Pengaruh Kadar Kalium Abu Kulit Buah Kelapa dalam Mengkatalisis Reaksi Transesterifikasi Crude Palm Oil (CPO) Menjadi Metil Ester

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

BAHAN BAKU CRUDE PALM OIL (CPO)
Minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) merupakan minyak yang

diperoleh dari hasil fraksinasi danging sawit berbentuk lemak semi padat pada
suhu kamar dimana merupakan salah satu jenis trigliserida yang banyak
digunakan sebagai bahan baku pembuatan metil ester. Baik atau tidaknya nilai
CPO di tentukan oleh standar mutu yang harus di capai pada pengolahannya.
Dalam hal ini standar mutu nya meliputi kadar asam lemak bebas (FFA),
kandungan air dan kotoran lainnya [16].
Tabel 2.1 Komposisi CPO [17]
Komponen
Trigliserida, %
Asam Lemak Bebas, ALB%
Impuritis
Peroxide Value, PV (meq/kg)
Anisidine Value, AV
Kandungan β-karoten

Digliserida, %

CPO

95
2-5
0,15-3,0
1-5,0
2-6
500-700
2-6

Oleh karena itu CPO yang di gunakan sebagai bahan baku pembuatan metil ester
harus di degumming untuk menghilangkan getah dan esterifikasi untuk mereduksi
asam lemak bebas (ALB).
Pada umumnya minyak sawit mengandung lebih banyak asam-asam
palmitat, oleat dan linoleat jika dibandingkan dengan minyak inti sawit. Minyak
sawit merupakan gliserida yang terdiri dari berbagai asam lemak sehingga titik
lebur dari gliserida tersebut tergantung pada kejenuhan asam lemaknya. Semakin
jenuh asam lemaknya semakin tinggi titik lebur dari minyak sawit tersebut.

Komponen penyusun minyak sawit terdiri dari trigliserida dan non-trigliserida.
Asam-asam lemak penyusun trigliserida terdiri dari asam lemak jenuh dan asam
lemak tak jenuh.

5
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2 Komposisi Trigliserida Asam Lemak pada Minyak Sawit [16]
Minyak Kelapa Sawit
Asam Lemak
( %)
Asam Miristat (C14H28O2)
1,1-2,5
Asam Palmitat (C16H32O2)
40-46
Asam Stearat(C18H36O2)
3,6-4,7
Asam Oleat(C18H34O2)
39-45
Asam Linoleat (C18H32O2)

7-11
Komponen non-trigliserida ini merupakan komponen yang menyebabkan
rasa, aroma dan warna kurang baik. Kandungan minyak sawit yang terdapat dalam
jumlah sedikit ini sering memegang peranan penting dalam menentukan mutu
minyak
Tabel 2.3 Kandungan Minor (Komponen non-Trigliserida) Minyak Sawit [18]
Komponen
ppm
Karoten
500-700
Tokoferol
400-600
Sterol
Mendekati 300
Phospatida
500
Besi (Fe)
10
Tembaga (Cu)
0,5

Air
0,07-0,18
Kotoran-kotoran
0,01
2.2

PROSES DEGUMMING
Minyak sawit kasar (CPO) yang dihasilkan dari bagian mesocarp buah sawit

masih mengandung fraksi non trigliserida baik yang larut dalam minyak seperti
fosfat, maupun yang tidak larut dalam minyak seperti suspensi koloid.
Degumming adalah proses pemisahan gum yaitu proses pemisahan getah atau
lendir yang terdiri dari fosfolipid, protein, residu, karbohidrat, air dan resin.
Degumming biasanya dilakukan dengan cara dehidrasi gum agar bahan non
trigliserida tersebut lebih mudah terpisah dari minyak, kemudian disusul dengan
proses pemisahan yang dapat dilakukan dengan cara sentrifusi [19] sedangkan
fosfatida dipisahkan dengan cara menyalurkan uap panas ke dalam CPO sehingga
terpisah dari minyak dan fosfatida yang tidak larut air dapat dipisahkan dengan
penambahan asam fosfat. Asam fosfat ini dapat menginisiasi terbentuknya
gumpalan


sehingga

mempermudah

pengendapan

kotoran,

selain

itu

penggunaannya dapat menurunkan bilangan peroksida minyak yang telah

6
Universitas Sumatera Utara

dipucatkan dan dapat meningkatkan kestabilan warna, akan tetapi semakin tinggi
kadar asam fosfat yang digunakan maka bilangan peroksida dari minyak yang

