Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi dan Kompensasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada Bank Negara Indonesia Kantor Wilayah Medan

BAB II
KERANGKA TEORI

2.1 Gaya Kepemimpinan
2.1.1 Pengertian Gaya Kepemimpinan
Hersey (2004:29) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola
tingkah laku (kata-kata dan tindakan-tindakan) dari seorang pemimpin yang
dirasakan oleh orang lain. Menurut Rivai (Jono dkk, 2014:3) kepemimpinan
adalah suatu perilaku dengan tujuan tertentu untuk mempengaruhi aktivitas para
anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang dirancang untuk
memberikan manfaat individu dan organisasi, sehingga dalam suatu organisasi
kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan
pencapaian tujuan yang telah diterapkan oleh organisasi.
Stoner (Handoko, 2009:294) menyatakan bahwa kepemimpinan dapat
didefinisikan sebagai suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada
kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya.
Menurut Ishak dan Tanjung (2003:235) kepemimpinan (Leadership) adalah
kemampuan seseorang untuk menguasai atau mempengaruhi orang lain atau
masyarakat yang saling berbeda-beda menuju kepada pencapaian tujuan tertentu.
Jadi, kepemimpinan atau leadership ini merupakan “sifat-sifat” yang harus
dimiliki oleh seorang pemimpin (leader), yang dalam penerapannya mengandung

konsekuensi terhadap diri si pemimpin antara lain sebagai berikut:
1. Harus berani mengambil keputusan sendiri secara tegas dan tepat (decision
making).

2. Harus berani menerima resiko sendiri.

10
Universitas Sumatera Utara

11

3. Harus berani menerima tanggung jawab sendiri (The Printciple of Absoluteness
of Responsibility).

2.1.2 Fungsi Utama Pemimpin
Menurut Kadarman dkk (2001:143) agar suatu kelompok dapat dipimpin
dengan efektif, seorang pemimpin paling sedikit harus menjalankan dua fungsi
utama, yaitu:
1. Fungsi pemecahan masalah (problem solving function)
Fungsi ini berhubungan dengan tugas atau pekerjaan yaitu memberikan jalan

keluar, pendapat dan informasi terhadap masalah yang dihadapi kelompok.
2. Fungsi sosial
Fungsi ini berhubungan dengan kehidupan kelompok, yaitu memberikan
dorongan kepada anggota kelompok untuk mencapai tujuan dan menciptakan
suasana kerja bagi kelompoknya.
2.1.3 Tipe-Tipe Kepemimpinan
Menurut Sudarwan (2004:75) bertolak dari perilaku pemimpin dalam
sekelompok manusia organisasional, kita dapat mengelompokkan kepemimpinan
seseorang dalam tipe-tipe tertentu yang masing-masing memiliki ciri-ciri
tersendiri. Adapun tipe-tipe kepemimpinan tersebut adalah seperti tersebut di
bawah ini:
1. Pemimpin Otokratik
Pemimpin otokratik berasumsi bahwa maju mundurnya organisasi hanya
tergantung kepada dirinya. Pemimpin otokratik memiliki ciri-ciri antara lain:
a. Beban kerja organisasi pada umumnya ditanggung oleh pemimpin.

Universitas Sumatera Utara

12


b. Bawahan, oleh pimpinan hanya dianggap sebagai pelaksana dan mereka
tidak boleh memberikan ide-ide baru.
c. Bekerja dengan disiplin tinggi, belajar keras, dan tidak kenal lelah.
d. Menentukan kebijakan sendiri dan kalaupun bermusyawarah sifatnya hanya
penawaran saja.
e. Memiliki kepercayaan rendah terhadap bawahan dan kalaupun kepercayaan
diberikan, di dalam dirinya penuh ketidakpercayaan.
f. Komunikasi dilakukan secara tertutup dan satu arah.
g. Korektif dan minta penyelesaian tugas pada waktu sekarang.
2. Pemimpin demokratis
Kepemimpinan demokratis adalah kepemimpinan yang dilandasi oleh
anggapan bahwa hanya karena interaksi kelompok yang dinamis, tujuan
organisasi akan tercapai. Ciri-ciri kepemimpinan demokratis antara lain:
a. Beban kerja organisasi menjadi tanggung jawab bersama personalia
organisasi itu.
b. Bawahan, oleh pimpinan dianggap sebagai komponen pelaksana, dan secara
integral harus diberi tugas dan tanggung jawab.
c. Disiplin, akan tetapi tidak kaku dan memecahkan masalah secara bersama.
d. Kepercayaan tinggi terhadap bawahan dengan tidak melepaskan tanggung
jawab pengawasan.

e. Komunikasi dengan bawahan bersifat terbuka dan dua arah.
3. Pemimpin permisif
Pemimpin permisif tidak mempunyai pendirian yang kuat, sikapnya serba
boleh. Pimpinan yang termasuk ke dalam kategori ini biasanya terlalu banyak

Universitas Sumatera Utara

13

mengambil muka dengan dalih untuk mengenakan individu yang dihadapinya.
Ciri-ciri pimpinan yang permisif antara lain adalah:
a. Tidak ada pegangan yang kuat dan kepercayaan rendah pada diri sendiri.
b. Mengiyakan semua saran.
c. Lambat dalam membuat keputusan.
d. Banyak “mengambil muka” kepada bawahan.
e. Ramah dan tidak menyakiti bawahan.
2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Gaya Kepemimpinan
Menurut Robert dan Warren (Kadarman dkk, 2001:145) terdapat berbagai
faktor yang mempengaruhi seorang manajer memiliki suatu gaya kepemimpinan,
yaitu:

1. Karakteristik Manajer
Cara seorang manajer memimpin banyak dipengaruhi oleh latar belakang
pendidikannya, pengalaman masa lalunya, nilai-nilai yang dianutnya, dan
sebagainya.

