaki, sehingga terjadi peradangan. Dengan adanya neuropati
dan peradangan yang lain pada ibu jari kaki menyebabkan terjadinya
perubahan bentuk jari kaki seperti martil (hammer toe).
1.2.3
Kulit kering dan pecah-pecah
Sirkulasi darah yang buruk dan neuropati dapat membuat kulit kaki
kering. Hal ini mungkin tampak tidak berbahaya, tetapi kulit kering dapat
mengakibatkan kulit menjadi pecah-pecah yang mungkin dapat menjadi
luka dan dapat menyebabkan infeksi.
1.2.4
Calluses atau kapalan
Penggunaan sepatu yang tidak sesuai dapat menyebabkan
penekanan yang berulang-ulang pada daerah tertentu di kaki, dengan
adanya kondisi neuropati pada penderita Diabetes Melitus hal tersebut
tidak dapat dirasakan. Hal ini menyebabkan timbulnya penebalan atau
Universitas Sumatera Utara
9
pengerasan pada kulit di kaki (calluses). Jika tidak segera ditangani
dengan tepat, maka akan berlanjut menjadi kulit kering dan pecah – pecah,
dan luka kaki yang disebabkan oleh penurunan sirkulasi darah dan
neuropati.
1.2.5 Charcot foot
Merupakan kelainan bentuk kaki yang kompleks. Charcot foot terjadi
karena hilangnya sensasi pada kaki, tidak terdeteksinya tulang yang patah
yang menyebabkan kerusakan jaringan lunak pada kaki. Neuropati
menyebabkan rasa sakit atau nyeri akibat fraktur terjadi tanpa disadari dan
pasien terus berjalan, akhirnya menyebabkan deformitas. Pada kondisi
yang berat dapat menyebabkan cacat, dan bahkan amputasi.
1.2.6 Luka kaki
Karena sirkulasi darah yang buruk dan neuropati pada kaki, luka atau
lecet dapat dengan mudah berubah menajdi luka atau borok yang
terinsfeksi dan sulit untuk sembuh. Jika tidak ditangani dengan tepat maka
akan mengakibatkan amputasi pada kaki maupun kematian.
2. Luka Kaki Diabetik
2.1 Pengertian Luka Kaki Diabetik
Gitarja (2008) mengatakan bahwa luka adalah rusaknya kesatuan atau
komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang
rusak atau hilang. Luka kaki diabetik merupakan luka yang terjadi pada pasien
diabetes yang melibatkan gangguan pada saraf periferal dan autonomik
(Maryunani, 2013). Frykberg (2002) menyatakan bahwa luka kaki diabetik
Universitas Sumatera Utara
10
adalah luka atau lesi pada pasien DM yang dapat mengakibatkan ulserasi aktif
dan merupakan penyebab utama amputasi kaki.
2.2 Etiologi Luka Kaki Diabetik
Menurut Wounds International (2013) kebanyakan pasien dengan luka
kaki diabetik disebabkan oleh adanya peripheral neuropathy dan peripheral
arterial disease (PAD) atau keduanya.
2.2.1 Peripheral Neuropathy (Kerusakan Saraf Perifer)
Peripheral Neuropathy menyebabkan luka kaki diabetik yang
diakibatkan dari kerusakan saraf sensorik, motorik, dan otonomik. Pasien
dengan kerusakan saraf sensori tidak menyadari adanya trauma pada kulit.
Kehilangan sensasi menyebabkan pasien rentan mengalami trauma fisik,
kimia, dan panas. Lecet, kemerahan, atau perdarahan pada kulit
disebabkan oleh gerakan yang berlebihan atau alas kaki yang buruk, Jika
hal ini terus berlanjut akan menyebabkan terjadinya luka kaki (Woo,
Santos, dan Gamba, 2013). Pada pasien dengan kerusakan saraf motorik
menyebabkan deformitas pada kaki, seperti hammer toes, dan kaki claw
yang mengakibatkaan tekanan yang abnormal pada tonjolan tulang, hal ini
menyebabkan rentan terjadinya luka pada kaki. Sedangkan pasien dengan
kerusakan saraf otonomik biasanya terkait dengan kulit kering, yang dapat
mengakibatkan terjadinya fissure, cracking, dan callus, yang jika terus
berlanjut akan menjadi luka kaki.
Universitas Sumatera Utara
11
2.2.2 Peripheral Arterial Disease (PAD)
Pasien dengan DM dua kali lebih mungkin untuk memiliki PAD
daripada pasien yang tidak menderita DM. Peripheral Arterial Disease
meningkatkan risiko terjadinya luka, infeksi dan amputasi sebagai akibat
dari iskemik yang menyebabkan penurunan pasokan darah dan perfusi
jaringan ke ekstremitas bawah. Perlu di ingat bahwa kerika terjadi
penurunan aliran darah arteri, microangiopaty (disfungsi pembuluh darah
kecil) berpengaruh pada penyembuhan luka yang buruk.
Luka kaki diabetik biasanya terjadi karena dua atau lebih faktor
penyebab secara bersamaan. Unsur intrinsik seperti neuropati, PAD, dan
deformitas pada kaki disertai dengan trauma ekternal seperti penggunaan
alas kaki yang buruk, luka pada kaki seiring berjalannya waktu dapat
menjadi luka kaki diabetik. Neuropati Sensori Perifer
2.3
Pengkajian Luka Kaki Diabetik
Registered Nurses’ Association of Ontario (2013) mengemukakan bahwa
pengkajian luka kaki diabetik terdiri dari, mengukur panjang dan kedalam
luka, jenis eksudat, bau, kulit disekitar luka, nyeri, dan klasifikasi / stadium
luka.
