Perlindungan Hukum Terhadap Tertanggung Asuransi Kendaraan Bermotor Yang Terikat Perjanjian Pembiayaan Konsumen (Studi Pada PT. Astra Credit Company Cabang Medan)

 

BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN
PEMBIAYAAN KONSUMEN
A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya
1. Pembiayaan Konsumen
Pembiayaan konsumen merupakan salah satu model pembiayaan yang
dilakukan oleh para perusahaan finansial, disamping kegiatan seperti leasing,
factoring, kartu kredit dan sebagainya. Target pasar dari model pembiayaan
konsumen ini sudah jelas para konsumen. Suatu istilah yang dipakai sebagai
lawan dari kata produsen.11
Disamping itu, besarnya biaya yang diperlukan para konsumen relatif
kecil, mengingat barang yang dibidik untuk dibiayai secara pembiayaan
konsumen adalah barang-barang keperluan konsumen yang akan dipakai oleh
konsumen untuk keperluan hidupnya. Misalnya barang-barang keperluan rumah
tangga seperti televisi, lemari es, mobil, dan sebagainya. Karena itu, risiko dari
bisnis pembiayaan konsumen ini juga menyebar, berhubung akan terlibat banyak
konsumen dengan pemberian biaya yang relatif kecil. Ini lebih aman bagi pihak
pemberi biaya.
Namun demikian, tidak berarti bahwa bisnis pembiayaan konsumen ini

tidak punya risiko sama sekali. Sebagai perusahaan pemberian pinjaman secara
angsuran, risiko tetap ada. Macetnya pembayaran tunggakan oleh konsumen
merupakan hal yang sering terjadi. Karena itu, banyak ketentuan dan
Munir Fuady, Hukum Tentang Pembiayaan Konsumen (dalam teori dan praktek), PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal 161
11

 
 

Universitas Sumatera Utara

 

kebijaksanaan perbankan sebenarnya layak diperhatikan, khususnya dalam hal
pemberian kredit, secara yuridis formal ketentuan perbankan tersebut tidak
berlaku bagi transaksi pembiayaan konsumen, berhubung pembiayaan dengan
sistem ini tidak dilakukan oleh bank, tetapi oleh lembaga finansial.
Bahwa bisnis pembiayaan konsumen akan menarik minat banyak
masyarakat tidak diragukan lagi. Sebab, biasanya para konsumen akan sulit

mendapatkan atau mempunyai akses untuk mendapat kredit bank. Tentunya
diharapkan bisnis pembiayaan konsumen ini akan terus berkembang, disamping
pranata hukum yang lain yang mempunyai sasaran bidik yang sama, seperti kredit
konsumsi oleh bank, kredit dari Perum Pergadaian, Koperasi, atau bahkan sewa
beli atau jual beli dengan cicilan yang marak dilakukan oleh para penjual barang
itu sendiri. Aturan hukum yang baik sangat diperlukan agar bisnis pembiayaan
konsumen ini dapat berkembang dengan baik dan tertib.
Pembiayaan konsumen dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah
consumer finance. Pembiayaan konsumen ini pada hakikatnya sama saja dengan
kredit konsumen (consumer credit). Bedanya hanya terletak pada lembaga yang
membiayainya. Pembiayaan konsumen biaya diberikan oleh perusahaan
pembiayaan (financing company). Sedangkan kredit konsumen (consumer credit)
biayanya diberikan oleh bank.12
Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 tahun 2009, Pembiayaan Konsumen
(Consumers Finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang
berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran. Selain itu

Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, Sinar Garafika, Jakarta, 2009, hal. 95

12


 
 