telah dipucatkan akan semakin meningkat. Degumming yang menggunakan uap
panas disamping asam fosfat disebut sebagai wet degumming, sedangkan bila
dilakukan tanpa menggunakan air dinamakan dry degumming. Minyak sawit kasar
mengandung berbagai jenis fosfatida seperti phosphatidyl choline (PC),
phosphatidyl inositol (PI), phosphatidyl ethanolamine (PE), phosphatidic acid
(PA) dan phytosphingolipids [20]. Gum atau fospolipid yang terdapat pada CPO
memiliki komposisi seperti pada tabel 2.4.
Tabel 2.4 Komposisi Posfolipid CPO [17]
Phosfolipid
Phosphatidylcholine (PC)
Phosphatidylethanolamine (PE)
Phosphatidylinositol (PI)
Phosphatidylglycerol
Disphosphatidylglycerol
Phosphatidic Acid (PA)
Lysophosphatidylethanolamine
Phosphatidylserine
Lysophosphatidylcholine

(%) mol

36
24
22
9
4
3
2
Logam
Logam

Pada tabel 2.4 dapat di lihat bahwa pada bahan baku CPO ini banyak
mengandung pengotor seperti fosfatida yang dapat menghalangi stabilitas produk
atau terhalangnya proses transesterifikasi sehingga diperlukan perlakuan awal
untuk menghilangkan fosfat dan pengotor lainnya.
2.3

PROSES PEMBUATAN METIL ESTER

2.3.1 Proses Esterifikasi
Proses yang diharapkan apabila minyak atau lemak mengandung sejumlah

asam lemak bebas (ALB) adalah proses esterifikasi. Lemak nabati biasanya
mengandung ALB 2-7% dan lemak hewani mengandung ALB 5-30%. Ketika
katalis basa direaksikan dengan bahan baku maka Asam lemak bebas akan
bereaksi dengan katalis membentuk sabun dan air seperti reaksi berikut:
R-COOH + KOH

R-COOK

Asam Lemak

+

H2O

Sabun

Gambar 2.1 Reaksi Asam Lemak dengan Katalis Membentuk Sabun [21]
7
Universitas Sumatera Utara


Ketika FFA > 5% maka sabun akan terbentuk dan akan mempersulit
pemisahan gliserol dari metil ester yang terbentuk dan membentuk emulsi saat
pencucian dengan air. Dengan demikian, suatu katalis seperti asam sulfat dapat
digunakan untuk esterifikasi asam lemak bebas menjadi metil ester seperti reaksi
berikut:

R-COOH

+

Asam Lemak Bebas

CH OH Katalis
3

Metanol

R-COOCH + H O
3


Metil Ester

2

Air

Gambar 2.2 Reaksi Esterifikasi dari Asam Lemak menjadi Metil Ester [22]
Tingginya persentase asam lemak jenuh dan asam lemak bebas yang
terkandung pada CPO sehingga pada temperatur (28±2

o

C) wujud CPO

merupakan padat. Dengan demikian CPO memiliki titik tuang dan titik kabut
yang lebih tinggi dibandingkan pada kondisi CPO yang biasa. Tingginya asam
lemak jenuh ini memberikan bilangan setana yang tinggi dan minyak
kecenderungan mudah teroksidasi [23].
Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi esterifikasi:
1.


Waktu Reaksi
Semakin lama waktu reaksi maka kemungkinan kontak antar zat semakin

besar sehingga akan menghasilkan konversi yang besar. Jika kesetimbangan
reaksi sudah tercapai maka dengan bertambahnya waktu reaksi tidak akan
menguntungkan karena tidak memperbesar hasil.
2.

Pengadukan
Pengadukan akan menambah frekuensi tumbukan antara molekul zat

pereaksi dengan zat yang bereaksi sehingga mempercepat reaksi dan reaksi terjadi
sempurna. Sesuai dengan persamaan Archenius :
k = Ae(-Ea/RT)

(2.1)

dimana:
T = Suhu absolut ( ºC)
R = Konstanta gas umum (cal/gmol ºK)
E = Tenaga aktivasi (cal/gmol)
A = Faktor tumbukan (t-1)
k = Konstanta kecepatan reaksi (t-1)

8
Universitas Sumatera Utara

Semakin besar tumbukan maka semakin besar pula harga konstanta
kecepatan reaksi. Sehingga dalam hal ini pengadukan sangat penting mengingat
larutan minyak-katalis metanol merupakan larutan yang immisibel.
3.

