Komunitas Karo di Kawasan Relokasi Siosar
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
2.8.
Sejarah Kawasan Relokasi Siosar
Gunung api Sinabung merupakan gunung api yang terletak di Dataran Tinggi
Karo, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Ketinggian gunung api ini sekitar
2460 meter. Erupsi gunung Sinabung terjadi secara terus menerus yang dimulai sejak
tahun 1975-1976. Kegiatannya sempat berhenti dalam waktu yang panjang.
Kemudian pada tanggal 29 Agustus 2010 terjadi erupsi besar dimana status gunung
api Sinabung naik menjadi Awas (level IV) dan mengakibatkan ±12.000 jiwa
mengungsi. Pada tanggal 23 September 2010 statusnya diturunkan menjadi Siaga
(level III), dan kembali diturunkan menjadi Waspada (level II) pada tanggal 7
Oktober 2010. Gunung api Sinabung kembali meletus dan statusnya meningkat
menjadi Siaga (level III) pada tanggal 15 September 2013. Sejak tanggal 2 Juni 2015
hingga saat ini statusnya kembali naik menjadi Awas (level IV). Desa terdampak yang
telah habis tertimbun oleh material vulkanik kini mencapai puluhan desa. Erupsi yang
berkelanjutan memang telah menyebabkan meluasnya daerah-daerah yang terkena
dampak bencana erupsi. Gunung api Sinabung memang jenis gunung yang unik
mengingat erupsi berkelanjutan yang cukup lama. Karena sifatnya yang demikian,
lembaga-lembaga nasional hingga internasional, pemerintah pusat, pemerintah daerah,
BPBD dan BNBP menyibukkan diri untuk mencanangkan program-program bagi para
korban erupsi.
38
Universitas Sumatera Utara
Erupsi Sinabung yang membuat masyarakat harus meninggalkan desa terjadi
pada tanggal 27 September 2010. Warga desa Simacem dan Bekerah kemudian
mengungsi ke Kabanjahe kurang lebih selama 1,5 bulan. Tempat pengungsian pada
saat itu adalah Jambur Tuwah Lau Pati. Sementara warga desa Suka Meriah
mengungsi ke desa Payung, Kecamatan Payung. Ketika masyarakat merasa cukup
aman, mereka akhirnya kembali ke desa masing-masing. Ternyata terjadi erupsi yang
berkelanjutan sehingga warga desa Simacem dan Bekerah menghindar ke desa
Naman, Kecamatan Namanteran selama kurang lebih 5 bulan dan warga desa Suka
Meriah mengungsi ke desa Payung, Kecamatan Payung. Warga tidak kontiniu selama
waktu tersebut melainkan hanya melakukan penghindaran pada saat-saat terjadi erupsi
saja. Jadi selama 5 bulan itu pula warga berada pada posisi was-was pulang-palik ke
desa.
Pada pertengahan tahun 2011 ketika kondisi sudah mulai aman, warga tinggal
lagi di desa masing-masing. Tidak diduga terjadi erupsi besar-besaran pada
September 2013 yang membuat warga desa Simacem dan Bekerah mengungsi di
jambur yang terletak di desa Naman selama 2 bulan, sementara warga desa Suka
Meriah mengungsi di desa Payung lagi.
Warga diungsikan lagi ke Kabanjahe ketika gunung Sinabung menghasilkan
awan panas, termasuk disini semua desa yang berada pada radius 5 km diharuskan
untuk mengungsi ke Kabanjahe. Tempat pengungsian desa Simacem dan Bekerah
berada di UKA selama 2 tahun sementara desa Suka Meriah mengungsi di
Tiganderket. BNPB menetapkan bahwa beberapa desa yang berada di dalam radius 3
km dari gunung api Sinabung merupakan daerah steril yang tidak boleh ada aktivitas
39
Universitas Sumatera Utara
masyarakat sedikitpun. Terjadinya bencana alam tersebut membuat desa dulu sudah
tidak bisa ditinggali lagi. Pemerintah kemudian merekomendasikan untuk melakukan
relokasi ke daerah hutan Siosar. Pilihan pertama sebenarnya adalah ke kecamatan
Mardinding, Kabupaten Karo. Namun karena masyarakat tidak tertarik pindah ke
Mardinding, akhirnya dipilihlah kawasan Siosar. Tahun 2013 merupakan tahun
dimana daerah tersebut pertama kali dibuka oleh TNI. Disusul kemudian pendirian
rumah-rumah warga.
Pada tahun 2014, kawasan relokasi Siosar mulai dibangun oleh pemerintah.
Dalam kurun waktu satu tahun, yakni pada akhir bulan di tahun 2015, kawasan
relokasi sudah dibuka untuk warga. Disini pemerintah bersama TNI, BNPB dan
Satuan Tugas Pembangunan Rumah Tinggal sudah membangun 370 unit rumah dan
bangunan-bangunan atau ruang publik lainnya. Untuk luasan yang ditetapkan oleh
pemerintah adalah sebesar 1120 Ha.
Desa relokasi tahap I adalah desa yang berada pada zona merah yang
mencakup tiga desa. Ketiga desa ini dikenal dengan sebutan “Bekassi”, yaitu Desa
Bekerah, Desa Suka Meriah, dan Desa Simacem, desa yang kini menjadi tempat
tinggal baru bagi para korban bencana untuk memulai kehidupan yang baru yang
tidak terlepas dari budaya lama yang mereka bawa ke lingkungan baru tersebut.
Pada tahap pertama di bulan Agustus, 50 KK warga Bekerah yang mendapat
giliran untuk pindah ke kawasan relokasi Siosar. Sementara Desa Simacem dan Suka
Meriah mendapat kesempatan pada bulan Desember 2015. Rumah-rumah yang
mereka terima ini bisa diubah bentuk dan luasnya asalkan berdiri diatas tanah
miliknya sendiri yaitu 10m x 10m. Rumah yang dibangun oleh pemerintah memang
40
Universitas Sumatera Utara
sederhana dan kurang luas yakni 6 m x 6 m, sehingga barang dan peralatan rumah
tangga susah diatur posisinya pada masa pengamatan di Januari 2016 lalu. Ditahun
2017 ini sudah banyak rumah yang diubah-sesuaikan dengan keinginan pemiliknya
dan terlihat lebih luas dari sebelumnya. Maka warna hijau yang mendominasi dan
seharusnya seragam sudah mulai kaya warna. Terkait dengan belum ada serah-terima
dari pemerintah dengan warga kawasan relokasi Siosar, maka pengadaan bahan-bahan
bangunan (apabila terjadi kerusakan) masih menjadi tanggung-jawab dari pemerintah.
Dalam rembuk pertama untuk memilih desa relokasi, pemerintah menanyakan
pendapat para simantek kuta dari setiap desa. Hasil rembuk adalah bahwa rumah
simantek kuta beserta kalimbubu dan anak berunya akan dibuat berdekatan yakni
sudah ditentukan sejak awal oleh simantek kuta. Dalam hal ini pemerintah sudah
mempertimbangkan bahwa masyarakat Karo memang hidup berdekatan, terutama
untuk
para
pemimpin
adat
yang
menjadi
perhatian.
Pemerintah
juga
mempertimbangkan para pemimpin adat yang mempunyai pengaruh besar dengan
masyarakat di desanya, sehingga menghindari kesalah-paham atau pemberontakan
pada program pemerintah. Sama halnya dengan setiap desa yang juga dipertahankan
untuk tetap hidup berdampingan bersama, tidak secara terpisah-pisah. Pula
masyarakat
sebaik
dari
opsi
pertama
yang
ditolak
karena
kemungkinan
menghilangkan identitas dan tidak hidup berdekatan, juga memutuskan untuk
direlokasi ke daerah Siosar.
Simantek kuta di Bekerah, yang mana rumah antara anak beru, kalimbubunya
memang saling berdekatan. Tetapi kedua desa lainnya ternyata tidak demikian dalam
realisasinya. Seharusnya simantek kuta beserta kalimbubu dan anak berunya tidak
41
Universitas Sumatera Utara
ikut lotere atau cabut nomor seperti dalam pemilihan rumah masyarakat desa Bekerah,
Simacem dan Sukameriah lainnya. Simantek kuta dari desa Bekerah sangat beruntung
sebab warga dari desa inilah yang mendapat kesempatan untuk pertama kali pindah ke
kawasan relokasi Siosar. Sementara kedua desa lainnya yang menyusul kemudian
ternyata tidak menemui realisasi sesuai dengan ketentuan awal. Pada akhinya,
simantek kuta dari desa Sukameriah dan desa Simacem harus tinggal pada jarak yang
tidak ditentukan tetapi tetap dalam satu wilayah desa yang berdekatan.
Rumah yang disediakan oleh pemerintah diberikan kepada warga yang
memiliki rumah dari desa awal. Jadi rumah tangga-rumah tangga yang memiliki
rumahlah yang berhak untuk mendapatkan rumah. Dari 146 KK warga Simacem
misalnya, yang terdata memiliki rumah hanya 130 KK, maka 130 merupakan jumlah
unit rumah yang dibangun oleh pemerintah. Artinya, sebuah rumah yang terdiri atas
lebih dari satu rumah tangga, hanya berhak mendapatkan sebuah rumah. Terdapat
pula rumah-rumah di kawasan relokasi yang kemudian dihuni oleh beberapa rumah
tangga. Dari semua warga dari 3 desa yang direlokasi, hanya 370 KK yang mendapat
rumah, sementara sekitar 40 KK tidak mendapatkan rumah dari pemerintah. Di bulan
Januari 2016, yang masih menjadi polemik adalah terkait relokasi rumah atau warga.
Dari wawancara saya bersama Iting Syahril kala itu, mengungkapkan bahwa menurut
penuturan dari pihak pemerintah yang direlokasi adalah orangnya. Namun
permasalahan kemudian mengapa tidak semua warga mendapatkan rumah.
”Rumahlah yang direlokasi, kalau rumah direlokasi seharusnya
bagaimana rumah disana kayak gitu dibuatnya disini, kan gitu
aturannya. Cara berpikir kita kan gitu, tapi pikiran pemerintah ntah
kayak mana, gak tau aku. Itu anakku gak punya rumah, mereka
ngontrak ke tempat lain. Itu makanya sakit kali ku rasa” (Wawancara,
10 Januari 2016).
42
Universitas Sumatera Utara
Di desa dulu, Iting memiliki 1 rumah dengan 2KK, kini mereka mendapatkan
1 rumah. Namun ada pula keluarga dengan situasi yang sama dengan Iting tetapi
mereka mendapatkan 2 rumah. Fakta-fakta seperti inilah yang menjadi permasalahan.
Pemerintah setempat kurang bijak, dalam hal ini seperti kepala desa. Jajaran dan
perangkat desa bertanggung jawab untuk menyampaikan kondisi masyarakatnya
kepada pemerintah pusat berdasarkan bagaimana kebutuhan masyarakat itu sendiri.
Pemerintah setempat kurang berkoordinasi dengan masyarakat setempat mengenai
situasi, kondisi dan kebutuhan mereka yang sebenarnya.
Pada wawancara di tahun 2017, ternyata kritik-kritik masyarakat mulai
ditampung oleh pemerintah. Rencananya, mereka yang tidak mendapatkan rumah
akan ditempatkan bersama-sama dengan 4 desa lainnya yang belum direlokasi. Bagi
keluarga-keluarga ini dan diikutkan pada tahap relokasi ke dua. Jadi ada dua jenis
kelompok dari relokasi tahap dua ini. Pertama adalah keluarga dari 4 desa terdampak
erupsi gunungapi Sinabung yang akan mendapatkan dana sebesar Rp 110.000.000,00
untuk membeli lahan tani dan membangun rumah. Jenis relokasi ini dikenal dengan
relokasi mandiri. Kedua adalah keluarga dari tiga desa yang tidak mendapatkan rumah
akan memperoleh lahan pertanian. Lahan ini akan membantu mereka untuk menjaga
keberlangsungan hidup pribadi dan keluarganya. Mereka yang belum mendapatkan
rumah terpaksa kutang-katung diluar sana. Demikianlah penuturan dari informan yang
menjabat sebagai perangkat desa saat diwawancarai:
“Dulunya dari waktu kita ngungsi dari desa, terus ke posko UKA,
Kabanjahe… Jadi waktu datang dulu pak Jokowi ke tanah Karo,
dibikinnya relokasi dibilangnya. Jadi dibentuklah aturan, dibikinlah
aturan, rumah ganti rumah. Artinya ada dulu rumah kita dari desa
Simacem, ada dibangun disini. Jadi yang gak punya rumah, gak dapat
rumah… Rumah pun segini, penduduknya pun segini. Ah gitu, jadi
43
Universitas Sumatera Utara
rumah ganti rumah. Tapi rencana BPBD, mau dibikinnya perumahan
disini, artinya rumah kontrakanlah, rumah susun gitu ada gang.”
(Wawancara, 30 Januari 2017)
Bapak adalah sapaan akrab saya kepada informan tersebut juga menjelaskan
bahwa warga yang tidak mendapat rumah menyewa rumah-rumah kosong yang
sedang tidak dihuni oleh pemiliknya. Sementara sebahagian lainnya berpencar,
seperti tinggal di Kabanjahe.
Sekalipun Siosar diperuntukkan hanya untuk warga dari tiga desa yaitu Desa
Simacem, Desa Bekerah dan Desa Suka Meriah, namun berkembang isu bahwa lahan
kosong hasil penebangan hutan tersebut akan ditempati oleh warga Berastepu. Lahan
hutan seluas 250 hektar yang ditebang melalui izin PBB kemungkinan akan diberikan
kepada warga relokasi mandiri atau relokasi tahap II, ± seluas 200
/KK. Namun
perizinan untuk menggunakan lahan tersebut belum selesai. Jadi terdapat
kemungkinan Siosar ini dimanfaatkan untuk relokasi mereka.
2.9.
Letak dan Keadaan Geografis
Kondisi lain terkait dengan gambaran lokasi penelitian yang juga perlu
dijelaskan adalah mengenai letak dan keadaan geografis. Sayangnya belum ada data
yang jelas mengenai batas-batas wilayah dan luas setiap desa. Terkait dengan belum
diadakannya serah terima ketiga desa di kawasan relokasi membuat peneliti kesulitan
untuk mengidentifikasi letak geografis tiap desa. Beginilah penjelasan dari pak Agus
Sitepu, pria berusia 45 tahun yang sedang menjabat sebagai sekretaris desa:
“Ini kan belum ada serah terima, jadi belum tau kita batasnya. Secara
resmi belum ada itu, kalau pemukiman ini lebih kurang tiga hektar
44
Universitas Sumatera Utara
gitu. Makanya kami juga mendesak itu ke Kabupaten agar ditetapkan
batas wilayah sama batas-batasnya semua. U… masih lama itu. Itu
kan gak bisa sendirian aja. Itukan harus ke Mendagri, kam tanyak pun
ke kabupaten gak tau dia itu.” (Wawancara, 12 Maret 2017)
Dalam sebuah Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota (Journal of Regional and
City Planning) Vol. 27, Nomor 2, PP. 137-150, Agustus 2016 dimuat bahwa: Suka
Meriah memiliki luas wilayah sebesar 2,50 km², Desa Simacem memiliki luas
wilayah sebesar 4,65 km² dan Desa Bekerah memiliki luas wilayah sebesar 3,82 km².
