Studi Fenomenologi Komunikasi Empatik Orangtua dan Anak Penderita Kanker di Yayasan Onkologi Anak Medan

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah
Sehat merupakan hal yang sangat penting sekaligus harta yang paling

berharga dalam kehidupan setiap orang. Istilah sehat itu sendiri dalam praktiknya
mengandung banyak pengertian profesional yang beragam. Sehat dari sudut
pandangan kedokteran dulunya sangat erat kaitannya dengan kebersihan dan
penyakit. Kesehatan dalam kenyataannya ternyata tidak sesederhana itu, namun
harus dilihat dari berbagai aspek. WHO mendefenisikan pengertian sehat sebagai
suatu keadaan sempurna baik jasmani, rohani, maupun kesejahteraan sosial
seseorang. Definisi kesehatan lainnya tertuang dalam UU No 23 tahun 1992 tentang
kesehatan yakni suatu keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Pengertian ini
menekankan bahwa kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri
dari unsur-unsur fisik, mental, dan sosial. Kesehatan jiwa turut pula dilihat sebagai

bagian dalam integral kesehatan.
Penyakit merupakan suatu fenomena kompleks yang nyatanya memiliki
pengaruh negatif terhadap kehidupan manusia. Perilaku dan cara hidup manusia
dapat menjadi penyebab munculnya berbagai jenis penyakit baik di zaman primitif
maupun di masyarakat yang sudah sangat maju peradaban dan kebudayaannya,
penyakit jika ditinjau dari segi biologisnya merupakan kelainan berbagai organ
tubuh manusia, sedangkan dari segi kemasyarakatan keadaan sakit dianggap sebagai

Universitas Sumatera Utara

2

penyimpangan perilaku dari keadaaan sosial yang normatif. Penyimpangan tersebut
dapat disebabkan oleh kelainan biomedis dari individu yang bersangkutan.
Mullavey-O’Byrne seperti dikutip dalam Mulyana (2008: 10) menyatakan
bahwa ada tiga paradigma atau sistem untuk menelaah kesehatan, keadaan sakit dan
penyakit yaitu sistem biomedis, sistem personalistik, dan sistem naturalistik.
Menurut sistem biomedis yang dominan di Barat sejak abad ke -18 hingga kini,
penyakit merupakan akibat dari abnormalitas fungsi atau struktur tubuh. Penyakit
juga disebabkan oleh virus atau bakteri, kecelakaan dan usia tua. Keadaan sakit

seperti juga keadaan sehat, adalah fenomena objektif yang disebakan oleh faktorfaktor tertentu yang dapat diteliti secara ilmiah di laboratorium. Pengobatan barat
berpegang teguh pada pendapat bahwa penyakit disebabkan oleh makhluk
mikroskopis seperti bakteri, kuman atau virus yang mengacaukan fungsi fisiologis
alamiah atau mekanisme pertahanan tubuh manusia. Seiring perkembangan zaman,
jenis penyakit pun mengalami perkembangan, salah satunya seperti penyakit kanker.
Kanker merupakan salah satu penyakit pembunuh terbesar di dunia, kanker
adalah penyakit yang disebabkan oleh ketidakteraturan perjalanan hormon didalam
tubuh sehingga mengakibatkan tumbuhnya daging pada jaringan tubuh yang normal.
Kanker merupakan segolongan penyakit yang ditandai dengan pembelahan sel yang
tidak dapat terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut menyerang jaringan biologis
lainnya, kanker dapat menyebabkan banyak gejala yang berbeda, bergantung kepada
lokasinya dan karakter dari keganasannya (www.yayasankankerindonesia.org
diakses 23 Februari 2016).

