makalah pancasila sebagai ideologi terbu (3)

Makalah Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka
LATAR BELAKANG
Penyimpangan implementasi pancasila pada masa orde lama dan orde baru,
berujung menimbulkan gerakan reformasi di Indonesia, sehingga terjadilah suatu
perubahan yang cukup besar dalam berbagai bidang terutama bidang kenegaraan, hukum
maupun politik. Konsekuensinya mengharuskan kita mengkaji ulang atas pemahaman
ilmiah tentang pancasila sebagai ideologi terbuka. Atas dasar pemahaman yang demikian
itu, maka ada wacana ilmiah yang patut dikemukakan, yaitu ”Apa yang dimaksud dengan
pancasila sebagai ideologi terbuka?”
PANCASILA KESEPAKATAN BANGSA INDONESIA
Sebelum pembahasan lebih lanjut tentang Pancasila sebagai idelogi terbuka, terlebih
dahulu yang harus kita pahami adalah bahwa “Pancasila telah menjadi kesepakatan
bangsa Indonesia” sejak berdirinya Negara (Proklamasi) Kesatuan Republik Indonesia
tahun 1945. Dengan demikian, siapapun yang menjadi warga negara Indonesia
hendaknya menghargai dan menghormati kesepakatan yang telah dibangun oleh para
pendiri negara (founding fathers) tersebut dengan berupaya terus untuk menggali,
menghayati & mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pancasila yang sila-silanya diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945, telah
menjadi kesepakatan nasional sejak ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945, dan akan terus
berlanjut sepanjang sejarah Negara Republik Indonesia. Kesepakatan tersebut merupakan

perjanjian luhur atau kontrak sosial bangsa yang mengikat warga negaranya untuk
dipatuhi dan dilaksanakan dengan semestinya.
Untuk membuktikan bahwa Pancasila merupakan hasil kesepakatan bangsa
Indonesia dengan legalitas yang kuat, kiranya perlu dilengkapi :
1. Justifikasi Juridik
Bangsa Indonesia telah secara konsisten untuk selalu berpegang kepada Pancasila
dan UUD 1945, sebagaimana telah diamanatkan adanya rumusan Pancasila ke dalam
UUD yang telah berlaku di Indonesia dan beberapa contoh, seperti:
 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
 Konstitusi Republik Indonesia Serikat (1949)
 Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia (1950)
 Ketetapan MPR RI No.XVII/MPR/1998 tentang HAK ASASI MANUSIA
 Ketetapan MPR RI No.V/MPR/2000 tentang PEMANTAPAN PERSATUAN DAN
KESATUAN NASIONAL

2. Justifikasi Teoritik – Filsafati
Merupakan usaha manusia untuk mencari kebenaran Pancasila dari sudut olah
pikir manusia, dari konstruksi nalar manusia secara logik. Pada umumnya olah pikir
filsafat dimulai dengan suatu aksioma, yakni suatu kebenaran awal yang tidak perlu
dibuktikan lagi, karena hal tersebut dipandang suatu kebenaran yang hakiki. Para pendiri

negara dalam membuktikan kebenaran Pancasila dimulai dengan suatu aksioma bahwa :
”Manusia dan alam semesta ini adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dalam suatu partalian
yang selaras atau harmoni”. Aksioma ini dapat ditemukan rumusannya dalam Pembukaan
UUD 1945 pada aline kedua dan keempat & pasal 29.
Alinea Kedua
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorongkan oleh keinginan
luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan
dengan ini kemerdekaannya.
Alinea Keempat
...., yang berbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, ...
Pasal 29 ayat (1)
Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
3. Justifikasi Sosiologik – Historik
Menurut penggagas awal (Ir. Soekarno), bahwa Pancasila digali dari bumi
Indonesia sendiri dan dikristalisasikan dari nilai-nilai yang berkembang dalam kehidupan
rakyat Indonesia yang beraneka ragam. Nilai-nilai tersebut dapat diamati pada
kelompok masyarakat yang tersebar di seluruh Indonesia yang dalam implementasinya
sangat disesuaikan dengan kultur masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian,
nampak jelas bahwa sesungguhnya Pancasila telah menjadi living reality (kehidupan