Berdasarkan penuturan sekretaris desa Simacem, pak Lesanto Sitepu bahwa
batas-batas wilayah kawasan relokasi Siosar adalah sebagai berikut:
-
Utara
: Desa Kacinambun, Kecamtan Tiga Panah, Kabupaten Karo
-
Selatan
: Hutan Lindung
-
Timur
: Desa Nagara, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo
-
Barat
: Desa Talunkuta
Dari data pada tabel berikut diketahui bahwa Kecamatan Mardinding
merupakan kecamatan yang paling luas di Kabupaten Karo dengan luas mencapai
276,11 km² dan tinggi mencapai 270-560, sementara yang paling sempit adalah
Kecamatan Berastagi yang kemudian disusul oleh Kecamatan Payung pada peringkat
5 paling sempit dengan luas 47,24 km². Kecamatan Payung merupakan kecamatan
dimana desa Suka Meriah dulu berada dan Kecamatan Namanteran dengan luas
87,82 km² adalah wilayah dimana desa Simacem dan Bekerah dulu berada.
Kecamatan Merek dimana kawasan relokasi Siosar berada memiliki luas 125,51 km².
45
Universitas Sumatera Utara
Hasil data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo,
diketahui bahwa luas dan tinggi Wilayah Kabupaten Karo menurut Kecamatan Tahun
2015 adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1. Luas dan Tinggi Wilayah Kabupaten Karo Menurut Kecamatan
Tahun 2015
Kecamatan
[1]
010
Mardinding
020
Laubaleng
030
Tigabinanga
040
Juhar
050
Munte
060
Kutabuluh
070
Payung
071
Tiganderket
080
Simpang Empat
081
Naman Teran
082
Merdeka
090
Kabanjahe
100
Berastagi
110
Tiga Panah
111
Dolat Rayat
120
Merek
130
Barusjahe
Karo
Sumber: BPS Kabupaten Karo Tahun 2015
2.10.
Luas
[2]
267.11
252.6
160.38
218.56
125.64
195.24
47.24
86.76
93.48
87.82
44.17
44.65
30.5
186.84
32.25
125.51
128.04
Tinggi
[3]
270 - 560
200 – 520
450 – 750
650 – 1030
750 – 1250
600 - 1100
500 – 1500
500 – 1500
700 – 1420
700 – 1420
1000 – 1400
1000 – 1270
1200 – 1300
1100 – 1350
1200 - 1420
900 - 927
1200 - 1400
2127.25
Kondisi Demografi
2.10.1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Menggambarkan kondisi di lokasi penelitian akan lebih baik dengan upaya
menyertakan narasi kependudukan. Ini menjadi bagian yang krusial karena gambaran
kependudukan merupakan bagian dari faktor yang mempengaruhi gambaran umum
lokasi penelitian. Data penduduk desa ada pada perangkat desa, namun dengan status
46
Universitas Sumatera Utara
masih terdaftar di Kecamatan yang lama. Lain halnya dengan desa-desa lain yang
secara administrasi memang sudah sah dan jelas, begitupun dengan status yang
dimiliki oleh desa awal. Data batas dan data demografi tersedia berikut dengan papan
informasi yang memudahkan kita untuk mengenali desa. Sayangnya semua arsip
tersebut sudah habis ludes karena bencana gunung api Sinabung beberapa tahun lalu.
Berdasarkan data primer melalui wawancara dan data sekunder yang berhasil
dikumpulkan dari perangkat desa di kawasan relokasi Siosar diketahui bahwa
komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin tiap desa adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin per Desa di
Kawasan Relokasi Siosar Tahun 2017
No.
Nama
Jenis Kelamin
Jumlah
Desa
(Jiwa)
Laki-laki (Jiwa) Perempuan (Jiwa)
1.
Bekerah
169
167
336
2.
Simacem
238
242
480
3.
Suka Meriah
227
228
455
Jumlah
634
637
1271
Sumber: Wawancara, Daftar Penduduk Desa Simacem, Memori Serah Terima
Jabatan Kepala Desa Sukameriah, Rekapitulasi Jumlah Penduduk
Berdasarkan data pada tabel diatas diketahui bahwa jumlah laki-laki dan
perempuan hampir seimbang. Sementara jumlah terbanyak ada pada jenis kelamin
perempuan yaitu 637 jiwa, terpaut 3 angka lebih banyak dari jumlah laki-laki yang
hanya 634 jiwa. Jumlah laki-laki terbanyak berada di desa Simacem, yakni terdapat
238 jiwa. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh jumlah perempuan yang mencapai
242 jiwa berada di desa Simacem. Desa Bekerah, dengan jumlah penduduk paling
sedikit, terdiri dari 169 jiwa laki-laki dan 167 jiwa perempuan.
47
Universitas Sumatera Utara
2.10.2. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Masyarakat Karo di Siosar adalah masyarakat pedesaan yang sejak dahulu
mengandalkan titik perekonomiannya pada bidang pertanian. Mereka sangat gigih
dalam menopang ekonominya. Sebagai masyarakat agraris, mereka memang sejak
dulu telah mumpuni dalam mengolah lahan pertanian. Baik laki-laki ataupun
perempuan menunjukkan tekad yang kuat untuk mencari penghidupan.
Sarjani
Tarigan (2009: 16) mengungkapkan bahwa kesatuan ekonomi yang utama adalah
keluarga batih (nuclear family). Lanjutnya lagi,
“Sistem kekerabatan ini melakukan berbagai fungsi sosio-ekonomis.
Peraturan perkawinan, pelanggaran dan penganjuran, didasarkan
pada hubungan kekerabatan. Dan warisan diserahkan kepada laki-laki
dengan hak yang sama. Nilai-nilai kultural pada masyarakat Karo ini
sangat menekankan saling tolong menolong sesama kaum kerabat,
apabila seorang Karo memerlukan bantuan ekonomi (untuk memenuhi
kebutuhan harian) atau di dalam pelaksanaan suatu upacara ksisis
kehidupan, dia dapat meminta bantuan. Pertama, kepada saudarasaudaranya atau yang termasuk saudaranya, kepada suami dari
saudara-saudaranya dan anak beru lain keduanya dan akhirnya dari
bapak mertuanya dan kalimbubu lainnya.” (Sarjani Tarigan, 2009: 16)
Meskipun demikian, tidak semua warga Karo di Siosar mengandalkan
pertanian sebagai mata pencaharian yang utama. Berdasarkan tabel berikut dapat
dilihat bahwa komposisi mata pencaharian terbesar di Kawasan Relokasi Siosar
adalah bertani. Bidang pertanian memang adalah pekerjaan yang sejak dulu mereka
tekuni. Dalam hal ini pemerintah memfasilitasi lahan pertanian kepada warga di
Siosar untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Pekerjaan lain yang
termasuk dalam kategori tinggi selanjutnya adalah wiraswasta dengan jumlah 28
orang di desa Simacem dan berbeda sebelas angka dengan desa Suka Meriah yaitu 39
orang. Selanjutnya jenis pekerjaan sebagai pegawai negeri sipil tidak banyak, yaitu 3
48
Universitas Sumatera Utara
orang masing-masing di desa Simacem dan Bekerah serta 5 orang di desa Suka
Meriah. Kategori lainnya dalam hal ini meliputi pekerjaan industri, buruh harian
lepas, buruh tani dan lain sebagainya dengan jumlah yang paling sedikit.
Berikut adalah data mata pencaharian penduduk di kawasan relokasi Siosar
yang berhasil dikumpulkan melalui data primer yakni wawancara bersama dan data
sekunder yang diperoleh dari perangkat desa adalah sebagai berikut:
Tabel 2.3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian per Desa di
kawasan relokasi Siosar Tahun 2017
No.
Jenis Mata Pencaharian
Desa
Desa
Desa Suka
Bekerah
Simacem
Meriah
1.
Petani
109
219
263
2.
Wiraswasta
28
39
3.
Pegawai Negeri Sipil
3
3
5
4.
Lainnya
7
Sumber: Wawancara, Daftar Penduduk Desa Simacem, Memori Serah Terima
Jabatan Kepala Desa Sukameriah, Rekapitulasi Jumlah Penduduk
Dalam hal ini mata pencaharian di kawasan relokasi Siosar memang tidak
terlalu bervariasi. Jumlah ini didominasi oleh pekerjaan bertani atau berladang.
Penduduk dengan mata pencaharian sebagai petani tidak terkonsentrasi pada satu
desa, melainkan setiap desa memang memiliki porsi yang paling tinggi pada
pekerjaan ini.
Diluar data tersebut, data yang berhasil dikumpulkan bahwa jumlah warga
yang tidak bekerja cukup tinggi, diantaranya di desa Simacem terdapat 139 orang
belum mendapatkan pekerjaan. Sementara desa Suka Meriah dengan porsi yang lebih
sedikit, yakni terdapat 42 orang yang tidak bekerja. Usia angkatan kerja yang tidak
aktif dalam kegiatan ekonomi adalah pelajar, mahasiswa dan ibu rumah tangga yang
49
Universitas Sumatera Utara
jumlahnya juga cukup tinggi. Terdapat 81 orang kategori pelajar/ mahasiswa dan 3
orang kategori ibu rumah tangga di desa Simacem. Sementara di desa Suka Meriah
terdapat 106 orang kategori pelajar/ mahasiswa.
2.10.3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Pendidikan di kawasan relokasi Siosar memiliki komposisi yang hampir
seimbang pada tiap tingkatan mulai dari Sekolah Dasar/ Sederajat, Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama/ Sederajat, dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas/ Sederajat. Kondisi
ini dapat dikatakan cukup baik karena jumlahnya menjadi lebih tinggi dari pada
jumlah yang tidak bersekolah. Data yang diperoleh berasal hanya dari dua desa,
sementara data dari desa Bekerah menemui kendala yang sangat sulit. Berdasarkan
data yang diperoleh dari kedua desa melalui data primer dan sekunder bahwa tingkat
pendidikan di kawasan relokasi Siosar tahun 2017 adalah sebagai berikut:
Tabel 2.4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa
Simacem dan Desa Suka Meriah Tahun 2017
No.
1.
Tingkat Pendidikan
Desa Simacem
Desa Suka Meriah
Tidak/ Belum
81
44
Sekolah
2.
SD/ Sederajat
168
160
3.
SLTP/ Sederajat
94
104
4.
SLTA/ Sederajat
118
136
5.
Akademi/ Diploma
16
6
III/ Sarjana Muda
6.
Diploma IV/ Strata
3
6
I
Sumber: Wawancara, Daftar Penduduk Desa Simacem, Memori Serah Terima
Jabatan Kepala Desa Sukameriah, Rekapitulasi Jumlah Penduduk
50
Universitas Sumatera Utara
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan di kawasan relokasi
Siosar paling tinggi jumlahnya adalah pendidikan SD/ Sederajat. Pendidikan SD/
Sederajat terbagi kedalam dua sub kategori, yakni belum tamat SD dan sudah tamat
SD. Di desa Suka Meriah terdapat 51 orang yang belum tamat SD, sementara yang
sudah tamat SD lebih besar dengan jumlah 109 orang. Untuk tingkat pendidikan
lainnya seperti SLTP, SLTA, Akademi/ Diploma III/ Sarjana Muda dan Diploma IV/
Strata I termasuk pada kategori sudah menamatkan pendidikan tersebut. Diploma IV/
Strata I menjadi tingkat pendidikan yang paling tinggi di kawasan relokasi Siosar
dengan jumlah yang paling rendah, sementara
Tingkat Magister, Doktor dan
Professor sama sekali belum ada.
Akses pendidikan di wilayah ini memang cukup terhambat, sebab gedung
sekolah atau kuliah berada di luar desa yang hanya dapat ditempuh dengan
menggunakan kendaraan. Pemerintah dalam hal ini hanya menyediakan bus DAMRI
bagi warga yang ingin mengakses keluar wilayah. Di kawasan relokasi sendiri hanya
terdapat sebuah sekolah SD yaitu SD Bekerah-Simacem yang dalam peruntukannya
terbuka kepada siapapun. Selanjutnya adalah PAUD yang masing-masing desa
memiliki prasarana pendidikan ini sejumlah satu buah per desa.
2.10.4. Komposisi Penduduk berdasarkan Suku/ Etnis
Masyarakat dikawasan relokasi Siosar didominasi oleh suku Karo, meskipun
terdapat suku lain seperti Jawa dan Toba. Suku Karo adalah masyarakat yang sangat
mengandalkan kinship. Hal ini terlihat dari penerapan merga silima, rakut ditelu dan
tutur siwaluh dalam kehidupan mereka. Suku Karo selalu berusaha menghubung51
Universitas Sumatera Utara
hubungankan merga mereka sebagai orang Karo yang merupakan saudara. “Kalau
kita itu adat Karo, gak ada orang lain, keluarga semua,” tutur pak Sitepu. Itulah
mengapa, suku lain yang menikah dengan suku Karo akan dilekatkan merga atau beru
Karo kepadanya. Hukumnya wajib, sebab jika terjadi pernikahan antara suku Karo
dengan suku lain yang tidak memiliki merga Karo maka tidak bisa diadakan
pernikahan secara adat. Akhirnya orangtua mempelai dari suku lain harus mengambil
orangtua angkat dari suku Karo agar dapat menikah secara adat. Penarikan merga ini
apabila yang dinikahi adalah laki-laki dari suku lain, maka merga si laki-laki
dilekatkan berdasarkan merga anak beru dari bapak si perempuan. Sebaliknya apabila
yang dinikahi adalah perempuan dari suku lain, maka pelekatan berunya diambil dari
kalimbubu bapaknya si pihak laki-laki.
Sudah barang tentu hampir semua warga di kawasan relokasi Siosar adalah
keluarga, yang membuatnya menjadi suku terbesar. Keluarga dalam konteks ini bukan
hanya terjadi melalui ikatan darah, tetapi karena adanya konsep kinship berdasarkan
merga atau beru.
2.10.5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama
Bagian lain dari aspek kependudukan yang juga harus diungkapkan pada
penelitian ini adalah komposisi penduduk berdasarkan agama. Variasi agama di
kawasan relokasi Siosar dapat dikatakan tidak cukup variatif. Komposisi penduduk di
kawasan relokasi Siosar berdasarkan agama yang dikumpulkan dari hasil wawancara
dan data sekunder dapat dilihat pada tabel berikut:
52
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama per Desa di Kawasan
Relokasi Siosar Tahun 2017
No.
Desa
Islam
22 KK
216 Jiwa
171 Jiwa
1.
2.
3.
