ANALISIS EKONOMI MASYAREKAT AMERIKA LATIN

A. ANALISIS EKONOMI
Analisis ekonomi merupakan salah satu aspek yang perlu diketahui dengan baik oleh usaha
swasta apalagi untuk usaha atau proyek-proyek pemerintah. Melakukan studi ekonomi bagi
pelaku studi kelayakan usaha sangatlah penting, yakni agar dapat menentukan paling sedikit tiga
hal berikut :
1. Apakah dengan membandingkan usaha atau proyek tersebut dapat member kontribusi
pada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Jika ada, berapa besar, apa saja yang
diperlukan untuk mewujudkannya.
2. Apakah ada dampak fisik, yaitu berupa perusakan lingkungan dan merugikan masyarakat.
Hal ini perlu dikaji dengan teliti agar tidak membawa efek negatif bagi rencana usaha di
masa yang akan datang.
3. Apakah ada hal-hal yang perlu diperhatikan terutama yang menyangkut unsure biaya dan
penerimaan usaha atau proyek, perlakuan untuk beberapa jenis biaya ini, jika tidak
diantisipasi dari awal dapat menyebabkan kesalahan dalam menetapkan nilai yang akan
jadi dasar untuk penilaian kelayakan usaha. Misalnya, perlakuan terhadap pajak, subsidi,
harga tenaga kerja, tanah dan lain-lain.
Analisis ekonomi juga akan menunjukkan pada pelaku studi kelayakan bahwa ada
perbedaan antara analisis ekonomi dengan analisis finansial.
B. ANALISIS EKONOMI VS ANALISIS FINANSIAL
Suatu analisis financial memusatkan kajiannya pada penilaian usaha semata-mata dari sudut
pandang investor pemilik usaha, sehingga dapat dikatakan bahwa analisis financial berorientasi

pada profit motive. Sasaran utamanya adalah menemukan dan berusahan untuk mewujudkan
besarnya penerimaan usaha yang diharapkan oleh investor selaku penyandang dana usaha. Oleh
karena itu, analisis financial selalu didominasi oleh pertanyaan bagaimana keadaan arus kas
masuk dan arus kas keluar dan seberapa jauh hal itu dapat diatur dalam perencanaan usaha untuk
menjamin likuiditas dan kriteria investasi proyek.
Analisis ekonomi pada dasarnya merupakan analisis yang menyeluruh, tidak hanya masalahmasalah yang menyangkut financial, tetapi juga menyangkut kemungkinan adanya dampak
usaha terhadap perekonomian negara secara keseluruhan. Dampak pada lingkungan, dan dampak
pada kehidupan masyarakat banyak. Ini berarti ada keterkaitan antara penilaian dampak
menyeluruh dalam usaha, bagi perorangan, rumah tangga, tenaga kerja, dan juga bagi negara.
Pada studi kelayakan, jika yang akan dikaji adalah rencana pendirian usaha skala besar, analisis
kelayakannya tidak dapat hanya didasarkan pada primaries effect saja, tetapi juga secondary
1

effect karena hal tersebut dapat memengaruhi tingkat pendapatan dan keadaan pihak ketiga
termasuk analisis manfaat dampak lingkungan (AMDAL). Secara rinci perbedaan antara analisis
financial dengan analisis ekonomi dapat diuraikan sebagai berikut.

Analisis Financial
Analisis Ekonomi
1. Orientasi profit motive (private return)