Katalisator
Katalisator berfungsi untuk mengurangi tenaga aktivasi pada suatu reaksi

sehingga pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan reaksi semakin besar. Pada
reaksi esterifikasi yang sudah dilakukan biasanya menggunakan konsentrasi
katalis antara 1 - 4 % berat sampai 10 % berat campuran pereaksi.
4.

Suhu Reaksi
Sesuai dengan persamaan Archenius Semakin tinggi suhu yang dioperasikan

maka semakin banyak konversi yang dihasilkan. Bila suhu naik maka harga k
makin besar sehingga reaksi berjalan cepat dan hasil konversi makin besar [24].
Berdasarkan hasil penelitian Gumpon dan Krit [25] komposisi CPO yang
telah di esterifikasi dapat di lihat pada tabel 2.5.
Tabel 2.5 Sifat Fisik Hasil Esterifikasi CPO [25]
Sifat
Asam Lemak Bebas (%b/b)
Trigliserida (%b/b)
Digliserida (%b/b)
Monogliserida (%b/b)
Kandungan Ester (%b/b)
Kandungan Air (%)
Kandungan Metanol (%b/b)

Hasil Esterifikasi CPO
0.913
76.780
2.854
1.503
17.950
0.138
1.16

Dari tabel 2.5 di atas dapat di lihat bahwa hasil esterifikasi CPO masih
banyak mengandung trigliserida, digliserida dan monogliserida sehingga hasil
esterifikasi CPO dilakukan tahap transesterifikasi untuk mengkonversi trigliserida
menjadi metil ester.
2.3.2 Proses Transesterifikasi
Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) merupakan reaksi
minyak dan lemak dengan alkohol untuk membentuk ester dan gliserol. Katalis
biasanya di gunakan untuk mempercepat laju reaksi dan yield. Alkohol berlebih
juga di gunakan untuk kesetimbangan sehingga rekasi bergeser ke arah produk
karena ini merupakan reaksi reversibel. Untuk tujuan inilah alkohol monohibrid
9
Universitas Sumatera Utara

alifatik primer dan sekunder mempunyai 1-8 atom karbon yang di gunakan. Jadi,
ketika NaOH, KOH, K2CO3 atau sejenisnya dicampur dengan alkohol maka akan
terbentuk larutan alkalinitas [26].
Diantara alkohol-alkohol monohidrik metanol (CH3OH), etanol (C2H5OH),
propanol

(C3H7OH)

dan

butanol

(C4H9OH)

yang

menjadi

kandidat

sumber/pemasok gugus alkil, metanol adalah yang paling umum digunakan,
karena harganya murah, reaktifitasnya paling tinggi (sehingga reaksi disebut
metanolisis), senyawa polar dengan rantai karbon terpendek sehingga bereaksi
lebih cepat dengan trigliserida dan melarutkan semua jenis katalis baik basa
maupun asam. Jadi, di sebagian besar dunia ini biodiesel praktis identik dengan
ester metil asam-asam lemak. Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam
reaksinya. Tanpa adanya katalis, konversi yang dihasilkan maksimum namun
reaksi berjalan dengan lambat. Katalis yang biasa digunakan pada transesterifikasi
adalah katalis basa, karena katalis ini dapat mempercepat reaksi [27].
Reaksi transesterifikasi dapat dilihat pada Gambar 2.3.

O R1
C
O
HC O C R2 + 3 CH3OH
O
H2C O C R3
Metanol
Trigliserida

O
C OCH3
H2C
OH
O
Katalis
R2 C OCH3 + HC
OH
O
R3
C OCH3
H2C
OH
Metil Ester /
Gliserol
Biodiesel
Gambar 2.3 Reaksi Transesterifikasi dari Trigliserida Menjadi Metil Ester [28]

H2C

O

R1

Reaksi transesterifikasi sebenarnya berlangsung dalam 3 tahap yaitu
sebagai berikut:
1. Trigliserida (TG) + ROH
2. Digliserida (DG) + ROH
3. Monogliserida (MG) + ROH

Katalis
Katalis
Katalis

Digliserida (DG) + R’COOR
Monogliserida (MG) + R’’COOR
Gliserol (GL) + R’’’COOR

Gambar 2.4 Tahap Reaksi Transesterifikasi [29]
Pada dasarnya tahapan reaksi transesterifikasi untuk mengkonversi
trigliserida minyak nabati atau hewani menjadi metil ester selalu menginginkan
agar didapatkan produk metil ester dengan jumlah yang maksimum. Beberapa

10
Universitas Sumatera Utara

kondisi reaksi yang mempengaruhi konversi serta perolehan metil ester melalui
tahapan reaksi transesterifikasi adalah sebagai berikut:
a.

