PRAKTIKUM SISTEM DISPERSI PANGAN FAKULTA
Asisten: Febrin Elisabeth E S
Tanggal praktikum: 7 November2017
Tanggal pengumpulan: 14 November 2017
PRAKTIKUM SISTEM DISPERSI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
HENDI KUSWENDI (240210160049)
Departemen Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran, Jatinangor
Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600 Telp. (022)
7798844, 779570 Fax. (022) 7795780 Email: [email protected]
ABSTRACT
Humans need protein for growth, repair damaged body cells, plasma gland,
hormone, and enzyme ingredients, energy reserves in case of deficiency, and maintain the
balance of acid-base blood. Proteins are a source of amino acids that contain elements
C, H, O and N that are not owned by fat or carbohydrates. In this experiment biuret test
was used, ninhydrin test of coagulation properties of isoelectric point test protein and
salting out test in protein test in sample. The biuret test showed that positive albumin and
urea had peptide bonds. The ninhydrin test on albumin samples shows that positive
albumin contains free amino acids, whereas urea does not have free amino acids.
Precipitation of acids and alkalis occurs in proteins that are added strong acids and
strong bases. Proteins which are supplemented with heavy metal salts will precipitate
with the heavy metals present in the salt. Denaturation and coagulation of protein
(albumin) occurred in albumin given the addition of acetate buffer with pH 4, pH 4.5 and
pH 4.98. The isoelectric point is marked by decreased protein solubility and the
formation of precipitate. The isoelectric point of albumin occurs at pH 4.55-4.90. Salting
out occurs in protein (albumin) which is given the addition of neutral salt. It is
characterized by the formation of white protein precipitate which can give positive results
if done biuret test.
Keywords: albumin, protein, amino acids, biuret test, ninhydrin test
dispersi dapat berupa sol, emulsi, asap,
aerosol, dan buih, namus sistem dispersi
PENDAHULUAN
pangan pada umumnya berupa buih atau
busa dan emulsi
Dispersi dapat diklasifikasikan
TUJUAN...
berdasarkan ukuran dan kondisi fisik
dari partikel-partikel yang terdispersi
METODOLOGI
menjadi dispersi kasar, dispersi koloidal,
Bahan
dan larutan.
Apabila suatu zat
Bahan yang digunakan antaralain:
dicampurkan dengan zat lain, maka akan
akuades,
urea albumin 2% CuSO 4 1%
terjadi penyebaran secara merata dari
buffer
asetat
pH 5 ninhidrin H 2SO4 1 N,
suatu zat ke dalam zat lain yang disebut
KOH 0,5 N, NaOH 4 N, asam asetat
sistem dispersi. Zat yang didispersikan
glasial, HCl pekat PbAc, CuSO 4,
disebut fase terdispersi, sedangkan
FeCl3, HgCl2, dan ZnAc buffer asetat pH
medium
yang
digunakan
untuk
4, pH 5 dan pH 6 kasein NaOH, NaCl,
mendispersikan
disebut
medium
MgSO4, Na2SO4
pendispersi.
Sistem dispersi pangan adalah sistem
Alat
partikel diskrit dalam fase kontinyu
(cairan) (Fennema, 1996). Sistem
Asisten: Febrin Elisabeth E S
Tanggal praktikum: 7 November2017
Tanggal pengumpulan: 14 November 2017
Alat yang digunakan antaralain: bulb
pipet, penjepit kayu, tabung reaksi,
penangas air, pipet volume, pipet tetes,
neraca analitik, ruang asam, botol
semprot, spons.
Metode
Uji Biuret
Terdapat 3 perlakuan pada uji biuret
kali ini, yaitu dengan penambahan 1 ml
albumin 2%, penambahan urea, dan
penambahan urea yang dipanaskan
terlebih
dahulu.
Masing-masing
perlakuan dimasukan dalam tabung
reaksi. Kemudian ditambahkan 1 ml
NaOH 10% dan diaduk sampai
homogen. Ditambahkan pula CuSO4 1%
hingga warna menjadi merah ungu.
Maksimal penambahan CuSO4 1% yaitu
10 tetes, kemudian diamati perubahan
yang terjadi.
Uji Ninhidrin
Terdapat 2 perlakuan pada uji biuret
kali ini, yaitu dengan penambahan
albumin 1% dan urea yang dipanaskan.
Masing-masing perlakuan dimasukan
dalam
tabung
reaksi,
kemudian
ditambahkan 1 ml buffer asetat pH 5,
dan 20 tetes ninhidrin, kemudian
dipanaskan dan diamati perubahan
warna yang terjadi.
Uji Sifat Koagulasi Protein
Pembentukan endapan dengan asam
dan alkali
Mula-mula ditambahkan 1 ml sampel
albumin dan gelatin dalam tabung
reaksi, kemudian ditambahkan tetes
demi tetes koagulan (H2SO4 1 N, KOH
0,5 N, NaOH 4 N, asam asetat glasial,
dan
HCl
pekat)
dan
diamati
perubahannya. Selanjutnya, sampel
diamkan selama 90 menit dan diamati,
kemudian dikocok dan dipanaskan, dan
kembali diamati perubahan yang terjadi.
Pembentukan endapan dengan garam
dan logam berat
Mula-mula ditambahkan 1 ml sampel
albumin dan gelatin dalam tabung
reaksi, kemudian ditambahkan tetes
demi tetes larutan logam (PbAc, CuSO4,
FeCl3, HgCl2, dan ZnAc) kemudian
diamati perubahan yang terjadi.
Denaturasi dan Koagulasi
Mula-mula ditambahkan 1 ml sampel
albumin
dan
gelatin,
kemudian
ditambahkan 1 ml buffer asetat pH 4, pH
5 dan pH 6. Selanjutnya dikocok dan
diamati pada menit ke 0, 5 dan 15.
Dipanaskan selama 2 menit dan diamati
kembali.
Uji Titik Isoelektrik
Ditambahkan larutan asam seperti
pada tabel diktat praktikum kimia
pangan halaman 32, ditambahkan
akuades seperti pada tabel dihalaman 32,
dan terakhir di tambahkan 1 M larutan
kasein dalam Na-asetat, kemudian
dikocok dan diamati selama 10 – 20
menit.
Uji Salting Out
Mula-mula ditambahkan 1 ml sampel
albumin dan gelatin, dipanaskan pada
suhu 40 ℃ , kemudian ditambahkan
amonium sulfat sampai titik jenuh,
diaduk dan disaring sampai menjadi
filtrat. Kemudian ditambahkan padatan
(NaOH, NaCl, MgSO4, Na2SO4) dan
ditambahkan pereaksi buret kemudian
diamati perubahan yang terjadi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada praktikum ini, dilakukan
pengamatan mengenai sistem dispersi
pangan berupa dispersi larutan, dispersi
kasar, sol, busa, busa padat, dan emulsi.
terhadap Dispersi Larutan
Tabel 1. Hasil Pengamatan Sistem
Dispersi Larutan
Sam War Kejerni Homoge
pel
na
han
nety
Beni
ng
Gula agak
jernih
Larut +
kusa
m
Gara benin
Larut ++
Jernih
m
g
+
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)
Larutan,
merupakan
sistem
dispersi
yang
ukuran
partikel-
Asisten: Febrin Elisabeth E S
Tanggal praktikum: 7 November2017
Tanggal pengumpulan: 14 November 2017
pertikelnya sangat kecil, sehingga tidak
dapat dibedakan (diamati) antara
partikel pendispersi dengan partikel
terdispersi walaupun menggunkaan
mikroskop ultra. Partikel- partikel dalam
larutan baik pelarut maupun zat terlarut
berupa atom, ion- ion atau molekul
dengan ukuran yang sangat kecil, lebih
kecil dari 1 nm (1 nm = 10-9 m). Pada
praktikum ini, dilakukan pengamatan
terhadap larutan gula dan garam pada
berbagai tingkat konsentrasi. Gula dan
garam sebanyak 10%, 30%, 50%, 70%,
dan 90% dilarutkan dalam 20 ml air lalu
diamati sifat-sifatnya.
Gula pasir mentah adalah kristal
sukrosa yang sebagian dimurnikan yang
diperoleh dari cairan gula yang
dimurnikan sebagian tanpa proses
pemurnian lebih lanjut. Garam meja
adalah garam konsumsi yang diolah
sedemikian rupa hingga menjadi halus
dan putih, mengandung tidak kurang
dari 97% natrium klorida dan tidak
kurang dari 30 mg/kg dan tidak lebih
dari 50 mg/kg KIO3 (Badan Pengawasan
Obat dan Makanan RI, 2006).
Berdasarkan hasil pengamatan,
dapat diketahui bahwa semakin tinggi
konsentrasi gula maka warna larutan
tersebut semakin kekuningan namun
tetap jernih dan homogen. Warna larutan
garam yang semakin kekuningan
menunjukkan semakin banyaknya gula
pasir yang terlarut dalam air. Warna
kekuningan pada gula disebabkan oleh
proses rafinasi yang kurang sempurna
(Tjahjadi, 2014). Akan tetapi, walaupun
berwarna kekuningan larutan gula tetap
menunjukkan warna jernih dan tidak
keruh. Adapun larutan garam pada
bebagai
konsentrasi
menunjukkan
sistem
dispersi
yang
homogen.
Homogenitas ini diperngaruhi oleh
adanya agitasi dan suhu.
Pada larutan garam, semakin
tinggi konsentrasi garam yang dilarutkan
maka warna larutan garam tersebut
semakin keruh dan homogenitasnya
seakin berkurang karena terbentuk
banyak endapan. Kekeruhan pada
larutan
garam
disebabkan
oleh
banyaknya partikel garam yang terlarut
dalam air. Terbentuknya banyak endapan
pada larutan garam 50%, 7%, dan 90%
menunjukkan bahwa larutan garam
sudah
mencapai
keadaan
jenuh
(kelarutan kecil). Kelarutan digunakan
untuk menyatakan jumlah maksimal zat
yang dapat larut dalam sejumlah tertentu
larutan. Kelarutan suatu zat sama
dengan molaritas jenuh larutan tersebut,
tetapan hasil kali kelarutan dinotasikan
dengan Ksp (Suyatno, 2007).
Larutan gula dan garam bersifat
homogen dan stabil, larutan ini tidak
akan mengendap walaupun didiamkan
untuk waktu yang lama sehingga tidak
dapat
dipisahkan.
Akan
tetapi,
berdasarkan hasil praktikum terdapat
perbedaan antara kelarutan gula dan
garam. Perbedaan ini disebabkan oleh
berbagai faktor seperti ukuran partikel,
agitasi, dan suhu. Menurut Tjahjadi
(2014), sirup dengan konsentrasi
sukrosa yang lebih tinggi dapat
diperoleh dengan meningkatkan suhu
air. Oleh karena itu, perbedaan
homogenitas dan kelarutan garam dan
gula pada praktikum ini kemungkinan
besar disebabkan oleh perbedaan dalam
pengadukan (agitasi) dan suhu air yang
digunakan untuk pelarutan.
