Hubungan Pola Pertumbuhan Vertikal Wajah (Analisis Steiner) dengan Lebar Lengkung Rahang pada Pasien Usia Dewasa di Klinik Ortodonti FKG USU Chapter III VI
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan rancangan
cross sectional.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian ini adalah di Departemen Ortodonti Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Sumatera Utara yang berlokasi di Jl. Alumni No. 2 Kampus
Universitas Sumatera Utara, Medan. Waktu penelitian dilakukan mulai Juni sampai
Desember 2016.
3.3 Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien di klinik PPDGS ortodonti FKG
USU dengan usia 18 minimal tahun.
3.4 Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah sefalogram lateral dan model studi gigi
(sebelum perawatan) yang diperoleh dari data rekam medik pasien di klinik PPDGS
ortodonti FKG USU. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode
purposive sampling berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi. Besar sampel ditentukan
dengan rumus sebagai berikut :
�=�
2
�� + ��
� +3
0,5��[(1 + �)/(1 − �)]
Universitas Sumatera Utara
Keterangan :
n
= jumlah minimum sampel
Zα
= Standar error tipe 1; α = 5% → Zα = 1,96
Zβ
= Standar error tipe 2; β = 15% → Zβ = 1,036
r
= Koefisien korelasi = 0,45 (penelitian terdahulu)
Sehingga jumlah sampel minimum adalah :
�=�
2
1,96 + 1,036
� + 3 = 41,47 ≈ 42
0,5��[(1 + 0,45)/(1 − 0,45)]
Jumlah sampel minimum sampel adalah 42.
Jumlah sampel yang dipakai dalam penelitian ini adalah 45 sampel, dan
pemilihan sampel disesuaikan dengan kriteria inklusi dan ekslusi.
3.4.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria inklusi kelompok sampel :
•
Sefalogram dan model studi gigi pasien sebelum perawatan ortodonti
dalam kondisi baik.
•
Seluruh gigi permanen lengkap sampai molar kedua.
•
Usia minimal 18 tahun (fase pertumbuhan mulai berhenti).
•
Kualitas sefalogram lateral dan model studi gigi yang baik.
•
Tidak ada kelainan ukuran gigi (makrodonsia dan mikrodonsia),
bentuk serta jumlah gigi.
•
Tidak ada fraktur atau atrisi pada gigi.
•
Tidak ada asimetris mandibula.
•
Tidak ada riwayat trauma kepala.
Kriteria eksklusi kelompok sampel :
•
Data rekam medik yang tidak lengkap.
•
Kualitas sefalogram lateral dan model studi gigi yang tidak baik.
•
Kehilangan gigi posterior.
Universitas Sumatera Utara
3.5 Variabel Penelitian
•
Variabel bebas
-
Pola pertumbuhan vertikal wajah (Sudut MP-SN)
•
Variabel tergantung
-
Lebar lengkung gigi :
o
Lebar interkaninus pada sisi bukal dan palatal/lingual.
o
Lebar intermolar pada sisi bukal dan palatal/lingual.
•
-
Variabel tidak terkendali
Kebiasaan buruk
Ras
Crowding
3.6 Defenisi Operasional Penelitian
a. Klas I skeletal : sampel yang memiliki besar sudut ANB 2-4o (dilihat dari
kartu status pasien)
b. Klas II skeletal : sampel yang memiliki besar sudut ANB>4o (dilihat dari
kartu status pasien)
c. Klas III skeletal : sampel yang memiliki besar sudut ANB 0,05 maka variabel terdistribusi normal. Pengujian Shapiro-Wilk
menunjukkan keduabelas variabel terdistribusi normal maka hubungan antara pola
pertumbuhan vertikal wajah yaitu sudut MP-SN dan lebar lengkung rahang dapat
diperoleh dengan menggunakan uji korelasi Pearson’s. (Tabel 3)
Pada tabel 3, hasil uji korelasi Pearson’s antara sudut MP-SN dengan lebar
lengkung rahang pada regio intermolar bukal untuk rahang bawah diketahui sebesar
-0,112. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan korelasinya lemah dengan signifikansi
(p) sebesar 0,462 dimana p> 0,05 sehingga korelasi dinyatakan tidak memiliki
signifikansi yang bermakna.
