Evaluasi Program Pelayanan Sosial Terhadap Korban Penyalahgunaan Narkoba di LKS Yayasan Nazar Medan Pusat Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan Narkoba Napza

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.4

Evaluasi

2.1.1 Pengertian Evaluasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, evaluasi mempunyai arti penilaian,
Penilaian berarti nilai atau penentuan manfaat dari pada suatu kegiatan. Layaknya
sebuah penilaian yang dipahami secara umum, penilaian itu diberikan dari orang
yang lebih tinggi atau yang lebih tahu kepada orang yang lebih rendah, baik dari
jabatan strukturalnya atau orang yang lebih rendah keahliannya. Dalam praktek dunia
kerja, evaluasi ini kerap dilakukan untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan dari
sebuah keputusan yang ditetapkan dan dijalankan.
Evaluasi adalah suatu upaya untuk mengukur secara objektif terhadap
pencapaian hasil yang telah dirancang dari suatu aktifitas atau program yang telah
dilaksanakan sebelumnya, yang mana hasil penilaian yang dilakukan menjadi umpan
balik bagi aktifitas perencanaan baru yang akan dilakukan berkenaan dengan aktifitas
yang sama dimasa depan (Yusuf dalam Siagian dan Agus,2010:171).
Evaluasi adalah langkah awal dalam supervisi, yaitu mengumpulkan data

yang tepat agar dapat dilanjutkan dengan pemberian pembinaan yang tepat pula.
Evaluasi sangat penting dan bermanfaat terutama bagi pengambil keputusan akan
menentukan tindak lanjut dari program yang sedang atau telah dilaksanakan
(http://www.penelitian/mevaluasiprogram //pengembarailmu/htm diakses tanggal 29
Desember 2015 pukul 20.38 wib).

12
Universitas Sumatera Utara

Evaluasi dapat diartikan sebagai proses untuk menyediakan informasi tentang
sejauh mana suatu kegiatan tertentu yang telah dicapai dan untuk mengetahui apakah
ada selisih diantara keduanya, serta bagaimana manfaat yang telah dikerjakan itu bila
dibandingkan

dengan

harapan-harapan

yang


(http://www.pengertian/ahli.com/pengertian-evaluasi.htm

ingin
diakses

diperoleh
tanggal

29

Desember 2015 pukul 20.25 wib).
Dari rumusan pengertian evaluasi yang dikemukakan diatas maka dapat
diartikan bahwa evaluasi adalah sebagai suatu proses penilaian. Penilaian ini bisa
menjadi netral, postif atau negatif atau merupakan gabungan dari keduanya. Saat
sesuatu dievaluasi biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang
nilai atau manfaatnya. Dimana hasil dari penilaian yang dilakukan akan menjadi
suatu umpan balik untuk perencanaan baru yang akan dilaksanakan.

2.1.2 Fungsi Evaluasi
Evaluasi memenuhi sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan antara

lain :
1. Evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja
kebijakan yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah dapat dicapai
melalui tindakan publik. Dalam hal ini, evaluasi mengungkapkan seberapa jauh
tujuan-tujuan tertentu dan target tertentu telah dicapai.
2. Evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang
mendasari pemilihan tujuan dan target. Nilai diperjelas dengan mendefenisikan
dan mengoperasikan tujuan dan target.
3. Evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis kebijakan
lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi. Informasi tentang tidak
13
Universitas Sumatera Utara

memadainya kinerja kebijakan dapat memberi sumbangan pada perumusan ulang
masalah kebijakan. Evaluasi dapat pula menyumbangkan pada definisi alternatif
kebijakan yang baru atau revisi kebijakan dengan menunjukkan bahwa alternatif
kebijakan yang diunggulkan sebelumnya perlu dihapus dan diganti dengan yang
lain (Dunn,1999 :609).
Keberhasilan program itu sendiri dapat dilihat dari dampak atau hasil yang
dicapai oleh program tersebut. Beberapa istilah yang serupa dengan evaluasi itu,

yang intinya masih mencakup evaluasi, yaitu di antaranya :
1. Measurement,

pengukuran

diartikan

sebagai

proses

kegiatan

untuk

menentukan luas dan kuantitas sesuatu untuk mendapatkan informasi atau
data berupa skor mengenai prestasi yang telah dicapai siswa pada periode
tertentu dengan menggunakan berbagai teknik dan alat ukur yang relevan.
2. Tes, secara harfiah diartikan suatu alat ukur berupa sederetan pertanyaan atau
latihan yang digunakan untuk mengukur kemampuan, tingkah laku, potensi

prestasi sebagai hasil pembelajaran.
3. Assessment, suatu proses pengumpulan data dan pengolahan data tersebut
menjadi suatu bentuk yang dapat dijelaskan. ( Dunn dalam Suharto 2008 : 8).

2.1.3 Proses Evaluasi
Pelaksanaan evaluasi terdiri dari dua tahap :
1. Pra Kegiatan
Dalam pra kegiatan, evaluasi dilakukan baik oleh individu maupun
kelompok, penting untuk mengetahui atau menyelidiki perubahanperubahan, kebijaksanaan-kebijaksanaan dan arah prioritas sebelum saat

14
Universitas Sumatera Utara

itu dan dimasa mendatang untuk mengetahui apakah program yang sedang
dievaluasi tersebut masih relevan dan diperlukan.
2.

Kegiatan Evaluasi
Dalam melakukan kegiatan proses evaluasi ada beberapa etik birokrasi
yang perlu diperhatikan oleh pihak-pihak yang erat hubungannya

dengan tugas-tugas evaluasi diantaranya adalah :
a. Semua tugas dan tanggung jawab pemberi tugas dan pemberi tugas
harus jelas.
b. Pengertian dan konotasi yang tersirat dalam evaluasi yaitu mencari
kesalahan harus dihindari.
c. Kegiatan evaluasi dimaksudkan disini adalah membandingkan
rencana dengan pelaksanaan dengan melakukan pengukuranpengukuran kwantitatif/kualitatif totalitas program secara teknis.
d. Team yang melakukan evaluasi adalah pemberi saran/nasehat kepada
manajemen, sedangkan pendayagunaan saran/nasehat tersebut serta
pembuat keputusan atas dasar nasehat/saran – saran tersebut berada
ditangan manajemen program.
e. Dalam proses pengambilan keputusan yang telah didasarkan atas
data/penemuan teknis perlu dikonsultasikan sebaik mungkin karena
menyangkut kelanjutan program.
f. Hendaknya hubungan dan proses selalu didasari oleh suasana
konstruktif dan objektif serta menghindari analisa – analisa subyektif
(Firman, 1990 : 59).