Agama
Katholik
Protestan
13 KK
41 KK
95 Jiwa
168 Jiwa
6 Jiwa
278 Jiwa
Lainnya
1
-
Bekerah
Simacem
Suka
Meriah
Sumber: Wawancara, Daftar Penduduk Desa Simacem, Memori Serah Terima
Jabatan Kepala Desa Sukameriah, Rekapitulasi Jumlah Penduduk
Komposisi penduduk berdasarkan agama dapat dilihat bahwa agama Islam dan
Kristen Protestan sama-sama memperoleh pengaruh yang besar di kawasan relokasi
Siosar. Meskipun setiap desa masing-masing memiliki jumlah pengikut yang unggul
pada agama-agama tertentu. Di desa Simacem misalnya, dapat dilihat bahwa
penduduk di desa ini mayoritas beragama Islam yaitu 216 jiwa, sementara di Suka
Meriah mayoritas beragama Kristen Protestan dengan pengikut terbanyak yaitu 278
jiwa. Dari desa Bekerah terdapat 22 KK yang beragama Islam, 13 KK beragama
Khatolik dan 41 KK beragama Protestan. Persentase yang paling kecil ada pada warga
yang beragama Khatolik.
Masuknya injil bagi orang Karo dimulai dengan kedatangan Belanda ke
sebuah dusun kecil Buluh Awar pada tahun 1889. Disinilah dimulai fase pencerahan
bagi masyarakat Karo mengenal Kristen. Misionaris Belanda yang datang melalui
Nederlandch Zendeling Genootschap (NZG) berawal dari perluasan kekuasaan
perkebunan Belanda di daerah Sumatera Timur. Dusun kecil Buluh Awar sebagai
daerah yang dihuni oleh suku Karo merupakan salah satu tempat sasaran
53
Universitas Sumatera Utara
pengembangan perkebunan tembakaunya karena yakin bahwa warga suku Karo
sangat lihai dalam pertanian. Sarjani Tarigan15 menungkapkan bahwa:
“Salah seorang anggota Parlemen Belanda yaitu J.T. Cremer,
meyakinkan maskapai-maskapai perkebunan dan meminta pihak
Nederlandch Zendeling Genootschap (NZG) membuka penginjilan di
Sumatera Timur dengan biaya yang dibebankan kepada maskapaimaskapai itu… Selanjutnya pada tahun 1890, H. C. Kruyt, seorang
utusan NZG di Minahasa (sejak 1885-1890) berangkat menuju daerah
Karo menggunakan kapal laut… Pendeta H.C. Kruyt datang bersama
Nicolas Lontoh, seorang Guru Injil dari Minahasa. Mereka mulai
mengunjungi daerah-daerah terutama daerah Dusun (Deli Hulu), dan
sampai juga ke Gugung (Tanah Karo) untuk mengenal orang Karo,
bahasa Karo dan adat istiadatnya. Sebenarnya ia ingin tinggal di
Gugung, sebab penduduknya lebih banyak di sana, tetapi tidak
diijinkan oleh pihak perkebunan dan Kompenie, karena itu Pendeta H.
C. Kruyt menetap di Buluh Awar selama 2 (dua) tahun.”
Menurut Sarjani lagi bahwa pengaruh Hindu pada orang Karo sangat kuat16,
sementara data yang ada menunjukkan bahwa dari 7 agama besar yang diakui di
Indonesia, agama Hindu, Buddha dan Konghutcu tidak memiliki seorang pengikut
pun di kawasan relokasi Siosar, sementara agama suku yang belum mendapat
pengakuan dari negara hampir pasti tidak ada. Pada wawancara-wawancara saya
dengan beberapa informan mengatakan bahwa tidak ada penganut agama suku lagi,
ternyata data terbaru dari Daftar Penduduk Desa Simacem tahun 2017 menunjukkan
hasil yang berbeda. Informasi yang kini masih menjadi misteri bagi peneliti, entah
warga berusaha menyembunyikannya dari pihak lain atau karena alasan yang tidak
bisa dijelaskan. Di desa Simacem terdapat seorang penganut agama suku.
15
Tarigan, Sarjani (2009: 3- 4) yang mengutip dari Jubelium 80 tahun GBKP dan Merga Silima, 50
tahun GBKP dalam buku 100 tahun GBKP
16
Tarigan, Sarjani. Lentera Kehidupan Orang Karo Dalam Berbudaya. Medan: Si B N B BAPKI, 2009.
Hal 61. Disini Sarjani memiliki pendapat yang selaras dengan Muhammad Said, Pemimpin Harian
Waspada di Medan yang menyampaikan bahwa Hindu juga mempunyai pengaruh hingga ke Dairi dan
Dataran Tinggi Karo. Hal tersebut diungkapkannya melihat dari cabang-cabang marga Sembiring
memakai nama berbau Sansekerta, yaitu Brahmana atau Meliala. Baginya, pengaruh ini jelas terlihat
pada upacara-upacara adat. Dari hal ini dapat disimpukan bahwa masuknya agama-agama yang diakui
negara telah menyebar luas menggantikan kepercayaan lama.
54
Universitas Sumatera Utara
2.11.
Pola Permukiman di Kawasan Relokasi Siosar
Pola permukiman adalah bagian yang perlu dijelaskan untuk mendukung
gambaran umum lokasi penelitian. Sarjani mengungkapkan bahwa
“Penelusuran dari sejarah kerajaan Haru sebenarnya migrasi atau
pergerakan orang Karo dari pantai/ pesisir menuju pedalaman/
pegunungan sudah membentuk lingkaran atau arus bolak-balik…
setelah belanda melaksanakan politiknya kepedalaman dan dataran
tinggi Karo, maka wilayah Sumatera Timur yang hampir separuh
dihuni oleh suku Karo semakin dipersempit dan diciutkan oleh
Belanda… Dataran tinggi Karo yang sebenarnya sentrum budaya ini,
menjadi daerah yang paling kecil.” (Tarigan, 2009: 34-36)
Pola permukiman di kawasan relokasi Siosar adalah pola permukiman
nucleated village, yang dapat diartikan sebagai pola permukiman dimana penduduk
desa hidup bergerombol membentuk suatu kelompok yang disebut dengan nucleus.
Meskipun pola pemukiman ini di kawasan relokasi Siosar dibangun oleh pemerintah,
namun pemilihan lokasi dan pembangunan desa ini sudah disetujui oleh para pengetua
adat. Pemerintah memang cukup paham dengan kehidupan masyarakat Karo pada
konteks pola pemukiman ini. Polanya memang tepat untuk kehidupan masyarakat
Karo yang hidup berdekatan. Meskipun diadakan cabut nomor (lotere)17 untuk
pemilihan rumah yang memungkinkan warga yang semula hidup berdekatan
dihadapkan dengan jarak, warga Karo tetap mempertahankan ikatan khinsip mereka.
2.12.
Kondisi Sarana dan Prasarana Publik
Permukiman merupakan perumahan dengan segala kegiatan yang ada
didalamnya. Permukiman sebagai bagian dari tempat hidup tinggal yang mendukung
17
Pencabutan nomor rumah dan lahan pertanian dilakukan sekitar tiga bulan sebelum warga pindah ke
kawasan Relokasi Siosar. Pencabutan nomor diadakan di kantor Bupati Kabanjahe. Pilihan cabut
nomor dilakukan untuk menghindari perselisihan antar-warga. Keinginan warga sangat beragam akan
susah direalisasikan dengan kemungkinan besar terjadi bentrok pendapat.
55
Universitas Sumatera Utara
kehidupan para penghuninya. Sarana dan prasarana sangat penting dalam mendukung
kehidupan masyarakat.
Berdasarkan data
Progres Pembangunan Permukiman Siosar Pascaerupsi
Sinabung pada tanggal 21 Oktober 2015, ruang publik yang akan dikembangkan
adalah:
a. Jambur
b. Pos kesehatan
c. Sekolah (PAUD dan Sekolah Dasar)
d. Taman bermain
e. Lapangan olah raga
f. Terminal pembantu
g. Pasar lokal
h. Rumah ibadah yang terdiri dari gereja (di tiga desa ada lima aliran gereja yang
berbeda secara teknik peribadatan) dan masjid (di tiga desa tersebut ada 146
KK yang beragama Islam).
Untuk realisasi perkembangan pembangunan pemukiman siosar dapat
dijelaskan selanjutnya. Sarana dan prasarana yang tersedia dalam menunjang
kehidupan warga di kawasan relokasi antara lain adalah sarana jalan, kesehatan, air,
rumah ibadah dan lain sebagainya. Sarana dan prasarana tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut:
56
Universitas Sumatera Utara
2.12.1. Sarana dan Prasarana Jalan
Kunjungan pertama pada Januari 2016, kondisi jalan masih belum diaspal
sehingga terdapat becek disana-sini. Ditahun 2017, kondisi jalan sudah diaspal dengan
baik, hanya jalan usaha tani perlu perhatian dari pemerintah. Sementara jalan gang
dengan kondisi tanah yang dikeraskan. Jalan utama menuju area lokasi sudah cukup
lebar sekitar 9 m sampai 10 m.
Gambar 2.1. Kondisi Jalan di Kawasan Relokasi Siosar
Tahun 2016
Tahun 2017
Sumber: Peneliti
Peneliti juga sudah bisa melihat talud-talud yang siap dibangun. Pembatas
rumah (talud) utamanya dibangun lebih dahulu, agar rumah yang lebih diatas tidak
longsor ke bawah. Ternyata pada pengadaannya memang ada yang dibangun dengan
kurang baik sehingga ada yang longsor. Sekarang talud tersebut masih dalam
perbaikan. Meskipun demikian jalanan sudah rapi dan gang-gang tidak selicin dulu.
Pengunjung dan warga bisa merasa nyaman untuk melakukan perjalanan di Siosar.
57
Universitas Sumatera Utara
Ditambah dengan riuhnya pepohonan di sekitar membuat pemandangan terasa
semakin indah. Kak Dina, salah seorang fasilitator yang pernah menangani relokasi
tahap I menyampaikan hal berikut dalam sebuah kesempatan diskusi ringan di Hotel
Rudang:
“Kemarin itu, Simacem dilanda angin kuat sampai atap rumah
terbang, bahkan ada talud (pembatas rumah) yang roboh. Entah
udaranya lebih dingin disini atau ditempat yang dulu. Angin kuatnya
malah bisa merobohkan talud bibi Nisa yang rumahnya berada di
samping rumah bibi Maya. (Wawancara, 28 Januari 2017)
2.12.2. Sarana dan Prasarana Pertemuan
Sarana dan prasarana pertemuan memungkinkan warga untuk tetap dapat
beinteraksi satu sama lain. Terutama untuk pertemuan-pertemuan adat dan
pelaksanaan pesta, sarana dan prasarana pertemuan menjadi bagian yang penting
untuk dijelaskan. Sarana dan prasarana yang terdapat di kawasan relokasi Siosar
berdasarkan pengamatan dan wawancara terdiri atas:
a. Balai desa
Balai desa memilki ukuran 5 m x 5 m merupakan tempat musyawarah tokohtokoh adat atau perangkat desa. Setiap desa memiliki satu bangunan balai desa
masing-masing.
b. Jambur
Ide dasar pembangunan jambur ini mengadopsi rumah adat masyarakat Karo
yang menggunakan sudut-sudut tajam serta menyesuaikan dengan bangunan
tradisional Karo terutama pada atapnya. Terdapat tiga bangunan jambur di desa
58
Universitas Sumatera Utara
Siosar, masing-masing desa memiliki satu jambur. Jambur atau los dilengkapi dengan
kamar mandi atau WC komunal. Sebenarnya jambur dikhususkan untuk suku Karo di
Siosar, tapi bila ada orang lain atau pihak luar yang ingin menggunakannya, seperti
misalnya ada acara dari gereja, atau Isra Mi’raj maka jambur bisa dipakai. Peralatanperalatan PKK juga tersedia dan bisa di sewakan. Jambur merupakan tempat
dilaksanakannya pesta-pesta adat dan runggu18, contohnya seperti pernikahan secara
adat.
Gambar 2.2. Jambur Desa Bekerah
Sumber: Peneliti
c. Kantor desa
Kantor desa terdapat di masing-masing desa dengan jumlah masing-masing
satu buah. Kantor desa sebagaimana pengamatan ternyata sering sekali kosong. Para
perangkat desa lebih sering berada di rumahnya untuk melaksanakan tugasnya sebagai
18
Runggu adalah musyawarah untuk meyelesaikan suatu permasalahan.
59
Universitas Sumatera Utara
perangkat desa, atau malah bepergian ke ladang dan/ atau warung. Apalagi kesediaan
peralatan dan perlengkapan yang masih kurang memadai membuat perangkat desa
lebih nyaman melakukan kegitan di rumah masing-masing.
Gambar 2.3. Kantor Kepala Desa Suka Meriah
Sumber: Peneliti
2.12.3. Sarana dan Prasarana Pendidikan
Sarana dan prasarana pendidikan masih sangat minim. Hal ini terbukti dengan
adanya kenyataan bahwa di kawasan relokasi Siosar hanya terdapat tiga buah PAUD
dan sebuah sekolah dasar. Sarana dan prasarana pendidikan tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini)
Terdapat tiga bangunan PAUD di kawasan relokasi Siosar, jadi masingmasing desa memiliki satu PAUD. Berdasarkan pengamatan, bangunan-bangunan di
60
Universitas Sumatera Utara
taman bermain PAUD tidak cukup baik dan sudah tidak layak pakai sehingga
dikhawatirkan dapat mengancam keselamatan anak-anak apabila tidak dipantau oleh
guru atau orang tua secara langsung.
b. Sekolah Dasar
Sekolah Dasar Simacem-Bekerah merupakan satu-satunya sekolah dasar yang
terdapat di kawasan relokasi Siosar. Sekolah Dasar ini berada di sisi Timur atas
sehingga mendapatkan udara bersih dan tidak terganggu kebisingan. Meskipun
penamaannya demikian, tetapi sekolah dasar ini dibangun untuk ke tiga desa yang
terdapat di kawasan relokasi Siosar. Penamaan sekolah sebenarnya berasal dari
sekolah dasar yang sedianya memang ada dari desa lama, yang kemudian dibangun
kembali di kawasan relokasi Siosar. Tenaga pengajar didominasi oleh guru lokal,
diantaranya adalah guru yang berasal dari desa Simacem 1 orang dan tambahan 1
orang luar yang sudah tinggal di desa Simacem, dari desa Sukameriah 3 orang serta
dari Kabanjahe 2 orang.
2.12.4. Sarana dan Prasarana Kesehatan
Sarana dan prasana kesehatan yang tersedia di kawasan relokasi hanyalah
Pustu dan Posyandu, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Puskesmas Pembantu (Pustu)
Puskesmas pembantu adalah puskesmas yang sedianya terletak di desa,
sementara untuk kawasan kecamatan penamaannya adalah pukesmas saja. Puskesmas
61
Universitas Sumatera Utara
pembantu tidak memiliki tenaga dokter, melainkan hanya bidan yang bertugas sebagai
petugas kesehatan di kawasan relokasi ini. Puskesmas pembantu terdiri dari 3 bidan
yang masing-masing berjumlah satu orang dari setiap desa. Hanya ada satu bangunan
puskesmas yang berdiri di Siosar. Puskesmas pembantu ini berada di sisi Timur atas
yang menurut pengamatan terletak di Desa Simacem, dimana posisinya mudah
dijangkau dua desa lainnya, juga mendapatkan udara bersih dan kebisingan minimum.