Universitas Sumatera Utara

 

pengertian lainnya, pembiayaan konsumen adalah suatu pinjaman yang diberikan
oleh suatu perusahaan kepada debitur untuk pembelian barang dan jasa yang akan
langsung dikonsumsikan oleh konsumen, dan bukan untuk tujuan produksi atau
distribusi. Perusahaan yang memberikan pembiayaan diatas, disebut perusahaan
pembiayaan konsumen (Customer Finance Company).13
Pranata Hukum “Pembiayaan Konsumen” dipakai sebagai terjemahan dari
istilah “Consumer Finance”. Pembiayaan konsumen ini tidak lain dari sejenis
kredit konsumsi (Consumer credit). Hanya saja, jika pembiayaan konsumen
dilakukan oleh perusahaan pembiayaan, sementara kredit konsumsi diberikan oleh
bank.
Namun demikian pengertian kredit konsumsi sebenarnya secara substansi
sama saja dengan pembiayaan konsumen, yaitu:

Kredit yang diberikan kepada konsumen-konsumen guna pembelian
barang-barang konsumsi dan jasa-jasa seperti yang dibedakan dari
pinjaman-pinjaman yang digunakan untuk tujuan-tujuan produktif atau
dagang. Kredit yang demikian itu dapat mengandung risiko yang lebih
besar daripada kredit dagang biasa: maka dari itu, biasanya kredit itu
diberikan dengan tingkat bunga yang lebih tinggi.14.
Peraturan

Menteri

Keuangan

Nomor

84/PMK.012/2006

tentang

Perusahaan Pembiayaan sebagaimana yang telah diubah menjadi Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.010/2012 tentang Uang Muka Pembiayaan

Konsumen untuk Kendaraan Bermotor pada Perusahaan Pembiayaan memberikan
pengertian kepada pembiayaan konsumen yaitu sebagai suatu kegiatan yang
dilakukan dalam bentuk penyediaan dana bagi konsumen untuk pembelian barang
yang pembayarannya dilakukan secara angsuran atau berkala oleh konsumen.
13

Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Rajawali Pers, Jakarta, 2008. hal.23

 
 

Universitas Sumatera Utara

 

Dari defenisi-defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa sebenarnya antara
kredit konsumsi dengan pembiayaan konsumen sama saja. Hanya pihak pemberi
kreditnya yang berbeda.
Dalam sistem pembiayaan konsumen ini, dapat saja suatu perusahaan
pembiayaan memberikan bantuan dana untuk pembelian barang-barang produk

dari perusahaan dalam kelompoknya. Jadi marketnya sudah tertentu. Perusahaan
pembiayaan seperti ini disebut Captive Finance Company. Misalnya seperti yang
dilakukan oleh General Motors Acceptance Corporation yang menyediakan
pembiayaan konsumen terhadap penjualan produk-produk General Motors.
Sebenarnya kredit itu sendiri dapat dibagi ke dalam dua macam, yaitu Sale
Credit dan Loan Credit. Yang dimaksud dengan Sale Credit adalah pemberian
kredit untuk pembelian sesuatu barang, dan nasabah akan menerima barang
tersebut. Sementara dengan Loan Credit, nasabah akan menerima cash dan
berkewajiban pula mengembalikan hutangnya secara cash juga dikemudian hari.
Dengan begitu, pembiayaan konsumen sebenarnya tergolong ke dalam Sale
Credit, karena memang konsumen tidak menerima cash, tetapi hanya menerima
barang yang dibeli dengan kredit tersebut. Lahirnya pemberian kredit dengan
sistem pembiayaan konsumen ini sebenarnya sebagai jawaban atas kenyataankenyataan sebagai berikut:
1. Bank-bank kurang tertarik/tidak cukup banyak dalam menyediakan kredit
kepada konsumen, yang umumnya merupakan kredit-kredit berukuran kecil.

