Pengaruh Metode dan Fermentasi Terhadap Karakteristik Fisikokimia dan Fungsional Tepung Ubi Jalar Oranye

5

TINJAUAN PUSTAKA

Ubi Jalar (Ipomea batatas L.)
Ubi jalar atau Ipomea batatas memiliki beberapa sebutan seperti ketela
rambat, sweet potato (Inggris), shoyu (Jepang), huwi boled (Sunda), Shaharkuand
(India), dan Ubitora (Malaysia). Tanaman ini memiliki umur tanam yang pendek
yaitu 4 hingga 6 bulan, namun ada juga jenis ubi jalar yang baru dapat dipanen pada
umur 8 hingga 9 bulan (Koswara, 2009c). Menurut Juanda dan Cahyono (2000),
tanaman ubi jalar dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi

: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Subdivisi

: Angiospermae (berbiji tertutup)

Kelas


: Dicotyledone (biji berkeping dua)

Ordo

: Convolvulales

Famili

: Convolvulaceae

Genus

: Ipomea

Spesies

: Ipomea batatas L.
Berdasarkan golongannya ubi jalar dapat dibedakan atas ubi jalar berumbi

keras dan ubi jalar berumbi lunak. Hal ini didasarkan pada kandungan air pada umbi

tersebut. Ubi jalar juga dapat dibedakan berdasarkan warna kulit, warna daging,
bentuk daging, daun, dan warna batangnya. Salah satu jenis ubi jalar yang dapat
dibedakan berdasarkan warna daging umbinya adalah ubi jalar oranye. Menurut
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh (2016) ubi jalar oranye merupakan ubi
jalar yang memiliki daging umbi berwarna jingga hingga jingga muda. Salah satu
klon ubi jalar oranye yaitu klon lokal Saree yang memiliki ciri-ciri bentuk umbi

5

Universitas Sumatera Utara

6

yang lonjong, permukaan tidak rata, warna daging jingga atau kuning, tekstur umbi
yang lebih lunak, dengan kandungan vitamin A dan C yang tinggi.

Komposisi Kimia Ubi Jalar
Ubi jalar mengandung makronutrien berupa karbohidrat, protein dan lemak
serta mikronutrien berupa vitamin dan mineral yang penting bagi tubuh yaitu
vitamin A, vitamin C, thiamin, dan riboflavin serta mineral seperti zat besi (Fe),

fosfor (P), kalsium (Ca), serta natrium (Na) (Juanda dan Cahyono, 2000). Ubi jalar
merupakan sumber karbohidrat utama keempat di Indonesia setelah beras, jagung,
dan ubi kayu (Suhartini, 2009). Penggunaan ubi jalar sebagai sumber karbohidrat
bagi masyarakat Indonesia dapat didasari pada kelebihan ubi jalar dari segi
produktivitas, yaitu memiliki produktivitas antara 20-40 ton/ha umbi segar, kalori
yang cukup tinggi sekitar 123 kal/100 g (Zuraida dan Supriati, 2001).
Ubi jalar mengandung 16-40 % bahan kering dengan jumlah karbohidrat
75-90 % yang terdiri dari pati, gula, selulosa, hemiselulosa, dan pektin
(Koswara, 2009c). Pati terdiri dari amilosa dan amilopektin. Menurut Aliawati
(2003) kandungan amilosa pada bahan pangan berpati dapat digolongkan menjadi
4 kelompok antara lain kadar amilosa sangat rendah 25 %.
Selulosa, hemiselulosa, dan pektin merupakan serat makanan yang mampu
menurunkan kemungkinan terserang kanker usus besar, diabetes, penyakit hati, dan
saluran pencernaan (Koswara, 2009c). Serat pada ubi jalar merupakan serat larut
yang mampu mengikat kelebihan lemak atau kolesterol dalam darah sehingga
mampu menghambat resiko peningkatan kolesterol dalam darah (Jaya, 2013). Ubi
jalar mengandung serat alami yang bermanfaat untuk mencegah sembelit