Universitas Sumatera Utara
Pada tabel 3 terlihat bahwa hasil korelasi dalam arah negatif. Tanda negatif
tidak menunjukkan besarnya nilai korelasi, tetapi menunjukkan arah korelasi variabel
penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar sudut MP-SN, maka lebar
lengkung rahang pada regio intermolar bukal rahang bawah cenderung menjadi lebih
sempit.
Tabel 3. Hubungan antara Sudut MP-SN dengan Lebar Lengkung Gigi pada Pasien
di Klinik PPDGS Ortodonti FKG-USU ( Uji Korelasi Pearson’s )
Lebar Lengkung Gigi
Sudut MP-SN
P
r (Pearson’s)
Interkaninus bukal
0,031
-0,323
Interkaninus palatal
0,389
-0,132
Intermolar bukal
0,423
-0,123
Intermolar palatal
0,504
-0,102
Interkaninus bukal
0,604
0,079
Interkaninus lingual
0,475
-0,109
Intermolar bukal
0,462
-0,112
Intermolar lingual
0,267
-0,169
Lebar Lengkung Gigi RA
Lebar Lengkung Gigi RB
Korelasi bermakna adalah signifikan pada taraf uji p≤ 0,05
( r ) = 0,21 – 0,40
lemah
( r ) = 0,41 – 0,60
sedang
( r ) = 0,61 – 0,80
cukup kuat
Tanda negatif menyatakan arah korelasi variabel
Universitas Sumatera Utara
BAB 5
PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara
pola pertumbuhan vertikal wajah dengan lebar lengkung gigi. Sampel penelitian ini
adalah pasien di klinik PPDGS ortodonti FKG USU. Subjek dalam penelitian ini
memiliki kriteria yaitu skeletal Klas I, Klas II, dan Klas III. Dalam penelitian ini
umur yang digunakan yaitu minimal 18 tahun karena pada umur tersebut merupakan
usia maturasi dimana pada usia ini telah melewati masa pubertas dan fase tumbuh
kembangnya telah stabil.
Pada usia 18 tahun kecepatan pertumbuhan mulai melambat, khususnya
pertumbuhan kepala mencapai puncaknya pada umur 14 – 16 tahun dan mulai stabil
pada umur 18 tahun. Pertumbuhan basis kranial berlangsung pada rentang usia 5-20
tahun
yang mana pada dasarnya pertumbuhan basis kranial mulai terhenti pada
rentang umur 14-17 tahun.39 Pertumbuhan maksila dan mandibula berakhir pada usia
15 tahun untuk wanita dan 17 tahun untuk pria.10 Analisis Rocky Mountain oleh
Ricketts dkk; biasanya digunakan untuk diagnosis dimensi transversal pada maksila
dan mandibula, menunjukkan pertumbuhan terus-menerus dari umur 9 sampai 16.12
Tabel 3 menunjukkan semua pengukuran menunjukkan nilai korelasi negatif
baik pada rahang atas dan rahang bawah kecuali pada pengukuran interkaninus bukal
rahang bawah. Korelasi yang signifikan antara SN-MP dan lebar lengkung rahang
hanya terdapat pada pengukuran interkaninus bukal rahang bawah sementara semua
pengukuran tidak terdapat korelasi yang signifikan. Tanda negatif tidak menunjukkan
besarnya nilai korelasi, tetapi menunjukkan arah korelasi variabel penelitian. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin besar sudut MP-SN, maka lebar lengkung gigi regio
intermolar bukal rahang bawah cenderung menjadi lebih sempit. Hasil ini sependapat
dengan Nasby dkk. (1972), yang juga menemukan adanya korelasi negatif tetapi pada
penelitian beliau ditemukan hanya pada pengukuran antara bidang mandibula (sudut
Universitas Sumatera Utara
MP-SN) dengan lebar intermolar mandibula. Pada penelitiannya ditemukan bahwa
lebar intermolar mandibula lebih besar untuk subjek dengan sudut MP-SN rendah
daripada subjek dengan sudut MP-SN tinggi. Hasil tersebut menunjukkan adanya
penurunan lebar intermolar mandibula untuk setiap peningkatan sudut MP-SN.14
Pola pertumbuhan vertikal wajah lama telah dihubungkan dengan lebar
lengkung gigi. Hasil berbeda diperoleh Foster dkk. (2008), mengenai hubungan
bentuk vertikal wajah dengan lebar lengkung rahang dimana terlihat bahwa ada
hubungan antara sudut bidang mandibula dengan lebar lengkung rahang maksila pada
regio kaninus, premolar pertama, premolar kedua dan molar pertama pada laki-laki.
