Studi Pembuatan Sediaan Tablet Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) Dengan Menggunakan Berbagai Jenis Bahan Pengikat

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tanaman
Temulawak berasal dari kawasan Indonesia dan telah tersebar diseluruh
nusantara. Banyak dimanfaatkan masyarakat dalam bentuk jamu dan obat lainnya.
Temulawak hanya bisa tumbuh dan berproduksi dengan baik di daratan rendah
sampai pegunungan (daratan tinggi) yakni mulai 5–1200 m di atas permukaan
laut, tumbuh liar di tempat yang agak terlindung, seperti di bawah naungan hutan
jati juga cocok dibudidayakan di lahan perkarangan dan dikebun. Tumbuhan ini
hidup pada berbagai jenis tanah seperti tanah liat, berpasir, tetapi untuk
mendapatkan rimpang yang berkualitas baik diperlukan tanah yang subur yang
mengandung banyak unsur hara (Rukmana, 2006).
2.1.1 Klasifikasi tanaman
Klasifikasi tanaman temulawak menurut Rukmana (2006) adalah sebagai
berikut:
Kingdom

: Plantae

Divisi


: Spermatophyta

Sub divisi

: Angiospermae

Kelas

: Monocotyledoneae

Ordo

: Zingiberales

Famili

: Zingiberaceae

Genus


: Curcuma

Spesies

: Curcuma xanthorrhiza Roxb.

5
Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Sinonim tanaman
Sinonim tanaman temulawak menurut Dalimartha (2006) adalah C.
Zerumbed majus Rumph.
2.1.3 Nama asing tanaman
Kiang huang (China), harida; haldi (India Pakistan), halud (Bengali),
kurkum (Arab), zardcchobacch (Persia), menjal (Tamil), kunong-huyung
(Indochina) (Dalimartha, 2006).
2.1.4 Nama daerah tanaman
Nama daerah tumbuhan temulawak adalah koneng gede (Jawa Barat),
temulabak (Jawa tengah), tetemulawak (Sumatera) dan kunyit ketumbu (Aceh)

(Tommo (Bali), tommon (Sulawesi Selatan), karbanga (Ternate), temolobak
(madura) (Afifah, 2003; Dalimartha, 2006).
2.1.5 Morfologi tanaman
Temulawak merupakan tanaman tahunan, berbatang semu, berwarna hijau
dan cokelat gelap. Tinggi batangnya antara 1,5 cm sampai 2 cm, paling tinggi
dibanding kerabat-kerabat semarganya. Batangnya tersusun atas upih-upih daun,
seperti halnya upih-upih daun yang ada dalam pisang tegak lurus dan berumpun.
Daunnya berbentuk seperti mata lembing jorong agak melonjong (oblong elliptic).
Telapak daunnya berwarna hijau tua, bergaris-garis cokelat, lebarnya antara 1 cm
sampai 2,5 cm dan berbintik-bintik jernih hijau muda (Ahmad, 2007).
Sebagai tanaman monokotil, temulawak tidak memiliki akar tunggang.
Akar yang dipunya adalah rimpang. Rimpang ialah bagian batang yang terletak di
bawah tanah. Rimpang disebut juga umbi akar atau umbi batang. Rimpang

6
Universitas Sumatera Utara

temulawak berukuran paling besar diantara semua rimpang genus Curcuma. Oleh
karena itu walau nama daerah temulawak bermacam-macam tetap mengandung
arti yang sama, yaitu temu yang besar (Ahmad, 2007).

Rimpang temulawak terdiri atas rimpang induk (empu) dan rimpang
anakan (cabang). Rimpang induknya berbentuk bulat seperti telur dan berwarna
kuning tua atau cokelat kemerahan. Bagian dalamnya berwarna jingga
kecokelatan. Dari rimpang induk ini, keluar rimpang kedua yang lebih kecil. Arah
pertumbuhannya ke samping, berwarna lebih muda dengan bentuk bermacammacam dan jumlahnya sekitar 3-7 buah. Jika dibiarkan tumbuh lebih dari satu
tahun, akan tumbuh banyak rimpang lagi. Ujung rimpang cabang membengkak
menjadi umbi kecil. Rimpang ini baunya harum dan rasanya agak pahit agak
pedas (Ahmad, 2007).
Bunga temulawak pendek dan lebar, berkembang secara teratur, berwarna
putih kuning atau kuning muda bercampur warna merah di puncaknya. Bunga
mekar satu persatu secara bergiliran dari kantung-kantung daun pelindung yang
memiliki 3-5 kuntum bunga (Ahmad, 2007).
2.1.6 Kandungan kimia
Kandungan kimia rimpang temulawak menurut Hayani (2006) adalah
sebagai berikut zat warna kuning (kurkumin), serat, pati, kalsium oksalat, minyak
atsiri, pati, alkaloid, flavonoid, triterpenoid dan glikosida lebih dominan
dibanding tannin, saponin dan steroid.
2.1.7 Manfaat tanaman temulawak
Temulawak mempunyai khasiat sebagai antiinflamasi, tonikum, obat
gangguan hati, kolagoga, yaitu meningkatkan produksi dan sekresi empedu,


