Pengaruh Program Kesetan, Kesehatan, Dan Keamanan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Cv. Nurina Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keselamatan Kerja
2.1.1 Pengertian Keselamatan Kerja
Megginson dan Mangkunegara (2004:61), keselamatan kerja didefinisikan
sebagai berikut “Keselamatan Kerja menunjukkan kondisi yang aman atau selamat
dari penderitaan kerusakan atau kerugian di tempat kerja”.
Keselamatan kerja adalah membuat kondisi kerja yang aman dengan
dilengkapi alat-alat pengaman, penerangan yang baik, menjaga lantai dan tangga
bebas dari air, minyak, nyamuk dan memelihara fasilitas air yang baik. Keselamatan
kerja menunjuk pada perlindungan kesejahteraan fisik dengan tujuan mencegah
terjadinya kecelakaan atau cedera terkait dengan pekerjaan (Malthis dan Jackson,
2002).
Keselamatan merupakan hirarki kebutuhan dari Maslow (Gibson, et. al.,
1994) yang mana apabila kebutuhan terpenuhi maka termotivasi untuk melakukan
pekerjaan sesuai harapan perusahaan.
2.1.2 Tujuan Keselamatan Kerja
Menurut Suma’mur (2007:2), tujuan dari keselamatan kerja adalah :
1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan
pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta
produktivitasnya.

2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.

Universitas Sumatera Utara

3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.
Secara umum, setiap pekerja konstruksi harus mematuhi dan menggunakan
peralatan perlindungan dalam bekerja sesuai dengan peraturan keselamatan dan
kesehatan kerja. Dalam hal ini pihak – pihak yang berkewajiban menambah klausal
tentang keselamatan dan kesehatan kerja dalam setiap kontrak kerja yang dibuatnya.
Untuk itu perlu dipertimbangkan dan mengimplementasikan program keselamatan
kerja (Ervianto, 2005 : 196) diantaranya sebagai berikut :
1. Komitmen pimpinan perusahaan untuk mengembangkan program yang
mudah dilaksanakan.
2. Kebijakan pimpinan tentang keselamatan dan kesehatan kerja.
3. Ketentuan penciptaan lingkungan kerja yang menjamin terciptanya
keselamatan dan kesehatan dalam bekerja.
4. Ketentuan pengawasan selam proyek berlangsung.
5. Pendelegasian wewenang yang cukup selama proyek berlangsung.
6. Ketentuan penyelenggaraan pelatihan dan pendidikan.
7. Melakukan penelusuran penyebab utama terjadinya kecelakaan kerja.

8. Mengukur kinerja program keselamatan dan kesehatan kerja, dan
9. Pendokumentasian yang memadai dan pencatatan kecelakaan kerja secara
kontinu.
Semua hal – hal ini dapat dijadikan bahan pertimbangan guna untuk
meminimalisir dan mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang juga dapat
mempengaruhi kinerja para pekerjanya.

Universitas Sumatera Utara

Kesuksesan keselamatan kerja konstruksi tak lepas dari peran berbagai pihak
yang terlibat, berinteraksi dan kerja sama. Masing – masing pihak mempunyai
tanggung jawab bersama yang saling mendukung untuk keberhasilan pelaksanaan
proyek konstruksi yang ditandai dengan evaluasi positif dari pelaksanaan keselamatan
dan kesehatan kerja.
2.1.3 Penyebab Keselamatan Kerja
Menurut Mangkunegara (2002 :17), indikator penyebab keselamatan kerja
adalah :
1. Keadaan tempat lingkungan kerja.
a. Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya yang
kurang diperhitungkan keamanannya.

b. Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak.
c. Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
2. Pemakaian peralatan kerja, yang meliputi:
a. Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.
b. Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik
Pengaturan penerangan.
2.1.4 Strategi Keselamatan Kerja
Dalam penerapan keselamatan kerja bidang konstruksi, diperlukan adanya
pendidikan dan pelatihan mengenai metode dan prosedur yang benar pemakaian
peralatan keselamatan kerja. Penyediaan peralatan kerja yang memenuhi persyaratan
atau dalam meletakkan tanda – tanda daerah bahaya bagi para pekerja juga

