Pengaruh Lembaga Keuangan Mikro Terhadap Pembangunan Ekonomi di Kabupaten Labuhan Batu Utara (Studi Di Desa Kualuh Kulu)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori
2.1.1 Lembaga Keuangan Mikro
2.1.1.1 Pengertian Lembaga Keuangan Mikro
Menurut Bank Indonesia (2006), lembaga keuangan mikro (LKM) dalam
pengertian yang umum dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok: (1) LKM
berbentuk bank, yaitu BPR dan Unit Mikro dari Bank Umum; (2) LKM berbentuk
koperasi, yaitu KSP, USP, KJKS, UJKS; serta (3) LKM Bukan Bank Bukan
Koperasi (LKM B3K) seperti BKD dan LPKD yang tidak memenuhi syarat dalam
UU Perbankan, Baitul Maal wat Tamwil (BMT), dan Koperasi Kredit yang tidak
memiliki izin pendirian koperasi, dan sebagainya. LKM B3K selanjutnya dikenal
sebagai LKM Informal.
Asian Development Bank (ADB) mendefinisikan lembaga keuangan
mikro sebagai lembaga yang menyediakan jasa penyimpanan (deposit), kredit atau
pembiayaan (loan/financing), pembayaran berbagai transaksi jasa (payment
services) serta money transfer yang ditujukan bagi masyarakat miskin atau
pengusaha kecil. Dengan demikian LKM memiliki fungsi sebagai lembaga jasa
keuangan bagi masyarakat berpenghasilan rendah serta usaha mikro (Wijaya,
2007:32).

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga
Keuangan Mikro mendefinisikan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah
lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan

Universitas Sumatera Utara

usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan
dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan,
maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata
mencari keuntungan.
Menurut Peraturan Otoritas jasa keuangan Nomor /POJK.05/2014 Tentang
Penyelenggaraan Usaha Lembaga Keuangan Mikro bahwa Lembaga Keuangan
Mikro yang selanjutnya disingkat LKM adalah lembaga keuangan yang khusus
didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan
masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro
kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa
konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.
Lembaga keuangan dalam sistem perbankan adalah lembaga keuangan
yang menurut Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 1,
“adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat
banyak.”
Sedangkan lembaga keuangan bukan bank adalah lembaga keuangan
selain bank yang dalam kegiatannya tidak diperkenankan menghimpun dana
secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan, yang meliputi
perusahaan asuransi, dana pensiun, pasar modal, leasing, modal ventura,
pegadaian, serta perusahaan pembiayaan lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Mandala Manurung dan Prathama Rahardja (2004:124) menyatakan
bahwa “LKM adalah lembaga keuangan yang memberikan pelayanan jasa kepada
masyarakat berpenghasilan rendah dan miskin serta para pengusaha kecil.”
Sementara itu menurut ahli lain, “LKM didefinisikan sebagai penyedia jasa
keuangan bagi pengusaha kecil dan mikro serta berfungsi sebagai alat
pembangunan bagi masyarakat perdesaan” (Soetanto Hadinoto, 2005:72).
Menurut Direktorat Pembiayaan (Deptan), (2004) dalam Ashari (2006:148) bahwa
“LKM dikembangkan berdasarkan semangat untuk membantu dan memfasilitasi
masyarakat miskin baik untuk kegiatan konsumtif maupun produktif keluarga

miskin tersebut.”
Keuangan mikro, termasuk lembaganya, adalah sebuah konsep yang
berangkat

dari

pengalaman

riil

masyarakat

miskin

dalam

memenuhi

kebutuhannya. Oleh karena itu, lembaga keuangan mikro memiliki karakteristik
khusus yang sesuai dengan segmen sasarannya, yaitu: 1) Terdiri dari berbagai

bentuk pelayanan keuangan, terutama simpan dan pinjam, 2) Diarahkan untuk
melayani masyarakat berpenghasilan rendah, dan 3) Menggunakan sistem serta
prosedur yang sederhana (Ginanjar, 2003, Hal.26). Sedangkan pengertian umum
LKM adalah lembaga keuangan penyedia jasa keuangan mikro (Salam, 2008:9).
Walaupun terdapat banyak definisi LKM, terdapat tiga elemen
penting dari berbagai definisi tersebut, yaitu:
1. Menyediakan beragam jenis pelayanan keuangan.
Keuangan mikro dalam pengalaman masyarakat tradisional Indonesia
seperti

