Analisis Terhadap Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Pada Perusahaan Pembiayaan Astra Credit Company Di Medan (Studi Pada PT Astra Credit Company Cabang Medan)
TESIS
Oleh
CAROLLA SEMBIRING
107011136/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada
Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
CAROLLA SEMBIRING
107011136/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
Nama Mahasiswa : CAROLLA SEMBIRING
Nomor Pokok : 107011136
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH)
Pembimbing Pembimbing
(Prof. Dr. Sunarmi, SH, MHum) (Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, MHum)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
(4)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH
Anggota : 1. Prof. Dr. Sunarmi, SH, MHum
2. Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, MHum 3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 4. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum
(5)
Nama : CAROLLA SEMBIRING
Nim : 107011136
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : ANALISIS TERHADAP PENYELESAIAN
PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN ASTRA CREDIT COMPANY DI MEDAN (STUDI PADA PT ASTRA CREDIT COMPANY
CABANG MEDAN)
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
Nama :CAROLLA SEMBIRING Nim :107011136
(6)
beban masing-masing pihak secara timbal balik. Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal. Kegiatan Pembiayaan Konsumen dilakukan dalam bentuk penyediaan dana bagi konsumen untuk pembelian barang yang pembayarannya dilakukan secara angsuran atau berkala oleh konsumen.
Adapun permasalahan dalam penelitian iniadalah untuk menjelaskan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya pembiayaan bermasalah, bagaimana bila terjadi pembiayaan bermasalah seperti kasus Said Fahli dan apa tindakan yang diambil, hambatan dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah oleh pihak Astra Credit Company.
Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridisnormatif yang dilakukan dengan cara meneliti sumber-sumber bacaanyang relevan dengan tema penelitian, yang meliputi penelitian terhadap asas-asashukum, sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan yang bersifatteoretis ilmiah yang dapat menganalisa permasalahan yang akan dibahas sertaditambah data lainnya yang diperoleh di lapangan dengan cara wawancara langsung dengan para pihak pihak yang melakukan praktek langsung di lapangan tentang penyelesaian pembiayaan bermasalah di Astra Credit Company.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembiayaan bermasalah yaitu; faktor ekonomi, unsur penipuan yang dialami debitur, karakter debitur, prioritas penggunaan lain yang mendesak. Bila terjadi pembiayaan bermasalah seperti kasus Said Fahli maka tindakan yang diambil oleh PT Astra Credit Company yaitu;Penyelesaian Intern oleh Astra Credit Companiy (ACC) Cabang Medan dan penyelesaian oleh Astra Credit Company (ACC) Jakarta. Hambatan dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah yaitu; Itikad baik debitur, keberatan debitur terhadap eksekusi jaminan fidusia, keberatan harga jual jaminan fidusia, kendaraan bermotor berada pada pihak ketiga.
Disarankan agar Dalam upaya mengurangi faktor yang menyebabkan permasalahan pembiayaan debitur yang berhubungan dengan karakter (itikad baik) debitur, maka kepada Astra Credit Companies (ACC) disarankan untuk lebih memperketat analisis yang berhubungan dengan data-data debitur, serta melakukan cross-check dengan pihak-pihak yang mengenal debitur, Dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah tersebut disarankan dilakukan dengan mengutamakan pendekatan persuasif untuk mengetahui hal-hal yang menjadi faktor penyebab debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya. Dalam penyelesaian hambatan-hambatan yang dihadapi perusahaan, hendaknya tetap berpedoman terhadap peraturan perundangan yang berlaku, khususnya Undang-undang Jaminan Fidusia.
(7)
concerned for legal consequence for the sake of one of the parties’ interest on the other party’s burden or for the sake of the interest of and on the burden of each party mutually. Financial Institution is a business entity which activates financing in the form of providing funds or capital goods. The activity of Consumer Financing is in the form of providing funds to consumers to purchase goods by installing.
The problems in the research were to explain some factors which caused problematic financing, what would occur if there was a problematic financing as it occurred in the case of Said Fadli, and what action would be taken if there was an obstacle in the solution of problematic financing conducted by PT Astra Credit Company.
The research used judicial normative method by studying relevant research materials which included the study on legal principles, legal resources, and theoretical and scientific legal provisions which would be able to analyze the problems, plus other data obtained from the field such as interviewing those who practiced in the solution of problematic financing at PT Astra Credit Company.
The result of the research showed that some factors which caused problematic financing were economic factor, the complaint of fraud by a debtor, debtor’ character, and the priority of other urgent uses. When a problematic financing occurs such as the case of Said Fahli, PT Astra Credit Company (ACC), Medan branch, would take actions by intern solution, followed by the solution by Astra Credit Company (ACC) Jakarta. Some obstacles in solving problematic finance are debtor’s good faith, debtor’s complaint about the execution of fiduciary collateral, complaint about the sale price of fiduciary collateral, and the vehicle is in the hand of the third party.
It is recommended that, in order to decrease the factors which cause the debtor’s problematic financing related to his character (good faith), Astra Credit Company (ACC) should make stricter the analysis which is related to the debtor’s data and make cross-check with those who know the debtor well. It is also recommended that persuasive approach should be given the priority in order to know the factors which cause the debtor not to be able to take his responsibility to pay off his debt. In solving the problems, the company should be guided by the prevailing rules, especially by fiduciary collateral law.
Keywords: Analysis of the Solution of Problematic Financing at PT Astra Credit Company
(8)
melindungi penulis dan memberikan kehidupan sampai sekarang ini. Thesis ini berjudul “ANALISIS TERHADAP PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN ASTRA CREDIT COMPANY DI MEDAN (STUDI PADA PT ASTRA CREDIT COMPANY
CABANG MEDAN)”. Penulisan thesis ini merupakan salah satu persyaratan
untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn.) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Penulisan Tesis ini dapat selesai dengan adanya bantuan dan dorongan serta bimbingan dari berbagai pihak, Teristimewa sekali ucapan terima kasih kepada Ayahanda Alm Calvin Sembiring dan Ibunda tercinta Erlinadice Tarigan yang telah melahirkan dan membesarkan penulis, kepada Paman Ir. Rura S Ginting Moenthe dan Bibi Dr. dr Djuwita Sembiring SpPD, KGEH yang telah mendidik, membesarkan, dan memberikan bantuan baik materil maupun spiritual serta secara khusus buat Istri tercinta dr. Martha Sabrina Ketaren yang telah memberikan dukungan setiap waktu dalam segala situasi baik suka maupun duka sehingga penulis dapat menyelesaikan studi.
Ucapan terima kasih secara khusus kepada yang terhormat dan amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H., Ibu Prof. Dr. Sunarmi. S.H.,
M.Hum., dan Bapak Dr. Faisal Akbar Nasution, SH., M.Hum., selaku Komisi
Pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.
Kemudian juga, semua pihak yang telah berkenan memberi masukan dan arahan yang konstruktif dalam penulisan tesis ini sejak kolokium, seminar hasil sampai ujian tertutup sehingga penulisan menjadi lebih sempurna dan terarah. Selanjutnya ucapan terima kasih penulis yang sebesar-besarnya kepada :
(9)
kepada Penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku ketua program studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan dorongan kepada Penulis untuk segera menyelesaikan penulisan tesis ini.
4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan dorongan kepada Penulis untuk segera menyelesaikan penulisan tesis ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta ilmu yang sangat bermanfaat selama Penulis mengikuti proses kegiatan belajar mengajar di bangku kuliah.
6. Seluruh Staf/Pegawai di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bantuan kepada Penulis selama menjalani pendidikan.
7. Seluruh responden dan informan yang telah banyak membantu dalam hal pengambilan data dan informasi-informasi penting lainnya yang berkenaan dengan penulisan tesis ini.
8. Chevinta Martin Luther Meliala, ST, dr. Chandra Meliala, Eunike August Christi Meliala selaku adik-adik yang tetap membantu penulis dalam setiap kesempatan.
9. Rekan-rekan Mahasiswa dan Mahasiswi di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya angkatan tahun 2010 yang telah banyak memberikan motivasi kepada Penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
(10)
penulis kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, terutama para pemerhati hukum perdata pada umumnya dan ilmu kenotariatan pada khususnya. Atas segala bantuan dan jasa baik yang telah Bapak, Ibu dan rekan-rekan berikan saya mengucapkan terima kasih dan tetap merasakan berkat yang luar biasa.
Medan, April 2013 Penulis,
(11)
Nama : Carolla Sembiring Tempat, Tanggal Lahir : Bekasi, 05 Mei 1982 Nomor Pokok Mahasiswa : 107011136
Status : Menikah
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jl. B. Zein Hamid Km. 7 No. 30 Lingk. Xiii Kel. Titi Kuning Kecamatan Medan Johor
B. ORANG TUA
Nama Ayah : Kalvin Sembiring
Nama Ibu : Erlina Dice Tarigan
Nama Istri : dr. M. Sabrina Ketaren
C. PENDIDIKAN
SD Swasta Immannuel Medan SMP Swasta Immannuel Medan
SMA Swasta Karya Pembangunan Deli Tua
Strata 1 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
(12)
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 10
E. Keaslian Penelitian ... 11
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 12
1. Kerangka Teori ... 12
2. Konsepsi ... 22
G. Metode Penelitian ... 24
BAB II FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PEMBIAYAAN BERMASALAH ... 28
A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian... 28
B. Klausula Baku Dalam Suatu Perjanjian Pembiayaan .. 45
C. Para Pihak Dalam Pembiayaan Konsumen... 70
D. Jaminan dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen ... 75
E. Fidusia... 76
F. Pembiayaan Konsumen pada Astra Credit Companies (ACC) Medan ... 82
G. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Pembiayaan Bermasalah ... 94
(13)
B. Berakhirnya Perjanjian Pembiayaan Konsumen ... 100
C. Proses Terjadinya Pembiayaan Bermasalah ... 101
D. Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah pada Astra Credit Company ... 107
BAB IV HAMBATAN DALAM PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH DI ASTRA CREDIT COMPANIES (ACC) DAN UPAYA PENYELESAIANNYA ... 121
A. Hambatan-hambatan Dalam Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah ... 121
B. Upaya Penyelesaian Hambatan-hambatan... 126
C. Analisa Kasus Said Fahli ... 130
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 144
A. Kesimpulan ... 144
B. Saran ... 146
(14)
beban masing-masing pihak secara timbal balik. Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal. Kegiatan Pembiayaan Konsumen dilakukan dalam bentuk penyediaan dana bagi konsumen untuk pembelian barang yang pembayarannya dilakukan secara angsuran atau berkala oleh konsumen.
