Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Modal Sosial Mahasiswa Asrama Mansinam Salatiga T2 752016002 BAB I

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Pulau Papua merupakan salah satu pulau yang terletak di wilayah paling timur

Negara Kesaatuan Republik Indonesia, dibagi menjadi 2 (dua) Propinsi yaitu Papua dan
Papua Barat. Daerahnya belum banyak dirambah aktivitas manusia dan kaya akan sumber
daya alam. Sebagai pulau terluar Indonesia, Papua memiliki luas daratan 21.9% dari total
tanah seluruh Indonesia yaitu 421.981 Km2, membujur dari Barat ke Timur (SorongJayapura) sepanjang 1.200 Km (744 mil) dan dari Utara ke Selatan (Jayapura-Merauke)
sepanjang 736 Km (456 mil). Papua memiliki topografi yang sangat bervariasi dan juga
memiliki banyak pulau yang berjejer di sepanjang pesisirnya1.Kekayaan Papua tidak saja
pada aspek SDA nya, tetapi juga pada keragaman kulturnya. Dengan struktur geografis
yang berbeda-beda, membentuk cara pandang dan budaya yang juga berbeda di antara para
komunitas yang mendiami berbagai lokasi geografis tersebut. Kekayaan kultural ini, tidak
dapat dipungkiri, akhirnya sering melahirkan konflik, karena terjadi kesalahapahaman
bahasa.
Meskipun begitu, Papua bukan saja kosakata untuk menyebut geografis atau
kultural semata, istilah


Papua telah menjadi identitas imajiner bersama yang kadang

mampu melampaui batas-batas teritorial juga kultural. Menggunakan terminologi
Fukuyama tentang komunitas dalam konteks Modal Sosial, Papua bagaimanapun adalah
1

Bedes, Dessy Musina, Modal Sosial dalam Perspektif Orang Papua: Studi Terhadap Dimensi dan
Tipologi Modal Sosial yang Dimiliki HIMPPAR.(Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi Universitas
Kristen Satya Wacana. Salatiga, 2013), 1

1

sebuah komunitas moral.Disebut demikian karena mereka mampu mengakuisisi dirinya
menjadi sebuah komunitas yang disebut Papua.Padahal, ada perbedan-perbedaan yang
sangat tajam diantara mereka.Pertama, secara geografis. Papua terbagi dalam struktur
geografis berbeda-beda yang membentuk cara pandang komunitasnya masing-masing.
Droglover, membagi struktur geografis orang Papua menjadi tiga bagian, yaitu pesisir,
pedalaman dan pegunungan yang ikut mempengaruhi pembentukan Modal Sosial menjadi
Papua2.Kedua, keragaman sosio-kultural. Siregar, melaporkan bahwa ada 258 suku dengan

193 sistim kebudayaan, ditambah dengan 138 suku migran – yang tentu saja memberikan
warna dalam transaksi sosial dan pembentukan Modal Sosial menjadi Papua.3
Menariknya adalah perbedaan yang begitu tajam, tampaknya tidak menghalangi
kemauan untuk menjadi Papua bisa jadi dipengaruhi oleh hal-hal berikut. Pertama,
transkasi sosial yang lebih luas dan kompleks, termasuk kesadaran akan pentingnya
pendidikan.4 Kedua, hal yang tak dapat diabaikan dalam pembentukan Modal Sosial orang
Papua adalah sejarahnya. Catatan Asyari Afan, bahwa kegagalan memahami struktur sosial
orang Papua, sehingga menghasilkan pendekatan yang keliru tentang membangun orang
Papua menjadikan kosakata Papua sebagai salah satu pengikat, dalam rangka membentuk

2

Droglover, P.J. Tindakan Pilihan Bebas, (Kanisius. Yogyakarta, 2010), 1
Bedes, Dessy Musina, Modal Sosial dalam Perspektif Orang Papua: Studi Terhadap Dimensi dan
Tipologi Modal Sosial yang Dimiliki HIMPPAR.(Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi Universitas
Kristen Satya Wacana. Salatiga, 2013),1.
4
Bandingkan dengan pemikiran Bourdieu tentang pengaruh pendidikan dalam membentuk strata
sosial di Perancis dalam Bourdieu, Pierre, Habitus x Modal + Relasi: Praktik. Dalam Takwin Bagus, Proyek
Intelektual Pierre Bourdieu: Melacak Asal-usul Masyarakat, Melampaui Posisi Biner dalam Ilmu Sosial,