Universitas Sumatera Utara

merupakan salah satu penerapan keselamatan kerja. Adapun standar peralatan kerja
yang harus disiapkan oleh kontraktor dalam menjaga keselamatan, kesehatan, dan
keamanan kerja adalah:
1. Pakaian kerja
Tujuan pemakaian pakaian kerja adalah melindungi badan manusia
terhadap pengaruh – pengaruh yang kurang sehat atau dapat melukai

badan.
2. Sepatu kerja
Sepatu kerja (safety shoes) merupakan perlindungan terhadap kaki untuk
mengindari benda – benda tajam.
3. Helm
Digunakan untuk pelindung kepala dan sedauh menjadi keharusan bagi
para pekerja konstruksi untuk menggunakannya dengan benar sesuai
peraturan pemakaian yang dikeluarkan dari pabrik pembuatnya.
4. Sarung tangan
Tujuan dari penggunaan sarung tangan adalah untuk melindungi tangan
dari benda - benda tajam dan keras selama menjalankan kegiatan.
5. Masker
Pelindung pernapasan sangat diperlukan oleh para pekerja konstruksi
mengingat lokasi proyek yang sangat berbahaya bagi pernapasan.

Universitas Sumatera Utara

6. Kacamata kerja
Kacamata pengaman digunakan untuk perlindungan terhadap mata dari
debu kayu, batu atau serpihan besi yang bertebangan tertiup angin,

mengingat partikel – partikel debu yang terkadang tidak terlihat oleh mata.
7. Sabuk pengaman
Sudah selayaknya dalam pelaksanaan bangunan gedung bertingkat para
pekerjanya menggunakan sabuk pengaman.
8. P3K
Apabila terjadi kecelakaan kerja baik ringan ataupun berat pada pekerja
konstruksi, sudah seharusnya dilakukan pertolongan pertama di proyek.
Menurut Mangkuprawira (2007:133) strategi untuk program keselamatan
kerja dilakukan melalui pendekatan :
1. Pendekatan keorganisasian:
a. Merancang pekerjaan.
b. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan program.
c. Menggunakan komisi kesehatan dan keselamatan kerja.
d. Mengoordinasikan investigasi kecelakaan.
2. Pendekatan teknis:
a. Merancang kerja dan peralatan kerja.
b. Memeriksa peralatan kerja.
c. Menerapkan prinsip-prinsip ergonomi.

Universitas Sumatera Utara


3. Pendekatan individu:
a. Memperkuat sikap dan motivasi tentang kesehatan dan keselamatan kerja.
b. Menyediakan pelatihan kesehatan dan keselamatan kerja.
c. Memberikan penghargaan kepada karyawan dalam bentuk program
intensif.
Selain itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh semua unsur
konstruksi terutama dalam pekerjaan konstruksi, yaitu :
1. Lokasi pekerjaan, kebersihan tempat bekerja di lokasi pekerjaan ikut
menentukan produktivitas kerja para pekerja konstruksi. Secara rasional,
seseorang bekerja di lingkungan yang bersih tentu akan mendapatkan
kualitas kerja yang baik bila dibandingkan dengan tempat kerja yang kotor
dan acak – acakan. Selain tempat kerja, kebersihan alat – alat kerja juga
memberikan konstribusi yang cukup pada kualitas hasil kerja.
2. Bahaya merokok, untuk menghindari bahaya kebakaran, sebaiknya semua
pekerja konstruksi tidak merokok pada saat bekerja terutama di lokasi
yang mudah terbakar. (Ervianto, 2005 : 200)
Menurut Ramli (2010:33) kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi
ketika ada kontak antara manusia dengan alat, material, dan lingkungan dimana dia
berada. Kecelakaan dapat terjadi karena kondisi alat atau material yang kurang baik

atau berbahaya. Kecelakaan juga dapat dipicu oleh kondisi lingkungan kerja yang
tidak aman seperti ventilasi, penerangan, kebisingan, atau suhu yang tidak aman

Universitas Sumatera Utara

melampaui ambang batas. Disamping itu, kecelakaan juga dapat bersumber dari
manusia yang melakukan kegiatan di tempat kerja dan menangani alat atau material.
Menurut Suma’mur (2007:5) Kecelakaan adalah kejadian tak terduga dan
tidak diharapkan. Tak terduga karena dilatar belakangi pristiwa yang tidak terdapat
unsur kesengajaan. Kecelakaan kerja bukanlah hal yang diharapkan karena akan
mendatangkan kerugian material dan mendatangkan penderitaan yang paling ringan
dan paling berat kepada penderitanya.
Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan
perusahaan. Hubungan kerja disini dapat berarti, bahwa kecelakaan terjadi
dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melakukan pekerjaan. Maka dalam hal
ini terdapat dua masalah penting, yaitu :
1. Kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan.
2. Kecelakaan terjadi pada suatu pekerjaan yang sedang dilakukan.
Kecelakaan dan sakit ditempat kerja membunuh dan memakan lebih banyak
korban jika dibandingkan dengan perang dunia. Kecelakaan kerja tidak harus dilihat

sebagai takdir, karena kecelakaan itu tidaklah terjadi begitu saja. Kecelakaan pasti
ada penyebabnya, kelalaian perusahaan yang semata-mata memusatkan diri pada
keuntungan dan kegagalan pemerintah untuk meratifikasi konvensi keselamatan
internasional atau melakukan pemeriksaan buruh, merupakan dua penyebab besar
kematian terhadap pekerja.
Proses penerapan terhadap penyebab yang menimbulkan kecelakaan
merupakan suatu sistem kerja dimana manusianya sendiri dianggap sebagai salah satu

