Augmented Reality Pengenalan Rumah Adat di Sumatera Utara Berbasis Android

BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1. Rumah Adat
Rumah adat adalah bangunan rumah yang memiliki ciri khas bangunan suatu daerah
di Indonesia yang melambangkan kebudayaan dan masyarakat setempat. Indonesia
dikenal sebagai negara yang memiliki keragaman dan kekayaan budaya, banyak
ragam bahasa dan suku dari Sabang sampai Merauke sehingga Indonesia memiliki
banyak koleksi arsitektur rumah adat. (Pramono, 2013)
Sampai saat ini masih banyak suku atau daerah di Indonesia yang tetap
mempertahankan rumah adat sebagai usaha untuk memelihara nilai-nilai budaya yang
mulai tergeser oleh budaya modernisasi. Rumah adat tertentu biasanya dijadikan
sebagai auala (tempat pertemuan), musium atau dibiarkan begitu saja sebagai objek
wisata. (Pramono, 2013)
Dalam arsitektur tradisional, tercermin kepribadian masyarakat tradisional,
artinya bahwa arsitektur tradisonal tersebut tergabung dalam wujud ideal, sosial,
material, dan kebudayaan. Di Sumatera Utara terdapat beberapa bentuk arsitektur
tradisonal yaitu : Batak Toba, Karo, Pakpak, Simalungun, Mandailing, Melayu, Nias
Utara dan Nias Selatan. Masing-masing memiliki perbedaan, ini disebabkan pengaruh
lingkungan kebudayaan dan pola kehidupan masyarakat tiap daerah. Sesuai dengan
pelestarian adat istiadat dan kebudayaan suatu daerah, maka bersamaan dengan

kegiatan tersebut, pelestarian dan perawatan juga dilakukan pada bangunan-bangunan
tradisionalnya terutama pada rumah adatnya. (Wahid & Alamsyah, 2013)

Universitas Sumatera Utara

7

2.2. Augmented Reality
Augmented Reality (AR) merupakan variasi dari Virtual Environment (VE) atau
Virtual Reality (VR). Teknologi VE secara menyeluruh membenamkan user dalam
lingkungan sintetik. Saat terbenam itu, seorang user tidak dapat membedakan benda
nyata disekitarnya. Sebaliknya, AR memungkinkan user untuk melihat dunia nyata,
dengan objek virtual yang dilapiskan diatasnya atau digabung dengan dunia nyata.
Maka AR menambah realitas, bukan menggantinya. Idealnya, user akan merasakan
benda virtual dan nyata tampil berdampingan di ruang yang sama. (Azuma, 1997)
AR pada dasarnya merupakan variasi lain dari realitas virtual. Teknologi realitas
virtual membenamkan user secara penuh dengan lingkungan sintetis, pada saat masuk
kedalam dunia buatan itu, user tidak dapat mengenali lingkungan nyata disekitarnya.
Namun AR tidak memisahkan yang nyata dengan virtual, namun menggabungkan
keduanya pada ruang yang sama. Selain menambahkan benda virtual dalam

lingkungan nyata, AR juga berpotensi menghilangkan benda-benda yang sudah ada.
Menambah sebuah lapisan gambar maya dimungkinkan untuk menghilangkan atau
menyembunyikan lingkungan nyata dari penglihatan user. Misalnya, untuk
menyembunyikan sebuah kursi dalam lingkungan nyata, perlu digambarkan lapisan
representasi tembok dan lantai kosong yang diletakkan diatas gambar kursi nyata,
sehingga menutupi kursi nyata dari pandangan user. (Milgram et al, 1994)

Gambar 2.1. Milgram’s Reality - Virtuality Continuum (Milgram et al, 1994)
Pada Gambar 2.1, Milgram et al menjelaskan ada bagian celah yang menjadi
pemisah antara lingkungan nyata dan lingkungan virtual. Diantara kedua lingkungan
itu terdapat dua bagian yang menjadi jembatan yang memiliki bentuk yang berbeda.
Dua bagian itu adalah Augmented Reality dan Augmented Virtuality. Posisi kedua
bagian tersebut berbeda untuk Augmented Reality yang lebih dekat kepada lingkungan
nyata, sedangkan Augmented Virtuality yang lebih dekat kepada lingkungan virtual.
Bagian kiri adalah lingkungan nyata yang terdapat benda – benda nyata,
sedangkan pada bagian kanan adalah lingkungan virtual yang terdapat benda – benda
tidak nyata seperti lingkungan yang terdapat pada film animasi 3D maupun 2D. Pada

Universitas Sumatera Utara


8

bagian Augmented Reality, lingkungan bersifat nyata dan benda bersifat virtual,
sedangkan pada bagian Augmented Virtuality benda bersifat nyata dan lingkungan
bersifat virtual. Pengelompokan Augmented Reality dan Augmented Virtuality sering
disebut sebagai Mixed Reality karena Augmented Reality dan Augmented Virtuality
merupakan gabungan dari lingkungan nyata dan lingkungan virtual. (Milgram et al,
1994)
2.2.1. Komponen Augmented Reality
Terdapat beberapa komponen augmented reality untuk mendukung kinerja
pengolahan citra digital. Komponen-komponen tersebut sebagai berikut (Silva et al,
2003) :
1. Scene Generator
Scene generator merupakan perangkat lunak untuk melakukan proses
rendering. Rendering adalah proses membangun gambar atau objek tertentu
dalam aplikasi AR.
2. Tracking System
Tracking system merupakan komponen yang terpenting dalam AR. Pada
proses mendeteksi objek virtual dengan objek nyata akan dideteksi dengan
pola tertentu.

3. Display
Dalam pengembangan sistem AR terdapat beberapa faktor yang perlu
diperhatikan yaitu faktor fleksibilitas, titik pandang, area pendeteksian, dan
resolusi. Pada faktor area pendeteksian, faktor cahaya sangat mempengaruhi
dalam proses display.
4. AR Devices
Saat ini AR dapat digunakan pada device smartphone maupun PC. Teknologi
AR telah tersedia pada berbagai platform, yaitu Android, Iphone, Windows
Phone, Windows, Linux, dan lainnya.

2.2.2. Sistem Display Augmented Reality
Sistem tampilan AR merupakan sistem pembentukan objek virtual pada jalur optik
diantara mata pengamat dan objek nyata dengan menggunakan seperangkat alat optik,
elektronik dan komponen mekanik. (Bimber & Raskar, 2005)

Universitas Sumatera Utara

9

Gambar 2.2. Pembentukan objek Virtual pada sistem display AR (Bimber &

Raskar, 2005)

Gambar 2.2 menggambarkan berbagai kemungkinan dari mana gambar dapat
dibentuk untuk mendukung aplikasi augmented reality, dimana display terletak
sehubungan dengan pengamat dan objek nyata, dan jenis gambar yang dihasilkan.
(Bimber & Raskar, 2005)
Pembentukan objek virtual dibagi menjadi 3 kategori, yaitu (Bimber & Raskar,
2005) :
1. Head-Attached Display
Head-Attached Display merupakan sistem display AR dimana user
mengenakan perangkat keras AR di kepala.
2. Hand-Held Display
Hand-Held Display merupakan sistem display AR dimana

objek virtual

terbentuk dalam jangkauan tangan user.
3. Spatial Display
Spatial Display merupakan sistem display AR yang memproyeksikan objek
virtual ke lingkungan nyata menggunakan proyektor digital atau tergabung

dengan lingkungan nyata menggunakan panel tampilan.
2.3. Marker
Augmented Reality membutuhkan suatu marker untuk dikenali agar dapat menentukan
bagaimana dan dimana objek tambahan itu akan ditampilkan. Mengacu pada hal ini,
Augmented Reality dibagi kedalam 2 jenis yaitu Marker-based tracking dan Markerless tracking. (Johnson et al, 2010)

Universitas Sumatera Utara

10

2.3.1. Marker-based tracking
Augmented Reality jenis ini menggunakan kamera dan penanda visual atau yang biasa
disebut marker untuk menampilkan konten tambahan. Marker adalah sebuah tanda
visual berbentuk persegi yang terdiri dari warna hitam dan putih dimana warna hitam
merupakan garis pinggir dan tebal dan warna putih berada di bagian dalam.
Keuntungan dari penggunaan warna hitam dan putih yaitu untuk dengan mudah
memisahan antara marker dan latar belakangnya. Bagian dalam dari marker
merupakan penanda dari marker tersebut. Marker yang seperti ini bisa disebut sebagai
fiducial marker. Contoh dari marker dapat dilihat pada Gambar 2.3, dapat terlihat
marker memiliki warna hitam putih dan memiliki gambar kupu-kupu didalam kotak

warna putih dibagian dalam.

Gambar 2.3. Fiducial Marker (Siltanen, 2012)
2.3.2. Marker-less tracking
Marker-less tracking merupakan sebuah metode Augmented Reality dimana proses
tracking tidak lagi hanya menggunakan marker sebagai target deteksi. Dengan adanya
metode ini, proses Augmented Reality tidak lagi terbatas pada marker saja, namun
gambar visual, objek 3D, GPS atau wajah yang dapat dijadikan sebagai target deteksi.
Perbedaan antara marker-based dengan marker-less adalah pada proses tracking
posisi kamera dan orientasi kamera dihitung dengan marker yang telah ditetapkan.
Sedangkan pada marker-less menghitung posisi dan orientasi kamera dan dunia nyata
tanpa ada ketentuan tertentu, hanya menggunakan fitur alami seperti edge, corner,
garis ataupun model 3D. Adapun metode marker-less yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode image tracking dimana gambar visual dijadikan sebagai
target untuk aplikasi Augmented Reality yang dibangun. Contoh aplikasi Augmented
Reality image tracking dapat dilihat pada Gambar 2.4. Dapat terlihat setelah objek
teko muncul diatas marker bergambar setelah di-tracking oleh sistem.

Universitas Sumatera Utara


11

Gambar 2.4. Markerless Image Tracking (Cushnan & El Habbak, 2013)

2.4. Vuforia
Qualcomm AR SDK Vuforia (QCAR SDK) memanggil perangkat kamera secara live
streaming. Kemudian akan menganalisa video dengan deteksi marker dan
memberikan informasi spasial 3D dari marker yang terdeteksi melalui API.
Programmer dapat menggunakan informasi tersebut untuk memanggil objek 3D
virtual yang tepat untuk dimunculkan di kamera. Hasilnya, benda virtual akan
dicampur ke dalam lingkungan nyata secara real-time. (Lyu, 2012)
Vuforia menawarkan menggunakan komponen yang melakukan peran augmented
reality saat berinteraksi bersama-sama secara lebih mudah. Misalnya, SDK
menawarkan komponen ARCamera. Komponen ARCamera otomatis akan memanggil
kamera dari perangkat dan menampilkannya untuk digunakan. Hal ini juga akan
mendeteksi objek trackable. ARCamera akan menanggapi user tanpa bantuan
langsung dari pengembang. Ini menyederhanakan proses menciptakan pengalaman
augmented reality. (Cushnan & El Habbak, 2013)
Beberapa kemampuan Vuforia yaitu (Ibanez & Figueras, 2013) :
1. Image Target

Image Target adalah gambar yang dapat dideteksi dan dilacak Vuforia SDK.
Gambar ini daerah warnanya tidak perlu hitam dan putih atau kode untuk
diketahui. Vuforia SDK menggunakan satu set algoritma untuk mendeteksi dan
melacak fitur yang dihadirkan menjadi gambar yang diketahui dengan
membandingkan fitur ini terhadap objek pada database. Setelah terdeteksi,
Vuforia akan melacak gambar selama dalam pandangan kamera. Image Target
ini yang akan menjadi marker.

Universitas Sumatera Utara

12

2. Virtual Button
Virtual Button adalah daerah persegi panjang yang telah didefinisikan oleh
pengembang pada Image Target yang bila disentuh atau ditutup dalam
tampilan kamera, akan memicu suatu event. Virtual Button dapat digunakan
untuk melaksanakan event seperti tombol (button) atau untuk mendeteksi jika
suatu daerah tertentu ditutupi oleh suatu objek. Virtual Button hanya bisa aktif
jika area tombol pada di tampilan kamera. Pada Gambar 2.5 terlihat user
sedang menekan marker yang memiliki Virtual Button untuk memicu suatu

event.

Gambar 2.5. Contoh Virtual Button (Cushnan & El Habbak, 2013)
Platform Qualcomm AR tersebut terdiri dari 2 komponen diantaranya adalah
(Lyu, 2012) :
1. Target Management System
Mengizinkan pengembang melakukan upload gambar yang sudah diregistrasi
oleh marker dan kemudian melakukan download target gambar yang akan
dimunculkan.
2. QCAR SDK Vuforia
Mengizinkan pengembang untuk melakukan koneksi antara aplikasi yang
sudah dibuat dengan library static i.e libQCAR.a pada iOS atau libQCAR.so
pada android. Gambar 2.6 memberikan gambaran umum pembangunan
aplikasi dengan Qualcomm AR Platform. Platform ini terdiri dari SDK QCAR
dan Target System Management yang dikembangkan pada portal QdevNet.
Seorang pengembang meng-upload gambar masukan untuk target yang ingin
dilacak dan kemudian men-download sumber daya target, yang dibundel
dengan App. SDK QCAR menyediakan sebuah objek yang terbagi libQCAR.so - yang harus dikaitkan dengan app.

Universitas Sumatera Utara


13

Gambar 2.6. Library QCAR SDK (Lyu, 2012)
Selain itu, QCAR juga menawarkan development dan distribusi yang gratis.
Vuforia SDK memerlukan beberapa komponen penting agar dapat bekerja dengan
baik. Komponen tersebut antara lain (Lyu, 2012) :
a. Kamera
Kamera dibutuhkan untuk memastikan bahwa setiap frame ditangkap dan
diteruskan secara efisien ke tracker. Para pengembang hanya tinggal memberi
tahu kamera kapan mereka mulai menangkap dan berhenti.
b. Image Converter
Mengkonversi format kamera (misalnya YUV12) kedalam format yang dapat
dideteksi oleh OpenGL (misalnya RGB565) dan untuk tracking (misalnya
luminance).
c. Tracker
Mengandung algoritma computer vision yang dapat mendeteksi dan melacak
objek dunia nyata yang ada pada video kamera.
d. Video Background Renderer
Me-render gambar dari kamera yang tersimpan di dalam state object. Performa
dari video background renderer sangat bergantung pada device yang
digunakan.
e. Application Code
Menginisialisasi semua komponen di atas dan melakukan tiga tahapan penting
dalam aplication code seperti :
1. Query state object pada target baru yang terdeteksi atau marker.
2. Update logika aplikasi setiap input baru dimasukkan.
3. Render grafis yang ditambahkan (augmented).
f. Target Resources

Universitas Sumatera Utara

14

Dibuat menggunakan on-line Target Management System. Assets yang
diunduh berisi sebuah konfigurasi xml – config.xml – yang memungkinkan
pengembang untuk mengkonfigurasi beberapa fitur dalam trackable dan binary
file yang berisi database trackable.
2.5. User-Defined Target
User-Defined Target adalah Image Target yang dipilih sendiri oleh user yang dibuat
menggunakan kamera saat aplikasi sedang berjalan. Dapat menggunakan hampir
semua kemampuan Image Target standard dengan pengecualian tidak mendukung
kemampuan Virtual Button. (Vuforia Documentation, 2016)
User dapat merasakan Augmented Reality dimanapun dan kapan pun dengan
memilih objek/gambar yang ada disekitarnya sebagai marker, contohnya seperti foto,
cover buku, ataupun poster, jadi user tidak perlu membawa target marker yang sudah
disiapkan sebelumnya. (Vuforia Documentation, 2016)
User-Defined Target dapat digunakan digunakan jika dibawah cahaya dan
penerangan yang cukup. Permukaan objek yang akan dijadikan marker harus jelas.
Jika digunakan didalam ruangan akan bekerja dengan baik. Pada Gambar 2.7 terlihat
penjelasan penggunaan User-Defined Target di suatu contoh aplikasi yang
menjelaskan untuk mengambil gambar objek sebagai marker.
Adapun beberapa ciri objek/gambar yang baik yang dapat dijadikan User-Defined
Target adalah (Vuforia Documentation, 2016) :


Gambar mengandung banyak detail, contohnya suasana jalan, sekelompok
orang, campuran beberapa jenis benda.



Kontras gambar yang baik, contoh seperti gelap dan terang nya.



Pola yang tidak berulang, contohnya daerah rerumputan, papan catur.



Mudah tersedia, contoh seperti kartu nama dan majalah.

Gambar 2.7. User-Defined Target (Cushnan & El Habbak, 2013)

Universitas Sumatera Utara

15

2.6. Unity 3D
Unity merupakan game engine cross-platform yang dibuat oleh Unity Technologies.
Game engine nya dibangun IDE dan kemampuan untuk dibuat ke berbagai platform.
Lebih dari satu juta pengembang, sampai saat ini membuat game terkenal
menggunakan Unity. Hal ini dirancang untuk kemudahan user dan produktivitas yang
tinggi. Dan karena cara belajar yang relatif mudah dan menawarkan versi gratis,
mendorong beberapa sekolah untuk mengajarkan Unity sebagai pengantar untuk
pengembangan game. (Cushnan & El Habbak, 2013)
Kekuatan terbesar Unity adalah kemampuannya untuk dibuat pada sejumlah besar
platform dengan mudah. Unity dapat dibuat untuk membuat game pada Windows, OS
X, iOS, Android, Web Plugin, Flash, Xbox 360, PlayStation 3, dan Wii U. Membuka
banyak peluang ketika mengembangkan menggunakan Unity. Unity memungkinkan
user untuk memilih dari tiga bahasa untuk menulis bahasa pemrograman. Bahasa yang
tersedia adalah JavaScript, C #, atau Boo. Unity menggunakan MonoDevelop untuk
debugging. Dalam proyek game yang sama, kombinasi script menggunakan bahasa
yang berbeda diperbolehkan, meskipun dianjurkan untuk hanya menggunakan satu
bahasa di seluruh proyek untuk menghindari konflik dan menjadi lebih mudah untuk
dibaca dan dipahami. (Cushnan & El Habbak, 2013)

2.7. Android
Android adalah sistem operasi mobile dan platform yang didasari oleh Linux kernel
versi 2.6 dan tersedia secara bebas untuk penggunaan commercial ataupun noncommercial dan bersifat open source.
Saat kita ingin membuat game menggunakan android, platform pada android
memiliki beberapa kemudahan (James, 2013), yaitu:
1. Android adalah open platform, yang artinya android tidak membatasi apa yang
kita bisa akses atau apa yang bisa kita lakukan.
2. Android adalah mobile platform yang paling cepat berkembang, yang artinya
lebih banyak orang yang akan mengunduh dan memainkan game kita.
2.8. 3D Studio Max
3Ds Max adalah sebuah perangkat lunak yang digunakan dalam pemodelan 3 dimensi
ataupun untuk pembuatan animasi 3 dimensi. 3Dsmax juga banyak digunakan dalam

Universitas Sumatera Utara

16

pembuatan desain furnitur, konstruksi, maupun desain interior. 3Ds Max juga sering
digunakan dalam pembuatan animasi dan film kartun. (Pranowo, 2010)
3Ds Max dilengkapi bahasa MaxScript yang digunakan untuk membuat game 3
dimensi, mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks. Dengan kemampuan
tersebut, banyak orang memanfaatkan 3Ds Max untuk membuat desain atau iklan
sebagai media

publikasi produk ataupun karya sendiri kepada publik. 3Ds Max

memungkinkan user untuk membuat tampilan 3 dimensi yang menarik. (Pranowo,
2010)
2.9. Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang Augmented reality telah banyak diimplementasikan diberbagai
bidang. Seperti edukasi, kedokteran, marketing, budaya, dan banyak lagi. Pada
umumnya Augmented reality diimplementasikan sebagai media pengenalan atau
pembelajaran. Sehingga membuat belajar menjadi lebih menarik dan interaktif.
Supanji (2015) yang membuat Augmented Reality untuk meningkatkan
ketertarikan siswa kelas IV SD Negeri 3 Somawangi dalam mempelajari dan
mengenal rumah adat Jawa menggunakan library Vuforia, namun masih
menggunakan marker yang sudah ditentukan sebelumnya (pre-defined marker) yaitu
buku pelajaran siswa.
Faisal (2014) melakukan penelitian berjudul Pembangunan Aplikasi Magic Book
Rumah Adat Tradisional Berbasis Augmented Reality. Penelitian ini membuat 6 model
rumah adat yang di Indonesia dan memberikan beberapa informasi mengenai rumah
adat tersebut. Menggunakan library NyARToolkit yang masih menggunakan fiducial
marker dan multi marker. Aplikasi ini berbasis desktop.
Yee et al (2014) melakukan penelitian dengan judul Car Advertisement For
Android Application In Augmented Reality. Menggunakan ARToolkit dan berbasis
mobile untuk menciptakan sebuah iklan pemasaran mobil Perodua Myvi Car agar
lebih menarik. Mempunyai 4 fitur yaitu, translate, rotate, scale, dan mengambil
screenshot.
Pramono (2013) melakukan penelitian dengan judul Media Pendukung
Pembelajaran Rumah Adat Indonesia Menggunakan Augmented Reality. Penelitian ini
membuat 15 model rumah adat yang ada di Indonesia dan menggunakan multiple
tracking object dan D’fusion AR Tools. Namun, tidak memberikan informasi

Universitas Sumatera Utara

17

mengenai rumah adat nya. Selain itu pada penelitian ini digunakan marker multi
warna dan tidak memakai marker hitam putih.
Chen et al (2009), melakukan penelitian dengan judul Applying Augmented
Reality To Visualize The History Of Traditional Architecture In Taiwan. Membuat
3D objek dari Yang Ancestral Hall di Jidung, Taiwan dengan 5 bentuk yang berbeda
dan dengan menggunakan fiducial marker. Memberikan informasi struktur bangunan
untuk memvisulisasikan bangunan tradisional bersejarah yang ada di Taiwan.
Perbedaan dalam penelitian ini adalah akan dibuat menggunakan adalah library
Vuforia yang mendeteksian marker menggunakan Markerless User-Defined Target.
Artinya, pengguna dapat memilih sendiri objek yang akan dijadikannya sebagai
marker, contohnya seperti majalah, buku, kertas bergambar, dan lainnya. Saat berhasil
menampilkan objek 3D, pengguna dapat memunculkan dan menghilangkan informasi
mengenai rumah adat tersebut. Rangkuman dari penelitian terdahulu mengenai
perancangan permainan dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
No.

Judul

Peneliti

Tahun

1.

Aplikasi “Ar-Rumah Adat” Sebagai Media Pembelajaran

Retno

2015

Mengenal Rumah Adat Di Pulau Jawa Berbasis

Wahyu

Augmented Reality Pada Perangkat Mobile Android

Supanji

(Studi Kasus: SD Negeri 3 Somawangi)
2.

Pembangunan Aplikasi Magic Book Rumah Adat
Tradisional Berbasis Augmented Reality

3.

Car

Advertisement

For

Android

Application

In

Tan Seok

2014

Yee et al

Media Pendukung Pembelajaran Rumah Adat Indonesia
Menggunakan Augmented Reality.

5.

2014

Faisal

Augmented Reality
4.

Rifki Maas

Andy

2013

Pramono

Applying Augmented Reality To Visualize The History Of

Chien-Hsu

Traditional Architecture In Taiwan

Chen et al

2009

Universitas Sumatera Utara