nyata) jauh sebelum berdirinya negara republik Indonesia.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, jelaslah bahwa bagi bangsa Indonesia
tidak perlu diragukan lagi tentang kebenaran Pancasila sebagai dasar negara, ideologi
nasional maupun pandangan hidup bangsa dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa &
bernegara. Hal initerbukti setelah kita analisis dari sudut justifikasi yuridik, filsafati dan teoritik
serta sosiologik dan historik. Untuk itu, semakin jelaslah bahwa Pancasila merupakan
kesepakatan bangsa, suatu perjanjian luhur yang memiliki legalitas, kebenaran dan
merupakan living reality yang selama ini telah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan sudut pandang justifikasi filsafati dan teoritik inilah bangsa Indonesia
yangmemiliki beraneka ragam suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) mampu
hidup berdampingan secara damai, rukun dan sejahtera dalam semboyan Bhinneka
Tunggal Ika serta dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai
perwujudan tersebut, maka bangsa Indonesia dikenal oleh bangsa-bangsa manca negara

sebagai bangsa yang memiliki sifat khas kepribadian (unik) antara lain : ramah tamah,
religius, suka membantu sesama (solidaritas), dan mengutamakan musyawarah mufakat.
PENGERTIAN IDEOLOGI
Kata “Ideologi” berasal dari bahasa Latin dari kata “idea” (daya cipta sebagai hasil
kesadaran manusia) dan “logos” (pengetahuan, ilmu faham). Istilah ini diperkenalkan
oleh filsuf Perancis A. Destut de Tracy (1801) yang mempelajari berbagai gagasan

(idea) manusia serta kadar kebenarannya. Pengertian ini kemudian meluas sebagai
keseluruhan pemikiran, cita rasa, serta segala upaya, terutama di bidang politik. Ideologi
juga diartikan sebagai falsafah hidup dan pandangan dunia (dalam bahasa Jerman
disebut Weltanschauung). Biasanya, ideologi selalu mengutamakan asas-asas kehidupan
politik dan kenegaraan sebagai satu kehidupan nasional yang berarti kepemimpinan,
kekuasaan, dan kelembagaan dengan tujuan kesejahteraan.
Menurut W. White definisi Ideologi ialah sebagai berikut : “The sum of political
ideas of doctrines of distinguishable class of group of people” (ideologi ialah soal citacita politik atau dotrin (ajaran) dari suatu lapisan masyarakatatau sekelompok manusia
yang dapat dibeda-bedakan).
Sedangkan menurut pendapat Harold H Titus definisi ideologi ialah sebagai
berikut : “A term used for any group of ideas concerning various politicaland economic
issues and social philosophies often appliedto a systematic schema of ideas held by group
classes” (suatu istilah yang dipergunakan untuk sekelompok cita-cita mengenai berbagai
macam masalah politik dan ekonomi serta filsafat sosial yang sering dilaksanakan bagi
suatu rencana yang sistematik tentang cita-cita yang dijalanakan oleh sekelompok atau
lapisan masyarakat). (Drs Ismaun, pancasila sebagai dasar filsafat atau ideologi negara
republik Indonesia dalam Heri Anwari Ais, Bunga Rampai filsafat pancasila, 1985 :
37).“The term “isme” something used for these system of thought” (istilah isme/aliran
kadang-kadang dipakai untuk system pemikiran ini.
Dalam pengertian ideologi negara itu termasuk dalam golongan ilmu pengetahuan