Adapun permasalahan dalam penelitian iniadalah untuk menjelaskan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya pembiayaan bermasalah, bagaimana bila terjadi pembiayaan bermasalah seperti kasus Said Fahli dan apa tindakan yang diambil, hambatan dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah oleh pihak Astra Credit Company.
Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridisnormatif yang dilakukan dengan cara meneliti sumber-sumber bacaanyang relevan dengan tema penelitian, yang meliputi penelitian terhadap asas-asashukum, sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan yang bersifatteoretis ilmiah yang dapat menganalisa permasalahan yang akan dibahas sertaditambah data lainnya yang diperoleh di lapangan dengan cara wawancara langsung dengan para pihak pihak yang melakukan praktek langsung di lapangan tentang penyelesaian pembiayaan bermasalah di Astra Credit Company.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembiayaan bermasalah yaitu; faktor ekonomi, unsur penipuan yang dialami debitur, karakter debitur, prioritas penggunaan lain yang mendesak. Bila terjadi pembiayaan bermasalah seperti kasus Said Fahli maka tindakan yang diambil oleh PT Astra Credit Company yaitu;Penyelesaian Intern oleh Astra Credit Companiy (ACC) Cabang Medan dan penyelesaian oleh Astra Credit Company (ACC) Jakarta. Hambatan dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah yaitu; Itikad baik debitur, keberatan debitur terhadap eksekusi jaminan fidusia, keberatan harga jual jaminan fidusia, kendaraan bermotor berada pada pihak ketiga.
Disarankan agar Dalam upaya mengurangi faktor yang menyebabkan permasalahan pembiayaan debitur yang berhubungan dengan karakter (itikad baik) debitur, maka kepada Astra Credit Companies (ACC) disarankan untuk lebih memperketat analisis yang berhubungan dengan data-data debitur, serta melakukan cross-check dengan pihak-pihak yang mengenal debitur, Dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah tersebut disarankan dilakukan dengan mengutamakan pendekatan persuasif untuk mengetahui hal-hal yang menjadi faktor penyebab debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya. Dalam penyelesaian hambatan-hambatan yang dihadapi perusahaan, hendaknya tetap berpedoman terhadap peraturan perundangan yang berlaku, khususnya Undang-undang Jaminan Fidusia.
(15)
concerned for legal consequence for the sake of one of the parties’ interest on the other party’s burden or for the sake of the interest of and on the burden of each party mutually. Financial Institution is a business entity which activates financing in the form of providing funds or capital goods. The activity of Consumer Financing is in the form of providing funds to consumers to purchase goods by installing.
The problems in the research were to explain some factors which caused problematic financing, what would occur if there was a problematic financing as it occurred in the case of Said Fadli, and what action would be taken if there was an obstacle in the solution of problematic financing conducted by PT Astra Credit Company.
The research used judicial normative method by studying relevant research materials which included the study on legal principles, legal resources, and theoretical and scientific legal provisions which would be able to analyze the problems, plus other data obtained from the field such as interviewing those who practiced in the solution of problematic financing at PT Astra Credit Company.
The result of the research showed that some factors which caused problematic financing were economic factor, the complaint of fraud by a debtor, debtor’ character, and the priority of other urgent uses. When a problematic financing occurs such as the case of Said Fahli, PT Astra Credit Company (ACC), Medan branch, would take actions by intern solution, followed by the solution by Astra Credit Company (ACC) Jakarta. Some obstacles in solving problematic finance are debtor’s good faith, debtor’s complaint about the execution of fiduciary collateral, complaint about the sale price of fiduciary collateral, and the vehicle is in the hand of the third party.
It is recommended that, in order to decrease the factors which cause the debtor’s problematic financing related to his character (good faith), Astra Credit Company (ACC) should make stricter the analysis which is related to the debtor’s data and make cross-check with those who know the debtor well. It is also recommended that persuasive approach should be given the priority in order to know the factors which cause the debtor not to be able to take his responsibility to pay off his debt. In solving the problems, the company should be guided by the prevailing rules, especially by fiduciary collateral law.
Keywords: Analysis of the Solution of Problematic Financing at PT Astra Credit Company
(16)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lembaga keuangan di Indonesia dibedakan menjadi dua yaitu lembaga
keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank. Dalam praktek kehidupan
sehari-hari lembaga keuangan yang sudah tidak asing dikenal oleh masyarakat adalah bank.
Bank merupakan salah satu bentuk lembaga keuangan yang bertujuan untuk
memberikan kredit, pinjaman dan jasa-jasa keuangan lainnya, sehingga dapat
dikemukakan bahwa fungsi bank pada umumnya adalah melayani kebutuhan
pembiayaan dan melancarkan mekanisme sistim pembayaran bagi banyak sektor
perekonomian.
Lembaga pembiayaan merupakan salah satu bentuk usaha di bidang lembaga
keuangan non bank yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembiayaan
dan pengelolaan salah satu sumber dana pembangunan di Indonesia. Kegiatan
lembaga pembiayaan dilakukan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal
dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat melalui deposito,
tabungan, giro dan surat sanggup bayar.
Berdasarkan pengalaman usaha sewa guna usaha, maka pada tahun 1988
pemerintah mengeluarkan Paket Kebijaksanan 20 Desember 1988 atau pakdes 1988
yang mulai memperkenalkan usaha lembaga pembiayaan yang tidak hanya sewa guna
(17)
kebijaksanaan Desember 1988 yang dikeluarkan oleh pemerintah dituangkan dalam
keputusan presiden No. 61 tahun 1988 tanggal 20 Desember 1988 tentang lembaga
pembiayaan dan keputusan menteri keuangan No. 125/KMK.013/1988 tanggal 20
Desember 1988 tentang Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Adanya
keputusan Presiden ini, maka kegiatan lembaga pembiayaan diperluas sehingga
menjadi 6 (enam) jenis kegiatan usaha yang meliputi:1
1. Sewa Guna Usaha (Leasing)
2. Modal Ventura(Venture Capital)
3. Anjak Piutang (Factoring)
4. Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance)
5. Kartu Kredit (Credit Card)
6. Perdagangan, Surat Berharga (Security Wesel)
Salah satu sistim pembiayaan alternatif yang cukup berperan aktif dalam
menunjang dunia usaha akhir-akhir ini yaitu pembiayaan konsumen atau dikenal
dengan istilahconsumer finance. Berdasarkan Pasal 1 angka (6) Keputusan Presiden
Nomor 61 Tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan, perusahaan pembiayaan
konsumen adalah Badan usaha yang melakukan pembiayaan pengadaan barang untuk
kebutuhan konsumen dengan sistim pembayaran berkala.
Sejak diumumkannya Paket Kebijaksanaan 20 Desember 1988 (Pakdes 20,
1988), mulai diperkenalkan pranata hukum baru di Indonesia, salah satu diantaranya
1Budi Racmat,Multi Finance (Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen),
(18)
adalah Pembiayaan Konsumen. Dengan memanfaatkan Lembaga Pembiayaan ini,
masyarakat yang tadinya sulit untuk membeli barang kebutuhannya secara tunai, kini
dengan bantuan Pembiayaan Konsumen kebutuhan mereka dapat terpenuhi.
Konsumen yang berkepentingan menghubungi Perusahaan Pembiayaan Konsumen
agar dapat membayar secara tunai harga barang kebutuhan yang dibelinya dari
pemasok (Supplier) dengan ketentuan pembayaran kembali harga barang itu kepada
Perusahaan Pembiayaan Konsumen dilakukan secara angsuran. Dengan cara
demikian, kebutuhan masyarakat konsumen dapat terpenuhi secara wajar.2
Pembiayaan Konsumen ini mendapat dasar dan momentumnya dengan
dikeluarkannya Keppres No 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan yang
kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Keuangan No.
1251/KMK.013/1988 tentang “Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga
Pembiayaan, sebagaimana telah berkali-kali diubah, terakhir dengan Keputusan
Menteri Keuangan RI No. 448/KMK 017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan”.
Dimana ditentukan bahwa salah satu kegiatan dari Lembaga Pembiayaan tersebut
adalah menyalurkan dana dengan sistem yang disebut “Pembiayaan Konsumen”.
Menurut ketentuan Pasal 1 angka (6) Keppres Nomor 61 Tahun 1988 tentang
Lembaga Pembiayaan, Pembiayaan Konsumen adalah pembiayaan pengadaan barang
untuk kebutuhan konsumen dengan sistem pembayaran angsuran atau berkala.
2 Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan
(19)
Berdasarkan definisi tersebut dapat dipahami dan dirinci unsur-unsur pengertian
Pembiayaan Konsumen sebagai berikut:3
1. Subjek adalah pihak-pihak yang terkait dalam hubungan hukum pembiayaan
konsumen, yaitu Perusahaan Pembiayaan Konsumen (kreditor), Konsumen
(debitor), dan penyedia barang (Pemasok/Supplier).
2. Objek adalah barang bergerak keperluan konsumen yang akan dipakai untuk
keperluan hidup atau keperluan rumah tangga, misalnya televisi, kulkas,
mesin cuci, alat-alat dapur, perabot rumah tangga, kendaraan, dan lain-lain.
3. Perjanjian adalah perbuatan persetujuan pembiayaan yang diadakan antara
Perusahaan Pembiayaan Konsumen dan konsumen, serta jual beli antara
pemasok dan konsumen. Perjanjian tersebut didukung oleh
dokumen-dokumen.
4. Hubungan kewajiban dan hak, dimana perusahaan pembiayaan konsumen
wajib membiayai harga pembelian barang keperluan konsumen dengan
membayar tunai kepada pemasok untuk kepentingan konsumen, sedangkan
konsumen wajib membayar harga barang secara angsuran kepada perusahaan
pembiayaan konsumen dan pemasok wajib menyerahkan barang kepada
konsumen.
5. Jaminan berupa kepercayaan terhadap konsumen (debitor) merupakan
jaminan utama bahwa konsumen dapat dipercaya untuk membayar
angsurannya sampai selesai. Barang yang dibiayai oleh perusahaan
(20)
pembiayaan konsumen merupakan jaminan pokok secara fidusia, semua
dokumen kepemilikan barang dikuasai oleh perusahaan pembiayaan
konsumen (fiduciary transfer of ownership) sampai angsuran terakhir dilunasi.