Sedangkan pada perempuan hanya pada regio premolar kedua maksila. Pada
lengkung mandibula, terlihat bahwa pada laki-laki terdapat hubungan yang signifikan
antara sudut dataran mandibula dengan lebar interkaninus dan interpremolar pertama
mandibula.8 Pada penelitian Chen dkk; mengenai hubungan lebar lengkung rahang
dengan sudut MP-SN terlihat bahwa ada hubungan yang signifikan antara lebar
lengkung rahang pada regio intermolar maksila dan mandibula dengan sudut MP-SN
dimana lebar lengkung rahang pada kelompok dengan sudut MP-SN rendah lebih
besar daripada lebar lengkung rahang pada kelompok dengan sudut MP-SN yang
tinggi.40 Pada penelitian ini juga ditemukan korelasi antara sudut MP-SN dengan
lebar lengkung rahang pada regio interkaninus bukal walaupun korelasinya sangat
lemah. Kemudian, Isaacson dkk., juga melaporkan bahwa lebar intermolar maksila
lebih kecil pada individu yang memiliki wajah panjang daripada individu yang
berwajah pendek. 13
Perbedaan hasil yang diperoleh dapat disebabkan oleh adanya perbedaan
metode pengukuran, jenis oklusi dan maloklusi sampel, umur, besar sampel, kriteria
inklusi dan eksklusi sampel, analisis statistik yang dipakai maupun perbedaan
populasi ras yang diteliti. Pada penelitian Fengshan Chen dkk, pengukuran lebar
lengkung rahang dilakukan pada regio intermolar maksila dan mandibula dimana
lebar intermolar diukur dari bagian paling menonjol di bagian bukal ke bagian yang
sama pada sisi yang berlawanan dan pengukurannya dilakukan pada sefalogram
antero-posterior.40 Sedangkan pada penelitian ini, pengukuran lebar lengkung rahang
Universitas Sumatera Utara
dilakukan pada regio intermolar dan interkaninus baik pada maksila dan mandibula
dengan titik refrensi 5 mm apikal untuk bagian bukal dan pada pertengahan garis
servikal untuk bagian palatal menggunakan model studi. Pada penelitian Forster dkk,
penelitian dilakukan dengan mengkelompokkan berdasarkan jenis kelamin pada ras
yang sama yaitu ras Kaukasia dan tidak menggunakan sampel yang memiliki
crowded berat.8 Sedangkan pada penelitian ini tidak memperhatikan susunan gigi
geligi, sehingga dapat menyebabkan perbedaan hasil pengukuran lebar lengkung
rahang.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian hubungan pola pertumbuhan vertikal wajah
dengan lebar lengkung rahang pada pasien usia dewasa di Klinik PPDGS Ortodonti
FKG USU, dapat disimpulkan bahwa :
1.
Rerata sudut MP-SN adalah 30,64o.
2.
Distribusi lebar lengkung rahang atas, rerata lebar interkaninus sisi
bukal sebesar 37,47 mm, lebar interkaninus sisi palatal 25,56 mm, lebar intermolar
sisi bukal 61,47 mm, dan lebar intermolar bagian palatal 35,57 mm. Sedangkan aspek
lebar lengkung rahang bawah, rerata lebar interkaninus sisi bukal 28,83 mm, lebar
interkaninus sisi lingual 20,00 mm, lebar intermolar sisi bukal 56,41 mm, dan lebar
intermolar sisi lingual 32,93 mm.
3.
Tidak terdapat hubungan antara sudut MP-SN dengan lebar lengkung
rahang pada pada semua pengukuran kecuali lebar interkaninus bukal rahang atas
karena memiliki nilai signifikansi (p) yang tidak bermakna yaitu (p ≥ 0,05).
Hubungan korelasi dalam arah negatif menunjukkan bahwa semakin besarnya sudut
MP-SN, maka lebar lengkung rahang pada semua pengukuran kecuali lebar
interkaninus bukal rahang bawah.
Universitas Sumatera Utara
6.2 Saran
1.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan pengelompokan subjek
berdasarkan jenis kelamin, suku, jenis dan tipe maloklusi.
2.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang
lebih besar untuk mendapatkan validitas yang lebih tinggi.
3.
Meningkatkan kualitas gambaran radiografi sefalometri sehingga
terhindar dari kemungkinan terjadinya kesalahan dalam penapakan sefalometri.
