Penetapan Kadar Tablet Antalgin 500 mg di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan Secara Titrasi Iodimetri

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Tablet
Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa-cetak berbentuk rata atau

cembung rangkap, umumnya berbentuk bulat, yang mengandung satu jenis obat
atau lebih dengan atau zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat
berfungsi sebagai:
a. Zat pengisi, yaitu untuk memperbesar volume tablet. Biasanya yang
digunakan, amilum manihot, kalsium fosfat, kalsium karbonat dan zat lain
yang cocok.
b. Zat pengikat, yaitu agar tablet tidak mudah pecah atau retak dan dapat
merekat. Biasanya yang digunakan adalah musilago 10-20%, larutan metilcellulosam 5%.
c. Zat penghancur, yaitu agar tablet dapat hancur dalam saluran pencernaan.
Biasanya digunakan, amilum manihot, gelatin, dan natrium alginat.
d. Zat pelicin, yaitu agar tablet tidak melekat dalam cetakan. Biasanya
digunakan, talkum 5%, magnesium stearat, dan ssam stearat.
Berdasarkan penggunaannya tablet diklasifikasikan sebagai berikut:
1.


Tablet Kunyah
Tablet tablet ini harus lembut (segera hancur ketika dikunyah) atau mudah

melarut dalam mulut. Pengunyahan dapat mempercepat penghancuran tablet dan
memberikan keadaan basa untuk garam-garam logam yang digunakan dalam
tablet antasida. Tablet kunyah diberikan pada pasien yang mengalami gangguan
menelan tablet. Tablet ini digunakan dalam formulasi tablet untuk anak-anak

4

Universitas Sumatera Utara

(dalam sediaan multivitamin). Penggunaan tablet lain ini adalah untuk tablet
antasida dan antibiotik. Sediaan ini juga

memungkinkan untuk digunakan

ditempat yang tidak tersedia air (Alamsyah, 1999).
2.


Tablet Sublingual
Tablet yang disiapkan di bawah lidah. Biasanya berbentuk datar, ditujukan

untuk obat-obat yang di absorpsi melaui mukosa oral. Cara ini berguna untuk
penyerapan obat yang rusak oleh cairan lambung dan sedikit sekali diabsopsi oleh
saluran pencernaan. Tablet ini dibuat segera melarut untuk memberikan efek yang
cepat.
3.

Tablet Bukal
Tablet yang disiapkan dipipi. Tablet ini dibuat agar hancur dan melarut

berlahan-lahan.
4.

Tablet Triturat
Tablet ini bentuknya kecil dan biasanya silinder. Tablet triturat harus cepat

dan mudah larut seutuhnya di dalam air.

5.

Tablet Hipodermik
Tablet ini digunakan melalui bawah kulit, dibuat dari bahan yang mudah

larut.
6.

Tablet Efervesent
Tablet yang menghasilkan gas, dibuat dengan cara kompresi granul yang

mengandung

garam

efervesent

atau

bahan-bahan


lain

yang

mampu

menghasilkangas ketika bercampur dengan air. Misalnya penggabungan dengan
logam karbonat atau bikarbonat dengan asam tartrat menghasilkan gas CO2
didalam air(Alamsyah, 1999).

5

Universitas Sumatera Utara

2.2

PembuatanTablet

Pada proses pembuatan tablet, zat berkhasiat dan zat tambahan, kecuali bahan

pelicin dibuat granul (butiran kasar), karena serbuk yang halus tidak dapat
mengisi cetakan tablet dengan baik. Jadi dengan dibuat granul, akan terjadi “free
flowing”, mengisi cetakan secara tetap dan dapat dihindari tablet menjadi
“capping” (retak) (Anief, 1991).
Ada tiga metode pembuatan tablet, yaitu:
a.

Metode granuasil basah
Zat aktif dan eksipien dicampurkan, lalu dibuat cairan pengikat dalam alat

campur. Pengeringan granul basah ± 50-60C dalam lemari pengering. Granul
yang sudah kering diayak dengan ayakan ukuran 14-20 mesh dalam mesin
granulator. Kemudian dicampur zat tambahan ke dalam mesin campur khusus,
menjadi massa kempa. Massa kempa dikempa menjadi tablet jadi dalam mesin
tablet.
b.

