Pengaruh Lembaga Keuangan Mikro Terhadap Pembangunan Ekonomi di Kabupaten Labuhan Batu Utara (Studi Di Desa Kualuh Kulu)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan
pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk
dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara
dan pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu negara.
Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi
(economic growth); pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi,
dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan
ekonomi. Yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan
kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan
pendapatan nasional. Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi
apabila terjadi peningkatan GNP riil di negara tersebut. Adanya pertumbuhan
ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.
Perbedaan antara keduanya adalah pertumbuhan ekonomi keberhasilannya
lebih bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan
tingkat output produksi yang dihasilkan, sedangkan pembangunan ekonomi lebih
bersifat kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat
perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai

sektor perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan, sosial dan teknik.
Selanjutnya pembangunan ekonomi diartikan sebagai suatu proses yang
menyebabkan pendapatan perkapita penduduk meningkat dalam jangka panjang.

Universitas Sumatera Utara

Di sini terdapat tiga elemen penting yang berkaitan dengan pembangunan
ekonomi.
1. Pembangunan sebagai suatu proses
Pembangunan sebagai suatu proses, artinya bahwa pembangunan merupakan
suatu tahap yang harus dijalani oleh setiap masyarakat atau bangsa. Sebagai
contoh, manusia mulai lahir, tidak langsung menjadi dewasa, tetapi untuk
menjadi dewasa harus melalui tahapan-tahapan pertumbuhan. Demikian pula,
setiap bangsa harus menjalani tahap-tahap perkembangan untuk menuju
kondisi yang adil, makmur, dan sejahtera.
2. Pembangunan sebagai suatu usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita
Sebagai suatu usaha, pembangunan merupakan tindakan aktif yang harus
dilakukan oleh suatu negara dalam rangka meningkatkan pendapatan
perkapita. Dengan demikian, sangat dibutuhkan peran serta masyarakat,
pemerintah, dan semua elemen yang terdapat dalam suatu negara untuk

berpartisipasi aktif dalam proses pembangunan. Hal ini dilakukan karena
kenaikan pendapatan perkapita mencerminkan perbaikan dalam kesejahteraan
masyarakat.
3. Peningkatan pendapatan perkapita harus berlangsung dalam jangka panjang
Suatu perekonomian dapat dinyatakan dalam keadaan berkembang apabila
pendapatan perkapita dalam jangka panjang cenderung meningkat. Hal ini
tidak berarti bahwa pendapatan perkapita harus mengalami kenaikan terus
menerus. Misalnya, suatu negara terjadi musibah bencana alam ataupun
kekacauan politik, maka mengakibatkan perekonomian negara tersebut

Universitas Sumatera Utara

mengalami kemunduran. Namun, kondisi tersebut hanyalah bersifat sementara
yang terpenting bagi negara tersebut kegiatan ekonominya secara rata-rata
meningkat dari tahun ke tahun.
Ada beberapa faktor yang memengaruhi pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi, namun pada hakikatnya faktor-faktor tersebut dapat dikelompokan
menjadi dua, yaitu faktor ekonomi dan faktor nonekonomi.
Faktor ekonomi yang memengaruhi pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi di antaranya adalah sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber

daya modal, dan keahlian atau kewirausahaan. Sumber daya alam, yang meliputi
tanah dan kekayaan alam seperti kesuburan tanah, keadaan iklim/cuaca, hasil
hutan, tambang, dan hasil laut, sangat memengaruhi pertumbuhan industri suatu
negara, terutama dalam hal penyediaan bahan baku produksi. Sementara itu,
keahlian dan kewirausahaan dibutuhkan untuk mengolah bahan mentah dari alam,
menjadi sesuatu yang memiliki nilai lebih tinggi (disebut juga sebagai proses
produksi). Sumber daya manusia juga menentukan keberhasilan pembangunan
nasional melalui jumlah dan kualitas penduduk. Jumlah penduduk yang besar
merupakan pasar potensial untuk memasarkan hasil-hasil produksi, sementara
kualitas penduduk menentukan seberapa besar produktivitas yang ada.
Sementara itu, sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah
bahan mentah tersebut. Pembentukan modal dan investasi ditujukan untuk
menggali dan mengolah kekayaan. Sumber daya modal berupa barang-barang
modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi
karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas. Faktor