7
Universitas Sumatera Utara

penambah nafsu makan, pereda batuk, asma, sariawan, diare, rematik, lelah,
penghilang rasa sakit, anti bakteri/jamur, antidiabetes, antidiare, anti oksidan, anti
tumor, diuretik, depresi dan lain sebagainya. Minyak atsiri temulawak berkhasiat
sebagai fungistatik pada beberapa jenis jamur dan bakteriostatik pada mikroba
Staphyllococcus sp. dan Salmonella sp, mengurangi perut kembung akibat
metabolisme lemak dan menurunkan kadar kolesterol darah yang tinggi dan
antitumor (Dalimartha, 2006).
Konsumsi temulawak pada orang sehat juga sangat penting untuk
memelihara kesehatan fungsi hati dan menjaga stamina tubuh. Usia antara 20-60
tahun merupakan usia produktif untuk melakukan berbagai aktivitas yang berat
dan melelahkan. Salah satu penyebab menurunnya fungsi hati adalah faktor
kelelahan sehingga kerja hati menjadi bertambah berat. Hal ini menyebabkan
tubuh rentan untuk tertular virus hepatitis yang berbahaya karena virus ini mampu
bertahan dan menetap di dalam tubuh, bersifat kronis serta dalam perjalanan
selanjutnya berpotensi merusak hati, ukurannya mengecil dan mengeras (sirosis
hati) dan dapat berakhir menjadi kanker hati (Suharjo, 2010).


2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Dengan
diketahui senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan
pelarut dengan cara ekstraksi yang tepat. Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh
dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani
menggunakan pelarut yang sesuai, kemudia semua atau hampir semua pelarut

8
Universitas Sumatera Utara

diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga
memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2000).
Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), beberapa metode ekstraksi
dengan menggunakan pelarut yaitu:
a. Cara dingin
1. Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan


beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada

temperatur ruang (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan
prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi
kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus menerus).
Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah
dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.
2. Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru samai
sempurna
(exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur
ruangan. Proses terdiri dari tahaan pengembangan bahan, tahap maserasi
antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak),
terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perklorat) yang jumlahnya 1–5
kali bahan.
b. Cara panas
1. Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses

9

Universitas Sumatera Utara

pada residu pertama samai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses
ekstraksi semurna.
2. Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
3. Digesti adalah maserasi kinetik atau dengan pengadukan yang kontinu
pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu
secara umum dilakukan pada temperatur 40-50 oC.
4. Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas (bejana
infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98 oC)
selama waktu tertentu (15-20 menit).
5. Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama
≥30 (menit) dan
temperatur sampai titik didih air.

2.3 Uraian Sediaan Tablet
2.3.1 Pengertian tablet
Definisi tablet menurut Farmakope Indonesia edisi III adalah sediaan

padat
kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler,
kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih,
dengan atau tanpa bahan tambahan. Bahan tambahan yang dapat berfungsi sebagai
bahan pengisi, bahan pengembang, bahan pengikat, bahan pelicin, bahan
pembasah atau bahan lain yang cocok. Sedangkan menurut Farmakope Indonesia