Universitas Sumatera Utara
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan rancangan
cross sectional.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian ini adalah di Departemen Ortodonti Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Sumatera Utara yang berlokasi di Jl. Alumni No. 2 Kampus
Universitas Sumatera Utara, Medan. Waktu penelitian dilakukan mulai Juni sampai
Desember 2016.
3.3 Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien di klinik PPDGS ortodonti FKG
USU dengan usia 18 minimal tahun.
3.4 Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah sefalogram lateral dan model studi gigi
(sebelum perawatan) yang diperoleh dari data rekam medik pasien di klinik PPDGS
ortodonti FKG USU. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode
purposive sampling berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi. Besar sampel ditentukan
dengan rumus sebagai berikut :
�=�
2
�� + ��
� +3
0,5��[(1 + �)/(1 − �)]
Universitas Sumatera Utara
Keterangan :
n
= jumlah minimum sampel
Zα
= Standar error tipe 1; α = 5% → Zα = 1,96
Zβ
= Standar error tipe 2; β = 15% → Zβ = 1,036
r
= Koefisien korelasi = 0,45 (penelitian terdahulu)
Sehingga jumlah sampel minimum adalah :
�=�
2
1,96 + 1,036
� + 3 = 41,47 ≈ 42
0,5��[(1 + 0,45)/(1 − 0,45)]
Jumlah sampel minimum sampel adalah 42.
Jumlah sampel yang dipakai dalam penelitian ini adalah 45 sampel, dan
pemilihan sampel disesuaikan dengan kriteria inklusi dan ekslusi.
3.4.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria inklusi kelompok sampel :
•
Sefalogram dan model studi gigi pasien sebelum perawatan ortodonti
dalam kondisi baik.
•
Seluruh gigi permanen lengkap sampai molar kedua.
•
Usia minimal 18 tahun (fase pertumbuhan mulai berhenti).
•
Kualitas sefalogram lateral dan model studi gigi yang baik.
•
Tidak ada kelainan ukuran gigi (makrodonsia dan mikrodonsia),
bentuk serta jumlah gigi.
•
Tidak ada fraktur atau atrisi pada gigi.
•
Tidak ada asimetris mandibula.
•
Tidak ada riwayat trauma kepala.
Kriteria eksklusi kelompok sampel :
•
Data rekam medik yang tidak lengkap.
•
Kualitas sefalogram lateral dan model studi gigi yang tidak baik.
•
Kehilangan gigi posterior.
Universitas Sumatera Utara
3.5 Variabel Penelitian
•
Variabel bebas
-
Pola pertumbuhan vertikal wajah (Sudut MP-SN)
•
Variabel tergantung
-
Lebar lengkung gigi :
o
Lebar interkaninus pada sisi bukal dan palatal/lingual.
o
Lebar intermolar pada sisi bukal dan palatal/lingual.
•
-
Variabel tidak terkendali
Kebiasaan buruk
Ras
Crowding
3.6 Defenisi Operasional Penelitian
a. Klas I skeletal : sampel yang memiliki besar sudut ANB 2-4o (dilihat dari
kartu status pasien)
b. Klas II skeletal : sampel yang memiliki besar sudut ANB>4o (dilihat dari
kartu status pasien)
c. Klas III skeletal : sampel yang memiliki besar sudut ANB 0,05 maka variabel terdistribusi normal. Pengujian Shapiro-Wilk
menunjukkan keduabelas variabel terdistribusi normal maka hubungan antara pola
pertumbuhan vertikal wajah yaitu sudut MP-SN dan lebar lengkung rahang dapat
diperoleh dengan menggunakan uji korelasi Pearson’s. (Tabel 3)
Pada tabel 3, hasil uji korelasi Pearson’s antara sudut MP-SN dengan lebar
lengkung rahang pada regio intermolar bukal untuk rahang bawah diketahui sebesar
-0,112. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan korelasinya lemah dengan signifikansi
(p) sebesar 0,462 dimana p> 0,05 sehingga korelasi dinyatakan tidak memiliki
signifikansi yang bermakna.
Universitas Sumatera Utara
Pada tabel 3 terlihat bahwa hasil korelasi dalam arah negatif. Tanda negatif
tidak menunjukkan besarnya nilai korelasi, tetapi menunjukkan arah korelasi variabel
penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar sudut MP-SN, maka lebar
lengkung rahang pada regio intermolar bukal rahang bawah cenderung menjadi lebih
sempit.