Di samping kedua jaminan yang disebutkan itu, pengakuan hutang
(promissory notes) merupakan jaminan tambahan.
Konsumen adalah pihak yang paling mengetahui barang-barang yang
dibutuhkannya dan mempunyai inisiatif pertama untuk menghubungi perusahaan
pembiayaan konsumen. Sebelum menghubungi perusahaan tersebut, konsumen telah
menetapkan daftar barang yang dibutuhkan dengan harganya berdasarkan penawaran
dari pihak pemasok. Atas permohonan konsumen, perusahaaan pembiayaan
konsumen menyiapkan dokumen pendahuluan berupa barang permohonan kredit
(credit application form) untuk diisi oleh konsumen, barang permohonan kredit
tersebut kemudian diperiksa oleh petugas yang ditunjuk oleh perusahaan (surveyor
report), dan bila sudah memenuhi syarat, perusahaan menerbitkan Surat Persetujuan
Kredit (Credit Approval Memorandum).4
Pada era globalisasi saat ini, masalah kebutuhan dan pemenuhan kebutuhan
hidup merupakan sebuah ungkapan yang tidak asing dalam lingkup perekonomian,
kebutuhan yang tak terbatas dengan alat pemenuhan yang sangat terbatas, hal yang
demikian akibat pada masyarakat tidak diimbangi dengan kemampuan sumberdaya
manusia yang memadai. Pada akhirnya akan menimbulkan berbagai masalah
(21)
keuangan bagi sebagian kalangan yang tingkat perekonomiannya menengah ke
bawah.
Keinginan individu terhadap pemenuhan pangan, sandang dan papan, baik
yang kebutuhan barang atau jasa, merupakan kebutuhan mendasar yang tidak dapat
dielakkan begitu saja, sehingga pentingnya pemenuhan terhadap segala aspek
kebutuhan yang ada menyebabkan setiap individu masyarakat berusaha untuk
mencari barang/jasa yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pada akhirnya banyak masyarakat yang menggunakan jasa perusahaan
finansial yang memberikan alternatif jasa permodalan, pembiayaan maupun tabungan
kepada masyarakat, sehingga masyarakat dapat memilih salah satu dari sekian banyak
alternatif yang dipandang sesuai untuk meningkatkan kesejahteraan pribadi
masyarakat yang bersangkutan. Dengan begitu masyarakat ingin mengedepankan
sebuah kualitas kehidupan yang ditunjang oleh kualitas penghasilan secara ekonomi.
Salah satu alternatif yang ditawarkan bagi masyarakat yang menginginkan tambahan
modal ataupun hanya sekedar keluar dari permasalahan keuangan untuk membangun
dan mengembangkan usahanya adalah dengan memanfaatkan jasa lembaga
pembiayaan dalam bentuk pembiayaan konsumen.
Lahirnya pemberian kredit dengan sistem pembiayaan konsumen ini
sebenarnya sebagai jawaban atas kenyataan-kenyataan sebagai berikut:5
1. Bank-bank kurang tertarik atau tidak cukup banyak dalam menyediakan kredit kepada konsumen yang umumnya merupakan kredit-kredit berukuran kecil.
5Munir Fuady,Hukum tentang Lembaga Pembiayaan Dalam Teori dan Praktek, (Bandung:
(22)
2. Sumber dana yang formal lainnya banyak keterbatasan atau sistemnya yang kurang fleksibel atau tidak sesuai kebutuhan.
3. Sistem pembayaran informal seperti yang dilakukan oleh para lintah darat dirasakan sangat mencekam masyarakat sehingga sistem seperti ini sangat dibenci dan dianggap sebagai riba dan banyak negara maupun agama melarangnya.
Pembiayaan konsumen juga menerapkan prinsip-prinsip umum yang berlaku
dalam perkreditan. Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah The 5 C’s of credit yaitu
collateral, capacity, character, capital, condition of economy. Jaminan pokok ini
berupa barang modal hasil pembelian dari transaksi pembiayaan konsumen itu
sendiri. Jika pembiayaan konsumen digunakan untuk membeli sepeda motor, maka
sepeda motor yang bersangkutan menjadi jaminan pokoknya. Jaminana tersebut
dibuat dalam bentukfiduciary transfer of ownership(fiducia), maka biasanya seluruh
dokumen yang berkaitan dengan kepemilikan barang yang bersangkutan akan
dipegang oleh pihak perusahaan pembiayaan konsumen sampai angsuran dilunasi
oleh konsumen/debitur.6
Pada kenyataannya bisnis pembiayaan konsumen ini memang bukanlah tanpa
resiko. Sebagai suatu pemberian kredit, salah satu resiko itu adalah macetnya
pembayaran angsuran oleh konsumen, dalam hal ini berarti terdapat adanya kredit
bermasalah. Kredit bermasalah adalah kredit dengan kolektibilitas macet ditambah
dengan kredit-kredit yang memiliki kolektibilitas diragukan yang mempunyai potensi
menjadi macet. Kredit bermasalah dan kredit macet selalu dilihat dan diukur dari
kolektibilitas kredit yang bersangkutan.7 Suatu kredit dikatakan macet sejak tidak
6Sunaryo,Hukum lembagapembiayaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 100 7Adbulkadir Muhammad, Rilda Murniati,Op.cit., hal. 68
(23)
ditepatinya atau tidak dipenuhinya ketentuan yang tercantum dalam perjanjian kredit,
yaitu apabila debitur selama tiga kali berturut-turut tidak membayar angsuran dan
bunganya.
Akibat adanya kredit bermasalah ini, dapat menyebabkan lembaga
pembiayaan mengalami kesulitan terutama menyangkut dengan tingkat kesehatan
keuangan lembaga pembiayaan, yang berarti terjadi kemerosotan kinerja sekaligus
terhadap nilai suatu perusahaan. Pada perjanjian pembiayaan dengan jaminan fidusia
terdapat klausula yang menyatakan bahwa apabila debitur tidak melunasi hutangnya
atau tidak memenuhi kewajibannya kepada kreditor maka tanpa melalui pengadilan
lebih dahulu, kreditor berhak dan memberi kuasa substitusi kreditor untuk melakukan
tindakan yang diperlukan, misalnya mengambil di manapun dan di tempat siapapun
barang tersebut berada dan menjual di muka umum atau secara di bawah tangan.
Klausula perjanjian seperti di atas dicantumkan oleh hampir semua lembaga
pembiayaan termasuk pada Perjanjian Pembiayaan Dengan Jaminan Fidusia yang
dibuat oleh Astra Credit Companies(ACC). PT Astra Credit Company (ACC) Medan adalah salah satu perusahaan yang bergerak dibidang pembiayaan mobil. Perusahaan
ini membantu konsumen dalam melakukan pembelian mobil baik secara tunai dan
secara angsuran (cicilan) untuk segala jenis merk mobil. Perusahaan ini bekerjasama
dengan dealer - dealer mobil seperti BMW, Peugeot, Toyota, Daihatsu, Isuzu.
Perusahaan ini. Astra Credit Company (ACC) juga memiliki cabang di Indonesia
salah satunya adalah Aceh dan Medan dan pusatnya adalah di Jakarta. Agar dapat
(24)
manajemen perusahaan agar dapat menghasilkan kinerja perusahaan secara efektif
dan efisien.
Pada pelaksanaan sehari-hari, sebelum keputusan untuk mengambil tindakan
pengambilan barang di manapun dan di tempat siapapun, Astra Credit Companies
(ACC) masih menempuh tindakan-tindakan yang bersifat persuasif. Tahapan tindakan
persuasif yang diambil ini ada yang sepenuhnya ditempuh oleh Astra Credit
Companies(ACC), namun terkadang terdapat tahapan tindakan persuasif yang tidak
dilalui, yaitu bila dipandang debitur sudah bertikad buruk.
Terhadap pembiayaan bermasalah yang timbul dalam pembiayaan konsumen
ini, diperlukan penanganan dengan segera oleh pihak lembaga pembiayaan agar tidak
berkelanjutan menjadi pembiayaan macet yang jika persentasenya terus meningkat
akan dapat mempengaruhi tingkat kesehatan suatu perusahaan.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian mengenai faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembiayaan
bermasalah serta pola penyelesaian yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan
konsumen atas pembiayaan bermasalah tersebut serta titel/alas hak dalam pemberian
dana dari lembaga pembiayaan ke konsumen dalam suatu penelitian yang berjudul:
Analisis terhadap Alternatif Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah pada PT. Astra
(25)
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka diformulasikan
beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yakni sebagai
berikut:
1. Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya pembiayaan bermasalah
dalam pembiayaanAstra Credit Companies(ACC)?
2. Bagaimana penyelesaian pembiayaan bermasalah di Astra Credit Companies
(ACC)?
3. Apa hambatan dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah di Astra Credit
Companies(ACC) dan bagaimana upaya peyelesaiannya?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya pembiayaan bermasalah dalam pembiayaan Astra Credit
Companies(ACC)
2. Bagaimana bila terjadi pembiayaan bermasalah seperti kasus Said Fahli dan
apa tindakan yang diambil oleh pihak Astra Credit Company.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis hambatan dalam penyelesaian
pembiayaan bermasalah di Astra Credit Companies (ACC) secara umum dan
secara khusus pada Kasus Said Fahli
D. Manfaat Penelitian 1. Teoritis
(26)
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan
khasanah dan pendalaman ilmu pengetahuan hukum terutama tentang
penyelesaian pembiayaan bermasalah pada perjanjian pembiayaan konsumen
yang lebih efektif dan efisien.
2. Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
pemikiran bagi pengambil keputusan dalam instansi lembaga pembiayaan
untuk menghadapi persoalan yang muncul dalam perjanjian pembiayaan
konsumen dan penegakan hukum dalam praktek pembiayaan konsumen.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan, khususnya di lingkungan Sekolah
Pascasarjana Unversitas Sumatera Utara terhadap hasil-hasil penelitian yang ada,
memang sudah ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan pembiayaan yaitu:
No.