Pengaruh air dan asam lemak bebas
Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki ALB lebih kecil

dari 1%. Selain itu, semua bahan yang akan digunakan harus bebas dari air karena
air akan bereaksi dengan katalis sehingga jumlah katalis menjadi berkurang.
Katalis harus terhindar dari kontak dengan udara agar tidak mengalami reaksi
dengan uap air dan karbon dioksida [30].
b.

Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah
Perbandingan

metanol

dalam

minyak

juga

sangat

berpengaruh.

Perbandingan molar biasanya antara 5 : 1 sampai 10 : 1 walaupun menggunakan
metanol berlebih juga dapat mengakibatkan pemisahan gliserin. Secara
stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3 mol untuk
setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol gliserol.
Secara umum ditunjukkan bahwa semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan
maka konversi yang diperoleh juga akan semakin bertambah. Pada rasio molar
6:1, setelah 1 jam konversi yang dihasilkan adalah 98-99%, sedangkan pada 3:1
adalah 74-89%. Nilai perbandingan yang terbaik adalah 6:1 karena dapat
memberikan konversi yang maksimum [31].
c.

Pengaruh temperatur
Temperatur mempunyai peranan yang sangat penting pada kualitas produk.

Umumnya batasan temperatur yang digunakan dalam proses adalah 50 – 65 oC.
Jika temperatur lebih besar dari titik didih metanol (68 oC) menyebabkan metanol
akan lebih cepat menguap sedangkan jika temperatur dibawah 50oC menyebabkan
viskositas biodiesel tinggi. Semakin tinggi temperatur, konversi yang diperoleh
akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat. Temperatur yang rendah
akan menghasilkan konversi yang lebih tinggi namun dengan waktu reaksi yang
lebih lama [32].
d.

Pengaruh jenis katalis
Fungsi katalisator adalah mengaktifkan zat pereaksi sehingga pada kondisi

tertentu konstanta kecepatan reaksi bertambah besar. Alkali katalis (katalis basa)
akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila dibandingkan dengan katalis asam.

11
Universitas Sumatera Utara

Katalis basa yang paling populer untuk reaksi transesterifikasi adalah natrium
hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH), natrium metoksida (NaOCH3), dan
kalium metoksida (KOCH3) [31]. KOH lebih mudah larut dalam metanol
dibandingkan dengan NaOH sekalipun tidak terlihat sekali perbedaannya. Pada
keadaan tertentu NaOH akan cenderung membentuk gliserin hingga terjadi
pembentukan suatu jel maupun padatan. Pada saat titrasi yang tinggi pun, KOH
lebih baik dari pada NaOH sebab pada titrasi minyak yang tinggi kebanyakan
membentuk sabun. Kalium karbonat merupakan katalis heterogen pada reaksi
metanolisis. Pemisahan katalis heterogen ini dari produk reaksinya dapat
dilakukan dengan mudah.

CH3OH + K2CO3

CH3OK + KHCO3

Gambar 2.5 Reaksi Kalium Karbonat dalam Metanol [6]
Dari reaksi ini menunjukan bahwa lebih dari 99 % total KHCO3 yang
dihasilkan tersisa dalam fasa padat dan cair selama tidak bereaksi dengan kalium
karbonat pada temperatur 25 oC. Distribusi fasa KHCO3 antara fasa padat dan cair
menyebabkan pergeseran kesetimbangan reaksi terhadap pembentukan produk.
Kenaikan temperatur akan menyebabkan KHCO3 larut dalam fasa cair dibanding
fasa padat. Pada keadaan yang sama, konsentrasi CH3OK menurun sementara
K2CO3 naik sehingga KHCO3 ditemukan sebagai katalis yang kurang baik jika
dibandingkan dengan K2CO3. Hal ini menunjukan bahwa KHCO3 yang terbentuk
dari reaksi K2CO3 dan metanol merupakan unsur katalis yang penting. Sehingga
hasil reaksi transesterifikasi sebagian tergantung konsentrasi CH3OK [6].
2.4