Misalnya, jika seorang manajer mempunyai keyakinan bahwa

kebutuhan organisasi harus lebih diutamakan daripada kebutuhan individu,
kemungkinan besar ia akan sangat mengarahkan aktivitas para pegawainya.
2. Karakteristik Bawahan
Seorang manajer akan memberikan kebebasan dan mengikutsertakan
bawahannya dalam pengambilan keputusan bila bawahan dianggap cukup
berpengalaman dan mempunyai pengetahuan yang memadai untuk mengatasi
masalah secara efektif.

Apabila bawahan memahami dengan baik tujuan

organisasi, mempunyai pengetahuan dan pengalaman untuk memecahkan
masalah secara efektif dan efisien, manajer akan cenderung untuk bersikap


Universitas Sumatera Utara

14

demokratik dan mengikutsertakan bawahan dalam kepemimpinan. Tetapi bila
bawahan dipandang tidak mempunyai kemampuan tersebut, manajer akan
cenderung bergaya otoriter.
3. Karakteristik Organisasi
Seorang manajer akan menentukan gaya kepemimpinan berdasarkan iklim
organisasi, jenis pekerjaan organisasi dan sebagainya.
2.2 Motivasi Kerja
2.2.1 Pengertian Motivasi
Menurut Jono dkk (2014:221) motivasi merupakan psikis yang mendorong
orang untuk melakukan sesuatu. Motivasi dapat berasal dari dalam diri maupun
luar diri seseorang. Wexley & Yukl (Sutrisno, 2009:110) menyatakan bahwa
motivasi adalah pemberian atau penimbulan motif atau dapat pula diartikan
sebagai hal atau keadaan menjadi motif.

Jadi, motivasi adalah sesuatu yang


menimbulkan semangat atau dorongan kerja.
Usman (Jono dkk, 2014:221) menyatakan bahwa motivasi ialah keinginan
untuk berbuat sesuatu, sedangkan motif adalah kebutuhan ( need), keinginan
(wish), dorongan (desire) atau impuls.

Motivasi merupakan keinginan yang

terdapat pada seorang individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakantindakan atau sesuatu yang menjadi dasar atau alasan seseorang berperilaku.
Motivasi kerja dapat diartikan sebagai keinginan atau kebutuhan yang
melatarbelakangi seseorang sehingga ia terdorong untuk bekerja.
Menurut Stephen P. (Wibowo, 2013:378) motivasi sebagai proses yang
menyebabkan intensitas (intensity), arah (direction), dan usaha terus-menerus
(persistence ) individu menuju pencapaian tujuan.

Intensitas menunjukkan

Universitas Sumatera Utara

15


seberapa keras seseorang berusaha.

Tetapi intensitas tinggi tidak mungkin

mengarah pada hasil kinerja yang baik kecuali usaha dilakukan dalam arah yang
menguntungkan organisasi.

Karenanya harus dipertimbangkan kualitas usaha

maupun intensitasnya.
Menurut Sudarmo (Sutrisno, 2009:111) motivasi untuk bekerja ini sangat
penting bagi tinggi rendahnya produktivitas perusahaan. Tanpa adanya motivasi
dari para karyawan untuk bekerja sama bagi kepentingan perusahaan, maka tujuan
yang telah ditetapkan tidak akan tercapai. Sebaliknya, apabila terdapat motivasi
yang tinggi dari para karyawan, maka hal ini merupakan suatu jaminan atas
keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuannya.
2.2.2 Teori-Teori Motivasi
Menurut Siswanto (2005:127) proses motivasi diarahkan untuk mencapai
tujuan. Tujuan yang ingin direalisasikan dipandang sebagai kekuatan (power)
yang menarik individu.


Tercapainya tujuan sekaligus dapat mengurangi

kebutuhan yang belum dipenuhi. Apabila seorang manajer harus meramalkan
perilaku secara cukup teliti, ia perlu mengetahui sesuatu mengenai tujuan
bawahannya dan tindakan yang akan diambil untuk mencapainya .
John P. et al (Siswanto, 2005:127) mengelompokkan teori motivasi
menjadi kategori sebagai berikut:
1. Teori Kepuasan (Content Theories)
Teori kepuasan berorientasi pada faktor dalam diri individu yang menguatkan,
mengarahkan, mendukung, dan menghentikan perilaku.

