LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING 1 BLOK CA

LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING-1
BLOK CARDIOVASKULER
“Sesak Nafas”

Pembimbing
dr. Arini Nur Famila
Kelompok 2
Nabila Saribanun
Supardi
Ismail Satrio Wibowo
Ganda Sapto Edhi Pambudi
Dyah Kencana Sinangling
Melly Fitriany Syam
Ida Lulu Hidayah
Desy Faridah Manalu
Iqbal Maulana Malik
Wilson Wibisono

G1A012007
G1A012030
G1A012086

G1A012001
G1A012091
G1A012092
G1A012093
G1A012006
G1A012087
G1A012125

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2014
BAB I
PENDAHULAN
Informasi 1
“Sesak Nafas”
Pasien Tn J Usia 52 tahun datang dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Sesak nafas terutama dirasakan apabila pasien tidur

berbaring, dan terasa lebih nyaman jika pasien berada pada posisi setengah duduk
atau berbaring dengan menyangga kepala menggunakan bantal lebih dari 3. Pasien

1

mengaku sering terbangun dari tidur saat malam hari karena sesak. Pasien juga
mengeluhkan kaki bengkak, badan terasa mudah lelah, mual, perut terasa penuh
dan kembung. Pasien menyangkal adanya batuk, demam dan gangguan buang air
kecil ( BAK ).
Informasi 2
Pada awalnya pasien mengeluhkan sering merasa lelah, dan muncul sesak
apabila pasien berjalan jauh atau ketika naik turun tangga, dan dirasakan bekurang
bila istirahat. Namun keluhan tersebut bertambah parah dan muncul ketika pasien
sedang melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi, menggosok gigi dan
mencuci dan butuh waktu untuk istirahat lebih lamaagar keluhan hilang. Pasien
juga mengeluhkan sebelumnya dada kiri berdebar-debar. Pasien merupakan
penderita tekanan darah tinggi. Pada awalnya pasien rutin kontrol ke puskesmas
dan meminum obat tekanan darah tinggi, namun karena pasien merasa sudah tidak
ada keluhan dan membaik, pasien tidak kontrol lagi ke puskesmas. Pasien
menyangkal kelenjar gondoknya pernah membesar, menyangkal pernah menderita

sakit tenggorok atau batuk yang disertai demam, nyeri sendi, gerakan yang tibatiba tanpa disadari, kemerahan yang menonjol pada kulit badan, lengan dan
tungkainya saat anak-anak, menyangkal mengalami kekurangan darah, dan
menyangkal menderita kencing manis dan penyakit ginjal sebelumnya.
Informasi 3
Pemeriksaan Fisik di IGD
Keadaan Umum
Kesadaran
Vital Sign
a. Tekanan darah
b. Nadi
c. Respiratory Rate
d. Suhu Tubuh
Status Generalis
Kepala
Venektasi temporal
Conjungtiva anemis
Nafas cuping hidung
Lidah sianosis
Leher


: Tampak sesak dan lelah
: Compos Mentis
: 160/100 mmHg
: 126 kali/menit, reguler, isi, dan tegangan cukup
: 30 kali/menit
: 36,8o C
:
:
: (-)
: (-)
: (+)
: (+)

2

Distensi vena leher (-), JVP 5±2 cm, tiroid dalam batas normal
Paru
a. Inspeksi
: simetris, retraksi intercostal (-)
b. Palpasi

: Vocal fremitus kanan = kiri
c. Perkusi
: sonor seluruh lapang paru
d. Auskultasi
: suara dasar
: vesikuler
suara tambahan
: ronkhi +/+ (1/3 basal) wheezing (-)
Jantung
a. Inspeksi
: Ictus cordis tampak di SIC VI 2 jari lateral linea mid
clavicula sinistra
b.

Palpasi

: Ictus cordis teraba di SIC VI 2 jari lateral linea mid
clavicula sinistra
Pulsus parasternal sinistra (+) tidak sinkron dengan ictus


c.

Perkusi

d.

Auskultasi

cordis apeks
Pulsus epigastric / lower parasternal sinistra (-)
Thrill (+) apeks
: Batas kanan atas SIC II linea parasternal dextra
Batas kanan bawah SIC IV linea parasternal dextra
Batas kiri atas SIC II jari lateral linea parasternal sinistra
Batas kiri bawah SIC VI 2 jari lateral linea midclavicula
sinistra
: S2 > S1 reguler, mur-mur pansistolik derajat 3 dengan

PM di apeks menjalar ke axilla, Gallop (+) PM di apeks
Abdomen

Cembung, venetasi (-)
Bising usus (+) Normal
Timpani (+) ; P.alih (+), P.sisi (+) ; supel, undulasi (+)
Hepar tidak teraba pembesaran. Hepato jugular reflux (-)
Ekstremitas
Pitting Edema
: atas (-/-) bawah (+/+)
Akral dingin
: atas (+/+) bawah (+/+)
Clubbing Finger
: atas (-/-) bawah (-/-)
Informasi 4
HB
HT
Leukosit
Erirosit
Trombosit
Urea Nitrogen
Kreatinin
SGOT

SGPT
GDS

: 14,5 g/dl
: 47,1 %
: 10.300/ mm3
: 4,61 juta/ mm3
: 291.000/ mm3
: 22,3 mg/dl
: 1,2 mg/dl
: 30 U/L
: 25 U/L
: 142 mg/dl
3

Profil lipid

Ukuran
Kolestrol Total
HDL

LDL
Trigliserid
Elektrolit serum
Pottasium
Sodium
Magnesium
Calsium
EKG
Frekuensi

Informasi 5
Diagnosis
a. Kerja
b.
c.
d.

Anatomi
Etiologi
Fungsional


Hasil
170 mg/dL
50 mg/dL

Nilai Rujukan
150-200 mg/dL
45-65 mg/dL (Wanita) dan 35-55

65 mg/dL
65 mg/dL

(Pria) mg/dL
< 100 mg/dL (Direk)
120-190 mg/dL

: 3,7 mEq/L
: 135 mEq/L
: 2 mEq/L
: 4,5 mEq/L

: rate : 130 kali/menit,
Irama : reguler,
Aksis QRS : Normal. SV1 + RV6 = 38mm.

: CHF
Hipertensi Stage II
: LVH, mitral regrugitation
: Hipertensi
: NYHA IV

Informasi 6
Terapi : non-farmakologis
a.
b.
c.
d.
e.

Edukasi mengenai penyakit
Pembatasan mengenai penyakit
Pembatasan akitivitas fisik, tirah baring
Diet rendah garam (natrium)
Pemasangan kateter urine

Terapi : Farmakologis (IGD)
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Oksigen 5 liter/menit canul nasal
Infus RL 16 tpm
Injeksi Furosemid 40mg / 12 jamiv
Digoksin 0,125 mg/24 jam
Spinorolakton 12,5 mg/24jam
Captopril 12,5mg/8jam
Bisoprolol 15mg/24jam

Informasi 7
Prognosis

4

a.
b.
c.