Universitas Sumatera Utara

penyebab kecelakaan, misalnya karena kurang hati-hati, keteledoran, kurang
pengetahuan, kurang pengalaman, kurang latihan, pengawasan yang kurang, dan
faktor lainnya yang berhubungan erat dengan sistem kerja.
Menurut Fathoni (2006:158) fakor penyebab kecelakaan dapat dilihat dari
dimensi pokok, yaitu :
1. Berkaitan dengan system kerja yang merupakan penyebab utama dari
kebanyakan kecelakaan yang terjadi pada suatu organisasi baik dikantor
maupun dipabrik atau di tempat kerja lainnya.
2. Berkaitan dengan pekerjaannya selaku manusia biasa, yang dalam hal
akibat sistem kerja, tetapi bisa juga terjadi kelalaian dari manusianya

selaku pekerja.
Sistem kerja yang merupakan faktor penyebab suatu kecelakaan karena
akibat:
1. Tempat yang tidak baik.
2. Alat atau mesin yang tidak punya sistem pengamanan yang sempurna.
3. Pembuatan alat atau mesin yang tidak aman.
4. Kerusakan tempat kerja, (pabrik), bahan-bahan, kondisi kerja yang kurang
tepat.
5. Kondisi kebersihan yang kurang baik, kemacetan dan pengaturan
pembuangan kotoran yang kurang lancar, fasilitas penyimpanan yang
kurang baik, dan tempat kerja yang sangat kotor.
6. Kondisi penerangan yang kurang mendukung, gelap atau silau.

Universitas Sumatera Utara

7. Saluran udara atau pembuangan asap yang kurang baik dan kondisi
ruangan yang sangat pengap.
8. Fasilitas pengamanan pakaian atau peralatan lainnya yang kurang
mendukung terhdap pengamanan kerja.
Menurut Suardi (2005 :8) faktor penyebab kecelakaan kerja yaitu :

1. Fakor fisik, yang meliputi penerangan, suhu udara, kelembaban, cepat
rambat udara, suara, vibrasi mekanis, radiasi, tekanan udara, dan lain-lain.
2. Faktor kimia, yaitu berupa gas, uap, debu, kabut, asap, awan, cairan, dan
benda-benda padat.
3. Faktor biologi, baik dari golongan hewan maupun dari tumbuh-tumbuhan.
4. Faktor fisiologis, seperti kontruksi mesin, sikap, dan cara kerja.
5. Faktor mental-psikologis, yaitu susunan kerja, hubungan diantara pekerja
atau dengan pengusaha, pemelihara kerja, dan sebagainya.
Menurut Suma’mur (2007: 11) kecelakaan kerja dapat dicegah dengan :
1. Peraturan perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan
mengenai kondisi-kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, kontruksi,
perawatan, dan pemeliharaan, pengawasan, pengujian, dan cara kerja,
peralatan industri, tugas-tugas pengusaha dan buruh, supervisi medis, dan
pemeriksaan kesehatan.
2. Standarisasi, yaitu penetapan standar-standar resmi, setengah resmi atau
tak resmi mengenai syarat-syarat keselamatan, jenis-jenis peralatan,
praktek-praktek keselamatan dan alat-alat perlindungan diri.

Universitas Sumatera Utara


3. Pengawasan, yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan-ketentuan
perundang-undangan yang diwajibkan.
4. Penelitian bersifat teknik, yang meliputi sifat dan ciri-ciri bahan yang
berbahaya, penyelidikan tentang pagar pengaman, pengujian alat-alat
perlindungan diri, penelitian tentang pencegahan peledakan gas dan debu,
atau penelaahan tentang bahan-bahan dan desain yang paling tepat untuk
tambang-tambang pengangkat dan peralatan pengangkat lainnya.
5. Riset medis, yang meliputi penelitian tentang efek-efek psikologis dan
patologis, faktor-faktor lingkungan dan teknologis dan keadaan-keadaan
fisik yang mengakibatkan kecelakaan.
6. Penelitian psikologis, yaitu penyelidikan tentang pola-pola kejiwaan yang
menyebabkan terjadinya kecelakaan.
7. Penelitian secara statistik, untuk menetapkan jenis-jenis kecelakaan yang
terjadi, banyaknya, mengenai siapa saja, dalam pekerjaan apa, dan apa
sebab-sebabnya.
8. Pendidikan, yang menyangkut pendidikan keselamatan dalam kurikulum
teknik.
9. Latihan-latihan, yaitu latihan praktek bagi tenaga kerja, khususnya tenaga
kerja yang baru, dan keselamatan kerja.
10. Penggairahan, yaitu penggunaan aneka cara penyuluhan atau pendekatan
lain untuk menimbulkan sikap untuk selamat.

