Pengaruh Pengetahuan, Pengan, Nilai Anak dan Dukungan Suami Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Desa Secanggang Kabupaten Langkat Tahun 2013

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Program KB
2.1.1 Sejarah Program KB di Indonesia
Sesungguhnya keluarga berencana bukanlah hal baru, karena menurut catatancatatan dan tulisan-tulisan yang berasal dari Mesir Kuno, Yunani Kuno, Tiongkok
Kuno dan India, hal ini telah mulai dipraktekkan sejak berabad-abad yang lalu, tetapi
pada waktu itu cara-cara yang dipakai masih kuno dan primitif. Di Indonesia sejak
zaman dahulu telah dipakai obat dan jamu yang dimaksudkan untuk mencegah
kehamilan. Di Irian Jaya telah lama dikenal ramuan dari daunan yang khasiatnya
dapat mencegah kehamilan. Dalam masyarakat hindu Bali sejak dahulu hanya ada
nama untuk empat orang anak, kemungkinan suatu cara ini untuk menganjurkan
supaya pasangan suami istri mengatur kelahiran anaknya hanya sampai empat saja
(Arum, 2008).
Di Indonesia keluarga berencana modern mulai dikenal pada tahun 1953. Pada
waktu itu sekelompok ahli kesehatan, kebidanan, dan tokoh masyarakat telah mulai
membantu masyarakat. Pada tanggal 23 Desember 1957 mereka mendirikan wadah
dengan nama Perkumpulan Keluarga Berencana Nasional (PKBI) yang bergerak
secara silent operation membantu masyarakat yang memerlukan bantuan secara
sukarela, jadi di Indonesia PKBI adalah pelopor gerakan Keluarga Berencana
Nasional. Untuk menunjang dalam rangka mencapai tujuan berdasarkan hasil

penandatanganan Deklarasi Kependudukan PBB 1967 oleh beberapa Kepala Negara

Universitas Sumatera Utara

Indonesia, maka dibentuklah suatu lembaga program keluarga berencana dan di
masukkan dalam program pemerintah berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 26
tahun 1968 yang dinamai Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) sebagai
lembaga semi pemerintah.
Pada tahun 1970, LKBN ditingkatkan menjadi badan pemerintah melalui
Keputusan Presiden No. 8 tahun 1970 dan diberi nama Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) yang bertanggung jawab kepada presiden dan
bertugas

mengkoordinasikan

perencanaan

dan

pengawasan


serta

penilaian

pelaksanaan program keluarga berencana (Arum, 2008).
BKKBN yang semula memiliki kepanjangan Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional telah berubah namanya menjadi BkkbN (Badan Kependudukan
dan Keluarga Berencana Nasional) sesuai revisi Undang-Undang KB nomor 10 tahun
1992 menjadi Undang-Undang KB nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan keluarga. BkkbN di tingkat provinsi bernama
BkkB provinsi dan di kabupaten/kota bernama BkkbN daerah yang antara lain
memiliki tugas dan wewenang dalam pengendalian penduduk, peningkatan kualitas
dan mobilitas penduduk (BkkbN, 2011).

2.1.2 Pengertian Program KB
Pengertian Keluarga Berencana (KB) menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 52 tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan
pembangunan keluarga adalah keluarga berencana merupakan upaya mengatur
kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan dan mengatur kehamilan melalui


Universitas Sumatera Utara

promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan
keluarga yang berkualitas.

2.1.3 Visi Program KB
Visi program KB Nasional adalah penduduk tumbuh seimbang tahun 2015.
Visi tersebut mengacu kepada fokus pembangungan pada Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025 serta visi dan misi presiden yang
tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) tahun 2010-2014
(BkkbN, 2011).

2.1.4 Misi Program KB
Berdasarkan visi tersebut di atas, misi pembangunan kependudukan dan
keluarga berencana diarahkan untuk mewujudkan pembangunan yang berwawasan
kependudukan dan mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera (BkkbN, 2011).