10
Universitas Sumatera Utara

edisi IV tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa
bahan pengisi.
Tablet merupakan jenis sediaan yang banyak digunakan sampai sekarang
karena memberikan dosis yang tepat pada pemakaiannya, mudah pemakaiannya,
mudah pengemasannya, stabilitas kimia dan aktifitas fisiologis dari bahan-bahan
obat cukup baik, sebagai bentuk sediaan solid yang mengandung satu atau lebih
zat aktif dengan atau tanpa berbagai eksipien (yang meningkatkan mutu sediaan
tablet, kelancaran sifat aliran bebas, sifat kohesifitas, kecepatan disintegrasi dan
sifat antilekat) dan dibuat dengan mengempa campuran serbuk dalam mesin
tablet. Tablet kempa adalah unit bentuk sediaan solid, dibuat dengan mengempa

suatu campuran serbuk yang mengandung zat aktif dengan atau tanpa bahan
tanbahan atau bahan tertentu yang dipilih guna membantu dalam proses
pembuatan dan untuk menciptakan sifat-sifat sediaan tablet yang dikehendaki
(Banker dan Anderson, 1994; Siregar dan Wikarsa, 2010).
Menurut Banker dan Anderson (1994), tablet yang dinyatakan baik harus
memenuhi syarat, yaitu:
a. Memiliki kemampuan dan daya tahan terhadap pengaruh mekanis selama
proses produksi, pengemasan dan distribusi.
b. Bebas dari kerusakan seperti pecah pada permukaan dari sisi-sisi tablet.
c. Dapat menjamin kestabilan fisik maupun kimia dari zat berkhasiat yang
terkandung didalamnya.
d. Dapat membebaskan zat berkhasiat dengan baik sehingga memberikan efek
pengobatan seperti yang dikehendaki.
2.3.2 Metode pembuatan tablet

11
Universitas Sumatera Utara

Menurut Ansel (1989), ada tiga metode pembuatan tablet kompresi yang
berlaku yaitu metode granulasi basah, metode granulasi kering dan cetak

langsung.
a. Granulasi basah
Metode ini merupakan metode pembuatan yang paling banyak digunakan
dalam memproduksi tablet kompresi. Langkah-langkah yang diperlukan dalam
pembuatan tablet dengan metode ini dapat dibagi sebagai berikut: menimbang dan
mencampur bahan-bahan, pembuatan granulasi basah, pengayakan granul basah,
pengeringan, pengayakan granul kering, pencampuran bahan pelicin dan bahan
penghancur, pembuatan tablet dengan kompresi (Ansel, 1989).
Bahan aktif, pengisi dan disintegran dicampur hingga homogen. Bahan
pengikat ditambahkan untuk mencampur serbuk dengan cara pengadukan. Massa
serbuk terbasahi oleh bahan pengikat hingga massa tersebut mempunyai
konsistensi lembab. Kemudian massa lembab tersebut dilewatkan pada mesh.
Setelah itu ditempatkan pada wadah yang sesuai dan dimasukkan dalam lemari
pengering. Setelah kering, granul tersebut dikurangi ukuran partikelnya dengan
melewatkannya pada pengayakan mesh yang ukurannya lebih kecil. Ukuran
ayakan tergantung pada diameter punch. Kemudian ke dalam granul kering
ditambahkan lubrikan atau glidan sebagai serbuk fine untuk meningkatkan aliran
granul, kemudian dicetak menjadi tablet (Sahoo, 2007).
b. Granulasi kering
Metode granulasi kering disebut juga slugging, merupakan salah satu
metode pembuatan tablet dengan cara mengempa campuran bahan kering (zat
aktif dan eksipien) menjadi massa padat yang selanjutnya dipecah lagi untuk

12
Universitas Sumatera Utara

menghasilkan partikel yang berukuran lebih besar (granul). Dengan metode ini,
baik bahan aktif ataupun bahan pengisi harus memiliki sifat kohesif supaya massa
yang jumlahnya besar dapat dibentuk. Metode ini khususnya untuk bahan-bahan
yang tidak dapat diolah dengan metode granulasi basah, karena kepekaannya
terhadap uap air atau karena tidak tahan terhadap pemanasan (Ansel, 1989).
c. Kompresi/cetak langsung
Cetak langsung berarti mengompres tablet secara langsung dari bahan
bubuk tanpa memodifikasi sifat fisik bahan tablet tersebut. Metode ini berlaku
untuk bahan kimia berbentuk kristal yang memiliki karakteristik kompresibilitas
dan sifat alir yang baik seperti: garam kalium (klorat, klorida, bromida), natrium
klorida, amonium klorida, methenamine, kalsium laktat, asetosal dan lain-lain
(Sahoo, 2007).
Kompresi langsung merupakan metode pilihan dalam manufaktur tablet
apabila proses itu dapat digunakan untuk memproduksi produk jadi bermutu
tinggi. Metode ini paling tepat karena menggunakan penanganan bahan-bahan
paling sedikit dan tidak melibatkan tahap pengeringan. Oleh karena itu, metode
ini paling efisien energi, paling cepat dan paling ekonomis untuk memproduksi
tablet. Sebaliknya, banyak situasi ketika cetak langsung tidak dapat dilakukan
pada zat aktif dengan dosis kecil, zat aktif dengan masalah pemisahan dan
keseragaman kandungan; zat aktif dosis besar yang tidak dapat dikompresi
langsung atau yang mempunyai sifat aliran yang buruk; dalam pembuatan tablet
tertentu atau dalam banyak pengoperasian manufaktur tablet tertentu (Siregar dan
Wikarsa, 2010).