Universitas Sumatera Utara

11. Asuransi, yaitu insentif financial untuk meningkatkan pencegahan
kecelakaan misalnya dalam bentuk pengurangan premi yang dibayarkan
oleh perusahaan, jika tindakan-tindakan keselamatan sangat baik.
12. Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan, yang merupakan ukuran
utama efektif tidaknya penerapan keselamatan kerja. Pada perusahaanlah
kecelakaan-kecelakaan terjadi, sedangkan pola-pola kecelakaan pada suatu
perusahaan sangat tergantung kepada tingkat kesadaran akan keselamatan
kerja oleh semua pihak yang bersangkutan.
Menurut Mangkuprawira (2007: 133) kecelakaan kerja dapat dikurangi atau
dikurangi melalui :
1. Telaah personal.
Telaah personal dimaksudkan untuk menentukan karakteristik karyawan
tertentu yang diperkirakan potensial berhubungan dengan kejadian
keselamatan kerja:
a. Faktor usia : apakah karyawan yang berusia lebih tua cenderung lebih
aman dibandingkan yang lebih muda atau sebaliknya.
b. Ciri-ciri fisik karyawan, seperti potensi pendengaran dan penglihatan
cenderung berhubungan dengan derajat kecelakaan karyawan yang
kritis.
c. Tingkat pengetahuan dan kesadaran karyawan tentang pentingnya
pencegahan dan penyelamatan dari kecelakaan kerja. Dengan
mengetahui ciri-ciri personal itu maka perusahaan dapat memprediksi

Universitas Sumatera Utara

siapa saja karyawan yang potensial mengalami kecelakaan kerja. Lalu,
sejak dini perusahaan dapat menyiapkan upaya-upaya pencegahannya.
2. Program keselamatan kerja.
Program keselamatan kerja bagi karyawan biasa dilakukan oleh
perusahaan. Fokus pelatihan umunya pada segi-segi bahaya atau resiko
pekerjaannya, aturan dan peraturan keselamatan kerja serta perilaku kerja
yang aman dan berbahaya.
3. Sistem intensif.
Insentif yang diberikan kepada karyawan dapat berupa uang dan bahkan
karir. Dalam bentuk uang dapat dilakukan melalui kompetisi antar unit
tentang keselamatan kerja. Paling rendah dalam kurun waktu, misalnya
selama enam bulan sekali siapa karyawan yang mampu menekan
kecelakaan kerja sampai titik terendah akan diberikan penghargaan.
Bentuk lainnya adalah berupa peluang karir bagi para karyawan yang
mampu menekan kecelakaan kerja bagi dirinya atau bagi kelompok
karyawan di unitnya.
4. Peraturan keselamatan kerja.
Perusahaan perlu memiliki semacam panduan yang berisi peraturan dan
aturan yang menyangkut apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh
karyawan di tempat kerja. Isinya harus spesifik yang memberi petunjuk
bagaimana suatu pekerjaan dilakukan dengan hati-hati untuk mencapai
keselamatan kerja maksimum. Sekaligus dijelaskan beberapa kelalaian

Universitas Sumatera Utara

kerja yang dapat menimbulkan bahaya individu dan kelompok karyawan
serta tempat kerja. Dalam pelaksanaannya perlu dilakukan melalui
pemantauan, penumbuhan kedisiplinan, dan tindakan tegas kepada
karyawan yang cendrung melakukan kelalaian berulang-ulang.
2.2 Kesehatan Kerja
2.2.1 Pengertian Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja adalah kondisi bebas dari gangguan fisik, mental, emosi atau
rasa sakit yang disebabkan lingkungan kerja (Mangkunegara, 2001).
Menurut Sastradipoera (2002:10) kesehatan kerja adalah spesialisasi
transdisipliner antara ilmu manajemen (khususnya manajemen personalia) dan ilmu
dari praktek kesehatan atau kedokteran.
Kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar
masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik jasmani,
rohani, maupun sosial, dengan usaha pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit
atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja
maupun penyakit umum.
Menurut Justine (2006:266) kesehatan kerja terbagi dua yaitu:
1. Kesehatan fisik, meliputi :
1. Pemeriksaan kesehatan pada waktu karyawan pertama kali
diterima kerja.
2. Pemeriksaan kesehatan para karyawan kunci secara periodik.