14

Munir Fuady, Op.Cit, hal 162


 
 

Universitas Sumatera Utara

 

2. Sumber dana yang formal lainnya banyak keterbatasan atau sistemnya yang
kurang fleksibel atau tidak sesuai kebutuhan. Misalnya apa yang dilakukan
oleh Perum Pegadaian, yang di samping daya jangkauannya yang terbatas,
tetapi juga mengharuskan penyerahan sesuatu sebagai jaminan. Ini sangat
memberatkan bagi masyarakat.
3. Sistem pembayaran informasi seperti yang dilakukan oleh para lintah darat
atau tengkulak dirasakan sangat mencekam masyarakat dan sangat usury
oriented. Sehingga sistem seperti ini sangat dibenci dan dianggap sebagai riba,
dan banyak negara maupun agama melarangnya.
4. Sistem pembiayaan formal lewat koperasi, seperti Koperasi Unit Desa ternyata
juga tidak berkembang seperti yang diharapkan.
Mengingat akan faktor-faktor seperti tersebut diatas, maka dalam praktek
mulailah dicari suatu sistem pendanaan yang mempunyai terms and conditions

yang lebih businesslike dan tidak jauh berbeda dengan sistem perkreditan biasa,
tetapi menjangkau masyarakat luas selaku konsumen. Maka mulailah kemudian
dikembangkan sistem yang disebut pembiayaan konsumen.
2. Dasar Hukum Perjanjian Pembiayaan Konsumen
a. Dalam Kodifikasi Perdata
Ada 2 (dua) sumber hukum perdata untuk kegiatan perjanjian pembiayaan
konsumen, yaitu asas kebebasan berkontrak dan perundang-undangan di bidang
hukum perdata. Dalam asas kebebasan berkontrak hubungan hukum yang terjadi
dalam kegiatan pembiayaan konsumen selalu dibuat secara tertulis (kontrak)
sebagai dokumen hukum yang menjadi dasar kepastian hukum (legal certainty).

 
 

Universitas Sumatera Utara

 

Perjanjian pembiayaan konsumen ini dibuat berdasarkan atas asas kebebasan
berkontrak para pihak yang memuat rumusan kehendak berupa hak dan kewajiban

dari perusahaan pembiayaan konsumen sebagai pihak penyedia dana (fund
lender),dan konsumen sebagai pihak pengguna dana (fund user).
Perjanjian

pembiayaan

konsumen

(consumer

finance

agreement)

merupakan dokumen hukum utama (main legal document) yang dibuat secara sah
dengan memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320
KUHPerdata. Akibat hukum perjanjian yang dibuat secara sah, maka akan berlaku
sebagai undang-undang bagi pihak-pihak yaitu perusahaan pembiayaan konsumen
dan konsumen Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Konsekuensi yuridis selanjutnya,
perjanjian tersebut harus dilaksanakan dengan itikad baik (in good faith) dan tidak

dapat dibatalkan secara sepihak (unilateral unvoidable).Perjanjian pembiayaan
konsumen berfungsi sebagai dokumen bukti yang sah bagi perusahaan
pembiayaan konsumen dan konsumen.15
Perundang-undangan di bidang hukum perdata, perjanjian pembiayaan
konsumen merupakan salah satu bentuk perjanjian khusus yang tunduk pada
ketentuan Buku III KUHPerdata. Di Indonesia, lembaga pembiayaan ini
merupakan salah satu lembaga formal yang masih relatif baru. Sumber hukum
utama pembiayaan konsumen adalah ketentuan mengenai perjanjian pinjam pakai
habis dan perjanjian jual beli bersyarat yang diatur dalam KUHPerdata. Kedua
sumber hukum utama tersebut dibahas dalam konteksnya dengan pembiayaan
konsumen.
Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan
Pembiayaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 256.
15

 
 

Universitas Sumatera Utara


 