1. Orientasi
pertumbuhan
ekonomi
2. Harga pasar (market price)
(economic return)
3. Input-output dinilai berdasarkan real
2. Harga bayangan (shadow price)
income
3. Input-output dinilai berdasarkan real
atau

scarcity

atau

efisiensi

value

menggunakan konsep opportunity cost

Contoh penerapan analisis financial dan analisis ekonomi dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Bahan bakar minyak diproduksi pertamina dengan harga dalam negeri Rp. 3.400 per liter,
jika ada permintaan di luar negeri maka dijual dengan harga Rp 5.000 per liter. Salah satu
perusahaan domestic menggunakannya sebagai salah satu inputnya dan membayar Rp
3.400 per liter. Konsekuensinya, dengan digunakannya minyak dalam negeri biaya bagi
perekonomian sebesar Rp 2.000 per liter, karena kesempatan untuk menjual minyak
tersebut jadi hilang.
- Financial cost Rp 3.400
- Ekonomic cost Rp 2.000
b. Perusahaan membeli tanah dengan harga Rp 1.200.000 per

m2 . Harga ini disebut

sebagai financial cost, sedangkan dari sudut analisis ekonomi, tanah tersebut perlu dilihat
lebih banyak pada fungsinya. Jika sebelum ada usaha tanah tersebut tidak dbudidayakan
atau digunakan dengan tujuan lain, atau merupakan lahan tidur, maka nilainya sama
dengan nol atau economic cost = 0.
C. TEKNIK MELAKUKAN ANALISIS EKONOMI
Seluruh biaya dan manfaat usaha dalam analisis ekonomi perlu dinilai kembali. Harga-harga
barang yang digunakan dijadikan dasar untuk melakukan analisis ekonomi, yaitu dengan

melakukan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan agar setiap unsur biaya dan mnafaat dari
usaha itu dapat mencerminkan nilai yang sebenarnya. Tahap-tahap yang dilakukan untuk
melakukan analisis ekonomi sebagai berikut.
1. Tangible
2

Transfer Payment Langsung
Secara individu transfer payment merupakan biaya (pajak) dan manfaat (subsidi), tetapi
bagi perekonomian tidak demikian, karena pajak dan subsidi hanya merupakan
pemindahan pembayaran dari satu pihak ke pihak lain.
Contoh :
Harga input usaha Rp 1.200 per gallon
Pajak 10% Rp 120
Biaya input bagi usaha Rp 1.320 per gallon, yaitu besarnya jumlah yang dibayar. Pajak
merupakan transfer payment dari usaha ke pemerintah. Oleh karena itu, bagi ekonomi
harganya tetap Rp 1.200 per gallon.
Harga input Rp 1.200 per galon, subsidi 10% Rp 120
Biaya input Rp 1.080 per gallon, financial cost Rp 1.080
Sedangkan economic cost tetap Rp 1.200 subsidi yang diberikan pemerintah untuk usaha
sebesar Rp 120.

2. Penentuan harga bayangan semua barang dan jasa harus dikelompokkan menjadi traded
dan non traded goods. Traded goods diartikan segala sesuatu yang berhubungan dengan
perdagangan internasional yang menyangkut ekspor atau impor.
Traded goods dapat dibagi menjadi:
1) Barang dan jasa dengan adanya usaha diekspor, disebut sebagai traded goods
langsung. Nilai perekonomiannya adalah F.O.B export price.
2) Barang dan jasa yang diimpor oleh proyek (mesin, bahan baku, dan lain-lain) disebut
sebagai traded goods, nilainya sama dengan C.I.F import price.
3) Barang substitusi, yang dihasilkan oleh usaha domestic sebagai pengganti ekspor,
nilainya sama dengan C.I.F import price.
4) Barang dan jasa yang digunakan sebagai input usaha, tanpa adanya usaha ini biasanya
diekspor, yaitu F.O.B export price.
3. Harga Paritas untuk Barang dan jasa Traded
Harga paritas ini muncul karena adanya perdagangan luar negeri yang melibatkan
pemakaian mata uang asing dan mata uang sendiri. Harga yang dipakai adalah C.I.F dan
F.O.B pada pasar bebas dengan tidak ada campur tangan pemerintah sehingga harga yang
berlaku sama dengan harga pasar dengan ditambah dengan:
- Biaya bongkar muat dari kapal
- Biaya pelabuhan
- Biaya gudang