Nama/Nim
Judul
1. T. Dhiaul Akbar Nim. 107011021
Tinjauan Yuridis Terhadap Adendum Akad Pembiayaan Murabahah Sebagai Upaya Restrukturisasi Pembiayaan Bermasalah
2. Intan Harahap Nim. 077011031
Kedudukan Fidusia Sebagai Jaminan Akad Pembiayaan Murabahah Pada Bank Syariah (Studi Kasus : Bank Muamalat Medan)
3. Nurhimmi Falahiyati Nim. 077011053
Kajian Hukum Terhadap Peranan Notaris Dalam Pembuatan Aqad Pembiayaan Murabahah Dengan Jaminan Tanah Yang Belum Bersertifikat
(27)
4. Diana Febrina Lubis Nim. 017011015
Prinsip Bagi Hasil Pada Perjanjian Pembiayaan Perusahaan Modal Ventura (Suatu Penelitian Di Kota Medan) 5. Wihardi
Nim. 047011076
Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pembiayaan Sepeda Motor Melalui Perusahaan Pembiayaan Di Kota Medan
6. Ivon Lazuardy Ananda Nim. 057011037
Perjanjian Pembiayaan Dengan Cara Partisipasi Terbatas Antara PT. Sarana Sumut Venture Dengan PT. Sarana Krakatau Digdaya
Namun belum ada yang melakukan penelitian dengan judul “Analisis terhadap
Alternatif Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah pada PT. Astra Credit Company
(Studi Kasus Said Fahli pada Perusahaan Pembiayaan Astra Credit Company Medan).
Oleh karena itu, penelitian yang dilakukan dalam penulisan ini adalah asli sehingga
dapat dipertanggungjawabkan secara akademis berdasarkan nilai objektivitas dan
kejujuran.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka teori
Teori dipergunakan untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala
spesifik atau proses tertentu terjadi.8 Sedangkan kerangka teori merupakan landasan
dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari
permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran
8J. J. M. Wuisman,Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Asas-Asas,Penyunting M. Hisyam, (Jakarta:
(28)
atau butir-butir pendapat teori, tesis sebagai pegangan baik disetujui atau tidak
disetujui.9
Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan
arahan/petunjuk serta menjelaskan gejala yang diamati.10 Dikarenakan penelitian ini
merupakan penelitian hukum dalam lapangan hukum perjanjian, maka teori hukum
yang dipergunakan adalah teori hukum dalam lapangan hukum perjanjian.
Dasar pokok pengaturan pembiayaan konsumen adalah hukum
kontrak/perjanjian. Dalam pembiayaan konsumen, bentuk perjanjian kerjasamanya
merupakan suatu permufakatan atau persepakatan antara pihak-pihak yang
mengadakannya, dimana masing-masing pihak diikat oleh janji-janji yang telah
diadakan antara masing-masing, kemudian berkembang menjadi satu kerjasama
antara masing-masing pihak untuk secara bersama-sama mencapai suatu tujuan
tertentu yang telah disepakati.
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada
seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.
Dari peristiwa ini timbul suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan
perikatan. Perjanjian menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang
membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang
mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.11
9M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian,(Bandung: Mandar Madju, 1994), hal. 80. 10Snelbecker dalam Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1993), hal. 35.
(29)
Memperjelas mengenai definisi perjanjian, M Yahya Harahap menyatakan
bahwa perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara
dua orang atau lebih, yang memberikan kekuatan hak pada suatu pihak untuk
memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan
prestasi.12
Kontrak adalah bagian dari bentuk suatu perjanjian sebagaimana yang termuat
dalam Pasal 1313 KUH Perdata adalah sangat luas, maka kontrak dapat menjadi
bagian dari suatu perjanjian. Akan tetapi yang membedakan kontrak dengan
perjanjian adalah sifatnya dan bentuknya. Kontrak lebih besifat untuk bisnis dan
bentuknya perjanjian tertulis. Kontrak memiliki suatu hubungan hukum oleh para
pihak yang saling mengikat, maksudnya adalah antara para pihak yang satu dengan
yang lainnya saling mengikatkan dirinya dalam kontrak tersebut, pihak yang satu
dapat menuntut sesuatu kepada pihak yang lain, dan pihak yang dituntut
berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Kontrak yang dibuat oleh para pihak
berlaku sebagai undang-undang bila terjadi pelanggaran isi kontrak.
Hukum kontrak di Indonesia menganut sistem terbuka yang berarti bahwa
setiap orang bebas membuat kontrak, sehingga mempunyai sifat yang “optional
law”.13Dalam pembuatan suatu perjanjian atau kontrak dikenal salah satu asas,yaitu
asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak merupakan suatu asas yang
memberikan suatu pemahaman bahwa setiap orang dapat melakukan suatu kontrak
12M. Yahya Harahap,Segi-segi Hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1986) hal. 6. 13 Subekti,Op. cit,hal. 13.
(30)
dengan siapapun dan untuk hal apapun. Namun asas kebebasan berkontrak bukan
berarti bebas mutlak, ada beberapa pembatasan yang diberikan oleh Pasal-Pasal
dalam KUH Perdata terhadap asas ini yang membuat asas ini merupakan asas tidak
tak terbatas. Pembatasan asas kebebasan berkontrak selain harus memenuhi syarat
sahnya suatu perjanjian yang tertuang dalam Pasal 1320 KUH Perdata juga dapat
disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang menyatakan bahwa suatu
perjanjian hanya dapat dilaksanakan dengan itikad baik. Dengan demikian, cara ini
dikatakan system terbuka, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak
diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjiannya dan sebagai undang-undang
bagi mereka sendiri, dengan pembatasan bahwa perjanjian yang dibuat tidak boleh
bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma
kesusilaan. Aspek-aspek kebebasan berkontrak dalam Pasal 1338 KUH Perdata
(BW), yang menyiratkan adanya 3 (tiga asas) yang seyogyanya dalam perjanjian:
1. Mengenai terjadinya perjanjian
Asas yang disebut konsensualisme, artinya menurut BW perjanjian hanya terjadi apabila telah adanya persetujuan kehendak antara para pihak (consensus, consensualisme).
2. Tentang akibat perjanjian
Bahwa perjanjian mempunyai kekuatan yang mengikat antara pihak-pihak itu sendiri. Asas ini ditegaskan dalam Pasal 1338 ayat (1) BW yang menegaskan bahwa perjanjian dibuat secara sah di antara para pihak, berlaku sebagai Undang-Undang bagi pihak-pihak yang melakukan perjanjian tersebut.
3. Tentang isi perjanjian
Sepenuhnya diserahkan kepada para pihak (contractsvrijheid atau partijautonomie) yang bersangkutan. Dengan kata lain selama perjanjian itu tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, kesusilaan, mengikat kepentingan umum dan ketertiban, maka perjanjian itu diperbolehkan. Oleh karena itu para pihak tidak dapat menentukan sekehendak hati klausul-klausul yang terdapat dalam perjanjiian tetapi harus didasarkan dan dilaksanakan
(31)
dengan itikad baik. Perjanjian yang didasarkan pada itikad buruk misalnya penipuan mempunyai akibat hukum perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Sehingga dalam membuat perjanjian pembiayaan konsumen para pihak bebas untuk membuat perjanjian dengan pihak manapun yang dikehendakinya dan bebas mengatur isi kontrak tersebut sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perjanjian yang dibuat dengan sengaja atas kehendak para pihak secara sukarela dan yang telah disepakati/disetujui oleh para pihak harus dilaksanakan oleh para pihak sebagaimana yang telah dikehendaki. Dalam hal salah satu pihak dalam perjanjian tidak melaksanakannya, maka pihak lain dalam perjanjian berhak untuk memaksakan pelaksanaannya melalui mekanisme dan jalur hukum yang berlaku.14
Dengan adanya kesepakatan, maka muncullah hak dan kewajiban di antara
para pihak. Dalam pembiayaan konsumen ditentukan hak dan kewajiban dari
masing-masing pihak yang harus dilaksanakan, dimana antara hak dan kewajiban tersebut
terdapat suatu keseimbangan. Pembiayaan konsumen telah diikat dengan suatu
ketentuan yang didasarkan oleh kata sepakat dan dituangkan dalam kesepakatan
tertulis dengan tujuan saling menguntungkan. Hal ini berarti bahwa pembiayaan
konsumen menyebabkan para pihak mempunyai kewajiban untuk memberikan
kemanfaatan pada pihak lainnya dan sebaliknya, lawannya untuk menerima manfaat
yang menguntungkan atau berguna bagi dirinya dari hubungan perjanjian tersebut.
Selain melakukan analisis dengan menggunakan pendekatan perjanjian, dalam
penelitian ini juga digunakan pendekatan teori keseimbangan. dimana nantinya akan
dilihat keseimbangan antara lembaga pembiayaan selaku lembaga keuangan yang
menyalurkan pembiayaan dan konsumen yang menerima pembiayaan. Keseimbangan
14Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja,Perikatan yang Lahir dariPerjanjian, (Jakarta: Raja
(32)
untuk memperoleh kepastian hukum antara para pihak dalam perjanjian beli kembali
ini menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian.
Teori keseimbangan ini dipelopori oleh Aristoteles dimana Ia menyatakan
bahwa hukum harus diluruskan penegakannya sehingga memberi keseimbangan yang
adil terhadap orang-orang yang mencari keadilan. Dalam teori keseimbangan semua
orang mempunyai kedudukan yang sama dan diperlakukan sama pula (seimbang) di
hadapan hukum.15
Teori keseimbangan tersebut di atas didukung pula dengan teori keadilan yang
mampu menjamin pelaksanaan hak dan sekaligus mendistribusikan kewajiban secara
adil bagi para pihak yang terikat dalam perjanjian. Oleh karenanya suatu konsep
keadilan yang baik haruslah bersifat kontraktual, konsekuensinya setiap konsep
keadilan yang tidak berbasis kontraktual harus dikesampingkan demi kepentingan
keadilan itu sendiri.16
Dalam ilmu hukum, ada empat unsur yang merupakan fondasi penting, yaitu:
moral, hukum, kebenaran, dan keadilan. Akan tetapi menurut filosof besar bangsa
Yunani, yaitu Plato, keadilan merupakan nilai kebajikan yang tertinggi. Menurut
Plato, “Justice is the supreme virtue which harmonize all other virtues.”17
Teori Keadilan Hukum menerangkan bahwa setiap orang tidak akan merasa
dirugikan kepentingannya dalam batas-batas yang layak. Jadi keadilan bukan berarti
15Satjipto Raharjo,Ilmu Hukum,(Bandung: Mandar Maju, 1985), hal. 87.