Advitam
Adfungsionam
Adsanationam

: Dubia ad malam
: Dubia ad malam
: Dubia ad malam

BAB II
PEMBAHASAN
A. Batasan Masalah
1. Identitas :
a. Nama
b. Usia
2. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Keluhan Utama
b. Onset
c. Kuantitas
d. Kualitas
e. Faktor pemberat

: Tn. J
: 52 tahun
: sesak nafas
: 2 hari sebelum masuk rumah sakit
: sering
:: tidur berbaring, berjalan jauh, naik turun

f.

tangga
Faktor peringan

g.
h.

dengan menyangga kepala lebih dari 3, istirahat
Progresifitas
: makin memberat
Gejala penyerta
: terbangun di malam hari karena sesak,

: posisi setengah duduk dan berbaring

mudah lelah, mual, perut terasa kembung dan penuh, berdebar-debar
3. Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi dan sempat mengkonsusmsi
obat antihipertensi
4. Riwayat Penyakit Keluarga : 5. Riwayat Sosial Ekonomi
:B. Analisis Masalah
1. Anatomi Jantung
2. Histologi Jantung
3. Fisiologi Jantung
4. Kriteria Diagnosis CHF

5

5. Patogenesis CHF
6. Patofisiolofi CHF
7. Pembahasan CHF
8. Diagnosis Banding CHF
C. Pembahasan
1. Anatomi Jantung
Gambar 2.1. Penampakan Jantung
Jantung adalah satu organ berdinding muskulus tebal dengan 4
ruangan di dalamnya. Jantung ini menempati mediastinum medius, rongga
di dada kiri dan berada di dalam kantong perikardium. Jantung merupakan
organ tubuh yang paling berat pada embrio 5 bulan. Kerjanya harus tetap
berkontraksi sejak dalam kandungan sampai orang meninggal. Bentuk
jantung seperti kerucut dengan puncak (apex) ke depan lateral kiri dan
basis di posterior. Beratnya (tanpa darah) adalah 300 gr. Kapasitas
ruangannya adalah 300 cc (dilatasi) di mana 120 cc masing-masing untuk
bilik kiri dan kanan. Besar jantung sewaktu cositractie adalah sebesar tinju
(12,5 x 3,5 x 2,5 cm). Jantung mempunyai 3 facies (permukaan), yaitu
facies sternocostalis (depan atas, lateral kiri, dan kanan), facies
diaphragmatica (inferior), dan basis (belakang). Jantung ini adalah alat
pompa darah untuk mengalirkan darah arterial ke seluruh tubuh yang tidak
boleh berhenti lebih dari 5 detik. Jantung bekerja di luar kehendak kita.
Selubung jantung adalah perikardium yang terdapat sebagai kantong dan
epikadium sebagai lapisan luar jantung. Perikardium adalah jaringan
serosa fibrous agak tebal di mana permukaan dalamnya adalah serous
mucous yang menghasilkan cairan pelicin sedikit (Snell, 2006).
a. Permukaan Jantung
Jantung mempunyai tiga permukaan: facies sterno-costalis
(anterior), facies diaphragmatica (inferior), dan basis cordis (facies
posterior). Jantung juga mempunyai apex yang arahnya ke bawah,
depan, dan kiri. Facies sternocostalis terutama dibentuk oleh atrium
dextrum dan ventriculus dexter, yang dipisahkan satu sama lain oleh
sulcus atrioventricularis. Pinggir kanannya dibentuk oleh atrium
dextrum dan pinggir kirinya oleh ventriculus sinister dan sebagian

6

auricula sinistra. Ventriculus dexter dipisahkan dari ventriculus sinister
oleh sulcus interventricularis anterior (Snell, 2006).
Facies diaphragmatica jantung terutama dibentuk oleh ventriculus
dexter dan sinister yang dipisahkan oleh sulcus interventricularis
posterior. Permukaan inferior atrium dextrum, tempat bermuara vena
cava inferior, juga ikut membentuk facies diaphragmatica (Snell, 2006).
Basis cordis atau facies posterior terutama dibentuk oleh atrium
sinistrum, tempat bermuara empat vena pulmonales. Basis cordis
terletak berlawanan dengan apex cordis. Apex cordis dibentuk oleh
ventriculus sinister, mengarah ke bawah, depan, dan kiri. Apex terletak
setingi spatium intercostale V sinistra, 9 cm dari garis tengah. Pada
daerah apex, denyut apex biasanya dapat dilihat dan diraba pada orang
hidup. Basis cordis dinamakan basis karena jantung berbentuk piramid
dan basisnya terletak berlawanan dengan apex. Jantung tidak terletak
pada basisnya; jantung terletak pada facies diaphragmatica (inferior)
(Snell, 2006).
b. Batas Jantung
Batas kanan jantung dibentuk oleh atrium dextrum, batas kiri oleh
auricula sinistra, dan di bawah oleh ventriculus sinister. Batas bawah
terutama dibentuk oleh ventriculus dexter, tetapi juga oleh atrium
dextrum, dan apex oleh ventriculus sinister. Batas-batas ini penting
pada pemeriksaan radiografi jantung (Snell, 2006).
c. Ruang-ruang Jantung
Jantung dibagi oleh septa vertikal menjadi empat ruang: atrium
dextrum (serambi kanan), atrium sinistrum (serambi kiri), ventriculus
dexter (bilik kanan), dan ventriculus sinister (bilik kiri). Atrium
dextrum terletak anterior terhadap atrium sinistrum dan ventriculus
dexter anterior terhadap ventriculus sinister. Dinding jantung tersusun
atas otot jantung, myocardium, yang di luar terbungkus oleh
pericardium serosum, yang disebut epicardium, dan di bagian dalam
diliputi oleh selapis endothel disebut endocardium (Snell, 2006).
Serambi kanan menerima darah venous yang miskin oksigen dari
seluruh tubuh melalui v. cava superior dan v. cava lnferior. Muara kedua