2.3.1 Mengukur Panjang, Lebar dan kedalaman luka.
Hal ini sangat penting untuk mengevaluasi apakah luka semakin
membaik menuju hasil yang diinginkan. Mengukur kedalaman luka harus
diiringi dengan pengukuran panjang dan lebar luka, untuk memberikan
data kuantitatif untuk secara akurat menentukan penyembuhan luka.
Universitas Sumatera Utara
12
Mengukur
kedalaman
luka
dilakukan
dengan
lembut
dengan
memasukkan swab tongkat steril atau probe ke dalam luka.
2.3.2
Eksudat
Karakteristik eksudat pada luka memberikan informasi penting
tentang status luka. RNAO merekomendasikan menggambarkan jenis
eksudat diamati dari luka menggunakan terminologi umum sebagai
berikut:
Tabel 2.1. Karakteristik eksudat pada luka kaki diabetik
Jenis Eksudat
Cairan kuning jernih tanpa darah, atau
Serosa
nanah
Tipis, berair, merah pucat menjadi merah
Seroanguinosa
muda
Berdarah, merah terang
Sanguinous
Tebal, berawan, mustard kuning atau
Purulent / bernanah
cokelat
2.3.3
Bau
Semua luka, terutama yang diobati dengan moisture retentive
dressings, dapat memancarkan bau, dan penting untuk menilai
karakteristik
bau
dari
luka
tersebut.
Perubahan
bau
mungkin
menunjukkan perubahan dalam keseimbangan bakteri. Luka yang infeksi
sering mengeluarkan bau yang khas khas dan tidak menyenangkan. Luka
nekrotik cenderung memiliki lebih banyak bau dari luka bersih. Luka
Universitas Sumatera Utara
13
yang terinfeksi anaerob, gangren, cenderung menghasilkan bau tajam
atau busuk yang berbeda.
2.3.4
Kulit disekitar Luka
Kondisi kulit disekitar luka memberikan informasi penting tentang
status luka sehingga dapat memilih intervensi dan pengobatan pada luka.
Hal-hal yan harus diperhatikan kerika mengkaji kulit disekita luka adalah :
1) Warna dan suhu kulit, kemerahan mungkin menunjukkan tekanan tak
henti-hentinya atau peradangan berkepanjangan. Peningkatan suhu
(eritema) di daerah luka juga dapat menunjukkan infeksi pada luka, 2)
Pembentukan kalus, 3) Edema/pembengkakan yang dapat menunjukkan
terjadinya infeksi.
2.3.5
Nyeri
Terjadinya nyeri pada luka adalah indikator kuat dari infeksi luka
kronis. Nyeri yang terjadi sering digambarkan seperti rasa terbakar dan
tertusuk, dan nyeri biasanya muncul ketika terjadi gerakan atau perubahan
posisi kaki.
2.3.6
Klasifikasi / Stadium Luka kaki diabetik
Salah satu yang tertua dan mungkin klasifikasi yang paling terkenal
adalah klasifikasi yang diusulkan oleh Wagner dan Meggitt pada tahun
1970-an. Klasifikasi ini dikenal sebagai "Wagner Classification" di
Amerika Serikat dan menggunakan enam grade dalam menglasifikasikan
luka kaki diabetik.
Universitas Sumatera Utara
14
Stadium 0
: Tidak terdapat lesi. Kulit dalam keadaan baik, tetapi
dengan bentuk tulang kaki yang menonjol (charcot
arthropathies).
Stadium 1
: Luka superfisial (sebagian atau keseluruhan)
Stadium 2
: Lesi terbuka dengan penetrasi ke tulang atau tendon
(dengan goa)
Stadium 3
: Penetrasi daam, osteomyelitis, pyarhrosis, plantar abses
atau infeksi
Stadium 4
: Gangrene sebagian, menyebar hingga sebagian dari jari
kaki, kulit sekitarnya selulitis, gangrene lembab / kering.
Stadium 5
: Seluruh kaki dalam kondisi nekrotik dan gangrene.
2.4 Patofisiologi Luka Kaki Diabetik
Terjadinya luka kaki diabetik diawali dengan adanya hiperglikemia pada
penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pem
buluh darah. Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan
autonomik akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang
kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak
kaki dan selanjutnya mempermudah terjadinya luka.
3. Kualitas Hidup
3.1 Pengertian Kualitas Hidup
Kualitas hidup menurut WHO (2004) didefinisikan sebagai persepsi
individu mengenai posisi individu dalam hidup, konteks budaya dan sistem
nilai dimana individu hidup dan hubungannya dengan tujuan, harapan, standar
Universitas Sumatera Utara
15
yang ditetapkan dan perhatian seseorang. Bowling (2003) mengatakan bahwa
kualitas hidup merupakan konsep yang dinamis, dimana nilai-nilai dan
evaluasi diri dari kehidupan dapat berubah dari waktu ke waktu dalam
menghadapi kehidupan, kesehatan, dan pengalaman.
Kualitas hidup merupakan konsep multidimensi yang luas yang biasanya
meliputi evaluasi subjektif dari domain kehidupan yang positif maupun
negatif.
Meskipun kesehatan merupakan salah satu domain penting dari
kualitas hidup,
ada domain lain juga misalnya, pekerjaan, perumahan,
sekolah, lingkungan, domain budaya, nilai - nilai, dan spiritualitas juga
merupakan domain penting dari kualitas hidup (CDC, 2011).