lumbung

desa,

lumbung

pitih

nagari


dan

sebagainya

Universitas Sumatera Utara

menyediakan pelayanan keuangan

yang

beragam seperti tabungan,

pinjaman, pembayaran, deposito maupun asuransi.
2. Melayani rakyat miskin.
Keuangan mikro hidup dan berkembang pada awalnya memang untuk
melayani rakyat yang terpinggirkan oleh sistem keuangan formal yang
ada sehingga memiliki karakteristik konstituen yang khas.
3. Menggunakan prosedur dan mekanisme yang kontekstual dan fleksibel.
Hal ini merupakan konsekuensi dari kelompok masyarakat yang dilayani,
sehingga


prosedur

dan

mekanisme

yang

dikembangkan

untuk

keuangan mikro akan selalu kontekstual dan fleksibel.
2.1.1.2 Fungsi Lembaga Keuangan Mikro
LKM mempunyai fungsi sebagai motor penggerak untuk menumbuhkan
potensi masyarakat dalam menanggulangi kemiskinan, artinya BKM/LKM harus
membangun modal sosial. LKM berfungsi memberikan dukungan modal bagi
pengusaha UKM terutama bagi masyarakat desa untuk meningkatkan usahanya.
Mengingat masyarakat desa tidak mempunyai dana dari lembaga-lembaga

keuangan besar seperti bank dan perusahaan leasing, maka LKM merupakan satu
pilihan yang lebih baik dibanding mencari dana dari lembaga keuangan informal,
yaitu rentenir dan ijon, yang mengenakan beban bunga yang sangat tinggi.
LKM berfungsi sebagai lembaga keuangan yang dapat mengatasi
ketidakmampuan mereka mengakses lembaga keuangan lain (perbankan)
misalnya koperasi. Lembaga keuangan seperti Koperasi Simpan Pinjam
(KSP)/Usaha Simpan Pinjam (USP) akan memudahkan kebutuhan pembiayaan

Universitas Sumatera Utara

usaha mereka. Selain itu, dalam wadah koperasi (KSP atau USP), para pengusaha
mikro/kecil itu dapat saling menukar informasi dan pengalaman serta membangun
sinergi.
Jadi, peran LKM yang didukung dengan kemudahan akses, prosedur, dan
kedekatan terhadap masyarakat akan membantu keberdayaan kelompok miskin
terutama untuk meningkatkan produktivitasnya melalui usaha kecil yang mereka
jalankan agar tidak terus menerus bergantung pada kemampuan orang lain atau
dirinya sendiri yang amat terbatas serta dapat meningkatkan taraf hidupnya.
2.1.1.3 Bentuk-Bentuk Lembaga Keuangan Mikro
LKM di Indonesia sangat beraneka ragam dan umumnya beroperasi

di perdesaan. Menurut Wijono (2005) seperti yang dikutip oleh Ashari
(2006:148) membagi LKM menjadi tiga bentuk, yaitu:
1. Lembaga formal seperti bank desa dan koperasi,
2. Lembaga semi formal misalnya organisasi nonpemerintah, dan
3. Sumber-sumber informal, misalnya pelepas uang.
Sedangkan menurut Usman, Suharyo, Sulaksono, Mawardi, Toyamah,
dan Akhmadi (2004) sebagaimana dikutip oleh Ashari (2006:148) membagi LKM
di Indonesia menjadi 4 golongan besar, yaitu:
1. LKM formal, baik bank maupun nonbank;
2. LKM non formal, baik berbadan hukum ataupun tidak;
3. LKM yang dibentuk melalui program pemerintah;
4. LKM informal seperti rentenir ataupun arisan.