7

vena ini boleh dikatakan tidak mempunyai klep. Serambi kanan ke
depan berhubungan dengan bilik kanan melalui klep atrioventricular
tricuspidalis (3 buah klep). Atrium dexter ini mempunyai ruangan yang
dibatasi 6 dinding, yaitu dinding posterior, dinding anterior, dinding
lateral, dinding medial, dinding superior, dan dinding inferior (Snell,
2006).
Pada dinding posterior kita dapati pelurusan kedua v. cava, di
lateral pelurusan v. cava ini kita dapat menjumpai crista terminalis.
Pada dinding medial bagian belakang terdapat fossa ovalis dan pada
bagian depannya terdapat annulus limbus ovalis (Snell, 2006).
Pada dinding lnferior terdapat muara v. cava inferior, ke depan
muara v. cava inferior terdapat valvulae sinus coronarius (muara
pembuluh venous terbesar untuk jantung). Pada dinding depan terdapat
klep tricuspid (3 buah klep). Pada dinding atas terdapat muara v. cava
superior dan cristae yang disebut m. pectinati yang merupakan serabutserabut otot jantung. M. pectinatus ini adalah dinding dari auriculum
cordis, yaitu inangan dari atrium. Pada dinding lateral yang merupakan
kesatuan dengan dinding atas terdapat musculi pectinati. Pada ruangan
atrium kiri terdapat di dinding posterior 4 buah (empat buah) muara v.
pulmonalis; dinding superior dengan musculi pectinati, dinding medial
merupakan septum atriorum, dinding lnferior, dinding depan dengan
klep bicuspid (2 klep) (Snell, 2006).
Ruangan ventrikel kiri ke belakang dibatasi dinding posterior
dengan klep bicuspid (di lateral kiri) dan klep aorta (di medial).
Dinding medial merupakan septum ventriculare. Dinding selebihnya
melengkung. Pada permukaan dalam ruangan ventrikel kiri ini terdapat
endocardium. Trabeculae carneae, m. papillaris, chorda tendinea (pitapita halus menghubungkan m. papillaris dengan daun-daun klep
bicuspid). Otot jantung disebut myocardium, serabut-serabut otot
atrium terpisah dari ventrikel. Batas perpisahan antara kedua kumpulan
serabut otot disebut sulcus coronarius (Snell, 2006).
Serabut-serabut otot atrium terdiri dari 2 lapisan (Snell, 2006):
1) Lapisan luar berjalan transversal (arah melintang).

8

2) Lapisan dalam berjalan melengkung dari arah depan ke belakang
(ada sedikit serabut-serabut circulair mengelilingi muara vena yang
masuk ke dalam atrium).
Serabut-serabut otot ventrikel terdiri dari 3 lapisan, yaitu (Snell,
2006):
1) Lapisan luar yang tipis dengan serabut-serabut arah spiral, bersatu
untuk kedua ventrikel.
2) Lapisan tengah tebal, lapisan ini untuk ventrikel kanan, serabutserabut medius ini arahnya silindris untuk tiap-tiap ventrikel.
3) Lapian dalam, arah serabut-serabutnya spiral, lapisan ini merupakan
lanjutan dari serabut-serabut luar.
Fungsi serabut-serabut otot

jantung

adalah

berkontraksi

memperkecil jantung dan menutup klep-klep agar tidak terjadi
pengembalian darah (regurgitation) dan mendorong darah keluar
jantung ke seluruh tubuh rata-rata sebanyak 72 x tiap menit. Sistem
konduksi di dalam jantung dilakukan melalui sistem serabut konduksi
yang terdapat pada dinding jantung. Sistem konduksi ini terdiri dari
(Snell, 2006):
1) Sinus - Atrial Node (SA Node)
2) Atrio - Ventricular Node (AV Node)
3) Atrio - Ventricular Bundle (Hiss Bundle)
4) Serabut Purkinje
Titik tolak konduksi adalah sinus atrial node yang terletak pada
ujung atas sulcus terminalis (bayangan di luar dari crista terminalis pada
atrium kanan). Titik tolak konduksi berikutnya adalah atrio ventricular
node yang terdapat pada septum atriale di depan ostium sinus
coronarius. Sebagai penerus konduksi adalah atrio ventricular bundle
(hiss bundle) yang dimulai dari atrio-ventricular node ke hiss bundle
yang terdapat pada septum ventriculare. lnnervasi sistem konduksi ini
secara teratur adalah oleh n. vagus; sino atrial node disarafi oleh serabut
vagus kanan. Atrio ventricular node disarafi oleh serabut n. vagus kiri.
Bila atrium berkontraksi akan diikuti oleh kontraksi ventrikel. Serabutserabut otot dan a. coronaria disarafi oleh serabut-serabut simpatis lewat
n. cardiacii dan serabut-serabut afferent dilakukan juga melalui n.
Cardiaci (Snell, 2006).
d. Perdarahan Jantung

9

Jantung mendapatkan darah dari arteria coronaria dextra dan
sinistra, yang berasal dari aorta ascendens tepat di atas valva aortae.
Arteriae

coronariae

dan

cabang-cabang

utamanya

terdapat

di

permukaan jantung, terletak di dalam jaringan ikat subepicardial (Snell,
2006).
Jaringan lemak ini di bawah pericardium berguna sebagai
bantalan lembut bagi a. coronaria yang ada di dalamnya dan juga
sebagai cadangan makanan. A. coronaria adalah 2 arteri yang khusus
memperdarahi otot-otot jantung. Ada 2 a. coronaria, yaitu: a. coronaria
dextra (kanan) sebagai cabang dari bulbus aorta dengan pangkal di atas
klep kanan dari aorta ascendens dan a. coronaria sinistra merupakan
pangkal aorta ascendens, berpangkal di atas klep kiri dan aorta. A.
coronaria dextra berjalan di dalam sulcus coronarius bagian kanan,
sulcus memisah atrium kanan dengan ventrikel kanan; arteri ini menuju
facies diaphragmatica kanan dan kemudian berada di dalam sulcus
longitudinalis posterior yang berakhir dekat apex cordis. A. coronarius
kanan ini terutama mendarahi dinding jantung kanan, kemudian melalui
cabang-cabang kecil memperdarahi dinding atrium kanan, juga
memperdarahi sebagian septum ventriculorum dan bagian medial
dinding ventrikel kiri (Snell, 2006).
A. coronaria sinister mendarahi ventrikel dan atrium kiri (lebih
besar dari yang kanan) yang berjalan pada sulcus coronarius bagian kiri.
Sulcus ini memisah atrium kiri dengan ventrikel kiri. A. coronaria
sinistra ini segera bercabang 2, yaitu (Snell, 2006):
1) Ramus descendens anterior yang mula-mula berjalan di belakang
pangkal A. pulmonalis, kemudian menuju ke depan berada pada
sulcus longitudinalis anterior yang menuju incissura apicis cordis
dan berbelok ke bawah pada facies diaphragmatica. Arteri ini
mendarahi dinding ventrikel kiri depan, septum ventriculorum, dan
sebagian kecil untuk dinding ventrikel kanan (Snell, 2006).
2) Ramus circumflexus yang mula-mula ditutupi oleh auriculum
sinister, kemudian menempati sulcus coronarius kiri menuju facies
diaphragmatica yang berjalan sejajar dan berdekatan dengan sulcus