15
Universitas Sumatera Utara


2.1.4 Jenis Evaluasi
Menurut kelman (1987) terdapat 4 jenis evaluasi sejalan dengan tujuan yang
ingin dicapai, yang dapat dicapai, yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Evaluasi kecocokan menguji dan mengevaluasi hasil kebijakan yang sedang
dilakukan apakah layak untuk diteruskan dan bagaimana prospek kebijakan
alternatif yang dibutuhkan untuk mengganti kebijakan ini? Elemen yang penting
pada jenis evaluasi ini adalah mengkaji aktor pelaksana kebijakan antara
pemerintah dan sektor privat.
2. Evaluasi efektifitas menguji dan menilai apakah tindakan kebijakan (program)
yang dilakukan menghasilkan dampak yang sesuai dengan tujuan yang diinginkan,
dan apakah yang diraih dapat terwujud, apakah biaya dan manfaatnya sebanding.
3. Evaluasi efisiensi, dengan menggunakan criteria ekonomis dengan melakukan
perbandingan antara input yang dipergunakan dengan output yang dihasilkan,
apakah sumberdaya yang digunakan berjalan secara efesien dan mampu mencapai
hasil yang optimal.
4. Meta evaluasi, menguji dan menilai proses evaluasi itu sendiri, dengan menguji
apakah evaluasi yang dilakukan oleh lembaga yang berkompeten dan bekerja
secara professional dan obyektif, apakah evaluasi dilakukan bersifat terhadap nilai
sosial yang dianut oleh masyarakat pada kelompok sasaran, dan apakah evaluasi

tersebut menghasilkan laporan pada agenda kebijakan yang akan datang
(Tangkilisan, 2003:27).

16
Universitas Sumatera Utara

2.2

Evaluasi Program
Evaluasi program adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan

sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan program. Ada beberapa pengertian
tentang program sendiri. Dalam kamus (a) program adalah rencana, (b) program
adalah kegiatan yang dilakukan dengan seksama. Melakukan evaluasi program
adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat
keberhasilan dari kegiatan yang direncanakan (Suharsimi Arikunto, 1993: 297).
Menurut Cronbach dan Stufflebeam dalam Suharsimi Arikunto dan Cepi
Safruddin Abdul Jabar (2009:5), “Evaluasi program adalah upaya menyediakan
informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan”. Dari pendapat di atas,
dapat disimpulkan bahwa “Evaluasi program merupakan proses pengumpulan data

atau informasi yang ilmiah yang hasilnya dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif kebijakan”.
Menurut Endang Mulyatiningsih, evaluasi program dilakukan dengan tujuan
untuk :
a. Menunjukkan sumbangan program terhadap pencapaian tujuan organisasi.
Hasil evaluasi ini penting untuk mengembangkan program yang sama
ditempat lain.
b. Mengambil keputusan tentang keberlanjutan sebuah program, apakah
program perlu diteruskan, diperbaiki atau dihentikan.
Dilihat dari tujuannya, yaitu ingin mengetahui kondisi sesuatu, maka evaluasi
program dapat dikatakan merupakan salah satu bentuk penelitian evaluatif. Oleh
karena itu, dalam evaluasi program, pelaksanaan berfikir dan menentukan langkah
bagaimana melaksanakan penelitian. Evaluasi program merupakan suatu langkah,
yaitu awal dalam supervisi, yaitu mengumpulkan data yang tepat agar dapat
17
Universitas Sumatera Utara

dilanjutkan dengan pemberian-pemberian yang tepat pula. Jika ditinjau dari aspek
tingkat pelaksanaannya, secara umum evaluasi terhadap suatu program dapat
dikelompokkan kedalam tiga jenis yaitu :

1. Penilaian atas perencanaan, yaitu mencoba memilih dan menetapkan prioritas
terhadap berbagai alternatif dan kemungkinan atas cara mencapai tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya.
2. Penilaian atas pelaksanaan, yaitu melakukan analisis tingkat kemajuan
pelaksanaan dibandingkan dengan perencanaan, didalamnya meliputi apakah
pelaksanaan program sesuai dengan apa yang direncanakan, apakah ada
perubahan-perubahan sasaran maupun tujuan dari program yang sebelumnya
direncanakan.
3. Penilaian atas aktivitas yang telah selesai dilaksanakan, yaitu menganalisis
hasil yang diperoleh sesuai dengan tujuan yang sebelumnya ditetapkan
(Siagian dan Agus,2010:173).
Oleh Stufflebeam dalam Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul
Jabar (2009:5), diusulkan pertanyaan-pertanyaan untuk proses sebagai berikut :
1. Apakah pelaksanaan program sesuai dengan jadwal.
2. Apakah staf yang terlibat didalam pelaksanaan program akan sanggup
menangani kegiatan selama program berlangsung dan kemungkinan akan
dilanjutkan.
3. Apakah sarana dan prasarana yang disediakan dimanfaatkan secara baik.
4. Hambatan-hambatan apa saja yang dijumpai selama pelaksanaan program
kemungkinan jika program dilanjutkan.


18
Universitas Sumatera Utara

2.3

Narkoba

2.3.1 Pengenalan Narkoba
Istilah narkoba sesuai dengan surat edaran Badan Narkotika Nasional (BNN)
bahwa narkoba adalah akronim dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif
lainnya. Narkoba yaitu zat-zat alami maupun kimiawi yang jika dimasukkan kedalam
tubuh baik dengan cara dimakan, diminum, dihirup, suntik dll dapat mengubah
pikiran, suasana hati, perasaan dan perilaku seseorang.
A. Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, menghilangkan rasa, mengurangi hingga menghilangkan
rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Berdasarkan asalnya
narkotika terbagi dalam 3 golongan yaitu :
1.

Alami, yakni jenis/obat yang timbul dari alam tanpa adanya prose
fermentasi, isolasi atau proses produksi lainnya. Contohnya: ganja,
opinium, daun koka, dll.

2.

Semi sintesis, yakni zat yang diproses sedemikian rupa melalui proses
ektrasi dan isolasi. Contohnya: morfin, heroin, kodein,dll.

3.

Sintesis, yakni jenis obat/zat yang diproduksi secara sintesis untuk
keperluan medis dan penelitian yang digunakan sebagai penghilang rasa
sakit. Contohnya: amfetamin, pethidin, methadone, LSD, dll.

B. Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintesis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
19
Universitas Sumatera Utara

perilaku. Dalam bidang farmakologi, psikotropika dibedakan dalam 3 golongan
yaitu :
1.

Golongan psikostimulasi, yaitu jenis zat yang menimbulkan rangsangan.
Contohnya : amfetamin (lebih popular dikalangan masyarakat sebagai
shabu-shabu dan ekstasi), desamfetamine.

2.

Golongan psikodepresan, yaitu golongan obat tidur, penenang dan obat
anti cemas. Contohnya: amobarbital, phenokarkital, penti karkital.

3.

Golongan sedavita, yaitu jenis obat yang mempunyai khasiat pengobatan
yang jelas digunakan dalam terapi. Contohnya: diazepam, klobazam,
nitrazeza, dll (Undang-undang No.5 Tahun 1997).

C. Bahan Adiktif
Bahan adiktif adalah bahan-bahan aktif atau obat yang dalam organism hidup
menimbulkan kerja biologi yang apabila disalahgunakan dapat menimbulkan
ketergantungan. Jenis-jenis adiktif yaitu :
1.

Inhalen, yaitu zat yang terdapat pada lem dn pengencer zat. Penggunaan
dengan cara dihirup. Efeknya hilang ingatan, tidak dapat berpikir, mudah
berdarah, kerusakan hati dan ginjal, kejang-kejang otot.

2.

Alkohol, yaitu minuman yang mengandung etanol yang diproses dari
bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara
difermentasi. Efeknya menyebabkan depresi pada sistem saraf pusat,
menimbulkan habilutasi, toleransi dan ketagihan, peradangan lambung,
melemahkan jantung dan hati menjadi keras.