- Biaya asuransi
- Bea cukai

3

Harga paritas impor untuk barang impor di dalam usaha = harga impor C.I.F + biaya
angkut dari pelabuhan ke tempat usaha. Harga paritas ekspor untuk barang ekspor di
dalam usaha = harga ekspor F.O.B biaya angkut dari tempat usaha ke pelabuhan.
Contoh :
Harga paritas ekspor kopi dari Indonesia ke Amerika Serikat.
Keterangan
Harga Pasar
Harga F.O.B Kopi
Rp 4.124 per kg
Biaya pelabuhan
+10
EMKL
+2
Gudang pelabuhan
+10

Biaya angkut dari gudang ke pelabuhan
+4
Biaya administrasi pelabuhan
+2
Nilai harga di gudang usaha = nilai ekspor
Rp 4.561
Biaya angkut dari pelabuhan ke gudang
-20
Pajak perkebunan
-10
Biaya gudang di perkebunan
-5
Biaya sortir
-15
Nilai kopi di perkebunan = harga produksi = Rp 4.511 per kg
4. Barang Pengganti Impor
Harga barang atau jasa pengganti impor = nilai C.I.F + biaya gudang, asuransi, dan
keamanan di gudang + biaya angkut dari pelabuhan ke gudang + biaya angkut dari
gudang ke pasar + biaya administrasi. Nilai pasar – biaya angkut dari daerah produksi ke
gudang/pasar – biaya penyimpanan asuransi, sortir mutu dan handling – biaya

administrasi.
5. Non Traded Goods dibagi menjadi:
a. Barang dan jasa karena sesuatu sebab sehingga tidak dapat memasuki perdagangan
internasional. Misalnya transportasi dalam negeri, konstruksi listrik, air, tanah, dan
lain-lain.
b. Barang dan jasa karena kebijakan pemerintah ekspor atau impor.
c. Barang dan jasa karena bentuknya, kualitas, dan jenisnya tidak dapat diekspor.
Perlakuan untuk non traded goods:
a) Tanah
Penentuan harga tanah tergantung dari:
- Marginal value of product (MVP)
- Faktor permintaan
- Lokasi
- Spekulasi
- Prestise
Cara menghitung opportunity cost tanah, dengan melihat dari:
- Nilai sewa
- Harga pembelian

4


-

Benefit forgane (kemampuan tanah untuk menghasilkan sesuatu, jika
sebelumnya tanah tersebut menghasilkan sesuatu dan sebagai akibat dari

adanya usaha maka hasil dari tanah tersebut hilang).
Contoh:
Sebidang tanah yang sebelumnya telah menghasilkan karet dengan nilai MVP
(marginal value of product) sebesar Rp 1.000.000 akan terkena pajak jalan.
Opportunity cost dihitung sampai waktu tak terbatas dari output forgone, yaitu
present value dari karet selama waktu tidak terbatas (t),r = 10%
N

Maka PV (karet) =



1.000 .000 = I(DF 10%, t = ~


t=1 ( 1−i ) 2

1
(1+1)
= 1.000.000
0,1
1−0
= 1.000.000
= 10.000.000
0,1
Pv = 10.000.000 = opportunity cost output foregone
b) Tenaga Kerja
Nilai tenaga kerja dalam pasar tenaga kerja persaingan sempurna ditentukan oleh
1−

marginal value product (MVP), yaitu tambahan produksi yang bisa dihasilkan oleh
tambahan tenaga. Jika tenaga kerja itu pengangguran maka nilai MVP = 0. Pada saat
musim panen upah tenaga kerja petani itu dapat mencerminkan MVP nya sehingga
tingkat upah dapat dijadikan perkiraan untuk menentukan nilai ekonomi atau
opportunity cost dari buruh pedesaan (ruler labour) selama 1 tahun.