10

longitudinalis posterior. Arteri ini memperdarahi dinding ventrikel
kiri lateral bawah dan dinding Atrium sinister (Snell, 2006).
Anastomose antara cabang-cabang a. coronaria ini sedikit sekali,
akibatnya bila terjadi penyumbatan pada salah satu arteri ini atau
cabang-cabangnya, maka terjadilah degeneratie dan necrose otot-otot di
daerah alirannya (Myocard Infarction). Fungsi a. coronaria adalah
membawa oksigen dan nutrisi untuk otot-otot jantung (daerah venous
jantung dialirkan melalui beberapa buah v. cordis menuju sinus
coronarius). Darah arteriel otot-otot, atrium, dan ventrikel kanan
dialirkan melalui a. coronaria dextra. Darah venous dari dinding atrium
kanan dan dinding depan ventrikel kanan dialirkan melalui v. cordis
magna langsung ke sinus coronarius (Snell, 2006).
Darah venous dari dinding ventrikel kanan dan atrium kanan
dialirkan melalui v. cordis anterior ke atrium kanan; ventrikel kiri
bagian apex, depan, dan septum akan menerima darah arterial dari
ramus descendens anterior (cabang a. coronarius) (Snell, 2006).
Ventrikel kiri bagian arterial dari ramus descendens anterior
(cabang a. coronarius). Ventrikel kiri bagian diaphragmatica menerima
darah arterial dari ramus circumflexus (cabang dari a. coronarius kiri).
Atrium kiri menerima darah arterial dari ramus circumflexus. Darah
venous dari masing-masing dinding ventrikel kiri dan kanan dialirkan
melalui beberapa venae cordis minimae yang masuk langsung ke
ventrikel kiri dan kanan melalui muara kecil, yaitu foramina venarum
minimarum. Darah venous dinding ventrikel kiri posterior dialirkan
melalui v. posterior. Ventriculi sinister yang memasuki pangkal v. cordis
magna. Mediastinum yang ada pada sulcus longitudinalis posterior yang
menuju sinus (Snell, 2006).
e. Coronarius
Aliran limfe jantung terdiri dari 2 jurusan, yaitu jurusan sulcus
longitudinalis anterior dan jurusan sulcus longitudinalis posterior.
Aliran jurusan sulcus longitudinalis anterior akan mengalirkan aliran
lymph dari endocardium dan dinding facies costalis, aliran ini melalui

11

depan arteri pulmonales dan dari sini ke aliran mediastinum (Snell,
2006).
Aliran jurusan sulcus longitudinalis posterior mengalirkan lymph
dari dinding jantung facies diaphragmatica melalui belakang a.
pulmonalis dan dari sini menuju aliran mediastinum. Aliran lymph
pericardium akan mengikuti v. phrenico cardiaca menuju aliran
mammaria interna yang bersangkutan kedalam mediastinum. Proyeksi
jantung pada dinding dada depan adalah: batas kanan dibentuk atrium
kanan pada garis parasternal kanan mulai tulang rawan iga 3 kanan
sampai pada tulang rawan iga 6 kanan. Batas bawah jantung dibentuk
oleh ventrikel kiri dan garis ini dari apex mula-mula melengkung ke kiri
lalu lurus hingga tulang rawan iga kedua kiri. Batas atas dibentuk oleh
atrium kanan dan atrium kiri melalui garis tulang rawan iga 3 kanan ke
tulang rawan iga kedua kiri (Snell, 2006).
f. Anatomi Permukaan Katup-katup Jantung
Proyeksi jantung pada permukaan tubuh telah dijelaskan
sebelumnya. Proyeksi permukaan katup-katup jantung adalah seperti
berikut ini (Snell, 2006):
1) Valva tricuspidalis terletak di belakang setengah bagian kanan
sternum pada spatium intercostale.
2) Valva mitralis terletak di belakang setengah bagian kiri sternum
setinggi cartilage costalis.
3) Valva trunci pulmonalis terletak di belakang ujung medial cartilage
costalis III sinistra dan bagian yang berhubungan dengan sternum.
4) Valva aortae terletak di belakang setengah bagian kiri sternum pada
spatium intercostale III.
g. Auskultasi Katup Jantung
Waktu mendengarkan

jantung

dengan

stetoskop,

dapat

didengarkan dua bunyi: lub-dub. Bunyi pertama ditimbulkan oleh
kontraksi ventrikel dan penutupan valva tricuspidalis dan mitralis.
Bunyi kedua ditimbulkan oleh penutupan cepat valva aortae dan valva
trunci pulmonalis. Penting bagi dokter untuk mengetahui tempat untuk
meletakkan stetoskopnya pada dinding thoraks sehingga dia mampu
mendengarkan bunyi yang ditimbulkan oleh masing-masing katup
dengan gangguan yang minimal (Snell, 2006).

12

1) Valva tricuspidalis paling baik didengarkan sekitar ujung bawah
kanan corpus sterni.
2) Valva mitralis paling baik didengarkan di sekitar denyut apex, yaitu
setinggi spatium intercostale V sinistra, 31/1 inci (9 cm) dari garis
tengah.
3) Valva pulmonalis didengar dengan gangguan minimal di sekitar
ujung medial spatium intercostale II kiri.
4) Valva aorta paling baik didengar di sekitar ujung medial spatium
intercostale II kanan.
h. Pericardium
Pericardium merupakan sebuah kantong fibroserosa yang
membungkus

jantung

dan

pangkal

pembuluh-pembuluh

besar.

Fungsinya adalah membatasi pergerakan jantung yang berlebihan
secara keseluruhan dan menyediakan pelumas sehingga bagian-bagian
jantung yang berbeda dapat berkontraksi. Pericardium terletak di dalam
mediastinum

medius,

posterior

terhadapat

corpus

sterni,

dan

cartilagines costales II sampai VI (Snell, 2006).
1) Pericardium Fibrosum
Pericardium fibrosum adalah bagian fibrosa yang kuat dari
kantong pericardium. Pericardium terikat kuat di bawah centrum
tendineum diahpragma. Pericardium fibrosa bersatu dengan selubung
luar pembuluh-pembuluh darah besar yang berjalan melalui
pericadium, yaitu aorta, truncus pulmonalis, venae cavae superior
dan inferior, serta venae pulmonales. Pericardium fibrosum di depan
melekat pada sternum melalui ligamenta sternopericardiaca (Snell,
2006).
2) Pericardium Serosum
Pericardium serosum mempunyai lamina parietalis dan lamina
visceralis. Lamina parietalis membatasi pericardium fibrosum dan
melipat di sekeliling pangkal pembuluh-pembuluh darah besar untuk
melanjut menjadi lamina visceralis pericardium serosum yang
meliputi permukaan jantung. Lamina visceralis berhubungan erat
dengan jantung dan sering dinamakan epicardium. Ruang seperti
celah di antara lamina parietalis dan lamina visceralis pericardium

13

serosum disebut cavitas pericardiaca. Normalnya, cavitas ini berisi
sedikit cairan, cairan pericardial, yang berfungsi sebagai pelumas
untuk memudahkan pergerakan jantung (Snell, 2006).
3) Sinus Pericardii
Pada permukaan posterior jantung, lipatan pericardium
serosum di sekitar vena-vena besar membentuk recessus yang
dinamakan sinus obliquus. Demikian posterior jantung, terdapat
sinus transversus yang merupakan jalan pendek yang terletak di
antara lipatan pericadium serosum di sekitar aorta dan truncus
pulmonalis dengan lipatan di sekitar vena-vena besar (Snell, 2006).
2. Histologi Jantung

Gambar 2.2. Vena dan Arteri (Eroschenko, 2010).
Gambar 2.3. Arteri dengan Pewarnaan Memperlihatkan Lamina Elastika
Eksterna Dan Interna (Eroschenko, 2010).
Gambar 2.4. Lamina Elastika Interna Arteri (Eroschenko, 2010).