2.1.5 Tujuan Program KB
Ada 2 tujuan dalam Program KB Nasional, yaitu :

1. Mewujudkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan kebijakan kependudukan
guna mendorong terlaksananya pembangunan nasional dan daerah yang
berwawasan kependudukan.
2. Mewujudkan penduduk tumbuh seimbang melalui pelembagaan keluarga kecil
bahagia sejahtera (BkkbN, 2011).

Universitas Sumatera Utara

2.1.6 Sasaran KB Nasional
Adapun yang menjadi sasaran gerakan KB adalah Pasangan usia subur (PUS)
yaitu pasangan suami istri yang hidup bersama dimana istrinya berusia 15-44 tahun
yang harus dimotivasi terus-menerus, Non PUS (anak sekolah, orang yang belum
menikah, pasangan di atas 44 tahun, dan tokoh masyarakat), Institusional (berbagai
organisasi, lembaga masyarakat, pemerintah dan swasta). Dalam operasionalnya
program Keluarga Berencana Nasional dapat dirumuskan dalam strategi yaitu :
a.

Mendorong pasangan usia subur (PUS) yaitu istri yang belum berusia 30 tahun
dan anaknya baru satu orang agar merasa cukup memiliki 2 orang anak saja.


b.

Membantu PUS yang berusia lebih dari 30 tahun dan anaknya lebih dari tiga
orang agar tidak menambah anak lagi (Ritonga, 2003).

2.2 Kontrasepsi
Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah dan melawan,
sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma
yang mengakibatkan kehamilan (Erlysa, 2007). Kehamilan terjadi sebagai akibat
persatuan sel telur dengan sel sperma (Depkes, 1980). Maksud dari kontrasepsi
adalah menghindarkan dan mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan
antara sel telur yang matang dengan sel sperma tersebut (Erlysa, 2007).
Menurut Nancy di dalam Erlyssa (2007), Kontrasepsi yang ideal harus dapat
bekerja dalam waktu yang tahan lama, mempunyai efektifitas yang tinggi, aman,
mudah dalam menggunakan dan melepaskannya dan memiliki beberapa atau tidak
sama sekali efek samping.

Universitas Sumatera Utara

2.2.1 Prinsip Kerja Kontrasepsi

Prinsip kerja dari kontrasepsi adalah meniadakan pertemuan sel telur dan sel
sperma. Dalam mencapai prinsip kerja ini, terdapat berbagai cara kerja dari masingmasing alat kontrasepsi yang ada (Siswosudarmo, 2001).
Efektifitas metode dalam penggunaan kontrasepsi sangat tergatung dari
mekanisme kerjanya untuk mencegah terjadinya kehamilan, ketepatan dalam cara
penggunaannya, konsistensi dalam menggunakannya, dan tingkat ketergatungan klien
terhadap kepatuhannya dalam menggunakan secara benar (BkkbN, 2012). Pada
dasarnya metode teknis keluarga berencana adalah menjarangkan, mencegah dan
menghilangkan kehamilan (Hidayati, 2009).

2.2.2 Jenis dan Metode Kontrasepsi
Menurut BkkbN (2012), metode kontrasepsi pada umumnya dapat di bagi
menjadi:
1.

Metode sederhana
Kontrasepsi sederhana tanpa alat antara lain teknik pantang berkala, metode
kalender, dan Metode Amenore Laktasi (MAL) sedangkan kontrasepsi
sederhana dengan alat antara lain kondom, diafragma, dan spermisida
(BkkbN, 2012).


2.

Metode kontrasepsi Efektif
Kontrasepsi efektif terdiri dari pil, suntikan, AKDR dan implan (susuk).

a.

Pil

Universitas Sumatera Utara

Cara kerja dari pil adalah menekan ovulasi, mengubah motilitas tuba sehingga
transportasi sperma terganggu, mengganggu pertumbuhan endometrium sehingga
menyulitkan proses implantasi dan memperkental lendir serviks. Efektivitas pil
tergantung dari pengguna, artinya pil cukup efektif jika tidak lupa menggunakannya 1
hari saja dan dengan penggunaan secara teratur.
Keuntungan dari penggunaan pil adalah mudah didapatkan dan digunakan,
mengurangi nyeri haid, dan pemulihan kesuburan hampir 100 %. Kerugian
menggunakan pil adalah harus digunakan setiap saat dan pada waktu yang sama dan
tidak dianjurkan bagi wanita diatas usia 40 tahun. Efek samping dari pil adalah pada