sosial, dan tepatnya pada digolongkan kedalam ilmu politik (political sciences) sebagai
anak cabangnya. Untuk memahami tentang ideologi ini, maka kita menjamin disiplin
ilmu politik.
Di dalam ilmu politik, pengertian ideologi dikenal dua pengertian, yaitu : Pertama,
pengertian secara fungsional dan Kedua, pengertian secara structural
Ideologi dalam pengertian secara fungsional adalah ideologi diartikan seperangkat
gagasan tentang kebaikan bersama atau tentang masyarakat dan negara yang dianggap
paling baik. Sedangkan pengertian ideologi secara structural adalah ideologi diartikan
sebagai system pembenaran, seperti gagasan dan formula politik atas setiap kebijakan dan
tindakan yang diambil oleh penguasa. Lebih lanjut ideologi dalam arti fungsional secara
tipologi dapat dibagi dua tipe, yaitu ideologi yang bertipe doktriner dan ideologi yang
bertipe pragmatis.

Suatu ideologi digolongkan doktriner apabila ajaran-ajaran yang terkandung dalam
ideologi itu dirumuskan secara sistematis dan terinci dengan jelas, diindotrinasikan
kepada warga masyarakat, dan pelaksanaanya diawasi secara ketat oleh aparat partai atau
aparat pemerintah, komunisme merupakan salah satu contohnya.
Suatu ideologi digolongkan pada tipe pragmatis, ketika ajaran – ajaran yang
terkandung dalam ideologi tersebut tidak dirumuskan secara sistematis dan terinci,
melainkan dirumuskan secara umum (prinsup-prinsipnya saja). Dalam hal ini, ideologi itu

tidak diindoktrinasikan, tetapi disosisalisasikan secara fungsional melalui kehidupan
keluarga, sistem pendidikan, sistem ekonomi, kehidupan agama dan sistem politik.
Individualisme (liberalisme) merupakan salah satu contoh ideologi pragmatis.
ARTI IDEOLOGI TERBUKA
Ideologi terbuka ialah bahwa nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar,
melainkan digali dan diambil dari kekayaan rohani, moral dan budaya masyarakatnya
sendiri.
Ideologi terbuka adalah ideologi yang dapat berinteraksi dengan perkembangan
zaman dan adanya dinamika secara internal. Sumber semangat ideologi terbuka itu
sebenarnya terdapat dalam Penjelasan Umum UUD 1945, yang menyatakan, “... terutama
bagi negara baru dan negara muda, lebih baik hukum dasar yang tertulis itu hanya
memuat aturan-aturan pokok, sedangkan aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan
pokok itu diserahkan kepada undang-undang yang lebih mudah cara membuatnya,
mengubahnya dan mencabutnya“.

ARTI “TERBUKA” DARI IDEOLOGI
Arti “terbuka” dari ideologi ditentukan oleh dua hal, pertama bersifat konseptual
(struktur ideologi) dan kedua bersifat dinamis (sikap para penganutnya):
1. Bersifat Konsepsual, yaitu Struktur Ideologi
Menurut Corbet, struktur ideologi tersusun oleh: pandangan filsafat tentang alam

semesta dan manusia, konsep masyarakat ideal yang dicita-citakan, dan metodologi untuk
mencapainya. Ketiga unsur tersebut akan selalu terhubung dengan relasi heuristi (relasi
inovatif), yaitu apabila pandangan filsafatinya mengenai alam semesta dan manusia
bersifat tertutup, maka cita-cita instrinsiknya dengan sendirinya bersifat tertutup,
sehingga akan tertutup pula metode berpikirnya. Demikian sebaliknya, apabila ajaran
ontologis-nya bersifat terbuka, maka cita-cita intrinsik dan maupun metode berpikirnya
berturut-turut bersifat terbuka pula.
2. Bersifat Dinamis, yaitu Sikap Para Penganutnya
Bahwa ideologi yang bersifat abstrak, niscaya membutuhkan subjek
pengamal/pelaksana, yaitu sejumlah penganut atau pendukung yang mengidentifikasikan
hidupnya dengan ideologi yang dianutnya, menerima kebenaran, berjuang, dan bekerja
dengan setia untuknya. Pencapaian kebersamaan-hidup ideal membutuhkan perjuangan
panjang dari generasi ke generasi dalam sistem sosial yang niscaya bersifat terbuka
sejalan dengan perubahan zaman.