Universitas Sumatera Utara


7

(Rosidah, 2010). Ubi jalar juga cocok dikonsumsi oleh penderita diabetes karena
ubi jalar termasuk dalam klasifikasi Low Glycemix Index. Mengkonsumsi ubi jalar
tidak dapat meningkatkan gula darah secara drastis karena serat pada ubi jalar
mampu mengontrol kenaikan gula darah (Jaya, 2013).
Ubi jalar mengandung protein sekitar 1,3 – 10% dalam % berat kering dan
umumnya ubi jalar mengandung protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan
umbi lain, seperti ubi kayu dan ketela (Oloo, dkk., 2014). Kandungan lemak dalam
ubi jalar berkisar antara 0,29 – 2,7 % dalam % berat kering. Asam lemak dalam ubi
jalar berupa linoleat, linolenat, palmitat, dan stearat (Koswara, 2009c). Mineral
terbanyak yang terkandung dalam ubi jalar adalah kalium. Kandungan kalium
dalam ubi jalar akan menurun dalam pengukusan karena diduga kalium dan natrium
hilang sebagai senyawa klorida yang larut dalam air (Koswara, 2009c). Kandungan
kalsium yang tinggi pada ubi jalar baik untuk pertumbuhan tulang dan gigi
(Rosidah, 2010). Vitamin B6 dan asam folat pada ubi jalar dapat mengoptimalkan
kerja otak dalam mempertahankan daya ingat (Jaya, 2013). Kandungan proksimat
ubi jalar oranye dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan proksimat ubi jalar oranye
Komposisi

Kadar air (%)
Kadar abu (%)
Kadar serat (%)
Kadar protein (%)
Kadar lemak (%)
Karbohidrat (%)

Jumlah
69,80
1,00
1,00
0,46
1,70
26,84

(Adepoju dan Adejumo, 2015)

Universitas Sumatera Utara

8


Kelebihan ubi jalar oranye dibandingkan dengan ubi jalar jenis lain adalah
kandungan β-karotennya. Ubi jalar oranye memiliki kandungan β-karoten
mencapai 7100 IU sehingga bagus untuk mengatasi dan mencegah penyakit mata.
Kadar karoten pada ubi jalar oranye sebagai bahan utama pembentukan vitamin A
setaraf dengan karoten pada wortel (Zuraida dan Supriati, 2001). Kandungan yang
tinggi ini hanya dimiliki oleh ubi jalar dengan warna umbi jingga kemerahan. Untuk
ubi jalar dengan warna umbi putih atau kuning hanya mengandung sedikit β-karoten
(Simanjuntak, 2006).

Tepung Ubi Jalar
Pembuatan tepung ubi jalar dapat dilakukan dengan cara mengiris dan
memarut ubi jalar, dijemur kemudian dihaluskan hingga menjadi tepung.
Pembuatan tepung ubi jalar dapat dilakukan dengan memanfaatkan sinar matahari,
oven, maupun gabungan keduanya. Pengeringan merupakan cara yang dilakukan
untuk mengurangi kadar air suatu bahan sehingga diperoleh hasil akhir yang kering.
Air dalam bahan akan keluar dan menguap akibat adanya pindah panas dan pindah
massa (Koswara, 2009c).
Pengeringan


buatan

merupakan

proses

yang

dilakukan

dengan

mengendalikan kondisi lingkungan pengeringan. Bahan pangan yang diolah dengan
pengeringan buatan memiliki kualitas lebih baik dibandingkan dengan pengeringan
matahari (Desrosier, 1988). Pengeringan menggunakan oven dapat dilakukan
dengan kondisi udara yang terkontrol dan waktu pengeringan yang lebih cepat
(Koswara, 2009c).
Suhu pengeringan dapat mempengaruhi karakteristik kimia tepung. Pada
pengamatan tepung umbi suweg dengan 3 macam suhu yang berbeda diperoleh


Universitas Sumatera Utara

9

hasil bahwa semakin tinggi suhu pengeringan maka kandungan protein pada tepung
semakin rendah. Pada pengamatan ini, suhu 50 °C memiliki kandungan protein
yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengeringan suhu 60 °C dan 70 °C
(Septiani, dkk., 2015). Kandungan proksimat tepung ubi jalar oranye dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan proksimat tepung ubi jalar oranye
Komposisi
Jumlah
Kadar air (%)
8,67
Kadar abu (%)
3,45
Kadar protein (%)
3,48
Kadar lemak (%)
1,27

Karbohidrat (%)
83,94
Pati (%)
65,31
(Ahmed, dkk., 2010)
Penggunaan tepung ubi jalar dalam pembuatan produk pangan sudah
banyak dilakukan di Indonesia. Hal ini juga dapat dilihat dari beberapa penelitian
yang menggunakan tepung ubi jalar sebagai substitusi tepung terigu dalam
pembuatan beberapa jenis produk pangan. Di negara lain, tepung ubi jalar sudah
umum dijumpai seperti negara Nigeria yang memproduksi tepung ubi jalar oranye
dengan harga jual yang lebih tinggi dan menjadi bahan baku pembuatan makanan
ringan

dan

mie

serta

sebagai


penstabil

dalam

industri

es

krim

(Oluwole, dkk., 2012). Di India, tepung ubi jalar digunakan dalam pembuatan
produk bakery dan puding.