Tabel 10. Hasil Pengamatan Sistem
Dispersi Kasar
sampe Sebelu 15 ‘
Diaduk
l
m
Tepun Keruh, Keruh, Keruh
g
endapa endapa +++,
tapiok n
n
tidak
a
ada
endapa
n
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)
Disperi kasar atau suspensi
merupakan campuran heterogen antara
fase terdispersi dengan medium
pendispersi. Pada praktikum ini, 1
sendok teh kanji diamati sifat fisiknya
berupa warna, tekstur, dan bentuk. Kanji
yang digunakan memiliki warna putih,
testur berpasir, dan berbentuk serbuk
padat. Selanjutnya kanji dimasukkan ke
dalam gelas dan diaduk bersama air 20
ml. Setelah itu campuran kanji dan air
Asisten: Febrin Elisabeth E S
Tanggal praktikum: 7 November2017
Tanggal pengumpulan: 14 November 2017
tersebut diamati sifatnya dan didiamkan
selama 5 menit lalu diamati kembali.
Berdasarkan hasil pengamatan,
diketahui bahwa sebelum ditambahkan
air, kanji merupakan bubuk halus
berwarna putih dengan tekstur lembut
dan kesat. Setelah ditambahkan air, kanji
tersebut
terdispersi
dengan
air
membentuk suspensi dengan tekstur
encer dar berbentuk cair. Setelah
didiamkan, larutan menjadi keruh dan
terdapan endapan kanji di bagian dasar
wadah. Hal ini mengindikasikan bahwa
kanji dan air tidak membentuk larutan,
melainkan membentuk dispersi kasar
atau suspensi. Menurut Anggraeni
(2014), sifat suspensi yaitu heterogen,
terdiri dari dua fase, tidak stabil, dan
dapat disaring. Dengan demikian, hasil
praktikum sudah sesuai dengan literatur
bahwa pengendapan pada kanji yang
terdispersi dalam air menunjukkan
bahwa kanji dan air dapat membentuk
suspensi atau dispersi kasar.
Gambar 1. Suspensi kanji
(Dokumentasi pribadi, 2014)
Tabel 2. Hasil Pengamatan Sistem
Dispersi Sol
Sifat
Sampel
Homogenitas
fisik
Putih,
Susu
halus,
Larut sebagian
Skim
aroma
susu
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)
Sol adalah suatu sistem dispersi
koloid dimana terdapat partikel padat
(berukuran 1-100 nm) di dalam fase
pendispersi yang berupa cairan. Pada
praktikum ini, dilakukan pengamatan
mengenai sol yaitu dengan cara
mendispersikan zat padat (susu bubuk
full cream) dengan air hangat. Susu full
cream sebanyak 1 sendok makan
diamati sifat fisiknya, lalu dimasukkan
ke dalam gelas dan diaduk bersama air
hangat
kemudian
diamati
homogenitasnya.
Susu krim (full cream) adalah
susu segar yang kaya akan lemak
(Wardayati, 2011). Berdasarkan hasil
pengamatan terhadap susu full cream,
sebelum diencerkan warnanya putih
gading, teksturnya kasar, dan berbentuk
serbuk kecil. Setelah ditambahkan air,
warna putih gading pada susu tersebut
berkurang, teksturnya menjadi encer,
dan bentuknya cair. Warna putih pada
susu, serta penampakannya adalah
penyebaran
koloid
butiran-butiran
koloid lemak, kalsium kaseinat, koloid
fosfat, dan bahan utama yang memberi
warna
kekuning-kuningan
adalah
karoten dan riboflavin (Buckle, 1985).
Tekstur kasar dan bentuk serbuk kecil
merupakan hasil pengolahan susu cair
yang dikeringkan. Pengeringan biasanya
dilakukan menggunakan spray dryer
atau pengering vakum sampai kadar
padatan mencapai 10% (Tjahjadi, 2014).
Berdasarkan hasil pengamatan,
susu bubuk full cream yang dilarutkan
menggunakan air hangat diketahui
dapat membentuk suatu sistem koloid
yang disebut sol. Hal ini dikarenakan
susu yang telah dilarutkan membentuk
sistem yang relatif homogen dan relatif
stabil (tidak membentuk endapan).
Menurut Anggraeni (2014), koloid
merupakan sistem dispersi yang tampak
homogen tetapi bisa dibedakan dengan
mikroskop ultra, terdiri dari dua fase,
pada umumnya stabil, dan tidak dapat
disaring kecuali dengan penyaring
ultra. Faktor yang memengaruhi
terbentuknya sol pada susu yang
didispersi oleh air ini adalah ukuran
partikel dari susu yang berkisar antara
1-100 nm. Ukuran partikel dari susu ini
lebih besar dibandingkan partikel pada
larutan dan lebih kecil dibandingkan
ukuran partikel pada suspensi. Selain
itu, susu full cream memiliki butiran
lemak
yang
seragam
sehingga
sistemnya lebih stabil. Hal ini
merupakan
akibat
dari
proses
Asisten: Febrin Elisabeth E S
Tanggal praktikum: 7 November2017
Tanggal pengumpulan: 14 November 2017
homogenisasi. Homogenisasi adalah
memecahkan butiran lemak, kemudian
bersama-sama bahan pengemulsi yang
ditambahakan dihomogenisasi untuk
mencegah butir-butir lemak (Tjahjadi,
2014). Susu homogenisasi lebih stabil
dibandingkan dengan susu alami karena
lapisan misel kasein-protein whey lebih
kuat dibandingkan membran lipoprotein
pada susu alami (Fennema, 1996).
Tabel 4. Hasil Pengamatan Sistem
Dispersi Busa
Pengamatan Garpu
Mixer
Kecepatan
pembentuka
Lama
Cepat
n busa
Warna
Putih
Putih++
Tekstur
Lembut Lembut++
Agak
Lebih
busa
renggan
menyatu
g
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)
Busa merupakan sistem dispersi dengan
gas sebagai fase terdispersi dan cairan
sebagai medium pendispersi. Pada
praktikum ini, pengamatan mengenai
busa dilakukan dengan cara mengocok
putih telur hingga terbentuk busa.
Berdasarkan hasil pengamatan,
dapat
diketahui
bahwa
setelah
pengocokkan putih telur menjadi
mengembang dan membentuk busa
berwarna putih, homogen, kaku, dan
ukuran busa kecil serta mengembang.
Terbentuknya bus apada putih telur
disebabkan oleh adanya protein pada
putih telur tersebut. Menurut Anggraeni
(2014), protein adalah zat pembentuk
buih yang banyak digunakan. Misal
putih telur. Dalam hal ini protein
mempunyai peranan dalam stabilisasi
buih
karena
adanya
denaturasi
permukaan selama proses pembuihan.
Sifat-sifat pembuihan protein adalah pH,
suhu dan terdapatnya komponen lain
(Anggraeni, 2014).
Protein yang berperan dalam
pembentukkan busa dapat berupa
ovomucin dan ovoglobulin. Ovomucin
merupakan
glikoprotein
yang
mempunyai struktur seperti gel,
berwarna putih, lentur dan berserat.
Terdapat di dalam lapisan putih telur
kental empat kali lebih banyak daripada
yang terdapat di dalam lapisan putih
telur encer, oleh karena itu ovomucin
inilah yang memberikan struktur kental
pada putih telur. Ovomucin dan
ovoglobulin berfungsi menstabilkan
struktur buih.
Pada pengocokan
yangberlebihan akan mengakibatkan
penggumpalan sebagian ovomucin dan
memperkecil elastisitas gelombang buih
(Stadelman dan Cotterill, 1973). Selain
itu, menurut Widianarko dkk (2000),
putih telur (albumen) antara lain
mengandung senyawa obalbumen, yaitu
protein
yang
bersifat
mampu
membentuk busa (foaming).
Busa yang terbentuk dari hasil
pengocokkan putih telur bersifat
homogen
dan
kaku.
Hal
ini
menunjukkan banyaknya udara yang
terperangkap dalam cairan putih telur.
Pembusaan dapat terjadi apabila ada
udara atau gas yang terperangkap
didalamnya. Semakin banyak udara atau
gas yang terperangkap, pembusaan juga
akan semakin hebat dan hal ini akan
ditunjukkan oleh pengembangan volume
dan kekakuan tekstur putih telur.
Tabel 5. Hasil Pengamatan Sistem
Dispersi Busa Padat
Sampel
Gambar
arumanis
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)
Busa padat merupakan sistem
dispersi dengan gas sebagai zat
terdispersi dan padatan sebagai medium
pendispersi. Pada praktikum ini,
dilakukan engamatan mengenai busa
padat dengan menggunakan sampel
arumanis. Arumanis diamati sifat
fisiknya yaitu warna dan ukuran rongga
yang terdapat didalamnya.
Gula kapas (cotton candy) /
arumanis adalah kembang gula /permen
yang terbuat dari 100% gula yang
dilelehkan dan diputar dengan mesin
pemutar (spin) dimana cairan gula
dilewatkan pada lubang kecil yang
berputar sehingga membentuk massa
seperti kapas (Badan Pengawas Obat
dan Makanan RI, 2006). Berdasarkan
Asisten: Febrin Elisabeth E S
Tanggal praktikum: 7 November2017
Tanggal pengumpulan: 14 November 2017
hasil pengamatan, diperoleh hasil bahwa
arumanis memiliki warna pink muda
atau merah muda dan ukuran rongga
tidak terlihat. Ukuran rongga tidak
terlihat karena sangat kecil dan tertutup
oleh lapisan atau serabut-serabut gula.
Pada jenis kembang gula ini selalu
diberi aerasi untuk mendapatkan tekstur
lunak. Aerasi adonan dapat dilakukan
dengan cara batch ataupun kontinyu
dalam mesin (Tjahjadi, 2014).
Tabel 6. Hasil Pengamatan terhadap
Struktur Mikroskopis dan Jenis
Emulsi
Setelah
Diteteskan
Sam
Pewarna
Gambar
pel
Wa
Gambar
rna
Susu
Bir
u
Mar
garin
Me
rah
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2014
Winarno (1991) mendefinisikan
emulsi sebagai suatu suspensi suatu
cairan dalam cairan yang lain, yang
molekul-molekul kedua cairan tersebut
tidak saling berbaur tetapi saling
antagonistik. Pada praktikum ini,
dilakukan pengamatan terhadap struktur
mikroskopis dan jenis emulsi dari susu
UHT dan magarin. Susu UHT adalah
produk susu cair yang diperoleh dari
susu segar atau susu rekonstitusi atau
susu rekombinasi yang disterilkan pada
suhu tidak kurang dari 135°C selama 2
detik dan dikemas segera dalam
kemasan yang steril secara aseptis. Susu
UHT memiliki kadar lemak susu tidak
kurang dari 3% dan total padatan bukan
lemak tidak kurang dari 8%. Margarin
adalah produk emulsi lemak berbentuk
padat atau semi padat, yang dibuat dari
minyak atau lemak nabati dan air,
dengan atau tanpa
penambahan bahan makanan lain seperti
garam (Badan Pengawas Obat dan
Makanan RI, 2006).