Universitas Sumatera Utara

nonekonomi mencakup kondisi sosial kultur yang ada di masyarakat, keadaan
politik, kelembagaan, dan sistem yang berkembang dan berlaku.

Kekayaan sumber daya alam Indonesia sebagian telah dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan bangsa Indonesia. Sebagian lainnya masih berupa potensi
yang belum dimanfaatkan karena berbagai keterbatasan seperti kemampuan
teknologi dan ekonomi. Kekayaan sumber daya alam tersebut meliputi bahan
tambang, hutan, laut, dan sebagainya.
Tapi sayangnya walaupun kita mempunyai sumber daya alam yang sangat
kaya, negara kita belum bisa memaksimalkan seluruh potensi sumber daya alam
dan lingkungan yang kita miliki. Sebagai contoh di bidang pertanian, kita masih
banyak mengimpor produk pertanian seperti beras, jagung, kedelai, gandum,buahbuahan dan lain sebagainya. Harga jual produk pertanian dalam negeri lebih
mahal dari pada produk pertanian luar negeri, hal itu merupakan salah satu
penyebab alasan pengusaha lebih memilih produk impor untuk dijual di Indonesia
dibandingkan produk pertanian dalam negeri. Itulah yang menyebabkan petani
Indonesia masih banyak yang miskin dan akhirnya menyebabkan penduduk
Indonesia enggan menjadi petani tapi lebih memilih menjadi karyawan di sebuah
perusahaan khususnya penduduk perdesaan.
Pemerintah membuat kebijakan desentralisasi agar terbentuk pusat-pusat
pertumbuhan di penjuru Indonesia. Desentralisasi bukan hanya tentang
meningkatkan partisipasi warga tentang bottom-up, namun juga secara jangka
panjang meningkatkan jumlah masyarakat kelas menengah sehingga aktivitas
ekonomi dapat lebih meningkat. Dalam UU Nomor 6 tahun 2014 terdapat dua


Universitas Sumatera Utara

asas unik agar desa dapat memaksimalkan potensinya, yaitu asas rekognisi dan
asas subsidiaritas. Asas rekognisi adalah asas yang memberikan kesempatan bagi
desa untuk menjadi self-governing economy. Desa diberikan hak asal usul yang
melekat

dan

komunitas

adat

dihargai

dan

diakui.


Pengakuan

akan

keanekaragaman ini memvalidasi bahwa desa memiliki potensi yang berbedabeda. Selain asas rekognisi, terdapat asas subsidiaritas. Asas subsidiaritas berarti
desa memiliki kemampuan untuk mengurus diri sendiri selama itu masih dalam
skala desa juga selama desa tersebut mau dan mampu. Tolak ukur “mau” adalah
musyawarah desa yang menghasilkan langkah-langkah dalam RPJMDes dan tolak
ukur “mampu” adalah kemampuan sumber daya manusia di desa untuk
melaksanakan

langkah-langkah

tersebut.