13
Universitas Sumatera Utara

2.3.3

Uraian bahan pengikat

2.3.3.1 Amilum manihot
Amilum manihot berbentuk serbuk, tidak berbau dan tidak berasa berwarna
putih atau sedikit putih dengan pH 4,5-7,0 dan mengandung 17-20% amilosa.
Tidak larut dalam etanol 96% dan air dingin, amilum mengembang secara
langsung dalam air pada suhu 37°C. Larut dalam pelarut dimetilsulfoksida dan
dimetilformamida. Amilum mengandung amilosa linear dan amilopektin
bercabang, yaitu dua polisakarida dengan dasar a-(D)-glukosa. Amilum manihot
juga disebut tapioka (Rowe, dkk., 2009).
Amilum merupakan suatu bahan tambahan farmasi yang biasa digunakan
sebagai bahan pengembang, pengering(diluen), serta bahan pengikat pada tablet
maupun kapsul. Pada penggunaannya sebagai diluen pati digunakan untuk
persiapan pada ekstrak herbal dan memfasilitasi pencampuran pada proses
formulasi. Penggunaanya sebagai lubrikan jumlah amilum yang digunakan
biasanya 3-10%, sedangkan pada pembuatan pasta amilum sebagai pengikat
granulasi basah tablet biasanya digunakan pada konsentrasi 3-20% (tergantung
pada tipe amilum) dan sebagai desintegran biasanya digunakan pada konentrasi 325%. Amilum sangat baik jika digunakan sebagai bahan penghancur, namun pada
penggunaan konsentrasi yang terlalu tinggi dapat meningkatkan friabilitas serta
capping pada tablet (Rowe, dkk., 2009).
2.3.3.2 Polivinilpirolidon (PVP)
PVP (polivinilpirrolidon) atau biasa disebut sebagai povidon merupakan
suatu polimer sintesis yang mengandung gugus rantai esensial 1-vinil-2pirolidinon denga bobot molekul 2.500-3000000. PVP merupakan serbuk amorp

14
Universitas Sumatera Utara

berwarna putih kekuningan, tidak berbau dan hampir tidak berasa dan merupakan
serbuk yang higroskopis (Rowe, dkk., 2009).
PVP merupakan salah satu bahan tambahan farmasi yang biasanya
digunakan sebagai desintegran, agen pensuspensi, bahan tambahan granulasi dan
sebagai bahan pengikat tablet baik dalam cetak langsung maupun granulasi basah.
Povidon di tambahkan pada campuran serbuk pada bentuk kering ataupun
digranulasi dengan penambahan alkohol atau larutan hidroalkoholik. Obat atau zat
aktif dengan kelarutan rendah dapat meningkat apabila dicampur dengan povidon.
Sebagai bahan pengikat konsentrasi yang digunakan adalah 0,5-5% Povidon
biasanya menghasilkan sifat adesi, elastisitas dan kekerasan yang baik . Povidon
larut dalam asam, kloroform, etanol, keton, metanol dan air; praktis tidak larut
dalam eter, hidrokarbon dan minyakk mineral (Rowe, dkk., 2009).
2.3.3.3 Natrium karboksimetilselulosa (Na CMC)
Na CMC berbentuk serbuk dengan warna putih atau hampir putih, tidak
berasa dan tidak berbau, titik didih 227°C, pH antara 6,0-8,5, mengandung air
kurang dari 10%. Na CMC bersifat higroskopis dan menyerap air secara cepat
pada suhu diatas 37°C, praktis tidak larut dalam aseton, etanol, eter dan toluen
serta sangat mudah terdispersi dalam air pada segala temperatur. Na CMC
merupakan salah satu bahan tambahan farmasi yang biasanya digunakan sebagai
agen emulsi, agen penstabiliasi, desintegran, pengikat dan diluen. Penggunaanya
sebagai bahan pengikat pada konsentrasi 1-4%, penggunaan diatas 15% dapat
menurunkan kekerasan tablet. (Rowe, dkk., 2009).
2.3.4 Komposisi tablet
Umumnya di samping zat aktif tablet oral mengandung, pengisi, pengikat,

15
Universitas Sumatera Utara

penghancur dan pelincin. Tablet tertentu mungkin memerlukan pemacu aliran, zat
warna, zat perasa dan pemanis (Lachman, dkk., 1994).
Komposisi umum dari tablet adalah zat berkhasiat, bahan pengisi, bahan
pengikat atau perekat, bahan pengembang dan bahan pelicin. Kadang-kadang
dapat ditambahkan bahan pewangi (flavoring agent), bahan pewarna (colouring
agent) dan bahan-bahan lainnya (Ansel, 1989).
a. Pengisi
Pengisi diperlukan bila dosis obat tidak cukup untuk membuat bulk. Selain
itu pengisi dapat juga ditambahkan untuk memperbaiki daya kohesi sehingga
dapat dicetak langsung atau untuk memacu aliran (Lachman, dkk., 1994). Bahanbahan pengisi yaitu: laktosa, amilum, manitol, sorbitol, avicel, kalsium sulfat
dihidrat, kalsium karbonat dan lain-lain (Siregar dan Wikarsa, 2010).
b. Pengikat
Bahan pengikat digunakan untuk memberikan kekompakan dan daya tahan
tablet, juga menjamin penyatuan beberapa partikel serbuk dalam butir granulat
(Voigt, 1995).
Pengikat yang umum digunakan yaitu: amilum, gelatin, glukosa, gom arab,
natrium alginat, Na CMC, PVP dan veegum (Soekemi, dkk., 1987)
c. Penghancur/disintegran
Disintegran digunakan agar memudahkan pecahnya tablet ketika
berkontak dengan cairan saluran pencernaan dan mempermudah absorpsi
(Lachman, dkk, 1994). Bahan yang digunakan sebagai pengembang yaitu:
amilum, gom, derivat selulosa, alginat dan clays (Soekemi, dkk., 1987).

16
Universitas Sumatera Utara

d. Pelicin
Bahan pelicin ditambahkan untuk meningkatkan daya alir granul-granul
pada corong pengisi, mencegah melekatnya massa pada punch dan die,
mengurangi pergesekan antara butir-butir granul dan mempermudah pengeluaran
tablet dari die. Bahan pelicin yaitu: metalik stearat, talk, asam stearat, senyawa
lilin dengan titik lebur tinggi, amilum maydis (Soekemi, dkk., 1987).
2.3.5 Uji preformulasi
Sebelum dicetak menjadi tablet, massa granul perlu diperiksa apakah
memenuhi syarat untuk dapat dicetak. Preformulasi ini menggambarkan sifat
massa sewaktu pencetakan tablet, meliputi waktu alir, sudut diam dan indeks tap.
Pengujian waktu alir dilakukan dengan mengalirkan 100 gram massa granul
melalui corong. Waktu yang diperlukan tidak lebih dari 10 detik, jika tidak maka
akan dijumpai kesulitan dalam hal keseragaman bobot tablet. Hal ini dapat diatasi
dengan penambahan bahan pelicin (Cartensen, 1977).
Pengukuran sudut diam digunakan metode corong tegak, granul dibiarkan
mengalir bebas dari corong ke atas dasar. Serbuk akan membentuk kerucut,
kemudian sudut kemiringannya diukur. Semakin datar kerucut yang dihasilkan,
semakin kecil sudut diam, semakin baik aliran granul tersebut (Voigt, 1995).
Indeks tap adalah uji yang mengamati penurunan volume sejumlah serbuk
atau granul akibat adanya gaya hentakan. Indeks tap dilakukan dengan alat
volumenometer yang terdiri dari gelas ukur yang dapat bergerak secara teratur ke
atas dan ke bawah. Serbuk atau granul yang baik mempunyai indeks tap kurang
dari 20% (Cartensen, 1977).