(Jalasutra, Yogyakarta, 1990), XV-XXV.
3

2

identitas tersendiri dan Modal Sosial sebagai Papua. Berikutnya, tetapi bukan yang terakhir,
adalah sistim politik demokrasi yang diadopsi menjadi sistim pemerintahan di Papua.5
Mengacu pada konteks membentuk komunitas imajiner, atau dalam terminologi
Fukuyama disebut juga dengan komunitas moral, maka Papua adalah Modal Sosial sebuah
pengikat sosial yang mampu menjadi pengikat sekaligus jembatan perbedaan-perbedaan itu.
Prinsip dasar Modal Sosial adalah bahwa hanya kelompok-kelompok masyarakat yang
memiliki seperangkat nilai sosial dan budaya yang menghargai pentingya kerjasama yang
dapat maju dan berkembang dengan kekuatan sendiri. Konsep Modal Sosial muncul dari
pemikiran bahwa anggota masyarakat tidak mungkin secara individu mengatasi berbagai
masalah yang dihadapi. Hanifan mengatakan Modal Sosial bukanlah modal dalam artian
biasa seperti harta kekayaan atau uang, tetapi lebih mengandung arti kiasan,namun
merupakan aset atau modal nyata yang penting dalam hidup bermasyarakat. Menurut
Hanifan, dalam modal sosial termasuk kemauan baik, rasa bersahabat, saling simpati, serta
hubungan sosial dan kerjasama yang erat antara individu dan keluarga yang membentuk
suatu kelompok social.6

Bourdieu mengatakan untuk dapat memahami struktur dan cara berfungsinya
dunia sosial, perlu dibahas modal dalam segala bentuknya dan tidak terbatas serta tidak
cukup hanya membahas modal seperti yang dikenal dalam teori ekonomi. Penting diketahui
bahwa bentuk-bentuk transaksi dalam teori ekonomi dianggap non ekonomi karena tidak
dapat secara langsung memaksimalkan keuntungan material. Hal ini dikarenakan dalam

5

Asyari Afan, B, Mutiara Terpendam Papua:Potensi Kearifan Lokal untuk Perdamaian di Tanah
Papua. Program Studi Lintas Agama, (Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Gajah Mada. Yogyakarta, 2015), 810.
6
Syahrah, R,“Modal Sosial: Konsep,” 2.

3

setiap transaksi modal ekonomi, selalu disertai oleh modal immaterial berbentuk modal
budaya dan Modal Sosial.7
Modal Sosial telah disepakati oleh para ahli disebut sebagai pengingat relasi
sosial. Disebut demikian, karena modal ini bersifat tidak kelihatan, tidak seperti modal
manusia (pengetahuan dan ketrampilan), modal finansial, ataupun modal fisik (material).8

Namun, kekuatan modal ini telah menjadi jembatan juga pengikat dalam relasi sosial demi
kepentingan-kepentingan bersama9. Meminjam bahasa Fukuyama, bahwa Modal Sosial
dibutuhkan guna menciptakan jenis komunitas moral yang tidak bisa diperoleh hanya
seperti dalam kasus-kasus modal manusia.
Studi-studi terdahulu tentang Modal Sosial baik yang telah dibahas Coleman;
Bourdieu; Fukuyama; Boisjoly, et al; Putnam; Stephenson; Zhao10 semuanya berarah
sangat terbatas pada akumulasi ekonomi, sebagai salah satu akibat yang dibangun karena
adanya unsur-unsur Modal Sosial seperti jaringan, kepercayaan dan norma. Bahkan di
Indonesia kajian-kajian tentang Modal Sosial yang diarahkan terkait dengan pengembangan
dan penguatan kapasitas masyarakat hampir semuanya mengarah pada kemampuan suatu
komunitas terkait akumulasi ekonomi. Meskipun demikian, dengan semakin maraknya
pembahasan tentang Modal Sosial dalam kajian-kajian sosial maupun ekonomi, penelitianpenelitian pada bidang lain mulai dilirik dengan menggunakan Modal Sosial sebagai
variabel yang memiliki pengaruh dalam relasi sosial. Sungkar dan Kudubun

7

Bourdieu, Pierre, The Forms of Capital, dalam J. Richardson, ed. Handbook of Theory and
Research for the Sociology of Education.(Greenwood Press.Westport, 1992), 135.
8
Bourdieu, Pierre, The Forms of Capital, dalam J. Richardson, ed. Handbook of Theory and

Research for the Sociology of Education.(Greenwood Press.Westport, 1992), 137
9
Alfitry, 2011. Community Development: Teori dan Aplikasi(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), 12
10
John Field, Sosial Capital, Routledge: London., Nurhadi ,penj terj cet 2 (Kreasi Wacana
Yogyakarta 2011), 126-223.