Oleh

karena

itu,


pemerintah

menyediakan fasilitator dan konsultan. Usaha-usaha pemberdayaan masyarakat
pun, seperti penyaluran Dana Desa dan PKKPM, dilakukan agar masyarakat desa
dapat memajukan desa sesuai dengan potensinya.
Ketika kita membahas mengenai Dana Desa, sesungguhnya hal ini tertera
di Permendes PDTT Nomor 5 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas
Pembangunan Dana Desa tahun 2015. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan
bahwa yang dimaksud dengan Dana Desa adalah dana yang bersumber dari
Anggaran Pendapaan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi desa yang
ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan
digunakan

untuk

mendanai

penyelenggaraan


pemerintah,

pelaksanaan

pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

Dalam pelaksanaan penggunaan anggaran dana desa belum mampu secara
signifikan dalam membangun perekonomian masyarakat, disebabkan penggunaan
dana desa tersebut masih diperuntukkan dalam pembangunan infrastruktur desa,
sedangkan di bagian permodalan ekonomi masyarakat masih minim.
Kegiatan perekonomian di pedesaan masih didominasi oleh usaha-usaha
skala mikro dan kecil dengan pelaku utama para petani, buruh tani, pedagang
sarana produksi dan hasil pertanian, pengolah hasil pertanian, serta industri rumah
tangga. Namun demikian, para pelaku usaha ini pada umumnya masih dihadapkan
pada permasalahan klasik yaitu terbatasnya ketersediaan modal. Sebagai unsur
esensial dalam mendukung peningkatan produksi dan taraf hidup masyarakat
pedesaan, keterbatasan modal dapat membatasi ruang gerak aktivitas sektor
pertanian dan perdesaan.

Lemahnya permodalan pelaku ekonomi di perdesaan telah disadari oleh
pemerintah dan akhirnya terdorong untuk meluncurkan beberapa program kredit
yang ditujukan kepada petani dan pengusaha kecil dan mikro. Dimulai dengan
kredit Bimas pada tahun 1972, kemudian menyusul program kredit lainnya seperti
Kredit Investasi Kecil (KIK), Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), Proyek
Peningkatan Pendapatan Petani/Nelayan Kecil (P4K), Kredit Usaha Tani (KUT)
dan sampai saat ini masih berlangsung Kredit Ketahanan Pangan (KKP).
Walaupun pemerintah telah mengimplementasikan bermacam program kredit,
namun capaian hasilnya dipandang masih belum sesuai dengan yang diharapkan.
Memang diakui, beberapa program telah dapat mencapai tujuannya dalam
meningkatkan produksi (misalnya pada komoditas padi), tetapi ada indikasi

Universitas Sumatera Utara

bahwa kinerjanya tidak memuaskan terutama pada lembaga keuangan sebagai
pelaksana. Menurut Martowijoyo (2002), lemahnya kinerja lembaga keuangan
dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu: (1) rendahnya tingkat pelunasan kredit; (2)
rendahnya moralitas aparat pelaksana, dan (3) rendahnya tingkat mobilisasi dana
masyarakat. Kelemahan tersebut membawa konsekuensi pada tidak berlanjutnya
(unsustainable) lembaga keuangan yang terbentuk setelah program selesai.

Akibatnya, peserta program umumnya akan kembali mengalami kekurangan
modal usaha.
Lembaga perbankan sebenarnya memiliki potensi sebagai penyalur kredit
mikro mengingat besarnya dana masyarakat yang berhasil dihimpun. Namun
nampaknya masih banyak bank yang kurang antusias dalam menyalurkan kredit
mikro. Menurut Indriastuti (2012), ketidaktertarikan perbankan disebabkan oleh 3
hal; Pertama, pengalaman dan trauma beberapa bank menghadapi kenyataan
kredit bermasalah sewaktu pengucuran KUT; Kedua, aturan BI yang ketat agar
bank prudent dalam kegiatan penyaluran dana; dan Ketiga, banyak bank
(khususnya bank besar) yang tidak memiliki pengalaman untuk menyalurkan
kredit mikro.
Untuk menjawab permasalahan keterbatasan modal serta dengan
kemampuan fiskal pemerintah yang semakin berkurang, maka perlu lebih
mengoptimalkan potensi lembaga keuangan yang dapat menjadi alternatif sumber
dana bagi petani dan masyarakat perdesaan. Salah satu kelembagaan keuangan
yang dapat dimanfaatkan dan didorong untuk membiayai kegiatan perekonomian
di perdesaan yang mayoritas usaha penduduknya masuk dalam segmen mikro

Universitas Sumatera Utara


adalah Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Lembaga ini sebetulnya telah banyak
tumbuh dan mengakar dalam masyarakat perdesaan, tetapi belum dimanfaatkan
secara optimal.
Menurut Wijono (2005) Usaha Mikro dan Kecil (UMK) memiliki potensi
yang cukup besar untuk dikembangkan guna mendukung perekonomian
Indonesia. Kontribusi UMK terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) cukup besar
mencapai 43 persen dan mampu menyerap 95 persen tenaga kerja. Sekitar 50
persen UMK di Indonesia merupakan UMK sektor agribisnis. Menurut Wijono
(2005), beberapa masalah yang masih dihadapi UMKM, yaitu: (1) kesulitan akses
pada pasar produk, (2) pengembangan dan penguatan usaha masih lemah, (3)
keterbatasan akses terhadap sumber pembiayaan, khususnya dari lembaga
keuangan formal. Fasilitas pembiayaan dengan pendekatan konvensional
perbankan sulit dijangkau UMK termasuk UMK pertanian.
Keterbatasan akses UMK terhadap sumber pembiayaan formal, khususnya
perbankan, mendorong UMK mencari sumber pembiayaan lain, yaitu Lembaga
Keuangan Mikro (LKM). LKM bersifat spesifik dan berfungsi sebagai lembaga
yang memberikan jasa keuangan bagi masyarakat berpenghasilan rendah serta
UMK. LKM memiliki karakteristik yang sesuai dengan UMK karena lebih
fleksibel, mudah diakses karena persyaratan dan jumlah pinjaman yang tidak
seketat persyaratan perbankan serta luwes pada pencairan kredit (Wijono, 2005).
Salah satu bentuk LKM yang sesuai dengan karakteristik UMK yaitu koperasi.
Menurut Krishnamurti (2005), walaupun terdapat banyak definisi
keuangan mikro, namun secara umum terdapat tiga elemen penting dari berbagai

Universitas Sumatera Utara

definisi tersebut. Pertama, menyediakan beragam jenis pelayanan keuangan.
Keuangan mikro dalam pengalaman masyarakat tradisional Indonesia seperti
lumbung desa, lumbung pitih nagari dan sebagainya menyediakan pelayanan
keuangan yang beragam seperti tabungan, pinjaman, pembayaran, deposito
maupun asuransi. Kedua, melayani rakyat miskin. Keuangan mikro hidup dan
berkembang pada awalnya memang untuk melayani rakyat yang terpinggirkan
oleh sistem keuangan formal yang ada sehingga memiliki karakteristik konstituen
yang khas. Ketiga, menggunakan prosedur dan mekanisme yang kontekstual dan
fleksibel. Hal ini merupakan konsekuensi dari kelompok masyarakat yang
dilayani, sehingga prosedur dan mekanisme yang dikembangkan untuk keuangan
mikro akan selalu kontekstual dan fleksibel.
Berdasarkan bentuknya, secara umum LKM dibagi menjadi tiga
(Wijono:2005) yaitu: (1) lembaga formal seperti bank desa dan koperasi, (2)
lembaga semi formal misalnya organisasi non pemerintah, dan (3) sumber-sumber
informal, misalnya pelepas uang. Sementara Usman et al. (2004) membagi LKM
di Indonesia menjadi 4 golongan besar, yaitu (1) LKM formal, baik bank maupun
non bank; (2) LKM non formal, baik berbadan hukum ataupun tidak; (3) LKM
yang dibentuk melalui program pemerintah; dan (4) LKM informal seperti
rentenir ataupun arisan. Adapun BI hanya membagi LKM menjadi 2 kategori saja
yaitu LKM yang berwujud bank dan nonbank. Perbedaan kategori ini dapat terjadi
karena adanya perbedaan kriteria yang dipakai, baik menyangkut aspek legalitas
maupun prosedur dalam operasionalisasi masing-masing LKM.

Universitas Sumatera Utara

Dengan adanya LKM tersebut diharapkan dapat membawa akibat positif
terhadap pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia, khususnya
untuk menunjang pembangunan perekonomian suatu daerah. Dengan terciptanya
berbagai LKM di daerah diharapkan dapat mempermudah masyarakat dalam
memperoleh modal dalam menjalankan usahanya sehingga hasilnya dapat
meningkatkan pendapat perkapita, angka pengangguran semakin berkurang,
pembangunan semakin merata, yang akhirnya kemiskinan dapat diatasi
menjadikan masyarakat yang sejahtera.
Berdasarkan data yang ada, bahwa jumlah LKM yang terdapat di
Kabupaten Labuhan Batu Utara khususnya LKM yang terdapat di Kecamatan
Kualuh Hulu berjumlah 5 LKM dengan jumlah nasabah sebanyak 1.301 orang
dengan jumlah total modal yang disalurkan sebesar Rp. 27.772.500.000,-. Dengan
jumlah nasabah dan modal yang disalurkan tersebut tentunya akan membawa
dampak/pengaruh terhadap peningkatan pendapatan perkapita para nasabah, dan
jumlah pengangguran semakin berkurang serta angka kemiskinan semakin
menurun.

1.2 Perumusan Masalah
Kehadiran LKM di Kabupaten Labuhan Batu Utara khususnya di
kecamatan

Kualuh

Hulu

membawa

dampak

positif

terhadap

kegiatan

perekonomian masyarakat. Sehingga untuk mengukur dampak kehadiran LKM
tersebut terhadap pembangunan ekonomi masyarakat perlu dilakukan penelitian
dengan judul “Pengaruh Lembaga Keuangan Mikro Terhadap Pembangunan
Ekonomi di Kabupaten Labuhan Batu Utara”.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan uraian di atas, maka masalah yang diteliti dalam penelitian ini
dapat dirinci sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh Lembaga Keuangan Mikro (LKM) terhadap
pendapatan perkapita masyarakat di Kecamatan Kualuh Hulu?
2. Bagaimana pengaruh Lembaga Keuangan Mikro (LKM) terhadap tingkat
pengangguran masyarakat di Kecamatan Kualuh Hulu?
3. Bagaimana pengaruh Lembaga Keuangan Mikro (LKM) terhadap tingkat
kemiskinan masyarakat di Kecamatan Kualuh Hulu?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh Lembaga Keuangan Mikro (LKM) terhadap
pendapatan perkapita masyarakat di Kecamatan Kualuh Hulu.
2. Untuk mengetahui pengaruh Lembaga Keuangan Mikro (LKM) terhadap
tingkat pengangguran masyarakat di Kecamatan Kualuh Hulu.
3. Untuk mengetahui pengaruh Lembaga Keuangan Mikro (LKM) terhadap
tingkat kemiskinan masyarakat di Kecamatan Kualuh Hulu.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai:
1. Bagi Lembaga Keuangan Mikro
Sebagai bahan evaluasi bagi Lembaga Keuangan Mikro (koperasi simpanpinjam) dalam menjangkau UKM sehingga dapat membangun ekonomi
lokal.

Universitas Sumatera Utara

2. Bagi Masyarakat (Nasabah)
Menjadi sumber pengetahuan bagi masyarakat (nasabah) akan pentingnya
kerjasama antara masyarakat dengan LKM untuk peningkatan pendapatan
perkapita dan kesejahteraan hidup.
3. Bagi Kalangan Akademisi
Dapat dijadikan topik penulisan untuk menambah informasi, sekaligus
dapat dijadikan sebagai salah satu bahan bagi penulisan ilmiah terkait.

Universitas Sumatera Utara