Universitas Sumatera Utara

3. Pemeriksaan kesehatan secara suka rela untuk semua karyawan
secara periodik.
4. Tersedianya peralatan dan staf medis yang cukup.
5. Pemberian perhatian yang sistematis dan preventif terhadap
masalah ketegangan industri.
2. Kesehatan mental, meliputi :
1. Tersedianya psychiatrist untuk konsultan.
2. Kerjasama dengan psychiatrist di luar perusahaan atau yang ada di
lembaga-lembaga konsultan.
3. Mendidik para karyawan perusahaan tentang arti pentingnya
kesehatan mental.
4. Mengembangkan dan memelihara program-program human relation
yang baik.
2.2.2 Tujuan Kesehatan Kerja
Menurut Sastradipoera (2002: 10 ) tujuan umum kesehatan kerja adalah agar
karyawan memperoleh derajat kesehatan fisik, mental, dan sosial yang setinggitingginya baik dengan cara preventif maupun kuratif terhadap terhadap setiap
gangguan kesehatan yang disebabkan oleh faktor-faktor pekerjaan, lingkungan kerja,
dan penyakit-penyakit umum. Segala upaya tersebut mengharapkan agar karyawan
akan dapat mencapai produksi optimum dengan perlindungan yang memadai.

Universitas Sumatera Utara

2.3 Keamanan Kerja
2.3.1 Pengertian Keamanan Kerja
Menurut Mathis dan Jackson (2002:245), keamanan adalah perlindungan
terhadap fasilitas pengusaha dan peralatan yang ada dari akses-akses yang tidak sah
dan untuk melindungi karyawan ketika sedang bekerja atau sedang melaksanakan
penugasan pekerjaan.
Keamanan kerja adalah unsur-unsur penunjang yang mendukung terciptanya
suasana kerja yang aman, baik berupa materil maupun nonmateril.
2.3.2 Tujuan Keamanan Kerja
Keamanan kerja bertujuan untuk menjamin kesempurnaan atau kesehatan
jasmani dan rohani tenaga kerja serta hasil karya dan budayanya.
2.3.3 Strategi Keamanan Kerja
Strategi keamanan kerja dibentuk oleh:
1. Buku petunjuk penggunaan alat
2. Rambu-rambu dan isyarat bahaya.
3. Himbauan-himbauan
4. Petugas keamanan
2.3.4 Prosedur Keamanan Kerja
Prosedur yang berkaitan dengan keamanan (SOP, Standards Operation
Procedure) wajib dilakukan. Prosedur itu antara lain adalah penggunaan peralatan
kesalamatan kerja. Fungsi utama dari peralatan keselamatan kerja adalah melindungi
dari bahaya kecelakaan kerja dan mencegah akibat lebih lanjut dari kecelakaan kerja.

Universitas Sumatera Utara

Pedoman dari ILO (International Labour Organization) menerangkan bahwa
keamanan kerja sangat penting untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja.
Pedoman itu antara lain:
1. Melindungi pekerja dari setiap kecelakaan kerja yang mungkin timbul dari
pekerjaan dan lingkungan kerja.
2. Membantu pekerja menyesuaikan diri dengan pekerjaannya
3. Memelihara atau memperbaiki keadaan fisik, mental, maupun sosial para
pekerja.
Pentingnya suatu hal dalam perusahaan terutama dalam hal keselamatan
kesehatan, dan keamanan kerja karyawannya. Oleh karena itu betapa pentingnya
peraturan atau undang-undang mengenai keselamatan, kesehatan, dan keamanan
kerja. Undang-undang yang mengatur tentang keselamatan, kesehatan, dan keamanan
kerja diantaranya yaitu :
Undang-undang nomor 1 tahun 1970 dalam pasal 3 ayat 1 yaitu :
1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.
2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.
3. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan.
4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu
kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya.
5. Memberi pertolongan pada kecelakaan.
6. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja.