Pendukung teori

kepuasan adalah sebagai berikut:
a. Teori Hierarki Kebutuhan Menurut Abraham H. Maslow

Universitas Sumatera Utara

16


Maslow (Siswanto, 2005:128) mengemukakan bahwa “Kebutuhan individu
dapat disusun dalam suatu hierarki. Hierarki kebutuhan yang paling tinggi
adalah kebutuhan fisiologis karena kebutuhan ini merupakan kebutuhan
yang paling kuat sampai kebutuhan tersebut terpuaskan”. Hierarki
kebutuhan tersebut secara lengkap meliputi lima hal berikut:
1) Kebutuhan fisiologis

(physiological

biasanya dikaitkan dengan uang.

needs).

Kepuasan fisiologis

Hal ini berarti bahwa orang tidak

tertarik pada uang semata, tetapi sebagai alat yang dapat dipakai untuk
memuaskan kebutuhan lain. Seperti: makan, minum, pakaian, tempat

tinggal dan kesehatan.
2) Kebutuhan keselamatan atau keamanan (safety or security needs).
Kebutuhan keselamatan atau keamanan dapat timbul secara sadar atau
tidak sadar. Orientasi ketidaksadaran yang kuat kepada keamanan sering
dikembangkan sejak masa kanak-kanak. Seperti: kebebasan dari
intimidasi baik kejadian atau lingkungan.
3) Kebutuhan sosial atau afiliasi (social or affiliation needs). Termasuk
kebutuhan ini adalah kebutuhan akan teman, afiliasi, interaksi, dan cinta.
4) Kebutuhan penghargaan atau rekognisi (esteems or recognition needs).
Motif utama yang berhubungan dengan kebutuhan penghargaan dan
rekognisi, yaitu seperti: prestise dan kekuasaan.
5) Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs). Kebutuhan untuk
memenuhi diri sendiri dengan penggunaan kemampuan maksimum,
keterampilan, dan potensi.

Universitas Sumatera Utara

17

b. Teori Dua Faktor Menurut Frederick Herzberg.
Dua faktor mengenai motivasi yang dikembangkan oleh Frederick Herzberg
(Siswanto, 2005:129) adalah faktor yang membuat individu merasa tidak
puas (dissatisfied) dan faktor yang membuat individu merasa puas
(satisfied). Kesimpulan khusus yang dihasilkan Herzberg dari penelitiannya

adalah:
1) Terdapat serangkaian kondisi ekstrinsik, keadaan pekerjaan yang
menyebabkan rasa tidak puas diantara para bawahan apabila kondisi
tersebut tidak ada. Apabila kondisi tersebut ada, hal itu tidak perlu
memotivasi bawahan. Kondisi tersebut adalah faktor-faktor yang
membuat individu merasa tidak puas karena faktor-faktor tersebut
diperlukan untuk mempertahankan hierarki yang paling rendah, yaitu
tingkat tidak adanya ketidakpuasan.
2) Serangkaian kondisi intrinsik kepuasan pekerjaan yang apabila terdapat
dalam pekerjaan akan menggerakkan tingkat motivasi yang kuat
sehingga dapat menghasilkan kinerja pekerjaan yang baik.

Apabila

kondisi tersebut tidak ada, kondisi tersebut ternyata tidak menimbulkan
rasa ketidakpuasan yang berlebihan. Serangkaian faktor tersebut disebut
satisfied.

c. Teori Kebutuhan Menurut David C. McClelland
Teori motivasi dari McClelland dihubungkan dengan konsep belajar Gibson
(Siswanto, 2005:130). Oleh karena itu, banyak kebutuhan diperoleh dari
kebudayaan. Tiga kebutuhan yang dikemukakan adalah:
1) Kebutuhan akan kerja (needs for achievement, disingkat, n-Ach)

Universitas Sumatera Utara

18

2) Kebutuhan akan afiliasi (needs for affiliation, disingkat, n-Aff)
3) Kebutuhan akan kekuasaan (needs for power, disingkat, n-Pow)
Apabila kebutuhan individu terasa sangat mendesak, kebutuhan tersebut
akan memotivasi individu yang bersangkutan untuk berusaha keras memenuhi
kebutuhannya. Misalnya, apabila individu memiliki n-Ach yang tinggi maka
kebutuhan tersebut mendorong individu yang bersangkutan untuk menetapkan
tujuan yang penuh tantangan, bekerja keras untuk merealisasikan tujuan tersebut,
serta mengaplikasikan keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk
mencapainya.
2. Teori Proses (Process Theory)
Teori proses mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana perilaku dikuatkan,
diarahkan, didukung, dan diberhentikan. Tiga teori proses yang merupakan
karya dari Victor H. Vroom (Siswanto, 2005:130) dideskripsikan pada bagian
berikut:
a. Teori Harapan (Expectancy Theory)
Dalam suatu organisasi, setiap individu memiliki harapan usaha kinerja.
Harapan tersebut menunjukkan persepsi individu mengenai sulitnya
mencapai perilaku tertentu dan mengenai kemungkinan tercapainya perilaku
tersebut.
b. Teori Keadilan (Equity Theory)
Teori keadilan menekankan bahwa bawahan membandingkan usaha mereka
dan imbalan mereka dengan usaha dan imbalan yang diterima orang lain
dalam iklim kerja yang sama. Dasar dari teori motivasi ini dengan dimensi