Walters (2009) menyatakan bahwa pengukuran kualitas hidup di dalam
praktik klinis menjadikan komunikasi dengan pasien menjadi lebih mudah dan
membantu mencari tahu informasi tentang berbagai masalah yang dapat
mempengaruhi pasien.
Verdugo, Navas, Gómez, dan Schalock (2012) mengatakan bahwa
kualitas hidup mencerminkan empat prinsip berikut : 1) kualitas hidup terdiri
dari faktor-faktor yang sama untuk semua orang, 2) kualitas hidup merupakan
pengalaman seseorang ketika kebutuhannya terpenuhi dan ketika individu
memiliki kesempatan untuk meningkatkan pengaturan aktivitas hidup, 3)
kualitas hidup terdiri dari komponen subjektif dan objektif, dan 4) kualitas
hidup merupakan konsep multidimensi yang dapat dipengaruhi oleh faktor
individu maupun faktor lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
16
Moons, Marquet, Budts, dan de Geest (2004) menyebutkan ada 6 kriteria
dalam kualitas hidup: 1) kualitas hidup tidak boleh digunakan secara
bergantian dengan status kesehatan ataupun kemampuan fisik, 2) kualitas
hidup lebih bergantung pada penilaian subjektif daripada parameter objektif,
3) tidak ada perbedaan yang jelas antara indikator - indikator kualitas hidup
dengan faktor - faktor yang menentukan kualitas hidup, 4) kualitas hidup
dapat berubah dari waktu ke waktu, namun tidak banyak, 5) kualitas dapat
dipengaruhi baik secara positif maupun negatif, 6) penilaian kualitas hidup
secara keseluruhan lebih disukai daripada kualitas hidup yang berhubungan
dengan kesehatan (health-related quality of life).
Kualitas hidup merupakan tingkat kepuasaan hidup secara keseluruhan
baik positif maupun negatif yang dipengaruhi oleh persepsi individu dari
domain - domain penting bagi kehidupan mereka, yang berhubungan dengan
kesehatan maupun tidak (Moons, et al., 2004). Faktor – faktor lain seperti
keluarga, pekerjaan, kesehatan, dll mungkin memiliki dampak positif maupun
negatif bagi kualitas hidup seseorang.
3.2
Faktor – faktor yang mempengaruhi kualitas hidup
3.2.1 Usia
Kualitas hidup individu dengan usia muda akan lebih baik karena
kondisi fisiknya yang lebih baik dibandingkan yang berusia tua (Utami,
Karim, & Agrina, 2014)
Universitas Sumatera Utara
17
3.2.2 Status pernikahan
Utami, Karim, dan Agrina (2014) mengatakan bahwa pasien yang
mempunyai pasangan atau sudah menikah memiliki kualitas hidup yang
tinggi. Hal tersebut disebabkan karena pasien mendapatkan dukungan
dari pasangannya.
3.2.3 Pekerjaan
Moons dan koleganya (2004) mengatakan bahwa terdapat
perbedaan kualitas hidup antara individu yang berstatus sebagai pelajar,
penduduk yang bekerja, individu
yang tidak bekerja (atau sedang
mencari pekerjaan), dan individu yang tidak mampu bekerja (atau
memiliki disablity tertentu).
3.3 Aspek-aspek yang mempengaruhi kualitas hidup pasien luka kaki diabetik
3.3.1
Aspek fisik
Luka kaki diabetik memberikan dampak yang signifikan terhadap
kesehatan fisik seseorang, khususnya berkurangnya mobilitas yang
diakibatkan oleh luka kaki diabetik (Gilpin & Lagan, 2008).
3.3.2
Aspek psikologis
Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa orang – orang dengan
luka kaki diabetik menghadapi banyak masalah psikologis dan emosional
(Gilpin dan Lagan 2008). Brod M (1998 dalam Gilpin & Lagan, 2008)
mengatakan bahwa sebagian besar individu dengan luka kaki diabetik
mengalami frustasi, marah dan rasa bersalah yang diakibatkan oleh
penyakit yang di derita.
Universitas Sumatera Utara
18
3.3.3
Aspek sosial
Ashford, McGee, & Kinmond (2000 dalam Gilpin & Lagan, 2008)
Menyatakan bahwa seseorang dengan luka kaki diabetik banyak
bergantung pada keluarga dan teman – teman mereka untuk melaksanakan
tugas yang tidak mampu mereka lakukan, seperti mengganti balutan luka,
dan merawat luka. Hal ini terkadang dapat menyebabkan masalah
hubungan keluarga. Seluruh individu melaporkan bahwa kehilangan
mobilitas berarti bahwa mereka tidak dapat melakukan aktivitas seharihari, seperti berbelanja atau mandi.
3.3.4
Aspek ekonomi
Brod M (1998 dalam Gilpin & Lagan, 2008) mengatakan bahwa
seseorang yang hidup dengan luka kaki diabetik akan berpengaruh
terhadap kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan, yang mengakibatkan
adanya masalah pada keuangan. Sekitar 50% individu melaporkan tidak
lagi berkerja karena luka kaki diabetik yang dimilikinya dan 50% lagi
mengatakan bahwa karirnya terbatas.
4. Kuesioner SF-36
Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah Short Form 36 atau SF-36
dari The Medical Outcomes Study berisi 36 item yang didesain sebagai alat ukur
kualitas hidup. SF-36 pada awalnya diterbitkan pada tahun 1988, dan pada tahun
1996, SF-36 mulai dievaluasi dengan versi 2.0 (SF-36v2TM ) dengan bentuk
pertanyaan yang lebih sederhana dan lebih mudah digunakan. Untuk memudahkan
kuesioner ini, pertanyaan dalam SF-36v2TM diterjemahkan oleh IQOLA ke dalam
Universitas Sumatera Utara
19
beberapa bahasa termasuk bahasa Indonesia tanpa mengubah makna aslinya dan
telah di publikasi (RAND Corporation & Ware, 1996).