PERBEDAAN SISTEM KATALIS YANG DIGUNAKAN DALAM
MEMPRODUKSI METIL ESTER
Sesuai dengan fungsinya, katalis dimanfaatkan untuk mempercepat suatu

reaksi, ikut bereaksi tetapi tidak ikut terkonsumsi menjadi produk. Tabel 2.6
berikut menunjukkan bahwa kandungan silika yang banyak bersifat tidak aktif
pada reaksi metanolisis dan yang sangat aktif adalah katalis dengan kandungan
senyawa komponen Kalsium dan Natrium. Senyawa dengan nilai 10 memberi arti
katalis mampu mengkonversi hingga 95%, tetapi pada kenyataannya katalis
tersebut juga banyak sekali menghasilkan sabun. Katalis-katalis dengan
12
Universitas Sumatera Utara

komponen Kalsium dan Magnesium kurang baik digunakan sebagai katalis karena
cendrung membentuk sabun [33].
Percobaan untuk menguji performa beberapa katalis telah dilakukan pada
proses pembuatan metil ester dan disajikan pada tabel 2.6.
Tabel 2.6 Jenis Katalis untuk Pembuatan Metil Ester [33]
Katalis

Komposisi

CaO
CaO.MgO
CaO. Al2O3
CaO.SiO2
CaO.MgO. Al2O3
K2CO3.MgO
K2CO3.Al2O3
K2CO3 bubuk
Na2CO3 bubuk

7% CaO ; 92% Al2O3
9,22% CaO ; 91% MgO
14,8% CaO ; 85,2% Al2O3
12,6% CaO ; 87,4% SiO2
6,34% CaO ; 5,64% MgO ; 86% Al2O3
4,76% K2CO3 ; 95,2% MgO
14,2% K2CO3 ; 85% Al2O3

Produksi Metil Ester
Asam Lemak relatif
10
0,5
5
4
6
0,8

Katalis yang digunakan dalam pembuatan metil ester ini pun dapat berupa
katalis homogen maupun heterogen. Katalis homogen adalah katalis yang
mempunyai fase yang sama dengan reaktan dan produk, sedangkan katalis
heterogen adalah katalis yang fasenya berbeda dengan reaktan dan produk. Katalis
homogen yang banyak digunakan adalah alkoksida logam seperti KOH dan NaOH
dalam alkohol. Selain itu, dapat pula digunakan katalis asam cair, misalnya asam
sulfat, asam klorida, dan asam sulfonat [34].
2.4.1 Katalis Homogen
Katalis homogen yang banyak digunakan itu adalah KOH dan NaOH.
Beberapa katalis basa konvensional dan non konvensional telah di laporkan oleh
penelitian Gerhard, dkk [21]. Abu boiler, kalium hidroksida (KOH) merupakan
katalis yang sering di gunakan dalam etanolisis ataupun metanolisis minyak
mentah dan minyak kelapa yang memberikan yield sebesar 90%. Metanolisis telah
dilaporkan bahwa yield ester 96-98% itu ketika minyak kelapa di refluks selama 2
jam. Abu pembakaran kulit kelapa dan abu pembakaran lain yang terbuang seperti
serat pohon kelapa mengandung kalium dan karbonat. Katalis basa dari minyak
nabati berekasi lebih cepat dari pada reaksi katalis asam. Karena terbukti bahwa

13
Universitas Sumatera Utara

katalis basa tidak menimbulkan karat sehingga biasanya industri banyak yang
menggunakan katalis basa seperti NaOH dan KOH seperti natrium karbonat atau
kalium karbonat. Kalium karbonat menggunakan konsentrasi 2 dan 3 (% mol)
memberikan yields yang tinggi dari asam lemak dan mereduksi sabun yang
terbentuk [28]. Untuk transestrerifikasi katalis basa adalah gliserin dan anhidrous
karena air membuat sebagian reaksi berubah menjadi saponifikasi yang akan
membentuk sabun [35].
2.4.2 Katalis Heterogen
Para peneliti melaporkan bahwa katalis asam merupakan katalis alternatif
untuk menghilangkan FFA tinggi. Proses Transesterifikasi pembuatan biodiesel
juga dari katali basa seperti HCl, BF3, H3PO4, dan asam sulfonik lainnya [28].
Jenis katalis heterogen yang dapat digunakan adalah transesterifikasi adalah CaO
dan MgO [3].
Penggunaan katalis homogen mempunyai kelemahan yaitu: bersifat korosif,
sulit dipisahkan dari produk dan katalis tidak dapat digunakan kembali. Saat ini
banyak industri menggunakan katalis heterogen yang mempunyai banyak
keuntungan dan sifatnya yang ramah lingkungan, yaitu tidak bersifat korosif,
mudah dipisahkan dari produk dengan cara filtrasi, serta dapat digunakan
berulangkali dalam jangka waktu yang lama. Selain itu katalis heterogen
meningkatkan kemurnian hasil karena reaksi samping dapat dieliminasi. Contohcontoh dari katalis heterogen adalah zeolit, oksida logam, dan resin ion exchange.
Katalis basa seperti KOH dan NaOH lebih efisien dibanding dengan katalis asam
pada reaksi transesterifikasi. Transmetilasi terjadi kira-kira 4000 kali lebih cepat
dengan adanya katalis basa dibanding katalis asam dengan jumlah yang sama.
Untuk alasan ini dan dikarenakan katalis basa kurang korosif terhadap peralatan
industri dibanding katalis asam, maka sebagian besar transesterifikasi untuk
tujuan komersial dijalankan dengan katalis basa. Konsentrasi katalis basa
divariasikan antara 0,5-1% dari massa minyak untuk menghasilkan 94-99%
konversi minyak nabati menjadi ester. Lebih lanjut, peningkatan konsentrasi
katalis tidak meningkatkan konversi dan sebaliknya menambah biaya karena
perlunya pemisahan katalis dari produk [3].