1.
2.
3.
4.
5.

6.
7.
8.
9.

CIRI-CIRI IDEOLOGI TERBUKA
Merupakan cita-cita yang sudah hidup dalam masyarakat
Berupa nilai-nilai dan cita-cita yang berasal dari dalam masyarakat sendiri
Nilai-nilainya digali dan diambil dari harta kekayaan rohani, moral, dan budaya
masyarakat itu sendiri
Hasil musyawarah dan konsensus masyarakat
Bersifat dinamis dan reformis
Isinya tidak bersifat operasional
Menghargai pluralitas sehingga dapat diterima oleh warga masyarakat
Tidak pernah memaksa kebebasan dan tanggung jawab masyarakat
Terbuka terhadap perubahan-perubahan yang datang dari luar
GAGASAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA
Gagasan pertama mengenai Pancasila sebagai ideologi terbuka secara formal
ditampilkan sekitar tahun 1985, walaupun semangatnya sendiri sesungguhnya dapat
ditelusuri dari pembahasan para pendiri pada tahun 1945. Memahami Pancasila sebagai

ideologi terbuka didorong oleh tantangan zaman. Sejarah menunjukkan bahwa betapa
pun kokohnya suatu ideologi bila tidak memiliki dimensi fleksibilitas atau keterbukaan,

1.
2.

3.
4.

akan mengalami kesulitan bahkan mungkin kehancuran dalam menanggapi tantangan
zaman (contoh: runtuhnya Komunisme di Uni Soviet).
Pemikiran Pancasila sebagai ideologi terbuka tersirat di dalam Penjelasan UUD
1945 di mana sisebutkan “Maka telah cukup jika Undang-Undang Dasar hanya memuat
garis-garis besar sebagai instruksi kepada pemerintah pusat dan lain-lain
penyelenggara negara untuk menyelenggarakan kehidu[an negara dan kesejahteraan
sosial terutama bagi negara baru dan negara muda, lebih baik hukum dasar yang
tertulis itu hanya memuat aturan-aturan pokok, sedang aturan-aturan yang
menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada undang-undang yang lebih
mudah caranya membuat, mengubah, dan mencabut”.
Dari kutipan tersebut kita dapat memahami bahwa UUD 1945 pada hakikatnya

mengandung unsur keterbukaan; karena dasar UUD 1945 adalah Pancasila, maka
Pancasila yang merupakan ideologi nasional bagi bangsa Indonesia bersifat terbuka pula.
Beberapa hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan gagasan Pancasila sebagai
ideologi terbuka, yaitu:
Ideologi Pancasila harus mampu menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi zaman
yang terus mengalami perubahan. Akan tetapi bukan berarti bahwa nilai dasar Pancaasila
dapat diganti dengan nilai dasar lain atau meniadakan jati diri bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai ideologi terbuka mengandung makna bahwa nilai-nilai dasar Pancasila
dapat dikembangkan sesuai dengan dinamika kehidupan bangsa Indonesia dan tuntutan
perkembangan zaman secara kreatif, dengan memperhatikan tingkat kebutuhan dan
perkembangan masyarakat Indonesia sendiri.
Sebagai ideologi terbuka, Pancasila harus mampu memberikan orientasi ke depan,
mengharuskan bangsa Indonesia untuk selalu menyadari situasi kehidupan yang sedang
dan akan dihadapainya, terutama menghadapi globalisasi dan keterbukaan.
Ideologi Pancasila menghendaki agar bangsa indonesia tertap bertahan dalam jiwa dan
budaya bangsa indonesia dalam wadah dan ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia

FAKTOR PENDORONG KETERBUKAAN IDEOLOGI PANCASILA
Dalam pandangan Moerdiono, faktor yang mendorong pemikiran mengenai
keterbukaan ideologi Pancasila adalah sebagai berikut :

a. Dalam proses pembangunan nasional berencana, dinamika masyarakat Indonesia
berkembang secara cepat. Dengan demikian, tidak semua persoalan hidup dapat
ditemukan jawabannya secara ideologis dalam pemikiran ideologi-ideologi sebelumnya.
b. Kenyataan bangkrutnya ideologi yang tertutup seperti Marxisme-Leninisme/Komunisme.
Dewasa ini kubu komunisme dihadapkan padapilihan yang amat berat, menjadi suatu
ideologi terbuka atau tetap mempertahankan ideologi lama.
c. Pengalaman sejarah politik kita sendiri di masa lampau dengan pengaruh Komunisme
sangat penting. Karena pengaruh ideologi Komunisme yang pada dasarnya bersifat
tertutup. Pancasila pernah merosot menjadi ancaman dogma yang kaku. Pancasila tidak
lagi tampil sebagai acuan bersama, melainkan sebagai senjata konseptual untuk
menyerang lawan-lawan politik. Kebijakan pemerintah pada saat itu menjadi absolut.

Konsekuensinya, perbedaan-perbedaan menjadi alasan untuk secara langsung dicap
sebagai anti-Pancasila.
d. Tekad kita untuk menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sebagai catatan, istilah Pancasila sebagai satusatunya asas telah dicabut berdasarkan Ketetapan MPR tahun 1999. Nemun, pencabutan
ini kita artikan sebagai pengembalian fungsi utama Pancasila sebagai dasar negara.
Dalam kedudukannya sebagai dasar negara, Pancasila harus dijadikan jiwa Bangsa
Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam pengembangan
Pancasila sebagai ideologi terbuka. Di samping itu, ada faktor lain, yaitu tekad bangsa
Indonesia untuk menjadikan Pancasila alternatif ideologi dunia.
Sedangkan menurut Dr. Alfian, Pancasila sebagai ideologi terbuka telah
memenuhi ketiga dimensi yang disebutkan sebelumnya dengan baik, terutama karena
dinamika internal yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian, secara idealkonseptual Pancasila adalah ideologi yang kuat, tangguh, dan bermutu tinggi. Itulah
sebabnya mengapa bangsa Indonesia meyakini sebagai ideologi yang terbaik bagi diri
bangsa Indonesia.
PERWUJUDAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA
Sebagai ideologi terbuka, Pancasila bisa menyelesaikan berbagai persoalan yang
dihadapai oleh bangsa Indonesia. Namun demikian, faktor manusia baik penguasa
maupun rakyat, sangat menentukan dalam mengukur kemampuan sebuah ideologi dalam
menyelesaikan berbagai masalah. Sebaik apa pun sebuah ideologi, tanpa didukung oleh
sumber daya manusia yang baik, hanyalah angan-angan belaka.
Nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah
sebagai berikut :
1.

Nilai dasar
Merupakan nilai-nilai dasar yang relatif tetap (tidak berubah) yang terdapat di dalam
Pembukaan UUD 1945. Nilai-nilai dasar Pancasila (Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan,
Kerakyatan, dan Keadilan Sosial) akan dijabarkan lebih lanjut menjadi nilai instrumental
dan nilai praksis yang lebih bersifat fleksibel, dalam bentuk norma-norma yang berlaku di
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2.

Nilai instrumental
Merupakan nilai-nilai lebih lanjut dari nilai-nilai dasar yang dijabarkan secara lebih
kreatif dan dinamis dalam bentuk UUD 1945, TAP MPR, dan Peraturan PerundangUndangan lainnya.

3.