Mengingat jumlah warga yang tidak terlalu banyak, maka puskesmas ini sedianya
masih satu buah.
Gambar 2.4. Pustu di Kawasan Relokasi Siosar
Sumber: Peneliti
b. Posyandu
Di kawasan ini terdapat masing-masing sebuah posyandu untuk setiap desa,
jadi jumlahnya tiga unit. Posyandu sebagai pusat kegiatan masyarakat dalam upaya
pelayanan kesehatan dan keluarga berencana. Posyandu terutama untuk melayani
balita dan orang lanjut usia.
62
Universitas Sumatera Utara
Tingkat kesehatan warga cukup baik dengan harapan hidup cukup tinggi.
Bahkan untuk para lansia baru saja mendapatkan pengobatan gratis. Tingginya
harapan hidup tidak hanya didukung oleh tersedianya pusat pelayanan kesehatan
semata melainkan karena kondisi alam desa yang masih asri serta bahan pangan yang
berasal langsung dari tanaman ladang mereka.
2.12.5. Sarana dan Prasarana Air
Pengadaan air bersih untuk warga diambil dari mata air pegunungan. Air yang
berasal dari pengunungan ditampung pada suatu tempat yang disebut tendon.
Terdapat dua tendon yang di kawasan relokasi Siosar, yakni tendon untuk SimacemBekerah dan tendon lain khusus untuk desa Suka Meriah. Letak tendon tersebut
berada dekat dengan desa Sukameriah. Kedua tendon tersebut berdekatan, hanya
dipisahkan jarak kurang lebih 5 meter. Air bersih dari mata air pengunungan tersebut
kemudian dialirkan kerumah-rumah warga. Air bersih yang seharusnya diterima
warga tidak terealisasikan dengan baik. Air bersih memang ada, tapi pada porsinya
kurang. Perlu penampung dengan jumlah yang lebih dari apa yang tersedia.
Sistem pengaliran air adalah buka-tutup sehingga air tidak mengalir setiap
waktu melainkan pada waktu-waktu tertentu. Desa Simacem mendapat giliran sekali
saja pukul 06.00 WIB atau pukul 07.00 WIB sementara desa Bekerah pada siang
harinya. Tendon yang lain untuk jatah desa Suka Meriah adalah 2 kali yaitu sekitar
pukul 06.00 WIB dan 18.00 WIB. Terkait dengan kualitas air bersih meskipun sudah
semakin baik, tetapi bila dilihat secara kasat mata, warna air masih agak keruh
63
Universitas Sumatera Utara
sehingga diragukan kualitasnya. Untuk pemakaiannya, warga dibebankan Rp
5.000/bulan berapa pun besarnya pemakaian air.
Septictank komunal juga dibangun untuk melengkapi utilitas hunian sebagai
peningkatan standar kebutuhan pemukiman. Water Closet atau WC terdapat pada
setiap unit rumah, porsi yang berbeda dengan kamar mandi umum di desa dulu. Di
desa dulu, warga memiliki kamar mandi umum19, yang satu untuk pria dan yang lain
untuk wanita. Kamar mandi umum dengan petak beton tersebut ditarik dari mata air
pegunungan. Jadi interaksi antar-warga terbangun karena adanya kamar mandi umum.
Inilah yang kemudian sedang diajukan perangkat desa kepada pemerintah untuk dapat
direalisasikan. Sedianya masyarakat Karo di Siosar sangat menginginkan interaksi
dan kebersamaan diantara mereka tetap terjalin dengan baik, sebagaimana masyarakat
Karo hidup berdekatan.
Perwujudan drainese air adalah dengan adanya selokan kecil yang berada di
belakang rumah dan sekolan besar yang diarahkan ke hutan. Air kotor yang mengalir
pada selokan kecil dihubungkan dengan selokan besar, jadi selokan besar berfungsi
sebagai tampungan atau sarana mengalirkan air kotor ke daerah hutan. Terjadinya
perluasan rumah oleh warga seringkali harus menghambat atau menutup selokanselokan kecil tersebut. Warga mengakalinya dengan membuat pipa agar air kotor
tidak tergenang atau malah mengalir ke dalam rumah.
19
Maya menyampaikan, dalam suatu kesempatan kami berbincang bahwa kamar mandi yang berada
dalam rumah itu sangat jarang. Jadi orang-orang memang mandi di kamar mandi umum. Nah, biasanya
untuk kebutuhan cuci piring, masak dan yang lainnya, akan dilakukan pengestokan air dirumah.
Biasanya dilakukan malam hari, air diangkut dari kamar mandi umum menuju rumah masing-masing.
64
Universitas Sumatera Utara
2.12.6. Sarana dan Prasarana Ekonomi
Pasar lokal tersedia di daerah ini yakni berupa warung-warung yang
diharapkan pemerintah dapat berfungsi sebagai pusat perdagangan lokal yang
melayani ketiga desa. Pada kenyataannya, yang disimpulkan melalui proses
pengamatan dan wawancara, ternyata warung-warung tersebut hanya aktif di hari
Minggu, karena sasarannya adalah pengunjung yang berlibur. Warga jarang
melakukan perdagangan dan/atau membeli produk di warung tersebut. Biasanya
warga justru pergi ke Kabanjahe untuk membeli bahan pangan pribadi dan/atau bahan
dagangan di warung-warung yang dibangun sendiri untuk tujuan diperjual-belikan.
Gambar 2.5. Pasar Lokal di Kawasan Relokasi Siosar
Sumber: Peneliti
Warung-warung yang berfungsi sebagai fasilitas ekonomi ini terdapat di
kawasan tengah yang memudahkan masyarakat untuk mengaksesnya. Meskipun
mudah diakses, tetapi tetap saja warung tidak berfungsi maksimal.
65
Universitas Sumatera Utara
2.12.7. Sarana dan Prasarana Ibadah
Agama warga yang berada di kawasan relokasi Siosar tidak cukup beragam.
Seperti yang saya kemukakan diawal, hanya ada penganut agama Islam, Kristen
Protestan, Kristen Khatolik, dan penganut agama suku yang masih menjadi misteri.
Berangkat dari sini, maka berdasarkan pengamatan dan wawancara yang dilakukan
dapat dijelaskan bahwa sarana ibadah yang terdapat di kawasan relokasi adalah:
a. Mesjid
Terdapat dua buah mesjid di kawasan relokasi Siosar, yang masing-masing
tidak dapat dijelaskan secara geografis berada di desa mana karena batas desa yang
belum jelas. Menurut pengamatan peneliti bahwa letak kedua Mesjid lebih dekat
dengan Desa Bekerah. Satu mesjid berada diantara Bekerah dan Simacem sementara
yang lainnya berada dekat dengan gapura Selamat Datang Desa Bekerah.
Gambar 2.6. Mesjid di Kawasan Relokasi Siosar
Sumber: Peneliti
66
Universitas Sumatera Utara
b. Gereja
Jumlah gereja juga sama dengan jumlah mesjid yaitu dua buah. Kedua gereja
ini berdekatan. Gereja pertama adalah Gereja Oukumene Bahtera Kasih -Gereja
Bahtera Kasih dipergunakan secara bergantian oleh lima aliran agama Kristen,
diantaranya adalah Gereja Batak Karo Protestan, Gereja Masehi Advent, Gereja
Bethel Indonesia, Gereja Pantekosta di Indonesia dan Gereja Jemaat Allah Indonesiadan yang lain adalah Gereja Khatolik. Letaknya juga tidak dapat dijelaskan berada di
bagian wilayah desa yang mana, hanya berdasarkan pengamatan, letak dari gereja
berada di tengah-tengah antara ketiga desa.
Gambar 2.7. Gereja Oukumene Bahtera Kasih Siosar
Sumber: Peneliti
Kedua mesjid dan kedua gereja meski hanya demikian jumlahnya namun
peruntukannya terbuka kepada siapa saja. Masjid sebagai fasilitas peribadatan berada
pada posisi yang sejajar dengan gereja, namun dengan jarak yang tidak dekat
sehingga tidak mengganggu kekhusyukan peribadatan.
67
Universitas Sumatera Utara
2.12.8. Sarana dan Prasarana Olahraga
Pengadaan sarana dan prasarana olahraga belum terealisasi. Sebagaimana data
Progres Pembangunan Permukiman Siosar Pascaerupsi Sinabung pada tanggal 21
Oktober 2015 bahwa akan disediakan lapangan olahraga. Hasil dari wawancara
dengan warga juga mendukung data tersebut bahwa pemerintah memang menjanjikan
akan dibuatkan sarana dan prasarana olahraga seperti bola kaki, bulu tangkis dan lain
sebagainya. Nantinya sarana dan prasarana olahraga akan tersedia pada masingmasing desa. Janji pemerintah untuk pembangunan ini sudah hampir berlangsung
selama tiga tahun dan belum terealisasi hingga sekarang.
Berdasarkan hasil pengamatan, terdapat lapangan kosong yang dimanfaatkan
anak-anak untuk bermain bola voli di Desa Suka Meriah dan lapangan yang lain di
Desa Bekerah untuk bermain bola kaki.
2.13.
Gambaran Umum Aktivitas Sosial Kemasyarakatan
Masyarakat Karo di desa awal melakukan pekerjaan berladang mulai dari pagi
hari hingga sore hari, sementara pekerjaan rumah diselesaikan setelah pulang dari
ladang. Hal ini juga untuk menghindari pekerjaan secara terburu-buru bila dikerjakan
pada pagi hari. Warga mencuci pakaian, piring dan mengangkut air dari kamar mandi
umum. Kamar mandi yang tersedia di desa awal memang kamar mandi umum yang
terdiri atas laki-laki dan perempuan. Hanya sedikit sekali yang memilki kamar mandi
pribadi. Nah, karena kamar mandi umum inilah justru masyarakat Karo desa dulu
sangat akrab dalam hubungannya antara satu dengan yang lain. Air yang diangkut
akan digunakan sebagai stok untuk memasak di pagi hari. Pada pagi hari, warga
68
Universitas Sumatera Utara
bangun sekitar pukul 06.00 WIB atau 07.00 WIB. Sementara anak sekolah bangun
lebih awal karena harus masuk sekolah, yaitu sekitar pukul 05.00 WIB. Selanjutnya
pukul sekitar pukul 08.00 WIB atau 09.00 WIB warga mulai berangkat ke ladang.
Masyarakat Karo di kawasan relokasi Siosar memiliki kebiasaan berangkat ke
ladang pada pukul 09.00 WIB sampai dengan 17.00 WIB. Jadi selama waktu ini, desa
akan sepi dari aktivitas warga dan/atau orangnya karena semua sedang sibuk dengan
ladangnya. Pulang dari ladang, perempuan mengambil bagian untuk mengerjakan
tugas-tugas rumah seperti memasak dan mencuci. Sementara laki-laki tidak memiliki
tugas lain, akan mengambil kesempatan untuk membersihkan diri dan pergi ke
warung menunggu makan malam yang akan dihidangkan oleh kaum perempuan.
Pulang dari warung barulah laki-laki makan malam bersama keluarganya. Selepas ini,
masih banyak kaum laki-laki memilih untuk kembali ke warung lagi. Sebuah laman
website20 menyebutkan: “Sejarah mencatat bahwa laki-laki Karo lebih banyak
menghabiskan waktu dan hidupnya untuk bersenang-senang, bercengkrama di
warung kopi, berjudi, bermain kartu, minum tuak dan mabuk-mabukan”.
Laki-laki suku Karo di Siosar sering sekali berkumpul di warung bukan hanya
sekedar untuk menikmati minuman yang tersedia di warung, tetapi juga untuk
bertukar informasi baik tentang pertanian, masalah adat, pemakaian pupuk,
pemakaian obat, teknik penanaman dan lain sebagainya. Segala sesuatu di bicarakan
di warung, misalnya keberhasilan seseorang menanam tomat sementara yang lain
menanam kentang, maka informasi bagaimana mencapai keberhasilan dalam
pertanian mereka dibagikan kepada orang-orang lainnya di warung tersebut. Itulah
20
Yogyakarta
Karonese
Theolog
(http://yogyakartakaronesetheolog.blogspot.co.id/
2010/10/perempuan-dalam-budaya-karo-keindahan.html?m=1) Akses, Minggu 05 Maret 2017
69
Universitas Sumatera Utara
alasan mengapa laki-laki Karo sering pergi ke warung. Kebiasaan laki-laki meminum
kopi di warung sudah ada sejak mereka tinggal di desa dulu, hingga sekarang
kebiasaan minum di warung bagi para lelaki masih diterapkan atau di bawa ke desa
kini. Buktinya memang ada banyak warung yang didirikan di Siosar.
Menurut
penuturan informan yaitu pak Lesanto,
“Jadi kalau laki-laki kalau di Karo, di warung itu ngobrol-ngobrol
sama rumah cari informasi sama kawan. Memang lengkap kan di
rumah, teh manis ada di rumah, teh putih… tapi kebiasaan orang Karo
laki-laki nyamannya ke warung. Udah tradisi gitu lah.” (Wawancara,
17 Februari 2017)
Kegiatan sehari-hari di rumah adat tidak lebih istimewa dari rumah-rumah
lainnya, mulai bangun pada pukul 05.00 WIB lalu ke ladang pada pukul 08.00 WIB.
Perbedaan yang sedikit kontras dari Siwaluh Jabu pada zaman dahulu dengan
sekarang adalah pada zaman dahulu adanya satu orang yang bertugas untuk menjaga
rumah setiap hari. Ketika hari sudah sore, sekitar pukul 17.00 WIB atau 18.00 WIB,
warga sudah pulang dari ladang. Warga lalu menyiapkan masakan untuk makan
malam. Nah ketika jam menunjukkan pukul 09.00 WIB, anggota-anggota keluarga
tidak boleh menimbulkan keributan atau suara-suara. Rumah adat sudah harus sunyi.
Orang-orang tua terlebih yang sangat tua yaitu nenek-nenek akan jengkel atau marah
bila ada yang ribut pada jam tersebut.
Memasuki sebuah rumah baru dan pindah rumah memiliki tata aturannya.
Ketika seseorang pindah rumah, maka ia harus mengundang tetangga-tetangganya
dalam suatu acara makan bersama. Tujuannya adalah untuk memberitahukan bahwa
ia adalah tetangga baru atau bagian dari mereka yang sudah tinggal terlebih dahulu di
area tersebut. Tetangga-tetangganya akan berpesan untuk tidak bertengkar di dalam
70
Universitas Sumatera Utara
rumah dan tetap menjaga kerukunan dengan tetangga baru di sekitarnya ataupun
dalam masyarakat. Turut hadir dalam syukuran tersebut bila berumah tangga adalah
keluarga dari kedua pihak dan tetangga di sekitar saja. Menu yang dihidangkan pada
syukuran ini biasanya adalah ayam.
Hal ini berbeda dengan memasuki rumah baru yang memiliki tata cara adat
yang lebih kompleks.
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
2.8.
Sejarah Kawasan Relokasi Siosar
Gunung api Sinabung merupakan gunung api yang terletak di Dataran Tinggi
Karo, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Ketinggian gunung api ini sekitar
2460 meter. Erupsi gunung Sinabung terjadi secara terus menerus yang dimulai sejak
tahun 1975-1976. Kegiatannya sempat berhenti dalam waktu yang panjang.
Kemudian pada tanggal 29 Agustus 2010 terjadi erupsi besar dimana status gunung
api Sinabung naik menjadi Awas (level IV) dan mengakibatkan ±12.000 jiwa
mengungsi. Pada tanggal 23 September 2010 statusnya diturunkan menjadi Siaga
(level III), dan kembali diturunkan menjadi Waspada (level II) pada tanggal 7
Oktober 2010. Gunung api Sinabung kembali meletus dan statusnya meningkat
menjadi Siaga (level III) pada tanggal 15 September 2013. Sejak tanggal 2 Juni 2015
hingga saat ini statusnya kembali naik menjadi Awas (level IV). Desa terdampak yang
telah habis tertimbun oleh material vulkanik kini mencapai puluhan desa. Erupsi yang
berkelanjutan memang telah menyebabkan meluasnya daerah-daerah yang terkena
dampak bencana erupsi. Gunung api Sinabung memang jenis gunung yang unik
mengingat erupsi berkelanjutan yang cukup lama. Karena sifatnya yang demikian,
lembaga-lembaga nasional hingga internasional, pemerintah pusat, pemerintah daerah,
BPBD dan BNBP menyibukkan diri untuk mencanangkan program-program bagi para
korban erupsi.
38
Universitas Sumatera Utara
Erupsi Sinabung yang membuat masyarakat harus meninggalkan desa terjadi
pada tanggal 27 September 2010. Warga desa Simacem dan Bekerah kemudian
mengungsi ke Kabanjahe kurang lebih selama 1,5 bulan. Tempat pengungsian pada
saat itu adalah Jambur Tuwah Lau Pati. Sementara warga desa Suka Meriah
mengungsi ke desa Payung, Kecamatan Payung. Ketika masyarakat merasa cukup
aman, mereka akhirnya kembali ke desa masing-masing. Ternyata terjadi erupsi yang
berkelanjutan sehingga warga desa Simacem dan Bekerah menghindar ke desa
Naman, Kecamatan Namanteran selama kurang lebih 5 bulan dan warga desa Suka
Meriah mengungsi ke desa Payung, Kecamatan Payung. Warga tidak kontiniu selama
waktu tersebut melainkan hanya melakukan penghindaran pada saat-saat terjadi erupsi
saja. Jadi selama 5 bulan itu pula warga berada pada posisi was-was pulang-palik ke
desa.
Pada pertengahan tahun 2011 ketika kondisi sudah mulai aman, warga tinggal
lagi di desa masing-masing. Tidak diduga terjadi erupsi besar-besaran pada
September 2013 yang membuat warga desa Simacem dan Bekerah mengungsi di
jambur yang terletak di desa Naman selama 2 bulan, sementara warga desa Suka
Meriah mengungsi di desa Payung lagi.
Warga diungsikan lagi ke Kabanjahe ketika gunung Sinabung menghasilkan
awan panas, termasuk disini semua desa yang berada pada radius 5 km diharuskan
untuk mengungsi ke Kabanjahe. Tempat pengungsian desa Simacem dan Bekerah
berada di UKA selama 2 tahun sementara desa Suka Meriah mengungsi di
Tiganderket. BNPB menetapkan bahwa beberapa desa yang berada di dalam radius 3
km dari gunung api Sinabung merupakan daerah steril yang tidak boleh ada aktivitas
39
Universitas Sumatera Utara
masyarakat sedikitpun. Terjadinya bencana alam tersebut membuat desa dulu sudah
tidak bisa ditinggali lagi. Pemerintah kemudian merekomendasikan untuk melakukan
relokasi ke daerah hutan Siosar. Pilihan pertama sebenarnya adalah ke kecamatan
Mardinding, Kabupaten Karo. Namun karena masyarakat tidak tertarik pindah ke
Mardinding, akhirnya dipilihlah kawasan Siosar. Tahun 2013 merupakan tahun
dimana daerah tersebut pertama kali dibuka oleh TNI. Disusul kemudian pendirian
rumah-rumah warga.
Pada tahun 2014, kawasan relokasi Siosar mulai dibangun oleh pemerintah.
Dalam kurun waktu satu tahun, yakni pada akhir bulan di tahun 2015, kawasan
relokasi sudah dibuka untuk warga. Disini pemerintah bersama TNI, BNPB dan
Satuan Tugas Pembangunan Rumah Tinggal sudah membangun 370 unit rumah dan
bangunan-bangunan atau ruang publik lainnya. Untuk luasan yang ditetapkan oleh
pemerintah adalah sebesar 1120 Ha.
Desa relokasi tahap I adalah desa yang berada pada zona merah yang
mencakup tiga desa. Ketiga desa ini dikenal dengan sebutan “Bekassi”, yaitu Desa
Bekerah, Desa Suka Meriah, dan Desa Simacem, desa yang kini menjadi tempat
tinggal baru bagi para korban bencana untuk memulai kehidupan yang baru yang
tidak terlepas dari budaya lama yang mereka bawa ke lingkungan baru tersebut.
Pada tahap pertama di bulan Agustus, 50 KK warga Bekerah yang mendapat
giliran untuk pindah ke kawasan relokasi Siosar. Sementara Desa Simacem dan Suka
Meriah mendapat kesempatan pada bulan Desember 2015. Rumah-rumah yang
mereka terima ini bisa diubah bentuk dan luasnya asalkan berdiri diatas tanah
miliknya sendiri yaitu 10m x 10m. Rumah yang dibangun oleh pemerintah memang
40
Universitas Sumatera Utara
sederhana dan kurang luas yakni 6 m x 6 m, sehingga barang dan peralatan rumah
tangga susah diatur posisinya pada masa pengamatan di Januari 2016 lalu. Ditahun
2017 ini sudah banyak rumah yang diubah-sesuaikan dengan keinginan pemiliknya
dan terlihat lebih luas dari sebelumnya. Maka warna hijau yang mendominasi dan
seharusnya seragam sudah mulai kaya warna. Terkait dengan belum ada serah-terima
dari pemerintah dengan warga kawasan relokasi Siosar, maka pengadaan bahan-bahan
bangunan (apabila terjadi kerusakan) masih menjadi tanggung-jawab dari pemerintah.
Dalam rembuk pertama untuk memilih desa relokasi, pemerintah menanyakan
pendapat para simantek kuta dari setiap desa. Hasil rembuk adalah bahwa rumah
simantek kuta beserta kalimbubu dan anak berunya akan dibuat berdekatan yakni
sudah ditentukan sejak awal oleh simantek kuta. Dalam hal ini pemerintah sudah
mempertimbangkan bahwa masyarakat Karo memang hidup berdekatan, terutama
untuk
para
pemimpin
adat
yang
menjadi
perhatian.
Pemerintah
juga
mempertimbangkan para pemimpin adat yang mempunyai pengaruh besar dengan
masyarakat di desanya, sehingga menghindari kesalah-paham atau pemberontakan
pada program pemerintah. Sama halnya dengan setiap desa yang juga dipertahankan
untuk tetap hidup berdampingan bersama, tidak secara terpisah-pisah. Pula
masyarakat
sebaik
dari
opsi
pertama
yang
ditolak
karena
kemungkinan
menghilangkan identitas dan tidak hidup berdekatan, juga memutuskan untuk
direlokasi ke daerah Siosar.
Simantek kuta di Bekerah, yang mana rumah antara anak beru, kalimbubunya
memang saling berdekatan. Tetapi kedua desa lainnya ternyata tidak demikian dalam
realisasinya. Seharusnya simantek kuta beserta kalimbubu dan anak berunya tidak
41
Universitas Sumatera Utara
ikut lotere atau cabut nomor seperti dalam pemilihan rumah masyarakat desa Bekerah,
Simacem dan Sukameriah lainnya. Simantek kuta dari desa Bekerah sangat beruntung
sebab warga dari desa inilah yang mendapat kesempatan untuk pertama kali pindah ke
kawasan relokasi Siosar. Sementara kedua desa lainnya yang menyusul kemudian
ternyata tidak menemui realisasi sesuai dengan ketentuan awal. Pada akhinya,
simantek kuta dari desa Sukameriah dan desa Simacem harus tinggal pada jarak yang
tidak ditentukan tetapi tetap dalam satu wilayah desa yang berdekatan.
Rumah yang disediakan oleh pemerintah diberikan kepada warga yang
memiliki rumah dari desa awal. Jadi rumah tangga-rumah tangga yang memiliki
rumahlah yang berhak untuk mendapatkan rumah. Dari 146 KK warga Simacem
misalnya, yang terdata memiliki rumah hanya 130 KK, maka 130 merupakan jumlah
unit rumah yang dibangun oleh pemerintah. Artinya, sebuah rumah yang terdiri atas
lebih dari satu rumah tangga, hanya berhak mendapatkan sebuah rumah. Terdapat
pula rumah-rumah di kawasan relokasi yang kemudian dihuni oleh beberapa rumah
tangga. Dari semua warga dari 3 desa yang direlokasi, hanya 370 KK yang mendapat
rumah, sementara sekitar 40 KK tidak mendapatkan rumah dari pemerintah. Di bulan
Januari 2016, yang masih menjadi polemik adalah terkait relokasi rumah atau warga.
Dari wawancara saya bersama Iting Syahril kala itu, mengungkapkan bahwa menurut
penuturan dari pihak pemerintah yang direlokasi adalah orangnya. Namun
permasalahan kemudian mengapa tidak semua warga mendapatkan rumah.
”Rumahlah yang direlokasi, kalau rumah direlokasi seharusnya
bagaimana rumah disana kayak gitu dibuatnya disini, kan gitu
aturannya. Cara berpikir kita kan gitu, tapi pikiran pemerintah ntah
kayak mana, gak tau aku. Itu anakku gak punya rumah, mereka
ngontrak ke tempat lain. Itu makanya sakit kali ku rasa” (Wawancara,
10 Januari 2016).
42
Universitas Sumatera Utara
Di desa dulu, Iting memiliki 1 rumah dengan 2KK, kini mereka mendapatkan
1 rumah. Namun ada pula keluarga dengan situasi yang sama dengan Iting tetapi
mereka mendapatkan 2 rumah. Fakta-fakta seperti inilah yang menjadi permasalahan.
Pemerintah setempat kurang bijak, dalam hal ini seperti kepala desa. Jajaran dan
perangkat desa bertanggung jawab untuk menyampaikan kondisi masyarakatnya
kepada pemerintah pusat berdasarkan bagaimana kebutuhan masyarakat itu sendiri.
Pemerintah setempat kurang berkoordinasi dengan masyarakat setempat mengenai
situasi, kondisi dan kebutuhan mereka yang sebenarnya.
Pada wawancara di tahun 2017, ternyata kritik-kritik masyarakat mulai
ditampung oleh pemerintah. Rencananya, mereka yang tidak mendapatkan rumah
akan ditempatkan bersama-sama dengan 4 desa lainnya yang belum direlokasi. Bagi
keluarga-keluarga ini dan diikutkan pada tahap relokasi ke dua. Jadi ada dua jenis
kelompok dari relokasi tahap dua ini. Pertama adalah keluarga dari 4 desa terdampak
erupsi gunungapi Sinabung yang akan mendapatkan dana sebesar Rp 110.000.000,00
untuk membeli lahan tani dan membangun rumah. Jenis relokasi ini dikenal dengan
relokasi mandiri. Kedua adalah keluarga dari tiga desa yang tidak mendapatkan rumah
akan memperoleh lahan pertanian. Lahan ini akan membantu mereka untuk menjaga
keberlangsungan hidup pribadi dan keluarganya. Mereka yang belum mendapatkan
rumah terpaksa kutang-katung diluar sana. Demikianlah penuturan dari informan yang
menjabat sebagai perangkat desa saat diwawancarai:
“Dulunya dari waktu kita ngungsi dari desa, terus ke posko UKA,
Kabanjahe… Jadi waktu datang dulu pak Jokowi ke tanah Karo,
dibikinnya relokasi dibilangnya. Jadi dibentuklah aturan, dibikinlah
aturan, rumah ganti rumah. Artinya ada dulu rumah kita dari desa
Simacem, ada dibangun disini. Jadi yang gak punya rumah, gak dapat
rumah… Rumah pun segini, penduduknya pun segini. Ah gitu, jadi
43
Universitas Sumatera Utara
rumah ganti rumah. Tapi rencana BPBD, mau dibikinnya perumahan
disini, artinya rumah kontrakanlah, rumah susun gitu ada gang.”
(Wawancara, 30 Januari 2017)
Bapak adalah sapaan akrab saya kepada informan tersebut juga menjelaskan
bahwa warga yang tidak mendapat rumah menyewa rumah-rumah kosong yang
sedang tidak dihuni oleh pemiliknya. Sementara sebahagian lainnya berpencar,
seperti tinggal di Kabanjahe.
Sekalipun Siosar diperuntukkan hanya untuk warga dari tiga desa yaitu Desa
Simacem, Desa Bekerah dan Desa Suka Meriah, namun berkembang isu bahwa lahan
kosong hasil penebangan hutan tersebut akan ditempati oleh warga Berastepu. Lahan
hutan seluas 250 hektar yang ditebang melalui izin PBB kemungkinan akan diberikan
kepada warga relokasi mandiri atau relokasi tahap II, ± seluas 200
/KK. Namun
perizinan untuk menggunakan lahan tersebut belum selesai. Jadi terdapat
kemungkinan Siosar ini dimanfaatkan untuk relokasi mereka.
2.9.
Letak dan Keadaan Geografis
Kondisi lain terkait dengan gambaran lokasi penelitian yang juga perlu
dijelaskan adalah mengenai letak dan keadaan geografis. Sayangnya belum ada data
yang jelas mengenai batas-batas wilayah dan luas setiap desa. Terkait dengan belum
diadakannya serah terima ketiga desa di kawasan relokasi membuat peneliti kesulitan
untuk mengidentifikasi letak geografis tiap desa. Beginilah penjelasan dari pak Agus
Sitepu, pria berusia 45 tahun yang sedang menjabat sebagai sekretaris desa:
“Ini kan belum ada serah terima, jadi belum tau kita batasnya. Secara
resmi belum ada itu, kalau pemukiman ini lebih kurang tiga hektar
44
Universitas Sumatera Utara
gitu. Makanya kami juga mendesak itu ke Kabupaten agar ditetapkan
batas wilayah sama batas-batasnya semua. U… masih lama itu. Itu
kan gak bisa sendirian aja. Itukan harus ke Mendagri, kam tanyak pun
ke kabupaten gak tau dia itu.” (Wawancara, 12 Maret 2017)
Dalam sebuah Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota (Journal of Regional and
City Planning) Vol. 27, Nomor 2, PP. 137-150, Agustus 2016 dimuat bahwa: Suka
Meriah memiliki luas wilayah sebesar 2,50 km², Desa Simacem memiliki luas
wilayah sebesar 4,65 km² dan Desa Bekerah memiliki luas wilayah sebesar 3,82 km².
Berdasarkan penuturan sekretaris desa Simacem, pak Lesanto Sitepu bahwa
batas-batas wilayah kawasan relokasi Siosar adalah sebagai berikut:
-
Utara
: Desa Kacinambun, Kecamtan Tiga Panah, Kabupaten Karo
-
Selatan
: Hutan Lindung
-
Timur
: Desa Nagara, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo
-
Barat
: Desa Talunkuta
Dari data pada tabel berikut diketahui bahwa Kecamatan Mardinding
merupakan kecamatan yang paling luas di Kabupaten Karo dengan luas mencapai
276,11 km² dan tinggi mencapai 270-560, sementara yang paling sempit adalah
Kecamatan Berastagi yang kemudian disusul oleh Kecamatan Payung pada peringkat
5 paling sempit dengan luas 47,24 km². Kecamatan Payung merupakan kecamatan
dimana desa Suka Meriah dulu berada dan Kecamatan Namanteran dengan luas
87,82 km² adalah wilayah dimana desa Simacem dan Bekerah dulu berada.
Kecamatan Merek dimana kawasan relokasi Siosar berada memiliki luas 125,51 km².
45
Universitas Sumatera Utara
Hasil data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo,
diketahui bahwa luas dan tinggi Wilayah Kabupaten Karo menurut Kecamatan Tahun
2015 adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1. Luas dan Tinggi Wilayah Kabupaten Karo Menurut Kecamatan
Tahun 2015
Kecamatan
[1]
010
Mardinding
020
Laubaleng
030
Tigabinanga
040
Juhar
050
Munte
060
Kutabuluh
070
Payung
071
Tiganderket
080
Simpang Empat
081
Naman Teran
082
Merdeka
090
Kabanjahe
100
Berastagi
110
Tiga Panah
111
Dolat Rayat
120
Merek
130
Barusjahe
Karo
Sumber: BPS Kabupaten Karo Tahun 2015
2.10.
Luas
[2]
267.11
252.6
160.38
218.56
125.64
195.24
47.24
86.76
93.48
87.82
44.17
44.65
30.5
186.84
32.25
125.51
128.04
Tinggi
[3]
270 - 560
200 – 520
450 – 750
650 – 1030
750 – 1250
600 - 1100
500 – 1500
500 – 1500
700 – 1420
700 – 1420
1000 – 1400
1000 – 1270
1200 – 1300
1100 – 1350
1200 - 1420
900 - 927
1200 - 1400
2127.25
Kondisi Demografi
2.10.1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Menggambarkan kondisi di lokasi penelitian akan lebih baik dengan upaya
menyertakan narasi kependudukan. Ini menjadi bagian yang krusial karena gambaran
kependudukan merupakan bagian dari faktor yang mempengaruhi gambaran umum
lokasi penelitian. Data penduduk desa ada pada perangkat desa, namun dengan status
46
Universitas Sumatera Utara
masih terdaftar di Kecamatan yang lama. Lain halnya dengan desa-desa lain yang
secara administrasi memang sudah sah dan jelas, begitupun dengan status yang
dimiliki oleh desa awal. Data batas dan data demografi tersedia berikut dengan papan
informasi yang memudahkan kita untuk mengenali desa. Sayangnya semua arsip
tersebut sudah habis ludes karena bencana gunung api Sinabung beberapa tahun lalu.
Berdasarkan data primer melalui wawancara dan data sekunder yang berhasil
dikumpulkan dari perangkat desa di kawasan relokasi Siosar diketahui bahwa
komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin tiap desa adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin per Desa di
Kawasan Relokasi Siosar Tahun 2017
No.
Nama
Jenis Kelamin
Jumlah
Desa
(Jiwa)
Laki-laki (Jiwa) Perempuan (Jiwa)
1.
Bekerah
169
167
336
2.
Simacem
238
242
480
3.
Suka Meriah
227
228
455
Jumlah
634
637
1271
Sumber: Wawancara, Daftar Penduduk Desa Simacem, Memori Serah Terima
Jabatan Kepala Desa Sukameriah, Rekapitulasi Jumlah Penduduk
Berdasarkan data pada tabel diatas diketahui bahwa jumlah laki-laki dan
perempuan hampir seimbang. Sementara jumlah terbanyak ada pada jenis kelamin
perempuan yaitu 637 jiwa, terpaut 3 angka lebih banyak dari jumlah laki-laki yang
hanya 634 jiwa. Jumlah laki-laki terbanyak berada di desa Simacem, yakni terdapat
238 jiwa. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh jumlah perempuan yang mencapai
242 jiwa berada di desa Simacem. Desa Bekerah, dengan jumlah penduduk paling
sedikit, terdiri dari 169 jiwa laki-laki dan 167 jiwa perempuan.
47
Universitas Sumatera Utara
2.10.2. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Masyarakat Karo di Siosar adalah masyarakat pedesaan yang sejak dahulu
mengandalkan titik perekonomiannya pada bidang pertanian. Mereka sangat gigih
dalam menopang ekonominya. Sebagai masyarakat agraris, mereka memang sejak
dulu telah mumpuni dalam mengolah lahan pertanian. Baik laki-laki ataupun
perempuan menunjukkan tekad yang kuat untuk mencari penghidupan.
Sarjani
Tarigan (2009: 16) mengungkapkan bahwa kesatuan ekonomi yang utama adalah
keluarga batih (nuclear family). Lanjutnya lagi,
“Sistem kekerabatan ini melakukan berbagai fungsi sosio-ekonomis.
Peraturan perkawinan, pelanggaran dan penganjuran, didasarkan
pada hubungan kekerabatan. Dan warisan diserahkan kepada laki-laki
dengan hak yang sama. Nilai-nilai kultural pada masyarakat Karo ini
sangat menekankan saling tolong menolong sesama kaum kerabat,
apabila seorang Karo memerlukan bantuan ekonomi (untuk memenuhi
kebutuhan harian) atau di dalam pelaksanaan suatu upacara ksisis
kehidupan, dia dapat meminta bantuan. Pertama, kepada saudarasaudaranya atau yang termasuk saudaranya, kepada suami dari
saudara-saudaranya dan anak beru lain keduanya dan akhirnya dari
bapak mertuanya dan kalimbubu lainnya.” (Sarjani Tarigan, 2009: 16)
Meskipun demikian, tidak semua warga Karo di Siosar mengandalkan
pertanian sebagai mata pencaharian yang utama. Berdasarkan tabel berikut dapat
dilihat bahwa komposisi mata pencaharian terbesar di Kawasan Relokasi Siosar
adalah bertani. Bidang pertanian memang adalah pekerjaan yang sejak dulu mereka
tekuni. Dalam hal ini pemerintah memfasilitasi lahan pertanian kepada warga di
Siosar untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Pekerjaan lain yang
termasuk dalam kategori tinggi selanjutnya adalah wiraswasta dengan jumlah 28
orang di desa Simacem dan berbeda sebelas angka dengan desa Suka Meriah yaitu 39
orang. Selanjutnya jenis pekerjaan sebagai pegawai negeri sipil tidak banyak, yaitu 3
48
Universitas Sumatera Utara
orang masing-masing di desa Simacem dan Bekerah serta 5 orang di desa Suka
Meriah. Kategori lainnya dalam hal ini meliputi pekerjaan industri, buruh harian
lepas, buruh tani dan lain sebagainya dengan jumlah yang paling sedikit.
Berikut adalah data mata pencaharian penduduk di kawasan relokasi Siosar
yang berhasil dikumpulkan melalui data primer yakni wawancara bersama dan data
sekunder yang diperoleh dari perangkat desa adalah sebagai berikut:
Tabel 2.3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian per Desa di
kawasan relokasi Siosar Tahun 2017
No.
Jenis Mata Pencaharian
Desa
Desa
Desa Suka
Bekerah
Simacem
Meriah
1.
Petani
109
219
263
2.
Wiraswasta
28
39
3.
Pegawai Negeri Sipil
3
3
5
4.
Lainnya
7
Sumber: Wawancara, Daftar Penduduk Desa Simacem, Memori Serah Terima
Jabatan Kepala Desa Sukameriah, Rekapitulasi Jumlah Penduduk
Dalam hal ini mata pencaharian di kawasan relokasi Siosar memang tidak
terlalu bervariasi. Jumlah ini didominasi oleh pekerjaan bertani atau berladang.
Penduduk dengan mata pencaharian sebagai petani tidak terkonsentrasi pada satu
desa, melainkan setiap desa memang memiliki porsi yang paling tinggi pada
pekerjaan ini.
Diluar data tersebut, data yang berhasil dikumpulkan bahwa jumlah warga
yang tidak bekerja cukup tinggi, diantaranya di desa Simacem terdapat 139 orang
belum mendapatkan pekerjaan. Sementara desa Suka Meriah dengan porsi yang lebih
sedikit, yakni terdapat 42 orang yang tidak bekerja. Usia angkatan kerja yang tidak
aktif dalam kegiatan ekonomi adalah pelajar, mahasiswa dan ibu rumah tangga yang
49
Universitas Sumatera Utara
jumlahnya juga cukup tinggi. Terdapat 81 orang kategori pelajar/ mahasiswa dan 3
orang kategori ibu rumah tangga di desa Simacem. Sementara di desa Suka Meriah
terdapat 106 orang kategori pelajar/ mahasiswa.
2.10.3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Pendidikan di kawasan relokasi Siosar memiliki komposisi yang hampir
seimbang pada tiap tingkatan mulai dari Sekolah Dasar/ Sederajat, Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama/ Sederajat, dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas/ Sederajat. Kondisi
ini dapat dikatakan cukup baik karena jumlahnya menjadi lebih tinggi dari pada
jumlah yang tidak bersekolah. Data yang diperoleh berasal hanya dari dua desa,
sementara data dari desa Bekerah menemui kendala yang sangat sulit. Berdasarkan
data yang diperoleh dari kedua desa melalui data primer dan sekunder bahwa tingkat
pendidikan di kawasan relokasi Siosar tahun 2017 adalah sebagai berikut:
Tabel 2.4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa
Simacem dan Desa Suka Meriah Tahun 2017
No.
1.
Tingkat Pendidikan
Desa Simacem
Desa Suka Meriah
Tidak/ Belum
81
44
Sekolah
2.
SD/ Sederajat
168
160
3.
SLTP/ Sederajat
94
104
4.
SLTA/ Sederajat
118
136
5.
Akademi/ Diploma
16
6
III/ Sarjana Muda
6.
Diploma IV/ Strata
3
6
I
Sumber: Wawancara, Daftar Penduduk Desa Simacem, Memori Serah Terima
Jabatan Kepala Desa Sukameriah, Rekapitulasi Jumlah Penduduk
50
Universitas Sumatera Utara
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan di kawasan relokasi
Siosar paling tinggi jumlahnya adalah pendidikan SD/ Sederajat. Pendidikan SD/
Sederajat terbagi kedalam dua sub kategori, yakni belum tamat SD dan sudah tamat
SD. Di desa Suka Meriah terdapat 51 orang yang belum tamat SD, sementara yang
sudah tamat SD lebih besar dengan jumlah 109 orang. Untuk tingkat pendidikan
lainnya seperti SLTP, SLTA, Akademi/ Diploma III/ Sarjana Muda dan Diploma IV/
Strata I termasuk pada kategori sudah menamatkan pendidikan tersebut. Diploma IV/
Strata I menjadi tingkat pendidikan yang paling tinggi di kawasan relokasi Siosar
dengan jumlah yang paling rendah, sementara
Tingkat Magister, Doktor dan
Professor sama sekali belum ada.
Akses pendidikan di wilayah ini memang cukup terhambat, sebab gedung
sekolah atau kuliah berada di luar desa yang hanya dapat ditempuh dengan
menggunakan kendaraan. Pemerintah dalam hal ini hanya menyediakan bus DAMRI
bagi warga yang ingin mengakses keluar wilayah. Di kawasan relokasi sendiri hanya
terdapat sebuah sekolah SD yaitu SD Bekerah-Simacem yang dalam peruntukannya
terbuka kepada siapapun. Selanjutnya adalah PAUD yang masing-masing desa
memiliki prasarana pendidikan ini sejumlah satu buah per desa.
2.10.4. Komposisi Penduduk berdasarkan Suku/ Etnis
Masyarakat dikawasan relokasi Siosar didominasi oleh suku Karo, meskipun
terdapat suku lain seperti Jawa dan Toba. Suku Karo adalah masyarakat yang sangat
mengandalkan kinship. Hal ini terlihat dari penerapan merga silima, rakut ditelu dan
tutur siwaluh dalam kehidupan mereka. Suku Karo selalu berusaha menghubung51
Universitas Sumatera Utara
hubungankan merga mereka sebagai orang Karo yang merupakan saudara. “Kalau
kita itu adat Karo, gak ada orang lain, keluarga semua,” tutur pak Sitepu. Itulah
mengapa, suku lain yang menikah dengan suku Karo akan dilekatkan merga atau beru
Karo kepadanya. Hukumnya wajib, sebab jika terjadi pernikahan antara suku Karo
dengan suku lain yang tidak memiliki merga Karo maka tidak bisa diadakan
pernikahan secara adat. Akhirnya orangtua mempelai dari suku lain harus mengambil
orangtua angkat dari suku Karo agar dapat menikah secara adat. Penarikan merga ini
apabila yang dinikahi adalah laki-laki dari suku lain, maka merga si laki-laki
dilekatkan berdasarkan merga anak beru dari bapak si perempuan. Sebaliknya apabila
yang dinikahi adalah perempuan dari suku lain, maka pelekatan berunya diambil dari
kalimbubu bapaknya si pihak laki-laki.
Sudah barang tentu hampir semua warga di kawasan relokasi Siosar adalah
keluarga, yang membuatnya menjadi suku terbesar. Keluarga dalam konteks ini bukan
hanya terjadi melalui ikatan darah, tetapi karena adanya konsep kinship berdasarkan
merga atau beru.
2.10.5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama
Bagian lain dari aspek kependudukan yang juga harus diungkapkan pada
penelitian ini adalah komposisi penduduk berdasarkan agama. Variasi agama di
kawasan relokasi Siosar dapat dikatakan tidak cukup variatif. Komposisi penduduk di
kawasan relokasi Siosar berdasarkan agama yang dikumpulkan dari hasil wawancara
dan data sekunder dapat dilihat pada tabel berikut:
52
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama per Desa di Kawasan
Relokasi Siosar Tahun 2017
No.
Desa
Islam
22 KK
216 Jiwa
171 Jiwa
1.
2.
3.