Tabel 3. Hubungan antara Sudut MP-SN dengan Lebar Lengkung Gigi pada Pasien
di Klinik PPDGS Ortodonti FKG-USU ( Uji Korelasi Pearson’s )
Lebar Lengkung Gigi
Sudut MP-SN
P
r (Pearson’s)
Interkaninus bukal
0,031
-0,323
Interkaninus palatal
0,389
-0,132
Intermolar bukal
0,423
-0,123
Intermolar palatal
0,504
-0,102
Interkaninus bukal
0,604
0,079
Interkaninus lingual
0,475
-0,109
Intermolar bukal
0,462
-0,112
Intermolar lingual
0,267
-0,169
Lebar Lengkung Gigi RA
Lebar Lengkung Gigi RB
Korelasi bermakna adalah signifikan pada taraf uji p≤ 0,05
( r ) = 0,21 – 0,40
lemah
( r ) = 0,41 – 0,60
sedang
( r ) = 0,61 – 0,80
cukup kuat
Tanda negatif menyatakan arah korelasi variabel
Universitas Sumatera Utara
BAB 5
PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara
pola pertumbuhan vertikal wajah dengan lebar lengkung gigi. Sampel penelitian ini
adalah pasien di klinik PPDGS ortodonti FKG USU. Subjek dalam penelitian ini
memiliki kriteria yaitu skeletal Klas I, Klas II, dan Klas III. Dalam penelitian ini
umur yang digunakan yaitu minimal 18 tahun karena pada umur tersebut merupakan
usia maturasi dimana pada usia ini telah melewati masa pubertas dan fase tumbuh
kembangnya telah stabil.
Pada usia 18 tahun kecepatan pertumbuhan mulai melambat, khususnya
pertumbuhan kepala mencapai puncaknya pada umur 14 – 16 tahun dan mulai stabil
pada umur 18 tahun. Pertumbuhan basis kranial berlangsung pada rentang usia 5-20
tahun
yang mana pada dasarnya pertumbuhan basis kranial mulai terhenti pada
rentang umur 14-17 tahun.39 Pertumbuhan maksila dan mandibula berakhir pada usia
15 tahun untuk wanita dan 17 tahun untuk pria.10 Analisis Rocky Mountain oleh
Ricketts dkk; biasanya digunakan untuk diagnosis dimensi transversal pada maksila
dan mandibula, menunjukkan pertumbuhan terus-menerus dari umur 9 sampai 16.12
Tabel 3 menunjukkan semua pengukuran menunjukkan nilai korelasi negatif
baik pada rahang atas dan rahang bawah kecuali pada pengukuran interkaninus bukal
rahang bawah. Korelasi yang signifikan antara SN-MP dan lebar lengkung rahang
hanya terdapat pada pengukuran interkaninus bukal rahang bawah sementara semua
pengukuran tidak terdapat korelasi yang signifikan. Tanda negatif tidak menunjukkan
besarnya nilai korelasi, tetapi menunjukkan arah korelasi variabel penelitian. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin besar sudut MP-SN, maka lebar lengkung gigi regio
intermolar bukal rahang bawah cenderung menjadi lebih sempit. Hasil ini sependapat
dengan Nasby dkk. (1972), yang juga menemukan adanya korelasi negatif tetapi pada
penelitian beliau ditemukan hanya pada pengukuran antara bidang mandibula (sudut
Universitas Sumatera Utara
MP-SN) dengan lebar intermolar mandibula. Pada penelitiannya ditemukan bahwa
lebar intermolar mandibula lebih besar untuk subjek dengan sudut MP-SN rendah
daripada subjek dengan sudut MP-SN tinggi. Hasil tersebut menunjukkan adanya
penurunan lebar intermolar mandibula untuk setiap peningkatan sudut MP-SN.14
Pola pertumbuhan vertikal wajah lama telah dihubungkan dengan lebar
lengkung gigi. Hasil berbeda diperoleh Foster dkk. (2008), mengenai hubungan
bentuk vertikal wajah dengan lebar lengkung rahang dimana terlihat bahwa ada
hubungan antara sudut bidang mandibula dengan lebar lengkung rahang maksila pada
regio kaninus, premolar pertama, premolar kedua dan molar pertama pada laki-laki.