Metode granulasi kering (slugging)
Campur semua bahan (zat aktif dan zat tambahan) atau hanya zat aktif saja


dalam alat campur. Kemudian ayak bahan dengan mesin granulator. Campur
granul dengan zat tambahan lain dalam mesin pencampur khusus menjadi massa
kempa. Massa kempa dikempa menjadi tablet jadi dalam mesin tablet.
c.

Kempa langsung
Campur semua bahan (zat aktif dan zat tambahan) dalam alat campur menjadi

massa kempa. Massa kempa dikempa menjadi tablet jadi dalam mesin tablet.

6

Universitas Sumatera Utara

Tablet memiliki kelebihan dibandingkan dengan sediaan padat lainnya,
diantaranya :
1. Tablet merupakan bentuk sediaan oral dengan ukuran yang tepat.
2. Tablet mudah ditelan.
3. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang mudah diproduksi secara besarbesaran.
4. Tablet dapat ditujukan untuk pelepasan khusus, seperti pelepasan diusus.

5. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang murah dan mudah untuk dikemas
serta dikirim(Anief, 1991).
2.3

Evaluasi Tablet
Untuk menjamin mutu tablet maka dilakukan beberapa pengujian yaitu

sebagai berikut:
a.

Uji Kekerasan
Kekerasan tablet dan ketebalannya berhubungan dengan isi dan gaya

kompresi yang diberikan. Bila tekanan ditambahkan, maka kekerasan tablet
meningkat sedangkan ketebalan tablet berkurang. Selain itu metode granulasi juga
menentukan kekerasan tablet. Umumnya kekuatan tablet berkisar 4-8 kg, bobot
tersebut dianggap sebagai batas minimum untuk menghasilkan tablet yang
memuaskan. Alat yang digunakan untuk uji ini adalah hardness tester, alat ini
diharapkan dapat mengukur berat yang diperlukan untuk memecahkan
tablet(Ditjen POM, 1995).


7

Universitas Sumatera Utara

b.

Uji Kekerasan Bobot
Tablet harus memenuhi uji keseragaman bobot. Keseragaman bobot ini

ditetapkan untuk menjamin keseragaman bobot tiap tablet yang dibuat. Tablettablet yang bobotnya seragam diharapkan akan memiliki kandungan bahan obat
yang sama. Keseragaman bobot dapat ditetapkan sebagai berikut: ditimbang 20
tablet, lalu dihitung bobot rata-rata tiap tablet. Kemudian timbang tablet satu
persatu, tidak boleh 2 dari tablet bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih
besar dari yang ditetapkan pada kolom A dan tidak boleh satu tablet pun bobotnya
menyimpang dari rata-rata lebih besar dari yang ditetapkan pada kolom B. jika
perlu gunakan 10 tablet yang lain dan tidak satu tablet yang bobotnya
menyimpang lebih besar dari bobot rata-rata yang ditetapkan dikolom A maupun
kolom B(Dirjen POM 1995)
Tabel 1Penyimpangan Bobot Rata-rata

Penyimpanan bobot rata – rata dalam %
Bobot rata – rata
25 mg atau kurang
26 mg sampai dengan 150 mg
151 mg sampai dengan 300

A

B

15%

30%

10%

20%

7,5%


15%

5%

10%

mg
Lebih dari 300 mg

c.

Uji Keregasan
Cara ini untuk menentukan kekuatan tablet ialah dengan mengukur

keregasannya. Gesekan dan goncangan merupakan penyebab tablet menjadi

8

Universitas Sumatera Utara


hancur.

Untuk menguji keregesan tablet digunakan alat Roche friabilator.

Sebelum tablet dimasukkan kedalam alat friabilator, tablet ditimbang terlebih
dahulu. Kemudian tablet dimasukkan kedalam alat, lalu alat diopersikan selama
empat menit atau 100 kali putaran. Tablet ditimbang kembali dan dibandingkan
dengan berat mula-mula. Selisih berat dihitung sebagai keregasan tablet.
Persayaratan keregasan tablet harus harus lebih kecil dari 0.8%.
d.