Agama
Katholik
Protestan
13 KK
41 KK
95 Jiwa
168 Jiwa
6 Jiwa
278 Jiwa
Lainnya
1
-
Bekerah
Simacem
Suka
Meriah
Sumber: Wawancara, Daftar Penduduk Desa Simacem, Memori Serah Terima
Jabatan Kepala Desa Sukameriah, Rekapitulasi Jumlah Penduduk
Komposisi penduduk berdasarkan agama dapat dilihat bahwa agama Islam dan
Kristen Protestan sama-sama memperoleh pengaruh yang besar di kawasan relokasi
Siosar. Meskipun setiap desa masing-masing memiliki jumlah pengikut yang unggul
pada agama-agama tertentu. Di desa Simacem misalnya, dapat dilihat bahwa
penduduk di desa ini mayoritas beragama Islam yaitu 216 jiwa, sementara di Suka
Meriah mayoritas beragama Kristen Protestan dengan pengikut terbanyak yaitu 278
jiwa. Dari desa Bekerah terdapat 22 KK yang beragama Islam, 13 KK beragama
Khatolik dan 41 KK beragama Protestan. Persentase yang paling kecil ada pada warga
yang beragama Khatolik.
Masuknya injil bagi orang Karo dimulai dengan kedatangan Belanda ke
sebuah dusun kecil Buluh Awar pada tahun 1889. Disinilah dimulai fase pencerahan
bagi masyarakat Karo mengenal Kristen. Misionaris Belanda yang datang melalui
Nederlandch Zendeling Genootschap (NZG) berawal dari perluasan kekuasaan
perkebunan Belanda di daerah Sumatera Timur. Dusun kecil Buluh Awar sebagai
daerah yang dihuni oleh suku Karo merupakan salah satu tempat sasaran
53
Universitas Sumatera Utara
pengembangan perkebunan tembakaunya karena yakin bahwa warga suku Karo
sangat lihai dalam pertanian. Sarjani Tarigan15 menungkapkan bahwa:
“Salah seorang anggota Parlemen Belanda yaitu J.T. Cremer,
meyakinkan maskapai-maskapai perkebunan dan meminta pihak
Nederlandch Zendeling Genootschap (NZG) membuka penginjilan di
Sumatera Timur dengan biaya yang dibebankan kepada maskapaimaskapai itu… Selanjutnya pada tahun 1890, H. C. Kruyt, seorang
utusan NZG di Minahasa (sejak 1885-1890) berangkat menuju daerah
Karo menggunakan kapal laut… Pendeta H.C. Kruyt datang bersama
Nicolas Lontoh, seorang Guru Injil dari Minahasa. Mereka mulai
mengunjungi daerah-daerah terutama daerah Dusun (Deli Hulu), dan
sampai juga ke Gugung (Tanah Karo) untuk mengenal orang Karo,
bahasa Karo dan adat istiadatnya. Sebenarnya ia ingin tinggal di
Gugung, sebab penduduknya lebih banyak di sana, tetapi tidak
diijinkan oleh pihak perkebunan dan Kompenie, karena itu Pendeta H.
C. Kruyt menetap di Buluh Awar selama 2 (dua) tahun.”
Menurut Sarjani lagi bahwa pengaruh Hindu pada orang Karo sangat kuat16,
sementara data yang ada menunjukkan bahwa dari 7 agama besar yang diakui di
Indonesia, agama Hindu, Buddha dan Konghutcu tidak memiliki seorang pengikut
pun di kawasan relokasi Siosar, sementara agama suku yang belum mendapat
pengakuan dari negara hampir pasti tidak ada. Pada wawancara-wawancara saya
dengan beberapa informan mengatakan bahwa tidak ada penganut agama suku lagi,
ternyata data terbaru dari Daftar Penduduk Desa Simacem tahun 2017 menunjukkan
hasil yang berbeda. Informasi yang kini masih menjadi misteri bagi peneliti, entah
warga berusaha menyembunyikannya dari pihak lain atau karena alasan yang tidak
bisa dijelaskan. Di desa Simacem terdapat seorang penganut agama suku.
15
Tarigan, Sarjani (2009: 3- 4) yang mengutip dari Jubelium 80 tahun GBKP dan Merga Silima, 50
tahun GBKP dalam buku 100 tahun GBKP
16
Tarigan, Sarjani. Lentera Kehidupan Orang Karo Dalam Berbudaya. Medan: Si B N B BAPKI, 2009.
Hal 61. Disini Sarjani memiliki pendapat yang selaras dengan Muhammad Said, Pemimpin Harian
Waspada di Medan yang menyampaikan bahwa Hindu juga mempunyai pengaruh hingga ke Dairi dan
Dataran Tinggi Karo. Hal tersebut diungkapkannya melihat dari cabang-cabang marga Sembiring
memakai nama berbau Sansekerta, yaitu Brahmana atau Meliala. Baginya, pengaruh ini jelas terlihat
pada upacara-upacara adat. Dari hal ini dapat disimpukan bahwa masuknya agama-agama yang diakui
negara telah menyebar luas menggantikan kepercayaan lama.
54
Universitas Sumatera Utara
2.11.
Pola Permukiman di Kawasan Relokasi Siosar
Pola permukiman adalah bagian yang perlu dijelaskan untuk mendukung
gambaran umum lokasi penelitian. Sarjani mengungkapkan bahwa
“Penelusuran dari sejarah kerajaan Haru sebenarnya migrasi atau
pergerakan orang Karo dari pantai/ pesisir menuju pedalaman/
pegunungan sudah membentuk lingkaran atau arus bolak-balik…
setelah belanda melaksanakan politiknya kepedalaman dan dataran
tinggi Karo, maka wilayah Sumatera Timur yang hampir separuh
dihuni oleh suku Karo semakin dipersempit dan diciutkan oleh
Belanda… Dataran tinggi Karo yang sebenarnya sentrum budaya ini,
menjadi daerah yang paling kecil.” (Tarigan, 2009: 34-36)
Pola permukiman di kawasan relokasi Siosar adalah pola permukiman
nucleated village, yang dapat diartikan sebagai pola permukiman dimana penduduk
desa hidup bergerombol membentuk suatu kelompok yang disebut dengan nucleus.
Meskipun pola pemukiman ini di kawasan relokasi Siosar dibangun oleh pemerintah,
namun pemilihan lokasi dan pembangunan desa ini sudah disetujui oleh para pengetua
adat. Pemerintah memang cukup paham dengan kehidupan masyarakat Karo pada
konteks pola pemukiman ini. Polanya memang tepat untuk kehidupan masyarakat
Karo yang hidup berdekatan. Meskipun diadakan cabut nomor (lotere)17 untuk
pemilihan rumah yang memungkinkan warga yang semula hidup berdekatan
dihadapkan dengan jarak, warga Karo tetap mempertahankan ikatan khinsip mereka.
2.12.
Kondisi Sarana dan Prasarana Publik
Permukiman merupakan perumahan dengan segala kegiatan yang ada
didalamnya. Permukiman sebagai bagian dari tempat hidup tinggal yang mendukung
17
Pencabutan nomor rumah dan lahan pertanian dilakukan sekitar tiga bulan sebelum warga pindah ke
kawasan Relokasi Siosar. Pencabutan nomor diadakan di kantor Bupati Kabanjahe. Pilihan cabut
nomor dilakukan untuk menghindari perselisihan antar-warga. Keinginan warga sangat beragam akan
susah direalisasikan dengan kemungkinan besar terjadi bentrok pendapat.
55
Universitas Sumatera Utara
kehidupan para penghuninya. Sarana dan prasarana sangat penting dalam mendukung
kehidupan masyarakat.
Berdasarkan data
Progres Pembangunan Permukiman Siosar Pascaerupsi
Sinabung pada tanggal 21 Oktober 2015, ruang publik yang akan dikembangkan
adalah:
a. Jambur
b. Pos kesehatan
c. Sekolah (PAUD dan Sekolah Dasar)
d. Taman bermain
e. Lapangan olah raga
f. Terminal pembantu
g. Pasar lokal
h. Rumah ibadah yang terdiri dari gereja (di tiga desa ada lima aliran gereja yang
berbeda secara teknik peribadatan) dan masjid (di tiga desa tersebut ada 146
KK yang beragama Islam).
Untuk realisasi perkembangan pembangunan pemukiman siosar dapat
dijelaskan selanjutnya. Sarana dan prasarana yang tersedia dalam menunjang
kehidupan warga di kawasan relokasi antara lain adalah sarana jalan, kesehatan, air,
rumah ibadah dan lain sebagainya. Sarana dan prasarana tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut:
56
Universitas Sumatera Utara
2.12.1. Sarana dan Prasarana Jalan
Kunjungan pertama pada Januari 2016, kondisi jalan masih belum diaspal
sehingga terdapat becek disana-sini. Ditahun 2017, kondisi jalan sudah diaspal dengan
baik, hanya jalan usaha tani perlu perhatian dari pemerintah. Sementara jalan gang
dengan kondisi tanah yang dikeraskan. Jalan utama menuju area lokasi sudah cukup
lebar sekitar 9 m sampai 10 m.
Gambar 2.1. Kondisi Jalan di Kawasan Relokasi Siosar
Tahun 2016
Tahun 2017
Sumber: Peneliti
Peneliti juga sudah bisa melihat talud-talud yang siap dibangun. Pembatas
rumah (talud) utamanya dibangun lebih dahulu, agar rumah yang lebih diatas tidak
longsor ke bawah. Ternyata pada pengadaannya memang ada yang dibangun dengan
kurang baik sehingga ada yang longsor. Sekarang talud tersebut masih dalam
perbaikan. Meskipun demikian jalanan sudah rapi dan gang-gang tidak selicin dulu.
Pengunjung dan warga bisa merasa nyaman untuk melakukan perjalanan di Siosar.
57
Universitas Sumatera Utara
Ditambah dengan riuhnya pepohonan di sekitar membuat pemandangan terasa
semakin indah. Kak Dina, salah seorang fasilitator yang pernah menangani relokasi
tahap I menyampaikan hal berikut dalam sebuah kesempatan diskusi ringan di Hotel
Rudang:
“Kemarin itu, Simacem dilanda angin kuat sampai atap rumah
terbang, bahkan ada talud (pembatas rumah) yang roboh. Entah
udaranya lebih dingin disini atau ditempat yang dulu. Angin kuatnya
malah bisa merobohkan talud bibi Nisa yang rumahnya berada di
samping rumah bibi Maya. (Wawancara, 28 Januari 2017)
2.12.2. Sarana dan Prasarana Pertemuan
Sarana dan prasarana pertemuan memungkinkan warga untuk tetap dapat
beinteraksi satu sama lain. Terutama untuk pertemuan-pertemuan adat dan
pelaksanaan pesta, sarana dan prasarana pertemuan menjadi bagian yang penting
untuk dijelaskan. Sarana dan prasarana yang terdapat di kawasan relokasi Siosar
berdasarkan pengamatan dan wawancara terdiri atas:
a. Balai desa
Balai desa memilki ukuran 5 m x 5 m merupakan tempat musyawarah tokohtokoh adat atau perangkat desa. Setiap desa memiliki satu bangunan balai desa
masing-masing.
b. Jambur
Ide dasar pembangunan jambur ini mengadopsi rumah adat masyarakat Karo
yang menggunakan sudut-sudut tajam serta menyesuaikan dengan bangunan
tradisional Karo terutama pada atapnya. Terdapat tiga bangunan jambur di desa
58
Universitas Sumatera Utara
Siosar, masing-masing desa memiliki satu jambur. Jambur atau los dilengkapi dengan
kamar mandi atau WC komunal. Sebenarnya jambur dikhususkan untuk suku Karo di
Siosar, tapi bila ada orang lain atau pihak luar yang ingin menggunakannya, seperti
misalnya ada acara dari gereja, atau Isra Mi’raj maka jambur bisa dipakai. Peralatanperalatan PKK juga tersedia dan bisa di sewakan. Jambur merupakan tempat
dilaksanakannya pesta-pesta adat dan runggu18, contohnya seperti pernikahan secara
adat.
Gambar 2.2. Jambur Desa Bekerah
Sumber: Peneliti
c. Kantor desa
Kantor desa terdapat di masing-masing desa dengan jumlah masing-masing
satu buah. Kantor desa sebagaimana pengamatan ternyata sering sekali kosong. Para
perangkat desa lebih sering berada di rumahnya untuk melaksanakan tugasnya sebagai
18
Runggu adalah musyawarah untuk meyelesaikan suatu permasalahan.
59
Universitas Sumatera Utara
perangkat desa, atau malah bepergian ke ladang dan/ atau warung. Apalagi kesediaan
peralatan dan perlengkapan yang masih kurang memadai membuat perangkat desa
lebih nyaman melakukan kegitan di rumah masing-masing.
Gambar 2.3. Kantor Kepala Desa Suka Meriah
Sumber: Peneliti
2.12.3. Sarana dan Prasarana Pendidikan
Sarana dan prasarana pendidikan masih sangat minim. Hal ini terbukti dengan
adanya kenyataan bahwa di kawasan relokasi Siosar hanya terdapat tiga buah PAUD
dan sebuah sekolah dasar. Sarana dan prasarana pendidikan tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini)
Terdapat tiga bangunan PAUD di kawasan relokasi Siosar, jadi masingmasing desa memiliki satu PAUD. Berdasarkan pengamatan, bangunan-bangunan di
60
Universitas Sumatera Utara
taman bermain PAUD tidak cukup baik dan sudah tidak layak pakai sehingga
dikhawatirkan dapat mengancam keselamatan anak-anak apabila tidak dipantau oleh
guru atau orang tua secara langsung.
b. Sekolah Dasar
Sekolah Dasar Simacem-Bekerah merupakan satu-satunya sekolah dasar yang
terdapat di kawasan relokasi Siosar. Sekolah Dasar ini berada di sisi Timur atas
sehingga mendapatkan udara bersih dan tidak terganggu kebisingan. Meskipun
penamaannya demikian, tetapi sekolah dasar ini dibangun untuk ke tiga desa yang
terdapat di kawasan relokasi Siosar. Penamaan sekolah sebenarnya berasal dari
sekolah dasar yang sedianya memang ada dari desa lama, yang kemudian dibangun
kembali di kawasan relokasi Siosar. Tenaga pengajar didominasi oleh guru lokal,
diantaranya adalah guru yang berasal dari desa Simacem 1 orang dan tambahan 1
orang luar yang sudah tinggal di desa Simacem, dari desa Sukameriah 3 orang serta
dari Kabanjahe 2 orang.
2.12.4. Sarana dan Prasarana Kesehatan
Sarana dan prasana kesehatan yang tersedia di kawasan relokasi hanyalah
Pustu dan Posyandu, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Puskesmas Pembantu (Pustu)
Puskesmas pembantu adalah puskesmas yang sedianya terletak di desa,
sementara untuk kawasan kecamatan penamaannya adalah pukesmas saja. Puskesmas
61
Universitas Sumatera Utara
pembantu tidak memiliki tenaga dokter, melainkan hanya bidan yang bertugas sebagai
petugas kesehatan di kawasan relokasi ini. Puskesmas pembantu terdiri dari 3 bidan
yang masing-masing berjumlah satu orang dari setiap desa. Hanya ada satu bangunan
puskesmas yang berdiri di Siosar. Puskesmas pembantu ini berada di sisi Timur atas
yang menurut pengamatan terletak di Desa Simacem, dimana posisinya mudah
dijangkau dua desa lainnya, juga mendapatkan udara bersih dan kebisingan minimum.