4

mengembangkan variabel modal sosial dalam melihat relasi sosial beda agama 11. Mitzal
dan James menggunakan kajian Modal Sosial dalam konteks ketimpangan rasial pada
pengungsi dan imigran.Caligiuri et, al menggunakan variabel Modal Sosial untuk melihat
ketimpangan gender terkait posisi pekerjaan manager dan tugas-tugas pada level
internasional pada perempuan dan laki-laki.12 Studi lain yang dikemukakan Harper,
Ledeneva menjelaskan bagaimana variabel Modal Sosial berpengaruh dalam menerima
ketertindasan sebagai sesuatu yang alamiah - dimana pada ratusan tahun lebih awal Marx
telah mengungkapkan itu dalam tesisnya dengan menggunakan salah satu indikator Modal
Sosial yaitu norma agama yang disebutnya sebagai candu.
Meluasnya penggunaan variabel Modal Sosial dalam berbagai aspek relasi
sosial, menunjukkan bahwa Modal Sosial merupakan salah satu elemen yang sangat vital

dalam relasi sosial.Artinya, kualitas sebuah relasi sosial sangat ditentukan oleh kekuatan
Modal Sosial.Pada tataran organisasi, Fukuyama bahkan mengatakan bahwa keberhasilan
oraganisasi bahkan kesehatan ekonomi sebuah Negara ditentukan oleh kualitas Modal
Sosial yang bersandar pada akar-akar kultural.13Hanifan sebagai penggagas awal Modal
Sosial mengatakan hal-hal yang terkandung dalam Modal Sosial bahkan menentukan
keberlanjutan sebuah komunitas sosial. Putnam berujar, keberhasilan pencapaian tujuan
bersama sebuah komunitas menunjukkan kualitas modal sosial yang dimiliki komunitas
tersebut. Karena itu dalam bahasa Putnam Modal Sosial disebut sebagai kapabilitas sosial.
11

Sungkar, E.K & Kudubun, E. Esra. 2016. Modal Sosial Keluarga Beda Agama:Studi Sosiologis
Tentang Relasi Pergaulan Anak dari Pasangan Beda Agama, (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi
Universitas Kristen Satya Wacana.Salatiga, 2016).
12
John Field, Sosial Capital, Routledge: London., Nurhadi, penj terj cet 2 (Kreasi Wacana
Yogyakarta 2011), 126.
13
Fukuyama, Francis.Sosial Capital and Civil Society.International Monetary Fund Working Paper,
WP/00/74.In Elinor Ostrom and T.K. Ahn. 2003. Foundation of Sosial Capital,(Massachusetts. Edward Elgar
Publishing Limited, 2000), 1 – 8.


5

Tinggi rendahnya kapabilitas sosial ditentukan oleh tiga unsur dalam Modal
Sosial, yakni jaringan, kepercayaan dan norma. Semakin meluasnya jaringan dan tidak
terbatas pada komunitas yang homogen seperti dalam studi kasus Putnam, maka dalam
temuan Mitzal dan James bahwa diperlukan pertukaran kepercayaan yang tinggi diantara
mereka yang basis komunitasnya sangat heterogen.14Dalam terminologi Fukuyama,
diperlukan pembiasaan terhadap norma-norma moral agar terbangun kepercayaan yang
kuat untuk kepentingan akuisisi menjadi sebuah komunitas.15
Berdasarkan pada pembahasan tentang Modal Sosial dan kemanfaatannya pada
suatu komunitas, penelitian ini kemudian dilakukan. Penelitian ini berfokus pada
Mahasiswa asal Papua yang memilih untuktinggaldi Asrama Mansinam selama menempuh
studi di Universitas Kristen Satya Wacana.Ada beberapa dugaan awal yang melatar
belakangi penelitian tentang mahasiswa penghuni Asrama Mansinam ini.Pertama, bahwa
rasa solidaritas yang terbentuk antara mereka sebagai sesama penghuni Asrama Mansinam,
didasarkan pada satu kesamaan yang dimiliki oleh mereka bahwa mereka sama-sama
berasal dari Papua.Kedua, solidaritas ini yang terjadi pada mereka sebagai sesama penghuni
Asrama Mansinam, karena pengkondisian tertentu yang telah ditata sebelumnya semenjak
Asrama Mansinam didirikan.