Nilai praktis
Merupakan nilai-nilai yang sesungguhnya dilaksanakan dalam kehidupan nyata seharihari baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, maupun bernegara. Nilai praksis

yang abstrak (misalnua menghormati, kerja sama, kerukunan, dan sebagainya)
diwujudkan dalam bentuk sikap, perbuatan, dan tingkah laku sehari-hari. Dengan
demikian, nilai-nilai tersebut tampak nyara dan dapat kita rasakan bersama.
Keterbukaan ideologi Pancasila terutama ditujukan dalam penerapannya yang
berbentuk pola pikir yang dinamis dan konseptual dalam dunia modern. Kita mengenal
ada tiga tingkat nilai, yaitu nilai dasar yang tidak berubah, nilai instrumental sebagai
sarana mewujudkan nilai dasar yang dapat berubah sesuai keadaan dan nilai praktis
berupa pelaksanaan secara nyata yang sesungguhnya. Nilai-nilai Pancasila dijabarkan
dalam norma - norma dasar Pancasila yang terkandung dan tercermin dalam Pembukaan
UUD 1945. Nilai atau norma dasar yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 ini
tidak boleh berubah atau diubah. Karena itu adalah pilihan dan hasil konsensus bangsa
yang disebut kaidah pokok dasar negara yang fundamental (Staatsfundamentealnorm).
Perwujudan atau pelaksanaan nilai-nilai instrumental dan nilai-nilai praktis harus tetap
mengandung jiwa dan semangat yang sama dengan nilai dasarnya. Kebenaran pola pikir
seperti yang terurai di atas adalah sesuai dengan ideologi yang memiliki tiga dimensi
penting, yaitu:
1. Dimensi Realitas
Bahwa nilai-nilai dasar di dalam suatu ideologi bersumber dari nilai-nilai riil yang hidup
dalam masyarakat yang tertanam dan berakar di dalam masyarakat, terutama pada waktu
ideologi itu lahir. Dengan demikian, mereka betul-betul merasakan dan menghayati
bahwa nilai-nilai dasar itu adalah milik mereka bersama.
2. Dimensi Idealisme
Bahwa nilai-nilai dasar idiologi tersebut mengandung idealisme, bukan angan-angan
(utopia), yang memberi harapan tentang masa depan yang lebih baik melalui perwujudan
atau pengalamannya dalam praktik kehidupan bersama sehari-hari dengan berbagai
dimensinya. Idiologi yang tangguh biasanya muncul dari pertautan yang erat, yang saling
mengisi dan memperkuat antara dimensi realitas dan dimensi idealisme yang terkandung
di dalamnya.
3. Dimensi Fleksibilitas.
Bahwa ideologi memiliki keluesan yang memungkinkan bahkan merangsang
pengembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan tentang dirinya, tanpa
menghilangkan atau mengingkari hakikat (jati diri) yang terkandung dalam nilai-nilai
dasarnya. Dimensi fleksibilitas atau dimensi pengembangan sangat diperlukan oleh suatu
ideologi guna memelihara dan memperkuat relevansinya dari masa ke masa.
BUKTI KETERBUKAAN PANCASILA
Bukti bahwa Pancasila adalah ideologi terbuka adalah :
1. Pancasila memiliki pandangan hidup dan tujuan serta cita-cita masyarakat Indonesia.

2.
3.
4.
5.
6.
7.

Tekad untuk mengembangkan kekreatifitasan dan dinamis untuk mencapai tujuan
nasional.
Pengalaman sejarah bangsa Indonesia.
Terjadi atas dasar keinginan bangsa (masyarakat) Indonesia sendiri tanpa campur tangan
atau paksaan dari sekelompok orang.
Isinya tidak operasional.
Menginspirasikan kepada masyarakat agar bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila.
Menghargai pluralitas, sehingga dapat diterima oleh semua masyarakat yang
memilikilatar belakang dan budaya yang berbeda.
BATAS-BATAS KETERBUKAAN IDEOLOGI PANCASILA