16 Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Yustisi, 2000),
hal.42.
17Roscoe Pound,Justice According To Law,(New Haven USA: Yale University Press, 1952),
(33)
bahwa setiap orang memperoleh bagian yang sama. Tentang isi keadilan sukar untuk
memberi batasannya. Aristoteles membedakan adanya dua macam keadilan, yaitu
justitia distributiva dan justitia commutativa. Justitia distributiva menuntut bahwa
setiap orang mendapat apa yang menjadi hak atau jatahnya, yang adil di sini ialah
apabila setiap orang mendapat hak atau jatahnya secara proporsional mengingat akan
pendidikan, kedudukan, kemampuan dan sebagainya. Sedangkanjustitia commutativa
memberi kepada setiap orang sama banyaknya, yang adil ialah apabila setiap orang
diperlakukan sama tanpa memandang kedudukan dan sebagainya.18
Menurut Mill, keadilan bersumber pada naluri manusia untuk menolak dan
membalas kerusakan yang diderita, baik oleh diri sendiri, maupun oleh siapa saja
yang mendapatkan simpati. Penderitaan, tidak hanya atas dasar kepentingan
individual, melainkan lebih luas dari itu, sampai kepada orang-orang lain yang
disamakan dengan diri sendiri. Hakikat keadilan, dengan demikian mencakup semua
persyaratan moral yang sangat hakiki bagi kesejahteraan umat manusia.19
John Stuart Mill setuju dengan Bentham, bahwa suatu tindakan itu hendaklah
ditujukan kepada pencapaian kebahagiaan, sebaliknya suatu tindakan adalah salah
apabila ia menghasilkan sesuatu yang merupakan kebalikan dari kebahagiaan. Ia
menyetujui, bahwa standar keadilan hendaknya didasarkan pada kegunaannya. Akan
tetapi ia berpendapat, bahwa asal usul kesadaran akan keadilan itu tidak ditemukan
18Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 2003),
hal. 77.
19Edgar Bodenheimer,Jurisprudence, the philosophy and the Methos of the Law, (Cambridge
(34)
pada kegunaan, melainkan pada dua sentimen, yaitu rangsangan untuk
mempertahankan diri dan perasaan simpati.20
Pada dasarnya suatu perjanjian kerjasama ini berawal dari suatu perbedaan
atau ketidaksamaan kepentingan di antara para pihak yang bersangkutan. Perumusan
hubungan perjanjian senantiasa diawali dengan proses negosiasi di antara para pihak.
Melalui proses negosiasi para pihak berupaya menciptakan bentuk-bentuk adanya
kesepakatan untuk saling mempertemukan sesuatu yang diinginkan (kepentingan)
melalui proses tawar menawar tersebut.21
Pada umumnya berawal terjadinya perbedaan kepentingan para pihak akan
dicoba dipertemukan melalui adanya kesepakatan para pihak. Oleh karena itu melalui
hubungan perjanjian, perbedaan tersebut dapat diakomodir dan selanjutnya dapat
dibingkai dengan sebuah perangkat hukum sehingga dapat mengikat para pihak.
Mengenai sisi kepastian hukum dan keadilan, justru akan tercapai apabila perbedaan
yang ada di antara para pihak dapat terakomodir melalui sebuah mekanisme
hubungan perikatan yang bekerja secara seimbang dan terarah.22
Dengan tujuan pembentukan pembiayaan konsumen, diharapkan akan
memunculkan perjanjian secara adil dan seimbang bagi para pihak dalam hubungan
kerjasama, tetapi jika para pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
mestinya karena adanya perbuatan atas wanprestasi berarti prestasinya tidak
20Ibid.`
21Agus Yudha Hernoko,Hukum Perjanjian Azas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial,
(Yogyakarta: Laksbang Mediatama, 2008), hal.1
(35)
dilakukan pihak, dengan sendirinya hak dari pihak lain menjadi tidak terwujud, dan
menimbulkan adanya kerugian. Pihak yang dirugikan diberi kesempatan untuk
mengajukan gugatan atau tuntutan ke pengadilan untuk meminta kerugian sebagai
upaya pihak yang bersangkutan agar mendapatkan pemulihan atas haknya tersebut.23
Asas kebebasan berkontrak merupakan inti daripada perjanjian kerjasama ini
yang mengandung pengertian bahwa para pihak bebas memperjanjikan apa saja
asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.
Lebih jauh lagi para pihak yang membuat perjanjian harus mempunyai posisi yang
setara dalam memperjuangkan hak dan kewajibannya, sehingga kedudukan hak dan
kewajiban para pihak menjadi seimbang.
Sebagai teori pendukung dalam penelitian ini digunakan teori analisis kredit dan teori prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit. Untuk meminimalkan tingkat pembiayaan bermasalah salah satu proses yang sangat penting adalah pada saat analisis kredit. Sebelum memberikan kredit, pihak kreditor biasanya melakukan penelitian terlebih dahulu terhadap Character (watak). Capacity (kemampuan), Capital (modal), Collateral (agunan) dan Condition of Economic (prospek usaha debitor) atau yang lebih dikenal dengan istilah 5C. Sebelum melakukan pemberian kredit, sekurang-kurangnya kreditor harus melakukan analisis kelayakan usaha melalui penerapan faktor 5C serta penilaian terhadap aspek kemampuan membayar, yakni:24
a. Character
23Handri Raharjo,Loc. cit
24 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
(36)
Faktor ini menyangkut kemauan debitor untuk membayar kembali kreditnya.
Kemauan debitor dapat dilihat dari track record pembayaran pinjaman
sebelumnya maupun pertimbangan terhadap latar belakang pendidikan dan
pengalaman dalam bisnis.
b. Capacity
Faktor ini untuk menjawab pertanyaan “can he pay?” atau kemampuan
debitor untuk membayar kreditnya. Kemampuan ini dapat dilihat dari cash
flow. Sejarah pembayaran juga akan menjadi pertimbangan untuk melihat
kemungkinan pembayaran yang akan datang.
c. Capital
Capital diperlukan untuk menjawab pertanyaan “how much can he pay?”
Capital juga dapat diartikan jumlah uang yang diinvestasikan dalam bisnis
tersebut dan besarnya risiko yang perlu ditanggung ketika bisnis tersebut
gagal.
d. Condition of Economy
Penilaian faktor ini menyangkut kondisi bisnis seperti tujuan peminjaman
ataupun kondisi eksternal yang berada di luar kendali debitor seperti kondisi
ekonomi dan tingkat persaingan usaha.
e. Collateral
Apabila terjadi suatu kegagalan oleh debitor yang menyebabkan macetnya
(37)
melunasi kredit. Jadi agunan merupakan second way out bagi kreditor untuk
menjamin pembayaran kredit atau sebagai bentuk sekuritisasi kreditnya.
Jaminan disini berarti kekayaan yang dapat dikaitkan sebagai jaminan guna
kepastian pelunasan di kemudian hari jika penerima kredit tidak melunasi
hutangnya.25 Jika kreditor menilai bahwa seorang calon debitor telah memenuhi
kriteria di atas, barulah kreditor mau memberikan kredit yang diminta debitor
tersebut.
Kegiatan perkreditan akan berjalan lancar apabila adanya saling mempercayai
dari semua pihak yang terkait dengan kegiatan tersebut. Keadaan itupun dapat
terwujud hanya apabila semua pihak yang terkait mempunyai integritas moral.
2. Konsepsi
Konsep adalah suatu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan
sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi sesuatu yang konkrit, yang
disebut denganoperasional definition.26Pentingnya definisi operasional adalah untuk
menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu
istilah yang dipakai.27 Oleh karena itu, untuk menjawab permasalahan dalam
penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional
diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, dalam
rangka menyamakan persepsi yakni sebagai berikut:
25Levy dalam Mariam Darus Badrulzaman,Perjanjian Kredit Bank, (Bandung: Citra Aditya
Bakti, 1991), hal. 56-59.
26Sutan Remy Sjahdeini,Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para
Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993), hal. 10.
27Tan Kamello, .Perkembangan Lembaga Jaminan Fidusia: Suatu Tinjauan Putusan
(38)
a. Lembaga keuangan bukan bank adalah badan usaha yang melakukan kegiatan
di bidang keuangan yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun
dana dengan jalan mengeluarkan surat berharga dan menyalurkannya ke
dalam masyarakat guna membiayai investasi perusahaan-perusahaan
b. Lembaga pembiayaan dalam penulisan ini adalah: Perusahaan Pembiayaan
Konsumen yang berupa badan usaha yang melakukan pembiayaan pengadaan
barang dalam hal ini kendaraan bermotor yaitu mobil untuk kebutuhan
konsumen dengan melakukan pembayaran dengan sistem angsuran atau
berkala.
c. Pembiayaan adalah suatu pemberian pinjaman berdasarkan prinsip
kepercayaan dan persetujuan pinjam meminjam antara pemilik modal dan
peminjam sebagai fungsi untuk menghasilkan usaha dimana peminjam
berkewajiban mengembalikan uang yang telah dipinjam sesuai dengan
kesepakatan.
d. Pembiayaan bermasalah adalah jika terdapat keterlambatan pembayaran
angsuran atau cicilan pada tanggal yang telah ditentukan dalam perjanjian
kredit, keterlambatan mana dilakukan oleh debitur sudah termasuk pada
pokok dan bunga hutangnya yang telah melampaui waktu 21 (duapuluh satu)
hari dari tanggal angsuran yang telah ditetapkan
e. Factoring (anjak piutang) dapat didefinisikan sebagai kontrak dimana
(39)
lain: jasa pembiayaan, jasa pembukuan (maintenance of account), jasa
penagihan piutang dan jasa perlindungan terhadap resiko.
f. Modal Ventura adalah merupakan suatu investasi dalam bentuk pembiayaan
berupa penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan swasta sebagai pasangan
usaha (investee company) untuk jangka waktu tertentu.
g. Debitur adalah orang yang memiliki hutang kepada lembaga pembiayaan
lainnya karena perjanjian atau undang-undang.
h. Kreditur adalah lembaga pembiayaan lainnya yang mempunyai piutang
karena perjanjian atau undang-undang.
i. PT. Astra Credit Companies atau biasa di singkat dengan ACC adalah salah
satu perusahaan pembiayaan mobil terbesar di Indonesia. ACC menyediakan
pelayanan pembiayaan untuk pembelian mobil baru ataupun mobil bekas
khususnya untuk merek kendaraan yang diproduksi oleh Astra seperti Toyota,
Daihatsu, Isuzu, Peugeot, dan BMW. Jaringan ACC tersebar di hampir
seluruh kota besar di Indonesia, saat ini ACC telah mendukung pembiayaan
lebih dari 16.000 dealer mobil di Indonesia.