Dugaan ini berawal dari rasa ketertarikan penulis melihat kehidupan penghuni
Asrama Mansinam yang tertata begitu baik dibandingkan dengan asrama lain yang juga
berasal dari Papua. Disebut tertata baik, karena Asrama Mansinam memiliki jam malam
yang teratur, memilik jadwal harian untuk aktivitas-aktivitas rutin, dan sepanjang

14
15

John, Field,Sosial 1
Fukuyama, Francis, Sosial Capital, 8

6

pengamatan penulis, aturan-aturan yang diberlakukan maupun kegiatan-kegiatan ini
dilakukan dengan konsisten. Artinya, jika dibandingkan dengan asrama-asrama mahasiswa
Papua yang lain, yang hampir tidak memiliki aturan-aturan yang ketat, maka Asrama
Mansinam sesungguhnya dapat menjadi percontohan tentang kehidupan berasrama dalam
konteks pembinaan mahasiswa.
Konsistensi pada aturan-aturan dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan
berimplikasi besar pada aktivitas dan hasil studi mereka.Berdasarkan pada data awal,

ditemukan bahwa hampir semua mahasiswa penghuni Asrama Mansinam memiliki indeks
prestasi di atas, 2. 75, tidak ada yang mengalami kendala seperti kendala keuangan dalam
studi mereka meskipun mereka berasal dari latar belakang keluarga dengan kondisi
ekonomi yang berbeda; demikian juga dengan kendala lain seperti makan dan minum
sebagai kebutuhan harian mereka. Pada aktivitas harian mereka di Asrama Mansinam,
konsistensi mereka pada aturan yang telah mereka sepakati bersama, mampu menghasilkan
rasa persaudaraan yang erat, dan meminimalisir konflik yang dapat terjadi karena hal-hal
kecil, menyalakan musik pada saat yang lain sedang istirahat atau sedang belajar.
Fenonema yang tampak ini membuat penulis membangun dugaan bahwa ada
Modal Sosial yang kuat pada mahasiswa penghuni Asrama Mansinam, dimana ada dugaan
bahwa ada norma-norma tertentu yang disepakati bersama, dan terutama serta yang
terpenting ialah ada rasa saling percaya yang tinggi di antara mereka untuk membentuk
jejaring di antara mereka ataupun di luar mereka. Meskipun demikian, penulis juga
menduga bahwa terbentuknya rasa saling percaya di antara mereka sebagai sesama
penghuni Asrama Mansinam, mungkin saja dikondisikan terlebih dahulu. Karena itu,
pengkondisian semacam apa yang membentuk rasa saling percaya, rasa membentuk
7

jejaring di antara mereka dan juga dengan yang lain di luar mereka, menjadi penting untuk
diungkapkan dalam penelitian ini. Artinya, penulis melihat bahwa modal sosial terbentuk

karena sebuah pengkondisian, sebuah penciptaan keadaan dimana norma menjadi dasar
atau aturan bersama, dan rasa saling mempercayai karena saling membutuhkan satu sama
lain, dimana rasa percaya inilah yang mengikat mereka dalam membentuk jejaring di antara
mereka.
1.2.

Identifikasi Masalah
Melihat pentingnya Modal Sosial dalam komunitas maupun masyarakat, maka

penelitian ini akan mencoba mengungkap tentang Modal Sosial yang dimiliki oleh
Mahasiswa yang tinggal di Asrama Mansinam. Mengacu pada aspek sejarah, Asrama
Mansinam pertama kali didirikan karena ada kebutuhan tentang tempat tinggal Mahasiswa
Papua sekaligus pembinaan Mahasiswa yang kala itu dikirim oleh sinode GKI Papua untuk
studi di UKSW.16
Hal menarik tentang Asrama Mansinam ini dibandingkan asrama-asrama
Mahasiswa Papua sekarang ini adalah pada proses pembinaan, dan terutama pada proses
pembentukan kemandirian. Sejak awal, Asrama Mansinam diserahkan sepenuhnya untuk
dikelola oleh mahasiswa penghuni tanpa ada dukungan finansial sama sekali baik dari
pihak sinode GKI ataupun dari pihak pemerintah.17 Hal ini menarik, karena bagaimanapun
proses keberlangsungan Asrama Mansinam, menjadi sepenuhnya tanggungjawab mereka
yang menjadi penghuni disitu.