sebagian wanita dapat menimbulkan efek samping, antara lain mual, berat badan
bertambah, sakit kepala dan efek samping ini dapat timbul berbulan-bulan (BkkbN,
2012).
b. Suntikan
Kontrasepsi suntikan merupakan salah satu jenis metode kontrasepsi
hormonal. Kontrasepsi suntikan adalah hormon yang diberikan secara suntikan untuk
mencegah terjadinya kehamilan. KB suntik sesuai untuk wanita pada semua usia
reproduksi yang menginginkan kontrasepsi yang efektif, reversibel, dan belum
bersedia untuk sterilisasi. Mekanisme kerja dari suntikan meliputi menekan ovulasi,
mengurangi transportasi sperma di saluran telur, mengganggu pertumbuhan
endometrium sehingga mencegah penetrasi sperma (BkkbN, 2012).
c. Implan (susuk)
Implan adalah kontrasepsi yang disusupkan di bawah kulit. Efektivitas dari
implan yakni sangat efektif (0,2 – 1,1 kehamilan per 100 perempuan pada tahun

Universitas Sumatera Utara

pertama). Cara kerja dari implan yakni menghalangi ovulasi, mengurangi pergerakan
tuba, mengubah endometrium dan menebalkan mukus serviks.
Keuntungan dari penggunaan implan adalah tidak mengganggu hubungan

seksual, tidak memengaruhi ASI dan memberikan perlindungan jangka panjang (3
tahun). Keterbatasan dari penggunaan implan adalah mengubah pola pengeluaran
haid (tidak teratur pada banyak wanita), memerlukan petugas terlatih khusus dalam
pemasangan dan pencabutan, tidak melindungi diri dari terjadinya Penyakit Menular
Seksual (PMS), dan terjadinya kehamilan ektopik cukup tinggi.
Efek samping dari penggunaan implan adalah perubahan pola haid, ekspulsi
(keluarnya kapsul susuk dari tempat insersi), nyeri kepala, peningkatan atau
penurunan berat badan, nyeri payudara, perasaan mual, pusing kepala, dan perubahan
perasaan atau kegelisahan (BkkbN, 2012).
d. Alat Kontrasepsi dalam Rahim (AKDR)
Mekanisme kerja dari AKDR tembaga adalah menurunkan motilitas sperma,
mengentalkan lendir serviks, mengubah garis endometrium, dan mengganggu proses
reproduksi sebelum sel telur mencapai kavum uteri. Keuntungan AKDR adalah
efektivitas yang tinggi bagi penggunanya, segera efektif digunakan tanpa memiliki
banyak efek samping, memberikan perlindungan jangka panjang (10 tahun), tidak
mengganggu proses senggama dan kesuburan cepat pulih setelah AKDR dilepas.
Keterbatasan AKDR adalah perlu pemeriksaan PMS sebelum dipakai, insersi
dan pencabutan dilakukan petugas terlatih, perlu deteksi benang AKDR,
meningkatkan jumlah perdarahan dan kram menstruasi dalam beberapa bulan pertama


Universitas Sumatera Utara

(terutama CuT), kemungkinan terjadi ekspulsi spontan, tidak mencegah kehamilan
ektopik dan tidak melindungi dari PMS.
Efek samping pemakaian AKDR dengan tembaga meliputi darah menstruasi
yang lebih banyak, perdarahan tidak teratur dan hebat, dan kram haid yang berlebihan
dari biasanya (BkkbN, 2012).
e.

Metode Kontrasepsi Mantap (Kontap)
Metode mantap terdiri atas tubektomi dan vasektomi atau juga dapat disebut

dengan sterilisasi. Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan
fertilitas atau kesuburan perempuan dengan mengokulasi tuba fallopi (mengikat dan
memotong atau memasang cincin) sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan
ovum. Vasektomi adalah metode KB permanen bagi pria yang sudah memutuskan
untuk tidak ingin memiliki anak lagi. (BkkbN, 2012).