G. Metode Penelitian
1. Sifat dan Jenis Penelitian
Dari judul dan permasalahan yang dalam penelitian ini dan supaya dapat memberikan hasil yang bermanfaat maka penelitian ini dilakukan dengan penelitian
(40)
yang bersifat deskripsi28 yaitu menggambarkan dan menganalisa masalah-masalah yang akan dikemukakan, yang dilakukan dengan menggunakan jenis penelitian yuridis normatif.29
Jenis penelitian yuridis normatif ini digunakan dengan maksud untuk mengadakan pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku, dokumen-dokumen dan berbagai teori.30 Penelitian yuridis normatif dalam penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti sumber-sumber bacaan yang relevan dengan tema penelitian, yang meliputi penelitian terhadap asas-asas hukum,31sumber-sumber hukum,32peraturan perundang-undangan yang bersifat teoretis ilmiah yang dapat menganalisa permasalahan yang akan dibahas serta ditambah data lainnya yang diperoleh di lapangan dengan cara melakukan pengamatan secara langsung dan wawancara langsung dengan para pihak pihak yang melakukan praktek langsung di lapangan tentang penyelesaian pembiayaan bermasalah diAstra Credit Companies.
2. Sumber Data
Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan yang didukung
penelitian lapangan, sebagai berikut:
28
Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hal. 9
29Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka atau data sekunder, lebih lanjut lihat Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal 13.
30Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1990), hal 11.
31M. Solly Lubis,Pembahasan Undang-Undang Dasar 1945,(Bandung: Alumni, 1997), hal.
89, mengatakan asas-asas hukum adalah dasar kehidupan yang merupakan pengembangan nilai-nilai yang dimasyarakatkan menjadi landasan hubungan-hubungan sesama anggota masyarakat.
32Amiruddin A. Wahab, dkk, Pengantar Hukum Indonesia, Bahan Ajar Untuk Kalangan
Sendiri, (Banda Aceh, FH-Unsyiah, 2007), hal. 73, menyatakan: sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat mengikat, memaksa, yaitu apabila dilanggar akan mengakibatkan timbulnya sanksi yang tegas dan nyata.
(41)
a. Penelitian Kepustakaan (Library Research), yaitu menghimpun data dengan
melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier,33
yaitu:
1) Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan yang berhubungan dengan
peraturan perundang-undangan, yaitu:
a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
b) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
c) Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 Tentang Lembaga
Pembiayaan.
Serta peraturan pelaksanaan yang terkait lainnya dengan alternatif
penyelesaian pembiayaan bermasalah.
2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan-bahan hukum primer yaitu karangan ilmiah, buku-buku
referensi dan informasi, akta perjanjian kredit dan sertifikat hak
tanggungan.
3) Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberi petunjuk dan
penjelasan-penjelasan terhadap bahan hukum sekunder, yakni kamus
umum, kamus hukum, jurnal, artikel, majalah dan lain sebagainya.
b. Penelitian Lapangan (Field Research) tentang penyelesaian pembiayaan
bermasalah di Astra Credit Companiesuntuk mendapatkan data primer yang
(42)
dilakukan dengan cara wawancara dengan Pejabat/ Pegawai Astra Credit
Companies.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Studi lapangan, yakni mengadakan pengamatan dan pengumpulan data secara langsung dari obyek penelitian yang ditempuh dengan melakukan wawancara tentang penyelesaian pembiayaan bermasalah di ACC dengan Pejabat/ Pegawai ACC yang memiliki kompetensi dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah.
b. Studi Kepustakaan, yakni pengumpulan data dengan memanfaatkan buku, dokumen, peraturan perundang-undangan dan sebagainya untuk memperoleh data sekunder yang menunjang kelengkapan penelitian.
4. Analisis Data
Setelah pengumpulan data dilakukan, baik dengan studi kepustakaan maupun studi lapangan maka data tersebut dianalisa secara kualitatif34 yakni dengan mengadakan pengamatan data-data yang diperoleh dan menghubungkan tiap-tiap data yang diperoleh tersebut dengan ketentuan-ketentuan maupun asas-asas hukum yang terkait dengan permasalahan yang diteliti lalu ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif, yakni bertolak dari suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui menjadi suatu kesimpulan yang bersifat khusus.35
34 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1997), hal.10
(43)
BAB II
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PEMBIAYAAN BERMASALAH
A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian
Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan definisi
mengenai persetujuan sebagai berikut : “suatu persetujuan adalah suatu perbuatan
dengan nama suatu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain
atau lebih”. Para sarjana hukum perdata umumnya berpendapat bahwa definisi atau
rumusan perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan Pasal 1313 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata kurang lengkap dan bahkan dikatakan terlalu luas. Untuk
dapat mencerminkan apa yang dimaksud perjanjian, Rutten dalam Purwahid Patrik
merumuskan sebagai berikut :36 “Perjanjian adalah perbuatan hukum yang terjadi
sesuai dengan formalitas-formalitas dari peraturan hukum yang ada, tergantung dari
persesuaian pernyataan kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditunjukan untuk
timbulnya akibat hukum demi kepentingan salah satu pihak atas beban pihak lain atau
demi kepentingan dan atas beban masing-masing pihak secara timbal balik”.
Perjanjian berasal dari istilah belanda yaitu “overeenkomst” menurut J. Satrio
perjanjian adalah suatu perbuatan atau tindakan hukum seseorang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih kedua belah pihak saling
36Purwahid Patrik,Perikatan yang lahir dari Perjanjian, (Semarang : Seksi Hukum Perdata
(44)
mengikat diri.37 R. Subekti menyatakan bahwa perjanjian adalah suatu peristiwa
dimana seseorang berjanji kepada seseorang lainnya atau kedua orang itu saling
berjanji untuk saling melaksanakan suatu hal.38 Menurut pendapat Sudikno
Mertokusumo, perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih
berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akhibat hukum.39Wirjono Projodikoro,
memberikan pengertian bahwa perjanjian adalah suatu hubungan hukum mengenai
harta dan benda antara kedua belah pihak dalam mana satu pihak berjanji untuk
melaksanakan suatu hal, sedang pihak yang lain berhak menuntut pelaksanaan janji
itu.40 Suatu perjajian adalah semata-mata suatu persetujuan yang diakui oleh hukum.
Persetujuan ini merupakan kepentingan yang pokok dalam dunia usaha dan menjadi
dasar dari kebanyakan transaksi dagang, seperti pemberian kredit, asuransi, dan jual
beli barang.41Selanjutnya untuk adanya suatu perjanjian dapat diwujudkan dalam dua
bentuk yaitu perjanjian yang dilakukan secara tertulis dan perjanjian yang dilakukan
secara lisan, kedua bentuk perjanjian tersebut sama kekuatannya dalam arti sama
kedudukannya untuk dapat dilaksanakan oleh para pihak. Hanya saja perjanjian
secara tertulis dapat dengan mudah dipakai sebagai alat bukti bila sampai terjadi
persengketaan.42
37J. Satrio,Hukum Perjanjian,(Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 1992), hal. 20. 38R. Subekti,Hukum perjanjian,(Jakarta, Cetakan ke XII, Intermasa, 1987), hal. 1. 39Sudikno Mertokusumo,Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta,Edisi
kelima,Liberty, 1998), hal. 4.
40 Wirjono Projodikoro,Hukum Perdata Tentang Persetujuan-persetujuan tertentu,
(Bandung, Sumber, 1979), Hal. 7.
41 R. Subekti,Op.cit.,hal. 1. 42Loc.cit.
(45)
2. Asas-Asas Perjanjian
a. Asas Kepribadian (personality)
Asas kepribadian ini merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang
akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan
saja, hal ini dapat dilihat dalam pasal 1315 dan pasal 1340 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata. Pasal 1315 menegaskan : ”Pada umumnya seseorang tidak dapat
mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini
sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut untuk
kepentingan dirinya sendiri. Pasal 1340 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya”. Hal ini
mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku
bagi mereka yang membuatnya.