16

Bedes, M Dessy Modal Sosial, 35
Wawancara Penulis dengan penghuni Asrama Mansinam pada 9 Februari 2017 bertempat di
Asrama Mansinam Pukul 16.00 wib
17

8

Asrama Mansinam mengalami pasang surutnya sendiri. Pada periode awal,
asrama ini mengijinkan siapapun yang datang dari Papua, baik mereka yang penerima
beasiswa maupun bukan, selama mereka belum mendapatkan pemondokan atau indekos,
mereka boleh tinggal mondok sementara di Asrama Mansinam.Dalam kondisi semacam ini,
Asrama Mansinam

dikatakan pernah

mengalami

periode

surut,

karena belum

dimaksimalkan fungsinya. Pada akhir 1990-an hingga awal 2000-an, dari segi tampilan
luar, Asrama Mansinam terkesan tidak terurus, tidak terawat dan terkesan kumuh.18
Kondisi inilah yang mendorong terjadinya revitalisasi fungsi Asrama
Mansinam pada tahun 2004.19Revitalisasi fungsi Asrama Mansinam ini berarti bahwa
mengembalikan lagi fungsi Asrama Mansinam sejak pertama kali didirikan, yaitu sebagai
tempat pembinaan.Segala aturan baru dibuat, termasuk membatasi waktu berkunjung, juga
membatasi waktu-waktu untuk membuka dan menutup gerbang Asrama Mansinam20.Tentu
saja hal ini membawa konsekuensi pada keberlangsungan Asrama Mansinam.Telah
menjadi hakikat manusia bahwa dirinya tidak suka diatur.Dengan membatasi jam-jam
berkunjung, bagi penghuni tentu saja ini sebuah pembatasan pada kebebasan. Namun
begitu, fenomena menarik adalah sejak 2004 atau sejak 13 tahun revitalisasi fungsi ini
dilakukan, Asrama Mansinam masih kokoh berdiri saat ini, dan masih saja memiliki
penghuni yang memilih untuk tinggal di Asrama tersebut.

18

Wawancara penulis dengan salah satu pengurus sekaligus penghuni Asrama Mansinam
2017.Wawancara dilakukan pada tanggal 9 Febuari 2017 Pukul 16.30 wib
19
Wawancara penulis dengan salah satu pengurus sekaligus penghuni Asrama Mansinam
2017.Wawancara dilakukan pada tanggal 9 Febuari 2017 Pukul 17.00wib
20
Wawancara penulis dengan salah satu pengurus sekaligus penghuni Asrama Mansinam
2017.Wawancara dilakukan pada tanggal 9 Febuari 2017 Pukul 17.25 wib

9

Direvitalisasi tetapi masih dengan menerapkan metode yang sama yaitu tidak
memberikan dukungan finansial untuk perawatan dan pemeliharan Asrama Mansinam dari
pihak sinode GKI Papua maupun oleh pihak pemerintah daerah, otomatis bahwa seluruh
biaya perawatan maupun pemeliharaan menjadi tanggungjawab penghuni Asrama
Mansinam. Pertanyaan menggelitik adalah bagaimana mereka dapat sehati untuk bersedia
merawat Asrama Mansinam ini, sementara dipihak lain, mereka boleh saja memilih untuk
indekos dengan segala kebebasan yang mengikuti mereka? Bagaimana mereka menyadari
kebebasannya, tetapi lebih utama dari itu adalah bagaimana mereka mampu menggunakan
kesadaran akan kebebasan itu untuk bersedia menjadi di Asrama Mansinam selama mereka
menempuh studi di UKSW? Karena itu, perlu diketahui apa yang menjadi motivasi mereka
melakukan keputusan untuk tetap mondok di Asrama Mansinam. Motivasi-motivasi yang
mendasari inilah, yang kemudian diangkat sebagai dasar yang membentuk Modal Sosial di
antara mereka sebagai sesama penghuni Asrama Mansinam.
Kesediaan untuk memilih tetap tinggal di Asrama Mansinam, tentu saja
menggoda kita untuk segera mengatakan kesimpulan bahwa ada sesuatu yang menarik yang
disediakan oleh Asrama Mansinam yang tidak dimiliki oleh pemondokan atau indekos
lainnya. Karena itu, perlu juga diketahui hal-hal apa saja yang dapat saja menjadi daya tarik
tersendiri yang ada di Asrama Mansinam. Dengan kata lain, dalam kondisi yang tidak
terbebas, dan bisa saja dikatakan terkekang, karena dibatasi dengan berbagai aturan,
bagaimana mereka dapat merasakan Asrama Mansinam sebagai tempat yang tepat untuk
tinggal hingga mereka selesai studi?
Selain dugaan tentang daya tarik Asrama Mansinam, hal yang perlu diketahui
juga adalah bagaimana mereka dalam kesehariannya membangun interaksi yang bermakna
10