2.3 Pasangan Usia Subur (PUS)
Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan suami istri yang terikat dalam

perkawinan yang sah, yang istrinya berumur antara 15 sampai dengan 49 tahun, dan
secara operasional termasuk pula pasangan suami istri yang istrinya berumur kurang
dari 15 tahun dan telah memasuki masa menstruasi atau istri berumur lebih dari 50
tahun tetapi masih mengalami masa menstruasi (BkkbN, 2010).
Program Keluarga Berencana menyatakan bahwa mereka yang berada pada
kelompok 45-49 tahun bukan merupakan sasaran keluarga berencana lagi. Hal ini di
latar belakangi oleh pemikiran bahwa mereka yang berada pada kelompok umur 4549 tahun, kemungkinan untuk melahirkan lagi sudah sangat kecil sekali. Batasan

Universitas Sumatera Utara

umur yang digunakan disini adalah 15 sampai 44 tahun, dan bukan 15-49 tahun
(Wirosuhardjo, 2004).

2.4 Penggunaan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), penggunaan adalah suatu
proses, cara, perbuatan menggunakan sesuatu dan pemakaian sesuatu yang
bermanfaat sehingga dapat mendatangkan kebaikan (keuntungan) bagi yang
menggunakannya. Penggunaan ini erat kaitannya dengan perilaku manusia yang
nyata dilakukan oleh seseorang dalam bentuk perbuatan.

2.5 Konsep Perilaku
Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia,
sedangkan dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam
diri manusia. Perilaku manusia tidak pernah berhenti pada suatu saat, perbuatan yang
dulu merupakan persiapan perbuatan yang kemudian dan perbuatan yang kemudian
merupakan kelanjutan perbuatan sebelumnya (Purwanto, 1998). Perilaku manusia
adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung,
maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).
Teori yang pernah diujicobakan untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan perilaku kesehatan adalah teori kesehatan dari Lawrence Green
(1980). Green (1980) telah mengembangkan suatu model pendekatan yang dapat
digunakan untuk membuat perencanaan kesehatan yang dikenal sebagai kerangka
PRECEDE. PRECEDE ini merupakan singkatan dari Predisposing, Reinforcing, dan
Enabling Causes in Educational Diagnosis and Evalution . Green menganalisis

Universitas Sumatera Utara

perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat
dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku dan faktor di luar perilaku.
Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor, yakni :
a.

Faktor predisposisi yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan,
keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

b.

Faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau
tidaknya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas,
obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.

c.

Faktor pendorong yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan
atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku
masyarakat.
Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan

ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang
atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan
perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan
memperkuat terbentuknya perilaku.

Universitas Sumatera Utara

Predisposing Factor

Pengetahuan
Kepercayaan
Nilai
Sikap
(beberapa variabel
demografi terpilih)

Enabling Factor

Ketersediaan fasilitas
Keterjangkauan fasilitas
Keterampilan petugas
Komitmen pemerintah

Perilaku

Reinforcing Factor

Sikap dan perilaku
petugas, keluarga, guru,
tokoh masyarakat dan
sebagainya
(Sumber : Lawrence W. Green et al, Health Education Planning, A Diagnostic Aprroach, 1980)

Gambar 2.1 Model PRECEDE dari Green (1980)

2.6 Faktor-faktor yang memengaruhi penggunaan alat kontrasepsi
2.6.1 Pengetahuan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), pengetahuan merupakan
segala sesuatu yang diketahui. Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan
merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan

Universitas Sumatera Utara

terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sariyono (2007), menunjukkan ada
hubungan yang bermakna antara pria yang berpengetahuan tinggi dan sikapnya baik
terhadap KB dengan partisipasi pria dalam pemakaian metode kontrasepsi KB di
Kabupaten Barito Kuala. Semakin tinggi pengetahuan dan semakin baik sikap pria
terhadap KB maka semakin baik pula partisipasinya dalam pemakaian metode
kontrasepsi KB.