3.

Tembakau/rokok. Pengaruh penggunaan tembakau/rokok dapat dilihat
apabila digunakan dalam jumlah besar atau jangka waktu yang lama.

20
Universitas Sumatera Utara

Efeknya menyumbat saluran darah, menimbulkan penyakit kanker,
serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan.
4.

Obat penenang, yaitu obat tidur, pil koplo, valium, nipam, dll. Efeknya
memperlambat respon fisik, mental dan emosi.

5.

Zat yang mudah menguap, yaitu lem, thinner, bensin. Efeknya
memperlambat kerja otak, menimbulkan rasa senang, penurunan kesadaran
(Karsono, 2004:23).

2.3.2

Jenis Narkoba
Beberapa yang termasuk jenis narkoba yaitu sebagai berikut :
1. Candu adalah zat yang dihasilkan dari tanaman berbunga papa
versomniferuml yang berisi berbagai macam zat kimia aktif. Beberapa
diantaranya mempunyai khasiat untuk pengobatan, tetapi sebagian lagi
mempunyai zat yang menyebabkan kecanduan yang sangat besar sehingga
merugikan kesehatan. Narkoba yang termasuk golongan ini merupakan
produk olahan dari zat opiad. Misalnya heroin, kokain, morfin, dll. Heroin
adalah zat yang dihasilkan oleh pohon candu yang mempunyai daya adiktif
sebesar 30 kali candu kasar. Heroin merupakan narkoba jenis opiad yang
paling banyak disalahgunakan. Nama lain heroin adalah putaw, putaw
memberi efek senang sesaat karena zat aktif putaw sebenarnya secara
ilmiah juga ada didalam otak manusia.
2. Depresan adalah zat yang menekan susunan syaraf pusat dengan akibat
rasa tenang dan mengantuk. Jadi fungi depresan berlawanan dengan
stimulan. Di dalam depresan ini termasuk kelompok obat penenang dan
minuman beralkohol. Alasan orang menggunakan depresan adalah karena
21
Universitas Sumatera Utara

adanya zat aktif dalam depresan yang memperkuat bagian otak yang
memberikan ketenangan sehingga berefek menidurkan atau menenangkan.
Karena itu orang tertentu merasa ketika menggunakan depresan sebagai
suatu kenikmatan, padahal tanpa sadar hal tersebut dapat pula
menimbulkan efek ketergantungan yang sangat merugikan.
3. Stimulan adalah zat yang bila digunakan menimbulkan stimulus atau
rangsangan yang bersifat bersemangat, gembira berkhayal tinggi, percaya
diri besar dan mempunyai energi tak terbatas, contohnya sabu-sabu,
ekstansi dll. Kelompok stimulan mempengaruhi mekanisme rangsangan
antara ujung syaraf sehingga beberapa zat terkumpul lebih banyak dari
seharusnya. Jenis stimulant yang banyak disalahgunakan adalah pil
ekstansi atau ineks dan sabu-sabu.
4. Inhalan adalah zat yang mudah menguap seperti campuran cat, lem dan
sejenisnya. Penyalahgunaan inhalan adalah dengan cara menghirup uap
dari zat-zat tersebut dikenal dengan istilah “ngelem”. Senyawa aktif dalam
zat-zat tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan otot,
syaraf dan organ lain dan dapat mengakibatkan masalah sumsum tulang.
Kematian mendadak akibat menghirup (sudden sniffing death/SSD) dapat
terjadi pada si pemakai (Lisa dan Sutrisna 2013).

2.4 Penyalahgunaan Narkoba
Penyalahgunaan narkoba adalah masalah yang kompleks dan memiliki
dimensi yang luas, baik dari sudut medik, psikiatrik, kesehatan jiwa, maupun
psikososial. Efek penyalahgunaan narkoba tergantung kepada dosis pemakaian, cara
pemakaian, pemakian sebelumnya dan harapan pengguna. Meskipun narkoba
22
Universitas Sumatera Utara

tertentu sangat bermanfaat bagi pengobatan, namun disalahgunakan

atau

penggunaannya tidak sesuai dengan standart pengobatan, akan berakibat sangat
merugikan bagi sipemakai maupun orang lain di sekitarnya, bahkan masyarakat
umum

(Departemen

Kesehatan

RI,

2000).Efek

ini

dapat

mengakibatkan

ketergantungan. Tanda–tanda fisik, dapat dilihat dari tanda-tanda fisik si pengguna,
seperti :
1. Mata Merah.
2. Mulut kering.
3. Bibir Berwarna Kecoklatan.
4. Perilakunya tidak wajar.
5. Bicaranya Kacau.
6. Daya Ingatannya menurun.
Adapun ciri umum pada penyalahgunaan narkoba :
1. Merokok pada usia remaja dini.
2.

Cenderung menarik diri dari acara keluarga dan lebih senang mengurung
dikamar.

3.

Bergaul dengan teman hingga larut malam bahkan jarang pulang kerumah.

4.

Sering bersenang-senang dipesta, diskotik, maupun kumpulan mall.

5.

Mudah tersinggung, egois, dan tidak mau di usik oleh orangtua atau keluarga.

6.

Menghindar dari tanggung jawab yang sesuai, malas menyelesaikan tugas
rutin di rumah.

7.

Prestasi belajar menurun, sering bolos atau terlambat ke sekolah.

8.

Perilaku mulai menyimpang seperti kenakalan remaja, mencuri, pergaulan
bebas dan berkelompok dengan teman yang suka mabuk-mabukan (Lisa dan
Sutrisna 2013).
23
Universitas Sumatera Utara

Sementara

itu

Gordon

(2000)

membedakan

pengertian

pengguna,

penyalahguna dan pecandu narkoba. Menurutnya pengguna adalah seseorang yang
menggunakan narkoba hanya sekedar untuk bersenang-senang, rileks atau relaksasi.
Penyalahguna adalah seseorang mempunyai masalah yang secara langsung
berhubungan dengan narkoba. Masalah tersebut bisa muncul dalam ranah fisik,
mental, emosional, maupun spiritual. Penyalahgunaan selalu menolak untuk berhenti
sama sekali dan selamanya. Sedangkan pecandu, tidak ada hal yang lebih penting
selain memperoleh narkoba, sehingga jika tidak mendapatkanya, ia akan mengalami
gejala-gejala putus obat dan kesakitan (Afiatin,2008:12-13).

2.4.1 Dampak Negatif Narkoba
Penyalahgunaan narkoba memiliki kegunaan positif dan negatif, tergantung
dari tujuan dan siapa yang menggunakannya. Pengguna zat adkitif dan psikotropika
oleh dokter dan diawasi dengan ketat merupakan hal positif yang bisa digunakna
untuk mendapatkan nilai positif dari zat ini. Namun jika digunakan dengan salah, zat
ini akan berbahaya. Penyalahgunaan narkoba menimbulkan multidimensi dikalangan
masyarakat yang sudah tentu akan menimbulkan kerawanan sosial yang tentunya
harus segera diwaspadai keberadaannya. Masalah yang bersifat multidimensi itu
antara lain :
1.