SF-36 merupakan instrumen umum yang paling sering digunakan, misalnya
penelitian yang dilakukan oleh Ribu et al. (2007), Valensi et al. (2011), Yekta et
al. (2011) yang merupakan penelitian kualitas hidup pada pasien dengan sindrom
kaki diabetes (Zelenikova, et al., 2014). Sebagai instrumen generik, SF - 36
dirancang untuk dapat diterapkan pada berbagai jenis dan tingkat keparahan
kondisi kesehatan (RAND Corporation & Ware, 1996).
SF-36 adalah sebuah kuesioner yang mengukur kualitas hidup pasien
berdasarkan 8 domain sebagai berikut (Almeida, Silveira, & Santo et., al 2013) :
1. Fungsi fisik
Terdiri dari 10 pertanyaan yang menilai kemampuan pasien melakukan
aktivitas fisik seperti mandi, berpakaian, berjalan, membungkuk, dan menaiki
tangga. Nilai yang rendah menunjukkan keterbatasan semua aktivitas tersebut,
sedangkan nilai yang tinggi menunjukkan kemampuan melakukan semua aktivitas
fisik.
2. Keterbatasan peran karena masalah fisik
Terdiri dari 4 pertanyaan yang mengevaluasi seberapa besar kesehatan fisik
pasien mengganggu pekerjaan atau aktivitas sehari-hari. Nilai yang rendah
menunjukkan
bahwa
kesehatan
fisik
menimbulkan
masalah
terhadap
pekerjaan/aktivitas sehari-hari. Nilai yang tinggi menunjukkan kesehatan fisik
tidak menimbulkan maslah terhadap pekerjaan ataupun aktivitas sehari-hari.
Universitas Sumatera Utara
20
3. Nyeri tubuh
Terdiri dari 2 pertanyaan yang mengevaluasi intensitas nyeri dan efek nyeri
terhadap aktivitas sehari-hari. Nilai yang rendah menunjukkan rasa nyeri yang
parah dan sangat membatasi aktivitas. Nilai yang tinggi menunjukkan tidak ada
rasa nyeri yang dirasakan sehingga tidak mengganggu aktivitas sehari-hari.
4. Kesehatan secara umum
Terdiri dari 5 pertanyaan yang mengevaluasi persepsi pasien terhadap status
kesehatan. Nilai yang rendah menunjukkan persepsi terhadap kesehatan diri
sendiri buruk atau semakin memburuk. Nilai yang tinggi menunjukkan persepsi
terhadap kesehatan diri sendiri sangat baik.
5. Vitalitas / Energi
Terdiri dari 4 pertanyaan yang mengevaluasi tingkat kelelahan, dan semangat.
Nilai yang rendah menunjukkan perasaan lelah, dan tidak semngat. Nilai yang
tinggi menunjukkan perasaan penuh semangat.
6. Fungsi Sosial
Terdiri dari 2 pertanyaan yang mengevaluasi tingkat kesehatan fisik atau
masalah emosional mengganggu aktivitas sosial. Nilai yang rendah menunjukkan
aktivitas sosial yang sering terganggu. Nilai yang tinggi menunjukkan tidak ada
gangguan pada aktivitas sosial sehari-hari.
7. Keterbatasan peran karena masalah emosional
Terdiri dari 3 pertanyaan yang mengevaluasi tingkat dimana masalah
emosional mengganggu pekerjaan atau aktivitas sehari-hari. Nilai yang rendah
menunjukkan masalah emosional mengganggu aktivitas dan pekerjaan, bahkan
Universitas Sumatera Utara
21
tidak dapat bekerja seperti biasanya. Nilai yang tinggi menunjukkan tidak ada
gangguan dalam pekerjaan atau aktivitas sehari-hari karena masalah emosional.
8. Kesehatan mental
Terdiri dari 5 pertanyaan yang mengevaluasi sejauhmana perasaan cemas,
depresi, kebahagiaan, dan kesejahteraan mempengarugi kehidupan. Nilai yang
rendah menunjukkan perasaan depresi dan putus asa sepanjang waktu. Nilai yang
tinggi menunjukkan perasaan penuh kedamaian, bahagia, dan tenang.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
1. Diabetes Melitus (DM)
1.1 Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes Melitus (DM) adalah sekelompok penyakit yang ditandai
dengan kadar gula darah yang tinggi (hiperglikemia). Ketika seseorang
memiliki diabetes, maka tubuh tidak dapat memproduksi insulin dengan cukup
atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif.
Jika gula darah menumpuk dalam tubuh dan tidak terkontrol, dapat
menyebabkan komplikasi kesehatan yang serius, seperti penyakit jantung,
stroke, penyakit ginjal, kebutaan, amputasi tungkai dan kaki, dan kematian
dini (CDC, 2014).
1.2 Kaki Diabetes
American College of Foot and Ankle Surgeons (2015) menyatakan bahwa
orang dengan diabetes rentan untuk mengalami masalah pada kaki, sering kali
terjadi karena dua komplikasi diabetes, yaitu : kerusakan saraf (neuropati) dan
sirkulasi darah ke kaki yang buruk. Neuropati menyebabkan mati rasa di kaki,
hilangnya kemampuan untuk merasakan rasa sakit dan ketidaknyamanan di
kaki, sehingga penderita tidak merasakan adanya cedera atau iritasi di kaki.