Mengingat jumlah warga yang tidak terlalu banyak, maka puskesmas ini sedianya
masih satu buah.
Gambar 2.4. Pustu di Kawasan Relokasi Siosar
Sumber: Peneliti
b. Posyandu
Di kawasan ini terdapat masing-masing sebuah posyandu untuk setiap desa,
jadi jumlahnya tiga unit. Posyandu sebagai pusat kegiatan masyarakat dalam upaya
pelayanan kesehatan dan keluarga berencana. Posyandu terutama untuk melayani
balita dan orang lanjut usia.
62
Universitas Sumatera Utara
Tingkat kesehatan warga cukup baik dengan harapan hidup cukup tinggi.
Bahkan untuk para lansia baru saja mendapatkan pengobatan gratis. Tingginya
harapan hidup tidak hanya didukung oleh tersedianya pusat pelayanan kesehatan
semata melainkan karena kondisi alam desa yang masih asri serta bahan pangan yang
berasal langsung dari tanaman ladang mereka.
2.12.5. Sarana dan Prasarana Air
Pengadaan air bersih untuk warga diambil dari mata air pegunungan. Air yang
berasal dari pengunungan ditampung pada suatu tempat yang disebut tendon.
Terdapat dua tendon yang di kawasan relokasi Siosar, yakni tendon untuk SimacemBekerah dan tendon lain khusus untuk desa Suka Meriah. Letak tendon tersebut
berada dekat dengan desa Sukameriah. Kedua tendon tersebut berdekatan, hanya
dipisahkan jarak kurang lebih 5 meter. Air bersih dari mata air pengunungan tersebut
kemudian dialirkan kerumah-rumah warga. Air bersih yang seharusnya diterima
warga tidak terealisasikan dengan baik. Air bersih memang ada, tapi pada porsinya
kurang. Perlu penampung dengan jumlah yang lebih dari apa yang tersedia.
Sistem pengaliran air adalah buka-tutup sehingga air tidak mengalir setiap
waktu melainkan pada waktu-waktu tertentu. Desa Simacem mendapat giliran sekali
saja pukul 06.00 WIB atau pukul 07.00 WIB sementara desa Bekerah pada siang
harinya. Tendon yang lain untuk jatah desa Suka Meriah adalah 2 kali yaitu sekitar
pukul 06.00 WIB dan 18.00 WIB. Terkait dengan kualitas air bersih meskipun sudah
semakin baik, tetapi bila dilihat secara kasat mata, warna air masih agak keruh
63
Universitas Sumatera Utara
sehingga diragukan kualitasnya. Untuk pemakaiannya, warga dibebankan Rp
5.000/bulan berapa pun besarnya pemakaian air.
Septictank komunal juga dibangun untuk melengkapi utilitas hunian sebagai
peningkatan standar kebutuhan pemukiman. Water Closet atau WC terdapat pada
setiap unit rumah, porsi yang berbeda dengan kamar mandi umum di desa dulu. Di
desa dulu, warga memiliki kamar mandi umum19, yang satu untuk pria dan yang lain
untuk wanita. Kamar mandi umum dengan petak beton tersebut ditarik dari mata air
pegunungan. Jadi interaksi antar-warga terbangun karena adanya kamar mandi umum.
Inilah yang kemudian sedang diajukan perangkat desa kepada pemerintah untuk dapat
direalisasikan. Sedianya masyarakat Karo di Siosar sangat menginginkan interaksi
dan kebersamaan diantara mereka tetap terjalin dengan baik, sebagaimana masyarakat
Karo hidup berdekatan.
Perwujudan drainese air adalah dengan adanya selokan kecil yang berada di
belakang rumah dan sekolan besar yang diarahkan ke hutan. Air kotor yang mengalir
pada selokan kecil dihubungkan dengan selokan besar, jadi selokan besar berfungsi
sebagai tampungan atau sarana mengalirkan air kotor ke daerah hutan. Terjadinya
perluasan rumah oleh warga seringkali harus menghambat atau menutup selokanselokan kecil tersebut. Warga mengakalinya dengan membuat pipa agar air kotor
tidak tergenang atau malah mengalir ke dalam rumah.
19
Maya menyampaikan, dalam suatu kesempatan kami berbincang bahwa kamar mandi yang berada
dalam rumah itu sangat jarang. Jadi orang-orang memang mandi di kamar mandi umum. Nah, biasanya
untuk kebutuhan cuci piring, masak dan yang lainnya, akan dilakukan pengestokan air dirumah.
Biasanya dilakukan malam hari, air diangkut dari kamar mandi umum menuju rumah masing-masing.
64
Universitas Sumatera Utara
2.12.6. Sarana dan Prasarana Ekonomi
Pasar lokal tersedia di daerah ini yakni berupa warung-warung yang
diharapkan pemerintah dapat berfungsi sebagai pusat perdagangan lokal yang
melayani ketiga desa. Pada kenyataannya, yang disimpulkan melalui proses
pengamatan dan wawancara, ternyata warung-warung tersebut hanya aktif di hari
Minggu, karena sasarannya adalah pengunjung yang berlibur. Warga jarang
melakukan perdagangan dan/atau membeli produk di warung tersebut. Biasanya
warga justru pergi ke Kabanjahe untuk membeli bahan pangan pribadi dan/atau bahan
dagangan di warung-warung yang dibangun sendiri untuk tujuan diperjual-belikan.
Gambar 2.5. Pasar Lokal di Kawasan Relokasi Siosar
Sumber: Peneliti
Warung-warung yang berfungsi sebagai fasilitas ekonomi ini terdapat di
kawasan tengah yang memudahkan masyarakat untuk mengaksesnya. Meskipun
mudah diakses, tetapi tetap saja warung tidak berfungsi maksimal.
65
Universitas Sumatera Utara
2.12.7. Sarana dan Prasarana Ibadah
Agama warga yang berada di kawasan relokasi Siosar tidak cukup beragam.
Seperti yang saya kemukakan diawal, hanya ada penganut agama Islam, Kristen
Protestan, Kristen Khatolik, dan penganut agama suku yang masih menjadi misteri.
Berangkat dari sini, maka berdasarkan pengamatan dan wawancara yang dilakukan
dapat dijelaskan bahwa sarana ibadah yang terdapat di kawasan relokasi adalah:
a. Mesjid
Terdapat dua buah mesjid di kawasan relokasi Siosar, yang masing-masing
tidak dapat dijelaskan secara geografis berada di desa mana karena batas desa yang
belum jelas. Menurut pengamatan peneliti bahwa letak kedua Mesjid lebih dekat
dengan Desa Bekerah. Satu mesjid berada diantara Bekerah dan Simacem sementara
yang lainnya berada dekat dengan gapura Selamat Datang Desa Bekerah.
Gambar 2.6. Mesjid di Kawasan Relokasi Siosar
Sumber: Peneliti
66
Universitas Sumatera Utara
b. Gereja
Jumlah gereja juga sama dengan jumlah mesjid yaitu dua buah. Kedua gereja
ini berdekatan. Gereja pertama adalah Gereja Oukumene Bahtera Kasih -Gereja
Bahtera Kasih dipergunakan secara bergantian oleh lima aliran agama Kristen,
diantaranya adalah Gereja Batak Karo Protestan, Gereja Masehi Advent, Gereja
Bethel Indonesia, Gereja Pantekosta di Indonesia dan Gereja Jemaat Allah Indonesiadan yang lain adalah Gereja Khatolik. Letaknya juga tidak dapat dijelaskan berada di
bagian wilayah desa yang mana, hanya berdasarkan pengamatan, letak dari gereja
berada di tengah-tengah antara ketiga desa.
Gambar 2.7. Gereja Oukumene Bahtera Kasih Siosar
Sumber: Peneliti
Kedua mesjid dan kedua gereja meski hanya demikian jumlahnya namun
peruntukannya terbuka kepada siapa saja. Masjid sebagai fasilitas peribadatan berada
pada posisi yang sejajar dengan gereja, namun dengan jarak yang tidak dekat
sehingga tidak mengganggu kekhusyukan peribadatan.
67
Universitas Sumatera Utara
2.12.8. Sarana dan Prasarana Olahraga
Pengadaan sarana dan prasarana olahraga belum terealisasi. Sebagaimana data
Progres Pembangunan Permukiman Siosar Pascaerupsi Sinabung pada tanggal 21
Oktober 2015 bahwa akan disediakan lapangan olahraga. Hasil dari wawancara
dengan warga juga mendukung data tersebut bahwa pemerintah memang menjanjikan
akan dibuatkan sarana dan prasarana olahraga seperti bola kaki, bulu tangkis dan lain
sebagainya. Nantinya sarana dan prasarana olahraga akan tersedia pada masingmasing desa. Janji pemerintah untuk pembangunan ini sudah hampir berlangsung
selama tiga tahun dan belum terealisasi hingga sekarang.
Berdasarkan hasil pengamatan, terdapat lapangan kosong yang dimanfaatkan
anak-anak untuk bermain bola voli di Desa Suka Meriah dan lapangan yang lain di
Desa Bekerah untuk bermain bola kaki.
2.13.
Gambaran Umum Aktivitas Sosial Kemasyarakatan
Masyarakat Karo di desa awal melakukan pekerjaan berladang mulai dari pagi
hari hingga sore hari, sementara pekerjaan rumah diselesaikan setelah pulang dari
ladang. Hal ini juga untuk menghindari pekerjaan secara terburu-buru bila dikerjakan
pada pagi hari. Warga mencuci pakaian, piring dan mengangkut air dari kamar mandi
umum. Kamar mandi yang tersedia di desa awal memang kamar mandi umum yang
terdiri atas laki-laki dan perempuan. Hanya sedikit sekali yang memilki kamar mandi
pribadi. Nah, karena kamar mandi umum inilah justru masyarakat Karo desa dulu
sangat akrab dalam hubungannya antara satu dengan yang lain. Air yang diangkut
akan digunakan sebagai stok untuk memasak di pagi hari. Pada pagi hari, warga
68
Universitas Sumatera Utara
bangun sekitar pukul 06.00 WIB atau 07.00 WIB. Sementara anak sekolah bangun
lebih awal karena harus masuk sekolah, yaitu sekitar pukul 05.00 WIB. Selanjutnya
pukul sekitar pukul 08.00 WIB atau 09.00 WIB warga mulai berangkat ke ladang.
Masyarakat Karo di kawasan relokasi Siosar memiliki kebiasaan berangkat ke
ladang pada pukul 09.00 WIB sampai dengan 17.00 WIB. Jadi selama waktu ini, desa
akan sepi dari aktivitas warga dan/atau orangnya karena semua sedang sibuk dengan
ladangnya. Pulang dari ladang, perempuan mengambil bagian untuk mengerjakan
tugas-tugas rumah seperti memasak dan mencuci. Sementara laki-laki tidak memiliki
tugas lain, akan mengambil kesempatan untuk membersihkan diri dan pergi ke
warung menunggu makan malam yang akan dihidangkan oleh kaum perempuan.
Pulang dari warung barulah laki-laki makan malam bersama keluarganya. Selepas ini,
masih banyak kaum laki-laki memilih untuk kembali ke warung lagi. Sebuah laman
website20 menyebutkan: “Sejarah mencatat bahwa laki-laki Karo lebih banyak
menghabiskan waktu dan hidupnya untuk bersenang-senang, bercengkrama di
warung kopi, berjudi, bermain kartu, minum tuak dan mabuk-mabukan”.
Laki-laki suku Karo di Siosar sering sekali berkumpul di warung bukan hanya
sekedar untuk menikmati minuman yang tersedia di warung, tetapi juga untuk
bertukar informasi baik tentang pertanian, masalah adat, pemakaian pupuk,
pemakaian obat, teknik penanaman dan lain sebagainya. Segala sesuatu di bicarakan
di warung, misalnya keberhasilan seseorang menanam tomat sementara yang lain
menanam kentang, maka informasi bagaimana mencapai keberhasilan dalam
pertanian mereka dibagikan kepada orang-orang lainnya di warung tersebut. Itulah
20
Yogyakarta
Karonese
Theolog
(http://yogyakartakaronesetheolog.blogspot.co.id/
2010/10/perempuan-dalam-budaya-karo-keindahan.html?m=1) Akses, Minggu 05 Maret 2017
69
Universitas Sumatera Utara
alasan mengapa laki-laki Karo sering pergi ke warung. Kebiasaan laki-laki meminum
kopi di warung sudah ada sejak mereka tinggal di desa dulu, hingga sekarang
kebiasaan minum di warung bagi para lelaki masih diterapkan atau di bawa ke desa
kini. Buktinya memang ada banyak warung yang didirikan di Siosar.
Menurut
penuturan informan yaitu pak Lesanto,
“Jadi kalau laki-laki kalau di Karo, di warung itu ngobrol-ngobrol
sama rumah cari informasi sama kawan. Memang lengkap kan di
rumah, teh manis ada di rumah, teh putih… tapi kebiasaan orang Karo
laki-laki nyamannya ke warung. Udah tradisi gitu lah.” (Wawancara,
17 Februari 2017)
Kegiatan sehari-hari di rumah adat tidak lebih istimewa dari rumah-rumah
lainnya, mulai bangun pada pukul 05.00 WIB lalu ke ladang pada pukul 08.00 WIB.
Perbedaan yang sedikit kontras dari Siwaluh Jabu pada zaman dahulu dengan
sekarang adalah pada zaman dahulu adanya satu orang yang bertugas untuk menjaga
rumah setiap hari. Ketika hari sudah sore, sekitar pukul 17.00 WIB atau 18.00 WIB,
warga sudah pulang dari ladang. Warga lalu menyiapkan masakan untuk makan
malam. Nah ketika jam menunjukkan pukul 09.00 WIB, anggota-anggota keluarga
tidak boleh menimbulkan keributan atau suara-suara. Rumah adat sudah harus sunyi.
Orang-orang tua terlebih yang sangat tua yaitu nenek-nenek akan jengkel atau marah
bila ada yang ribut pada jam tersebut.
Memasuki sebuah rumah baru dan pindah rumah memiliki tata aturannya.
Ketika seseorang pindah rumah, maka ia harus mengundang tetangga-tetangganya
dalam suatu acara makan bersama. Tujuannya adalah untuk memberitahukan bahwa
ia adalah tetangga baru atau bagian dari mereka yang sudah tinggal terlebih dahulu di
area tersebut. Tetangga-tetangganya akan berpesan untuk tidak bertengkar di dalam
70
Universitas Sumatera Utara
rumah dan tetap menjaga kerukunan dengan tetangga baru di sekitarnya ataupun
dalam masyarakat. Turut hadir dalam syukuran tersebut bila berumah tangga adalah
keluarga dari kedua pihak dan tetangga di sekitar saja. Menu yang dihidangkan pada
syukuran ini biasanya adalah ayam.
Hal ini berbeda dengan memasuki rumah baru yang memiliki tata cara adat
yang lebih kompleks.