Dimensi Kesehatan
a. Penyalahgunaan narkoba dapat merusak atau menghancurkan kesehatan
manusia baik secara jasmani maupun mental dan emosional.
b. Penyalahgunaan narkoba dapat merusak susunan syaraf pusat di otak,
organ-organ lain seperti hati, jantung, ginjal, paru-paru, usus, dan penyakit
komplikasi lainnya.
24
Universitas Sumatera Utara

c. Penyalahgunaan narkoba menimbulkan gangguan pada perkembangan
normal remaja, daya ingat, perasaan, persepsi, dan kendali diri.
d. Penyalahgunaan narkoba merusak sistem reproduksi, seperti produksi
sperma menurun, penurunan hormon testosterone, kerusakan kromosom,
kelainan seks, keguguran.
e. Infeksi saluran nafas bawah.
f. Kematian akibat overdosis.
2.

Dimensi Ekonomi
a. Pengeluaran seorang penyalahguna narkoba sangat besar untuk konsumsi
narkoba.
b. Pengeluaran yang besar bagi seorang penyalahguna narkoba yang sudah
rusak kesehatannya (untuk biaya kesehatan/berobat akibat narkoba).
c. Masyarakat menanggung beban dan kerugian akibat menurunnya tingkat
produktivitas sumber daya manusia, biaya pengobatan medis, harta yang
dicuri, rusak atau kecelakaan. Para penyalahgunaan narkoba juga lebih
cenderung mengalami kecelakaan kerja ditempat kerjanya.

3.

Dimensi Sosial dan Pendidikan
a. Penyalahgunaan

narkoba

mempengaruhi

kehidupan

dilingkungan

masyarakat.
b. Penyalahgunaan narkoba memperburuk kondisi keluarga yang pada
umumnya tidak harmonis. Keluarga

yang penuh masalah akan

mempengaruhi kehidupan di lingkungan masyarakat.
c. Banyak penyalahgunaan narkoba , mencuri, merampok, menipu, jadi
pengedar narkoba, bahkan membunuh untuk mendapatkan uang demi
kebutuhan akan barang haram tersebut.
25
Universitas Sumatera Utara

d. Para penyalahgunaan narkoba menjadi orang yang sosial, antisosial dan
menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban pada lingkungannya dan
merugikan masyarakat.
e. Kerugian dibidang pendidikan juga terjadi yaitu dengan merosotnya
prestasi penyalahgunaan narkoba disekolah/kampus ataupun tempat kerja.
f. Para penyalahgunaan narkoba biasanya cenderung untuk mengajak atau
mempengaruhi teman-temannya untuk terlibat (Karsono, 2004 : 27-28).
Penyalahgunaan narkoba memberikan pengaruh yang menyenangkan bagi si
pemakai namun kesenangan itu hanya sesaat, sementara penuh kepalsuan. Seolaholah hidup bahagia dan menyenangkan, serta indah namun pada kenyataan tidak
begitu. Penyalahgunaan narkoba bukan hanya berpengaruh buruk bagi pemakai saja
tetapi juga bagi masyarakat dan negara. Bagi pemakai dampak yang akan
ditimbulkan terbagi yaitu :
1. Dampak psikis


Lamban kerja, ceroboh kerja, sering tegang dan gelisah.



Hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga.



Agiatif, menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal.



Sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan.

2. Dampak sosial
• Gangguan mental, anti-sosial dan asusila, dikucilkan oleh lingkungan.
• Merepotkan dan menjadi beban keluarga.
• Pendidikan menjadi terganggu, masa depan suram.
3. Dampak Fisik
• Gangguan pada sistem syaraf (neurologis) seperti :kejang-kejang, halusinasi,
gangguan kesadaran, kerusakan syaraf tepi.
26
Universitas Sumatera Utara

• Gangguan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) : infeksi akut
otot jantung, gangguan peredaran darah (Lisa dan Sutrisna 2013).
• Gangguan pada kulit (dermatologis) : penanahan (abses), alergi, dan eksim.
• Gangguan pada paru-paru (pulmoner) : penekanan fungsi pernapasan,
kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru.
• Sering sakit kepala, mual-mual dan muntah, murus-murus, suhu tubuh
meningkat, pengecilan hati dan sulit tidur.
• Akan bisa berakibat fatal ketika over dosis yaitu konsumsi narkoba melebihi
kemampuan tubuh untuk menerimanya. Over dosis dapat menyebabkan
kematian (Abdalla,2008).
• Bagi kesehatan reproduksinya dapat mengakibatkan terjadinya penurunan
kadar hormon testosteron, penurunan dorongan sex, disfungsi ereksi,
hambatan ejakulasi, pengecilan ukuran penis, pembesaran payudara, dan
gangguan sperma. Sedangkan pada wanita terjadi penurunan dorongan sex,
gangguan pada hormone estrosen dan progesterone, kegagalan orgasme,
hambatan menstruasi, pengecilan payudara, gangguan sel telur, serta pada
wanita hamil dapat menyebabkan kekurangan gizi, berat badan bayi rendah,
bayi cacat serta dapat menyebabkan bayi keguguran (Lin,2007).

2.5 Program Pelayanan Sosial Penyalahgunaan Narkoba
2.5.1 Program
Program adalah cara tersendiri dan khusus yang dirancang demi pencapaian
suatu tujuan tertentu. Dengan adanya suatu program, maka segala rancangan akan
lebih teratur dan lebih mudah untuk dilaksanakan. Oleh karena itu, maka program

27
Universitas Sumatera Utara

adalah unsur pertama yang harus ada bagi berlangsungnya aktivitas yang teratur,
karena dalam program telah dirangkum berbagai aspek seperti :
1.

Adanya tujuan yang mau dicapai.

2.

Adanya berbagai kebijakan yang di ambil dalam upaya pencapaian tujuan
tersebut.

3.

Adanya prinsip-prinsip dan metode-metode yang harus dilewati.

4.

Adanya pemikiran atau rancangan tentang anggaran yang diperlukan.

5.

Adanya strategi yang harus diterapkan dalam pelaksanaan aktivitas (Wahab
dalam Siagian dan Agus,2012:172).
Menurut Charles O.Jones, pengertian program adalah cara yang disahkan

untuk mencapai tujuan, beberapa karakteristik tertentu yang dapat membantu
seseorang untuk mengidentifikasi suatu aktivitas sebagai program atau tidak yaitu :
1. Program cenderung membutuhkan staf, misalnya untuk melaksanakan atau
sebagai pelaku program.
2. Program biasanya memiliki anggaran tersendiri, program kadang biasanya
juga didentifikasikan melalui anggaran.
3. Program memiliki identitas sendiri, yang bila berjalan secara efektif dapat
diakui oleh publik (Jones, 1996: 295).