Universitas Sumatera Utara

7. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca,
sinar radiasi, suara dan getaran.
8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja
baik fisik maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan.
9. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.
10. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik.
11. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.
12. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.
13. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan,
cara dan proses kerjanya.
14. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang,
tanaman atau barang.
15. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.
16. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat,
perlakuan dan penyimpanan barang.
17. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya.
18. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan
yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Kesehatan, keselamatan, dan
keamanan kerja adalah upaya perlindungan bagi tenaga kerja agar selalu dalam
keadaan selamat, sehat, dan aman selama bekerja di tempat kerja. Tempat kerja

Universitas Sumatera Utara

adalah ruang tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, atau sering dimasuki tenaga
kerja untuk keperluan usaha dan tempat terdapatnya sumber-sumber bahaya.
2.4 Kinerja
2.4.1 Pengertian Kinerja
Menurut Moeheriono (2009 : 61) kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai
oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi baik secara kuantitatif
maupun kualitatif, sesuai dengan kewenangan dan tugas tanggung jawab masingmasing, dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak
melanggar hukum dan sesuai dengan moral ataupun etika.
Menurut Yuli (2005:89), kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Menurut Hasibuan (2005:94), kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai
seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang atas
kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu.
Menurut Mathis dan Jackson (2002:78), kinerja mempengaruhi seberapa
banyak mereka memberikan kontribusi kepada perusahaan yang antara lain termasuk:
1. Kuantitas kerja : volume kerja yang dihasilkan diatas kondisi normal.
2. Kualitas kerja : kerapian, ketelitian, dan keterkaitan hasil dengan tidak
mengabaikan volume pekerjaan.
3. Pemanfaatan waktu : penggunaan masa kerja yang disesuaikan dengan
kebijaksanaan perusahaan.

Universitas Sumatera Utara

4. Kerjasama : kemampuan menangani hubungan dalam kerja.
2.4.2 Penilaian Kinerja Karyawan
Menurut Dessler (2006:322) penilaian kinerja berarti mengevaluasi kinerja
karyawan saat ini dan di masa lalu relatif terhadap standar kinerja. Saat penilaian
kinerja biasanya terlintas alat penilaian khusus seperti formulir penilaian pengajaran.
Penilaian kinerja juga selalu mengasumsikan bahwa karyawan memahami apa standar
kinerja

mereka

dan

penyelia

juga

memberikan

karyawan

umpan

balik,

pengembangan, dan insentif yang diperlukan untuk membantu orang yang
bersangkutan menghilangkan kinerja yang kurang baik atau melanjutkan kinerja yang
baik.
Menurut Dessler (2006:327) proses penilaian kinerja melalui beberapa
tahapan sebagai berikut :
1. Pendefenisian pekerjaan berarti memastikan bahwa anda dan bawahan
anda setuju dengan kewajiban dan standar pekerjaannya.
2. Penilaian kinerja membandingkan kinerja sesungguhnya dari bawahan
anda dengan standar yang telah ditetapkan, ini biasanya melibatkan
beberapa jenis formulir peringkat.
3. Penilaian kinerja biasanya membutuhkan sesi umpan balik.
Menurut Moeheriono (2009 : 106), ada empat aspek penilaian kinerja yaitu :
1.

Hasil kerja, yaitu keberhasilan pegawai dalam pelaksanaan kerja (output)
biasanya terukur, seberapa besar yang telah dihasilkan, berapa jumlahnya

Universitas Sumatera Utara

dan berapa besar kenaikannya, misalkan, omset pemasaran, jumlah
keuntungan dan total perputaran asset, dan lain-lain.
2.

Perilaku, yaitu aspek tindak tanduk pegawai dalam melaksanakan
pekerjaan, pelayanan, kesopanan, sikap, dan perilakunya, baik terhadap
sesama pegawai maupun kepada pelanggan.

3.

Atribut dan kompetensi, yaitu kemahiran dan penguasaan pegawai sesuai
tuntutan jabatan, pengetahuan, ketrampilan dan keahliannya, seperti
kepemimpinan, inisiatif dan komitmen.

4.

Komparatif, yaitu membandingkan hasil kinerja pegawai dengan pegawai
lainnya yang selevel dengan yang bersangkutan, misalnya sesama sales
berapa besar omset penjualannya selama satu bulan.

Selain itu beberapa prinsip penilaian kinerja diantaranya :
1.

Relevance, yaitu harus ada kesesuaian faktor penilaian dengan tujuan
sistem penilaian.

2.

Acceptability, yaitu dapat diterima atau disepakati pegawai.

3.

Realibility, yaitu faktor penilaian harus dapat dipercaya dan diukur
pegawai secara nyata.

4.

Sensitivity, yaitu dapat membedakan kinerja yang baik atau yang buruk.

5.

Practicality, yaitu mudah dipahami dan dapat diterapkan secara praktis.

Universitas Sumatera Utara

2.4.3 Tujuan Penilaian Kinerja
Menurut Dessler (2006 : 325 ) penilaian kinerja dilakukan untuk :
1.

Evaluasi hasil setelah melakukan pelatihan
Penilaian harus memberikan peran yang terintegrasi dalam proses
manajemen kinerja pengusaha, penilaian kinerja memberikan manfaat
setelah melakukan pelatihan.