b. Asas Konsensualitas
Asas konsensualitas pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul, tidak
diperlukan suatu formalitas dan dapat disimpulkan bahwa perjanjian itu cukup secara
lisan saja. Pada umumnya perjanjian itu adalah sah dalam arti sudah mengikat,
apabila sudah tercapai suatu kesepakatan yang pokok dalam perjanjian. Berdasarkan
pasal 1320 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata atau suatu pengertian bahwa
untuk membuat suatu perjanjian harus ada kesepakatan antara pihak-pihak yang
membuat suatu perjanjian. Berdasarkan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata menentukan suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan
(46)
dinyatakan cukup. Sesuai dengan artinya konsensualitas adalah kesepakatan, maka
asas ini menetapkan bahwa terjadinya suatu perjanjian setelah terjadi suatu kata
sepakat dari kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian, dengan kesepakatan
maka perjanjian menjadi sah dan mengikat kepada para pihak dan berlaku bagi
undang-undang bagi mereka.43
c. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak adalah setiap orang bebas mengadakan suatu
perjanjian apa saja baik perjanjian itu sudah diatur dalam undang-undang ataupun
belum diatur dalam undang-undang. Karena hukum perjanjian mengikuti asas
kebebasan berkontrak, oleh karena itu disebut juga menganut sistem terbuka. Hal ini
tercantum dalam Pasal 1338 ayat 1 KitabUndang-Undang Hukum Perdata yang
berbunyi “semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya”. Sedangkan menurut sultan remi sjahdeni, asas
kebebassan berkontrak dalam perkembangannya ternyata dapat mendatangkan
ketidakadilan karena prinsip ini hanya dapat mencapai tujuannya, yaitu
mendatangkan kesejahteraan seoptimal mungkin, bila para pihak memilikibergaining
power yang seimbang dalam kenyataanya tersebut sering tidak terjadi demikian
sehingga negara menganggap perlu untuk campur tangan melindungi pihak yang
lemah.44
43Gatot Supramono,Perbankan dan Masalah Kredit, (Jakarta, Rineka Cipta, 2009), hal. 164 44 Sutan Remi Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang dalam
(47)
Asas ini menyebutkan bahwa setiap orang mempunyai kebebasan untuk
mengadakan suatu perjanjian yang berisi apa saja dan macam apa saja, perwujudan
dari kehendak bebas, pancaran hak asasi, asalkan perjanjian nya tidak bertentangan
dengan kepatutan, kebiasaan, dan undang-undang.45
d. Asas itikad baik
Asas itikad baik dapat dibedakan antara itikad baik yang subjektif dan itikad baik yang objektif. Itikad baik yang subjektif dapat diartikan sebagai kejujuran seseorang dalam melakukan suatu perbuatan hukum, sedangkan itikad baik dalam pengertian objektif maksudnya bahwa pelaksanaan suatu perjanjian harus didasarkan pada norma kepatutan dalam masyarakat. Istilah itikad baik dalam pelaksanaan suatu perjanjian terdapat di dalam ketentuan Pasal 1338 ayat 3 Kitab Undang-Undang Perdata yang berbunyi : “Perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Jadi dalam perikatan yang dilahirkan dari perjanjian, para pihak bukan hanya terikat oleh kata-kata perjanjian itu dan oleh kata ketentuan-ketentuan perundang-undangan mengenai perjanjian itu, melainkan juga itikad baik. Asas yang dikutip oleh Purwahid Patrik menyatakan bahwa bona fides adalah merupakan kerangka yuridis dari kepatutan selanjutnya ia mengatakan bahwa kekacauan terjadi karena kepatutan in abstracto menurut sifatnya adalah sesuatu yang objektif, sedangkan bona fides (itikad baik) dalam arti yang sebenarnya terletak pada jiwa manusia.46 Asas itikad baik tidak hanya ada pada waktu pelaksanaan perjanjian, akan tetapi pada waktu
45Gatot Supramono,op.cit.,hal. 164
46 Purwahid Patrik, Asas Itikad Baik dan Keputusan dalam perjanjian, (Semarang badan
(48)
membuat perjanjian juga dilandasi dengan itikad baik, sehingga itikad baik antara pada waktu membuat perjanjian dengan pelaksanaan menjadi sinkron.47
e. Asas kepercayaan (vertrouwensbeginesl)
Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, membutuhkan kepercayaan di antara kedua belah pihak itu bahwa satu sama lain akan memenuhi prestasinya di belakang hari. Tanpa adanya kepercayaan itu maka perjanjian itu tidak mungkin akan diadakan oleh para pihak, dengan kepercayaan ini, kedua belah pihak mengikat dirinya dan untuk keduanya perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang.48 Dalam asas ini para pihak yang melakukan perjanjian masing-masing harus saling percaya satu sama lain, kepercayaan itu menyangkut saling memenuhi kewajibannya seperti yang diperjanjikan.49
f. Asas kepatutan
Suatu perjanjian dibuat bukan hanya semata-mata memperhatikan ketentuan undang-undang, akan tetapi kedua belah pihak harus memperhatikan pula tentang kebiasaan, kesopanan, dan kepantasan yang berlaku di masyarakat sehingga perjanjian itu dibuat secara patut, dan melalui asas ini ukuran tentang hubungan ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat.50
g. Asas kekuatan mengikat
Suatu perjanjian terkandung asas kekuatan mengikat, terikatnya para pihak
pada perjanjian itu tidak semata-mata terbatas pada apa yang diperjanjikan, akan
47Gatot Supramono,op.cit., hal. 165.
48 Mariam Darus Badrulzaman, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III Tentang
Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, (Bandung, Alumni, 1983), hal 113-114
49 Gatot Supramono,op.cit.,hal. 165. 50 Loc.cit
(49)
tetapi juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan
kepatutan serta moral, yang mengikat para pihak.51
h. Asas persamaan hukum
Asas ini menempatkan para pihak di dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan,
masing-masing pihak wajib melihat adanya persamaan ini dan mengharuskan kedua
belah pihak untuk saling menghormati satu sama lain.52
i. Asas keseimbangan
Asas ini menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan
perjanjian yang telah dibuat. Asas ini merupakan merupakan kelanjutan dari asas
persamaan, kreditor mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan Jika diperluka
dapat menuntut perluasan prestasi melalui kekayaan debitor, namun kreditor memikul
pula beban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan iktikad baik, dapat dilihat di
sini bahwa kedudukan kreditor yang kuat diimbangi dengan kewajibannya untuk
memperhatikan iktikad baik, sehingga kedudukan kreditor dan debitor seimbang.53
j. Asas keadilan
Asas keadilan lebih tertuju pada isi dari perjanjian bahwa ini perjanjian harus
mencerminkan adanya keadilan pada kedua belah pihak yang berjanji, isi perjanjian
harus seimbang antara hak dan kewajiban masing-masing pihak, dan tidak ada
perbuatan penekanan fisik maupun psikis sewaktu membuat perjanjian.54
51Mariam Darus Badrulzaman,op.cit., hal. 114. 52Loc.cit.
53Loc.cit.
(50)
3. Syarat Sahnya Perjanjian
Menurut ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata untuk
sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat, yaitu :
a. Kesepakatan mereka yang mengikat dirinya
Adanya kata sepakat, berarti bahwa subjek (kreditor dan debitor) yang
mengadakan perjanjian itu dengan kesepakatan, yaitu setuju atau seiya sekata
mengenai hal-hal pokok dari isi perjanjian itu. Artinya apa yang dikehendaki
oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain, mereka
menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik. Untuk mengetahui kapan
terjadinya kata sepakat ternyata kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak
mengaturnya, tetapi dalam ilmu pengetahuan terdapat sejumlah teori, yaitu55:
1) Teori kehendak(wilstheorie)
Dalam teori ini kata sepakat dianggap telah terjadi manakala para pihak
menyatakan kehendaknya untuk mengadakan suatu perjanjian, mengajarkan
bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak pihak penerima dinyatakan,
misalnya dengan menuliskan surat.
2) Teori kepercayaan(vetrouwenstheorie)
Berdasarkan teori kepercayaan, kata sepakat dalam suatu perjanjian dianggap
telah terjadi pada saat pernyataan salah satu pihak dapat dipercaya secara
(51)
objektif oleh pihak lainnya. Pada umumnya pernyataan yang dipercaya berasal
dari pihak debitor setelah kreditor mengetahui semua informasi yang
berhubungan dengan debitor.
3) Teori ucapan(uitinggstheorie)
Menurut teori ini landasan kata sepakat didasarkan pada ucapan atau jawaban
pihak debitor. Kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat debitor
mengucapkan persetujuan terhadap penawaran yang dilakukan oleh debitor.
Apabila jawaban dilakukan dengan tulisan atau surat maka kata sepakat
dianggap telah terjadi pada saat menulis surat jawaban.
4) Teori pengiriman(verzendingstheorie)
Dalam teori pengiriman , kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat debitor
mengirimnya dilakukan melalui pos, maka kata sepakat dianggap telah terjadi
pada saat surat jawaban itu diberi cap atau distempel oleh kantor pos.
5) Teori penerimaan(onvangstheorie)
Menurut teori penerimaan, kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat
kreditor menerima surat jawaban atau menerima jawaban lisan melalui telepon
dari debitor.
6) Teori pengetahuan(vernemingstheorie)
Dalam teori ini kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat kreditor
mengetahui bahwa debitor telah menyatakan menerima penawarannya. Teori
(52)
pengetahuan memandang kreditor mengetahui baik secara lisan maupun
tulisan.
b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian
Seseorang yang dapat membuat perjanjian harus cakap menurut hukum.
Hakikatnya setiap orang yang sudah dewasa (sudah mencapai umur 21 tahun atau
sudah menikah walaupun belum mencapai umur 21 tahun) dan sehat akal adalah
cakap menurut hukum. Aspek keadilan dilihat dari orang yang membuat
perjanjian dan nantinya akan terikat oleh perjanjian itu harus mempunyai cukup
kemampuan untuk menyadari benar-benar akan tanggung jawab yang dipikulnya
atas perbuatannya itu.
c. Mengenai suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian atau objek perjanjian serta
prestasi yang wajib dipenuhi, kejelasan mengenai pokok perjanjian atau objek
perjanjian itu dimaksudkan untuk memungkinkan pelaksanaan hak dan
kewajiban para pihak. Jika pokok perjanjian, objek perjanjian dan prestasi itu
tidak dilaksanakan maka perjanjian itu batal. Suatu perjanjian yang tidak
memenuhi syarat ketiga ini berakibat batal demi hukum, oleh karena itu
perjanjian dianggap tidak pernah ada.
d. Suatu sebab yang halal
Sebab adalah sesuatu yang menyebabkan orang membuat perjanjian atau yang
mendorong orang membuat perjanjian. Tetapi yang dimaksud dengan dengan
(53)
bukanlah sebab dalam arti yang menyebabkan atau yang mendorong orang untuk
membuat perjanjian, melainkan sebab dalam arti “isi perjanjian itu sendiri” yang
menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh para pihak. Undang-Undang
tidak mempedulikan apa yang menjadi sebab orang mengadakan perjanjian, yang
menjadi perhatian dan yang diawasi oleh undang-undang adalah isi dari
perjanjian itu sendiri, yang menggambarkan tujuan yang hendak dicapai oleh
para pihak. Menurut Abdulkadir Muhammad, akibat huum perjanjian yang berisi
tidak halal adalah batal (nietig, void). Tidak ada dasar untuk menuntut
pemenuhan pejanjian di muka hakim, karena sejak semula dianggap tidak ada
perjanjian. Apabila perjanjian yang dibuat itu tanpa causa (sebab) maka ia
dianggap tidak pernah ada (Pasal 1335 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).56
Semua perjanjian yang tidak memenuhi sebab yang halal akibatnya perjanjian
batal demi hukum, untuk dapat menyatakan demikian diperlukan formalitas
tertentu, yaitu dengan putusan pengadilan, hal ini menyangkut kepercayaan,
karena perjanjian yang dinyatakan batal demi hukum oleh pengadilan berakibat
semua orang menjadi percaya pada putusan tersebut.57
4. Objek dan Subjek Perjanjian a. Objek perjanjian
Seorang kreditor berhak atas suatu prestasi yang diperjanjikan, dan debitor
melaksanakan prestasi, dengan demikian hakikat dari suatu perjanjian adalah
56 Abdulkadir Muhammad,Hukum Perdata Indonesia, Cetakan ke III, (Bandung : PT. Citra
Aditya Bakti, 2000), hal. 227.