Karakteristik Fisik Tepung
Karakteristik fisik meliputi nilai warna bahan (°Hue), densitas kamba, serta
organoleptik warna dan aroma. Pengukuran warna dapat dilakukan dengan
menggunakan alat maupun indera manusia. Pengukuran warna dengan metode
Hunter dilakukan dengan menggunakan alat chromameter. Alat ini akan


Universitas Sumatera Utara

10

menunjukkan nilai L, a, dan b dari sampel. Nilai L berkisar 0 (hitam) hingga 100
(putih). Nilai +a untuk warna merah dan –a untuk warna hijau. Nilai +b untuk warna
kuning dan –b untuk warna biru. Nilai oHue dapat dihitung dengan rumus tan-1
dan nilai yang dihasilkan dapat menunjukkan warna bahan (Hutchings, 1999).





Densitas kamba merupakan massa partikel yang menempati volume
tertentu. Suatu produk dikatakan kamba apabila memiliki densitas kamba yang
kecil, dengan kata lain produk memiliki volume yang besar namun berat bahan
ringan. Densitas kamba berhubungan dengan penentuan kemasan dan ruang
penyimpanan produk (Rohmah, 2012).
Pengujian organoleptik merupakan penilaian sensorik atau indera yang
dilakukan dengan memanfaatkan indera manusia untuk mengamati tekstur, warna,
bentuk, aroma, dan rasa suatu produk. Pengujian ini berhubungan dengan selera
konsumen. Pengujian organoleptik membutuhkan beberapa orang panelis. Panelis
merupakan orang yang terlibat dalam menilai mutu dan sifat sensoris dari suatu
produk (Ayustaningwarno, 2014).

Karakteristik Fungsional Tepung
Karakteristik fungsional meliputi daya serap air dan minyak, swelling
power, kelarutan (solubility), dan baking expansion. Daya serap air merupakan
karakteristik yang menunjukkan banyaknya volume air yang dibutuhkan dalam
penggunaan tepung tersebut (Rauf dan Sarbini, 2015) sedangkan daya serap minyak
merupakan ukuran berapa banyak minyak yang mampu diserap oleh bahan pangan
(Hayta, dkk., 2002 dalam Rauf dan Sarbini, 2015). Semua serat bersifat hidrofilik
sehingga serat cenderung menahan air lebih besar dibandingkan dengan
kemampuannya menyerap minyak (Prakongpan, dkk., 2002).

Universitas Sumatera Utara

11

Swelling power merupakan pertambahan volume dan berat maksimum yang
dialami pati dalam air. Parameter ini diukur sebagai berat pati yang mengembang
per berat pati kering (Mandasari, dkk., 2015). Ketika pati dipanaskan dalam air
berlebih maka terjadi penyerapan air oleh granula pati dan ikatan hidrogen pada
struktur pati terputus lalu digantikan oleh ikatan hidrogen pada air sehingga terjadi
peningkatan volume (Wibowo, dkk., 2008). Kelarutan (solubility) dapat diartikan
sebagai banyaknya pati terlarut pada suhu tertentu (Dewi, dkk., 2014). Semakin
tinggi amilosa, kemudahan pati untuk melarut semakin besar sehingga
menyebabkan peningkatan indeks kelarutan air (Anggraeni dan Yuwono, 2014).
Baking expansion menunjukkan pengembangan yang terjadi selama
pemanggangan (Dewi, dkk., 2014). Pengembangan selama pemanggangan dapat
terjadi karena adanya peningkatan tekanan oleh penguapan air (Bertoloni, dkk.,
2001). Baking expansion dihasilkan oleh pembentukan struktur matriks amorf
(tidak beraturan) dengan ikatan hidrogen (Putri, dkk., 2011).