Universitas Sumatera Utara

Sementara itu, Soetanto Hadinoto (2005:71), mengemukakan bahwa:
Secara umum, LKM di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua
jenis, yaitu bersifat formal dan informal. LKM formal terdiri dari
bank dan nonbank. LKM formal bank di antaranya Badan Kredit
Desa (BKD), Bank Perkreditan Rakyat (BPR), BNI, Mandiri Unit

Mikro, Danamon Simpan Pinjam (DSP), dan BRI Unit. Sementara
LKM formal nonbank mencakup Lembaga Dana dan Kredit Perdesaan
(LDKP), koperasi (Koperasi Simpan Pinjam/KSP dan Koperasi Unit
Desa/KUD), dan pegadaian. Adapun LKM informal terdiri dari berbagai
kelompok dan Lembaga Swadaya Masyarakat (KSM dan LSM), Baitul
Mal Wat Tamwil (BMT), Lembaga Ekonomi Produktif Masyarakat
Mandiri (LEPM), Unit Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UEDSP) serta
berbagai bentuk kelompok lainnya.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, disimpulkan bahwa bentuk
LKM dibedakan menjadi dua,

yaitu formal dan informal. Perbedaan

mendasar kedua LKM tersebut karena LKM formal memiliki badan hukum,
sementara LKM informal berasal dari pribadi atau kelompok yang tidak
berbadan

hukum. LKM formal terdiri dari bank yaitu BPR dan bank-bank

konvesional yang khusus menangani kredit usaha seperti Mandiri Unit Mikro,

Danamon Simpan Pinjam, BRI unit, dan lain-lain, serta bukan bank seperti
koperasi. Sedangkan LKM informal di antaranya adalah LSM, rentenir, dan
arisan.
2.1.1.4 Hambatan Lembaga Keuangan Mikro
Menurut Soetanto Hadinoto (2005:80) permasalahan LKM dibedakan
menjadi internal dan eksternal. Dia menyatakan “yang bersifat internal meliputi
keterbatasan sumber daya manusia, manajemen yang belum efektif sehingga
kurang efisien, serta keterbatasan modal. Sementara faktor yang bersifat eksternal
meliputi kemampuan monitoring yang belum efektif, pengalaman yang lemah,
serta infrastruktur yang kurang mendukung.”

Universitas Sumatera Utara

Ashari (2006:154) juga menyatakan “perkembangan

LKM

masih

dihadapkan pada berbagai kendala baik yang bersifat internal maupun eksternal.”

Berikut ini penjelasan dari kendala internal maupun eksternal LKM adalah
sebagai berikut:
1) Permasalahan internal.
Permasalahan internal yang dihadapi LKM adalah aspek operasional yang
menyangkut kemampuan LKM dalam menghimpun dana. Sebagian besar
LKM masih terbatas kemampuannya karena masih tergantung kepada
jumlah anggota/nasabah serta besaran modal sendiri. Kemampuan SDM
LKM dalam mengelola usaha sebagian besar juga masih terbatas, sehingga
dalam jangka panjang akan mempengaruhi perkembangan LKM, bahkan
bisa menjadi faktor penghambat yang cukup serius.
2) Permasalahan eksternal.
Permasalahan eksternal yang dihadapi LKM adalah aspek kelembagaan.
Aspek ini mengakibatkan bentuk LKM yang beraneka ragam. BRI Udes
dan BPR adalah bentuk LKM yang secara kelembagaan lebih jelas karena
mengacu pada ketentuan perbankan dengan pembinaan dari Bank
Indonesia. LKM jenis ini lebih terarah dan terjamin kepercayaannya
karena bagian dari kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dan
berhak mendapatkan fasilitas dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Sementara itu, pada LKM yang berbentuk koperasi simpan pinjam atau
unit simpan pinjam, segala ketentuan operasional dan arah pengembangannya
mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh Kementerian KUMK. Bahkan untuk

Universitas Sumatera Utara

LKM lain seperti BKD, LDKP, Credit Union, maupun lembaga non pemerintah
lainnya, tidak jelas kelembagaannya dan pembinanya. Padahal, jika dilihat dari
fungsi LKM sebenarnya tidak berbeda dengan lembaga formal yaitu sebagai
lembaga intermediasi keuangan. Kondisi kelembagaan yang beragam dan tidak
jelas tersebut, akan dapat mempersulit pengembangan LKM di masa mendatang.
Pendapat yang telah dikemukakan oleh Soetanto Hadinoto dan Ashari
tersebut memiliki persamaan yang mendasar mengenai permasalahan LKM yaitu
faktor modal yang terbatas dan SDM yang rendah dalam manajemen sebagai
masalah internal serta faktor kelembagaan atau infrastruktur yang belum
mendukung sebagai masalah eksternal. Dari jumlah UKM sebesar 42 jutaan,
ternyata yang menikmati akses permodalan dari lembaga keuangan, baik
perbankan maupun LKM hanya 22,14% (Wijono, 2005: Ashari, 2006:154).
Berdasarkan pendapat tersebut, artinya lebih dari 75% UKM masih
mengandalkan sumber pembiayaan dari modal sendiri sehingga usaha yang
dijalankan bisa berada dalam tingkat under capacity. Permasalahan-permasalahan
tersebut mengakibatkan aktivitas pembiayaan yang dilakukan oleh LKM terhadap
UKM belum berjalan secara optimal. Kondisi inilah yang mengakibatkan
pelayanan LKM terhadap usaha mikro masih belum mampu menjangkau secara
luas terutama di wilayah perdesaan, padahal pengembangan LKM secara luas
akan sangat penting peranannya dalam membantu investasi bagi usaha mikro dan
kecil.

Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Pembangunan Ekonomi
2.1.2.1 Pengertian Pembangunan Ekonomi
Menurut Adam Smith pembangunan ekonomi merupakan proses
perpaduan antara pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi (Suryana,
2000:55). Pembangunan sebagai suatu proses multidimensional yang menyangkut
perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap masyarakat, kelembagaan
nasional

maupun

percepatan

pertumbuhan

ekonomi,

pengurangan

ketidakmerataan dan penghapusan dari kemiskinan mutlak. Pembangunan
ekonomi menurut Irawan (2002: 5) adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf
hidup suatu bangsa yang seringkali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan
riil perkapita.
Meier (dalam Adisasmita, 2005: 205) mendefinisikan pembangunan
ekonomi sebagai proses kenaikan pendapatan riil perkapita dalam suatu jangka
waktu yang panjang. Pembangunan ekonomi sebagai suatu proses yang
menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam
jangka panjang. Definisi tersebut mengandung pengertian bahwa pembangunan
ekonomi merupakan suatu perubahan yang terjadi secara terus-menerus melalui
serangkaian kombinasi proses demi mencapai sesuatu yang lebih baik yaitu
adanya peningkatan pendapatan perkapita yang terus menerus berlangsung dalam
jangka panjang.
Menurut Schumpeter (dalam Suryana, 2000:5), pembangunan ekonomi
bukan merupakan proses yang harmonis atau gradual, tetapi merupakan
perubahan yang spontan dan tidak terputus-putus. Pembangunan ekonomi

Universitas Sumatera Utara

disebabkan oleh perubahan terutama dalam lapangan industri dan perdagangan.
Pembangunan ekonomi berkaitan dengan pendapatan perkapita dan pendapatan
nasional. Pendapatan perkapita yaitu pendapatan rata-rata penduduk suatu daerah
sedangkan pendapatan nasional merupakan nilai produksi barang-barang dan jasajasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam masa satu tahun.
Pertambahan pendapatan nasional dan pendapatan perkapita dari masa ke masa
dapat digunakan untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi dan juga
perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat suatu daerah. Dalam pengertian
pembangunan ekonomi yang dijadikan pedoman adalah sebagai suatu proses yang
menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam
jangka panjang.
Sementara itu pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan jangka panjang
dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis
barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini tumbuh sesuai
dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan idiologis yang
diperlukannya. Definisi ini mempunyai 3 (tiga) komponen: pertama, pertumbuhan
ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus-menerus persediaan
barang; kedua, teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi
yang menentukan derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka
macam barang kepada penduduk; ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan
efisien memerlukan adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideologi
sehingga inovasi yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat
dimanfaatkan secara tepat.

Universitas Sumatera Utara

Dengan bahasa lain, Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output
dalam jangka panjang. Pengertian tersebut mencakup tiga aspek, yaitu proses,
output perkapita, dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu
proses, bukan gambaran ekonomi atau hasil pada saat itu. Pertumbuhan ekonomi
juga berkaitan dengan kenaikan ”output perkapita”. Kemudian aspek yang ketiga
adalah pertumbuhan ekonomi dalam perspektif jangka panjang, yaitu apabila
selama jangka waktu yang cukup panjang tersebut output perkapita menunjukkan
kecenderungan yang meningkat.
Pembangunan ekonomi perdesaan adalah suatu proses kerja antara
pemerintah daerah dengan masyarakatnya dalam mengelola sumber daya yang ada
dan membentuk suatu pola kemitraan antara Pemerintah Daerah dengan sektor
swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang
perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut
(Arsyad, 2008:108).
Adisasmita (2005:68) menjelaskan bahwa pembangunan ekonomi wilayah
(regional) merupakan fungsi dari potensi sumber daya alam, tenaga kerja dan
sumber daya manusia, investasi modal, sarana dan prasarana pembangunan,
transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, situasi ekonomi, dan
perdagangan

antar

wilayah,

kemampuan

pendanaan

dan

pembiayaan

pembangunan daerah, kewirausahaan, kelembagaan daerah dan lingkungan
pembangunan secara luas.
Menurut pemikiran ekonomi klasik, bahwa pembangunan ekonomi di
daerah yang kaya sumber daya alam akan lebih maju dan masyarakatnya lebih