Uji Waktu Hancur
Peralatan uji waktu hancur terdiri dari empat keranjang yang mempunyai

enam lubang yang terletak vertikal diatas ayakan mesh nomor 10 selama
percobaan, tablet diletakkan pada tiap lubang keranjang. Kemudian keranjang
tersebut bergerak naik turun pada larutan transparan dengan kecepatan 29-32
putaran per menit. Interval waktu hancur adalah 5-30 menit. Tablet dikatakan
hancur bila bentuk sisa tablet (kecuali bagian penyalut) merupakan massa dengan
inti yang tidak jelas.
e.

Uji Penetapan Kadar Zat Berkhasiat
Uji penetapan kadar zat berkhasiat dilakukan untuk mengetahui apakah tablet

tersebut memenuhi syarat sesuai dengan etiket. Bila kadar obat tersebut tidak
memenuhi syarat maka obat tersebut tidak memiliki efek terapi yang baik dan
tidak layak untuk dikonsumsi. Uji penetapan kadar dilakukan dengan
menggunakan cara-cara yang sesuai pada masing-masing monografi antara lain di
Farmakope Indonesia.
f.

Uji Disolusi
Obat yang telah memenuhi persyaratan kekerasan, waktu hancur, keregasan,

keseragaman bobot dan penetapan kadar, belum tentu dapat menjamin bahwa

9

Universitas Sumatera Utara

suatu obat memenuhi efek terapi, karna itu dilakukan uji disolusi pada setiap
produksi tablet. Disolusi adalah proses pemindahan molekul obat dari bentuk
padat kedalam larutan pada suatu medium. Disolusi menunjukkan jumlah bahan
obat yang terlarut dalam waktu tertentu. Disolusi menggambarkan efek obat
secara invitro, jika disolusi memenuhi syarat maka diharapkan obat akan
memberikan khasiat secara invivo(Dirjen POM, 1995).
2.4

Antalgin
Antalgin atau Levorphanol (nama generik) adalah salah satu obat

pengurang rasa sakit. Antalgin

bekerja secara sentral pada otak untuk

menghilangkan nyeri, menurunkan demam, dan menyembuhkan rheumatik.
Antalgin mepengaruhi hipotalamus dalam menurunkan sensitifitas reseptor rasa
sakit dan termostat yang mengatur suhu tubuh. Obat ini hanya efektif terhadap
nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang, misalnya sakit kepala. Obat ini
juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi. Efek analgetiknya
lebih lemah dari efek analgetik. Obat ini juga tidak menimbulkan ketagihan
(adiksi) dan efek samping sentral yang merugikan. Pada pemakaian yang teratur
dalam jangka waktu yang panjang, antalgin dapat menimbulkan kasus
agranulositosis fatal. Untuk mendeteksi hal tersebut, dianjurkan melakukan
pengujian darah secara teratur(Rahardja, 2003).
2.4.1 Tinjauan umum Antalgin
Nama kimia

: Natrium 2,3-dimetil-1-fenil-5-pirazolon-4metilaminometanasulfonat

Sinonim

: - Metampiron
- Dipiron

10

Universitas Sumatera Utara

Rumus molekul

: C13H16N3NaO4S.H2O

Beratmolekul

: 351,37

Pemerian

: Serbuk hablur putih atau putih kekuningan

Susut pengeringan : Tidak lebih dari 5,5 % pada suhu 1050C hingga bobot tetap
Kelarutan

: Larut dalam air dan HCl 0,02 N.

Antalgin mengandung tidak kurang dari 99,0 % dan tidak lebih dari 101,0
% C13H16N3N-aO4S, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
2.4.2 Analgetik-Antipiretik
Analgetik-antipiretik adalah zat-zat yang mampu mengurangi atau
menghilangkan rasa nyeri sekaligus menurunkan suhu tubuh. Nyeri adalah
perasaan sensori yang tidak baik dan berkaitan dengan kerusakan jaringan. Nyeri
dianggap sebagai tanda adanya gangguandijaringan seperti peradangan dan
infeksi. Sedangkan demam pada umumnya adalah suatu gejala dan bukan
merupakan penyakit tersendiri(Ganiswara,1981).
2.4.3 Farmakodinamika Antalgin
Sebagai analgetika, obat ini hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas
rendah sampai sedang, misalnya sakit kepala dan juga efektif terhadap nyeri yang
berkaitan dengan inflamasi.

Efek analgetiknya jauh lebih lemah dari efek

analgetik opiat, obat ini tidak menimbulkan ketagihan (adiksi) dan efek samping
sentral yang merugikan. Analgetika bekerja secara sentral untuk meningkatkan
kemampuan menahan nyeri. Analgesia yaitu suatu keadaan dimana setelah
pemerian analgetik, bercirikan perubahan perilaku pada respon terhadap nyeri dan
kemampuan yang berkurang untuk menerima impuls nyeri tanpa kehilangan
kesadaran(Ganiswara, 1981).

11

Universitas Sumatera Utara

2.4.4 Farmakologi Antalgin
Antalgin termasuk derivat metan sulfonat dari amidopyrin yang mudah
larut dalam air dan cepat diserap ke dalam tubuh. Bekerja secara sentral di otak
dalam menghilangkan nyeri, menurunkan demam dan menyembuhkan rheumatik.
Antalgin mempengaruhi hipotalamus dalam menurunkan sensitifitas reseptor rasa
sakit dan thermostat yang mengatur suhu tubuh(Ganiswara, 1981).
2.4.5 Efek Samping Antalgin
Pada pemakaian yang teratur dan untuk jangka waktu yang lama,
penggunaan obat-obat yang mengandung metampiron kadang-kadang dapat
menimbulkan kasus agranulositosis fatal. Untuk mendeteksi hal tersebut, selama
penggunaan obat ini perlu dilakukan uji darah secara teratur. Jika gejala tersebut
timbul, penggunaan obat ini harus segera dihentikan(Ganiswara, 1981).
2.5

Tablet Antalgin
Tablet antalgin mengandung Metampiron, C13H16N3NaO4S.H2O tidak

kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 105,0% dari jumlah yang tertera pada
etiket(Soekema, dkk.1987).
2.6

Metode Penetapan Kadar Antalgin

2.6.1 Iodimetri
Iodimetri merupakan analisis titrimetri yang secara langsung digunakan
untuk natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan iodin atau dengan
penambahan larutan baku yang berlebihan (Sudjadi, 2007).
Penetapan kadar antalgin dilakukan secara iodimetri. Metode ini cukup
akurat karna titik akhirnya jelas sehingga memungkinkan titrasi dengan larutan

12

Universitas Sumatera Utara

titer yang encer yaitu 0,001N. Iodimetri dilakukan terhadap zat yang potensial
reduksinya lebih rendah dari sistem larutan iodium(Sudjadi, 2007).
2.6.2. Prinsip Iodimetri
Titrasi iodimetri adalah titrasi langsung berdasarkan reaksi oksidasi antara
iodin sebagai pentiter dengan reduktor yang memiliki potensial oksidasi lebih
rendah dari sistem iodin-iodida dimana sebagai indikator larutan kanji. Titrasi
dilakukan dalam suasana netral sedikit asam (pH 5-8). Pada antalgin gugus –
SO3Na dioksidasi oleh I2 menjadi –SO4Na(Sudjadi, 2007).
2.6.3Larutan Pentiter
Pada titrasi iodimetri digunakan larutan iodin sebagai larutan titer. Larutan
iodin sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam Kalium iodida pekat. Larutan
titer iodin dibuat dengan melarutkan iodium kedalam larutan KI pekat. Latutan ini
dibakukan dengan Arsen (III) oksida atau larutan baku Natrium tiosulfat(Sudjadi,
2007).
2.6.4 Indikator
Bila tidak terdapat zat pengganggu yang berwarna, sebenarnya larutan
iodin masih dapat berfungsi sebagai indikator meskipun warna yang terjadi tidak
sejelas KMnO4. Umumnya lebih disukai penggunaan larutan kanji sebagai
indikator yang dengan iodin membentuk kompleks berwarna biru cerah. Larutan
kanji yang yang telah disimpan lama memberikan warna violet dengan iodium.
Meskipun warna ini tidak mengganggu ketajaman titik akhir titrasi, tetapi larutan
kanji yang baru perlu dibuat kembali(Sudjadi, 2007).

13

Universitas Sumatera Utara