Fermentasi Alami
Fermentasi merupakan perombakan karbohidrat, protein atau lemak oleh
aktivitas mikroorganisme. Fermentasi dapat dikatakan sebagai suatu proses
terjadinya perubahan kimia pada substrat organik melalui aktivitas enzim yang
dihasilkan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme memerlukan sumber energi
dalam pertumbuhannya. Sumber energi yang paling banyak oleh mikroorganisme
adalah glukosa. Perombakan glukosa oleh mikroorganisme dapat dilakukan secara
aerobik maupun anaerobik (Suprihatin, 2010).
Fermentasi dapat dibedakan berdasarkan sumber mikroorganismenya, yaitu
fermentasi spontan dan fermentasi tidak spontan. Fermentasi spontan merupakan

Universitas Sumatera Utara

12

fermentasi yang terjadi tanpa adanya panambahan starter mikroorganisme tetapi
mikroorganisme tumbuh secara spontan karena lingkungan yang sesuai dengan
pertumbuhannya, sedangkan fermentasi tidak spontan merupakan fermentasi yang
dilakukan dengan menambahkan starter sehingga mikroorganisme tersebut tumbuh
dan berkembang biak secara aktif merombak bahan (Suprihatin, 2010).
Fermentasi secara spontan merupakan metode yang pertama kali dilakukan
pada produk pangan dengan memanfaatkan pertumbuhan mikroflora secara alami
pada bahan mentah. Fermentasi ini mampu menghasilkan asam laktat, asam asetat,
etanol, bakteriosin, enzim, aroma khas, dan meningkatkan tekstur. Kualitas dari
produk yang difermentasi secara alami tergantung dari kemampuan mikroba
merombak bahan dan banyaknya bahan mentah yang digunakan dalam proses.
Fermentasi alami merupakan pilihan metode yang murah dan baik untuk
mengawetkan bahan makanan pada negara-negara berkembang. Negara-negara di
wilayah Barat telah menggunakan metode fermentasi sebagai industri makanan
yang diperhitungkan. Sekarang penggunaan starter pada proses fermentasi sudah
sering dilakukan dengan tujuan untuk mempersingkat waktu

produksi

(Rattanachaikunsopon dan Phumkhachorn, 2010).
Fermentasi yang dilakukan pada ubi jalar sebelum diolah menjadi tepung
dapat meningkatkan kegunaan tepung tersebut (Yadang, dkk., 2013). Pada proses
fermentasi secara alami, ubi jalar direndam dalam air dan dibiarkan terfermentasi
alami. Selama perendaman akan terjadi pembengkakan pati yang disebabkan oleh
penyerapan air oleh pati. Pembengkakan yang semakin besar akan meningkatkan
viskositas pati (Anggraeni dan Yuwono, 2014). Bakteri asam laktat yang tumbuh
pada fermentasi alami dapat menghasilkan metabolit antimikroba seperti asam

Universitas Sumatera Utara

13

organik dan menciptakan suasana asam yang tidak disukai oleh mikroorganisme
patogen dan perusak (Rattanachaikunsopon dan Phumkhachorn, 2010). Bakteri
asam laktat juga akan merombak gula menjadi asam laktat, menghasilkan enzim
amilolitik serta menghidrolisis rantai pendek amilosa dan amilopektin pada granula
pati (Yuliana, dkk., 2014).

Ragi Roti
Ragi merupakan bahan tambahan dalam pembuatan roti yang digunakan
untuk mengembangkan adonan. Mikroba utama dalam ragi roti adalah khamir
Saccharomyces cerevisiae. Khamir ini memiliki bentuk bulat atau bulat telur dan
melakukan reproduksi vegetatif dengan cara membentuk tunas. Sifat-sifat khamir
ini antara lain memiliki sifat fisiologi yang stabil, tumbuh dengan cepat, terdispersi
dalam air, serta aktif memecah pati dan gula menjadi karbon dioksida dan alkohol
(Andaka dan Arumsari, 2016).
Saccharomyces cerevisiae mengandung enzim protease, lipase, invertase,
maltase, dan zymase. Enzim protease memecah protein menjadi senyawa nitrogen,
enzim lipase memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserin, enzim invertase
memecah sukrosa menjadi fruktosa dan glukosa, enzim maltase memecah maltosa,
serta enzim zymase memecah glukosa menjadi alkohol dan karbondioksida. Ragi
roti memiliki kondisi optimal pada aw 0,905, suhu 25-30 °C, dan pH 4,0-4,5 selama
proses fermentasi (Koswara, 2009b).
Sel khamir menggunakan gula-gula sederhana, seperti glukosa atau fruktosa
yang dihasilkan oleh pemecahan enzimatik sukrosa, maltosa, pati maupun
karbohidrat lainnya untuk berkembang biak. Khamir memecah sukrosa dan maltosa
menjadi gula sederhana (heksosa) (Koswara, 2009b). Saccharomyces cerevisiae