Tenaga kerja itu dapat dibagi tiga jenis:
- Tenaga ahli
- Tenaga tidak ahli
- Tenaga asing
Tenaga ahli sifatnya langka dan tingkat upahnya tinggi, sehingga dianggap sudah
mencerminkan MVP atau nilai sebenarnya.
Opportunity cost = market wage value (MWV)
Tenaga kerja tidak ahli, di sektor informal sifatnya tidak terpengaruh oleh peraturan
upah minimum sehingga SWR = MWR = MVP (contoh pedagang, sopir, tukang
becak, dan lain-lain). Di sektor formal, pendapatan atau upah dipengaruhi oleh
peraturan upah minimum dan kebijaksanaan lain sehingga dapat dianggap SWR =
MWR.
5

Contoh:
Suatu usaha yang baru berdiri memperkerjakan 50 orang tenaga kerja dengan upah
Rp 1.000.000 per orang per hari yang diambil dari sekitar lokasi pabrik yang pada
umumnya petani dengan pendapatan Rp 500.000 per orang per tahun.
1) Opportunity cost tenaga kerja = Rp 500.000 per hari per orang, jika di sekitar
lokasi biasanya dihasilkan tebu 20% dan padi 80%.
2) Nilai produksinya:
Tebu 20% x Rp 500.000
= Rp 100.000
Padi 80% x Rp 500.000
= Rp 400.000
3) Dimisalkan nilai sebenarnya dari tebu 35% dan padi 106% maka:
Tebu = 35% x Rp 100.000 = Rp 35.000
Padi = 106% x Rp 400.000 = Rp 424.000
Total nilai produksi
= Rp 459.000
Besarnya nilai produksi yang hilang akibat petani bekerja di industry sebesar Rp
459.000 disebut sebagai shadow price of the last output (MVP).
Market price tenaga kerja = upah di sekitar industry Rp 1.000.000, shadow price = Rp
459.000 maka SWR menjadi Rp 459.000/1.000.000 = 45,9% 9nilai SWR = 45,9%).
Atau cari dengan rumus
SWR = shadow price : market price
4. Teknik menggunakan SER dan SCF
1) SER = Shadow Exchange Rate, cara untuk memperkirakan nilai valuta asing yang
sebenarnya, dapat dijadikan nilai konversi valuta asing pada barang-barang non
traded goods, sehingga dapat dikatakan bahwa nilai barang non trade goods tersebut
sama dengan nilai traded goods. Valuta asing dinilai terlalu rendah misalnya 20% atau
terlalu tinggi, ini berarti ada premium atau diskon sebesar 20%, nilai tukar resmi
+20%, misalnya nilai tukar resmi $1 maka menjadi 1,2 OER = Officer Exchange rate
= nilai tukar resmi. Misalnya OER = US$1 = Rp 10.900; SER = Rp 10.900 x 1,2 =
13.080
2) SCF = Standar Conversion Factor. Asumsinya tidak ada nilai mengambang dan kasus
OER tidak berlaku karena pasar dianggap telah mencerminkan opportunity cost
valuta asing (SCF = 1), jika dinilai rupiah under-valued dapat dilakukan penyesuaian
dengan cara sama pada saat menghitung SER.
Contoh:
Usaha mengimpor mesin perontok jagung dengan harga US$20.000 dan dikenakan
pajak 35%, berapa nilai ekonomi mesin perontok jagung tersebut jika OER = Rp
10.900 per US$1 dan SER = Rp 13.080 per US$1 harga yang harus dibayar usaha
berdasarkan:
6