17
Universitas Sumatera Utara

2.3.6 Evaluasi tablet
a. Kekerasan tablet
Kekerasan adalah parameter yang menggambarkan ketahanan tablet dalam
melawan tekanan mekanik seperti goncangan, kikisan dan terjadi keretakan talet
selama pembungkusan, pengangkutan dan pemakaian. Kekerasan ini dipakai
sebagai ukuran dari tekanan pengempakan. Kekerasan tablet biasanya 4 – 8 kg,
tablet dengan kekerasan kurang dari 4 kg akan didapatkan tablet yang cenderung
rapuh, tapi bila kekerasan tablet lebih besar dari 8 kg akan didapatkan tablet yang
cenderung keras (Parrot, 1971).
Kekerasan tablet dipengaruhi oleh perbedaan massa granul yang mengisi
die pada saat pencetakan tablet dan tekanan kompressi. Selain itu, berbedanya
nilai kekerasan juga dapat diakibatkan oleh variasi jenis dan jumlah bahan
tambahan yang digunakan pada formulasi. Bahan pengikat adalah contoh bahan
tambahan yang bisa menyebabkan meningkatnya kekerasan tablet bila digunakan
terlalu pekat (Lachman, dkk., 1994).
b. Friabilitas
Friabilitas menunjukkan ketahanan tablet pada saat perpindahan dilakukan
baik itu dari proses pencetakan, pengemasan serta pendistribusian tablet. Tablet
mengalami capping atau hancur akibat adanya goncangan dan gesekan, selain itu
juga dapat menimbulkan variasi pada berat dan keseragaman isi tablet. Pengujian
dilakukan pada kecepatan 25 rpm, menjatuhkan tablet sejauh 6 inci pada setiap
putaran, dijalankan sebanyak 100 putaran. Kehilangan berat yang dibenarkan
yaitu lebih kecil dari 0,5 sampai 1% (Lachman, dkk., 1994).

18
Universitas Sumatera Utara

c. Waktu hancur
Supaya komponen obat sepenuhnya tersedia untuk diabsorpsi dalam
saluran pencernaan, maka tablet harus hancur dan melepaskan obatnya ke dalam
cairan tubuh untuk dilarutkan. Daya hancur tablet juga penting untuk tablet yang
mengandung bahan obat (seperti antasida atau diare) yang tidak dimaksudkan
untuk diabsorpsi tetapi lebih banyak bekerja setempat dalam saluran cerna. Dalam
hal ini daya hancur tablet memungkinkan partikel obat menjadi lebih luas untuk
bekerja secara lokal dalam tubuh (Ansel, 1989).
Waktu hancur tablet adalah waktu yang dibutuhkan untuk hancurnya tablet
dalam medium yang sesuai sehingga tidak ada bagian tablet yang tertinggal diatas
kasa alat pengujian. Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu hancur adalah sifat
fisika kimia granul dan kekerasan tablet, kecuali dinyatakan lain, waktu hancur
tablet tidak bersalut tidak boleh lebih dari 15 menit. Waktu hancur yang semakin
cepat maka akan semakin cepat pula pelarutan dari bahan berkhasiat sehingga
akan lebih cepat berkhasiat dalam tubuh (Lachman, dkk., 1994).
d. Keseragaman bobot
Timbang 20 tablet, hitung bobot rata-rata tiap tablet. Jika ditimbang satu
persatu, tidak boleh lebih dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya
menyimpang dari bobot rata-ratanya yang lebih besar dari harga yang ditetapkan
kolom A dan tidak satu tabletpun yang bobotnya menyimpang dari bobot rataratanya lebih dari harga yang ditetapkan kolom B. Jika tidak mencukupi 20 tablet,
dapat digunakan 10 tablet; tidak satu tabletpun yang bobotnya menyimpang lebih
besar dari bobot rata-rata yang ditetapkan kolom A dan tidak satupun yang

19
Universitas Sumatera Utara

bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata-rata yang ditetapkan kolom B
(Ditjen POM, 1979).
Tabel 2.1 Persyaratan keseragaman bobot
Penyimpangan terhadap bobot rata-rata
Bobot Rata-rata
25 mg atau kurang

A
15%

B
30%

26 mg sampai 15 mg
151 mg sampai 300 mg
Lebih dari 300 mg

10%
7,5%
5%

20%
15%
10%

20
Universitas Sumatera Utara