Universitas Sumatera Utara

19

bahwa individu dimotivasi oleh keinginan untuk diperlakukan secara adil.
Dalam perkerjaan, individu bekerja untuk memperoleh imbalan.
c. Teori Penguatan (Reinforment Theory)
Penguatan merupakan prinsip belajar yang sangat penting. Tanpa penguatan
tidak akan terjadi modifikasi perilaku yang dapat diukur. Para manajer
seringkali menggunakan pengukuh positif untuk memodifikasi perilaku.
Dalam banyak hal, pengukuh bekerja sesuai dengan yang diperkirakan
sebelumnya. Adapun dalam hal lain pengukur tidak memodifikasi perilaku
dalam arah yang diinginkan karena terdapatnya kemungkinan penguatan
yang berkompetisi. Apabila penguat tersebut tidak disatukan pada perilaku
yang diinginkan oleh manajer, perilaku yang diinginkan tidak akan terjadi.
Demikian pula apabila pengukuh baru diberikan jauh sesudah trjadinya
perilaku yang diinginkan, kemungkinan terjadi perilaku yang diinginkan
menjadi berkurang. Penguatan negatif berhubungan dengan bertambahnya
frekuensi respons yang timbul sesudah disingkirkannya pengukuh negatif,
segera setelah ada respons. Suatu kejadian merupakan pengukuh negatif
hanya apabila kejadian tersebut disingkirkan sesudah suatu respons
menaikkan penampilan dari suatu respons.
2.2.3 Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Pemberian Motivasi
Sutrisno (2009:144) menyatakan bahwa pemberian motivasi kepada para
karyawan merupakan kewajiban para pimpinan, agar para karyawan tersebut
dapat lebih meningkatkan volume dan mutu pekerjaan yang menjadi
tanggungjawab. Untuk itu, seorang pemimpin perlu memperhatikan hal-hal
berikut agar pemberian motivasi dapat berhasil seperti yang diharapkan, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

20

1. Memahami perilaku bawahan
Pimpinan harus dapat memahami perilaku bawahan, artinya seorang pimpinan
dalam tugas keseluruhan hendaknya dapat memerhatikan, mengamati perilaku
para bawahan masing-masing. Dengan memahami perilaku mereka akan lebih
memudahkan tugasnya memberi motivasi kerja.

Disini seorang pimpinan

dituntut mengenal seseorang, karena tidak ada orang yang mempunyai perilaku
yang sama.
2. Harus berbuat dan berperilaku realistis
Seorang pimpinan mengetahui bahwa kemampuan para bawahan tidak sama,
sehingga dapat memberikan tugas yang kira-kira sama dengan kemampuan
mereka masing-masing.

Dalam memberi motivasi harus menggunakan

pertimbangan-pertimbangan yang logis dan dapat dilakukan oleh bawahan.
3. Tingkat kebutuhan setiap orang berbeda
Tingkat kebutuhan setiap orang tidak sama disebabkan karena adanya
kecenderungan, keinginan, perasaan dan harapan yang berbeda antara satu
orang dengan orang lain pada waktu yang sama.
4. Mampu menggunakan keahlian
Seorang pimpinan yang dikehendaki dapat menjadi pelopor dalam setiap hal.
Diharapkan lebih menguasai seluk-beluk pekerjaan, mempunyai kiat sendiri
dalam menyelesaikan masalah, apalagi masalah yang dihadapi bawahan dalam
melaksanakan tugas.

Untuk itu mereka dituntut dapat menggunakan

keahliannya:
a. Menciptakan iklim kerja yang menyenangkan
b. Memberikan penghargaan dan pujian bagi yang berprestasi

Universitas Sumatera Utara

21

c. Membagi tugas sesuai dengan kemampuan para bawahan
d. Memberi umpan balik tentang hasil pekerjaan
e. Memberi kesempatan kepada bawahan untuk maju dan berkreativitas
5. Pemberian motivasi harus mengacu pada orang
Pemberian motivasi adalah untuk orang atau karyawan secara pribadi dan
bukan untuk pimpinan sendiri.

Seorang pimpinan harus memperlakukan

seorang bawahan, bukan sebagai diri sendiri yang sedang mempunyai
kesadaran tinggi untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Oleh karena itu,
motivasi harus dapat mendorong setiap karyawan untuk berperilaku dan
berbuat sesuai dengan apa yang diinginkan pimpinan.
6. Harus dapat memberi keteladanan
Keteladanan merupakan guru yang terbaik, tidak guna seribu kata bila
perbuatan seseorang tidak menggambarkan perbuatannya.