Universitas Sumatera Utara

3

Berdasarkan data dari laporan Global Burden Cancer tahun 2013, jumlah
kasus kanker pada anak-anak dan dewasa mencapai 14,1 juta kasus dengan angka

kematian mencapai 8,2 juta. Data ini menunjukkan adanya peningkatan

jika

dibandingkan data tahun 2010, yaitu terdapat 12,7 juta kasus dengan 7,6 juta
kematian. World Health Organization (WHO) memprediksi bahwa setidaknya ada
175.300 kasus baru kanker dan ada sekitar 96.400 yang meninggal karena kanker
di seluruh dunia. Tingginya angka kematian ini kebanyakan disebabkan oleh
keterlambatan

pengobatan

yakni

ketika

sudah

memasuki


stadium

akhir

(http/www.depkes.go.id/article/ diakses tanggal 23 Maret 2016).
Fenomena penderita kanker yang terus meningkat membuat suatu simpulan
bahwa peningkatan penyakit tersebut turut pula mempengaruhi perkembangan
pengetahuan tentang penyakit kanker. Penyakit ini juga dapat diperburuk oleh stres
emosional atau masalah psikologis. Keyakinan bahwa penyakit kanker disebabkan
oleh infeksi, alergi atau terganggunya fungsi fisiologis seseorang, akhirnya yang
dilakukan selama ini

hanya upaya menghilangkan atau menetralisir mekanisme

penyerbuan penyakit. Perkembangan pengetahuan juga membuktikan bahwa kondisi
sakit seseorang bukan hanya semata disebabkan adanya gangguan fisik, tetapi juga
akibat adanya cara dan pola berfikir mengenai konsep sakit, sekaligus kondisi psikis
seseorang yang dapat mempengaruhi tingkat kesehatan fisiknya.
Penderita kanker umumnya mengalami kesulitan dalam berkomunikasi
dengan orang lain dan artinya komunikasi yang terjalin pun kurang efektif. Manusia

mempunyai sifat yang holistik yakni makhluk fisik sekaligus psikologis, yang mana
kedua aspek ini saling berkaitan satu sama lain dan saling mempengaruhi, sehingga

Universitas Sumatera Utara

4

apa yang terjadi dengan kondisi fisik manusia akan mempengaruhi pula kondisi
psikologisnya. Fakta menarik bahwa penyakit fisik yang dialami seseorang tidak
hanya menyerang manusia secara fisik saja, tetapi juga mempengaruhi
psikologisnya. Hal ini dapat kita lihat pada pasien penderita kanker dimana ketika
dokter mendiagnosis bahwa seseorang menderita penyakit berbahaya seperti kanker,
secara umum ada tiga bentuk respon emosional yang bisa muncul, yaitu penolakan,
kecemasan, dan depresi.
Keadaan tersebut sangat sulit bagi pasien kanker untuk dapat menerima
dirinya karena penanganan penyakit kanker ini dapat menimbulkan stres yang terus
menerus, sehingga tidak hanya mempengaruhi penyesuaian fisik. Perubahan yang
dialami seperti fungsi tubuh yang pada awalnya bekerja secara normal menjadi tidak
normal, tapi juga menyesuaikan dengan psikologis individu. Perubahan-perubahan
sistem dan fungsi tubuh yang terjadi pada penderita kanker dapat menimbulkan

gangguan pada penderita, dimana penderita mengalami ketergantungan kepada orang
lain baik itu orangtua atau keluarga terdekat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
Kebutuhan lainnya seperti kebutuhan sosial yakni komunikasi kepada dokter atau
perawat yang menangani sakitnya. Penyakit kanker tentunya akan terasa lebih berat
jika dialami oleh anak-anak.
Kanker pada anak adalah penyakit kronis yang mempengaruhi tidak hanya
anak tetapi juga keluarga secara keseluruhan bahkan kanker pada anak dianggap
sebagai penyakit keluarga. Orangtua menjadi orang yang paling stres setelah
mengetahui diagnosis kanker dan pengobatannya pada anak, baik itu stres secara
fisik, psikologis, sosial dan ekonomi. Masalah yang dialami oleh keluarga dapat