Sirkulasi darah yang buruk di kaki menyebabkan luka di kaki sulit untuk
sembuh. Memiliki diabetes meningkatkan risiko terjadinya berbagai masalah
7
Universitas Sumatera Utara
8
pada kaki. Selain itu, dengan diabetes, masalah kaki yang kecil dapat berubah
menjadi komplikasi yang serius.
1.2.1
Gangguan pada kuku (kuku masuk ke dalam jaringan)
Kuku kaki yang tumbuh ke dalam kulit di sisi kuku Keadaan ini
disebabkan oleh perawatan kuku yang tidak tepat, misalnya pemotongan
kuku yang salah, dan kebiasaan mencungkil kuku. Hal ini sering terjadi
tanpa disadari karena adanya neuropati. Jika tidak segera ditangani akan
menyebabkan infeksi.
1.2.2
Hammer toes
Pemakaian sepatu yang terlalu sempit dapat menimbulkan luka
pada jari- jari kaki, sehingga terjadi peradangan. Dengan adanya neuropati
dan peradangan yang lain pada ibu jari kaki menyebabkan terjadinya
perubahan bentuk jari kaki seperti martil (hammer toe).
1.2.3
Kulit kering dan pecah-pecah
Sirkulasi darah yang buruk dan neuropati dapat membuat kulit kaki
kering. Hal ini mungkin tampak tidak berbahaya, tetapi kulit kering dapat
mengakibatkan kulit menjadi pecah-pecah yang mungkin dapat menjadi
luka dan dapat menyebabkan infeksi.
1.2.4
Calluses atau kapalan
Penggunaan sepatu yang tidak sesuai dapat menyebabkan
penekanan yang berulang-ulang pada daerah tertentu di kaki, dengan
adanya kondisi neuropati pada penderita Diabetes Melitus hal tersebut
tidak dapat dirasakan. Hal ini menyebabkan timbulnya penebalan atau
Universitas Sumatera Utara
9
pengerasan pada kulit di kaki (calluses). Jika tidak segera ditangani
dengan tepat, maka akan berlanjut menjadi kulit kering dan pecah – pecah,
dan luka kaki yang disebabkan oleh penurunan sirkulasi darah dan
neuropati.
1.2.5 Charcot foot
Merupakan kelainan bentuk kaki yang kompleks. Charcot foot terjadi
karena hilangnya sensasi pada kaki, tidak terdeteksinya tulang yang patah
yang menyebabkan kerusakan jaringan lunak pada kaki. Neuropati
menyebabkan rasa sakit atau nyeri akibat fraktur terjadi tanpa disadari dan
pasien terus berjalan, akhirnya menyebabkan deformitas. Pada kondisi
yang berat dapat menyebabkan cacat, dan bahkan amputasi.
1.2.6 Luka kaki
Karena sirkulasi darah yang buruk dan neuropati pada kaki, luka atau
lecet dapat dengan mudah berubah menajdi luka atau borok yang
terinsfeksi dan sulit untuk sembuh. Jika tidak ditangani dengan tepat maka
akan mengakibatkan amputasi pada kaki maupun kematian.
2. Luka Kaki Diabetik
2.1 Pengertian Luka Kaki Diabetik
Gitarja (2008) mengatakan bahwa luka adalah rusaknya kesatuan atau
komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang
rusak atau hilang. Luka kaki diabetik merupakan luka yang terjadi pada pasien
diabetes yang melibatkan gangguan pada saraf periferal dan autonomik
(Maryunani, 2013). Frykberg (2002) menyatakan bahwa luka kaki diabetik
Universitas Sumatera Utara
10
adalah luka atau lesi pada pasien DM yang dapat mengakibatkan ulserasi aktif
dan merupakan penyebab utama amputasi kaki.
2.2 Etiologi Luka Kaki Diabetik
Menurut Wounds International (2013) kebanyakan pasien dengan luka
kaki diabetik disebabkan oleh adanya peripheral neuropathy dan peripheral
arterial disease (PAD) atau keduanya.
2.2.1 Peripheral Neuropathy (Kerusakan Saraf Perifer)
Peripheral Neuropathy menyebabkan luka kaki diabetik yang
diakibatkan dari kerusakan saraf sensorik, motorik, dan otonomik. Pasien
dengan kerusakan saraf sensori tidak menyadari adanya trauma pada kulit.
Kehilangan sensasi menyebabkan pasien rentan mengalami trauma fisik,
kimia, dan panas. Lecet, kemerahan, atau perdarahan pada kulit
disebabkan oleh gerakan yang berlebihan atau alas kaki yang buruk, Jika
hal ini terus berlanjut akan menyebabkan terjadinya luka kaki (Woo,
Santos, dan Gamba, 2013). Pada pasien dengan kerusakan saraf motorik
menyebabkan deformitas pada kaki, seperti hammer toes, dan kaki claw
yang mengakibatkaan tekanan yang abnormal pada tonjolan tulang, hal ini
menyebabkan rentan terjadinya luka pada kaki. Sedangkan pasien dengan
kerusakan saraf otonomik biasanya terkait dengan kulit kering, yang dapat
mengakibatkan terjadinya fissure, cracking, dan callus, yang jika terus
berlanjut akan menjadi luka kaki.