Orang tidak

menaruh hormat dan simpati pada pimpinannya yang hanya pandai berkata
tetapi tidak berbuat seperti apa yang dikatakannya. Keteladanan adalah contoh
nyata yang dapat dilihat, disaksikan oleh seorang bawahan. Dengan
keteladanan seorang pimpinan, bawahan akan dapat termotivasi bagaimana
cara bekerja dengan baik, berkata, dan berbuat yang baik.
2.3 Kompensasi
2.3.1 Pengertian Kompensasi
Cascio F (Jono dkk, 2014:181) menyatakan bahwa kompensasi meliputi
bentuk pembayaran tunai langsung, pembayaran tidak langsung dalam bentuk
manfaat karyawan, dan insentif untuk memotivasi karyawan agar bekerja keras
untuk mencapai produktivitas yang semakin tinggi. Secara umum, Werther dan

Universitas Sumatera Utara

22

Keith (Jono dkk, 2014:181) mendefinisikan kompensasi merupakan sesuatu yang
diterima karyawan sebagai penukar dari kontribusi jasa mereka pada perusahaan.
Menurut Hasibuan (2011:118) kompensasi adalah semua pendapatan yang
berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima oleh
karyawan sebagai imbalan atas apa yang diberikan kepada perusahaan. Menurut
Panggabean (Sutrisno, 2009:181) kompensasi dapat didefinisikan sebagai setiap
bentuk penghargaan yang diberikan kepada karyawan sebagai balas jasa atas
kontribusi yang mereka berikan kepada organisasi.
2.3.2 Tujuan Kompensasi
Menurut Wibowo (2013:349) tujuan manajemen kompensasi adalah untuk
membantu organisasi mencapai keberhasilan strategis sambil memastikan
keadilan internal dan eksternal. Internal equity atau keadilan internal memastikan
bahwa jabatan yang lebih menantang atau orang yang mempunyai kualifikasi
lebih baik dalam organisasi dibayar lebih tinggi. Sementara itu, external equity
atau keadilan eksternal menjamin bahwa pekerjaan mendapatkan kompensasi
secara adil dalam perbandingan dengan pekerjaan yang sama di pasar tenaga
kerja.
Menurut Werther dan Davis (Wibowo, 2013:350) tujuan manajemen
kompensasi adalah sebagai berikut:
1. Memperoleh personel berkualitas
Kompensasi perlu ditetapkan cukup tinggi untuk mampu menarik pelamar.
Tingkat pembayaran harus tanggap terhadap permintaan dan penawaran tenaga
kerja di pasar kerja karena harus bersaing untuk mendapatkan tenaga kerja.

Universitas Sumatera Utara

23

2. Mempertahankan karyawan yang ada
Pekerja dapat keluar apabila tingkat kompensasi tidak kompetitif terhadap
organisasi lain, dengan akibat perputaran tenaga kerja tinggi. Dengan
demikian, perlu dipertimbangkan mana yang lebih baik dan menguntungkan
antara meningkatkan kompensasi dengan mencari pekerja baru dengan
konsekuensi harus melatih kembali pekerja baru.
3. Memastikan keadilan
Manajemen kompensasi berusaha keras menjaga keadilan internal dan
eksternal. Keadilan internal memerlukan bahwa pembayaran dihubungkan
dengan nilai relatif pekerjaan sehingga pekerjaan yang sama mendapatkan
pembayaran sama. Keadilan eksternal berarti membayar pekerja sebesar apa
yang diterima pekerja yang setingkat oleh perusahaan lain.
4. Menghargai perilaku yang diinginkan
Pembayaran harus memperkuat perilaku yang diinginkan dan bertindak sebagai
insentif untuk perilaku di masa depan.

Rencana kompensasi yang efektif

menghargai kinerja, loyalitas, keahlian, dan tanggungjawab.
5. Mengawasi biaya
Sistem kompensasi yang rasional membantu organisasi memelihara dan
mempertahankan pekerja pada biaya yang wajar.

Tanpa manajemen

kompensasi yang efektif, pekerja dapat dibayar terlalu tinggi atau terlalu
rendah.
6. Mematuhi peraturan
Sistem upah dan gaji yang baik mempertimbangkan tantangan legal yang
dikeluarkan pemerintah dan memastikan pemenuhan pekerja.

Universitas Sumatera Utara

24

7. Memfasilitasi saling pengertian
Sistem manajemen kompensasi harus mudah dipahami oleh spesialis sumber
daya manusia, manajer operasi, dan pekerja. Dengan demikian, terbuka saling
pengertian dan menghindari kesalahan persepsi.
8. Efisiensi administratif selanjutnya
Program upah dan gaji harus dirancang dapat dikelola secara efisien, meskipun
tujuan ini merupakan pertimbangan sekunder.
2.3.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kompensasi
Manullang (2001:286) menyatakan bahwa dalam pemberian kompensasi
harus diperhatikan bahwa kompensasi dapat mempunyai nilai yang berbeda bagi
masing-masing individu yang menerimanya. Hal ini disebabkan karena masingmasing individu memiliki kebutuhan, keinginan, dan pandangan yang berbeda
satu sama lainnya. Oleh karena itu dalam menetapkan suatu kebijakan pemberian
imbalan terdapat faktor-faktor yang harus dipertimbangkan selain faktor
jumlahnya.
Menurut Hasibuan (2011:127) faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya
kompensasi adalah sebagai berikut:
1. Penawaran dan Permintaan Tenaga Kerja
Jika pencari kerja lebih banyak dari pada lowongan pekerjaan maka
kompensasi relatif kecil sebaliknya jika pencari kerja lebih sedikit dari pada
lowongan pekerjaan maka kompensasi relatif semakin besar.
2. Kemampuan dan Kesediaan Perusahaan
Bila kemampuan dan kesediaan perusahaan untuk membayar semakin baik,
maka tingkat kompensasi akan semakin besar, tetapi sebaliknya jika