Universitas Sumatera Utara

14

memerlukan oksigen, karbohidrat, dan nitrogen untuk menunjang kehidupannya
(Ahmad, 2005).
Saccharomyces cerevisiae memiliki potensi yang cukup baik sebagai
organisme penghasil amilase. Khamir ini tergolong khamir amilolitik yang
memiliki aktivitas enzim amilase terutama isoamilase yang dapat menghidrolisa
ikatan α-1,6 glikosidik pada percabangan amilopektin. Khamir amilolitik juga
berperan dalam menghasilkan makanan serta minuman rendah karbohidrat dan
berperan dalam produksi bioetanol. Hidrolisa polisakarida oleh enzim hidrolitik
amilase dapat menyebabkan perbedaan sifat fungsional pati sehingga perbaikan
sifat-sifat pati dapat dilakukan (Kustyawati, dkk., 2013).

Bakteri Asam Laktat
Salah satu starter dalam proses fermentasi adalah bakteri asam laktat (BAL).
Bakteri asam laktat adalah bakteri gram positif yang menghasilkan asam laktat
dengan memfermentasi karbohidrat (Setiarto, dkk., 2015). Selama proses
fermentasi, bakteri asam laktat dapat meningkatkan kualitas produk dengan adanya
metabolit yang dihasilkan selama proses fermentasi. Bakteri asam laktat juga dapat
memperpanjang masa simpan dan menghambat pertumbuhan mikroba patogen dan
pembusuk karena sifatnya yang dapat menurunkan pH lingkungan (Hafsan, 2014).
Bakteri asam laktat juga berperan dalam pembentukan aroma tepung
(Haryadi, 2011), serta memberikan warna dan tekstur yang diinginkan pada produk
pangan yang difermentasi. Bakteri asam laktat dapat menghasilkan metabolit
antimikrobia seperti asam laktat, asam asetat, dan asam propionat yang
menciptakan lingkungan tidak menguntungkan bagi mikroba patogen untuk hidup
(Rattanachaikunsopon dan Phumkhachorn, 2010). Menurut Darti, dkk. (2013)

Universitas Sumatera Utara

15

dalam Hidayati (2014), bakteri asam laktat yang tumbuh pada singkong akan
menghasilkan enzim pektinolitik dan selulolitik yang dapat menghancurkan
dinding sel singkong hingga terjadi pembebasan granula pati. Perubahan granula
pati ini akan mengubah karakteristik tepung yang dihasilkan.
Fermentasi makanan umumnya menggunakan bakteri asam laktat untuk
merombak gula bebas menjadi asam laktat, serta menghidrolisis rantai pendek
amilosa dan amilopektin. Selain itu bakteri asam laktat juga dapat menghasilkan
enzim proteolitik dan asam organik yang mampu menginaktivasi polifenol oksidase
pada ubi jalar sehingga selama proses pengeringan ubi jalar tidak mengalami
pencoklatan dan tepung yang dihasilkan lebih putih. Perubahan ukuran granula pati
pada fermentasi asam laktat dapat mengubah sifat dari tepung. Penentuan sifat
fisikokimia tepung sangat penting dilakukan untuk mengetahui kegunaan tepung
ubi jalar terfermentasi pada produk (Yuliana, dkk. 2014). Menurut Oloo, dkk.
(2013) starter bakteri asam laktat dapat ditambahkan pada fermentasi ubi jalar
sebanyak 1 x 107 CFU/ml.
Bakteri asam laktat mampu menghasilkan enzim α-amilase dan pullulanase.
Enzim α-amilase (EC 3.2.1.1) merupakan enzim yang dapat menghasilkan dekstrin,
maltosa, dan glukosa sebagai hasil hidrolisis ikatan linier α-1,4 glikosidik pada
amilosa. Enzim pullulanase (amilopektin 6-glucanohydrolase, EC 3.2.1.41)
merupakan enzim yang menghidrolisis ikatan percabangan α-1,6 glikosidik
penghubung amilopektin dan menghasilkan polisakarida rantai pendek. Kedua
enzim ini bersama-sama menghidrolisis pati sehingga dihasilkan polisakarida rantai
pendek (Setiarto, dkk., 2015). Enzim-enzim ini memegang peranan penting dalam
penentuan sifat fungsional tepung karena perbedaan rasio amilosa dan amilopektin