Universitas Sumatera Utara
11
2.2.2 Peripheral Arterial Disease (PAD)
Pasien dengan DM dua kali lebih mungkin untuk memiliki PAD
daripada pasien yang tidak menderita DM. Peripheral Arterial Disease
meningkatkan risiko terjadinya luka, infeksi dan amputasi sebagai akibat
dari iskemik yang menyebabkan penurunan pasokan darah dan perfusi
jaringan ke ekstremitas bawah. Perlu di ingat bahwa kerika terjadi
penurunan aliran darah arteri, microangiopaty (disfungsi pembuluh darah
kecil) berpengaruh pada penyembuhan luka yang buruk.
Luka kaki diabetik biasanya terjadi karena dua atau lebih faktor
penyebab secara bersamaan. Unsur intrinsik seperti neuropati, PAD, dan
deformitas pada kaki disertai dengan trauma ekternal seperti penggunaan
alas kaki yang buruk, luka pada kaki seiring berjalannya waktu dapat
menjadi luka kaki diabetik. Neuropati Sensori Perifer
2.3
Pengkajian Luka Kaki Diabetik
Registered Nurses’ Association of Ontario (2013) mengemukakan bahwa
pengkajian luka kaki diabetik terdiri dari, mengukur panjang dan kedalam
luka, jenis eksudat, bau, kulit disekitar luka, nyeri, dan klasifikasi / stadium
luka.
2.3.1 Mengukur Panjang, Lebar dan kedalaman luka.
Hal ini sangat penting untuk mengevaluasi apakah luka semakin
membaik menuju hasil yang diinginkan. Mengukur kedalaman luka harus
diiringi dengan pengukuran panjang dan lebar luka, untuk memberikan
data kuantitatif untuk secara akurat menentukan penyembuhan luka.
Universitas Sumatera Utara
12
Mengukur
kedalaman
luka
dilakukan
dengan
lembut
dengan
memasukkan swab tongkat steril atau probe ke dalam luka.
2.3.2
Eksudat
Karakteristik eksudat pada luka memberikan informasi penting
tentang status luka. RNAO merekomendasikan menggambarkan jenis
eksudat diamati dari luka menggunakan terminologi umum sebagai
berikut:
Tabel 2.1. Karakteristik eksudat pada luka kaki diabetik
Jenis Eksudat
Cairan kuning jernih tanpa darah, atau
Serosa
nanah
Tipis, berair, merah pucat menjadi merah
Seroanguinosa
muda
Berdarah, merah terang
Sanguinous
Tebal, berawan, mustard kuning atau
Purulent / bernanah
cokelat
2.3.3
Bau
Semua luka, terutama yang diobati dengan moisture retentive
dressings, dapat memancarkan bau, dan penting untuk menilai
karakteristik
bau
dari
luka
tersebut.
Perubahan
bau
mungkin
menunjukkan perubahan dalam keseimbangan bakteri. Luka yang infeksi
sering mengeluarkan bau yang khas khas dan tidak menyenangkan. Luka
nekrotik cenderung memiliki lebih banyak bau dari luka bersih. Luka
Universitas Sumatera Utara
13
yang terinfeksi anaerob, gangren, cenderung menghasilkan bau tajam
atau busuk yang berbeda.
2.3.4
Kulit disekitar Luka
Kondisi kulit disekitar luka memberikan informasi penting tentang
status luka sehingga dapat memilih intervensi dan pengobatan pada luka.
Hal-hal yan harus diperhatikan kerika mengkaji kulit disekita luka adalah :
1) Warna dan suhu kulit, kemerahan mungkin menunjukkan tekanan tak
henti-hentinya atau peradangan berkepanjangan. Peningkatan suhu
(eritema) di daerah luka juga dapat menunjukkan infeksi pada luka, 2)
Pembentukan kalus, 3) Edema/pembengkakan yang dapat menunjukkan
terjadinya infeksi.
2.3.5
Nyeri
Terjadinya nyeri pada luka adalah indikator kuat dari infeksi luka
kronis. Nyeri yang terjadi sering digambarkan seperti rasa terbakar dan
tertusuk, dan nyeri biasanya muncul ketika terjadi gerakan atau perubahan
posisi kaki.
2.3.6
Klasifikasi / Stadium Luka kaki diabetik
Salah satu yang tertua dan mungkin klasifikasi yang paling terkenal
adalah klasifikasi yang diusulkan oleh Wagner dan Meggitt pada tahun
1970-an. Klasifikasi ini dikenal sebagai "Wagner Classification" di
Amerika Serikat dan menggunakan enam grade dalam menglasifikasikan
luka kaki diabetik.
Universitas Sumatera Utara
14
Stadium 0
: Tidak terdapat lesi. Kulit dalam keadaan baik, tetapi
dengan bentuk tulang kaki yang menonjol (charcot
arthropathies).
Stadium 1
: Luka superfisial (sebagian atau keseluruhan)
Stadium 2
: Lesi terbuka dengan penetrasi ke tulang atau tendon
(dengan goa)
Stadium 3
: Penetrasi daam, osteomyelitis, pyarhrosis, plantar abses
atau infeksi
Stadium 4
: Gangrene sebagian, menyebar hingga sebagian dari jari
kaki, kulit sekitarnya selulitis, gangrene lembab / kering.
Stadium 5
: Seluruh kaki dalam kondisi nekrotik dan gangrene.
2.4 Patofisiologi Luka Kaki Diabetik
Terjadinya luka kaki diabetik diawali dengan adanya hiperglikemia pada
penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pem
buluh darah. Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan
autonomik akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang
kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak
kaki dan selanjutnya mempermudah terjadinya luka.