a. Perhitungan analisis keuangan:
1. $20.000 x 10.900
2. Pajak 35% x 1

= Rp 218.000.000
= Rp 76.300.000
Rp 294.000.000

b. Perhitungan analisis ekonomi:
SER = $20.000 x Rp 13.080
= Rp 261.600.000
OER = $20.000 x Rp 10.900
= Rp 218.000.000
Maka SCF = 10.900/13.080
= 0,83
Perbedaan antara analisis financial dan ekonomi dapat dilihat dalam bentuk daftar
lengkap seperti berikut.
1. Tentukan besarnya nilai tukar per US$1.
2. Tentukan berapa nilai premium akibat dari over valued atau under valued.
3. Hitung besarnya SER = Shadow Exchange Rate.
4. Hitung besarnya SWR = Shadow Wage Rate.
5. Hitung besarnya SCF = Standar Conversion Factor.
Misalnya ada data sebagai berikut.
Per US$1 = Rp 10.900
Premium sebesar 20%
Harga output barang (traded) Rp 2.000 (2 miliar)
Biaya tenaga kerja asing (NT) = 800 juta per tahun
Biaya input lain local (impor) = 500 juta per tahun
Tenaga kerja impor adalah 75% dari total seluruh tenaga kerja yang ada dan sisanya
digunakan tenaga kerja local, total tenaga kerja seluruhnya dalah 300 orang. Susunlah
data lengkap pada satu tabel yang dapat membandingkan antara analisis financial dan
ekonomi.

Item yang Dianalisis

Perbandingan Antara
Analisis
Financial
Jenis

Analisis Ekonomi
US$
SER

SCF

2000

183,49

2400

2000

800
500

73,39
45,87

400
600

332
500

20,64
6,88
146,79
36,70

270
75
1345
1055

225
62
1119
881

1. Cash Inflow : (000.000 Rp) Traded
goods
2. Cash Outflow : (000.000 Rp)
Tenaga kerja (NT)
Input lain (impor)
Lain:
75% Impor (T)
25% lakal (NT)
Total Outflow
3. Net Benefit (1-2)

225
75
1600
400

300

7

4. B/C Rasio = inflow/outflow
Catatan:

1,25

1,78

1,78

1,78

Nilai Konversi untuk SER = 1 + 0,20 = 1,2
Kolom SER = Harga X 1,2
SER Tenaga Kerja (NT) =
SWR X Nilai pasar (800)
SWR dianggap 50%
Jadi SER-Tenaga Kerja (NT) = 400

Kolom SCF:
1. Harga pasar sama dengan harga SCF: karena nilai SCF = 1
2. Untuk tenaga kerja (NT) didapat dengan cara SCF X nilai SER atau 0,833 X 400 = 332
Input local (NT) SWR X SER = 0,833 X 75 = 62

ANALISIS PENGARUH INFLASI
D. PENGERTIAN PENGARUH INFLASI
Banyak pakar memandang pengaruh inflasi ini cukup dieleminasi dalam perhitungan time
value of money. Dalam studi kelayakan usaha tercermin pada besarnya tingkat discount factor
(DF) atau lebih dikenal dengan biaya model – namun ada juga yang menganggap perlu, tetapi
tidak perlu harus dihitung secara teliti dengan cara melihat pengaruh inflasi, baik pada sisi
penerimaan atau sisi pengeluaran usaha atau proyek yang direncanakan. Caranya sederhana saja,
yaitu cukup dari perhitungan IRR (internal rate of return) dikurangi perkiraan laju rata-rata
inflasi selama umur usaha atau proyek. Misalnya dalam kelayakan criteria penerimaan, rencana
usaha ini layak karena IRR > r (bunga deposito bank) atau opportunity cost of capital (OCC)
yang dimiliki oleh investor. Guna lebih meyakini kelayakan dari rencana usaha maka perlu
diperhitungkan besarnya pengaruh inflasi, dengan cara IRR – tingkat laju inflasi rata-rata. Jika
perkiraan laju inflasi selama 5 tahun umur sesuai dengan rencana usaha tersebut adalah 3% maka
IRR = 15% - 12% baru dibandingkan dengan OCC jika ternyata masih lebih besar berarti usaha
tersebut masih layak dilaksanakan walaupun ada laju inflasi sebesar rata-rata 3% per tahun
selama umur usaha.
Pakar keuangan lain, seperti Van Horn dan Wachowicz serta beberapa pakar lainnya
berpendapat bahwa tidak cukup dengan cara-cara yang dilakukan oleh banyak pelaku studi
8