2.5.2 Pelayanan Sosial
Menurut Kamus Kesejahteraan Sosial pelayanan sosial adalah aktivitas yang
terorganisasi dan bertujuan membantu para anggota masyarakat untuk saling
menyesuaikan diri dengan sesamanya dan dengan lingkungan sosialnya. Johnson
(dalam Muhidin 1992) mendefinisikan pelayanan sosial sebagai program-program

28
Universitas Sumatera Utara

dan tindakan yang mempekerjakan pekerja-pekerja sosial yang professional dan yang
berkaitan serta diarahkan pada tujuan-tujuan kesejahteraan sosial.
Dalam kesejahteraan sosial juga terdapat usaha kesejahteraan sosial, dimana
pelayanan sosial juga termasuk dari salah satu didalamnya. Perlu dibedakan dua
macam pengertian pelayanan sosial yaitu :
1. Pelayanan sosial dalam arti luas adalah pelayanan sosial yang mencakup
fungsi pengembangan termasuk pelayanan sosial dalam bidang pendidikan,
kesehatan, perumahan, tenaga kerja dan sebagainya.
2. Pelayanan sosial dalam arti sempit atau disebut juga pelayanan kesejahteraan
sosial mencakup program pertolongan dan perlindungan kepada golongan
yang tidak beruntung seperti pelayanan sosial bagi anak terlantar, keluarga
miskin, cacat, tuna sosial dan sebagainya (Muhidin, 1992:41).
Disamping itu pelayanan sosial hanya diberikan kepada sekelompok orang
atau masyarakat yang memang secara sosial tidak dapat atau terhambat dalam
menjalankan fungsinya. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengemukakan fungsi
pelayanan sosial sebagai berikut :
1. Peningkatan kondisi kehidupan masyarakat.
2. Pengembangan sumber-sumber manusiawi.
3. Orientasi masyarakat terhadap perubahan –perubahan sosial dan penyesuaian.
4. Mobilisasi

dan

pencipta

sumber-sumber

masyarakat,

untuk

tujuan

pembangunan.
5. Penyediaan dan penyelenggaraan struktur kelembagaan untuk tujuan agar
pelayanan-pelayanan yang teroganisir dapat berfungsi (Muhidin , 1992 : 42).

29
Universitas Sumatera Utara

Pelayanan sosial untuk penyembuhan, perlindungan dan rehabilitasi
mempunyai tujuan untuk melaksanakan pertolongan kepada seseorang, baik secara
individual maupun didalam kelompok/keluarga dan masyarakat agar mampu
mengatasi

masalah-masalahnya.

Kebutuhan

akan

program

pelayanan

akes

disebabkan oleh karena :
a. Adanya birokrasi modern.
b. Perbedaan tingkat pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap hal-hal
dan kewajiban/tanggung jawabnya.
c. Diskriminasi.
d. Jarak geografis antara lembaga-lembaga pelayanan dari orang-orang yang
memerlukan pelayanan sosial (Muhidin, 1992 : 44).

2.5.3 Pelayanan Sosial Penyalahgunaan Narkoba
Pemberian pelayanan sosial terhadap korban penyalahgunaan narkoba adalah
untuk mencapai kehidupan yang sejahtera dalam arti tercapainya standar kesehatan
dan penyesuaian diri yang baik dalam masyarakat. Banyak yang dapat digunakan
dalam memberikan pelayanan sosial terhadap penyalahgunaan narkoba, pelayanan
yang paling baik adalah program yang bersifat holistic yaitu:
A. Soft Theraupetic Community (TC), program yang diakui secara internasional,
program ini bersifat primer atau sekunder bagi yang belum siap kembali
kerumah. Program berlangsung 3 bulan hingga 2 tahun, dengan penekanan
pada proses sosialisasi. Terapi yang dilakukan biasanya bersifat konfrontatif.
TC memiliki kehidupan seperti asrama dengan jadwal harian, dapat diberikan
pendidikan dan pelatihan vokasional dan rekreasi diluar. Metode ini
dipertimbangkan oleh Depertemen Sosial, guna mengembangkan pelayanan
30
Universitas Sumatera Utara

dan

rehabilitasi

sosial.

Dalam

model

rehabilitasi

TC,

residenakanmenjalanibeberapatahapan, antara lain:
1. Primary Stage, yaitu tahapan program rehabilitasi sosial, di mana residen
ditempauntuk memiliki stabilitas fisik, dan emosi. Residen juga dipacu
motivasinya untuk melanjutkan tahap terapi selanjutnya. Tahap ini
berlangsung selama kurang lebih 6 hingga 9 bulan. Para residen akan
menjalani kegiatan sebagai berikut :
a. Morning Meeting, kegiatan ini dilakukan setiap hari oleh para residen.
Bentuk kegiatan ini adalah forum untuk membangun nilai dan sistem
kehidupan yang baru berdasarkan filosofi TC. Tujuan dari kegiatan
ini adalah untuk mengawali agar hari tersebut jauh lebih baik,
meningkatkan

kepercayaan

diri,

melatih

kejujuran,

dan

mengidentifikasi perasaan.
b. General Meeting, program ini diberikan kepada residen agar dapat
menambah pengetahuan dan tidak membuat residen tidak mengalami
kebosanan selama mengikuti program yang dilaksanakan oleh
lembaga.
c. House Meeting, program yang diberikan kepada responden untuk
melatih kejujuran residen dan dapat menyelesaikan permasalahan
yang ada didalam lembaga ataupun diri sendiri. Dan residen dapat
menerima program tersebut untuk mengevaluasi kegiatan yang sudah
diberikan.
d. Wrap Up (Repap), program ini diberikan untuk mengetahui kondisi
perasaan residen selama mengikuti kegiatan yang telah dilaksanakan
sebelumnya.
31
Universitas Sumatera Utara

2. Re-Entry Stage, adalah tahapan program rehabilitasidi mana residen
mulai memantapkan kondisi psikologis dalam dirinya, mendayagunakan
nalarnya dan mampu mengembangkan keterampilan sosial dalam
kehidupan masyarakat. tahap ini merupakan lanjutan dari tahap primer,
yang tujuannya untuk mengembalikan residen kedalam kehidupan
masyarakat pada umumnya. Tahap ini dilaksanakan selama 3 hingga 6
bulan.
a. Orientasi, tahap ini adalah penyesuaian residen dengan lingkungan
re-entry. Pada masa orientasi ini, residen didampingi tidak boleh
meninggal panti dan tidak berhak mendapatkan uang jajan bertemu
orangtua dan bisa mendapatkan sanksi.
b. Fase, dalam fase ini residen sudah mendapatkan hak-haknya seperti
bertemu orangtua setiap waktu. Tujuan agar residen terlatih untuk
menghadapi masalah dalam keluarga dan memecahkannya dan
melatih kemampuan residen dalam mengatur waktu dan uang.
B.