Universitas Sumatera Utara

makmur dibandingkan di daerah yang miskin sumber daya alam. Hingga tingkat
tertentu, anggapan ini masih bisa dibenarkan, dalam artian sumber daya alam
harus dilihat sebagai modal awal untuk pembangunan yang selanjutnya harus
terus dikembangkan. Untuk itu diperlukan faktor-faktor lain, di antaranya yang
sangat penting adalah teknologi dan sumber daya manusia.
2.1.2.2 Indikator Pembangunan Ekonomi
2.1.2.2.1 Pendapatan Perkapita
Tujuan akhir pembangunan dan kebijakan yang ingin dicapai oleh suatu
Negara atau daerah adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat. Secara
sederhana kebijakan tersebut bertujuan untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat, dalam istilah ilmu ekonomi disebut sebagai pendapatan nasional atau
daerah. Kesejateraan masyarakat dapat pula diukur dengan cara membagi
pendapatan nasional dengan jumlah penduduk yang ada. Hasil bagi ini disebut
sebagai pendapatan perkapita atau pendapatan tiap orang. Semakin tinggi
pendapatan perkapita suatu Negara tertentu semakin tiggi pula kesejahteraan
masyarakatnya dan sebaliknya (Amra Ausri, 2007: 41).
Sadono Sukirno (2004:28) mengatakan bahwa pendapatan nasional adalah
nilai barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan sesuatu Negara dalam suatu
tahun tertentu. pendapatan nasional pada harga berlaku adalah pendapatan Negara
yang dihitung menurut harga-harga pada tahun yang produksi nasionalnya
dihitung.
Sedangkan pendapatan perkapita adalah pendapatan rata-rata penduduk
suatu Negara pada suatu periode tertentu, yang biasanya satu tahun. Pendapatan

Universitas Sumatera Utara

perkapita bisa juga diartikan sebagai jumlah dai nilai barang dan jasa rata-rata
yang tersedia bagi penduduk suatu Negara pada suatu periode tertentu. pendapatan
perkapita diperoleh dari pendapatan nasional pada tahun tertentu dibagi dengan
jumlah penduduk suatu Negara pada tahun tersebut (Sadono Sukirno, 2004: 423).
Pendapatan nasional riil atau menurut harga tetap adalah pendapatan
nasional yang dihitung pada harga-harga di sesuatu tahun tertentu yang berbeda
dengan tahun dimana produksi nasionalnya dihitung. Pendapatan nasional
potensial adalah pendapatan nasional yang diciptakan apabila perekonomian
mencapai tingkat kesempatan kerja penuh. Manakala pendapatan nasional
sebenarnya adalah nilai produk nasional yang sebenarnya diwujudkan oleh
kegiatan ekonomi pada suatu tahun tertentu.
Produk nasional atau pendapata nasional adalah istilah yang menerangkan
tentang nilai barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksikan sesuatu Negara
dalam suatu tahun tertentu. dalam konsep yang lebih spesifik pengertian produk
nasional atau pendapatan nasional dibedakan kepada dua pengertian: Produk
Nasional Bruto (PNB) dan Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Nasional Bruto
(PNB) diwujudkan oleh faktor-faktor produksi milik warga Negara sesuatu
Negara dinamakan Produk Nasional Bruto, sedangkan Produk Domestik Bruto
adalah produk nasional yang diwujudkan oleh faktor-faktor produksi di dalam
negeri (milik warga Negara dan orang asing).
Purbayu dan Hamdani (2007: 68) menyatakan bahwa ukuran kesejahteraan
penduduk suatu Negara biasanya juga didasarkan atas besarnya jumlah
pendapatan perkapita. Pendapatan perkapita merupakan bentuk rata-rata yang

Universitas Sumatera Utara

diperoleh dari pembagian jumlah produk nasional bruto oleh jumlah keseluruhan
penduduk. Semakin besar nilai pendapatan perkapita, diasumsikan bahwa anggota
masyarakat suatu Negara semakin sejahtera dan pembangunan ekonomi dinilai
semakin berhasil.
Pendapatan perkapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di
suatu Negara atau daerah. Pendapatan perkapita didapatkan dari hasil pembagian
pendapatan nasional suatu Negara dengan jumlah penduduk Negara tersebut,
pendapatan perkapita sering digunakan sebagai tolak ukur kemakmuran dan
tingkat pembangunan sebuah Negara, semakin besar pendapatan perkapitanya
semakin makmur Negara tersebut (Wikipedia).
Sadono Sukirno (2004: 242) menyatakan bahwa salah satu komponen dari
pendapatan nasional yang selalu dilakukan perhitungannya adalah pendapatan
perkapita yaitu pendapatan rata-rata penduduk suatu Negara pada suatu masa
tertentu.nilainya diperoleh dengan membagi nilai Produk Domestik Bruto dan
Produk Nasional Bruto suatu tahun-tahun tertentu dengan jumlah penduduk pada
tahun tersebut. Dengan demikian pendapatan perkapita dapat dihitung dengan
menggunakan salah satu rumus sebagai berikut:

PDB Perkapita =

PDB
Jumlah Penduduk

PNB Perkapita =

PNB
Jumlah Penduduk

2.1.2.2.2 Tingkat Kemiskinan

Universitas Sumatera Utara

Kemiskinan dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk
menjamin kelangsungan hidup. Prastyo (2010) menyatakan bahwa kemiskinan
adalah suatu intergrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1)
kemiskinan (proper), 2) ketidakberdayaan (powerless), 3) kerentanan menghadapi
situasi darurat (state of emergency), 4) ketergantungan (dependence), dan 5)
keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis. Kemiskinan
adalah kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan
untuk mencapai suatu standar hidup yang layak.
Berdasarkan Perpres Nomor 7 Tahun 2005 tentang RPJMN, kemiskinan
terjadi ketika seseorang atau sekelompok orang, baik laki-laki dan perempuan,
tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan
kehidupan yang bermartabat. Menurut Ridlo (2001) definisi ini beranjak dari
pendekatan berbasis hak yang mengakui bahwa masyarakat miskin mempunyai
hak-hak dasar yang sama dengan anggota masyarakat lainnya. Ketidaksamaan
kesempatan untuk mengakumulasi basis kekuatan sosial yang meliputi: aset,
sumber-sumber keuangan, organisasi dan jaringan sosial, pengetahuan dan
informasi untuk memperoleh pekerjaan menjadikan seseorang menjadi miskin.
Menurut Effendi (1995) kemiskinan dapat ditinjau dari tinjauan ekonomi,
sosial dan politik. Secara ekonomi kemiskinan adalah kekurangan sumber daya
yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan. Secara sosial
kemiskinan diartikan kekurangan jaringan sosial dan struktur untuk mendapatkan
kesempatan-kesempatan meningkatkan produktivitas. Sedangkan secara politik
kemiskinan diartikan kekurangan akses terhadap kekuasaan.

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan Nugroho dan Dahuri (2004) menyatakan bahwa dari aspek
ekonomi, kemiskinan merupakan kesenjangan antara lemahnya daya pembelian
(positif) dan keinginan untuk memenuhi kebutuhan dasar (normatif). Dari aspek
sosial, kemiskinan mengindikasikan potensi perkembangan masyarakat yang
rendah. Sedangkan dari aspek politik, kemiskinan berhubungan dengan rendahnya
kemandirian masyarakat.
Kemiskinan didefinisikan sebagai standar hidup yang rendah, yaitu adanya
suatu tingkat kekurangan materi dibandingkan dengan standar kehidupan yang
umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Secara ekonomis,
kemiskinan juga dapat diartikan sebagai kekurangan sumberdaya yang dapat
digunakan untuk meningkatkan kesejehtaraan sekelompok orang. Kemiskinan
memberi gambaran situasi serba kekurangan seperti terbatasnya modal yang
dimiliki, rendahnya pengetahuan dan keterampilan, rendahnya produktivitas,
rendahnya pendapatan, lemahnya nilai tukar hasil produksi orang miskin dan
terbatasnya kesempatan berperan serta dalam pembangunan.
Suharto (2005) memaknai kemiskinan sebagai konsep dan fenomena yang
multidimensional. Dengan menyampaikan beberapa ciri kemiskinan : 1) mereka
tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumsi dasar; 2) ketiadaan akses terhadap
kebutuhan dasar lainnya; 3) ketiadaan jaminan masa depan; 4) kerentanan
terhadap goncangan yang bersifat individu dan masal; 5) rendahnya kualitas SDM
dan keterbatasan sumber daya alam; 6) ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial
masyarakat; 7) ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian

Universitas Sumatera Utara

yang berkesinambungan; 8) ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik
atau mental; 9) ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial.
Dari beberapa definisi di atas inti permasalahan kemiskinan adalah ukuran
standar minimum kebutuhan dasar. Menentukan ukuran standar minimum tersebut
tergantung dari pendekatan mana yang digunakan. Secara umum pendekatan yang
dapat digunakan dibagi menjadi dua, yaitu pendekatan obyektif dan pendekatan
subyektif (Rejekiningsih, 2011). Dalam pendekatan obyektif, standar minimum
kebutuhan dasar ditentukan berdasarkan studi lapangan yang dilakukan oleh pihak
lain, baik itu para ahli, lembaga sosial maupun lembaga pemerintah. Sedangkan
untuk pendekatan subyektif, ukuran standar minimum kebutuhan dasar diukur dari
pendapat orang miskin itu sendiri, hal ini terjadi ketika orang miskin tersebut
membandingkan diri dengan orang yang memiliki tingkat kesejahteraan lebih
tinggi di lingkungan sekitarnya.
World Bank mengukur kemiskinan berdasarkan pendapatan minimum.
Menurut World Bank, kemiskinan ekstrim adalah hidup dengan pendapatan
dibawah USD $1 perkapita perhari dalam dollar PPP (purchasing power parity)
dan untuk kemiskinan menengah pendapatan dibawah $2 perkapita perhari dalam
dollar PPP (purchasing power parity) (Kuncoro, 2010). Kondisi perekonomian
masing-masing negara berbeda, oleh karena itu standar minimum yang digunakan
oleh masing-masing negara tidak mengikuti standard minimum yang digunakan
oleh World Bank dan masing-masing negara menentukan garis kemiskinan
nasionalnya sendiri dimana kriteria yang digunakan disesuaikan dengan kondisi
perekonomian negaranya.

Universitas Sumatera Utara

Badan Pusat Statistik (2015) menentukan ukuran kemiskinan berdasarkan
besarnya pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan pokok atau kebutuhan
minimum, baik makanan maupun bukan makanan perkapita per bulan. Standar
kemiskinan atau disebut garis kemiskinan diukur dari tingkat konsumsi perkapita
dalam standar tertentu. Nilai garis kemiskinan yang digunakan sebagai standar
untuk menentukan kemiskinan mengacu pada kebutuhan minimum makanan dan
bukan makanan yang jumlahnya disetarakan dengan 2.100 kilokalori perkapita
perhari yang diwakili oleh 52 jenis komoditi. Kebutuhan minimum bukan
makanan, yaitu berupa: sandang, papan atau perumahan, pendidikan dan
kesehatan yang diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi
di perdesaan. Menurut BPS, penduduk dengan pengeluaran lebih rendah dari garis
kemiskinan dimasukkan dalam kategori miskin.
Menurut Sajogyo (2006), untuk mengkategorikan penduduk miskin, tidak
cukup hanya menggunakan satu garis kemiskinan saja. Tiga garis yang harus
digunakan adalah: melarat (destitute), miskin sekali (very poor) dan miskin
(poor). Di desa pada tingkat 180 Kg dikategorikan melarat, 240 Kg dikategorikan
miskin sekali dan 320 Kg setara beras per orang per tahun dikategorikan miskin.
2.1.2.2.3 Tingkat Pengangguran
Definisi pengangguran dalam arti luas adalah penduduk yang tidak
berkerja tetapi sedang mencari perkerjaan atau sedang mempersiapkan suatu
usaha baru atau penduduk yang tidak mencari pekerjaan karena sudah diterima
bekerja tetapi mulai bekerja.