Universitas Sumatera Utara

25

kemampuan dan kesediaan perusahaan untuk membayar kurang maka tingkat
kompensasi relatif kecil.
3. Serikat Buruh atau Organisasi Karyawan
Apabila serikat buruhnya kuat dan berpengaruh maka tingkat kompensasi
semakin besar dan begitu pula dengan sebaliknya.
4. Produktivitas Kerja Karyawan
Jika produktivitas karyawan baik dan tinggi maka kompensasi akan semakin
besar sebaliknya jika produktivitas kerjanya buruk serta rendah maka
kompensasinya kecil.
5. Posisi Jabatan Karyawan
Karyawan yang memiliki jabatan yang tinggi maka akan menerima kompensasi
yang lebih besar jika dibandingkan dengan karyawan yang memiliki jabatan
lebih rendah.
6. Pendidikan dan Pengalaman Kerja
Jika pendidikan lebih tinggi dan pengalaman kerja lebih lama maka gaji atau
balas jasanya akan semakin besar, karena kecakapan serta keterampilannya
lebih baik. Sebaliknya, karyawan yang berpendidikan rendah dan pengalaman
kerja yang kurang maka tingkat gaji atau kompensasinya kecil.

Universitas Sumatera Utara

26

2.3.4 Jenis-Jenis Kompensasi
Menurut Hasibuan (2011:117) kompensasi dibagi dalam dua kelompok
yaitu kompensasi langsung dan tidak langsung, sebagai berikut:
1. Kompensasi langsung diantaranya:
a. Gaji adalah balas jasa yang dibayar secara periodik kepada karyawan tetap
serta mempunyai jaminan yang pasti. Maksudnya, gaji akan tetap
dibayarkan walaupun pekerja tersebut tidak masuk kerja.
b. Upah adalah balas jasa yang dibayarkan kepada pekerja harian dengan
berpedoman atas perjanjian yang disepakati membayarnya.
c. Insentif adalah tambahan balas jasa yang diberikan kepada karyawan
tertentu yang prestasinya di atas prestasi standar. Insentif ini merupakan
alat yang dipergunakan sebagai pendukung prinsip adil dalam pemberian
kompensasi.
2. Kompensasi tidak langsung, diantaranya:
a. Tunjangan karyawan
Tambahan hak istimewa selain pembayaran kompensasi seperti pembayaran
tidak masuk kantor (pelatihan, cuti kerja, sakit, liburan tanggal merah, acara
pribadi, masa istirahat, asuransi kesehatan dan program pensiunan).
b. Tunjangan jabatan
Tambahan hak istimewa selain pembayaran kompensasi dan tunjangan
karyawan.

Universitas Sumatera Utara

27

2.4 Kinerja Karyawan
2.4.1 Pengertian Kinerja
Kinerja adalah terjemahan dari performance yang berarti penampilan atau
untuk kerja atau prestasi.

Istilah kinerja dalam kamus Illustrated Oxford

Dictionary (Keban, 2004:180) menunjukkan The execution or fulfillment of a duty

(pelaksanaan atau pencapaian dari suatu tugas) atau persons achievement under
test conditions (pencapaian hasil dari seseorang ketika diuji). Menurut Luthans

(2005:165) kinerja adalah kuantitas atau kualitas sesuatu yang dihasilkan atau jasa
yang diberikan oleh seseorang yang melakukan pekerjaan.
Benardin dan Russel (Keban, 2004:180) menyatakan bahwa menekankan
kinerja pada outcome yang dihasilkan diperoleh setelah suatu pekerjaan atau
aktivitas dijalankan selama kurun waktu tertentu.

Dengan demikian, kinerja

hanya mengacu pada serangkaian hasil yang diperoleh seorang pegawai selama
periode tertentu dan tidak masuk karakteristik pribadi pegawai yang dinilai.
Outcome atau pencapaian hasil dapat dinilai menurut pelaku, yaitu yang

dihasilkan oleh individu (kinerja individu), oleh kelompok (kinerja kelompok) dan
oleh institusi (kinerja institusi).
Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara
keseluruhan selama periode tertentu dalam melaksanakan tugas dibandingkan
dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau
kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu telah disepakati bersama (Rivai dan
Basri, 2005:50). Mathis dan Jackson (2006:65) menyatakan bahwa kinerja adalah
apa yang dilakukan atau tidak dilakukan pegawai. Manajemen kinerja adalah
keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau

Universitas Sumatera Utara

28

organisasi, termasuk kinerja masing-masing individu dan kelompok kerja di
perusahaan tersebut.
2.4.2 Tujuan Manajemen Kinerja
Dharma (2005:27) menyatakan bahwa tujuan manajemen kinerja adalah
untuk menciptakan budaya para individu dan kelompok memikul tanggungjawab
bagi usaha peningkatan proses kerja dan kemampuan yang berkesinambungan.
Proses manajemen kinerja dapat digunakan untuk mengomunikasikan dan
memperkuat strategi, nilai dan norma organisasi dan mengintegrasikan sasaran
individu dan organisasi. Manajemen kinerja memungkinkan individu untuk
mengekspresikan pandangan mereka tentang apa yang seharusnya mereka
kerjakan, arah yang akan dituju dan bagaimana seharusnya mereka dikelola.
Gibson (Dharma, 2012:66) menyatakan bahwa tujuan manajemen kinerja
antara lain untuk:
1. Meningkatkan prestasi kerja staf, baik secara individu maupun dalam
kelompok setinggi-tingginya.