Perjanjian

pembiyaan

konsumen

yang

terjadi

antara

perusahaan

pembiayaan kosumen dan konsumen digolongkan dalam perjanjian pinjam pakai
habis yang diatur dalam Pasal 1754-1773 KUHPerdata. Pasal 1754 KUHPerdata
menyatakan bahwa pinjam pakai habis adalah perjanjian, dengan mana pemberi
pinjaman menyerahkan sejumlah barang pakai habis kepada pihak peminjam
dengan syarat bahwa peminjam akan mengembalikan barang tersebut kepada
pemberi pinjaman dalam jumlah dan keadaan yang sama.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa perjanjian
pembiayaan konsumen tergolong perjanjian khusus yang objeknya adalah barang
habis pakai yang diatur dalam Pasal 1754-1773 KUHPerdata. Dengan demikian
ketentuan pasal-pasal tersebut berlaku terhadap perjanjian pembiayaan konsumen
dan sudah relevan, kecuali apabila dalam perjanjian diatur secara khusus
menyimpang.16
Sedangkan perjanjian jual beli bersyarat adalah perjanjian yang terjadi
antara konsumen sebagai pembeli, dan produsen sebagai penjual, dengan syarat
bahwa yang melakukan pembayaran secara tunai kepada penjual adalah
perusahaan pembiayaan konsumen. Perjanjian jual beli ini merupakan perjanjian
accessoir dari perjanjian pembiayaan konsumen sebagai perjanjian pokok.
Perjanjian ini digolongkan ke dalam perjanjian jual beli yang diatur dalam Pasal
1457-1518 KUHPerdata, tetapi pelaksanaan pembayaran digantungkan pada
syarat yang disepakati dalam perjanjian pokok, yaitu perjanjian pembiayaan
konsumen. Menurut Pasal 1513 KUHPerdata bahwa pembeli wajib membayar

16

Sunaryo,Op.Cit, hal. 99

 
 

Universitas Sumatera Utara

 

harga pembelian pada waktu dan di tempat yang ditetapkan menurut perjanjian.
Syarat waktu dan tempat pembayaran ditetapkan dalam perjanjian pokok, yaitu
pembayaran secara tunai oleh perusahaan pembiayaan konsumen ketika penjual
menyerahkan nota pembelian yang ditandatangani oleh pembeli.17
b. Di luar KUHPerdata
Selain dari ketentuan dalam Buku III KUHPerdata yang relevan dengan
perjanjian pembiayaan konsumen, ada juga ketentuan-ketentuan dalam berbagai
undang-undang di luar KUHPerdata yang mengatur aspek perdata pembiayaan
konsumen. Undang-undang dimaksud adalah sebagai berikut :
1) Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan
Peraturan Pelaksanaannya. Berlakunya undang-undang ini apabila
perusahaan pembiayaan konsumen itu mempunyai bentuk hukum berupa
perseroan terbatas.
2) Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan
peraturan pelaksanaannya. Berlakunya undang-undang ini apabila
perusahaan

pembiayaan

konsumen

sebagai

produsen

melakukan

pelanggaran atas kewajiban dan larangan undang-undang yang secara
perdata merugikan konsumen.18
3) Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan dan
peraturan pelaksanaannya. Berlakunya undang-undang ini apabila
perusahaan

pembiayaan

konsumen

berurusan

dengan

pendaftaran

17

Ibid
Herman-notary.blogspot.com/2009/06/dasar-hukum-perjanjian-pembiayaankosumen.
Html, diakses tanggal 1 Maret 2016.
18

 
 

Universitas Sumatera Utara

 

perusahaan pada waktu pendirian, pendaftaran ulang dan pendaftaran
likuidasi perusahaan.
4) Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 9 Tahun 2009 tentang
Lembaga Pembiayaan. Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia ini
mengatur tentang jenis-jenis lembaga pembiayaan, kegiatan usaha dan
pengawasannya.19
5) Peraturan Menteri Keuangan No. 84 /PMK.012/2006 tentang Perusahaan
Pembiayaan. Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini mengatur tentang
kegiatan

perusahaan

pembiayaan

konsumen,

izin

usaha,

modal,

kepemilikan dan kepengurusan, pembukaan kantor cabang, perubahan
nama perusahaan pembiayaan konsumen dan pengawasan ;
6) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012 Tentang
Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan Yang
Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor Dengan
Pembebanan Jaminan Fidusia.
7) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.010/2012 tentang Uang
Muka

Pembiayaan

Konsumen

untuk

Kendaraan

Bermotor

pada

Perusahaan Pembiayaan.