antara satu dengan lainnya.Adakah hal-hal yang menarik yang diciptakan diantara mereka
sendiri yang berimplikasi pada keberlangsungan Asrama Mansinam? Bagaimana Modal
Sosial, yang terekspresi melalui jaringan yang dibangun di antara mereka, ataupun dengan
yang lain di luar mereka, bagaimana rasa saling percaya juga dibangun di antara mereka
juga di luar mereka, serta norma-norma apa yang mendasari terbangunnya jejaring maupun
rasa percaya tersebut? Pertanyaan-pertanyaan ini selanjutnya dirumuskan dalam pertanyaan
penelitian ini sebagai proses pembentukan Modal Sosial di antara mereka sebagai sesama
penghuni Asrama Mansinam.
Penelitian-penelitian tentang Modal Sosial, telah banyak dilakukan. Pada
umumnya, seperti kajian-kajian yang dilakukan Putnam, Coleman, Bourdieu dan
Fukuyama, tujuan akhir dari Modal Sosial adalah pada akumulasi ekonomi atau dalam
bahasa Fukuyama adalah untuk kesejahteraan. Penelitian-penelitian berikut juga
mengasumsikan hal demikian, bahwa Modal Sosial yang dibangun oleh individu maupun
komunitas, selalu saja bermuara pada akumulasi ekonomi. Karena itu, terkait dengan
pertanyaan motivasi yang telah di paparkan di atas, apakah motivasi ekonomi, dalam hal ini
karena Asrama Mansinam pada satu sisi menawarkan harga yang lebih murah
dibandingkan dengan harga-harga kos-kosan, sehingga menjadi pertimbangan mereka yang
memilih tinggal di Asrama Mansinam, untuk menggunakan pertimbangan tersebut untuk
tetap menjadi anggota Asrama, Apakah motivasi ini juga yang mendorong mereka, untuk
membentuk Modal Sosial di antara mereka, demi merawat Asrama Mansinam? Dengan
kata lain, apakah ini adalah dasar pembentukan Modal Sosial mahasiswa yang tinggal di
Asrama Mansinam, dan atas dasar inilah, mereka kemudian berproses untuk membentuk
Modal Sosial, melalui seperangkat aturan baik aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh
11

Sinode Gereja Kristen Injili Papua, maupun aturan-aturan yang mereka sepakati bersama,
yang tercermin dalam aktivitas harian mereka sebagai penghuni Asrama Mansinam.
1.3.

Rumusan Masalah
Mengacu pada beberapa pertanyaan di atas, maka yang menjadi rumusan

masalah penelitian ini adalah:
a. Bagaimana Modal Sosial mahasiswa Papua Salatiga yang tinggal di Asrama
Mansinam?
b. Bagaimana proses pembentukan Modal Sosial tersebut?
1.4.

Tujuan Penelitian
Berpijak dari rumusan masala penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah:

a) Menggambarkan Modal Sosial yang dimiliki oleh mahasiswa Papua yang tinggal di
Asrama Mansinam
b) Menggambarkan proses-proses pembentukan Modal Sosial Mahasiswa yang tinggal
di Asrama Mansinam.
1.5.

Manfaat Penelitian
Sebagai

sebuah

kajian,

Bourdieu,Coleman,Putnam

bahkan

Fukuyama

memberikan simpulan bahwa Modal Sosial telah menjadi jembatan juga pengikat dan
memberikan kontribusi bagi perkembangan sosio-ekonomi komunitas bahkan masyarakat
juga Negara.Tidak dipungkiri bahwa Modal Sosial juga memiliki sisi gelap.Prostitusi,
narkoba, kekerasan termasuk bersifat eksklusif juga karena Modal Sosial yang dimiliki oleh
suatu komunitas.Di Indonesia mengulas bagaimana Modal Sosial digunakan sebagai
kekuatan dalam kontribusinya terhadap pembangunan dan pemberdayaan.

12

Dalam khazanah keilmuan, penelitian diharapkan memberikan kemanfaatan baik teoritis
maupun praktis. Berdasarkan itu, maka penelitian ini dirancang untuk memberikan manfaat
1. Manfaat Teoritis
Terkait penelitian ini, maka manfaat melakukan Penelitian Modal Sosial
Mahasiswa yang tinggal di Asrama Mansinam secara teoritik dapat
memberikan masukan baik itu memperkuat teori-teori yang telah ada tentang
Modal Sosial, atau sekaligus dapat memberikan masukan baru baik berupa
variabel atau indikator-indikator lain yang dapat digunakan dalam kajian
tentang Modal Sosial.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian tentang Modal Sosial mahasiswa yang tinggal di Asrama
Mansinam diharapkan dapat memberikan masukkan kepada pihak-pihak terkait,
dalam hal ini pihak Universitas misalnya dalam merancang tentang pembinaan
mahasiswa dengan menggunakan kekuatan Modal Sosial yang dimiliki
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukkan kepada pihak Pemeritah
daerah yang setiap tahun mengirimkan mahasiswa dari Papua untuk studi, agar
dapat

memaksimalkan

Modal

Sosial,

demi

pencapaian

tujuan-tujuan

Pemerintah Daerah yaitu mahasiswa yang dikirim untuk studi agar berhasil
sesuai rencana waktu yang ditetapkan.
1.6.

Metode Penelitian
Penelitian merupakan sebuah rencana untuk mengungkapkan sesuatu.Karena

itu, penelitian memerlukan aspek metodologis untuk menjawab bagaimana sesuatu itu
diungkapkan.Metode atau methodos dalam bahasa Yunani (meta+bodos), berarti cara.
13

Tashakkori & Charles mengungkapkan bahwa dengan demikian, metode penelitian adalah
cara yang sistimatik digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data yang diperlukan
dalam proses identifikasi dan penjelasan fenomena yang sedang ditelisiknya 21. Menurut
Kusuma juga Sugiyono, penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik
pelaporannya menggunakan teknik deskriptif, sementara cara mengumpulkan datanya,
menggunakan teknik teknik observasi dan wawancara.22
1.7.

Rencana Penulisan
Penelitian merupakan upaya terstruktur dan sistimatik untuk mengungkapkan

kebenaran dibalik fakta.Sebagai upaya terstruktur dan sistimatik, maka penelitian tentu
perlu memiliki kerangka. Dalam maksud itu maka penelitian ini disusun dalam beberapa
bab, dengan isi dari masing-masing bab tersebut, sebagai berikut
1. BAB I yaitu Pendahuluan, berisi tentang latar belakang penulisan, identifikasi
masalah penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat peneltiian, metode
penelitian.
2. BAB II yaitu Landasan Konseptual, berisis tentang konsep Modal Sosial, Fungsi
Modal Sosial, Unsur-Unsur dalam Modal Sosial, Proses Pembentukan Modal Sosial
dan Pengelompokkan Modal Sosial.
3. BAB III Modal Sosial Mahasiswa Di Asrama Mansinam SalatigaDasar Dan Proses
Pembentukan Modal Sosialberisi tentang Salatiga, Kota Persemaian Tentang
Indonesia, .Sejarah Asrama Mansinam Salatiga, Kehidupan Mahasiswa Sebelum

21

Tashakkori, A & Charles, T. 2003.Handbook of Mixed Methods in Sosial & Behavior
Research.(Sage Publ. Oak California, 2003), 227
Djaelani, A. R,“Teknik Pengumpulan Data dalam Penelitian Kualiatatif,” 13-15.

22

14

dan Awal Masuk Asrama Mansinam Salatiga, Dasar dan Proses Pembentukan
Modal Sosial Mahasiswa Penghuni Asrama Mansinam, Nilai, Kepercyaan dan
Jejaring Selama Menjadi Penghuni Asrama Mansinam.
4. BAB IV Berisi Tentang Pembahasan Kebutuhan Psiko-Sosiologis Sebagai
pembentuk Modal Sosial dan Analisis.
5. BAB V Berisi tentang Kesimpulan dan Saran.

15