Peningkatan prestasi kerja perorangan pada

gilirannya akan mendorong kinerja staf.
2. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan meningkatkan hasil
kerja melalui prestasi pribadi.
3. Memberikan kesempatan kepada staf untuk menyampaikan perasaannya
tentang pekerjaan, sehingga terbuka jalur komunikasi dua arah antara pimpinan
dan staf.

Universitas Sumatera Utara

29

2.4.3 Karakteristik Kinerja Karyawan
Menurut Mangkunegara (2002:68) karakteristik orang yang mempunyai
kinerja tinggi adalah sebagai berikut:
1. Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi.
2. Berani mengambil dan menanggung resiko yang dihadapi.
3. Memiliki tujuan yang realistis.
4. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasikan
tujuannya.
5. Memanfaatkan umpan balik yang konkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang
dilakukannya.
6. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan.
2.4.4 Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kinerja Seseorang
Gibson (Dharma, 2012:66) menyatakan bahwa ada tiga faktor yang
berpengaruh terhadap kinerja seseorang yaitu:
1. Faktor individu
Kemampuan, keterampilan, latar belakang keluarga, pengalaman tingkat sosial,
dan demografi seseorang.
2. Faktor psikologis
Persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi, dan kepuasan kerja.
3. Faktor organisasi
Struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan
(reward system).

Universitas Sumatera Utara

30

2.4.5 Indikator Kinerja Karyawan
Adapun indikator dari kinerja karyawan menurut Bernadine (Bryan,
2014:6) adalah sebagai berikut:
1. Kualitas
Tingkat dimana hasil aktivitas yang dilakukan mendekati sempurna, dalam arti
menyesuaikan beberapa cara ideal dari penampilan aktivitas ataupun
memenuhi tujuan yang diharapkan dari suatu aktivitas.
2. Kuantitas
Jumlah yang dihasilkan dalam istilah jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang
diselesaikan.
3. Ketepatan Waktu
Tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada waktu awal yang diinginkan, dilihat
dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang
tersedia untuk aktivitas lain.
4. Efektivitas
Tingkat penggunaan sumber daya manusia organisasi dimaksimalkan dengan
maksud menaikkan keuntungan atau mengurangi kerugian dari setiap unit
dalam penggunaan sumber daya.
5. Kemandirian
Tingkat dimana seorang karyawan dapat melakukan fungsi kerjanya tanpa
minta bantuan bimbingan dari pengawas atau meminta turut campurnya
pengawas untuk menghindari hasil yang merugikan.

Universitas Sumatera Utara

31

2.5 Hubungan Antar Variabel
2.5.1 Hubungan Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan
Tugas seorang pemimpin adalah mendorong bawahannya untuk mencapai
tujuan. Jadi dalam memimpin pasti terlibat kemampuan seseorang untuk
mempengaruhi atau memotivasi orang lain/bawahannya agar mereka mau
melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya dengan baik (Kadarman dkk,
2001:137).
2.5.2

Hubungan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan
Menurut Wibowo (2013:389) motivasi dapat dipastikan memengaruhi

kinerja, walaupun bukan satu-satunya faktor yang membentuk kinerja. Apabila
pekerja mempunyai motivasi untuk mencapai tujuan pribadinya, maka mereka
harus meningkatkan kinerja. Meningkatnya kinerja pekerja akan meningkatkan
pula kinerja organisasi. Dengan demikian, meningkatnya motivasi pekerja akan
meningkatkan kinerja individu, kelompok, maupun organisasi (Wibowo,
2013:377).
Motivasi dapat digunakan untuk memotivasi pegawai, mengembangkan
inisiatif, rasa tanggung jawab sehingga mereka terdorong untuk meningkatkan
kinerjanya (Dharma, 2005:15). Menurut Sutrisno (2009:147) pemberian motivasi
kepada para karyawan merupakan kewajiban para pemimpin, agar para karyawan
tersebut dapat lebih meningkatkan volume dan mutu pekerjaan yang menjadi
tanggung jawab.

Universitas Sumatera Utara

32

2.5.3 Hubungan Kompensasi Terhadap Kinerja Karyawan
Merancang sistem kompensasi yang baik akan memiliki dampak ganda
bagi organisasi, karena di satu sisi kompensasi akan berdampak pada biaya
operasi, di sisi lain kompensasi akan memengaruhi perilaku serta sikap kerja
karyawan sesuai dengan keinginan organisasi agar karyawan dapat meningkatkan
kinerjanya. Hal ini dapat dipahami karena salah satu tujuan seseorang bekerja
mengharapkan kompensasi dari organisasi di mana ia bekerja, sedangkan pihak
perusahaan mengharapkan karyawan memberikan kinerja yang terbaik bagi
organisasi. Semakin tinggi kinerja yang dicapai karyawan, maka akan semakin
tinggi pula kompensasi yang diterimanya (Sutrisno, 2009:196).
2.6 Penelitian Terdahulu
Adapun penelitian terdahulu yang berkaitan dengan judul peneliti adalah
sebagai berikut:
1. Bryan Johannes Tampi (2014) melakukan penelitian berjudul “Pengaruh Gaya
Kepemimpinan Dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Bank
Negara Indonesia, Tbk (Regional Sales Manado)”. Hasil penelitian secara
simultan dengan menggunakan uji F, menunjukkan bahwa semua variabel
bebas berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan.