BPPS (Bio Psiko Sosio Spritual) Holistik, adalah suatu pelayanan yang
terpadu biologis-psikologis-sosial-spritual. BPPS ini sebuah pendekatan
yang direkomendasikan World Health Organization yang diadopsi oleh
American psychiatry Association (APA, 1992). Dengan metode ini BPPS
ini proses penyembuhan dapat menghasilkan penyembuhan seutuhnya
karena dapat memahami manusia yang sehat sepenuhnya dilihat dari sudut
jasmani, kejiwaan, sosial dan agama. Dalam metode BPPS dapat digunakan
dalam

proses

pencegahan,

terapi,

maupun

rehabilitasi

korban

penyalahgunaan narkoba, melalui metode BPPS diharapkan tidak ada lagi

32
Universitas Sumatera Utara

pihak yang ragu dan bimbang dalam memperoleh pelayanan medis.
Pelayanan BPPS ini terdiri dari :
a. Biologis terdiri dari detoktifikasi yang dimana tahap pertama terapi dari
rehabilitasi yaitu melepaskan seseorang dari pengaruh langsung
narkoba yang disalahgunakannya. Detoksifikasi diikuti tahap kedua dari
proses melepaskan seseorang dari ketergantungan narkoba yaitu
rehabilitasi, yang meliputi rehabilitasi fisik, psikologis, sosial, spiritual,
okupasional, dan edukasional. Tujuan detoktifikasi untuk merangsang
sistem jaringan saraf yang putus.
b. Psikis, program ini diberikan untuk mengenal dirinya, mampu
mengenali mampu memecahkan permasalahan tersebut. Diantara
program psikologis yang diberikan adalah konseling individu,
konseling keluarga, konseling kelompok, pengenalan diri, dan
psikologis.
c. Sosial, program ini diberikan untuk mengembangkan sikap positif
terhadap kondisi lingkungan sosial sekitar panti. Program ini dirancang
untuk memulihkan kemampuan para residen untuk beradaptasi secara
wajar/normal dirumah, sekolah, tempat kerja dan masyarakat sehingga
meningkatkan kualitas hidup para residen menjadi lebih baik. Program
sosial ini adalah terapi mental, komunikasi efektif, sharing kelompok
dll.
d. Spiritual (keagamaan), program ini untuk menambah pemahaman
agama residen sehingga agama dapat dijadikan dasar dalam melangkah
menuju masa depan yang lebih cerah. (Hawari, 2000).

33
Universitas Sumatera Utara

2.5.4 Kesejahteraan Sosial
Seperti yang telah dikemukakan bahwa pelayanan sosial diberikan untuk
meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat. kesejahteraan berasal dari bahasa
sansekerta ”catera” yang berarti payung. Dalam konteks ini, kesejahteraan yang
terkandung dalam arti “catera” (payung) adalah orang yang sejahtera yaitu orang
yang dalam hidupnya bebas dari kemiskinan, kebodohan, ketakutan, atau
kekhawatiran sehingga hidupnya aman tenteram, baik lahir maupun batin.
UU No.6 Tahun 1974 Pasal 2 Ayat 1 Kesejahteraan sosial ialah suatu tata
kehidupan dan penghidupan sosial, materiil ataupun spiritual yang diliputi oleh rasa
keselamatan, kesusilaan, dan kententeraman lahir batin, yang memungkinkan bagi
setiap warga Negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat
dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan
pancasila (Adi Fahrudin 2012:9).
Menurut Arthur Dunham, kesejahteraan sosial adalah suatu bidang usaha
manusia, di mana didalamnya terdapat berbagai macam badan dan usaha sosial yang
tujuannya meningkatkan kesejahteraan dari segi sosial pada bidang-bidang
kehidupan keluarga dan anak, kesehatan, penyesuaian sosial, waktu senggang,
standar-standar kehidupan dan hubungan-hubungan sosial. Pelayanan kesejahteraan
sosial memberikan perhatian utama terhadap individu, kelompok, komunitas, dan
kesatuan-kesatuan penduduk yang lebih luas, pelayanan ini mencakup perawatan,
penyembuhan dan pencegahannya (Nurdin, 1990:28).
Dari rumusan pengertian kesejahteraan sosial yang dikemukakan diatas maka
dapat diartikan bahwa kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan
material,

spiritual,

dan

sosialnya

agar

dapat

hidup

layak

dan

mampu
34

Universitas Sumatera Utara

mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi-fungsi sosialnya. Dimana
kesejahteraan sosial itu sebagai suatu kondisi dimana orang dapat memenuhi
kebutuhannya dan dapat berelasi dengan lingkungannya secara baik.
Fungsi kesejahteraan sosial bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi
tekanan-tekanan yang diakibatkan terjadinya perubahan-perubahan sosial ekonomi,
menghindarkan terjadinya konsekuensi sosial yang negatif akibat pembangunan serta
menciptakan kondisi yang mampu mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Fungsi kesejahteraan sosial tersebut antara lain :
1. Fungsi Pencegahan (Preventive) yaitu kesejahteraan sosial ditunjukkan untuk
memperkuat individu, keluarga, dan masyarakat supaya terhindar dari masalahmasalah sosial baru. Dalam masyarakat transisi, upaya pencegahan ditekankan
pada kegiatan-kegiatan untuk membantu menciptakan pola-pola baru dalam
hubungan sosial serta lembaga-lembaga sosial baru.
2. Fungsi Penyembuhan (Curative) yaitu kesejahteraan sosial ditunjukkan untuk
menghilangkan kondisi-kondisi ketidakmampuan fisik, emosional, dan sosial
agar orang mengalami masalah tersebut dapat berfungsi kembali secara wajar
dalam masyarkat. Dalam fungsi ini tercakup juga fungsi pemulihan
(rehabilitasi).
3. Fungsi Pengembangan (Development) yaitu kesejahteraan sosial berfungsi
untuk memberikan sumbangan langsung ataupun tidak langsung dalam proses
pembangunan atau pengembangan tatanan dan sumber-sumber daya sosial
dalam masyarakat.
4. Fungsi Penunjang (Supportive) yaitu fungsi ini untuk mencakup kegiatankegiatan untuk membantu mencapai tujuan sektor atau bidang pelayanan
kesejahteraan sosial yang lain (Fahrudin,2012:10-12).
35
Universitas Sumatera Utara

2.6 Rehabilitasi Sosial
2.6.1

Pengertian Rehabilitasi Sosial
Rehabilitasi sosial adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk

memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam
kehidupan masyarakat (PP No.39 Tahun 2012 pasal 1 ayat 3). Rehabilitasi sosial
yang dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami
disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar (PP No.39
Tahun 2012 pasal 4 ayat 1). Rehabilitasi sosial dilaksanakan persuasif, motivatif,
koersif, baik dalam keluarga, masyarakat maupun panti sosial (PP No.39 Tahun 2012
pasal 5 ayat 1).
Rehabilitasi sosial merupakan suatu rangkaian proses pelayanan yang
diberikan kepada pecandu, untuk melepaskannya dari ketergantungannya pada
narkoba, sampai ia dapat menikmati kehidupan bebas tanpa narkoba. Rehabilitasi
sosial adalah upaya memulihkan dan mengembalikan kondisi para mantan
penyalahguna/ketergantungan narkoba kembali sehat dalam arti sehat fisik,
psikologis, sosial, dan spiritual/agama (keimanan) (martono dan joewana 2002:92).
Proses rehabilitasi sosial terutama dalam panti harus melalui pendaftaran
(registrasi), kontrak layanan (intake), pengungkapan dan pemahaman masalah
(assessment), menyusun rencana pemecahan masalah (planning), pemecahan
masalah (intervention), evaluasi, terminasi dan pembinaan lanjut. Rehabilitasi sosial
di dalam panti tersebut menggunakan pendekatan praktik pekerjaan sosial.
Rehabilitasi sosial dapat dilakukan dalam lembaga seperti panti maupun diluar
lembaga (luar panti/berbasis masyarakat), sasaran rehabilitasi sosial adalah mereka
yang mengalami hambatan dalam melaksanakan fungsi sosialnya dengan baik seperti
36
Universitas Sumatera Utara