2.

Perencanaan perbaikan jika tujuan belum tercapai
Penilaian memungkinkan atasan dan bawahan menyusun sebuah
rencana untuk mengoreksi semua kekurangan yang ditemukan dalam
penilaian dan untuk menegaskan hal-hal yang telah dilakukan dengan
benar oleh bawahan.

3.

Penunjang perencanaan karir
Penilaian harus melayani tujuan perencanaan karir dengan memberikan
kesempatan meninjau rencana karir pegawai dengan memperhatikan
kekuatan dan kelemahannya secara spesifik.

2.4.4 Metode Penilaian Kinerja
Menurut Moeheriono (2009:108) beberapa metode penilaian kinerja yang
dapat diterapkan adalah :
1.

Metode skala peringkat (Rating scale)
Sistem ini terdiri atas dua bagian yaitu bagian suatu daftar karakteristik dan
bidang, ataupun perilaku yang akan dinilai dan bagian skala. Kekuatan sistem
ini adalah dapat diselesaikan dengan cepat dan dengan upaya sesering

Universitas Sumatera Utara

mungkin. Kelemahan dari sistem ini adalah subjektif karena kriteria penilaian
yang digunakan amat samar dan kurang tepat, khususnya pada skala yang
digunakan.
2.

Metode daftar pertanyaan (Checklist)
Hasil metode ini adalah bobot nilai pada lembar Checklist, tetapi checklist
dapat dijadikan sebagai gambaran hasil kerja pegawai yang akurat.
Keuntungannya adalah biaya yang murah, pengurusannya mudah, penilai
hanya membutuhkan waktu pelatihan yang sederhana dan distandarisasi.
Kelemahannya

terletak

pada

penyimpangan

penilai

yang

lebih

mengedepankan kriteria pribadi pegawai dalam menentukan kriteria hasil
kerja, kesalahan menafsir materi-materi checklist, dan penentuan bobot nilai
tidak seharusnya dilakukan oleh departemen Sumber Daya Manusia.
3.

Metode pilihan terarah (Forced Choice Method)
Sistem ini menggunakan evaluasi dalam lima skala yaitu, berkinerja sangat
tinggi, berkinerja rata-rata tinggi, berkinerja rata-rata, berkinerja rata-rata
rendah, dan berkinerja sangat rendah.

Kekuatan sistem ini adalah dapat

mengidentifikasikan pegawai yang memiliki prestasi tinggi dan luar biasa
serta dapat mengurangi penyimpangan penilaian. Kelemahannya adalah tidak
realistis mendorong pimpinan yang memiliki hanya empat atau lima pegawai
untuk mendistribusikannya ke lima level.

Universitas Sumatera Utara

4.

Metode peristiwa kritis (Critical Incident Method)
Pada sistem ini dilaksanakan dengan membuat catatan-catatan contoh yang
luar biasa baik atau tidak diinginkan dari perilaku yang berhubungan dengan
kerja seorang pegawai dan meninjaunya bersama pegawai lain pada waktu
yang telah ditentukan sebelumnya. Keuntungan metode ini adalah menyajikan
fakta-fakta keras yang spesifik untuk menjelaskan evaluasi dan memastikan
bahwa pimpinan berfikir tentang evaluasi, serta mengidentifikasikan contohcontoh khusus tentang kinerja yang baik dan jelek dan merencanakan
perbaikan terhadap kemerosotan. Kelemahannya adalah sulit untuk menilai
atau memeringkatkan pegawai yang berhubungan dengan satu sama lain.

2.5 Penelitian Terdahulu
Andi Wijayanto (2012) Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja terhadap
Prestasi Kerja Karyawan pada PT. PLN (PERSERO) APJ Semarang. Penelitian ini
bertujuan untuk membuktikan pengaruh keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
terhadap prestasi kerja karyawan yang dimediasi variabel motivasi kerja. Berdasarkan
hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa keselamatan kerja dan kesejahteraan
(K3) berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan yang dimediasi oleh variabel
motivasi kerja. PT. PLN (Persero) APJ Semarang seharusnya untuk meningkatkan K3
bagi karyawan agar motivasi kerja mereka menjadi lebih tinggi, sehingga mereka
dapat memberikan performa yang maksimal.