3. Kualitas Hidup
3.1 Pengertian Kualitas Hidup
Kualitas hidup menurut WHO (2004) didefinisikan sebagai persepsi
individu mengenai posisi individu dalam hidup, konteks budaya dan sistem
nilai dimana individu hidup dan hubungannya dengan tujuan, harapan, standar
Universitas Sumatera Utara
15
yang ditetapkan dan perhatian seseorang. Bowling (2003) mengatakan bahwa
kualitas hidup merupakan konsep yang dinamis, dimana nilai-nilai dan
evaluasi diri dari kehidupan dapat berubah dari waktu ke waktu dalam
menghadapi kehidupan, kesehatan, dan pengalaman.
Kualitas hidup merupakan konsep multidimensi yang luas yang biasanya
meliputi evaluasi subjektif dari domain kehidupan yang positif maupun
negatif.
Meskipun kesehatan merupakan salah satu domain penting dari
kualitas hidup,
ada domain lain juga misalnya, pekerjaan, perumahan,
sekolah, lingkungan, domain budaya, nilai - nilai, dan spiritualitas juga
merupakan domain penting dari kualitas hidup (CDC, 2011).
Walters (2009) menyatakan bahwa pengukuran kualitas hidup di dalam
praktik klinis menjadikan komunikasi dengan pasien menjadi lebih mudah dan
membantu mencari tahu informasi tentang berbagai masalah yang dapat
mempengaruhi pasien.
Verdugo, Navas, Gómez, dan Schalock (2012) mengatakan bahwa
kualitas hidup mencerminkan empat prinsip berikut : 1) kualitas hidup terdiri
dari faktor-faktor yang sama untuk semua orang, 2) kualitas hidup merupakan
pengalaman seseorang ketika kebutuhannya terpenuhi dan ketika individu
memiliki kesempatan untuk meningkatkan pengaturan aktivitas hidup, 3)
kualitas hidup terdiri dari komponen subjektif dan objektif, dan 4) kualitas
hidup merupakan konsep multidimensi yang dapat dipengaruhi oleh faktor
individu maupun faktor lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
16
Moons, Marquet, Budts, dan de Geest (2004) menyebutkan ada 6 kriteria
dalam kualitas hidup: 1) kualitas hidup tidak boleh digunakan secara
bergantian dengan status kesehatan ataupun kemampuan fisik, 2) kualitas
hidup lebih bergantung pada penilaian subjektif daripada parameter objektif,
3) tidak ada perbedaan yang jelas antara indikator - indikator kualitas hidup
dengan faktor - faktor yang menentukan kualitas hidup, 4) kualitas hidup
dapat berubah dari waktu ke waktu, namun tidak banyak, 5) kualitas dapat
dipengaruhi baik secara positif maupun negatif, 6) penilaian kualitas hidup
secara keseluruhan lebih disukai daripada kualitas hidup yang berhubungan
dengan kesehatan (health-related quality of life).
Kualitas hidup merupakan tingkat kepuasaan hidup secara keseluruhan
baik positif maupun negatif yang dipengaruhi oleh persepsi individu dari
domain - domain penting bagi kehidupan mereka, yang berhubungan dengan
kesehatan maupun tidak (Moons, et al., 2004). Faktor – faktor lain seperti
keluarga, pekerjaan, kesehatan, dll mungkin memiliki dampak positif maupun
negatif bagi kualitas hidup seseorang.
3.2
Faktor – faktor yang mempengaruhi kualitas hidup
3.2.1 Usia
Kualitas hidup individu dengan usia muda akan lebih baik karena
kondisi fisiknya yang lebih baik dibandingkan yang berusia tua (Utami,
Karim, & Agrina, 2014)
Universitas Sumatera Utara
17
3.2.2 Status pernikahan
Utami, Karim, dan Agrina (2014) mengatakan bahwa pasien yang
mempunyai pasangan atau sudah menikah memiliki kualitas hidup yang
tinggi. Hal tersebut disebabkan karena pasien mendapatkan dukungan
dari pasangannya.
3.2.3 Pekerjaan
Moons dan koleganya (2004) mengatakan bahwa terdapat
perbedaan kualitas hidup antara individu yang berstatus sebagai pelajar,
penduduk yang bekerja, individu
yang tidak bekerja (atau sedang
mencari pekerjaan), dan individu yang tidak mampu bekerja (atau
memiliki disablity tertentu).
3.3 Aspek-aspek yang mempengaruhi kualitas hidup pasien luka kaki diabetik
3.3.1
Aspek fisik
Luka kaki diabetik memberikan dampak yang signifikan terhadap
kesehatan fisik seseorang, khususnya berkurangnya mobilitas yang
diakibatkan oleh luka kaki diabetik (Gilpin & Lagan, 2008).
3.3.2
Aspek psikologis
Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa orang – orang dengan
luka kaki diabetik menghadapi banyak masalah psikologis dan emosional
(Gilpin dan Lagan 2008). Brod M (1998 dalam Gilpin & Lagan, 2008)
mengatakan bahwa sebagian besar individu dengan luka kaki diabetik
mengalami frustasi, marah dan rasa bersalah yang diakibatkan oleh
penyakit yang di derita.
Universitas Sumatera Utara
18
3.3.3
Aspek sosial
Ashford, McGee, & Kinmond (2000 dalam Gilpin & Lagan, 2008)
Menyatakan bahwa seseorang dengan luka kaki diabetik banyak
bergantung pada keluarga dan teman – teman mereka untuk melaksanakan
tugas yang tidak mampu mereka lakukan, seperti mengganti balutan luka,
dan merawat luka. Hal ini terkadang dapat menyebabkan masalah
hubungan keluarga. Seluruh individu melaporkan bahwa kehilangan
mobilitas berarti bahwa mereka tidak dapat melakukan aktivitas seharihari, seperti berbelanja atau mandi.