B. Bentuk dan Karakteristik Perjanjian Pembiayaan Konsumen
1. Bentuk Perjanjian Pembiayaan Konsumen
Bentuk perjanjian pembiayaan konsumen yaitu perjanjian baku berasal
dari terjemahan dari bahasa Inggris yaitu standart contract. Standar kontrak

 
 

Universitas Sumatera Utara

 

merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan telah dituangkan dalam bentuk
formulir. Penyusunan perjanjian baku telah ditentukan secara sepihak oleh salah
satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat, sedangkan pihak lainnya hanya diminta
untuk menerima atau menolak isinya. Apabila debitur menerima isinya perjanjian
tersebut, ia menandatangani perjanjian, tetapi apabila menolak, perjanjian itu
dianggap tidak ada karena debitur tidak menandatangani perjanjian tersebut.
Dari subyek yang akan melakukan perjanjian, dalam membuat asas
kebebasan berkontrak para pihak bebas untuk membuat atau tidak membuat
perjanjian, bebas menentukan ”apa” dan ”dengan siapa” perjanjian itu diadakan
dan bebas menentukan isi dari perjanjian. Bentuk perjanjian baku yang telah baku
dapat mengurangi implementasi kebebasan berkontrak, karena isi perjanjian telah
disusun oleh perusahaan. Apabila permintaan pembiayaan disetujui oleh
perusahaan maka pihak konsumen tidak mempunyai kesempatan yang cukup
untuk memahami isi perjanjian. Ini disebabkan setelah permohonan disetujui
pihak perusahaan langsung menyodorkan berkas perjanjian baku dan konsumen
tidak disediakan waktu untuk memahami isi perjanjian.
Munir Fuady mengartikan kontrak baku yaitu:
Suatu kontrak tertulis yang dibuat hanya oleh salah satu pihak dalam
kontrak tersebut, bahkan seringkali sudah tercetak dalam bentuk formulirformulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak
tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan data-data
informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam
klausul-klausulnya, dimana pihak lain dalam kontrak tersebut tidak
mempunyai kesempatan untuk menegoisasi atau mengubah klausulklausul yang sudah dibuat oleh salah satu pihak, sehingga kontrak baku
sangat berat sebelah20
19
20

http://one.indoskripsi.com/node/9359/ 09/0209.html diakses tanggal 21 Februari 2016
Munir Fuady, Op.Cit, hal 209.

 
 

Universitas Sumatera Utara

 

Penggunaan perjanjian baku dalam kontrak-kontrak yang biasanya
dilakukan oleh pihak yang banyak melakukan perjanjian yang sama terhadap
pihak lain, didasarkan pada Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, bahwa semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya. Kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338
ayat (1) KUHPerdata tersebut sangat ideal jika para pihak yang terlibat dalam
suatu kontrak posisi tawarnya seimbang antara satu dengan yang lain.
2. Karakteristik hukum perjanjian pembiayaan konsumen
Lembaga pembiayaan muncul karena adanya pemenuhan pembiayaan dan
dalam menjalankan kegiataannya dilaksanakan oleh perusahaan pembiayaan.
Menurut Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka (2), Perusahaan Pembiayaan
adalah badan usaha yang khusus didirikan untuk melakukan Sewa Guna Usaha,
Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen, dan/atau usaha Kartu Kredit. Dikenal
sebagai pembiayaan karena menawarkan model-model formulasi baru terhadap
pemberi dana, seperti dalam bentuk pembiayaan, factoring, dan sebagainya.
Mengenai bentuk hukum badan usaha yang diberi wewenang berusaha di
bidang lembaga pembiayaan yang meliputi Bank, Lembaga Keuangan Bukan
Bank dan Perusahaan Pembiayaan, ditentukan bahwa untuk Perusahaan
Pembiayaan tersebut berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi yang telah
disebutkan pada Pasal 6 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun
2009 tentang Lembaga Pembiayaan. Definisi dari Perseroan Terbatas menurut
Bab I Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan

 
 

Universitas Sumatera Utara

 

perjanjian, yang melakukan kegiatan usaha dengan modal tertentu, yang
seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanannya.
Menurut Pasal 7 ayat 1 dan 2 Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009
tentang Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Pembiayaan yang berbentuk Perseroan
Terbatas tersebut dapat dimiliki oleh :
1. Warga Negara Indonesia atau Badan Usaha Indonesia.
2. Badan Usaha Asing dan Warga Negara Indonesia sebagai Usaha Patungan.
3. Pemilikan saham oleh Badan Usaha Asing sebagaimana dimaksud pada ayat 1
huruf (b) ditentukan sebesar-besarnya adalah 85% dari modal disetor
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang
Lembaga Pembiayaan Pasal 2 sampai 4 menyebutkan jenis Lembaga Pembiayaan
meliputi :
a. Perusahaan Pembiayaan Adalah badan usaha yang khusus didirikan untuk
melakukan Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen,
dan/atau usaha Kartu Kredit.
b. Perusahaan Modal Ventura (Venture Capital Company) adalah badan usaha
yang melakukan usaha pembiayaan/penyertaan modal ke dalam suatu
perusahaan yang meneriman bantuan pembiayaan (Investee Company) untuk
jangka waktu tertentu dalam bentuk penyertaan saham, penyertaan melalui
pembelian obligasi konversi, dan/atau pembiayaan berdasarkan pembagian
atas hasil usaha.

 
 

Universitas Sumatera Utara

 

c. Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur adalah badan usaha yang didirikan
khusus untuk melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana pada
proyek infrastruktur.
d. Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur adalah badan usaha yang didirikan
khusus untuk melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana pada
proyek infrastruktur.21
Pasal 3 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009,
untuk kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan meliputi :
a. Sewa Guna Usaha (Leasing)
b. Anjak Piutang (Factoring)
c. Usaha Kartu Kredit (Credit Card)
d. Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance)

C. Kedudukan Para Pihak dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen
Ada tiga pihak yang terlibat dalam suatu transaksi pembiayaan konsumen,
yaitu pihak perusahaan pembiayaan, pihak konsumen dan pihak supplier.
Hubungan satu sama lainnya dapat dilihat dalam skema berikut ini:
Para Pihak dalam Pembiayaan Konsumen
Perusahaan konsumen
(kreditur)

(harga barang)

 
 

Supplier

Universitas Sumatera Utara

 

Perjanjian pembiayaan
(konsumen)
(Perjanjian jual beli)

Konsumen
(debitur)
Sumber : Munir Fuady (2002)
1. Hubungan Pihak Kreditur dengan Konsumen
Hubungan antara pihak kreditur dengan konsumen adalah hubungan
kontraktual dalam hal ini kontrak pembiayaan konsumen. Dimana pihak pemberi
biaya sebagai kreditur dan pihak penerima biaya (konsumen) sebagai pihak
debitur. Pihak pemberi biaya berkewajiban utama untuk memberi sejumlah uang
untuk pembelian sesuatu barang konsumsi, sementara pihak penerima biaya
(konsumen) berkewajiban utama untuk membayar kembali uang tersebut secara
cicilan kepada pihak pemberi biaya. Jadi hubungan kontraktual antara pihak
penyedia dana dengan pihak konsumen adalah sejenis perjanjian kredit. Sehingga
ketentuan-ketentuan tentang perjanjian kredit (dalam KUHPerdata) berlaku,
sementara ketentuan perkreditan yang diatur dalam peraturan perbankan secara
yuridis formal tidak berlaku berhubung pihak pemberi biaya bukan pihak bank
sehingga tidak tunduk kepada peraturan perbankan.22
Dengan demikian, sebagai konsekuensi yuridis dari perjanjian kredit
tersebut, maka setelah seluruh kontrak ditandatangani, dan dana sudah dicairkan
serta barang sudah diserahkan oleh supplier kepada konsumen, maka barang yang
21
22

Sunaryo, Op.Cit, hal.4
Ibid, hal 130

 
 

Universitas Sumatera Utara

 

bersangkutan sudah langsung menjadi miliknya konsumen, walaupun kemudian
biasanya barang tersebut dijadikan jaminan hutang lewat perjanjian fidusia.23
Dalam hal ini berbeda dengan kontrak leasing, dimana secara yuridis
barang leasing tetap menjadi miliknya pihak kreditur (lessor) untuk selamalamanya atau sampai hak opsi dijalankan oleh pihak lessee.24
2. Hubungan Pihak Konsumen dengan Supplier
Antara pihak konsumen dengan pihak supplier terdapat suatu hubungan
jual beli, dalam hal ini jual beli bersyarat, dimana pihak supplier selaku penjual
menjual barang kepada pihak konsumen selaku pembeli, dengan syarat bahwa
harga akan dibayar oleh pihak ketiga yaitu pihak pemberi biaya. Syarat tersebut
mempunyai arti bahwa apabila karena alasan apa pun pihak pemberi biaya tidak
dapat menyediakan dananya, maka jual beli antara pihak supplier dengan pihak
konsumen sebagai pembeli akan batal. Karena adanya perjanjian jual beli, maka
seluruh ketentuan tentang jual beli yang relevan akan berlaku. Misalnya tentang
adanya kewajiban “menanggung” dari pihak penjual, kewajiban purna jual
(garansi) dan sebagainya.
3. Hubungan Penyedia Dana dengan Supplier
Dalam hal ini antara pihak penyedia dana (pemberi biaya) dengan pihak
supplier (penyedia barang) tidak mempunyai sesuatu hubungan hukum yang
khusus, kecuali pihak penyedia dana hanya pihak ketiga yang disyaratkan, yaitu
disyaratkan untuk menyediakan dana untuk digunakan dalam perjanjian jual beli
antara pihak supplier dengan pihak konsumen.
23
24

Ibid., hal 231
Ibid

 
 

Universitas Sumatera Utara

 

Karena itu, jika pihak penyedia dana wanprestasi dalam menyediakan
dananya, sementara kontrak jual beli maupun kontrak pembiayaan konsumen
telah selesai dilakukan, jual beli bersyarat antara pihak supplier dengan konsumen
akan batal, sementara pihak konsumen dapat gugat pihak pemberi dana karena
wanprestasi tersebut.

 
 

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Perjanjian Leasing Kenderaan Bermotor (Studi pada PT. Astra Credit Company Medan)

12 106 96

Analisis Terhadap Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Pada Perusahaan Pembiayaan Astra Credit Company Di Medan (Studi Pada PT Astra Credit Company Cabang Medan)

4 75 165

TANGGUNG JAWAB PT ASURANSI ASTRA BUANA TERHADAP TERTANGGUNG DALAM PERJANJIAN ASURANSI KENDARAAN BERMOTOR.

0 0 15

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR.

0 0 6

Perlindungan Hukum Terhadap Tertanggung Asuransi Kendaraan Bermotor Yang Terikat Perjanjian Pembiayaan Konsumen (Studi Pada PT. Astra Credit Company Cabang Medan)

0 1 8

Perlindungan Hukum Terhadap Tertanggung Asuransi Kendaraan Bermotor Yang Terikat Perjanjian Pembiayaan Konsumen (Studi Pada PT. Astra Credit Company Cabang Medan)

0 0 1

Perlindungan Hukum Terhadap Tertanggung Asuransi Kendaraan Bermotor Yang Terikat Perjanjian Pembiayaan Konsumen (Studi Pada PT. Astra Credit Company Cabang Medan)

0 1 15

Perlindungan Hukum Terhadap Tertanggung Asuransi Kendaraan Bermotor Yang Terikat Perjanjian Pembiayaan Konsumen (Studi Pada PT. Astra Credit Company Cabang Medan) Chapter III V

0 0 43

Perlindungan Hukum Terhadap Tertanggung Asuransi Kendaraan Bermotor Yang Terikat Perjanjian Pembiayaan Konsumen (Studi Pada PT. Astra Credit Company Cabang Medan)

0 0 1

Analisis Terhadap Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Pada Perusahaan Pembiayaan Astra Credit Company Di Medan (Studi Pada PT Astra Credit Company Cabang Medan)

0 0 13