Universitas Sumatera Utara

Tarry Sulistiya Ningrum (2013) Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan pada

PT. PELABUHAN INDONESIA I Cabang

DUMAI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Keselamatan, dan
Kesehatan Kerja terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Pelabuhan Indonesia I Cabang
Dumai. . Metode analisis data menggunakan metode deskriptif dan metode kuantitatif
yaitu analisis Regresi Linear Berganda dengan tingkat signifikan 0,05. Hasil uji F
variabel bebas (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) secara bersama-sama memiliki
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap variabel terikat (Kinerja Karyawan),
Berdasarkan uji t bahwa variabel kesehatan yang paling dominan berpengaruh
terhadap kinerja karyawan. Pada pengujian koefisien determinasi (R2) menunjukkan
bahwa hubungan antara variabel keselamatan dan kesehatan kerja terhadap kinerja
karyawan mempunyai hubungan yang erat.
2.6 Kerangka Konseptual
Keselamatan menurut Suma’mur (2007: 1) adalah keselamatan yang
bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya,
landasan kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan
kerja adalah tugas semua orang yang bekerja.
Kesehatan kerja menunjukkan kondisi yang bebas dari gangguan fisik,
mental, emosi atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Risiko
kesehatan merupakan faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang dapat membuat
stress emosi atau gangguan fisik berupa kegiatan yang menjamin terciptanya kondisi
kerja yang aman, terhindar dari gangguan fisik dan mental melalui pembinaan

Universitas Sumatera Utara

pelatihan, pengarahan, dan kontrol terhadap pelaksanaan tugas dari para karyawan
dan pemberian bantuan sesuai dengan aturan yang berlaku, baik dari lembaga
pemerintah maupun perusahaan dimana mereka bekerja. Menurut Leon dan Mathis
(dalam Yuli, 2005:211).
Menurut Mathis dan Jackson (2002:245), keamanan adalah perlindungan
terhadap fasilitas pengusaha dan peralatan yang ada dari akses-akses yang tidak sah
dan untuk melindungi karyawan ketika sedang bekerja atau sedang melaksanakan
penugasan pekerjaan.
Menurut Mathis dan Jackson (2002:78), kinerja mempengaruhi seberapa
banyak mereka memberikan kontribusi kepada perusahaan yang antara lain termasuk:
1. Kuantitas kerja : volume kerja yang dihasilkan diatas kondisi normal.
2. Kualitas kerja : kerapian, ketelitian, dan keterkaitan hasil dengan tidak
mengabaikan volume pekerjaan.
3. Pemanfaatan waktu: penggunaan masa kerja yang disesuaikan dengan
kebijaksanaan perusahaan.
4. Kerjasama : kemampuan menangani hubungan dalam kerja.
Program Keselamatan, Kesehatan, dan Keamanan kerja (K3) yang diberikan
kepada karyawan diharapkan perusahaan dapat berdampak positif terhadap kemajuan
kinerja karyawan. Sedangkan pengawasan program keselamatan, kesehatan, dan
keamanan kerja yang ada diperusahaan mempengaruhi pola kinerja para pegawainya,
karena pengawasan terlaksananya program keselamatan, kesehatan, dan keamanan
kerja yang telah direncanakan oleh perusahaan dapat berjalan sesuai dengan

Universitas Sumatera Utara

keinginan perusahaan dalam hal ini juga mempengaruhi pencapaian tujuan
perusahaan terutama kinerja perusahaan yang sangat terkait terhadap keberlanjutan
perusahaan kedepannya. Kinerja yang menjadi acuan akhir dalam pelaksanaan
pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan dalam sebuah perusahaan.
Berdasarkan teori-teori dan penjelasan yang telah dituliskan sebelumnya,
penelitian ini membahas mengenai pengaruh Keselamatan, Kesehatan, dan Keamanan
Kerja (K3) terhadap kinerja karyawan pada CV. Nurina di Medan. Melihat teori dan
penjelasan tersebut, maka dibentuklah kerangka konseptual yang menunjukkan
gambaran hubungan antara variabel keselamatan kerja (X1), kesehatan kerja (X2),
dan keamanan kerja (X3) terhadap kinerja karyawan (Y), disajikan pada Gambar 2.1

Keselamatan Kerja
(X1)

Kesehatan Kerja (X2)

Kinerja
Karyawan
(Y)

Keamanan Kerja (X3)
Sumber: Suma’mur (2007: 1), Leon dan Mathis (dalam yuli 2005:211), Robert
L. Mathis dan John H. Jackson (2002:245), dan Mathis dan Jackson
(2002 : 78)
Gambar 2.1: Kerangka Konseptual

Universitas Sumatera Utara

2.7 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah yang ditetapkan dirumuskan hipotesis
sebagai berikut “Keselamatan, Kesehatan, dan Keamanan Kerja berpengaruh positif
dan signifikan terhadap Kinerja Karyawan Pada CV. Nurina Medan”

Universitas Sumatera Utara