3.3.4
Aspek ekonomi
Brod M (1998 dalam Gilpin & Lagan, 2008) mengatakan bahwa
seseorang yang hidup dengan luka kaki diabetik akan berpengaruh
terhadap kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan, yang mengakibatkan
adanya masalah pada keuangan. Sekitar 50% individu melaporkan tidak
lagi berkerja karena luka kaki diabetik yang dimilikinya dan 50% lagi
mengatakan bahwa karirnya terbatas.
4. Kuesioner SF-36
Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah Short Form 36 atau SF-36
dari The Medical Outcomes Study berisi 36 item yang didesain sebagai alat ukur
kualitas hidup. SF-36 pada awalnya diterbitkan pada tahun 1988, dan pada tahun
1996, SF-36 mulai dievaluasi dengan versi 2.0 (SF-36v2TM ) dengan bentuk
pertanyaan yang lebih sederhana dan lebih mudah digunakan. Untuk memudahkan
kuesioner ini, pertanyaan dalam SF-36v2TM diterjemahkan oleh IQOLA ke dalam
Universitas Sumatera Utara
19
beberapa bahasa termasuk bahasa Indonesia tanpa mengubah makna aslinya dan
telah di publikasi (RAND Corporation & Ware, 1996).
SF-36 merupakan instrumen umum yang paling sering digunakan, misalnya
penelitian yang dilakukan oleh Ribu et al. (2007), Valensi et al. (2011), Yekta et
al. (2011) yang merupakan penelitian kualitas hidup pada pasien dengan sindrom
kaki diabetes (Zelenikova, et al., 2014). Sebagai instrumen generik, SF - 36
dirancang untuk dapat diterapkan pada berbagai jenis dan tingkat keparahan
kondisi kesehatan (RAND Corporation & Ware, 1996).
SF-36 adalah sebuah kuesioner yang mengukur kualitas hidup pasien
berdasarkan 8 domain sebagai berikut (Almeida, Silveira, & Santo et., al 2013) :
1. Fungsi fisik
Terdiri dari 10 pertanyaan yang menilai kemampuan pasien melakukan
aktivitas fisik seperti mandi, berpakaian, berjalan, membungkuk, dan menaiki
tangga. Nilai yang rendah menunjukkan keterbatasan semua aktivitas tersebut,
sedangkan nilai yang tinggi menunjukkan kemampuan melakukan semua aktivitas
fisik.
2. Keterbatasan peran karena masalah fisik
Terdiri dari 4 pertanyaan yang mengevaluasi seberapa besar kesehatan fisik
pasien mengganggu pekerjaan atau aktivitas sehari-hari. Nilai yang rendah
menunjukkan
bahwa
kesehatan
fisik
menimbulkan
masalah
terhadap
pekerjaan/aktivitas sehari-hari. Nilai yang tinggi menunjukkan kesehatan fisik
tidak menimbulkan maslah terhadap pekerjaan ataupun aktivitas sehari-hari.
Universitas Sumatera Utara
20
3. Nyeri tubuh
Terdiri dari 2 pertanyaan yang mengevaluasi intensitas nyeri dan efek nyeri
terhadap aktivitas sehari-hari. Nilai yang rendah menunjukkan rasa nyeri yang
parah dan sangat membatasi aktivitas. Nilai yang tinggi menunjukkan tidak ada
rasa nyeri yang dirasakan sehingga tidak mengganggu aktivitas sehari-hari.
4. Kesehatan secara umum
Terdiri dari 5 pertanyaan yang mengevaluasi persepsi pasien terhadap status
kesehatan. Nilai yang rendah menunjukkan persepsi terhadap kesehatan diri
sendiri buruk atau semakin memburuk. Nilai yang tinggi menunjukkan persepsi
terhadap kesehatan diri sendiri sangat baik.
5. Vitalitas / Energi
Terdiri dari 4 pertanyaan yang mengevaluasi tingkat kelelahan, dan semangat.
Nilai yang rendah menunjukkan perasaan lelah, dan tidak semngat. Nilai yang
tinggi menunjukkan perasaan penuh semangat.
6. Fungsi Sosial
Terdiri dari 2 pertanyaan yang mengevaluasi tingkat kesehatan fisik atau
masalah emosional mengganggu aktivitas sosial. Nilai yang rendah menunjukkan
aktivitas sosial yang sering terganggu. Nilai yang tinggi menunjukkan tidak ada
gangguan pada aktivitas sosial sehari-hari.
7. Keterbatasan peran karena masalah emosional
Terdiri dari 3 pertanyaan yang mengevaluasi tingkat dimana masalah
emosional mengganggu pekerjaan atau aktivitas sehari-hari. Nilai yang rendah
menunjukkan masalah emosional mengganggu aktivitas dan pekerjaan, bahkan
Universitas Sumatera Utara
21
tidak dapat bekerja seperti biasanya. Nilai yang tinggi menunjukkan tidak ada
gangguan dalam pekerjaan atau aktivitas sehari-hari karena masalah emosional.
8. Kesehatan mental
Terdiri dari 5 pertanyaan yang mengevaluasi sejauhmana perasaan cemas,
depresi, kebahagiaan, dan kesejahteraan mempengarugi kehidupan. Nilai yang
rendah menunjukkan perasaan depresi dan putus asa sepanjang waktu. Nilai yang
tinggi menunjukkan perasaan penuh kedamaian, bahagia, dan tenang.
Universitas Sumatera Utara