Pengamatan struktur mikroskopis
dilakukan dengan cara meneteskan
sampel di atas objek glass kemudian
ditutup dengan cover glass dan diamati
di bawah mikroskop. Berdasarkan hasil
pengamatan, diperoleh hasil bahwa pada
susu UHT dan margarin yang diamati
melalui mikroskop terdapat bulatanbulatan kecil berwarna bening. Bulatanbulatan kecil ini merupakan globula
emulsi yang terkandung dalam sampel.
Lemak susu terdapat di dalam susu
dalam bentuk jutaan bola kecil
berdiameter antara 1-20 μm dengan
garis tengah rata-rata 3 μm (Buckle,
1985). Secara alami, globula lemak
terstabilisasi oleh membran yang terdiri
dari
lipoprotein.
Ketika
suhu
dihomogenisasi, membran lipoprotein
digantikan oleh lapisan protein yang
merupakan misel kasein dan protein
whey (Fennema, 1996). Menurut Adnan
(1984), zat-zat yang ada di dalam air
susu seperti air, lemak, protein, gula
dan mineral berada dalam tiga keadaan
yang berbeda: 1) sebagai larutan sejati,
misalnya: hidrat arang, garam-garam
organik, vitamin dan senyawa-senyawa
nitrogen bukan protein; 2) sebagai
larutan koloidal, terutama partikelpartikel yang besar yang dapat
memberikan efek Tyndal, dalam
golongan ini termasuk protein dan
enzim; 3) sebagai emulsi, seperti: lemak
dan
senyawa-senyawa
yang
mengandung lemak yang terdapat
sebagai emulsi berbentuk globulaglobula.
Selain
diamati
struktrur
mikroskopis pada susu dan margarin,
ditentukan pula jenis emulsi pada susu
dan margarin. Emulsi terbagi menjadi
emulsi Oil in Water (o/w) dan Water in
Oil (w/o). Jika bola-bola minyak berada
di dalam air maka emulsi tersebut
merupakan emulsi tipe o/w , jika bolabola air berada di dalam minyak maka
Asisten: Febrin Elisabeth E S
Tanggal praktikum: 7 November2017
Tanggal pengumpulan: 14 November 2017
emulsi tersebut merupakan emulsi tipe
w/o (Anggraeni, 2014).
Penentuan jenis emulsi dilakukan
dengan cara meneteskan zat warna yang
merupakan campuran dari methylene
blue (biru) dan Sudan III (merah).
Setelah ditetesi zat warna, sampel susu
dan margarin diamati di bawah
mikroskop.
Hasil
pengamatan
mikroskop menunjukkan bahwa susu
UHT menyerap warna biru dari
methylene blue dan margarin menyerap
warna merah dari Sudan III. Hal ini
mengindikasikan bahwa susu dan
margarin merupakan jenis emulsi yang
berbeda. Jika didapatkan warna biru
merata dengan penambahan methylene
blue maka disimpulkan bahwa sediaan
mempunyai tipe emulsi o/w, sedangkan
jika terbentuk warna merah dari Sudan
III maka sediaan tersebut merupakan
tipe emulsi w/o. Dengan demikian,
dapat
disimpulkan
bahwa
susu
merupakan jenis emulsi o/w dan
margarin merupakan jenis emulsi w/o.
Hal ini sesuai dengan teori menurut
Anggraeni (2014) bahwa kebanyakan
makanan mempunyai emulsi o/w, seperti
susu segar atau mayonnaise. Contoh
emulsi w/o adalah mentega atau
margarin. Umumnya, emulsi o/w
mempunyai
tekstur
lembut/halus
(creamy), sedangkan emulsi w/o
memiliki tekstur kasar (greasy). Emulsi
o/w
umumnya
mempunyai
konduktivitas listrik lebih besar daripada
emulsi w/o.
Tabel 7. Hasil Pengamatan terhadap
Kestabilan Emulsi
Setelah
Setelah
Penamb
Penamb
Perband
ahan
ahan
K
ingan
Kuning
Minyak
el
(Air :
Telur
dan
Minyak)
dan
Pengoc
Pengoc
okkan
okkan
Terpisah
Atas:
6
Menyat
1:2
minyak,
B
u
bawah:
air
Terpisah
Atas:
7
Menyat
1:3
minyak,
B
u
bawah:
air
Terpisah
Atas:
8
Menyat
1:4
minyak,
B
u
bawah:
air
Terpisah
Atas:
9
Menyat
2:1
minyak,
B
u
bawah:
air
Terpisah
Atas:
10
Menyat
2:3
minyak,
B
u
bawah:
air
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2014
Pada
praktikum
pengujian
kestabilan
emulsi,
dilakukan
pengamatan terhadap kestabilan emulsi
air dan minyak. Air dan minyak dengan
perbandingan tertentu dimasukkan ke
dalam tabung reaksi lalu dikocok dan
diamati sifatnya. Setelah itu, air dan
minyak tersebut diberikan tetesan
kuning telur dan dikocok selama 30
detik lalu diamati kembali sifat fisiknya.
Berdasarkan hasil pengamatan,
diketahui bahwa air dan minyak setelah
dikocok menghasilkan dua fase yang
tidak menyatu. Setelah ditambahkan
kuning telur, kedua fase tersebut
menyatu dan homogen. Hal ini
disebabkan oleh adanya sifat emulsifier
pada kuning telur. Kuning telur
mengandung fosfolipid lesitin. setiap
molekul lesitin mengandung sebuah
ujung polar yang dapat berikatan dengan
air dan sebuah ujung nonpolar yang
dapat berikatan dengan minyak.
Hasilnya adalah sebagian dari lesitin
menyatu dengan air dan sebagian
lainnya menyatu dengan minyak
(Fennema, 1996). Akan tetapi, walaupun
air dan miyak dapat bersatu membentuk
suatu emulsi, kedua cairan dalam sistem
emulsi tersebut bersifat immicible (tidak
dapat larut), oleh karena itu kedua
Asisten: Febrin Elisabeth E S
Tanggal praktikum: 7 November2017
Tanggal pengumpulan: 14 November 2017
larutan tersebut mudah terpisah. Fase
terdispersi bersatu dan memisahkan diri
dari medium pendispersi. Oleh karena
itu, emulsi tidak mempunyai kestabilan
tinggi. Menurut Anggraeni (2014),
kestabilan emulsi dipengaruhi oleh:
1.Keseragaman ukuran emulsi
2.Suhu
3.Adanya pengadukan
4.Penambahan stabilizer (zat penstabil)
Gambar 2. Air dan Minyak Sebelum
Pengocokkan, Setelah Pengocokkan,
dan Setelah Penambahan Kuning Telur
(Dokumentasi pribadi, 2014)
Tabel 8. Hasil Pengamatan Pengaruh
Pemanasan terhadap Emulsi
Kecepatan
Sampel
Leleh
Margarin
Lebih lambat
Mentega
Lebih cepat
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2014
Mentega adalah produk emulsi
lemak berbentuk padat atau semi padat
yang dibuat dari susu atau krim susu
atau campurannya, dengan atau tanpa
penambahan bahan makanan lain seperti
garam. Margarin adalah produk emulsi
lemak berbentuk padat atau semi padat,
yang dibuat dari minyak atau lemak
nabati dan air, dengan atau tanpa
penambahan bahan makanan lain seperti
garam (Badan Pengawas Obat dan
Makanan RI, 2006). Mentega berwarna
kuning pucat (lebih muda daripada
margarin), memiliki kandungan vitamin
A, D, E, K yang tidak larut dalam air.
Margarin berwarna lebih kuning dr
mentega karena adanya tambahan zat
pewarna alami, seperti karotenoid.
Aroma margarin tidak seenak mentega,
tetapi memiliki daya emulsi yang baik,
sehingga mampu menghasilkan tekstur
kue yang bagus (Sushanty, 2012).
Pada praktikum ini, dilakukan
pengamatan
pengaruh
pemanasan
terhadap emulsi. Emulsi yang digunakan
adala mentega dan margarin. Kedua
sampel
tersebut
masing-masing
disimpan dalam cawan alumunium
kemudian dipanaskan dan diamati
kecepatan lelehnya. Berdasarkan hasil
pengamatan,
mentega
memiliki
kecepatan leleh yang lebih cepat
dibandingkan dengan margarin. Hal ini
dikarenakan titik leleh margarin lebiih
tinggi dibandingkan dengan mentega.
Margarin teksturnya lebih padat dan titik
lelehnya lebih tinggi dari pada mentega
karena
ada
proses
hidrogenasi
(penjenuhan asam lemak) (Sushanty,
2012).
Tabel 9. Hasil Pengamatan terhadap
Stabilitas Relatif Zat Pengemulsi
Kecepatan
Sampel
Endapan
Memisah
Merica
Cepat
+
Kuning
Sangat lama
Telur
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2014
Emulsifier merupakan bahan yang
dapat membentuk lapisan film di
sekeliling
globula
lemak
yang
mengakibatkan globula-globula lemak
tidak dapat bergabung menjadi globula
yang lebih besar, sehingga emulsi yang
terbentuk menjadi stabil Struktur
emulsifier terdiri atas molekul-molekul
yang mempunyai gugus lipofil (larut
lemak) dan gugus hidrofil (larut air),
kedua
gugus
ini
bersama-sama
membentuk globula-globula emulsi
(Winarno, 1991).
Pengamatan terhadap stabilitas
relatif zat pengemulsi dilakukan
menggunakan campuran minyak dan
asam asetat masing-masing sebanyak 5
ml. Pada masing-masing campuran
sampel ditambahkan kuning telur dan
merica. Setelah itu dikocok dan diamati
apakah membentuk emulsi atau tidak.