Universitas Sumatera Utara

16

merupakan penyebab perbedaan sifat fungsionalitas produk yang dihasilkan
(Kustyawati, dkk., 2013).
Bakteri asam laktat memiliki beberapa aktivitas metabolit, seperti
metabolisme karbohidrat, protein, lemak, dan aktivitas metabolit lainnya. Pada
metabolisme karbohidrat, bakteri asam laktat memecah karbohidrat menjadi
beberapa komponen menguntungkan seperti asam laktat. Kemampuan proteolitik
bakteri asam laktat dalam metabolisme protein menghasilkan polipeptida, asam
amino, dan peptida dari hasil pemecahan protein oleh protease dan peptidase. Asam
amino selanjutnya dapat diubah menjadi berbagai komponen flavor seperti aldehid,
alkohol, dan ester. Metabolisme lemak merupakan pemecahan lemak oleh lipase
menjadi asam lemak dan gliserol. Aktivitas metabolisme bakteri asam laktat lainnya
memberikan kontribusi terhadap sifat sensori bahan hasil fermentasi seperti flavor
dan perubahan warna oleh perombakan komponen organik lain dalam bahan
(Hayek dan Ibrahim, 2013).

Penelitian Sebelumnya
Sebuah penelitian di Nigeria oleh Oluwole, dkk. (2012) memperoleh hasil
bahwa fermentasi alami ubi jalar oranye dengan perendaman dalam air selama
3 hari dapat menurunkan kadar air, kadar abu, kadar serat, kadar lemak serta
peningkatan protein, dan karbohidrat jika dibandingkan dengan ubi jalar tanpa
perlakuan. Penelitian yang dilakukan oleh Anggraeni dan Yuwono (2014)
memperoleh hasil bahwa fermentasi chips ubi jalar secara alami selama 12 hingga
36 jam menyebabkan penurunan kadar pati, penurunan kadar air, peningkatan
viskositas tepung, peningkatan penyerapan air, peningkatan kelarutan air,
penurunan pH, peningkatan kecerahan tepung, dan peningkatan penerimaan panelis

Universitas Sumatera Utara

17

terhadap aroma tepung ubi jalar terfermentasi. Penurunan pati terjadi karena adanya
pemecahan pati menjadi gula-gula sederhana oleh aktivitas mikroorganisme.
Menurunnya kadar pati pada bahan menyebabkan menurunnya kemampuan bahan
dalam mempertahankan air sehingga terjadi penurunan kadar air pada tepung
seiring dengan lamanya fermentasi ubi jalar. Fermentasi menghasilkan asam-asam
organik yang memberikan aroma asam khas fermentasi. Aroma ini mampu
menutupi aroma langu pada tepung ubi jalar.
Kustyawati, dkk. (2013) melakukan penelitian efek fermentasi dengan
Saccharomyces cerevisiae terhadap karakteristik biokimia tapioka. Penambahan
Saccharomyces cerevisiae dilakukan saat pengendapan pati selama 12, 24, 36, dan
48 jam. Penelitian ini memperoleh hasil bahwa fermentasi mampu meningkatkan
kadar protein dan mineral tertentu, kerusakan granula dan penurunan pati tapioka.
Penurunan kandungan β-karoten dapat terjadi selama proses pengolahan ubi
jalar oranye menjadi tepung. Menurut Bengtsson, dkk. dalam Oloo, dkk. (2014)
pengolahan ubi jalar dengan penguapan, pengeringan, dan penggorengan
menyebabkan penurunan β-karoten hingga 25% namun tidak terjadi pada
pengolahan ubi jalar menggunakan fermentasi asam laktat.
Pengaruh proses fermentasi secara alami terhadap chips ubi jalar varietas
kuningan putih telah diteliti oleh Widyasaputra dan Yuwono (2013) dan diperoleh
hasil bahwa terjadi penurunan kadar air tepung pada lama fermentasi 12 – 24 jam
dan peningkatan pada lama fermentasi 24 – 36 jam. Fermentasi yang semakin lama
juga menyebabkan penurunan pH, peningkatan derajat kecerahan, peningkatan
viskositas panas dan dingin, pembengkakan granula, penurunan organoleptik
aroma, dan peningkatan organoletik warna. Penelitian yang dilakukan oleh

Universitas Sumatera Utara

18

Chinsamran, dkk. (2005) memperoleh hasil bahwa proses fermentasi secara alami
menggunakan bakteri asam laktat dapat menurunkan kadar abu, kadar lemak, serta
serat pati ubi jalar.

Universitas Sumatera Utara