kelayakan usaha dengan mudah memasukan ke dalam nilai IRR yang sudah dihitung, karena cara
ini hanya mungkin jika satu-satunya criteria yang dipakai untuk menilai kelayakan financial dari
rencana usaha. Menurut Van Horn, dkk. Adalah lebih baik jika pengaruh inflasi diperhitungkan
sejak awal penilaian kelayakan. Sehingga kriteria penilaian kelayakan usaha dapat disesuaikan
dengan seberapa besar pengaruh inflasi terhadap pendirian usaha itu selama umur usaha tersebut.
Kuncinya terletak pada besarnya arus kas masuk dan arus kas keluar. Jika kedua hal ini sudah
disesuaikan, penilaian dapat dianggap menjadi lebih baik dan lebih diteliti.
F. PENGARUH INFLASI TERHADAP BIAYA USAHA
Pelaku studi kelayakan usaha dituntut untuk selalu jeli melihat segala fenomena ekonomi
yang mungkin akan berpengaruh terhadap seluruh biaya rencana pendirian usaha. Jika hal ini
tidak dapat dilakukan maka akan menyebabkan terjadi penyimpangan terlalu jauh dari nilai yang
diharapkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan rencana pendirian usaha yaitu para
pemilik modal, pemerintah, manajer dan karyawan, serta masyarakat luas. Inflasi merupakan
salah satu fenomena ekonomi yang umumnya berrfluktuasi sesuai dengan perkembangan
ekonomi dan perkembangan situasi politik dari suatu Negara, pengaruhnya dapat berdampak
negative bagi kemajuan usaha pada saat ini dan di masa yang akan datang. Hasil studi kelayakan
usaha ini biasanya akan dilaksanakan justru pada saat yang akan datang walaupun secara tidak
langsung dapat tercermin dari perkembangan tingkat suku bunga pinjaman, tetapi memerhatikan
langsung pengaruh inflasi dalam studi kelayakan usaha adalah cukup penting.
G. PENGARUH INFLASI PADA PENERIMAAN USAHA
Didasarkan atas pertimbangan bahwa dengan adanya inflasi pada awalnya berdampak
langsung pada sisi pengeluaran rencana aliran kas usaha, tetapi dalam perjalanan waktu dimana
adanya kenaikan harga-harga input usaha dengan sendirinya perlu diadakan penyesuaian juga
dari sisi penerimaan.
Tujuannya adalah untuk melihat apakah adanya inflasi tersebut belum akan berpengaruh pada
sisi penerimaan atau dengan kata lain B/C ratio > 1; B/C rasio < 1. Selama perubahan
pengeluaran tidak menyebabkan B/C rasio = 1 atau B/C rasio < 1 maka pengaruh inflasi tidak
perlu diperhitungkan atau tidak perlu diadakan penyesuaian pada sisi penerimaan dari rencana
usaha.
Cara yang digunakan pada dasarnya sama dengan cara perhitungan pengaruh inflasi pada
biaya usaha, yaitu dengan menggunakan rumus yang sama, tetapi yang disesuaikan adalah sisi
penerimaan atau aliran kas masuknya. Rumusnya adalah:
9

n

Ir =

∑ Ir ( 1+ P )

r

r=1

Dimana:
Ir = Arus kas masuk yang sudah disesuaikan dengan laju inflasi
It = Arus kas pada tahun t
P = Perkiraan rata-rata laju inflasi selama t
t
= Periode umur usaha / proyek
Contoh:
Jika dimisalkan rencana arus kas masuk setiap tahun dari rencana usaha adalah Rp. 30.000 dan
laju inflasi diperkirakan selama umur usaha rata-rata 10% per tahun selama 3 tahun. Maka
penyesuaian arus kas masuk dapat dihitung sebagai berikut.
Ir = Rp 30.000 (1 + 0,1)1 + Rp 30.000 (1 + 0,1)2 + Rp 30.000 (1+ 0,1)3
= Rp 109,23
Hasil dari penyesusaian ini harus dikonfersikan dengan tingkat pajak agar diperoleh gambaran
pengaruh yang benar, sehingga dalam perhitungan penilaian kelayakan usaha akan diperoleh
nailai yang dapat dipercaya karena seluruh unsure sudah diadakan penyesuaian dengan dampak
inflasi.
H. TEKNIK PENYESUAIAN PENGARUH INFLASI
Besarnya kenaikan biaya tentunya akan membawa dampak yang serius, jika kenaikan biaya
tersebut masih berada dalam batas-batas yang dapat ditolerir, maka batas-batas itu dapat diukur
dengan rasio antara benefit dan cost, selama masih positif berarti ada dampak inflasi tetapi tidak
perlu diadakan penyesuaian. Namun, jika rasio itu sudah mendekati titik nol (0), apalagi sudah
negative, maka penyesuaian biaya dan penerimaan tidak dapat ditawar-tawar lagi, karena usulan
kelayakan usaha yang sebelumnya layak akan berubah menjadi tidak layak lagi.
Untuk mencegah hal ini selama umur usaha, perlu dinilai kembali kelayakan usaha dari arus
kas masuk dan aliran kas keluar yang sudah disesuaikan dengan perkiraan rata-rata laju inflasi
selama umur usaha atau proyek. Rumus sebagai berikut:
NPV =
Dimana:
NPVr

Ʃnt =1 [It(1+α)t – Ot(1+βP)t] [1 – T] + [Dp(T)]
(1+r)t

× Co

= Net present value yang sudah disesuaikan dengan inflasi
10

It
= Aliran kas periode t
Ot
= Aliran kas keluar periode t
P
= laju inflasi
α
= porsi inflasi yang dibebankan pada cash in flow
β
= porsi inflasi yang dibedakan pada cash in flow
T
= tarif pajak
r
= discount factor atau biaya modal
t
= umur usaha atau proyek
Dp
= penyusutan
Co
= total modal investasi awal
(Van Horn: 1983)
Contoh:
Tuan Budhi merencanakan untuk mendirikan pabrik pembuatan pakan ternak dengan modal
investasi awal (biaya investasi) sebesar Rp. 100.000.000. penyusutan secara garis lurus selama 5
tahun, yaitu Rp. 20.000.000 setahun. Tariff pajak diberlakukan 50%. Biaya pengembalian modal
atau OCC ditetapkan 14% pertahun selama 5 tahun. Aliran kas masuk dan keluarnya adalah
sebagai berikut:
Tahun
1
2
3
4
5

Aliran kas masuk (jutaan RP)
30
40
50
50
30

Aliran kas keluar (jutaan RP)
10
10
10
10
10

Tentukan:
1. Apakah rencana investasi Tuan Budhi layak jika pengaruh inflasi diabaikan?
2. Apakah rencana investasi Tuan Budhi ini layak jika inflasi diperhitungkan dalam
penilaian?
Penilaian pertama: inflasi diabaikan
Perhitungan aliran kas neto rencana usaha:
Tabel Perhitungan Aliran Kas
KETERANGAN

Periode
1

2

3

4

5
11

Aliran kas masuk (jutaan Rp)
Aliran kas keluar (jutaan Rp)
Kalikan dengan (1-T) = (1- 0,5)
Penyusutan x pajak = (20 x 0,5)
Aliran kas neto

30
10
20
10
10
10
20

40
10
30
15
15
10
25

50
10
40
20
20
10
30

50
10
40
20
20
10
30

30
10
20
10
10
10
20

Penilaian yang mengabaikan inflasi dalam perhitungan NPV, artinya unsur inflasi tidak
diikutkan dalam perhitungan. Ternyata didapat pengaruh yang negatif, yaitu nilai NPV-nya
negatif atau dengan kata lain rencana usaha jadi tidak layak karena adanya inflasi. Caranya:
Tahun
0
1
2
3
4
5

Aliran Kas Neto
-100
20
25
30
30
20

DF (14%)
1
0,8772
0,7695
0,6750
0,5921
0,5194
NPV

PV
-100
17,544
19,238
20,250
17,763
10,388
-14,817

Penilaian kedua: inflasi diperhitungkan.
Unsur yang terkena dampak inflasi adalah arus kas masuk maupun arus kas keluar. Perhitungan
lengkapnya dapat diselesaikan seperti berikut:

Tahun:
1

=

{30(1,1)1 – 10(1,1)2} 1 – 0,5 + 20(0,5)

= 18,77

(1,14)1
2

=

{40(1,1)2 – 10(1,1)2} {1 - 0,5} + 20(0,5)

= 22,69

(1,14)2

12

3

=

{50(1,1)3 – 10(1,1)3} 1 - 0,5 + 20(0,5)

= 22,69

(1,14)3
4

=

{50(1,1)4 – 10(1,1)4} 1 - 0,5 + 20(0,5)

= 26,36

(1,14)4
5

=

{30(1,1)5 – 10(1,1)5} 1 – 0,5 + 20(0,5)

= 15,78

(1,14)5
Jumlah PV

:

110,59

Modal (Io)

:

-100,00

NPV (f)

:

+10,59

Ternyata jika inflasi dimasukan dalam perhitungan, nilai NPV yang sudah disesuaikan
dengan dampak inflasi menjadi positif. Fakta ini menunjukan berapa pentingnya melakukan
penyesuaian dampak inflasi terhadap penilaian kelayakan dari suatu rencana investasi, terutama
yang berkenaan dengan biaya operasi yang harus dikeluarkan dan penerimaan setiap tahun
selama umur usaha atau proyek sehingga penilaian dapat menjadi lebih dan terhindar dari
kesalahan penafsiran

Kesimpulan:
Analisis ekonomi merupakan salah satu aspek yang perlu diketahui dengan baik oleh
manajemen atau pengusaha agar pengambilan keputusan tidak terjadi kesalahan. Untuk
melakukan studi ekonomi, pengusaha atau manajemen harus mengetahui apakah usaha yang
didirikan tersebut akan memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan dan
apa saja yang diperlukan untuk mewujudkannya, salah satunya mampu membedakan antara
analisis ekonomi dan analisis financial. Analisis ekonomi ini apakah merupakan perusakan
lingkungan dan merugikan masyarakat atau justru sebaliknya, yaitu pertumbuhan ekonomi

13

masyarakat dan tidak membawa dampak negative bagi rencana usaha di masa yang akan dating
dan secara financial akan mendatang, nilai tambah yang lebih tinggi,harga pasar dan output yang
dinilai berdasarkan real incometermasuk juga dalam analisis biaya usaha dan penerimaan usaha
dalam menetapkan nilai yang diperlukan terhadap pajak, subsidi, harga tenaga kerja, tanah dan
sebagainya.
Pengaruh inflasi perlu diperhitungkan dalam dunia bisnis/usaha, karena perubahan inflasi
juga akan mengubah susunan perencanaa usaha yang berdampak pada perubahan biaya,
perubahan pendapatan, perubahaan manfaat uang, perubahan penerimaan sumber daya manisia,
perubahan investasi, juga perubahan kebijakan. Dari perubahan ini diperlukan adanya
penyesuaian pengaruh inflasi agar tidak membawa dampak yang serius terhadap usahanya,
meskipun terjadi inflasi, tetapi masih dalam taraf yang wajar masih dapat diukur dengan rasio
antara benefit dan cost. Selama masih positif berarti ada dampak inflasi, tetapi tidak perlu
disesuaikan. Namun, jika rasio itu sudah mendekati titik nol, apalagi sudah negatif maka
penyesuaian biaya dan penerimaan tidak dapat ditawar-tawar lagi, jika tidak maka usahanya yang
tadinya layak menjadi tidak layak lagi untuk dilaksanakan. Untuk mencegah hal ini selama umur
usaha maka perlu dinilai kembali kelayakann usaha dari arus kas masuk dan aliran kas keluar
yang sudah disesuaikan dengan perkiraan rata-rata dan aliran kas keluar yang sudah disesuaikan
dengan perkiraan rata-rata laju inflasi selama umur usaha tersebut.

14