para penyandang disabilitas, anak nakal, korban penyalahgunaan NAPZA (Narkotika,
Psikotropika, dan zat adiktif lainnya),WTS, dan penderita HIV atau ODHA(Orang
dengan HIV/AIDS) (Pedoman penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial,
pusat penyuluhan sosial sekretariat jenderal, 2010:5).
Dari rumusan pengertian rehabilitasi sosial yang dikemukakan diatas maka
dapat diartikan bahwa rehabilitasi sosial adalah proses kegiatan pelayanan yang
terkoordinir untuk memulihkan dan mengembangkan kemauan dan kemampuan
penyalahgunaan narkoba agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara optimal,
yang mencakup upaya-upaya medis, sosial, edukasional, dan vokasional.
Program dalam kegiatan rehabilitasi meliputi memperbaiki gizi dengan
makanan bermutu, memulihkan kesehatan dengan olahraga, menanamkan nilai-nilai
luhur dengan pendalaman iman menurut keyakinan imannya masing-masing,
meningkatkan konsep diri melalui spikoterapi kognitif behavioral, membangkitkan
kembali kepercayaan diri melalui psikoterapi suportif, meningkatkan kemampuan
komunikasi interpersonal melalui konseling, dinamika kelompok, terapi kelompok
dan bila perlu terapi keluarga dan belajar keterampilan (joewana 2001:25).

2.6.2 Prinsip dalam Terapi dan Rehabilitasi sosial
Untuk melaksanakan prinsip dalam terapi dan rehabilitasi sosial maka
dilakukan melalui beberapa tahap yaitu :
a.

Dimungkinkan seseorang pecandu pulih dari ketergantungan narkoba.

b.

Program terapi harus memerhatikan berbagai ragam kebutuhan klien agar
pulih : fisik, psikologis, spiritual, pendidikan, vokasional, dan hukum.

c.

Waktu terapi yang cukup sangat penting, dengan konseling individu, dan
kelompok sebagai bagian yang tak terpisahkan dari terapi.
37
Universitas Sumatera Utara

d.

Keterlibatan keluarga, masyarakat setempat, tempat kerja dan kelompok
penduduk akan membantu proses pemulihan pecandu.

e.

Klien perlu senantiasa dipantau kebutuhan, masalah dan kemajuannya.

f.

Pecandu dengan gangguan kesehatan fisik dan gangguan kesehatan jiwa yang
telah ada sebelumnya, perlu diterapi secara bersamaan.

g.

Pemulihan bersifat jangka panjang dan relaps selalu mungkin terjadi.

h.

Tim yang menolong pecandu (tenga medis, konselor, pecandu yang pulih,
yang dipilih dan terlatih) perlu menjalin hubungan dengan klien secara
professional, dipercaya dan penuh perhatian, serta mampu menjaga
kerahasiaan klien (joewana 2001).

2.6.3 Komponen Rehabilitasi dan Terapi yang Efektif
Ada beberapa komponen dalam program rehabilitasi yang efektif yaitu :
a. Asesmen, yaitu menilai masalah dengan mengumpulkan informasi untuk
menetapkan diagnosis dan modalitas terapi yang paling sesuai baginya.
b. Rencana terapi, yang didasarkan pada asesmen dan kebutuhan klien dan
meliputi masalah fisik, psikologis, sosial, spiritual, keluarga dan
pekerjaan.
c. Program detoksifikasi, sebagai tahap awal pemulihan untuk melepaskan
klien/pasien dari efek langsung narkoba yang disalahgunakan dan
mengelola gejala putus zat karena dihentikannya pemakaian narkoba.
d. Rehabilitasi, sebagai tahap kedua dalam pemulihan yang meliputi aspek
fisik, psikologis, sosial, spiritual, dan pendidikan.

38
Universitas Sumatera Utara

e. Keterampilan

menolong

pecandu,

dengan

keterampilan

tidak

dimaksudkan gelar akademik/profesi tertentu, tetapi terutama kepekaan
memahami kebutuhan klien dan mengerti cara menanggapi kebutuhan itu.
f. Konseling, baik individu maupun kelompok, sebagai teknik untuk
membantu klien memahami diri, membujuk, serta memberi saran dan
keyakinan sehingga klien melihat permasalahannya secara lebih realistis
dan memotivasinya agar terampil mengatasi masalah.
g. Pencegahan kekambuhan (relaps) sebagai strategi untuk mendorong klien
berhenti memakai narkoba, membantu klien mengenal dan mengelola
situasi berisiko tinggi, serta pikiran-pikiran dan kegiatan-kegiatan yang
mendorong pemakaian narkoba kembali.
h. Keterlibatan keluarga, sangat penting dalam terapi. Pecandu tidak
mungkin pulih sendiri tanpa dukungan keluarga dan orang-orang lain
terdekat.
i. Rawat lanjut, sangat penting dalam pemulihan, yang meliputi :
1. Konseling, untuk memotivasi dan meningkatkan keterampilan klien
menangkal narkoba, membantu pemulihan hubungan antarsesama
dan meningkatkan kemampuan klien agar berfungsi normal
dimasyarakat.
2. Kelompok pendukung, yang melengkapi program terapi secara
professional.
3. Rumah pendampingan, sebagai tempat antara yang menyediakan
program

pendampingan

bagi

pecandu

yang

sedang

pulih

dimasyarakat.

39
Universitas Sumatera Utara

4. Latihan vokasional, agar klien dapat bekerja dan berfungsi normal di
masyarakat.
5. Pekerjaan, sesuai minat, bakat, keterampilan, dan kesempatan
(martono dan joewana 2002:93-94).

2.6.4 Terapi dalam Penyalahgunaan Narkoba
Terapi (Pengobatan) terhadap penyalahgunaan dan ketergantungan narkoba
haruslah rasional serta dapat dipertanggungjawabkan dari setiap segi.
1. Terapi medik-psikiatrik (Detoksifikasi, psikofarmaka, dan psikoterapi).
a.

Terapi medik-psikiatrik

(detoksifikasi) adalah bentuk terapi untuk

menghilangkan racun (toksin) narkoba dari tubuh residen penyalahgunaan
narkoba dan ketergantungan narkoba. Terapi detoktifikasi ini memakai
sistem block total, artinya pasien penyalahgunaan narkoba tidak boleh lagi
menggunakan narkoba atau turunannya, dan juga tidak menggunakan obatobatan sebagai pengganti.
b.

Terapi

medik-psikiatrik

(psikofarmaka)

diberikan

untuk

mengatasi

gangguan mental dan prilaku pasien (proses mental adiktif); artinya rasa
ingin (craving) masih belum hilang sehingga kekambuhan dapat terulang
lagi.
2. Terapi medik-psikiatrik (psikoterapi) bertujuan untuk memperkuat struktur
kepribadian

mantan

penyalahguna/ketergantungan

narkoba,

misalnya

meningkatkan citra diri, mematangkan kepribadian, dan sebagainya.
Terapi medik-somatik (komplikasi medik), penggunaan obat-obatan yang
berkhasiat terhadap kelainan-kelainan fisik baik sebagai akibat dilepaskannya
narkoba dari tubuh maupun komplikasi medik berupa kelainan organ tubuh
40
Universitas Sumatera Utara

akibat penyalahgunaan narkoba. Bila ditemukan komplikasi medik pada organ
tubuh, diberikan terapi medik-somatik yang sesuai dengan kelainan yang
ditemukan, misalnya kelainan paru, fungsi lever, hepatitis C, ginjal, dan lain
sebagainya. Termasuk terapi medik-somatik ini adalah larangan merokok bagi
pasien.
3. Terapi psikososial, upaya untuk memulihkan kembali kemampuan adaptasi
penyalahguna/ketergantungan narkoba ke dalam kehidupannya sehari-hari.
Dengan terapi ini diharapkan perilaku anti sosial dapat berubah menjadi prilaku
yang secara sosial dapat diterima.