2.6.2

Pengalaman
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), pengalaman diartikan

sebagai segala sesuatu yang dirasakan atau dialami seseorang pada masa lalu terhadap
suatu hal/objek. Dasar pembentukan sikap salah satunya adalah pengalaman pribadi
(Rahayuningsih, 2008). Orang yang menerima informasi yang baru akan menjadi
suatu pengalaman bagi orang tersebut, meskipun bukan dirinya sendiri yang
mengalaminya, melainkan hanya melalui pengalaman orang lain yang disebarkan dari
mulut ke mulut (Assael, 2001).
Anggota keluarga, sanak saudara, tetangga dan teman sering memberikan
pengaruh yang bermakna dalam pemakaian metode kontrasepsi kepada pasangan
yang tidak menggunakan alat kontrasepsi sebelumnya. Tidak sedikit dari pasangan
yang memilih metode kontrasepsi dengan cara bertanya terlebih dahulu pada orang
yang terdekat tentang pengalamannya dalam menggunakan kontrasepsi. Seseorang
yang kecewa dengan pemakaian suatu metode akan memengaruhi orang lain untuk

Universitas Sumatera Utara

tidak menggunakannya. Sebagai contoh dalam penggunaan alat kontrasepsi kondom,
seseorang yang kecewa dengan pemakaian kondom akan menghindari penggunaan
kondom pada kontrasepsi selanjutnya dan mungkin akan memengaruhi seseorang
untuk tidak menggunakan kondom (Ratih, 2011).

2.6.3

Nilai Anak
Nilai adalah gabungan semua unsur kebudayaan yang dianggap baik atau

buruk dalam suatu masyarakat, karena itu pula masyarakat mendorong dan
mengharuskan warganya untuk menghayati dan mengamalkan nilai yang dianggap
ideal tersebut (Ranjabar, 2006). Nilai anak adalah bagian perwujudan dari nilai
budaya suatu masyarakat. Nilai anak dalam keluarga adalah merupakan perwujudan
pandangan orang tua sebagai respons emosional terhadap anak-anak yang dimilikinya
(Supranoto, 2005).
Beberapa alasan dan faktor mengapa KB belum dapat diterima oleh seluruh
masyarakat antara lain salah satunya karena adanya persepsi tentang nilai anak yang
berkembang di masyarakat. Latar belakang sosial yang berbeda, tingkat pendidikan,
kesehatan, adat istiadat yang berlaku serta mata pencaharian yang berlainan
menyebabkan pandangan yang berbeda mengenai nilai anak. Di daerah perdesaan,
anak mempunyai nilai yang tinggi bagi keluarga. Anak dapat memberikan jaminan di
hari tua dan dapat membantu ekonomi keluarga. Banyak masyarakat di desa di
Indonesia yang berpandangan bahwa banyak anak banyak rejeki (Siregar, 2003).
Menurut Bongarts di dalam Sulubara (2012), orang tua di perdesaan lebih
menitikberatkan manfaat ekonomi dan

kegunaan praktis dari anak - anaknya,

Universitas Sumatera Utara

sedangkan orang tua di perkotaan (terutama yang berpendidikan tinggi) menekankan
aspek emosional dan psikologisnya. Dari segi lain, menurut Singarimbun dkk
sebagaimana yang dikutip dalam Hidayah (2010), tentang hasil penelitian nilai anak
di Jawa, yang hasilnya menunjukkan bahwa anak memiliki nilai positif berupa
adanya jaminan ekonomi dan psikologis di hari tua, dapat membantu orangtua, dan
memperbaiki ikatan perkawinan dan kelangsungan keturunan. Adapun nilai negatif
anak berupa menambah beban ekonomi (pengeluaran bertambah) dan beban
emosional (membuat tegang dan cemas bagi orangtua).
Semakin tinggi nilai anak yang di anut dalam keluarga maka semakin sulit
untuk memberikan motivasi agar berpartisipasi dalam program KB (BkkbN, 2005).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Sulubara (2012) nilai anak yang ada di
masyarakat menunjukkan pengaruh terhadap keikutsertaan Keluarga Berencana pada
Ibu PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Tahun 2012.