14
Universitas Sumatera Utara

2.5

ABU KULIT BUAH KELAPA SEBAGAI KATALIS
Bode [4] menggunakan katalis abu yang berasal dari abu sekam batang

kelapa (SBK) dalam pembuatan biodiesel. Senyawa utama penyusun katalis abu
kulit buah kelapa dapat di lihat pada tabel 2.7 berikut ini.
Tabel 2.7 Senyawa Utama Abu Kelapa (% berat) [4]
Senyawa
Kalium (K)
Natrium (Na)
Kalsium (Ca)
Magnesium (Mg)
Klor (Cl)
Karbonat (CO3)
Nitrogen (N)
Posfat (P)
Silika (SiO2)

Abu Kelapa
Batang
35
2,5
2,8
2,1
14,5
12,5
0,05
0,9
16,8

Kulit Buah
40
1,7
1,1
0,9
2,7
27,7
0,06
0,9
10,5

Sabut
9,2
0,5
4,9
2,3
2,5
2,6
0,004
1,4
59,1

Pada tabel 2.7 dapat dilihat bahwa senyawa abu tersebut memiliki kadar ion
Kalium 35% dan Karbonat 12,5%. Pada penelitian ini akan di gunakan katalis dari
abu kelapa juga, namun katalis yang digunakan bukan dari SBK tetapi abu dari
kulit buah kelapa karena ditinjau bahwa senyawa % (b/b) Kalium dan Karbonat
terdapat lebih tinggi pada kulit buah.
Dari tabel 2.7 juga dapat di lihat bahwa kalium merupakan kation utama
dalam abu kulit kelapa sebesar 40 % berat, selain itu abu tersebut juga memiliki
kandungan karbonat yang tinggi sebesar 27,7 % berat. Karena itu abu kulit buah
kelapa ini dapat di gunakan sebagai katalis.
Dari penelitian sebelumnya Bode [4] dapat dilihat hasil uji katalis mineral
alami tersebut dapat di lihat pada tabel 2.8.
Tabel 2.8 Hasil Uji Katalis Mineral Alami [4]
Perolehan (%)
Metil Ester Asam Lemak
Montmorillonite
0
CaCO3
0
MgO
0
Fanjasite
23
CaO
48
K2CO3
95
KHCO3
95
KOH
95
Katalis

Sabun
0,5
0,5
0,5
0,6
1,5
1,8
1,9
0,5

15
Universitas Sumatera Utara

2.6

BEBERAPA APLIKASI FATTY ACID METHYL ESTER (FAME)
Metil ester dapat digunakan untuk menggantikan asam lemak pada berbagai

jenis produk karena sifatnya yang tidak korosif dan mudah dipisahkan secara
destilasi. Metil ester dapat digunakan sebagai bahan baku kosmetik karena metil
ester memiliki kemampuan penetrasi kulit yang sangat tinggi serta menjaga kulit
tetap halus dan lembut tanpa menimbulkan lapisan berlemak.
Penggunaan metil ester dapat dijadikan sebagai bahan untuk memproduksi
alkanolamida yang digunakan langsung sebagai surfaktan nonionik, emulsifier,
pengental dan bahan pembantu dalam pembuatan sifat plastis. Sedangkan fatty
alcohol digunakan sebagai aditif dalam bidang farmasi dan kosmetik (C16 - C18)
sebagai pelumas dan bahan pembantu dalam pembuatan sifat plastis (C6 -C12),
tergantung pada panjang rantai karbonnya. FAME lebih lanjut digunakan dalam
pembuatan ester asam lemak karbohidrat (sukrosa poliester) yang diaplikasikan
sebagai surfaktan non ionik atau minyak makan non kalori. Disamping itu ester
asam lemak karbohidrat juga dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif
pengganti atau substitusi untuk mesin diesel (biodiesel) [36].
Berikut merupakan hasil samping proses pembuatan metil ester:
2.6.1 Monogliserida dan Digliserida
Monogliserida dan digliserida merupakan hasil dari reaksi transesterifikasi
yang tidak sempurna. Komponen-komponen ini menyebabkan banyak masalah
diantaranya kerusakan pada mesin injector, kerusakan katup pada mobil, emisi
gas buang yang buruk, serta menyebabkan karat dari logam tertentu [37]. Produk
yang tidak sempurna dari reaksi transesterifikasi ditampilkan pada gambar 2.6.
Mono -gliserida yaitu
satu molekul asam
lemak masih terikat
dengan gliserin

Di-gliserida yaitu dua
molekul asam lemak
masih terikat dengan
gliserin

Gambar 2.6 Hasil Reaksi Transesterifikasi Yang Tidak Sempurna [37]

16
Universitas Sumatera Utara

2.6.2 Sabun
Sabun dapat juga terbentuk selama reaksi berhubung karena adanya reaksi
samping dari reaksi transesterifikasi. Mula-mula, etil ester yang terbentuk bereaksi
dengan air membentuk asam lemak dan etanol, seperti yang ditunjukkan pada
gambar 2.7.

Gambar 2.7 Reaksi Pembentukan Asam Lemak dari Etil Ester [38]
Kemudian asam lemak yang terbentuk beraksi dengan katalis sisa (dalam kasus ini
berupa KOH) membentuk sabun. Reaksi ini dapat di lihat pada gambar 2.8.

Gambar 2.8 Reaksi Pembentukan Sabun [38]
Namun reaksi diatas sulit terjadi karena sedikitnya kadar air dalam sistem.
Air yang dapat muncul ini dapat disebabkan oleh tidak murninya alkohol yang
digunakan, air yang berasal dari reaktan lain pada awal proses (dari udara), atau
bahkan dari tahap pencucian awal [38].
2.6.3 Gliserol
Gliserol merupakan produk samping yang dihasilkan dari reaksi
transesterifikasi sehingga gliserol harus dipisahkan dari metil ester. Gliserol ini
sebagai produk samping dalam pembuatan metil ester juga memiliki aplikasi
penting dalam bidang kosmetik, pasta gigi, farmasi , pangan, plastik, pernis, resin
alki, tembakau, bahan peledak dan pemrosesan selulosa [36].
2.7

ANALISA EKONOMI
Indonesia merupakan salah satu produsen minyak sawit terbesar di dunia.

Konsumsi minyak sawit di dalam negeri digunakan sebagai bahan baku industri
minyak goreng, margarin, sabun, serta industri oleokimia yang memproduksi
asam lemak sawit, metil ester (biodiesel) dan fatty alkohol. Minyak sawit mentah
CPO merupakan salah satu komoditi yang dapat dikembangkan penggunaannya
lagi pula produksi CPO ini cenderung meningkat setiap tahunnya sehingga lebih
menjanjikan akan pasokan CPO ini sebagai bahan baku pembuatan metil ester.
17
Universitas Sumatera Utara

Kebutuhan metil ester sebagai bahan bakar (biodisel), bahan baku produk
kosmetik, obat-obatan, dan pestisida semakin hari akan semakin meningkat.
Dengan demikian industri oleokimia berbasis dari alam yang mempunyai prospek
untuk dikembangkan di Indonesia adalah industri metil ester.
Produksi metil ester dengan bahan baku CPO dilakukan dengan tahapan
sebagai beikut:
1. Preparasi abu kulit buah kelapa
2. Pretreatment CPO dengan proses degumming
3. Esterifikasi CPO untuk mereduksi ALB
4. Transesterifikasi
Penelitian pemanfaatan abu kulit buah kelapa sebagai subtitusi katalis
konvensional pada transesterifikasi CPO ini di lakukan untuk menghasilkan metil
ester. Dengan pemanfaatan abu kulit buah kelapa sebagai katalis transesterifikasi
ini di harapkan akan meminimalisir biaya pembuatan metil ester. Berikut
merupakan rincian biaya pembuatan metil ester dengan pemanfaatan abu kulit
buah kelapa sebagai katalis yang telah dilakukan selama penelitian dengan basis
bahan baku CPO 5 kg.
Tabel 2.9 Rincian Biaya Pembuatan Metil Ester dengan Pemanfaatan Katalis Abu
Kulit Buah Kelapa
Bahan dan Peralatan
Jumlah
Harga (Rp)
Biaya Total (Rp)
CPO (Crude Palm Oil) low
5 kg
2.500,-/kg
12.500,grade
Asam Posfat (H3PO4)
100 gr
60.000,-/kg
6000,1,5 kg
40.000,-/kg
60.000,Asam Sulfat (H2SO4)
Metanol (CH3OH) teknis
5L
12.000,-/L
60.000,Limbah Kulit Buah Kelapa
Analisa AAS (Atomic
3 sampel
80.000,-/sampel
240.000,Absorption
Spectrophotometer)
Analisa GC (Gas
1 sampel
250.000,-/sampel
250.000,Chromatography) CPO
Analisa GC (Gas
Chromatography) Metil
5 sampel
550.000,-/sampel
2.750.000,Ester
Pajak Analisa GC sampel
10%
300.000,Biaya Listrik
85 kWh
575/kWh
48.875
Total
3.727.375,-