4. Terapi psikoreligius, terapi keagamanaan terhadap pasien narkoba ini memegang
peranan yang sangat penting, baik dari segi pencegahan, terapi, maupun
rehabilitasi. Sesudah pasien penyalahguna dan ketergantungan narkoba
menjalani program terapi, maka selanjutnya pasien mengikuti program
rehabilitasi (Hawari, 2000:131).

2.6.5 Tahapan dalam Rehabilitasi Sosial
Secara umum ada beberapa tahapan yang harus dilewati. Masing-masing
tahapan tersebut memakan waktu yang bervariasi, ada yang seminggu, sebulan dan
bahkan berbulan-bulan tergantung tingkat ketergantungan, tekat korban, dan juga
dukungan berbagai pihak terutama keluarga dalam seluruh proses tersebut. Setiap
tahapan tersebut disusun dan dibuat untuk mengantar pasien secara bertahap
melepaskan dari ketergantungan narkoba. Beberapa tahapan dalam rehabilitasi yang
disajikan sebagai berikut :
41
Universitas Sumatera Utara

a. Tahap Transisi
Penekanan dalam tahap ini lebih kepada informasi awal tentang klien seperti :
• Latar belakang klien
• Lama ketergantungan
• Jenis obat yang dipakai, akibat ketergantungan dan berbagai informasi
lainnya.
Tahapan ini dijadikan rujukan untuk mencari model rehabilitasi yang paling
tepat bagi yang bersangkutan. Pada tahap ini tim rehabilitasi akan membantu klien
agar menyadari dirinya sedang menghadapi masalah ketergantungan narkoba. Proses
ini dapat dilakukan melalui cara-cara berikut :
1. Cold Turkey (Abrupt withdrawal), yaitu proses penghentian pemakaian
narkoba secara tiba-tiba tanpa disertai dengan substitusi antidotum.
2. Bertahap atau substitusi bertahap, misalnya dengan Kodein, Methadone,
CPZ, atau Clocaril selama 1-2 minggu.
3. Rapid Detoxification, dilakukan dengan anestesi umum (6-12 jam).
4. Simtomatik, tergantung gejala yang dirasakan.
b. Rehabilitasi Intensif
Setelah melewati masa transisi (pengumpulan informasi tentang keadaan
klien dan latar belakangnya) baru masuk pada fase berikutnya yakni proses
penyembuhan secara psikis. Motivasi dan potensi dirinya dibangun dalam
tahap ini. Klien diajak untuk menemukan dirinya dan segala potensinya sambil
juga menyadari berbagai keterbatasannya. Yang terlibat dalam tahap ini yang
utama adalah klien itu sendiri (Visimedia 2006).

42
Universitas Sumatera Utara

Menurut Romo Lambertus Smar MSC dalam bukunya rehabilitasi
pecandu narkoba (Grasindo 2001) pada tahap ini ada tiga titik yang harus
dilewati yang lebih dikenal dengan tahap stabilisasi pribadi yaitu :
1. Secara sadar dan tekun melepaskan diri dari berbagai penyakit dan akibatakibat lainnya. Tahap ini merupakan tahap stabilisasi awal atau tahap
konsolidasi (consolidation).
2. Menemukan jati diri, menguasai kiat-kiat dan keterampilan-keterampilan
untuk menyehatkan serta mengisi hidup secara lebih bermakna dan bermutu.
3. Dengan inisiatif pribadi, orang secara sadar mulai berpikir dan bertindak
untuk mencapai prestasi-prestasi tertentu, sehingga disebut juga tahap
positive thinking and doing. Tahap ini merupakan tahap stabilisasi akhir.
c. Tahap Rekonsiliasi
Tahap yang paling penting dalam tahap ini adalah pembinaan mental
spiritual, keimanan dan ketakwaan serta kepekaan sosial kemasyarakatan.
Proses ini bisa meliputi program pembinaan jasmani dan rohani, sampai
ketahap ini yang bersangkutan masih terikat dengan rehabilitasi formal, namun
sudah mulai membiasakan diri dengan masyarakat luar sehingga merupakan
proses resosialisasi (reentry) atau penyesuaian (reconciliation). Proses ini
melewati tiga titik penting juga yaitu :
1. Tinggal lebih sering dan lebih lama dilingkungan keluarga sebagai tempat
tinggal tetap ataupun tempat tinggal transit untuk resosialisasi, sambil
melanjutkan kegiatan pilihan sebagai penunjang masa selanjutnya.
2. Rencana masa depan yang jelas dan siap direalisasikan dengan dukungan
keluarga atau pihak-pihak lain.

43
Universitas Sumatera Utara

3. Kontak

awal

dengan

kelompok-kelompok

atau

program-program

pemeliharaan lanjut (aftercares).
d. Pemeliharaan Lanjut
Tahap ini dipersiapkan sungguh-sungguh agar dapat melewati dan
mengatasi situasi rawan ini dengan melewati tiga titik ini yakni :
1. Mengubah, menghilangkan atau menjauhi hal-hal yang bersifat nostalgia
kesenangan narkoba.
2. Setia mengikuti program-program dan acara-acara aftercare (pemeliharaan
lanjut).
3. Dapat juga melibatkan diri dalam gerakan atau kelompok bersih narkoba
dan peduli penanggulangannya (Visimedia 2006:28-34).
2.7 Panti Rehabilitasi Sosial
Panti sosial adalah lembaga/unit pelayanan yang melaksanakan rehabilitasi
sosial bagi satu jenis sasaran untuk memulihkan dan mengembangkan kondisi
residen yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya
secara wajar (PP No 39 Tahun 2012 pasal 38). Menurut M. Fadhil Nurdin (1990)
panti sosial merupakan perwujudan fungsi-fungsi kesejahteraan sosial yang
melahirkan

bentuk-bentuk

pelayanan

sosial

yang

bervariasi.

Penanganan

kesejahteraan penyalahgunaan narkoba ini adalah pelayanan yang dilakukan dalam
panti sosial dimana panti berfungsi sebagai lembaga untuk memperhatikan
perkembangan klien.
Panti sosial korban penyalahgunaan narkoba adalah pusat rehabilitasi sosial
yang khusus bagi korban penyalahgunaan narkobauntuk memberikan pelayanan
rehabilitasi sosial yang meliputi pelayanan fisik, mental, sosial, pelatihan
keterampilan dan resosialisasi serta pembinaan lanjut bagi korban penyalahgunaan
44
Universitas Sumatera Utara

narkoba agar mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat. Pada dasarnya
program pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan narkoba ad