Gambar 2.5. Aorta Potongan Longitudinal dengan Serat Elastis
(Eroschenko, 2010).

14

Gambar 2.6. Aorta Potongan Longitudinal. Memperlihatkan: a. Tunika
Intima; b. Lamina Elastika Interna; c. Tunika Media (Terdapat tampakan
serat elastis dan sedikit otot polos, ada pula tampakan lamina elastika
eksterna.); dan d. Tunika Adventisia (Eroschenko, 2010).
Gambar 2.7. Vasa Vasorum di Tunika Adventisia pada Aorta Potongan
Longitudinal (Eroschenko, 2010).
Gambar 2.8. Otot Jantung. Ciri otot jantung: a. Inti sel satu atau lebih di
tengah; b. Diskus interkalatus yang berfungsi menghantarkan impuls dari
serabut otot satu ke serabut otot yang lain; c. Beranastomose atau
bercabang; d. Berstriata; dan e. Kerjanya involunter (Eroschenko, 2010).
Gambar 2.9. Chorda Tendinae (Atas) dan M. Papilaris (Bawah)
(Eroschenko, 2010).
Gambar 2.10. Sinus Coronarius yang Berada di Atrium Dextra
(Eroschenko, 2010).
Gambar 2.11. Atrioventrikular Junction di Tengahnya Ada Valvula
Atrioventrikularis (Eroschenko, 2010)
Pada gambar di atas, di sebelah kanan dari valvula atrioventrikularis
adalah atrium dan di sebelah kiri adalah ventrikel. Cara membedakannya
adalah dengan melihat lapisan endocardium dan miocardium dari
keduanya

tersebut.

miokardiumnya

tipis.

Pada
Pada

atrium,
ventrikel,

endokardiumnya
endokardiumnya

tebal
tipis

dan
dan

miokardiumnya tebal (Eroschenko, 2010).
3. Fisiologi Jantung
Membran sel otot jantung lebih mudah dilewati ion K + daripada ion
Na+. Membran sel otot jantung saat istirahat berada dalam posisi polarisasi,
dengan bagian luar berpotensi positif daripada bagian dalam. Selisih
potensial ini disebut potensial membran, yang berkisar 90 mV dalam
keadaan istirahat. Bila membran otot jantung dirangsang, sifat permeabel

15

membran akan berubah sehingga ion Na+ dapat masuk ke dalam sel,
sehingga menyebabkan potensial membran berubah dari -90 mv menjadi
+20 mV (potensial diukur intraseluler terhadap ekstraseluler). Perubahan
potensial membran karena stimulus ini disebut sebagai depolarisasi. Pada
fase tersebut akan terjadi potensial aksi fase. Setelah proses depolarisasi
selesai, maka potensial membran akan kembali mencapai keadaan awal,
yaitu “masa repolarisasi awal yang pendek” dengan menutupnya Na +
channel, serta terbukanya K+ channel, di mana potensial membran kembali
dari +20 mV mendekati 0 mV. Pada fase ini terjadi potensial aksi fase 1.
Setelah itu, terjadi fase datar atau plateau di mana potensial memiliki nilai
sekitar 0 mV. Dalam fase ini terjadi gerak masuk dari ion Ca 2+ untuk
menyeimbangkan gerak ion K+ keluar sel. Pada fase ini akan terjadi
potensial aksi fase 2. Pada tahap selanjutnya akan terjadi masa repolarisasi
cepat dimana potensial kembali secara drastic menuju tingkat awal. Pada
repolarisasi tahap ini terjadi pembukaan K+ channel serta penutupan Ca2+
channel dan pada fase ini terjadi potensial aksi fase 3. Tahap akhir adalah
fase 4, yaitu tahap sel kembali ke posisi istirahat (Pratanu, 2006).
4. Kriteria Diagnosis CHF
Kriteria Framingham: Diagnosis ditegakkan bila terdapat paling
sedikit satu kriteria mayor dan dua kriteria minor.
a. Kriteria mayor:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)

Paroksismal nocturnal dispnea
Distensi vena-vena leher
Peningkatan vena jugularis
Ronki
Kardiomegali
Edema paru akut
Gallop bunyi jantung III
Refluks hepatojugular positif

b. Kriteria minor:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)

Edema ekstremitas
Batuk malam
Sesak pada aktivitas
Hepatomegali
Efusi pleura
Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal
Takikardia (>120 denyut/menit)
16

Mayor atau minor: Penurunan BB 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan

5. Patogenesis CHF
Hipertensi/anemia/hipertiroid

Kontraktilitas
miokard turun

Beban jantung
meningkat

SV menurun

Cardiac output
meningkat

Aktifkan system
RAA

Aktifkan sistem
saraf simpatis

Kontraktilitas
meningkat

HR
meningkat

Vasokonstriksi

Cardiac output
meningkat
Gagal
SV
kompensasi
meningkat
jantung

Retensi Na dan
Air meningkat
Volume
darah
meningkat 17
Aliran balik vena
ke Edema
jantung
perifer
meningkat

6. Patofisiologi
Disfungsi Sistolik
Disfungsi miokard :
-

Disfungsi diastolik
Hipertensi sistemik kronis

Infark Miokard
Miokarditis

Peningkatan afterload
Kompensasi : Hipertrofi
ventrikel Kiri
Dinding kaku dan ruang
berkurang
Relaksasi dinding ventrikel terganggu
Pengisian berkurang

Kontraktilitas miokardium ventrikel berkurang
Ejeksi berkurang

Forward Failure

Gagal Jantung
Gagal Pompa Ventrikel Kiri
Backward Failure

Gagal Pompa Ventrikel Kanan
Bendungan pada atrium kanan
Bendungan vena sistemik

Suplai darah
Suplai O2 Otak
ke jaringan turun
berkurang
Metabolisme anaerob Pusing, Gangguan
Konsentrasi, Sinkop