Universitas Sumatera Utara

Pengangguran adalah masalah makroekonomi yang mempengaruhi
manusia secara langsung dan merupakan yang paling berat. Kebanyakan orang
kehilangaan pekerjaan berarti penurunan standar kehidupan dan rekanan
psikologis. Jadi tidaklah mengejutkan jika pengangguran menjadi topik yang
sering dibicarakan dalam perdebatan politik dan para politis sering mengklaim
bahwa kebijakan yang mereka tawarkan akan membantu menciptakan lapangan
kerja (Mankiw, 2006).
Pengangguran (unemployment) merupakan kenyataan yang dihadapi tidak
saja oleh negara-negara sedang berkembang (developing countries), akan tetapi
juga negara-negara yang sudah maju (developed countries). Secara umum,
pengangguran didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang yang
tergolong dalam kategori angkatan kerja (labor force) tidak memiliki pekerjaan
dan secara aktif sedang mencari pekerjaan (Nanga, 2001). Seseorang yang tidak
bekerja tetapi secara aktif mencari pekerjaan tidak dapat digolongkan sebagai
penganggur. Selain itu pengangguran diartikan sebagai suatu keadaan dimana
seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan
belum dapat memperolehnya (Sukirno, 2000).
Untuk mengetahui besar kecilnya tingkat pengangguran dapat diamati
melalui dua pendekatan antara lain sebagai berikut:
a. Pendekatan Angkatan Kerja (Labor force apprpach)
Besar kecilnya tingkat pengangguran dihitung berdasarkan presentase dari
perbandingan jumlah antara orang yang menganggur dan jumlah angkatan
kerja.

Universitas Sumatera Utara

b. Pendekatan pemanfaatan tenaga kerja (Labor utilization approach)
Untuk menentukan besar kecilnya tingkat pengangguran yang didasarkan pada
pendekatan pemanfaatan tenaga kerja antara lain:
1) Bekerja penuh (employed) yaitu orang-orang yang bekerja penuh atau jam
kerjanya mencapai 35 jam per minggu.
2) Setengah menganggur (underemployed) yaitu mereka yang bekerja, tetapi
belum dimanfaatkan secara penuh, artinya jam kerja mereka dalam
seminggu kurang dari 35 jam (Murni, 2006).
2.2 Kerangka Konseptual
Agenda pembangunan Indonesia saat ini difokuskan pada pengentasan
kemiskinan, pengurangan kesenjangan dan peningkatan kesempatan kerja.
Memang menjadi hal yang sangat sulit, karena berkaca pada krisis global yang
sedang dialami oleh dunia. Maka pemerintah menggenjot kembali vitalitas
pertanian dan perdesaan yang sempat ditinggal pada masa lepas landas menuju
industri.

Revitalisasi

pertanian

dan

perdesaan

ini

diwujudkan

dengan

merevitalisasi juga kelembagaan ekonomi di tingkat lokal.
Kegiatan perekonomian di perdesaan masih didominasi oleh usaha-usaha
skala mikro dan kecil dengan pelaku utama para petani, buruh tani, pedagang
sarana produksi dan hasil pertanian, pengolah hasil pertanian, serta industri rumah
tangga. Namun demikian, para pelaku usaha ini pada umumnya masih dihadapkan
pada permasalahan klasik yaitu terbatasnya ketersediaan modal. Maka peranan
LKM sangat diperlukan dalam menumbuhkembangkan UKM dan memenuhi
kebutuhan dasarnya.

Universitas Sumatera Utara

Lembaga Keuangan Mikro mempunyai potensi dalam membangun
perekonomian perdesaan, sebagaimana digambarkan dalam bagan berikut:

Potensi Lembaga
Keuangan Mikro
Potensi Lembaga

Potensi Lembaga

Keuangan Mikro

Keuangan Mikro
Potensi Lembaga
Keuangan Mikro

Gambar 2.1
Bagan Kerangka Potensi Lembaga Keuangan dalam Pembangunan
Perekonomian Perdesaan

2.3 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah didapatkan hipotesis penelitian sebagai
berikut:
H1

: LKM berpengaruh terhadap pendapatan perkapita masyarakat di
Kecamatan Kualuh Hulu.

H2

: LKM berpengaruh tehadap terhadap tingkat pengangguran masyarakat di
Kecamatan Kualuh Hulu.

H3

: LKM berpengaruh terhadap terhadap tingkat kemiskinan masyarakat di
Kecamatan Kualuh Hulu.

Universitas Sumatera Utara