(54)
pelaksanaan prestasi. Prestasi merupakan objek dari suatu perikatan yang sesuai
dengan ketentuan Pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, wujud
prestasinya ialah :
1) memberikan sesuatu,
2) berbuat sesuatu,
3) tidak berbuat sesuatu.
Tentang objek/prestasi perjanjian harus dapat ditentukan adalah suatu yang
logis dan praktis, takkan ada arti perjanjian jika undang-undang tidak menentukan hal
demikian.58 Maka Pasal 1320 ayat (3) menentukan, bahwa objek/prestasi perjanjian
harus memenuhi syarat, yaitu objeknya harus tertentu (een bepaalde onderwarp).
Sekurang-kurangnya objek itu mempunyai “jenis” tertentu seperti yang dirumuskan
dalam Pasal 1333 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Objek atau jenis objek
merupakan persyaratan dalam mengikat perjanjian, dengan sendirinya perjanjian
demikian “tidak sah” jika seluruh objek/voorwep-nya tidak tertentu.
b. Subjek Perjanjian
Kreditor dan debitor itulah yang menjadi subjek perjanjian. Kreditor
mempunyai hak atas prestasi dan debitor wajib memenuhi pelaksanaan prestasi.
Sesuai dengan teori dan praktek hukum, kreditor terdiri dari :
1) Individu sebagai persoonyang bersangkutan : natuurlijke persoonatau manusia tertentu,rechts persoonatau badan hukum.
(55)
2) Seseorang atas keadaan tertentu mempergunakan kedudukan/hak orang lain
tertentu : seorangbezitteratas kapal.
3) Beziteerdapat bertindak sebagai kreditor dalam suatu perjanjian. Kedudukan nya
sebagai subjek kreditor bukan atas nama pemilik kapalinpersoon.
4) Persoonyang dapat diganti.
Mengenai persoon kreditor yang “dapat diganti” atau vervangbaar, berarti
kreditor yang menjadi subjek pemula, telah ditetapkan dalam perjanjian;
sewaktu-waktu dapat diganti kedudukannya dengan kreditor baru. Perjanjian
yang dapat diganti ini dapat dijumpai dalam bentuk perjanjian“aan order”atau
perjanjian atas order/atas perintah. Demikian juga dalam perjanjian“aan tooder”
perjanjian “atas nama” atau “kepada pemegang/pembawa” pada surat-surat
tagihan hutang (schuldvordering papier). Tentang siapa yang menjadi debitor,
sama keadaannya dengan orang-orang yang dapat menjadi kreditor :
1) Individu sebagai persoon yang bersangkutan : natuurlijke persoon atau
manusia tertentu,rechts persoonatau badan hukum.
2) Seseorang atas kedudukan/keadaan tertentu bertindak atas orang tertentu.
3) Seseorang yang dapat diganti menggantikan kedudukan debitor semula, baik
atas dasar bentuk perjanjian maupun izin persetujuan debitor.
Perjanjian Pembiayaan Konsumen
Sistem perekonomian yang terus bergerak sesuai dengan perkembangan
ekonomi global, khususnya era pasar bebas, perlu dilakukan berbagai terobosan
(1)
a) Penyelesaian Intern oleh Astra Credit Companies (ACC) Cabang Medan. Penyelesaian intern mengenai kredit bermasalah di Astra Credit Companies (ACC) Cabang Medan ditangani oleh Departemen Operation. Upaya tersebut dilakukan melaluidesk calldanfield call, serta penyelesaian oleh Departemen Recovery Management Officer (RMO).
b) Penyelesaian oleh Astra Credit Companies (ACC) Jakarta,
Penyelesaian kredit bermasalah yang dilakukan secara intern oleh Astra Credit Companies Cabang Medan tidak menutup kemungkinan timbulnya perasaan tidak puas pada debitor dan mereka melanjutkan masalahnya pada kepolisian daerah.
3. Hambatan dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah di Astra Credit Companies(ACC) Cabang Medan, adalah sebagai berikut:
a) Itikad baik debitur, terkadang debitur tidak beritikad baik dalam upaya penyelesaian tersebut, baik berupa kepatuhan memenuhi surat panggilan maupun dalam memberikan informasi yang dibutuhkan dalam upaya penyelesaian masalah dimaksud.
b) Keberatan debitur terhadap eksekusi jaminan fidusia. c) Keberatan harga jual jaminan fidusia
(2)
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut:
1. Dalam upaya mengurangi faktor yang menyebabkan permasalahan pembiayaan debitur yang berhubungan dengan karakter (itikad baik) debitur, maka kepada Astra Credit Companies (ACC) disarankan untuk lebih memperketat analisis yang berhubungan dengan data-data debitur, serta melakukan cross-check dengan pihak-pihak yang mengenal debitur, seperti aparat kelurahan, tetangga sebelah rumah debitor jadi dalam hal ini analisa benar-benar dilakukan secara mendalam untuk memperkecil terjadinya pembiayaan bermasalah.
2. Dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah tersebut disarankan dilakukan dengan mengutamakan pendekatan persuasif untuk mengetahui hal-hal yang menjadi faktor penyebab debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya.
3. Dalam upaya penyelesaian hambatan-hambatan yang dihadapi perusahaan, hendaknya tetap berpedoman terhadap peraturan perundangan yang berlaku, khususnya Undang-undang Jaminan Fidusia, setelah upaya-upaya persuasif yang dilakukan tidak berhasil.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ashshofa, Burhan, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, 2001
Badrulzaman, Mariam Darus,Perjanjian Kredit Bank, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991.
Djumhana, Muhammad,Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000.
Fuady, Munir, Hukum tentang Lembaga Pembiayaan Dalam Teori danPraktek, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002.
_____________Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999.
_____________Hukum Perkreditan Kontemporer, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996.
Hadikusuma, Hilman, Metodologi Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum,Bandung: Mandar Maju, 1995
Harahap, M. Yahya,Segi-segi Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni, 1986.
Hernoko, Agus Yudha, Hukum Perjanjian Azas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial, Yogyakarta: Laksbang Mediatama, 2008.
Kamello, Tan,.Perkembangan Lembaga Jaminan Fidusia: Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, Disertasi, PPs-USU, Medan 2002.
Lubis, M. Solly,Filsafat Ilmu dan Penelitian,Bandung: Mandar Madju, 1994. ____________,Pembahasan Undang-Undang Dasar 1945,Bandung: Alumni, 1997. Montayborbir, S., Imam Jauhari, Agus Heriwidodo, Pengurusan Piutang Negara
Macet pada PUPN/BUPLN (Suatu Kajian Teori dan Praktek), Jakarta : Pustaka Bangsa Press, 2001.
(4)
Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty, 2003.
Muhammad, Abdulkadir dan Murniati, Rilda, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan,Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000.
Muljadi, Kartini dan Widjaja, Gunawan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.
Patrik, Purwahid dan Kashadi, Hukum Jaminan edisi Revisi Dengan UUHT, Semarang: Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 1995
Patrik, Purwahid, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian Dan Undang-undang, Semarang: Jurusan Hukum Perdata Universitas Diponegoro, 1992
_____________, Asas-Asas Hukum Perikatan, Semarang: Fakultas Hukum Undip, 1982
Prakoso, Djoko, Leasing dan Permasalahannya,Semarang: Effhar & Dahara Priza, 1996
Raharjo, Handri,Hukum Perjanjian di Indonesia,Yogyakarta: Pustaka Yustisi, 2000. Raharjo, Satjipto,Ilmu Hukum,Bandung: Mandar Maju, 1985.
Rahmat, Budi, Multi Finance Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen, Jakarta: Pustaka Mandiri, 2002
Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak diluar Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006
Satrio, J, Beberapa Segi Hukum Standarisasi Perjanjian Kredit, Seminar Masalah standar kontrak dalam Perjanjian Kredit, Surabaya : 11 Desember 1993
_______,Hukum Jaminan Hak Kebendaan Jaminan Fidusia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002
Sjahdeini, Sutan Remy, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993.
(5)
Soekanto, Soerjono dan Mamudji, Sri, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995.
Soemitro, Ronny Hanitijo, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990.
Subekti, R, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, Cet. 21, 2005. _________, Aneka Perjanjian,Alumni, Bandung 1994
Sunaryo,Hukum lembagapembiayaan,(Jakarta: Sinar Grafika, 2008)
Sunggono,Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997.
Supramono, Gatot,Perbankan dan Masalah Kredit,Rineka Cipta, Jakarta, 2009 Tiong, Oey Hoey,Fiducia sebagai Jaminan unsur-unsur Perikatan, Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1985
Tunggal, Amin Widjaja dan Arif Djohan Tunggal, Aspek Yuridis Dalam Leasing, Jakarta: Rineka Cipta, 1994
Wahab, Amiruddin A dkk,Pengantar Hukum Indonesia, Bahan Ajar Untuk Kalangan Sendiri, Banda Aceh, FH-Unsyiah, 2007.
Waluyo, Bambang,Penelitian Hukum Dalam Praktek,Jakarta: Sinar Grafika, 1991 Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2003
Wuisman, J. J. M, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Asas-Asas, Penyunting M. Hisyam, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1996.
TESIS, MAJALAH, SURAT KABAR DAN SITUS INTERNET http://www.autocybercenter.com/about
Majalah InfoBank,Berkah Konsumsi Multifinance Dihadang Tantangan Makro, No. 318 September 2005, Vol.XXVII, Jakarta, PT. Infoarta Pratama, 2005.
(6)
______________,Rating 132 Perusahaan Pembiayaan Per Desember 2003-2004, No. 318 September 2005, Vol. XXVII, Jakarta, PT. Infoarta Pratama, 2005. http://www.autocybercenter.com/about
http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/bab4 Peraturan Perundang-Undangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Peraturan Bank Indonesia No. 2/15/PBI/2000 tentang Restrukturisasi Kredit. Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan