Model Topologi Jaringan Antena Base Transceiver Station Berbasis Ramah Lingkungan di Kota Medan

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Salah satu kemajuan di bidang teknologi informasi pada dekade 80-an adalah
diciptakannya telepon selular. Tidak dapat dihindari dengan adanya jenis telepon
selular ini telah mengubah kehidupan manusia dan meningkatkan keterhubungan
antara seseorang dengan yang lain tanpa adanya keterbatasan lokasi. Pada tahun
2014, jumlah telepon selular yang aktif di Indonesia sebanyak 281.963.665
(snapshot, Indonesia ) dan menurut data World Bank, pada tahun 2014 jumlah
telepon selular yang aktif di Indonesia sebanyak 126 per 100 penduduk
(http://data.worldbank.org/indicator/IT.CEL.SETS.P2 ), artinya jumlah telepon
selular di Indonesia sebanyak 126 % dari jumlah penduduk Indonesia yang pada
tahun 2014 berjumlah 252 juta penduduk (http://www.bps.go.id) atau sebasar 317,52
juta telepon selular. Hal demikian dapat menimbulkan pertanyaan apakah kemajuan
teknologi seperti ini baik atau buruk. Tidak dapat dipungkiri bahwa telepon selular
pada saat ini telah banyak membantu manusia dan lingkungan, namum bagaimana
dengan radiasi elektromagnetik (electromagnetic radiation, EMR) yang ditimbulkan
oleh perangkat telepon selular ini. Sangat banyak masyarakat menggunakan telepon
seluler untuk keperluan pekerjaan maupun untuk hal-hal lain dimanapun dia berada,
tetapi sangat sedikit sekali orang yang memiliki kepedulian terhadap implikasi
paparan radiasi EMF dari telepon seluler atau dari antena BTS terhadap lingkungan

hidup (Kaushal et al., 2012).
Daerah cakupan pada suatu jaringan seluler (Gambar 1.1) dibagi secara
geografis menjadi sejumlah sel dan topologi jaringannya diatur secara hierarkhi
1

Universitas Sumatera Utara

2

untuk mengurangi biaya (Chamberland dan Pierre, 2005). Setiap sel dilengkapi
dengan antena Base Transceiver Station (BTS) yang mengandung gelombang radio
sebagai antarmuka udara (air interface ) dengan telepon selular. Satu atau lebih BTS
dihubungkan dengan Base Station Controller (BSC) yang memfasilitasi beberapa
fungsi terkait dengan manajemen sumber daya dan mobilitas, demikian pula terhadap
operasi dan pemeliharaan untuk keseluruhan jaringan radio (Operation and
Maintenance, OM). Gelombang radio ini memiliki medan elektromagnetik yang

mengandung medan listrik dan medan magnet. Agar transmisi dari gelombang radio
ini dapat mencapai zona daerah cakupan maka pada umumnya antena BTS dipasang
pada suatu menara (Heriyanto, 2011).


300

300

1200

1200
1200

(a) Omnidireksional

(b) Sektoral

Gambar 1.1. Daerah cakupan BTS
Sinyal medan elektromagnetik (electromagnetic field, EMF) yang
dipancarkan dari antena BTS menimbulkan EMR. Sinyal EMF dari antena BTS
dapat mencakup radius sampai dengan 9 km, tergantung pada besarnya daya yang
dipancarkan antena BTS tersebut. Jumlah BTS sangat tergantung pada jumlah
pemakaian telepon selular (Bikram, 2014). Di kota Medan, misalnya terdapat sekitar

7 (tujuh) operator telepon selular. Data sampai tahun 2012 jumlah antena operator
PT. Telkomsel di kota Medan (inner Medan) sebanyak 976 antena dan operator XL
memiliki antena 2G sebanyak 1.338 antena sedangkan antena 3G sebanyak 2.384

Universitas Sumatera Utara

3

antena, sehingga seluruh operator di kota Medan diperkirakan memiliki lebih dari
5.000 antena.
Satu antena BTS digunakan untuk memancarkan sinyal EMF dengan EIRP
(Effective Isotropically Radiated Power ) sebesar 200 sampai dengan 1.000 watt
tergantung dari luas daerah cakupan yang akan dicakup. Semakin besar daya yang
dipancarkan maka semakin luas daerah cakupan yang dapat dicakup sinyal tersebut.
1.1.1. Efek negatif terhadap kesehatan masyarakat
Paparan radiasi dari gelombang EMF yang dipancarkan oleh antena BTS ini
dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan hidup apabila telah
melampaui batas ambang yang diperbolehkan, khususnya bagi masyarakat dan
mahluk hidup lainnya yang berada pada daerah cakupan BTS tersebut (BergBeckhoff et al., 2009; Frei et al., 2012; Kaushal et al., 2012; Bikram, 2014; ShahbaziGahrouei et al., 2014; Mederiros dan Sanchez, 2015; Yadav et al., 2015). Tubuh
manusia akan lebih mudah menyerap radiasi EMF karena tubuh manusia

mengandung 70 persen air (Kaushal et al., 2012).
Penelitian yang dilakukan Kumar (2012) menyebutkan adanya ancaman
kanker untuk remaja dan anak-anak karena radiasi gelombang EMF disekitar menara
BTS. Paparan radiasi dari gelombang EMF yang berasal dari antena BTS dapat
meyebabkan masalah bagi lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat seperti
resiko tumor otak (Hardell et al., 2001,2005) dan semakin meningkatnya penderita
kanker disekitar BTS (Wolf, 2004). Efek thermal dari paparan radiasi gelombang
EMF dari BTS maupun telepon selular dialami oleh bagian sekitar kepala manusia.
Terjadi peningkatan temperatur dibagian otak manusia, tetapi aliran darah mampu
mengatur terjadinya peningkatan temperatur tersebut dengan meningkatkan aliran
darah. Sedangkan kornea mata tidak memiliki mekanisme tersebut sehingga

Universitas Sumatera Utara

4

mengakibatkan bertambahnya temperatur pada bagian kornea mata (Ministry of
Communications and Information Technology Department of Telecommunications
India, 2010). Hal ini dapat mempercepat terjadinya katarak pada mata (Yadav et al.,
2015). Efek non thermal dari paparan radiasi gelombang EMF terhadap manusia

dapat mengakibatkan kelelahan, tidur terganggu, kesulitan konsentarsi, ingatan yang
berkurang, sakit kepala, jantung berdebar-debar, rasa kesemutan pada kulit kepala,
jumlah dan kualitas sperma yang menurun (Yadav et al., 2015), bangun pagi terasa
lelah, daya ingat yang menurun (Kaushal et al., 2012). Potensi gangguan kesehatan
dalam jangka panjang dapat terjadi pada berbagai sistem tubuh, antara lain sistem
darah, sistem reproduksi, sistem saraf, sistem kardiovaskular, sistem endokrin,
psikologis, dan fisiologis (Anies, 2007; Mahardika et al., 2008). Efek ini secara
signifikan akan berdampak negatif kepada orang-orang yang tinggal dalam radius
300 meter dari BTS, antara lain tendensi depressi, kelelahan otot, pola tidur
terganggu, dan kesulitan konsentrasi (Santini et al., 2002). Kesulitan tidur sering
terjadi pada usia 21 sampai dengan 31 tahun (Felix et al., 2014). Efek negatif lainnya
adalah depresi, sulit berkonsentrasi, masalah cardio vascular (Gerd et al., 2004),
kelelahan otot (Netherlands Organization for Applied Scientific Research, 2003;
Yadav et al., 2015). Pada jarak kurang dari 350 meter dari antena BTS, terjadi
peningkatan kanker terutama pada kaum wanita (Wolf dan Wolf, 2004). Orang yang
tinggal pada jarak sampai dengan 300 meter dari antena BTS akan berbahaya bagi
kesehatan manusia (Mamilus et al., 2012; Felix et al., 2014). Tingkat efek negatif
yang ditimbulkan terhadap suatu penyakit berbeda antara wanita dengan laki-laki
(Tabel 1.1.) demikian juga berbeda untuk golongan usia yang berbeda (Santini et al.,
2003), bahkan orang yang tinggal dalam radius 400 meter dari antena BTS akan


Universitas Sumatera Utara

5

memiliki resiko kanker 3 kali lebih besar dibanding bila jauh dari antena BTS
(Kaushal et al., 2012).
Tabel 1.1. Persentase pengaruh power density dari antena BTS terhadap gender
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

12
13
14
15
16
17

Gejala
Kelelahan
Lekas marah
Sakit kepala (headaches)
Mual
Kehilangan nafsu makan
Gangguan tidur
Kecenderungan depresi
Merasa tidak nyaman
Kesulitan berkonsentrasi
Sering lupa
Masalah kulit
Ganguan penglihatan

Gangguan pendengaran
Pusing (dizziness)
Sulit bergerak
Masalah kardiovaskular
Menurunkan libido

Laki-laki (%)
41,4
17,9
14,4
0
1,9
45,4
9,8
15
18,4
18
8
12,2
9,6

6
3,3
8,3
18

Wanita (%)
57,5
28,3
45,6
5,9
8
61
26,7
25,4
21,6
27,7
13,1
22
19
9,8

2,7
8,8
12

Sumber : Santini et al., (2003)

1.1.2. Efek negatif terhadap hewan dan tumbuhan.
Paparan EMF juga akan memiliki efek kepada kehidupan lingkungan lainnya,
oleh sebab itu radiasi gelombang medan elektromagnetik saat ini dimasukkan
sebagai

polutan

dalam

pengelolaan

lingkungan

hidup


yang

disebut

dengan“Electromagnetic Pollution” (Kumar et al., 2013). Radiasi EMF dari antena
BTS juga dapat mengakibatkan ancaman bagi kelangsungan kehidupan populasi
satwa burung dan juga menghilangnya kupu-kupu, lebah dan serangga lainnya dari
habitatnya di sekitar antena BTS (Gavin et al., 2000; Joris dan Birk, 2007; Andrew,
2007). Disebutkan juga bahwa burung-burung kehilangan kemampuan navigasinya
akibat mengalami disorientasi dalam menentukan arah sehingga burung-burung
tersebut salah arah untuk kembali ke sarangnya (Yadav et al., 2015; Goverment of

Universitas Sumatera Utara

6

India Ministry of Communication & Information Technology Department of
Telecommunications,

2010).

Radiasi

elektromagnetik

dari

menara

BTS

mempengaruhi burung, hewan, tumbuhan dan lingkungan (Goverment of India
Ministry of Communication &

Information Technology Department

of

Telecommunications, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Vijay et al. (2015)
menyebutkan bahwa sejumlah besar burung seperti merpati, burung pipit, angsa
tersesat karena gangguan dari "musuh yang tak terlihat", yaitu sinyal radiasi EMF
dari menara antena BTS. Penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa hewan yang
berada di dekat menara BTS rentan terhadap berbagai bahaya dan ancaman terhadap
kehidupan termasuk terjadi aborsi spontan, cacat lahir, masalah perilaku dan
penurunan kesehatan secara keseluruhan. Terlepas dari burung dan hewan, radiasi
elektromagnetik yang berasal dari menara BTS juga dapat mempengaruhi sayuran,
dan tanaman.
1.1.3. Penolakan warga terhadap pembangunan antena BTS.
Beberapa kasus terjadi penolakan warga terhadap pembangunan menara
antena BTS di Indonesia pada lokasi pemukiman masyarakat seperti pada Tabel 1.2.
Dari beberapa kasus keberatan dan penolakan warga pada Tabel 1.2. dapat
disimpulkan bahwa warga disekitar menara BTS khawatir akan efek negatif dari
radiasi EMF terhadap kesehatan masyarakat yang tinggal di dalam radius menara
antena BTS.

Tabel. 1.2. Kasus penolakan warga terhadap pembangunan menara BTS
No.
1

Tanggal

Tempat

Alasan Keberatan

26-03-2008

Akper Prima
Medan

Keberadaan tower itu dapat menimbulkan radiasi
gelombang elektromagnetik yang dapat berdampak
buruk bagi kesehatan.

http://news.detik
. com/

Universitas Sumatera Utara

7

Lanjutan Tabel. 1.2.
No.
2

Tanggal

Tempat

Alasan Keberatan

23-05-2011

Lingkungan Jarum
RT 03 RW 01
Kelurahan/Kecama
tan Sidoharjo

1. Rasa tidak nyaman saat terjadi hujan lebat
disertai angin kencang dana diiringi
halilintar.
2. Menganggu siaran televisi
3. Udara di sekitar menara juga terasa panas.

http://www.infowonogir
i.com/wpcontent/uploads/
2011/05/

RT 1 RW 13, Desa
Wonokarto,
Kecamatan
Wonogiri

1. Pembangunan menara belum mengantongi
ijin lingkungan.
2. Merasa khawatir keamanan dan kenyamanan
di sekitar menara akan terganggu.

13-07-2011

Wonogiri

Ada dua warga yang belum setuju dengan
keberadaan pemancar BTS.

RT 006/03
Kelurahan
Kaliabang Tengah,
Kec. Bekasi Utara

1.
2.
3.
4.

Mahasiswa UMT
di Tangerang

1. Tidak memiliki IMB
2. Dapat berdampak negatif terhadap lingkungan

Perumahan Graha
Palem Indah ,
Condong Catur,
Sleman

1. Petir yang bisa merusak barang elektronik
2. Radiasi yang bisa menyebabkan penyakit
3. Jika roboh membahayakan manusia.

Dusun Barengan,
Desa Kaloran,
Kecamatan
Ngronggot

1. Dampak radiasi membahayakan kesehatan.
2. Mengganggu sinyal televisi warga.
3. Bahaya petir bagi warga sekitar menara.
4. Bila roboh maka rumah warga akan hancur.

Kel. Bahkapul,
Kec. Siantar
Sitalasari

Dapat membahayakan penduduk setempat karena
dibangun dekat dengan perumahan warga.

Jalan Datuk Bandar
Kajum dan
Komplek
Perumahan
Bengawan
IndahTebing
Tinggi

1. Khawatir terjadi atau adanya radiasi terhadap
manusia serta barang elektronik dimiliki
2. Tidak memberikan jaminan kesehatan serta
sosialisasi tentang dampak yang timbul
terhadap antena tersebut kepada masyarakat.

Jln Bunga Raya II
Lingk. I Kel. Asam
Kumbang Kec.
Medan Selayang

1. Radiasi dan tegangannya akan
membahayakan kesehatan warga sekitarnya.
2. Tanpa seijin warga sekitar.

bagus@infowonogiri.co
m

3

4

27-05-2011

http://www.
infowonogiri.com

5

10-03-2014
http://citraindonesia.co
m /diresahkan-towerbts-warga-bekasiminta-tolong-jokowi/

6

21-03-2014
http://radaronline.co.id/
category/lintas-daerah/

7

22-05-2014
http://Kabarkota.com

8

20-07-2014
http://kedirijaya. com

9

3-09-2014
http://tribunmedan.com

10

15-04-2015
http://harianandalas.co
m/kanal-ragam/wargatolak-pembangunanbts-pt-tower-bersamagroup

11

30-07-2015
Koran Tribun Medan,
31 Juli 2015

Berada ditengah pemukiman padat penduduk.
Dapat mengundang petir
Radiasi membahayakan kesehatan warga
Roboh akan menimpa rumah disekitarnya.

1.2. Formulasi Masalah
Lingkungan yang memiliki resiko paparan secara terus menerus dalam waktu
dan amplituda yang cukup lama adalah rumah sakit, sekolah, dan pemukiman

Universitas Sumatera Utara

8

penduduk, sehingga tata letak atau topologi jaringan antena BTS yang berdekatan
dengan lingkungan tersebut harus menjadi regulasi dalam rencana pembangunan
antena BTS. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang ketentuannya dimuat pada
UU No. 26 Tahun 2007 mengatur bahwa rencana tata ruang wilayah yang
diantaranya memuat rencana struktur ruang, yang mencakup rencana sistem
perkotaan dan rencana sistem jaringan prasarana utama (transportasi, energi dan
kelistrikan, telekomunikasi, dan sumber daya air). Pemerintah menerbitkan
Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 sebagai amanat UU 26 Tahu 2007 yang
menetapkan RTRW Nasional, tetapi tidak menyinggung dan mengatur tentang
penempatan sebuah menara antena BTS. Demikian juga Perda Kota Medan No. 13
Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031
tidak menyinggung dan mengatur tentang penempatan menara antena BTS. Perda
RTRW kota Medan ini dalam strateginya menyebutkan peningkatan kualitas dan
jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, dan
sumber daya air yang terpadu serta merata di seluruh kawasan, yang salah satunya
meliputi mendorong pengembangan prasarana telekomunikasi. Dalam Perda Kota
Medan, salah satu rencana struktur ruang wilayah kota meliputi rencana sistem
jaringan telekomunikasi. Pasal

26 menyebutkan

bahwa

sistem

jaringan

telekomunikasi bertujuan untuk meningkatkan akses masyarakat dan dunia usaha
terhadap layanan telekomunikasi yang meliputi sistem kabel, sistem nirkabel, dan
sistem satelit, yang terdiri atas :
a. Rencana pengembangan infrastruktur dasar telekomunikasi berupa jaringan tetap
lokal, sambungan langsung jarak jauh, sambungan internasional dan tertutup serta
penempatan lokasi pusat automatisasi sambungan telepon di CBD (Central
Business District) Polonia.

Universitas Sumatera Utara

9

b. Rencana penataan penempatan menara telekomunikasi Base Transceiver Station
(BTS) secara terpadu.
c. Rencana peningkatan pelayanan jaringan telekomunikasi di wilayah kota.
Pasal 56 ayat (2) pada tahap kedua diprioritaskan pada pengembangan dan
pemantapan jaringan telekomunikasi meliputi jaringan tetap dan bergerak. Pasal
26 butir b di atas dimaksudkan hanya penataan penempatan menara BTS secara
terpadu, yang artinya menggunakan menara bersama, tetapi tidak mengatur
penempatan BTS pada lokasi yang berbasis terhadap kepentingan yang ramah
terhadap lingkungan.
Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh

Menteri Kominfo Nomor :

02/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan
Menara Bersama Telekomunikasi, dalam konsiderannya menyebutkan harus
memperhatikan faktor keamanan lingkungan, kesehatan masyarakat dan estetika
lingkungan tetapi dalam keputusannya tidak ada pasal yang menyangkut
perlindungan lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat. Demikian juga pada Surat
Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri (No. 18 Tahun 2009), Menteri Pekerjaan
Umum (No. 07/PRT/M/2009), Menteri Komunikasi dan Informatika (No. 19/PER/
M.KOMINFO/03/2009), dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (No.
3/P/2009) tidak terdapat pada konsideran maupun pada pasal-pasal keputusan yang
menyangkut perlindungan lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat.
Regulasi yang dikeluarkan pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri
Komunikasi dan Informatika maupun melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) 3
menteri tentang peraturan menara bersama bahwa menara BTS dibangun oleh
perusahaan yang khusus bergerak dibidang usaha pendirian menara. Menara yang
dibangun tersebut harus dapat digunakan oleh beberapa perusahaan operator telepon

Universitas Sumatera Utara

10

selular dengan sistem sewa, artinya menara BTS tersebut digunakan secara bersamasama (collocation) oleh beberapa operator telepon selular (tower sharing). Peraturan
tersebut mengharuskan setiap menara menampung beberapa antena dari operator
yang berbeda, sehingga banyak terdapat antena dalam sebuah menara. Hal ini akan
menambah besarnya EMR yang dipancarkan dari menara BTS tersebut, karena akan
terjadi akumulasi EMR (ITU K70, 2007) dari beberapa antena. Hal ini akan
menimbulkan efek negatif yang lebih besar bagi lingkungan hidup dan masyarakat
yang berdiam disekitarnya.
Pada awal adanya industri telepon selular, ijin regulasi pembangunan menara
hanya IMB (Ijin Mendirikan Bangunan) dan beberapa rekomendasi KKOP
(Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan) jika lokasi yang di tentukan radio
planning operator berdekatan dengan bandar udara. Namun sejak menjamur dan

tidak tertatanya pembangunan menara BTS yang terkesan menjadi hutan menara dan
keluhan dari pemerintah kabupaten/kota, maka terbitlah SKB 3 menteri dan
peraturan turunannya di tingkat kabupaten/kota seluruh Indonesia. Dalam semangat
penataan menara ini ijin regulasinya melebar menjadi ijin prinsip dan rekomendasi
cell plan. Cell plan sendiri di beberapa kabupaten/kota di buat guna penataan dan

pengendalian pembangunan menara di suatu kabupaten/kota. Adanya cell plan
dimaksudkan agar radio planning titik menara tidak asal berdiri. Pemkab/pemkot
dalam pelaksanaannya juga menerbitkan retribusi pengendalian menara 2,5 % tiap
tahun yang di atur dalam SKB 3 menteri tersebut. Namun seiring realita kebutuhan
mengatasi kemacetan lalulintas komunikasi data/suara diperkotaan dan pemenuhan
order dari operator kepada Tower Provider (TP), ketentuan cell plan yang sudah di
buat tidak jarang di abaikan dan di jadikan “transaksi” agar ijin regulasi pendirian
menara bisa di dapatkan. Meski operator menyewa menara dari para TP, tetapi

Universitas Sumatera Utara

11

terkadang TP tetap diminta oleh operator tentang kelengkapan ijin dari pemerintahan
setempat agar tidak ada gangguan dalam proses “jualan” sinyal mereka. Akibat
dilema proses perijinan menara antena BTS tersebut, membuat pengaturan menara
bersama yang sudah di buat SKB nya tersebut tidak “bergigi” Sebab kepentingan
industri yang lebih di utamakan dengan mengedepankan kebutuhan komunikasi
masyarakat tanpa memperhatikan perlindungan lingkungan hidup dari paparan EMF
dengan power density yang dapat melebihi nilai batas ambang (4.5 watt/m2 untuk
frekuensi 900 MHz. dan 9 watt/m2 untuk frekuensi 1.800 MHz.). Dalam jangka
panjang perihal kesemerawutan tata letak menara dan perlindungan kesehatan
masyarakat akan jadi bom waktu bagi semua stake holder yang harus di carikan
solusi bersama, diantaranya :
1. Dari sisi pemerintah dan masyarakat harus segera ditemukan sebuah model untuk
menentukan lokasi menara antena BTS yang sesuai dengan tata ruang dan bebasis
perlindungan terhadap lingkungan hidup termasuk di dalamnya kesehatan
masyarakat.
2. Dari sisi para TP, tentu mereka ingin hubungan komunikasi dapat diandalkan
sehingga secara ekonomi dapat menguntungkan TP.
Secara realita di kota Medan, letak lokasi antena BTS tersebar dimana-mana
tanpa memperhatikan faktor yang dipersyaratkan pada kondisi setempat. Oleh karena
itu, tidaklah mengherankan apabila dikatakan bahwa telah tumbuh hutan menara
BTS di kota Medan. Hal demikian ini dapat terjadi karena tidak adanya rancangan
terpadu dalam membangun antena BTS, oleh sebab itu perlu dilakukan sebuah
jaringan antena BTS di kota Medan yang ramah terhadap lingkungan dengan
membuat sebuah model topologi jaringan antena BTS di kota Medan. Perencanaan
sel merupakan bagian yang sangat mendasar dari proses rancangan jaringan selular

Universitas Sumatera Utara

12

(Singh dan kaur, 2013). Teknik baku yang dapat membantu untuk melokasikan
jumlah optimal sel di zona tertentu tidak ada, hal ini disebabkan lokasi pemakai yang
tidak seragam dan fluktuasi trafik telepon (Singh dan Sengupta, 2012). Tujuan utama
perencanaan topologi pemilihan letak BTS adalah memaksimumkan cakupan dengan
memperhatikan hal-hal yang mendasar, misalnya permintaan trafik untuk mencakup
daerah tertentu, ketersediaan tempat BTS, ketersediaan kapasitas saluran di setiap
BTS dan kualitas layanan pada Traffic Demand Area (TDA) yang potensial dan yang
terpenting adalah perlindungan lingkungan hidup pada daerah cakupan antena BTS.
Pada awal konsep selular diajukan, lokasi menara antena BTS biasanya
dipilih bersesuaian dengan pola pemakaian regular. Dengan semakin bertumbuhnya
teknologi selular, semakin tinggi pula kepentingan operator selular untuk memiliki
suatu jaringan yang tidak hanya lebih baik dalam hal kualitas pelayanan dari pada
pesaing tapi juga dapat memberikan keuntungan lebih tinggi. Biaya terkait dalam
pengadaan jaringan dan kualitas pelayanan yang ditawarkan berbanding langsung
dengan jumlah BTS yang diinstalasi. Semakin banyak BTS semakin tinggi biaya
namun semakin baik cakupan (Tutschku, 1998).
Dari uraian tersebut, jelas bahwa kota Medan memerlukan rancangan
topologi penempatan jaringan antena BTS. Rancangan ini bukan saja dibutuhkan
untuk kepentingan pemerintah kota tetapi juga terkait di dalammnya kepentingan
lingkungan hidup

dan operator. Penelitian ini memfokuskan pada pembuatan

rancangan topologi jaringan antena BTS yang kualitas pelayanan terhadap pelanggan
tinggi, biaya yang dikenakan terhadap operator minimum dan pengaruh terhadap
lingkungan hidup yang minimum. Seperti yang telah diutarakan terdahulu bahwa
radiasi yang dipancarkan oleh BTS dapat memberikan akibat buruk terhadap
lingkungan hidup yang didalamnya tercakup kesehatan manusia. Oleh karena itu

Universitas Sumatera Utara

13

ramah lingkungan yang dimaksud dalam penelitian ini berkaitan dengan lokasi
penempatan BTS dan batas power density yang aman bagi lingkungan hidup.
Penelitian ini mengajukan Rancangan Topologi Jaringan (RTJ) antena BTS
untuk telekomunikasi selular yang didalamnya tercakup penentuan lokasi BTS
(BTSL), frequency channel assigment (FCA), rancangan jaringan berbasis power
density (RJPD) untuk perlindungan lingkungan hidup.

1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh model topologi antena BTS
di kota Medan yang aman bagi lingkungan hidup termasuk di dalamnya kesehatan
masyarakat yang berada dalam radius daerah cakupan antena BTS.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini dapat dijadikan regulasi oleh pemerintah kota
Medan sebagai model dalam menata topologi menara BTS, baik yang dimiliki oleh
operator telepon selular maupun yang dimiliki oleh tower provider di kota Medan,
sehingga nantinya diharapkan dapat

melindungi hal yang lebih penting yaitu

perlindungan lingkungan hidup.
1.5. Hasil Keluaran yang diharapkan (Novelty)
Power density gelombang EMF pada daerah cakupan antena BTS selalu

berada di bawah nilai ambang batas sehingga lingkungan hidup khususnya
masyarakat pada daerah cakupan BTS tersebut terhindar dari bahaya radiasi EMF
antena BTS.
1.6. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir pada penelitian ini disusun berdasarkan permasalahan dan
kerangka konsep untuk menghasilkan sebuah novelty seperti pada Gambar 1.2.

Universitas Sumatera Utara

14

Antena BTS

Gel. EMF

Efek pada hewan

Efek pada manusia

Efek pada tumbuhan

Psikologis

Fisiologis

Thermal
- Permen Kominfo No.
02/PER/M.KOMINFO/3/2008
-SKB 3 Menteri (Menara Bersama)
- Perda Kota Medan No. 13 Tahun
2013tentang RT/RW Kota Medan

Non Thermal

Kota Medan, ± 5.000 antena BTS

Lokasi
Pemukiman

Tempat:
Diatas Gedung/Ruko (Roof Top)
Diatas Tanah Penduduk (Green Field)
Menara Rumah Ibadah (Kamuflase)

P. Perbelanjaan
Power Density

Rumah Sakit

Mitigasi Menara BTS

BTSL

Sekolah

FCA

Rumah Ibadah
Batas Ambang

Model Matematis dari
Topologi antena BTS

Gambar 1.2. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir dibangun didasarkan kepada beberapa hal yaitu :
1.

Dampak negatif dari EMR yang melebihi nilai ambang batas terhadap manusia.

2.

Realita implementasi dan banyaknya antena BTS di kota Medan yang dibangun
tanpa memperhatikan koordinat menara yang berdekatan dengan lingkungan
hidup khususnya masyarakat yang berdiam disekitarnya (dampak negatif
terhadap kesehatan).

3.

Tidak ada peraturan daerah ataupun peraturan pemerintah yang mengatur tata
letak antena BTS yang berdekatan dengan lingkungan hidup.

Universitas Sumatera Utara

15

4.

Lokasi antena BTS di kota Medan yang berada di pemukiman penduduk, rumah
sakit, sekolah, dan rumah ibadah.

5.

Tempat berdirinya menara BTS berada di atas atap rumah atau gedung (roof
top), di atas tanah (green field), dan menara rumah ibadah (kamuflase).

6.

Menara bersama yang digunakan oleh beberapa operator telepon selular
menempatkan antenanya pada menara yang sama sehingga terjadi akumulasi
gelombang EMF yang terpapar pada radius pancar antena tersebut.

7.

Batas ambang power density (PD) yang aman terhadap manusia (4,5 watt/m2
untuk frekuensi 900 Mhz, dan 9 watt/m2 untuk frekuensi 1800 Mhz.)

8.

Mitigasi lokasi antena BTS (BTSL)

9.

Menjamin koneksitas komunikasi mobile station (FCA)

10. Biaya pembangunan dan instalasi yang minimal
1.7. Batasan Masalah
Ruang lingkup dari perencanaan suatu jaringan telepon seluler sangat luas
dan meliputi banyak faktor, sehingga perlu dibuat batasan masalah pada disain
topologi antena BTS yang dilakukan ini yaitu :
1. Jenis menara antena BTS adalah macro cell untuk aplikasi outdoor.
2. Pemodelan hanya meliputi FCA, BTSL, dan PD.
3. Pengukuran besaran power density di lokasi BTS tanpa memperhatikan terjadinya
akumulasi radiasi EMF dari pemancar lain atau tidak.
4. Tidak melakukan observasi dan pendataan efek EMR terhadap kesehatan
masyarakat di kota Medan karena membutuhkan waktu yang cukup lama.

Universitas Sumatera Utara