Sedangkan pada perempuan hanya pada regio premolar kedua maksila. Pada
lengkung mandibula, terlihat bahwa pada laki-laki terdapat hubungan yang signifikan
antara sudut dataran mandibula dengan lebar interkaninus dan interpremolar pertama
mandibula.8 Pada penelitian Chen dkk; mengenai hubungan lebar lengkung rahang
dengan sudut MP-SN terlihat bahwa ada hubungan yang signifikan antara lebar
lengkung rahang pada regio intermolar maksila dan mandibula dengan sudut MP-SN
dimana lebar lengkung rahang pada kelompok dengan sudut MP-SN rendah lebih
besar daripada lebar lengkung rahang pada kelompok dengan sudut MP-SN yang
tinggi.40 Pada penelitian ini juga ditemukan korelasi antara sudut MP-SN dengan
lebar lengkung rahang pada regio interkaninus bukal walaupun korelasinya sangat
lemah. Kemudian, Isaacson dkk., juga melaporkan bahwa lebar intermolar maksila
lebih kecil pada individu yang memiliki wajah panjang daripada individu yang
berwajah pendek. 13
Perbedaan hasil yang diperoleh dapat disebabkan oleh adanya perbedaan
metode pengukuran, jenis oklusi dan maloklusi sampel, umur, besar sampel, kriteria
inklusi dan eksklusi sampel, analisis statistik yang dipakai maupun perbedaan
populasi ras yang diteliti. Pada penelitian Fengshan Chen dkk, pengukuran lebar
lengkung rahang dilakukan pada regio intermolar maksila dan mandibula dimana
lebar intermolar diukur dari bagian paling menonjol di bagian bukal ke bagian yang
sama pada sisi yang berlawanan dan pengukurannya dilakukan pada sefalogram
antero-posterior.40 Sedangkan pada penelitian ini, pengukuran lebar lengkung rahang
Universitas Sumatera Utara
dilakukan pada regio intermolar dan interkaninus baik pada maksila dan mandibula
dengan titik refrensi 5 mm apikal untuk bagian bukal dan pada pertengahan garis
servikal untuk bagian palatal menggunakan model studi. Pada penelitian Forster dkk,
penelitian dilakukan dengan mengkelompokkan berdasarkan jenis kelamin pada ras
yang sama yaitu ras Kaukasia dan tidak menggunakan sampel yang memiliki
crowded berat.8 Sedangkan pada penelitian ini tidak memperhatikan susunan gigi
geligi, sehingga dapat menyebabkan perbedaan hasil pengukuran lebar lengkung
rahang.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian hubungan pola pertumbuhan vertikal wajah
dengan lebar lengkung rahang pada pasien usia dewasa di Klinik PPDGS Ortodonti
FKG USU, dapat disimpulkan bahwa :
1.
Rerata sudut MP-SN adalah 30,64o.
2.
Distribusi lebar lengkung rahang atas, rerata lebar interkaninus sisi
bukal sebesar 37,47 mm, lebar interkaninus sisi palatal 25,56 mm, lebar intermolar
sisi bukal 61,47 mm, dan lebar intermolar bagian palatal 35,57 mm. Sedangkan aspek
lebar lengkung rahang bawah, rerata lebar interkaninus sisi bukal 28,83 mm, lebar
interkaninus sisi lingual 20,00 mm, lebar intermolar sisi bukal 56,41 mm, dan lebar
intermolar sisi lingual 32,93 mm.
3.
Tidak terdapat hubungan antara sudut MP-SN dengan lebar lengkung
rahang pada pada semua pengukuran kecuali lebar interkaninus bukal rahang atas
karena memiliki nilai signifikansi (p) yang tidak bermakna yaitu (p ≥ 0,05).
Hubungan korelasi dalam arah negatif menunjukkan bahwa semakin besarnya sudut
MP-SN, maka lebar lengkung rahang pada semua pengukuran kecuali lebar
interkaninus bukal rahang bawah.
Universitas Sumatera Utara
6.2 Saran
1.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan pengelompokan subjek
berdasarkan jenis kelamin, suku, jenis dan tipe maloklusi.
2.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang
lebih besar untuk mendapatkan validitas yang lebih tinggi.
3.
Meningkatkan kualitas gambaran radiografi sefalometri sehingga
terhindar dari kemungkinan terjadinya kesalahan dalam penapakan sefalometri.
Universitas Sumatera Utara