Suatu ideologi apa pun namanya, memiliki nilai dasar atau intrinsik dan nilai
instrumental. Nilai instrinsik adalah nilai yang dirinya sendiri merupakan tujuan.
Seperangkat nilai instrinsik (nilai dasar) yang terkandung di dalam setiap ideologi
berdaya aktif. Artinya ia memberi inspirasi sekaligus energi kepada para penganutnya
untuk mencipta dan berbuat. Dengan demikian, tiap nilai instrinsik niscaya bersifat khas
dan tidak ada duanya.
Dalam ideologi Pancasila, nilai dasar atau nilai instrinsik yang dimaksud adalah
nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan Sosial yang
menjadi jati diri bangsa Indonesia. Nilai-nilai ini oleh bangsa Indonesia dinyatakan
sebagai hasil kesepakatan untuk menjadi dasar negara, pandangan hidup, jati diri bangsa,
dan ideologi negara yang tidak dapat diubah oleh siapa pun, termasuk MPR hasil pemilu.
Sedangkan nilai instrumental atau diistilahkan “dambaan instrumental” adalah nilai
yang didambakan berkat efek aktual atau sesuatu yang dapat diperkirakan akan terwujud.
Nilai instrumental menurut Richard B. Brandt, adalah nilai yang niscaya dibutuhkan
untuk mewujudkan nilai instrinsik berkat efek aktual yang dapat diperhitungkan hasilnya.
Nilai instrumental adalah penentu bentuk amalan dari nilai instrinsik untuk masa tertentu.
Sifat keterbukaan ideologi mengandung arti bahwa di satu sisi nilai instrumental itu
bersifat dinamis, yaitu dapat disesuaikan dengan tuntutan kemajuan zaman, bahkan dapat
diganti dengan nilai instrumental lain demi terpeliharanya relevansi ideologi dengan
tingkat kemajuan masyarakat. Sungguhpun demikian, keterbukaan ideologi Pancasila itu
ada batas-batasnya yang tidak boleh dilanggar, yaitu sebagai berikut :
 Batas jenis pertama
Bahwa yang boleh disesuaikan dan diganti hanya nilai instrumental, sedangkan nilai
dasar atau instrinsik mutlak dilarang. Nilai instrumental dalam ideologi Pancasila adalah
nilai-nilai lebih lanjut dari nilai-nilai dasar atau instrinsik yang dijabarkan secara lebih
kreatif dan dinamis dalam bentuk UUD 1945, TAP MPR, dan Peraturan PerundangUndangan lainnya. Supaya nilai-nilai instrumental yang lebih kreatif dan dinamis itu
dapat dengan mudah diimplementasikan oleh masyarakat, maka nilai-nilai instrumental
itu dituangkan dalam bentuk nilai praksis.

Nilai praksis merupakan nilai-nilai yang sesungguhnya dilaksanakan dalam
kehidupan nyata sehari-hari (living reality) baik dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, maupun bernegara. Nilai praksis yang bersifat abstrak, seperti menghormati,
kerjasama, kerukunan, gotong royong, toleransi, dan sebagainya, diwujudkan dalam
bentuk sikap, perbuatan, dan tingkah laku sehari-hari.
 Batas jenis kedua, yaitu terdiri dari 2 (dua) buah norma:
1) Penyesuaian nilai instrumental pada tuntutan kemajuan zaman harus dijaga agar daya
kerja nilai instrumental yang disesuaikan itu tetap memadai untuk mewujudkan nilai
instrinsik yang bersangkutan. Sebab, jika nilai instrumental penyesuaian tersebut berdaya
kerja lain, maka nilai instrinsik yang bersangkutan tak akan pernah terwujud.
2) Nilai instrumental pengganti tidak boleh bertentangan dengan linea recta nilai
instrumental yang diganti. Sebab, bila bertentangan, itu berarti bertentangan pula dengan
nilai instrinsiknya yang berdaya meniadakan nilai instrinsik yang bersangkutan.

KESIMPULAN
Sebagai ideologi terbuka, Pancasila bisa menyelesaikan berbagai persoalan yang
dihadapi oleh bangsa Indonesia. Namun demikian, faktor manusia baik penguasa meupun
rakyat, sangat menentukan dalam mengukur kemampuan sebuah ideologi dalam
menyelesaikan berbagai masalah. Sebaik apapun sebuah ideologi, tanpa didukung oleh
sumber daya manusia yang baik, hanyalah utopia atau angan-angan belaka