Perfusi ke renal
berkurang
Aktivasi RAAS

LVEDP meningkat
Extremitas
Lien
Tek. Vena pulmonalis O.k gaya gravitasi bumi
meningkat

hepar

Splenomegali

25

Hepatomegali
Edema tungkai Mendesak Diafragma
Penimbunan as. Laktat
Mudah lelah

Angiotensin II
Vasokontriktor

Aldosteron

Edema tungkai

Tekanan kapiler paru

Edema paru

Sesak nafas

Meningkat
Beban ventrikel

(Ronki basah)
kanan meningkat
TPR dan afterload
Retensi Na, Cl,
Cairan dapat ggg
Hipertrofi ventrikel kanan
Meningkat
dan air
daya compliance paru
Penyempitan ruang
Beban kerja jantung meningkat dan perparah Gagal Jantung
Sesak nafas

26

Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada
gagal jantung iskemik, menganggu kemampuan pengosongan ventrikel
yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah
jantung sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan
menignkatnya EDV (volume akhir diastolik ventrikel), maka terjadi pula
peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDP). Derajat
peningkatan tekanan tergantung dari kelenturan ventrikel. Dengan
meningkatnya LVEDP, maka terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri
(LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastol.
Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam anyaman vaskular
paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Jika tekanan
hidrostatik dari anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik
vaskular, maka akan terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial.
Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke
dalam alveoli dan terjadilah edema paru-paru (Smeltzer, 2001).
Tekanan arteria paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap
peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonari meningktkan
tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serentetan kejadian seperti yang
terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan, di mana
akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema (Smeltzer, 2001).
Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema
dapat

dieksaserbasi

oleh

regurgitasi

fungsional

dari

katup-katup

trikuspidalis atau mitralis bergantian. Regurgitasi fungsional dapat
disebabkan oleh dilatasi dari annulus katup atrioventrikularis, atau
perubahan-perubahan pada orientasi otot papilaris dan korda tendinae yang
terjadi sekunder akibat dilatasi ruang (Smeltzer, 2001).
7. Pembahasan CHF
a. Definisi
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
jaringan terhadap oksigen dan nutrien dikarenakan adanya kelainan
fungsi jantung yang berakibat jantung gagal memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya

27

hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri
(Rulantono, dkk. 2004).
b. Etiologi
Beberapa pencetus CHF antara lain (Carpenito, 2001):
1) Kelainan otot jantung misalnya gagal jantung sering terjadi pada
penderita

kelainan

otot

jantung,

disebabkan

menurunnya

kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan
fungsi

otot

jantung

mencakup

ateroslerosis

koroner, hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
2) Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan
asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium
(kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal
jantung.

Peradangan

dan

penyakit

miokardium

degeneratif

berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara
langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas
menurun.
3) Hipertensi Sistemik
meningkatkan

atau

beban

pulmunal

kerja

(peningkatan

jantung

dan

after

pada

load)

gilirannya

mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
4) Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif, berhubungan
dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak
serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
5) Penyakit jantung lain, terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya,

yang

secara

langsung

mempengaruhi

jantung.

Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang
masuk jantung (stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung
untuk

mengisi

darah

(tamponade,

pericardium,

perikarditif

konstriktif atau stenosis AV), peningkatan mendadak afterload.
6) Fakto sistemik misalnya yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal :
demam, tirotoksikosis). Hipoksia dan anemi juga dapat menurunkan
suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan
abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
c. Epidemiologi
28

Diperkirakan terdapat sekitar 23 juta orang mengidap gagal
jantung di seluruh dunia, American Heart Association memperkirakan
terdapat 4,7 juta orang menderita gagal jantung di amerika serikat pada
tahun 2000 dan dilaporkan terdapat 550,000 kasus baru setiap tahun,
prevalensi gagal jantung di amerika dan eropa diperkirakan mencapai 1
– 2 %. Tapi dengan tingginya angka survival setelah serangan infark
miokard akut akibat kemajuan pengobatan dan penatalaksanaan
sehingga Meningkatnya harapan hidup seseorang (Eni, 2009).
Di Indonesia belum ada data epidemiologi untuk gagal jantung
kongestif, namun pada Survei Kesehatan Nasional 2003 dikatakan
bahwa penyakit sistem sirkulasi merupakan penyebab kematian utama
di Indonesia (26,4%) dan pada Profil Kesehatan Indonesia 2003
disebutkan bahwa penyakit jantung berada di urutan ke-delapan (2,8%)
pada 10 penyakit penyebab kematian terbanyak di rumah sakit di
Indonesia.7,8 Penyakit jantung koroner diketahui sebagai penyebab
kematian nomor satu di Indonesia. Peningkatan insiden penyakit
jantung koroner berkaitan dengan perubahan gaya hidup masyarakat
yang turut berperan dalam meningkatkan faktor risiko penyakit ini
seperti kadar kolesterol lebih dari 200 mg%, HDL kurang dari 35mg%,
perokok aktif dan hipertensi. Penyakit jantung koroner juga merupakan
penyebab tersering terjadinya gagal jantung (Eni, 2009).

d. Faktor risiko
Menurut Braunwald (2000) faktor risiko dari gagal jantung
adalah:
1) Umur
Umur berpengaruh terhadap kejadian gagal jantung walaupun
gagal jantung dapat dialami orang dari berbagai golongan umur
tetapi semakin tua seseorang maka akan semakin besar kemungkinan
menderita gagal jantung karena kekuatan pembuluh darah tidak

29

seelastis saat muda dan juga timbulnya penyakit jantung yang lain
pada usia lanjut yang merupakan faktor resiko gagal jantung.
2) Jenis kelamin
Pada umumnya laki-laki lebih beresiko terkena gagal jantung
daripada perempuan. Hal ini disebabkan karena perempuan
mempunyai hormon estrogen yang berpengaruh terhadap bagaimana
tubuh menghadapi lemak dan kolesterol. Menurut menurut panelitian
Whelton dkk di Amerika (2001) laki-laki mamiliki resiko relatif
sebesar 1,24 kali (P=0,001) dibandingkan dengan perempuan untuk
terjadinya gagal jantung.
3) Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner dalam Framingham study dikatakan
sebagai penyebab gagal jantung 46% pada laki-laki dan 27% pada
wanita. Faktor risiko koroner seperti diabetes dan merokok juga
merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada perkembangan dari
gagal jantung. Selain itu berat badan serta tingginya rasio kolesterol
total dengan kolesterol HDL juga dikatakan sebagai faktor risiko
independen perkembangan gagal jantung.
4) Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan
tekanan darah yang tinggi terus-menerus. Ketika tekanan darah terus
di atas 140/80, jantung akan semakin kesulitan memompa darah
dengan efektif dan setelah waktu yang lama, risiko berkembangnya
penyakit jantung meningkat. Penurunan berat badan, pembatasan
konsumsi garam, dan pengurangan alkohol dapat membantu
memperoleh tekanan darah yang menyehatkan. Hipertensi dapat
menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk
hipertrofi ventrikel kiri.
5) Penyakit katup jantung
Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung
rematik. Penyebab utama terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi
mitral dan stenosis aorta. Regurgitasi mitral dan regurgitasi aorta
menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan

preload)

sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban tekanan (peningkatan
afterload). Menurut Whelton dkk di amerika (2001) penyakit katup
30

jantung memiliki risiko relatif sebesar 1,46 (P=0,001) untuk
terjadinya gagal jantung.
6) Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
PJB adalah penyakit dengan kelainan pada

struktur jantung

atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi
akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur
jantung pada fase awal perkembangan janin. Penyakit jantung
bawaan bisa terdiagnosis sebelum kelahiran atau sesaat setelah lahir,
selama masa anak-anak, atau setelah dewasa. Penyakit jantung
bawaan dengan adanya kelainan otot jantung akan mengarah pada
gagal jantung.
7) Penyakit Jantung Rematik
Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau Rheumatic Heart
Disease (RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada
katup jantung yang bisa berupa penyempitan, atau kebocoran,
terutama katup mitral (stenosis katup mitral) sebagai akibat adanya
gejala sisa dari Demam Rematik. Demam rematik akut dapat
mneyebabkan peradangan pada semua lapisan jantung. Peradangan
endokardium biasanya mengenai endotel katup, dan erosi pinggir
daun katup. Bila miokardium terserang akan timbul nodular yang
khas pada dinding jantung sehingga dapat menyebabkan pembasaran
jantung yang berakhir pada gagal jantung.
8) Aritmia
Aritmia adalah berkurangnya efisiensi jantung yang terjadi bila
kontraksi atrium hilang (fibrilasi atrium, AF). Aritmia sering
ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan dihubungkan
dengan kelainan struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri pada
penderita hipertensi.
9) Kardiomiopati
Kardiomiopati merupakan penyakit pada otot jantung yang
bukan disebabkan oleh penyakit jantung koroner, hipertensi,
penyakit jantung kongenital, ataupun penyakit katup jantung.
Kardiomiopati ditandai dengan kekakuan otot jantung dan tidak
membesar sehingga terjadi kelainan fungsi diastolik (relaksasi) dan
menghambat fungsi ventrikel.
31

10) Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko penyakit jantung.
Merokok mempercepat
denyut jantung, merendahkan
kemampuan

jantung

dalam

membawa

dan

mengirimkan

oksigen,menurunkan level HDL-C (kolesterol baik) di dalam darah,
serta menyebabkan pengaktifan platelet, yaitu sel-sel penggumpalan
darah. Pengumpalan cenderung terjadi pada arteri jantung, terutama
jika sudah ada endapan kolesterol di dalam arteri. Alkohol dapat
berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal jantung
akut maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi).
Mekanisme Backward dan foward pada gagal jantung
Selama bertahun-tahun terdapat kontroversi mengenai pertanyaan
mekanisme klinis yang timbul pada gagal jantung. Konsep gagal
jantung backward menyatakan bahwa pada gagal jantung, satu atau
ventrikel lainnya gagal untuk mengeluarkan isinya atau gagal untuk
terisi secara normal. Sebagai konsekuensinya, tekanan dalam atrium
dan sistem vena di belakang ventrikel yang gagal, meningkat, dan
retensi garam dan air terjadi sebagai konsekuensi dari meningkatnya
tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler dan akibatnya terjadi
transudasi cairan ke dalam ruang interstisial. Sebaliknya, pendukung
hipotesis gagal jantung forward mempertahankan bahwa manifestasi
klinis gagal jantung timbul secara langsung akibat tidak cukupnya
pengeluaran darah dalam sistem arteri. Menurut konsep ini, retensi
garam dan air adalah konsekuensi dari penurunan perfusi ginjal dan
reabsorpsi natrium tubuler proksimalis yang berlebihan dan reabsorpsi
tubuler distalis yang berlebihan melalui sistem aktivitas reninangiotensin-aldosteron (Braunwald, 2000).
Perbedaan tegas antara gagal jantung backward dan forward
adalah buatan karena kedua mekanisme tampaknya bekerja terhadap
berbagai tingkat pada kebanyakan pasien dengan gagal jantung. Akan
tetapi, kecepatan timbulnya gagal jantung seringkali mempengaruhi
manifestasi klinis. Sebagai contoh, jika sebagian ventrikel kiri
mendadak rusak, seperti pada infark miokard, meskipun volume
sekuncup

dan

tekanan

darah

mendadak

berkurang

(keduanya
32

manifestasi gagal forward), pasien mungkin meninggal karena edema
paru akut, suatu manifestasi gagal backward. Jika pasien dapat bertahan
hidup dari penyakit akut, manifestasi klinis yang timbul akibat curah
jantung yang mengalami depresi secara kronik, termasuk retensi cairan
abnormal di dalam bantalan vaskuler sistemik, dapat berkembang. Hal
yang sama, dalam kasus emboli paru masif, ventrikel kanan dapat
mengalam dilatasi dan tekanan vena sistemik dapat meningkat ke
tingkat yang tinggi (gagal backward) atau pasien dapat mengalami syok
sekunder terhadap curah jantung yang rendah (gagal forward), tetapi
keadaan curah yang rendah ini mungkin harus dipertahankan selama
beberapa hari sebelum retensi natrium dan air cukup untuk
menimbulkan edema perifer (Braunwald, 2000).

e. Penegakan Diagnosis
1) Anamnesis
Pasien biasanya datang dengan mengeluhkan cepat lelah dan
nafasnya tersengal-sengal. Selain itu, pasien sering merasa sesak
nafas, terutama ketika melakukan aktivitas. Sesak nafas yang
dirasakan dapat pula terjadi sewaktu berbaring atau ketika tidur di
malam hari sehingga pasien tidur tidak nyenyak dan sering
terbangun. Kadang pasien mengeluhkan keluhan tambahan yang
mirip seperti gangguan pencernaan seperti anoreksia, mual, nyeri
abdomen dan rasa penuh pada perut (Mann, 2007).
2) Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisk biasanya ditemukan tanda pasien terlihat
nafasnya tersengal dan merasa lebih nyaman ketika duduk daripada
berbaring. Tekanan darah sistolik dapat normal atau tinggi pada
gagal jantung yang akut, namun turun ketika gagal jantung telah
kronis akibat kerusakan ventrikel kiri. Nadi dapat teraba lemah
karena berkurangnya volume sekuncup. Selain itu, akral teraba
dingin dan tampak sianosis pada bantlan kuku dan bibir (Mann,
2007).

33

Pada gagal jantung kanan, biasanya ditemukan peningkatan
tekanan vena jugular (JVP). Pada auskultasi biasanya ditemukan
suara crackles akibat transudasi cairan di daerah intersisil alveolus
dan

dapat

ditemani

wheezing

ekspirasi.