Pada umumnya emulsi bersifat tidak
stabil, yaitu dapat pecah atau lemak dan
air akan terpisah, tergantung dari
Asisten: Febrin Elisabeth E S
Tanggal praktikum: 7 November2017
Tanggal pengumpulan: 14 November 2017
keadaan
lingkungannya
(Al
Mahmudatussaadah, 2010). Berdasarkan
hasil yang diperoleh, dapat diketahui
bahwa minyak dan asam asetat yang
diberi kuning telur membentuk suatu
emulsi
yang
homogen,
tidak
mengendap, dan sulit untuk memisah,
sedangkan sampel yang diberi merica
bubuk kecepatan memisahnya sangat
cepat (tidak menyatu) dan terbentuk
endapan. Hal ini disebabkan oleh tidak
adanya zat pengemulsi (protein) pada
merica seperti pada kuning telur yang
mengandung lipoprotein. Daya kerja
emulsifier terutama disebabkan oleh
bentuk molekulnya yang dapat terikat
baik pada minyak maupun air (Al
Mahmudatussaadah, 2010)
Kecepatan pemisahan pada emulsi
dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Menurut Fennema (1996), terdapat
faktor intrinsik yang memengaruhi
kecepatan pemisahan emulsi yaitu pH,
kekuatan ionik, suhu, adanya surfaktan
dengan berat molekul rendah, volume
minyak, tipe protein, dan titik leleh
minyak, sedangkan faktor ekstrinsik
meliputi jenis peralatan, laju pemasukan
energi, dan laju penyebaran (Fennema,
1996).
Tabel 6. Hasil Pengamatan Kecepatan
Pelelehan Emulsi
Sampel
Perubahan Waktu
system
pelelehan
Mentega
Kuning,
1 menit 34
keruh ++
detik
Margarin Kuning +,
1 menit 46
keruh +
detik
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)
5.2.8
Kecepatan Pelelehan Emulsi
Titik leleh merupakan suhu
dimana lemak/minyak berubah wujud
dari padat menjadi cair yang ditentukan
oleh ada tidaknya ikatan rangkap asam
lemak penyusunnya dan panjang rantai
asam lemak. Lemak/minyak yang
tersusun asam lemak jenuh memiliki
titik
leleh
yang
lebih
tinggi
dibandingkan yang tersusun asam lemak
tidak jenuh. Peningkatan panjang rantai
karbon, Peningkatan tingkat kejenuhan
dan Perubahan isomer cis menjadi
trans dapat meningkatkan melting point.
Mentega adalah produk emulsi
lemak berbentuk padat atau semi padat
yang dibuat dari susu atau krim susu
atau campurannya, dengan atau tanpa
penambahan bahan makanan lain seperti
garam. Margarin adalah produk emulsi
lemak berbentuk padat atau semi padat,
yang dibuat dari minyak atau lemak
nabati dan air, dengan atau tanpa
penambahan bahan makanan lain seperti
garam (Badan Pengawas Obat dan
Makanan RI, 2006). Mentega berwarna
kuning pucat (lebih muda daripada
margarin), memiliki kandungan vitamin
A, D, E, K yang tidak larut dalam air.
Margarin berwarna lebih kuning dr
mentega karena adanya tambahan zat
pewarna alami, seperti karotenoid.
Aroma margarin tidak seenak mentega,
tetapi memiliki daya emulsi yang baik,
sehingga mampu menghasilkan tekstur
kue yang bagus (Sushanty, 2012)
Pada praktikum ini dilakukan
dengan cara ambil 2 sampel yaitu
mentega dan margarin, dipanaskan
dalam hot plate, amati perubahan system
dan waktu pelelehan.
Berdasarkan hasil pengamatan
mentega lebih cepat meleleh dibanding
dengan. Margarin. Hal ini dikarenakan
titik leleh margarin lebih tinggi
dibandingkan
dengan
mentega.
Margarin teksturnya lebih padat dan titik
lelehnya lebih tinggi dari pada mentega
karena
ada
proses
hidrogenasi
(penjenuhan asam lemak) (Sushanty,
2012).
Kestabilan Emulsi
Tabel 8. Hasil Pengamatan Kestabilan
Emulsi
Sampel
Waktu
CMC
23 menit 24 detik
Air
5 detik
Gum Arab
7 menit 14 detik
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)
Asisten: Febrin Elisabeth E S
Tanggal praktikum: 7 November2017
Tanggal pengumpulan: 14 November 2017
Bila dua larutan murni yang
tidak saling campur/ larut seperti
minyak dan air, dicampurkan, lalu
dikocok kuat-kuat, maka keduanya akan
membentuk sistem dispersi yang disebut
emulsi. Secara fisik terlihat seolah-olah
salah satu fasa berada di sebelah dalam
fasa yang lainnya. Bila proses
pengocokkan dihentikan, maka dengan
sangat cepat akan terjadi pemisahan
kembali, sehingga kondisi emulsi yang
sesungguhnya muncul dan teramati pada
sistem dispersi terjadi dalam waktu yang
sangat singkat. Kestabilan emulsi
ditentukan oleh dua gaya, yaitu:
1. Gaya
tarik-menarik
yang
dikenal dengan gaya LondonVan Der Waals. Gaya ini
menyebabkan partikel-partikel
koloid berkumpul membentuk
agregat dan mengendap,
2. Gaya
tolak-menolak
yang
disebabkan oleh pertumpangtindihan lapisan ganda elektrik
yang bermuatan sama.
Pada praktikum ini dilakukan
dengan cara ambil 3 sampel yaitu CMC,
gum arab, dan air masing- masing
masukkan 5 ml dalam masing-masing
tabung reaksi, ditambahkan santan
kocok selama 30 menit, amati,
kemudian diamkan dan amati perubahan
Berdasarkan hasil pengamatan
sebelum dilakukan pengocokan didapati
gumpalan santan diatasnya, dan setelah
dilakukan pengocokan selama 30 menit
menghasilkan homogen pada semua
sampel yang diujikan, namun setelah
didiamkan terjadi pemisahan putih pekat
diatas, putih bening di bawah. Untuk
kestabilan pada sampel yang yang
paling lama adalah air, lalu gum arab,
dan yang paling cepat adalah CMC
CMC banyak digunakan sebagai
stabilizer dalam pembuatan salad
dressing . CMC Mudah terdispersi
dalam air membentuk larutan koloida
namun tidak larut dalam etanol, eter, dan
pelarut organik lain. Stabilitas CMC
yaitu Larutan stabil pada pH 2-10,
pengendapan terjadi pada pH dibawah 2.
Viscositas larutan berkurang dengan
cepat jika pH diatas 10. Menunjukkan
viskositas dan stabilitas maksimum pada
pH 7-9.
Gum arab digunakan untuk
mendorong pembentukan emulsi lemak
yang mantap dan mencegah kristalisasi
gula (Tranggono dkk,1991). Gum
dimurnikan melalui proses pengendapan
dengan menggunakan etanol dan diikuti
proses elektrodialisis (Stephen and
Churms, 1995). Menurut Imeson (1999),
gum arab stabil dalam larutan asam. pH
alami gum dari Acasia Senegal ini
berkisar 3,9-4,9 yang berasal dari residu
asam glukoronik. Emulsifikasi dari gum
arab berhubungan dengan kandungan
nitrogennya (protein). Gum arab dapat
meningkatkan
stabilitas
dengan
peningkatan viskositas.
Tabel 9. Hasil Pengamatan Stabilitas
Zat Pengemulsi
Sampel
Waktu
Garam
5 menit 17 detik
Merica
27 detik
Detergent
6 menit 02 detik
Kuning telur
9 menit 02 detik
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)
Emulsifier merupakan bahan yang dapat
membentuk lapisan film di sekeliling
globula lemak yang mengakibatkan
globula-globula lemak tidak dapat
bergabung menjadi globula yang lebih
besar, sehingga emulsi yang terbentuk
menjadi stabil Struktur emulsifier terdiri
atas molekul-molekul yang mempunyai
gugus lipofil (larut lemak) dan gugus
hidrofil (larut air), kedua gugus ini
bersama-sama membentuk globulaglobula emulsi (Winarno, 1991)
Pada praktikum ini dilakukan
dengan cara disiapkan 5 tabung pada
masing-masing tabung ditambahkan 3ml
minyak dan 3 ml asam asetat,
kemuadian tambahkan dengan 5 sampel
pada masing-masing tabung yaitu
garam, kuning telur, gula, merica,
detergen, dikocok selama 10 menit,
disimpan dalam rak tabung , amati
kecepatan memisah dan urutkan
Berdasarkan hasil pengamatan
sebelum dilakukan pengocokan terjadi
beberapa pemisahan lapisan pada
Asisten: Febrin Elisabeth E S
Tanggal praktikum: 7 November2017
Tanggal pengumpulan: 14 November 2017
sampel Hal ini disebabkan oleh tidak
adanya zat pengemulsi (protein),
kemudian setelah dilakukan pengocokan
larutan homogen namun tidak pada
sampel merica, kemudian setelah
didiamkan menghasilkan pemisahan
menjadi beberapa lapisan pada semua
sampel kecuali pada sampel kuning
telur, maka dari itu urutan kestabilan
relatif dari yang terendah yaitu merica,
garam, gula, detergen, dan kuning telur.
Daya kerja emulsifier terutama
disebabkan oleh bentuk molekulnya
yang dapat terikat baik pada minyak
maupun air (Al Mahmudatussaadah,
2010)
Kecepatan pemisahan pada emulsi
dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Menurut Fennema (1996), terdapat
faktor intrinsik yang memengaruhi
kecepatan pemisahan emulsi yaitu pH,
kekuatan ionik, suhu, adanya surfaktan
dengan berat molekul rendah, volume
minyak, tipe protein, dan titik leleh
minyak, sedangkan faktor ekstrinsik
meliputi jenis peralatan, laju pemasukan
energi, dan laju penyebaran.
Tabel 5. Hasil Pengamatan Sistem
Dispersi Emulsi
Sampel
Fase
Air + minyak
2 fase
Air + minyak
2 fase + busa
diaduk
Air + minyak+
1 fase
kuning telur
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)
DAFTAR PUSTAKA
Fennema, O. R. 1996. Food Chemistry
3rd Edition. Marcel Dekker Inc,
New York. Inc, Maryland
Maligan, J. M. 2014. Uji Kualitatif
Karbohidrat
dan
Protein.
Available
at:
http://maharajay.lecture.ub.ac.id/fi
les/2014/02/Uji-Kualitatif-KHProtein.pdf
Lehninger, A.L. 1990. Dasar-Dasar
Biokimia Jilid 1. Terjemahan
Maggy Thenawidjaja. Penerbit
Lehninger, A.L. 1990. Dasar-Dasar
Biokimia Jilid 1. Terjemahan
Maggy Thenawidjaja. Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Page, D. 1981. Prinsip-Prinsip Biokimia.
Terjemahan R. Soendoro. Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Pirie, N.W. 1987. Leaf Protein and Its
By-products in Human and
Animal 2nd Edition. Combridge
University Press, Melborne.
Sudarmadji, S. 1996. Teknik Analisa
Biokimiawi. Liberty, Yogyakarta.
Toha,
A.
H.
2001.
Biokimia:
Metabolisme
Biomolekul.
Alfabeta, Bandung.
Winarno, F. G. 1991. Kimia Pangan dan
Gizi. PT. Gramedia Pustaka
Utama: Jakarta.
.
Asisten: Febrin Elisabeth E S
Tanggal praktikum: 7 November2017
Tanggal pengumpulan: 14 November 2017
Tanggal praktikum: 7 November2017
Tanggal pengumpulan: 14 November 2017
PRAKTIKUM SISTEM DISPERSI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
HENDI KUSWENDI (240210160049)
Departemen Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran, Jatinangor
Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600 Telp. (022)
7798844, 779570 Fax. (022) 7795780 Email: [email protected]
ABSTRACT
Humans need protein for growth, repair damaged body cells, plasma gland,
hormone, and enzyme ingredients, energy reserves in case of deficiency, and maintain the
balance of acid-base blood. Proteins are a source of amino acids that contain elements
C, H, O and N that are not owned by fat or carbohydrates. In this experiment biuret test
was used, ninhydrin test of coagulation properties of isoelectric point test protein and
salting out test in protein test in sample. The biuret test showed that positive albumin and
urea had peptide bonds. The ninhydrin test on albumin samples shows that positive
albumin contains free amino acids, whereas urea does not have free amino acids.
Precipitation of acids and alkalis occurs in proteins that are added strong acids and
strong bases. Proteins which are supplemented with heavy metal salts will precipitate
with the heavy metals present in the salt. Denaturation and coagulation of protein
(albumin) occurred in albumin given the addition of acetate buffer with pH 4, pH 4.5 and
pH 4.98. The isoelectric point is marked by decreased protein solubility and the
formation of precipitate. The isoelectric point of albumin occurs at pH 4.55-4.90. Salting
out occurs in protein (albumin) which is given the addition of neutral salt. It is
characterized by the formation of white protein precipitate which can give positive results
if done biuret test.
Keywords: albumin, protein, amino acids, biuret test, ninhydrin test
dispersi dapat berupa sol, emulsi, asap,
aerosol, dan buih, namus sistem dispersi
PENDAHULUAN
pangan pada umumnya berupa buih atau
busa dan emulsi
Dispersi dapat diklasifikasikan
TUJUAN...
berdasarkan ukuran dan kondisi fisik
dari partikel-partikel yang terdispersi
METODOLOGI
menjadi dispersi kasar, dispersi koloidal,
Bahan
dan larutan.
Apabila suatu zat
Bahan yang digunakan antaralain:
dicampurkan dengan zat lain, maka akan
akuades,
urea albumin 2% CuSO 4 1%
terjadi penyebaran secara merata dari
buffer
asetat
pH 5 ninhidrin H 2SO4 1 N,
suatu zat ke dalam zat lain yang disebut
KOH 0,5 N, NaOH 4 N, asam asetat
sistem dispersi. Zat yang didispersikan
glasial, HCl pekat PbAc, CuSO 4,
disebut fase terdispersi, sedangkan
FeCl3, HgCl2, dan ZnAc buffer asetat pH
medium
yang
digunakan
untuk
4, pH 5 dan pH 6 kasein NaOH, NaCl,
mendispersikan
disebut
medium
MgSO4, Na2SO4
pendispersi.
Sistem dispersi pangan adalah sistem
Alat
partikel diskrit dalam fase kontinyu
(cairan) (Fennema, 1996). Sistem
Asisten: Febrin Elisabeth E S
Tanggal praktikum: 7 November2017
Tanggal pengumpulan: 14 November 2017
Alat yang digunakan antaralain: bulb
pipet, penjepit kayu, tabung reaksi,
penangas air, pipet volume, pipet tetes,
neraca analitik, ruang asam, botol
semprot, spons.
Metode
Uji Biuret
Terdapat 3 perlakuan pada uji biuret
kali ini, yaitu dengan penambahan 1 ml
albumin 2%, penambahan urea, dan
penambahan urea yang dipanaskan
terlebih
dahulu.
Masing-masing
perlakuan dimasukan dalam tabung
reaksi. Kemudian ditambahkan 1 ml
NaOH 10% dan diaduk sampai
homogen. Ditambahkan pula CuSO4 1%
hingga warna menjadi merah ungu.
Maksimal penambahan CuSO4 1% yaitu
10 tetes, kemudian diamati perubahan
yang terjadi.
Uji Ninhidrin
Terdapat 2 perlakuan pada uji biuret
kali ini, yaitu dengan penambahan
albumin 1% dan urea yang dipanaskan.
Masing-masing perlakuan dimasukan
dalam
tabung
reaksi,
kemudian
ditambahkan 1 ml buffer asetat pH 5,
dan 20 tetes ninhidrin, kemudian
dipanaskan dan diamati perubahan
warna yang terjadi.
Uji Sifat Koagulasi Protein
Pembentukan endapan dengan asam
dan alkali
Mula-mula ditambahkan 1 ml sampel
albumin dan gelatin dalam tabung
reaksi, kemudian ditambahkan tetes
demi tetes koagulan (H2SO4 1 N, KOH
0,5 N, NaOH 4 N, asam asetat glasial,
dan
HCl
pekat)
dan
diamati
perubahannya. Selanjutnya, sampel
diamkan selama 90 menit dan diamati,
kemudian dikocok dan dipanaskan, dan
kembali diamati perubahan yang terjadi.
Pembentukan endapan dengan garam
dan logam berat
Mula-mula ditambahkan 1 ml sampel
albumin dan gelatin dalam tabung
reaksi, kemudian ditambahkan tetes
demi tetes larutan logam (PbAc, CuSO4,
FeCl3, HgCl2, dan ZnAc) kemudian
diamati perubahan yang terjadi.
Denaturasi dan Koagulasi
Mula-mula ditambahkan 1 ml sampel
albumin
dan
gelatin,
kemudian
ditambahkan 1 ml buffer asetat pH 4, pH
5 dan pH 6. Selanjutnya dikocok dan
diamati pada menit ke 0, 5 dan 15.
Dipanaskan selama 2 menit dan diamati
kembali.
Uji Titik Isoelektrik
Ditambahkan larutan asam seperti
pada tabel diktat praktikum kimia
pangan halaman 32, ditambahkan
akuades seperti pada tabel dihalaman 32,
dan terakhir di tambahkan 1 M larutan
kasein dalam Na-asetat, kemudian
dikocok dan diamati selama 10 – 20
menit.
Uji Salting Out
Mula-mula ditambahkan 1 ml sampel
albumin dan gelatin, dipanaskan pada
suhu 40 ℃ , kemudian ditambahkan
amonium sulfat sampai titik jenuh,
diaduk dan disaring sampai menjadi
filtrat. Kemudian ditambahkan padatan
(NaOH, NaCl, MgSO4, Na2SO4) dan
ditambahkan pereaksi buret kemudian
diamati perubahan yang terjadi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada praktikum ini, dilakukan
pengamatan mengenai sistem dispersi
pangan berupa dispersi larutan, dispersi
kasar, sol, busa, busa padat, dan emulsi.
terhadap Dispersi Larutan
Tabel 1. Hasil Pengamatan Sistem
Dispersi Larutan
Sam War Kejerni Homoge
pel
na
han
nety
Beni
ng
Gula agak
jernih
Larut +
kusa
m
Gara benin
Larut ++
Jernih
m
g
+
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)
Larutan,
merupakan
sistem
dispersi
yang
ukuran
partikel-
Asisten: Febrin Elisabeth E S
Tanggal praktikum: 7 November2017
Tanggal pengumpulan: 14 November 2017
pertikelnya sangat kecil, sehingga tidak
dapat dibedakan (diamati) antara
partikel pendispersi dengan partikel
terdispersi walaupun menggunkaan
mikroskop ultra. Partikel- partikel dalam
larutan baik pelarut maupun zat terlarut
berupa atom, ion- ion atau molekul
dengan ukuran yang sangat kecil, lebih
kecil dari 1 nm (1 nm = 10-9 m). Pada
praktikum ini, dilakukan pengamatan
terhadap larutan gula dan garam pada
berbagai tingkat konsentrasi. Gula dan
garam sebanyak 10%, 30%, 50%, 70%,
dan 90% dilarutkan dalam 20 ml air lalu
diamati sifat-sifatnya.
Gula pasir mentah adalah kristal
sukrosa yang sebagian dimurnikan yang
diperoleh dari cairan gula yang
dimurnikan sebagian tanpa proses
pemurnian lebih lanjut. Garam meja
adalah garam konsumsi yang diolah
sedemikian rupa hingga menjadi halus
dan putih, mengandung tidak kurang
dari 97% natrium klorida dan tidak
kurang dari 30 mg/kg dan tidak lebih
dari 50 mg/kg KIO3 (Badan Pengawasan
Obat dan Makanan RI, 2006).
Berdasarkan hasil pengamatan,
dapat diketahui bahwa semakin tinggi
konsentrasi gula maka warna larutan
tersebut semakin kekuningan namun
tetap jernih dan homogen. Warna larutan
garam yang semakin kekuningan
menunjukkan semakin banyaknya gula
pasir yang terlarut dalam air. Warna
kekuningan pada gula disebabkan oleh
proses rafinasi yang kurang sempurna
(Tjahjadi, 2014). Akan tetapi, walaupun
berwarna kekuningan larutan gula tetap
menunjukkan warna jernih dan tidak
keruh. Adapun larutan garam pada
bebagai
konsentrasi
menunjukkan
sistem
dispersi
yang
homogen.
Homogenitas ini diperngaruhi oleh
adanya agitasi dan suhu.
Pada larutan garam, semakin
tinggi konsentrasi garam yang dilarutkan
maka warna larutan garam tersebut
semakin keruh dan homogenitasnya
seakin berkurang karena terbentuk
banyak endapan. Kekeruhan pada
larutan
garam
disebabkan
oleh
banyaknya partikel garam yang terlarut
dalam air. Terbentuknya banyak endapan
pada larutan garam 50%, 7%, dan 90%
menunjukkan bahwa larutan garam
sudah
mencapai
keadaan
jenuh
(kelarutan kecil). Kelarutan digunakan
untuk menyatakan jumlah maksimal zat
yang dapat larut dalam sejumlah tertentu
larutan. Kelarutan suatu zat sama
dengan molaritas jenuh larutan tersebut,
tetapan hasil kali kelarutan dinotasikan
dengan Ksp (Suyatno, 2007).
Larutan gula dan garam bersifat
homogen dan stabil, larutan ini tidak
akan mengendap walaupun didiamkan
untuk waktu yang lama sehingga tidak
dapat
dipisahkan.
Akan
tetapi,
berdasarkan hasil praktikum terdapat
perbedaan antara kelarutan gula dan
garam. Perbedaan ini disebabkan oleh
berbagai faktor seperti ukuran partikel,
agitasi, dan suhu. Menurut Tjahjadi
(2014), sirup dengan konsentrasi
sukrosa yang lebih tinggi dapat
diperoleh dengan meningkatkan suhu
air. Oleh karena itu, perbedaan
homogenitas dan kelarutan garam dan
gula pada praktikum ini kemungkinan
besar disebabkan oleh perbedaan dalam
pengadukan (agitasi) dan suhu air yang
digunakan untuk pelarutan.
Tabel 10. Hasil Pengamatan Sistem
Dispersi Kasar
sampe Sebelu 15 ‘
Diaduk
l
m
Tepun Keruh, Keruh, Keruh
g
endapa endapa +++,
tapiok n
n
tidak
a
ada
endapa
n
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)
Disperi kasar atau suspensi
merupakan campuran heterogen antara
fase terdispersi dengan medium
pendispersi. Pada praktikum ini, 1
sendok teh kanji diamati sifat fisiknya
berupa warna, tekstur, dan bentuk. Kanji
yang digunakan memiliki warna putih,
testur berpasir, dan berbentuk serbuk
padat. Selanjutnya kanji dimasukkan ke
dalam gelas dan diaduk bersama air 20
ml. Setelah itu campuran kanji dan air
Asisten: Febrin Elisabeth E S
Tanggal praktikum: 7 November2017
Tanggal pengumpulan: 14 November 2017
tersebut diamati sifatnya dan didiamkan
selama 5 menit lalu diamati kembali.
Berdasarkan hasil pengamatan,
diketahui bahwa sebelum ditambahkan
air, kanji merupakan bubuk halus
berwarna putih dengan tekstur lembut
dan kesat. Setelah ditambahkan air, kanji
tersebut
terdispersi
dengan
air
membentuk suspensi dengan tekstur
encer dar berbentuk cair. Setelah
didiamkan, larutan menjadi keruh dan
terdapan endapan kanji di bagian dasar
wadah. Hal ini mengindikasikan bahwa
kanji dan air tidak membentuk larutan,
melainkan membentuk dispersi kasar
atau suspensi. Menurut Anggraeni
(2014), sifat suspensi yaitu heterogen,
terdiri dari dua fase, tidak stabil, dan
dapat disaring. Dengan demikian, hasil
praktikum sudah sesuai dengan literatur
bahwa pengendapan pada kanji yang
terdispersi dalam air menunjukkan
bahwa kanji dan air dapat membentuk
suspensi atau dispersi kasar.
Gambar 1. Suspensi kanji
(Dokumentasi pribadi, 2014)
Tabel 2. Hasil Pengamatan Sistem
Dispersi Sol
Sifat
Sampel
Homogenitas
fisik
Putih,
Susu
halus,
Larut sebagian
Skim
aroma
susu
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)
Sol adalah suatu sistem dispersi
koloid dimana terdapat partikel padat
(berukuran 1-100 nm) di dalam fase
pendispersi yang berupa cairan. Pada
praktikum ini, dilakukan pengamatan
mengenai sol yaitu dengan cara
mendispersikan zat padat (susu bubuk
full cream) dengan air hangat. Susu full
cream sebanyak 1 sendok makan
diamati sifat fisiknya, lalu dimasukkan
ke dalam gelas dan diaduk bersama air
hangat
kemudian
diamati
homogenitasnya.
Susu krim (full cream) adalah
susu segar yang kaya akan lemak
(Wardayati, 2011). Berdasarkan hasil
pengamatan terhadap susu full cream,
sebelum diencerkan warnanya putih
gading, teksturnya kasar, dan berbentuk
serbuk kecil. Setelah ditambahkan air,
warna putih gading pada susu tersebut
berkurang, teksturnya menjadi encer,
dan bentuknya cair. Warna putih pada
susu, serta penampakannya adalah
penyebaran
koloid
butiran-butiran
koloid lemak, kalsium kaseinat, koloid
fosfat, dan bahan utama yang memberi
warna
kekuning-kuningan
adalah
karoten dan riboflavin (Buckle, 1985).
Tekstur kasar dan bentuk serbuk kecil
merupakan hasil pengolahan susu cair
yang dikeringkan. Pengeringan biasanya
dilakukan menggunakan spray dryer
atau pengering vakum sampai kadar
padatan mencapai 10% (Tjahjadi, 2014).
Berdasarkan hasil pengamatan,
susu bubuk full cream yang dilarutkan
menggunakan air hangat diketahui
dapat membentuk suatu sistem koloid
yang disebut sol. Hal ini dikarenakan
susu yang telah dilarutkan membentuk
sistem yang relatif homogen dan relatif
stabil (tidak membentuk endapan).
Menurut Anggraeni (2014), koloid
merupakan sistem dispersi yang tampak
homogen tetapi bisa dibedakan dengan
mikroskop ultra, terdiri dari dua fase,
pada umumnya stabil, dan tidak dapat
disaring kecuali dengan penyaring
ultra. Faktor yang memengaruhi
terbentuknya sol pada susu yang
didispersi oleh air ini adalah ukuran
partikel dari susu yang berkisar antara
1-100 nm. Ukuran partikel dari susu ini
lebih besar dibandingkan partikel pada
larutan dan lebih kecil dibandingkan
ukuran partikel pada suspensi. Selain
itu, susu full cream memiliki butiran
lemak
yang
seragam
sehingga
sistemnya lebih stabil. Hal ini
merupakan
akibat
dari
proses
Asisten: Febrin Elisabeth E S
Tanggal praktikum: 7 November2017
Tanggal pengumpulan: 14 November 2017
homogenisasi. Homogenisasi adalah
memecahkan butiran lemak, kemudian
bersama-sama bahan pengemulsi yang
ditambahakan dihomogenisasi untuk
mencegah butir-butir lemak (Tjahjadi,
2014). Susu homogenisasi lebih stabil
dibandingkan dengan susu alami karena
lapisan misel kasein-protein whey lebih
kuat dibandingkan membran lipoprotein
pada susu alami (Fennema, 1996).
Tabel 4. Hasil Pengamatan Sistem
Dispersi Busa
Pengamatan Garpu
Mixer
Kecepatan
pembentuka
Lama
Cepat
n busa
Warna
Putih
Putih++
Tekstur
Lembut Lembut++
Agak
Lebih
busa
renggan
menyatu
g
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)
Busa merupakan sistem dispersi dengan
gas sebagai fase terdispersi dan cairan
sebagai medium pendispersi. Pada
praktikum ini, pengamatan mengenai
busa dilakukan dengan cara mengocok
putih telur hingga terbentuk busa.
Berdasarkan hasil pengamatan,
dapat
diketahui
bahwa
setelah
pengocokkan putih telur menjadi
mengembang dan membentuk busa
berwarna putih, homogen, kaku, dan
ukuran busa kecil serta mengembang.
Terbentuknya bus apada putih telur
disebabkan oleh adanya protein pada
putih telur tersebut. Menurut Anggraeni
(2014), protein adalah zat pembentuk
buih yang banyak digunakan. Misal
putih telur. Dalam hal ini protein
mempunyai peranan dalam stabilisasi
buih
karena
adanya
denaturasi
permukaan selama proses pembuihan.
Sifat-sifat pembuihan protein adalah pH,
suhu dan terdapatnya komponen lain
(Anggraeni, 2014).
Protein yang berperan dalam
pembentukkan busa dapat berupa
ovomucin dan ovoglobulin. Ovomucin
merupakan
glikoprotein
yang
mempunyai struktur seperti gel,
berwarna putih, lentur dan berserat.
Terdapat di dalam lapisan putih telur
kental empat kali lebih banyak daripada
yang terdapat di dalam lapisan putih
telur encer, oleh karena itu ovomucin
inilah yang memberikan struktur kental
pada putih telur. Ovomucin dan
ovoglobulin berfungsi menstabilkan
struktur buih.
Pada pengocokan
yangberlebihan akan mengakibatkan
penggumpalan sebagian ovomucin dan
memperkecil elastisitas gelombang buih
(Stadelman dan Cotterill, 1973). Selain
itu, menurut Widianarko dkk (2000),
putih telur (albumen) antara lain
mengandung senyawa obalbumen, yaitu
protein
yang
bersifat
mampu
membentuk busa (foaming).
Busa yang terbentuk dari hasil
pengocokkan putih telur bersifat
homogen
dan
kaku.
Hal
ini
menunjukkan banyaknya udara yang
terperangkap dalam cairan putih telur.
Pembusaan dapat terjadi apabila ada
udara atau gas yang terperangkap
didalamnya. Semakin banyak udara atau
gas yang terperangkap, pembusaan juga
akan semakin hebat dan hal ini akan
ditunjukkan oleh pengembangan volume
dan kekakuan tekstur putih telur.
Tabel 5. Hasil Pengamatan Sistem
Dispersi Busa Padat
Sampel
Gambar
arumanis
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)
Busa padat merupakan sistem
dispersi dengan gas sebagai zat
terdispersi dan padatan sebagai medium
pendispersi. Pada praktikum ini,
dilakukan engamatan mengenai busa
padat dengan menggunakan sampel
arumanis. Arumanis diamati sifat
fisiknya yaitu warna dan ukuran rongga
yang terdapat didalamnya.
Gula kapas (cotton candy) /
arumanis adalah kembang gula /permen
yang terbuat dari 100% gula yang
dilelehkan dan diputar dengan mesin
pemutar (spin) dimana cairan gula
dilewatkan pada lubang kecil yang
berputar sehingga membentuk massa
seperti kapas (Badan Pengawas Obat
dan Makanan RI, 2006). Berdasarkan
Asisten: Febrin Elisabeth E S
Tanggal praktikum: 7 November2017
Tanggal pengumpulan: 14 November 2017
hasil pengamatan, diperoleh hasil bahwa
arumanis memiliki warna pink muda
atau merah muda dan ukuran rongga
tidak terlihat. Ukuran rongga tidak
terlihat karena sangat kecil dan tertutup
oleh lapisan atau serabut-serabut gula.
Pada jenis kembang gula ini selalu
diberi aerasi untuk mendapatkan tekstur
lunak. Aerasi adonan dapat dilakukan
dengan cara batch ataupun kontinyu
dalam mesin (Tjahjadi, 2014).
Tabel 6. Hasil Pengamatan terhadap
Struktur Mikroskopis dan Jenis
Emulsi
Setelah
Diteteskan
Sam
Pewarna
Gambar
pel
Wa
Gambar
rna
Susu
Bir
u
Mar
garin
Me
rah
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2014
Winarno (1991) mendefinisikan
emulsi sebagai suatu suspensi suatu
cairan dalam cairan yang lain, yang
molekul-molekul kedua cairan tersebut
tidak saling berbaur tetapi saling
antagonistik. Pada praktikum ini,
dilakukan pengamatan terhadap struktur
mikroskopis dan jenis emulsi dari susu
UHT dan magarin. Susu UHT adalah
produk susu cair yang diperoleh dari
susu segar atau susu rekonstitusi atau
susu rekombinasi yang disterilkan pada
suhu tidak kurang dari 135°C selama 2
detik dan dikemas segera dalam
kemasan yang steril secara aseptis. Susu
UHT memiliki kadar lemak susu tidak
kurang dari 3% dan total padatan bukan
lemak tidak kurang dari 8%. Margarin
adalah produk emulsi lemak berbentuk
padat atau semi padat, yang dibuat dari
minyak atau lemak nabati dan air,
dengan atau tanpa
penambahan bahan makanan lain seperti
garam (Badan Pengawas Obat dan
Makanan RI, 2006).
Pengamatan struktur mikroskopis
dilakukan dengan cara meneteskan
sampel di atas objek glass kemudian
ditutup dengan cover glass dan diamati
di bawah mikroskop. Berdasarkan hasil
pengamatan, diperoleh hasil bahwa pada
susu UHT dan margarin yang diamati
melalui mikroskop terdapat bulatanbulatan kecil berwarna bening. Bulatanbulatan kecil ini merupakan globula
emulsi yang terkandung dalam sampel.
Lemak susu terdapat di dalam susu
dalam bentuk jutaan bola kecil
berdiameter antara 1-20 μm dengan
garis tengah rata-rata 3 μm (Buckle,
1985). Secara alami, globula lemak
terstabilisasi oleh membran yang terdiri
dari
lipoprotein.
Ketika
suhu
dihomogenisasi, membran lipoprotein
digantikan oleh lapisan protein yang
merupakan misel kasein dan protein
whey (Fennema, 1996). Menurut Adnan
(1984), zat-zat yang ada di dalam air
susu seperti air, lemak, protein, gula
dan mineral berada dalam tiga keadaan
yang berbeda: 1) sebagai larutan sejati,
misalnya: hidrat arang, garam-garam
organik, vitamin dan senyawa-senyawa
nitrogen bukan protein; 2) sebagai
larutan koloidal, terutama partikelpartikel yang besar yang dapat
memberikan efek Tyndal, dalam
golongan ini termasuk protein dan
enzim; 3) sebagai emulsi, seperti: lemak
dan
senyawa-senyawa
yang
mengandung lemak yang terdapat
sebagai emulsi berbentuk globulaglobula.
Selain
diamati
struktrur
mikroskopis pada susu dan margarin,
ditentukan pula jenis emulsi pada susu
dan margarin. Emulsi terbagi menjadi
emulsi Oil in Water (o/w) dan Water in
Oil (w/o). Jika bola-bola minyak berada
di dalam air maka emulsi tersebut
merupakan emulsi tipe o/w , jika bolabola air berada di dalam minyak maka
Asisten: Febrin Elisabeth E S
Tanggal praktikum: 7 November2017
Tanggal pengumpulan: 14 November 2017
emulsi tersebut merupakan emulsi tipe
w/o (Anggraeni, 2014).
Penentuan jenis emulsi dilakukan
dengan cara meneteskan zat warna yang
merupakan campuran dari methylene
blue (biru) dan Sudan III (merah).
Setelah ditetesi zat warna, sampel susu
dan margarin diamati di bawah
mikroskop.
Hasil
pengamatan
mikroskop menunjukkan bahwa susu
UHT menyerap warna biru dari
methylene blue dan margarin menyerap
warna merah dari Sudan III. Hal ini
mengindikasikan bahwa susu dan
margarin merupakan jenis emulsi yang
berbeda. Jika didapatkan warna biru
merata dengan penambahan methylene
blue maka disimpulkan bahwa sediaan
mempunyai tipe emulsi o/w, sedangkan
jika terbentuk warna merah dari Sudan
III maka sediaan tersebut merupakan
tipe emulsi w/o. Dengan demikian,
dapat
disimpulkan
bahwa
susu
merupakan jenis emulsi o/w dan
margarin merupakan jenis emulsi w/o.
Hal ini sesuai dengan teori menurut
Anggraeni (2014) bahwa kebanyakan
makanan mempunyai emulsi o/w, seperti
susu segar atau mayonnaise. Contoh
emulsi w/o adalah mentega atau
margarin. Umumnya, emulsi o/w
mempunyai
tekstur
lembut/halus
(creamy), sedangkan emulsi w/o
memiliki tekstur kasar (greasy). Emulsi
o/w
umumnya
mempunyai
konduktivitas listrik lebih besar daripada
emulsi w/o.
Tabel 7. Hasil Pengamatan terhadap
Kestabilan Emulsi
Setelah
Setelah
Penamb
Penamb
Perband
ahan
ahan
K
ingan
Kuning
Minyak
el
(Air :
Telur
dan
Minyak)
dan
Pengoc
Pengoc
okkan
okkan
Terpisah
Atas:
6
Menyat
1:2
minyak,
B
u
bawah:
air
Terpisah
Atas:
7
Menyat
1:3
minyak,
B
u
bawah:
air
Terpisah
Atas:
8
Menyat
1:4
minyak,
B
u
bawah:
air
Terpisah
Atas:
9
Menyat
2:1
minyak,
B
u
bawah:
air
Terpisah
Atas:
10
Menyat
2:3
minyak,
B
u
bawah:
air
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2014
Pada
praktikum
pengujian
kestabilan
emulsi,
dilakukan
pengamatan terhadap kestabilan emulsi
air dan minyak. Air dan minyak dengan
perbandingan tertentu dimasukkan ke
dalam tabung reaksi lalu dikocok dan
diamati sifatnya. Setelah itu, air dan
minyak tersebut diberikan tetesan
kuning telur dan dikocok selama 30
detik lalu diamati kembali sifat fisiknya.
Berdasarkan hasil pengamatan,
diketahui bahwa air dan minyak setelah
dikocok menghasilkan dua fase yang
tidak menyatu. Setelah ditambahkan
kuning telur, kedua fase tersebut
menyatu dan homogen. Hal ini
disebabkan oleh adanya sifat emulsifier
pada kuning telur. Kuning telur
mengandung fosfolipid lesitin. setiap
molekul lesitin mengandung sebuah
ujung polar yang dapat berikatan dengan
air dan sebuah ujung nonpolar yang
dapat berikatan dengan minyak.
Hasilnya adalah sebagian dari lesitin
menyatu dengan air dan sebagian
lainnya menyatu dengan minyak
(Fennema, 1996). Akan tetapi, walaupun
air dan miyak dapat bersatu membentuk
suatu emulsi, kedua cairan dalam sistem
emulsi tersebut bersifat immicible (tidak
dapat larut), oleh karena itu kedua
Asisten: Febrin Elisabeth E S
Tanggal praktikum: 7 November2017
Tanggal pengumpulan: 14 November 2017
larutan tersebut mudah terpisah. Fase
terdispersi bersatu dan memisahkan diri
dari medium pendispersi. Oleh karena
itu, emulsi tidak mempunyai kestabilan
tinggi. Menurut Anggraeni (2014),
kestabilan emulsi dipengaruhi oleh:
1.Keseragaman ukuran emulsi
2.Suhu
3.Adanya pengadukan
4.Penambahan stabilizer (zat penstabil)
Gambar 2. Air dan Minyak Sebelum
Pengocokkan, Setelah Pengocokkan,
dan Setelah Penambahan Kuning Telur
(Dokumentasi pribadi, 2014)
Tabel 8. Hasil Pengamatan Pengaruh
Pemanasan terhadap Emulsi
Kecepatan
Sampel
Leleh
Margarin
Lebih lambat
Mentega
Lebih cepat
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2014
Mentega adalah produk emulsi
lemak berbentuk padat atau semi padat
yang dibuat dari susu atau krim susu
atau campurannya, dengan atau tanpa
penambahan bahan makanan lain seperti
garam. Margarin adalah produk emulsi
lemak berbentuk padat atau semi padat,
yang dibuat dari minyak atau lemak
nabati dan air, dengan atau tanpa
penambahan bahan makanan lain seperti
garam (Badan Pengawas Obat dan
Makanan RI, 2006). Mentega berwarna
kuning pucat (lebih muda daripada
margarin), memiliki kandungan vitamin
A, D, E, K yang tidak larut dalam air.
Margarin berwarna lebih kuning dr
mentega karena adanya tambahan zat
pewarna alami, seperti karotenoid.
Aroma margarin tidak seenak mentega,
tetapi memiliki daya emulsi yang baik,
sehingga mampu menghasilkan tekstur
kue yang bagus (Sushanty, 2012).
Pada praktikum ini, dilakukan
pengamatan
pengaruh
pemanasan
terhadap emulsi. Emulsi yang digunakan
adala mentega dan margarin. Kedua
sampel
tersebut
masing-masing
disimpan dalam cawan alumunium
kemudian dipanaskan dan diamati
kecepatan lelehnya. Berdasarkan hasil
pengamatan,
mentega
memiliki
kecepatan leleh yang lebih cepat
dibandingkan dengan margarin. Hal ini
dikarenakan titik leleh margarin lebiih
tinggi dibandingkan dengan mentega.
Margarin teksturnya lebih padat dan titik
lelehnya lebih tinggi dari pada mentega
karena
ada
proses
hidrogenasi
(penjenuhan asam lemak) (Sushanty,
2012).
Tabel 9. Hasil Pengamatan terhadap
Stabilitas Relatif Zat Pengemulsi
Kecepatan
Sampel
Endapan
Memisah
Merica
Cepat
+
Kuning
Sangat lama
Telur
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2014
Emulsifier merupakan bahan yang
dapat membentuk lapisan film di
sekeliling
globula
lemak
yang
mengakibatkan globula-globula lemak
tidak dapat bergabung menjadi globula
yang lebih besar, sehingga emulsi yang
terbentuk menjadi stabil Struktur
emulsifier terdiri atas molekul-molekul
yang mempunyai gugus lipofil (larut
lemak) dan gugus hidrofil (larut air),
kedua
gugus
ini
bersama-sama
membentuk globula-globula emulsi
(Winarno, 1991).
Pengamatan terhadap stabilitas
relatif zat pengemulsi dilakukan
menggunakan campuran minyak dan
asam asetat masing-masing sebanyak 5
ml. Pada masing-masing campuran
sampel ditambahkan kuning telur dan
merica. Setelah itu dikocok dan diamati
apakah membentuk emulsi atau tidak.