Nilai R

Square sebesar 0,637 yang dapat diartikan bahwa pengaruh variabel X (gaya
kepemimpinan dan motivasi) terhadap variabel Y (kinerja karyawan) adalah
sebesar 63,7% sedangkan sisanya 36,3% dipengaruhi variabel lain diluar
variabel yang diteliti.
2. Reza Ananto (2014) melakukan penelitian berjudul “Analisis Pengaruh Gaya
Kepemimpinan, Motivasi Dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Pegawai (Studi

Universitas Sumatera Utara

33

Empiris Pada PT HDL Global Forwarding Semarang Branch)”. Hasil analisis
menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh positif signifikan
terhadap kinerja karyawan, motivasi berpengaruh positif signifikan terhadap
kinerja karyawan dan disiplin kerja berpengaruh positif signifikan terhadap
kinerja karyawan.
3. Ade

Ira

Sofiana

(2015)

melakukan

penelitian

berjudul

“Pengaruh

Kepemimpinan, Motivasi Dan Kompensasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada
PT Sungai Budi Cabang Kediri”. Hasil uji secara parsial (uji t) maupun secara
simultan (uji F) menunjukkan bahwa kepemimpinan, motivasi, dan kompensasi
mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap kinerja karyawan pada PT
Sungai Budi Cabang Kediri.
4. Yessy Anitasari (2014) melakukan penelitian berjudul “Pengaruh Gaya
Kepemimpinan, Motivasi Dan Komunikasi Terhadap Kinerja Karyawan PT
Masaji Tatanan Container Kota Semarang”. Berdasarkan hasil analisis data
diperoleh bahwa variabel gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh signifikan
terhadap kinerja karyawan. Hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas t yang
terbuktikan bahwa nilainya sebesar 0,000 (p < 0,05), sedangkan variabel
motivasi mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Hal ini
dapat dilihat dari probabilitas thitung yang membuktikan bahwa nilainya sebesar
0,003 (p < 0,05). Variabel komunikasi mempunyai pengaruh signifikan
terhadap kinerja karyawan. Hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas t hitung
yang terbuktikan bahwa nilainya sebesar 0,020 (p < 0,05).
5. Ruyatnasih Anwar (2013) melakukan penelitian berjudul “Pengaruh Gaya
Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan Pada Bagian Operator SPBU PT

Universitas Sumatera Utara

34

Mitra Buana Jaya Lestari Karawang. Gaya Kepmimpinan berpengaruh positif
dan signifikan terhadap kinerja karyawan di PT Mitra Buana Jaya Lestari
dengan koefisien korelasi sebesar 0,505 terhadap kinerja karyawan adalah 25,5
persen sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak
diteliti.
2.7 Kerangka Konsep Penelitian
Terdapat empat variabel dalam penulisan skripsi ini. Variabel tersebut
adalah gaya kepemimpinan, motivasi, kompensasi dan kinerja karyawan.
Variabel kinerja karyawan disebut sebagai variabel Y (variabel terikat) sedangkan
variabel gaya kepemimpinan, motivasi dan kompensasi yang mempengaruhi
kinerja karyawan disebut sebagai variabel Y (variabel bebas) dan dapat dilihat
pada gambar berikut ini:
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
Gaya Kepemimpinan
(X1)
Motivasi
(X2)

Kinerja Karyawan
(Y)

Kompensasi
(X3)
Sumber: Peneliti,2016

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi dan Kompensasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada Bank Negara Indonesia Kantor Wilayah Medan

7 211 163

PENGARUH LINGKUNGAN KERJA KOMPENSASI GAYA KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN Pengaruh Lingkungan Kerja Kompensasi Gaya Kepemimpinan Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan.

0 3 12

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN KOMPENSASI TERHADAP PRESTASI KERJA KARYAWAN PADA KANTOR BANK INDONESIA WILAYAH IX SUMUT & NAD.

0 2 24

PENGARUH MOTIVASI, GAYA KEPEMIMPINAN DAN PENGEMBANGAN KARIER TERHADAP KINERJA KARYAWAN Pengaruh Motivasi, Gaya Kepemimpinan Dan Pengembangan Karier Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus Pada Karyawan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Yogyakarta).

0 1 14

Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi dan Kompensasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada Bank Negara Indonesia Kantor Wilayah Medan

0 0 15

Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi dan Kompensasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada Bank Negara Indonesia Kantor Wilayah Medan

0 1 2

Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi dan Kompensasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada Bank Negara Indonesia Kantor Wilayah Medan

0 0 9

Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi dan Kompensasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada Bank Negara Indonesia Kantor Wilayah Medan Chapter III V

0 0 65

Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi dan Kompensasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada Bank Negara Indonesia Kantor Wilayah Medan

0 0 3

Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi dan Kompensasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada Bank Negara Indonesia Kantor Wilayah Medan

0 0 44