2.6.4

Dukungan Suami
Menurut Kamus Besar Bahasa Indoneisa (2007), dukungan adalah dorongan

moril maupun materil dalam hal mewujudkan suatu rencana. Dukungan dapat
diartikan sebagai satu diantara fungsi pertalian atau ikatan sosial segi fungsionalnya
mencakup dukungan emosional, mendorong adanya ungkapan perasaan, memberi
nasihat atau informasi dan pemberian bantuan material (Wibowo, 2012).
Metode kontrasepsi tidak dapat dipakai istri tanpa kerjasama suami dan saling
percaya. Keadaan ideal bahwa pasangan suami istri harus bersama memilih metode

Universitas Sumatera Utara

kontrasepsi yang terbaik, saling kerjasama dalam pemakaian, membiayai pengeluaran
kontrasepsi, dan memperhatikan tanda bahaya pemakaian (Hartanto, 2004).

2.7 Kerangka Konsep
Pengaruh faktor pengetahuan, pengalaman, nilai anak, dan dukungan suami
terhadap penggunaan alat kontrasepsi pada PUS (Pasangan Usia subur) di Desa
Secanggang Kabupaten Langkat Tahun 2013.
Variabel Bebas

Variabel Terikat

1. Pengetahuan

Penggunaan Alat

2. Pengalaman

Kontrasepsi pada

3. Nilai anak

Pasangan Usia

4. Dukungan suami

Subur (PUS)

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep, dapat dirumuskan definisi konsep variabel
penelitian sebagai berikut:
1. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo,
2003).
2. Pengalaman adalah sebagai sesuatu yang pernah dialami (dijalani,
dirasakan, didengar, dsb) oleh seseorang (KBBI, 2007).
3. Nilai anak adalah perwujudan pandangan orang tua sebagai respons
emosional terhadap anak-anak yang dimilikinya (Supranoto, 2005).

Universitas Sumatera Utara

4. Dukungan suami adalah dukungan maupun dorongan, baik dorongan
moril maupun materil yang diberikan oleh suami kepada istrinya dalam
hal partisipasi istri tersebut untuk menggunakan alat kontrasepsi.
5. Penggunaan adalah suatu proses, cara, perbuatan menggunakan sesuatu
dan pemakaian sesuatu yang bermanfaat sehingga dapat mendatangkan
kebaikan (keuntungan) bagi yang menggunakannya (KBBI, 2007).

2.8 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh pengetahuan, pengalaman,
nilai anak, dan dukungan suami terhadap penggunaan alat kontrasepsi pada PUS
(Pasangan Usia subur) di Desa Secanggang Kabupaten Langkat Tahun 2013.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pengetahuan Pria Pasangan Usia Subur Tentang Alat Kontrasepsi Kondom dan Dukungan Sosial Terhadap Partisipasi Pria Dalam Keluarga Berencana di Kecamatan Hutaimbaru Kota Padangsidimpuan

1 68 145

Hubungan Karakteristik, Pengetahuan dan Sikap Wanita Usia Subur (WUS) dengan Upaya Mengurangi Premenstrual Syndrome di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe Tahun 2013

1 92 159

Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Wanita Usia Subur Yang Belum Menikah Tentang Tradisi Badapu Di Wilayah Kerja Puskesmas Singkil Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2013

1 43 116

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL SUAMI DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI IUD PADA PASANGAN USIA SUBUR

0 5 19

Pengaruh Pengetahuan, Pengalaman, Nilai Anak dan Dukungan Suami Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Desa Secanggang Kabupaten Langkat Tahun 2013

0 9 109

Pengaruh Pengetahuan, Pengan, Nilai Anak dan Dukungan Suami Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Desa Secanggang Kabupaten Langkat Tahun 2013

0 0 17

Pengaruh Pengetahuan, Pengan, Nilai Anak dan Dukungan Suami Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Desa Secanggang Kabupaten Langkat Tahun 2013

0 0 2

Pengaruh Pengetahuan, Pengan, Nilai Anak dan Dukungan Suami Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Desa Secanggang Kabupaten Langkat Tahun 2013

0 0 9

Pengaruh Pengetahuan, Pengan, Nilai Anak dan Dukungan Suami Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Desa Secanggang Kabupaten Langkat Tahun 2013

0 0 5

Pengaruh Pengetahuan, Pengan, Nilai Anak dan Dukungan Suami Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Desa Secanggang Kabupaten Langkat Tahun 2013

0 0 21