Pada umumnya emulsi bersifat tidak
stabil, yaitu dapat pecah atau lemak dan
air akan terpisah, tergantung dari
Asisten: Febrin Elisabeth E S
Tanggal praktikum: 7 November2017
Tanggal pengumpulan: 14 November 2017
keadaan
lingkungannya
(Al
Mahmudatussaadah, 2010). Berdasarkan
hasil yang diperoleh, dapat diketahui
bahwa minyak dan asam asetat yang
diberi kuning telur membentuk suatu
emulsi
yang
homogen,
tidak
mengendap, dan sulit untuk memisah,
sedangkan sampel yang diberi merica
bubuk kecepatan memisahnya sangat
cepat (tidak menyatu) dan terbentuk
endapan. Hal ini disebabkan oleh tidak
adanya zat pengemulsi (protein) pada
merica seperti pada kuning telur yang
mengandung lipoprotein. Daya kerja
emulsifier terutama disebabkan oleh
bentuk molekulnya yang dapat terikat
baik pada minyak maupun air (Al
Mahmudatussaadah, 2010)
Kecepatan pemisahan pada emulsi
dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Menurut Fennema (1996), terdapat
faktor intrinsik yang memengaruhi
kecepatan pemisahan emulsi yaitu pH,
kekuatan ionik, suhu, adanya surfaktan
dengan berat molekul rendah, volume
minyak, tipe protein, dan titik leleh
minyak, sedangkan faktor ekstrinsik
meliputi jenis peralatan, laju pemasukan
energi, dan laju penyebaran (Fennema,
1996).
Tabel 6. Hasil Pengamatan Kecepatan
Pelelehan Emulsi
Sampel
Perubahan Waktu
system
pelelehan
Mentega
Kuning,
1 menit 34
keruh ++
detik
Margarin Kuning +,
1 menit 46
keruh +
detik
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)
5.2.8
Kecepatan Pelelehan Emulsi
Titik leleh merupakan suhu
dimana lemak/minyak berubah wujud
dari padat menjadi cair yang ditentukan
oleh ada tidaknya ikatan rangkap asam
lemak penyusunnya dan panjang rantai
asam lemak. Lemak/minyak yang
tersusun asam lemak jenuh memiliki
titik
leleh
yang
lebih
tinggi
dibandingkan yang tersusun asam lemak
tidak jenuh. Peningkatan panjang rantai
karbon, Peningkatan tingkat kejenuhan
dan Perubahan isomer cis menjadi
trans dapat meningkatkan melting point.
Mentega adalah produk emulsi
lemak berbentuk padat atau semi padat
yang dibuat dari susu atau krim susu
atau campurannya, dengan atau tanpa
penambahan bahan makanan lain seperti
garam. Margarin adalah produk emulsi
lemak berbentuk padat atau semi padat,
yang dibuat dari minyak atau lemak
nabati dan air, dengan atau tanpa
penambahan bahan makanan lain seperti
garam (Badan Pengawas Obat dan
Makanan RI, 2006). Mentega berwarna
kuning pucat (lebih muda daripada
margarin), memiliki kandungan vitamin
A, D, E, K yang tidak larut dalam air.
Margarin berwarna lebih kuning dr
mentega karena adanya tambahan zat
pewarna alami, seperti karotenoid.
Aroma margarin tidak seenak mentega,
tetapi memiliki daya emulsi yang baik,
sehingga mampu menghasilkan tekstur
kue yang bagus (Sushanty, 2012)
Pada praktikum ini dilakukan
dengan cara ambil 2 sampel yaitu
mentega dan margarin, dipanaskan
dalam hot plate, amati perubahan system
dan waktu pelelehan.
Berdasarkan hasil pengamatan
mentega lebih cepat meleleh dibanding
dengan. Margarin. Hal ini dikarenakan
titik leleh margarin lebih tinggi
dibandingkan
dengan
mentega.
Margarin teksturnya lebih padat dan titik
lelehnya lebih tinggi dari pada mentega
karena
ada
proses
hidrogenasi
(penjenuhan asam lemak) (Sushanty,
2012).
Kestabilan Emulsi
Tabel 8. Hasil Pengamatan Kestabilan
Emulsi
Sampel
Waktu
CMC
23 menit 24 detik
Air
5 detik
Gum Arab
7 menit 14 detik
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)
Asisten: Febrin Elisabeth E S
Tanggal praktikum: 7 November2017
Tanggal pengumpulan: 14 November 2017
Bila dua larutan murni yang
tidak saling campur/ larut seperti
minyak dan air, dicampurkan, lalu
dikocok kuat-kuat, maka keduanya akan
membentuk sistem dispersi yang disebut
emulsi. Secara fisik terlihat seolah-olah
salah satu fasa berada di sebelah dalam
fasa yang lainnya. Bila proses
pengocokkan dihentikan, maka dengan
sangat cepat akan terjadi pemisahan
kembali, sehingga kondisi emulsi yang
sesungguhnya muncul dan teramati pada
sistem dispersi terjadi dalam waktu yang
sangat singkat. Kestabilan emulsi
ditentukan oleh dua gaya, yaitu:
1. Gaya
tarik-menarik
yang
dikenal dengan gaya LondonVan Der Waals. Gaya ini
menyebabkan partikel-partikel
koloid berkumpul membentuk
agregat dan mengendap,
2. Gaya
tolak-menolak
yang
disebabkan oleh pertumpangtindihan lapisan ganda elektrik
yang bermuatan sama.
Pada praktikum ini dilakukan
dengan cara ambil 3 sampel yaitu CMC,
gum arab, dan air masing- masing
masukkan 5 ml dalam masing-masing
tabung reaksi, ditambahkan santan
kocok selama 30 menit, amati,
kemudian diamkan dan amati perubahan
Berdasarkan hasil pengamatan
sebelum dilakukan pengocokan didapati
gumpalan santan diatasnya, dan setelah
dilakukan pengocokan selama 30 menit
menghasilkan homogen pada semua
sampel yang diujikan, namun setelah
didiamkan terjadi pemisahan putih pekat
diatas, putih bening di bawah. Untuk
kestabilan pada sampel yang yang
paling lama adalah air, lalu gum arab,
dan yang paling cepat adalah CMC
CMC banyak digunakan sebagai
stabilizer dalam pembuatan salad
dressing . CMC Mudah terdispersi
dalam air membentuk larutan koloida
namun tidak larut dalam etanol, eter, dan
pelarut organik lain. Stabilitas CMC
yaitu Larutan stabil pada pH 2-10,
pengendapan terjadi pada pH dibawah 2.
Viscositas larutan berkurang dengan
cepat jika pH diatas 10. Menunjukkan
viskositas dan stabilitas maksimum pada
pH 7-9.
Gum arab digunakan untuk
mendorong pembentukan emulsi lemak
yang mantap dan mencegah kristalisasi
gula (Tranggono dkk,1991). Gum
dimurnikan melalui proses pengendapan
dengan menggunakan etanol dan diikuti
proses elektrodialisis (Stephen and
Churms, 1995). Menurut Imeson (1999),
gum arab stabil dalam larutan asam. pH
alami gum dari Acasia Senegal ini
berkisar 3,9-4,9 yang berasal dari residu
asam glukoronik. Emulsifikasi dari gum
arab berhubungan dengan kandungan
nitrogennya (protein). Gum arab dapat
meningkatkan
stabilitas
dengan
peningkatan viskositas.
Tabel 9. Hasil Pengamatan Stabilitas
Zat Pengemulsi
Sampel
Waktu
Garam
5 menit 17 detik
Merica
27 detik
Detergent
6 menit 02 detik
Kuning telur
9 menit 02 detik
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)
Emulsifier merupakan bahan yang dapat
membentuk lapisan film di sekeliling
globula lemak yang mengakibatkan
globula-globula lemak tidak dapat
bergabung menjadi globula yang lebih
besar, sehingga emulsi yang terbentuk
menjadi stabil Struktur emulsifier terdiri
atas molekul-molekul yang mempunyai
gugus lipofil (larut lemak) dan gugus
hidrofil (larut air), kedua gugus ini
bersama-sama membentuk globulaglobula emulsi (Winarno, 1991)
Pada praktikum ini dilakukan
dengan cara disiapkan 5 tabung pada
masing-masing tabung ditambahkan 3ml
minyak dan 3 ml asam asetat,
kemuadian tambahkan dengan 5 sampel
pada masing-masing tabung yaitu
garam, kuning telur, gula, merica,
detergen, dikocok selama 10 menit,
disimpan dalam rak tabung , amati
kecepatan memisah dan urutkan
Berdasarkan hasil pengamatan
sebelum dilakukan pengocokan terjadi
beberapa pemisahan lapisan pada
Asisten: Febrin Elisabeth E S
Tanggal praktikum: 7 November2017
Tanggal pengumpulan: 14 November 2017
sampel Hal ini disebabkan oleh tidak
adanya zat pengemulsi (protein),
kemudian setelah dilakukan pengocokan
larutan homogen namun tidak pada
sampel merica, kemudian setelah
didiamkan menghasilkan pemisahan
menjadi beberapa lapisan pada semua
sampel kecuali pada sampel kuning
telur, maka dari itu urutan kestabilan
relatif dari yang terendah yaitu merica,
garam, gula, detergen, dan kuning telur.
Daya kerja emulsifier terutama
disebabkan oleh bentuk molekulnya
yang dapat terikat baik pada minyak
maupun air (Al Mahmudatussaadah,
2010)
Kecepatan pemisahan pada emulsi
dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Menurut Fennema (1996), terdapat
faktor intrinsik yang memengaruhi
kecepatan pemisahan emulsi yaitu pH,
kekuatan ionik, suhu, adanya surfaktan
dengan berat molekul rendah, volume
minyak, tipe protein, dan titik leleh
minyak, sedangkan faktor ekstrinsik
meliputi jenis peralatan, laju pemasukan
energi, dan laju penyebaran.
Tabel 5. Hasil Pengamatan Sistem
Dispersi Emulsi
Sampel
Fase
Air + minyak
2 fase
Air + minyak
2 fase + busa
diaduk
Air + minyak+
1 fase
kuning telur
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)
DAFTAR PUSTAKA
Fennema, O. R. 1996. Food Chemistry
3rd Edition. Marcel Dekker Inc,
New York. Inc, Maryland
Maligan, J. M. 2014. Uji Kualitatif
Karbohidrat
dan
Protein.
Available
at:
http://maharajay.lecture.ub.ac.id/fi
les/2014/02/Uji-Kualitatif-KHProtein.pdf
Lehninger, A.L. 1990. Dasar-Dasar
Biokimia Jilid 1. Terjemahan
Maggy Thenawidjaja. Penerbit
Lehninger, A.L. 1990. Dasar-Dasar
Biokimia Jilid 1. Terjemahan
Maggy Thenawidjaja. Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Page, D. 1981. Prinsip-Prinsip Biokimia.
Terjemahan R. Soendoro. Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Pirie, N.W. 1987. Leaf Protein and Its
By-products in Human and
Animal 2nd Edition. Combridge
University Press, Melborne.
Sudarmadji, S. 1996. Teknik Analisa
Biokimiawi. Liberty, Yogyakarta.
Toha,
A.
H.
2001.
Biokimia:
Metabolisme
Biomolekul.
Alfabeta, Bandung.
Winarno, F. G. 1991. Kimia Pangan dan
Gizi. PT. Gramedia Pustaka
Utama: Jakarta.
.
Asisten: Febrin Elisabeth E S
Tanggal praktikum: 7 November2017
Tanggal pengumpulan: 14 November 2017