18
Universitas Sumatera Utara

Dari rincian biaya yang telah dilakukan diatas maka total biaya yang
diperlukan untuk produksi metil ester dengan pemanfaatan abu limbah kulit buah
kelapa sebagai katalis sebesar Rp 3.727.375,-.
Untuk menghasilkan metil ester dari 5 kg CPO di butuhkan 30 run pada
masing masing proses transesterifikasi 150 gram CPO dengan jumlah katalis abu
kulit buah kelapa sebesar 1% b/b CPO. Maka jumlah abu yang di butuhkan untuk
1 run adalah:

Jumlah Abu 

1
x150 gram  1,5 gram
100

Maka jumlah abu yang di butuhkan untuk 30 run = 30 x 1,5 gram = 45 gram.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa 125 gram kulit buah kelapa
akan menghasilkan 1,2 gram abu selama pembakaran. Maka untuk menghasilkan
45 gram abu diperlukan kulit buah kelapa adalah:
Jumlah Kulit Buah Kelapa 

45
x125 gram  4687,5 gram  4,6875 kg
1,2

Proses yang digunakan untuk kalsinasi abu kulit buah kelapa di bakar dalam
Furnace. Kebutuhan Listrik furnace dalam satu hari adalah 2,38 kWh/hari.

Pembakaran abu kulit buah kelapa dilakukan selama 8 jam maka untuk 3 run
pembakaran dibutuhkan 24 jam proses pembakaran. Jadi, biaya listrik yang di
butuhkan untuk pembakaran kulit buah kelapa adalah:

Biaya Listrik  3 run x 8 jam  24 jam x
Biaya Listrik  2,38 kWh x

1 hari 2,38 kWh
x
 2,38 kWh
24 jam
1 hari

Rp 575
 Rp 1.368,5
1 kWh

Jika di bandingkan dengan pembuatan metil ester yang di lakukan pada
umumnya dengan tahapan yang sama namun menggunakan katalis konvensional
KOH/K2CO3 maka dengan tahapan yang sama dibutuhkan 4,687 kg KOH/K2CO3.
Biaya kebutuhan KOH = 4,687 kg KOH x

Rp 35.000
 Rp 164.045,1 kg KOH

Dari analisa biaya yang di lakukan dapat di lihat bahwa dengan kebutuhan
katalis yang sama, pemanfaatan abu kulit buah kelapa sangat menguntungkan
dibandingkan penggunaan katalis konvensional dan sangat efisien.

19
Universitas Sumatera Utara

Besarnya efisiensi pemanfaatan abu kulit buah kelapa adalah:
Katalis Konvensional - Katalis Abu
x100%
KatalisKonvensional
164.045 - 1.368,5
x100%
Efisiensi 
164.045
Efisiensi  99,17 %

Efisiensi 

Dapat di lihat bahwa pemanfaatan abu kulit buah kelapa lebih hemat dan
lebih ekonomis sebesar 99,17 %. Jika pembuatan metil ester di scale up dengan
kapasitas produksi metil ester yang besar dimana membutuhkan bahan baku CPO
yang besar maka pemanfaatan abu kulit buah kelapa ini sangat menguntungkan
dan sangat ekonomis sehingga biaya pembuatan metil ester lebih murah
dibandingkan pembuatan metil ester dengan katalis konvensional KOH/NaOH.
Berdasarkan analisa ini maka pemanfaatan abu kulit buah kelapa ini layak
dipertimbangkan.

20
Universitas Sumatera Utara