Ditemukan

pula

kardiomegali. Terkadang suara jantung 3 dan 4 terdengar, terutama
pada pasien dengan disfungsi diastolik. Pada pemeriksaan abdomen
dan ekstremitas, beberapa pasien diketahui mengalami hepatomegali,
asites, dan edema perifer yang simetris (Mann, 2007).
3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan

untuk

mendiagnosis adanya gagal jantung antara lain foto toraks, EKG 12
lead, ekokardiografi, pemeriksaan darah, pemeriksaan radionuklide,
angiografi, dan tes fungsi paru (Mariyono, 2007).
Pada pemeriksaan foto dada dapat ditemukan adanya
pembesaran siluet jantung (Cardio Thoraxic Ratio > 50%),
gambaran kongesti vena pulmonalis terutama di zona atas pada tahap
awal, bila tekanan vena pulmonal lebih dari 20 mmHg dapat timbul
gambaran cairan pada fisura horizontal dan garis Kerley B pada
sudut kostofrenikus. Bila tekanan lebih dari 25 mmHg didapatkan
gambaran batwing pada lapangan paru yang menunjukkan adanya
udema paru bermakna. Dapat pula tampak gambaran efusi pleura
bilateral, tetapi bila unilateral, yang lebih banyak terkena adalah
bagian kanan (Mariyono, 2007).
Pada elektrokardiografi 12

lead

didapatkan

gambaran

abnormal pada hampir seluruh penderita dengan gagal jantung,
meskipun gambaran normal dapat dijumpai pada 10% kasus.
Gambaran yang sering didapatkan antara lain gelombang Q,
abnormalitas ST-T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block, dan
fibrilasi atrium. Bila gambaran EKG dan foto dada keduanya
menunjukkan gambaran yang normal, kemungkinan gagal jantung
sebagai penyebab dispneu pada pasien sangat kecil kemungkinannya
(Mariyono, 2007).
Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang
sangat

berguna

pada

gagal

jantung.

Ekokardiografi

dapat
34

menunjukkan gambaran obyektif mengenai struktur dan fungsi
jantung. Penderita yang perlu dilakukan ekokardiografi adalah
semua pasien dengan tanda gagal jantung, susah bernafas yang
berhubungan dengan murmur, sesak yang berhubungan dengan
fibrilasi atrium, serta penderita dengan risiko disfungsi ventrikel kiri
(infark miokard anterior, hipertensi tak terkontrol, atau aritmia).
Ekokardiografi dapat mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik,
fungsi diastolik, mengetahui adanya gangguan katup, serta
mengetahui risiko emboli (Mariyono, 2007).
Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan
anemia sebagai penyebab susah bernafas dan untuk mengetahui
adanya penyakit dasar, serta komplikasi. Pada gagal jantung yang
berat akibat berkurangnya kemampuan mengeluarkan air sehingga
dapat timbul hiponatremia dilusional karena itu adanya hiponatremia
menunjukkan adanya gagal jantung yang berat. Pemeriksaan serum
kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui adanya gangguan
ginjal, juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila terjadi
peningkatan

serum

kreatinin

setelah

pemberian

angiotensin

converting enzyme inhibitor dan diuretik dosis tinggi. Pada gagal
jantung berat dapat terjadi proteinuria (Mariyono, 2007).
Hipokalemia dapat terjadi pada pemberian diuretik tanpa
suplementasi kalium dan obat potassium sparring. Hiperkalemia
timbul pada gagal jantung berat dengan penurunan fungsi ginjal,
penggunaan ACE-inhibitor, serta obat potassium sparring. Pada
gagal jantung kongestif tes fungsi hati (bilirubin, AST, dan LDH)
gambarannya abnormal karena kongesti hati. Pemeriksaan profil
lipid, albumin serum fungsi tiroid dianjurkan sesuai kebutuhan.
Pemeriksaaan penanda BNP sebagai penanda biologis gagal jantung
dengan kadar BNP plasma 100pg/ml dan plasma NT-proBNP adalah
300 pg/ml (Mariyono, 2007).
Pemeriksaan radionuklide atau multigated ventrikulografi
dapat mengetahui ejection fraction, laju pengisian sistolik, laju
pengosongan diastolik, dan abnormalitas dari pergerakan dinding.

35

Angiografi dikerjakan pada nyeri dada berulang akibat gagal
jantung. Angiografi ventrikel kiri dapat mengetahui gangguan fungsi
yang global maupun segmental serta mengetahui tekanan diastolik,
sedangkan kateterisasi jantung kanan untuk mengetahui tekanan
sebelah kanan (atrium kanan, ventrikel kanan, dan arteri pulmonalis),
serta pulmonary artery capillary wedge pressure (Mariyono, 2007).
f. Terapi:
1) Non farmakologis
a) Edukasi tentang penyakitnya
b) Turunkan hipertensi
c) Olahraga namun perlu diawasi ketat
d) Kontrol pola makan rendah garam,lemak dan manis
e) Pemasangan kateter urin
2) Farmakologis
a) ACEI(captopril 12,5mg/jam)
b) Diuretik kuat(furosemide 40 mg/12 jam IV)
c) Digitalis(digoksin 0,125 mg/24 jam)
d) Beta bloker(bisaprolol 5 mg/24 jam)
e) Oksigen 3-5 liter kanul
f) Infus RL 16 tpm
Prognosis
1) Prognosis

gagal

jantung

tergantung

dari

derajat

disfungsi

miokardium.
2) Menurut New York Heart Assosiation gagal jantung kelas I - III
didapatkan mortalitas 1 dan 5 tahun masing-masing 25% dan 52%.
3) Sedangkan kelas IV mortalitas 1 tahun adalah sekitar 40%-50%
(Rulantono, dkk, 2004).
8. Diagnosis banding CHF
a. Asma
Penegakan diagnosis asma berdasarkan pada (Mansjoer, 2007):
1) Anamnesis
a) Wheezing
b) Batuk produktif, sering pada malam hari
c) Napas atau dada seperti tertekan
d) Gejala bersifat paroksismal, yaitu membaik pada siang hari dan
memburuk pada malam hari
e) Riwayat keluarga dan riwayat adanya alergi
2) Pemeriksaan fisik

36

a) Ada nafas cuping hidung
b) Nafas cepat
c) Retraksi sela iga, retraksi epigastrium dan retraksi suprasternal
d) Sianosis
e) Ekspirasi memanjang
f) Wheezing
3) Pemeriksaan penunjang
a) Spirometri (FEV1 < 80% nilai prediksi).
b. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)
Penegakan diagnosis PPOK berdasarkan pada (Mansjoer, 2007):
1) Anamnesis
a) Batuk
b) Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau
mukopurulen
c) Sesak, sampai menggunakan otot – otot pernapasan tambahan
untuk bernapas
2) Pemeriksaan Fisik
a) Pasien tampak kurus dengan barrel-shaped chest (diameter
anteroposterior dada meningkat)
b) Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada
c) Perkusi dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati
lebih rendah, pekak jantung berkurang
d) Suara nafas berkurang dengan ekspirasi memanjang
3) Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan radiologi tampak corakan bronkovaskular,
emfisematus dan hiperflasi.

37