Universitas Sumatera Utara

5

digambarkan secara objektif misalnya kebutuhan keuangan dan pekerjaan,
sedangkan masalah subjektif terkait pada reaksi psikologis seperti komunikasi
dengan saudara kandung anak yang sakit, hubungan dengan orang lain, dan adanya
kekhawatiran tentang masa depan anak yang sakit (Elcigil & Conk, 2010: 32).
Gambar 1.1

Prevalensi Penyakit Kanker Pada Penduduk (‰) Menurut Kelompok
Umur Tahun 2013

Sumber: Riset Kesehatan Dasar 2013, Badan Litbangkes Kemenkes RI

Penanganan yang serius sangat diperlukan untuk mengendalikan penyakit ini
terlebih jika dilihat dari jumlah penderita kanker anak yang tidak sedikit. Upaya
pengendalian sudah banyak dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia dan pihak-pihak lain di luar pemerintahan, seperti Yayasan Kanker
Indonesia (YKI), Penanggulangan Kanker Terpadu Paripurna (PKTP), Yayasan
Onkologi Anak Indonesia (YOAI), Yayasan Kasih Kanker Anak Indonesia
(YKAKI) dan masih banyak lagi. Tujuan dari organisasi-organisasi tersebut pada

Universitas Sumatera Utara

6

umumnya adalah untuk memberikan dukungan kepada anak-anak penderita kanker.
Kegiatan motivasi ini tentunya akan membangun pola komunikasi diantara anak
penderita kanker dan organisasi yang terlibat dengan maksud agar pasien terus

semangat meraih cita-cita.
Komunikasi terhadap anak dapat dilakukan dengan memberikan informasi
dan pemahaman mengenai penyakit yang mereka derita. Perlu ditanamkan dalam
benak mereka mengenai kebenaran informasi dari penyakit yang dideritanya. Ikatan
batin antara orangtua dengan anak pastinya lebih baik daripada organisasi atau
yayasan. Orangtua diharapkan mampu memberikan pengertian dengan menggunakan
bahasa dan sikap yang baik sesuai apa yang sudah mereka pahami. Informasi lainnya
selain mengenai penyakitnya yang perlu mereka ketahui yaitu adanya pengertian
bahwa mereka dapat seperti orang lain yang memiliki masa depan yang mereka
inginkan (cita-citakan). Informasi tersebut akan memberikan efek positif kepada
mental anak karena setiap anak membutuhkan ketentraman, perasaan aman dan
tidak dibohongi. Hal lainnya adalah adanya motivasi yang diberikan untuk
menumbuhkan semangat dan membuat mereka selalu ceria di setiap harinya.
Dalam dunia psikologis modern, dikenal suatu cara terapi yaitu terapi
humanistik. Dan hal yang paling terkenal dari terapi humanistik itu adalah “sistem
terapi yang berpusat kepada klien (client-centered therapy) seperti dikutip dari Carl
Rogers dalam Ibrahim (2004: xii) percaya bahwa manusia secara lahiriah termotivasi
untuk memenuhi potensi individual yang mereka miliki. Dengan demikian menurut
Rogers peran pihak ahli terapi dalam hal ini


orangtua adalah membantu anak

menjernihkan perasaan mereka. Dalam melakukan terapi ini orangtua harus bersifat

Universitas Sumatera Utara

7

empati, hangat dan bersungguh-sungguh. Dan diantara kemampuan lainnya orangtua
hendaknya memiliki kemampuan dalam pemahaman dengan

berkomunikasi

empatik kepada anak. Orangtua sebagai komunikator yang memiliki rasa empati
dalam mendampingi anak yang sakit, tentunya memiliki kemampuan melihat
kesakitan itu dari kacamata komunikan dalam hal ini anak penderita kanker.
Pentingnya sikap empati dalam komunikasi ini juga dinyatakan Floyd seperti dikutip
dalam Ibrahim (2004: xiii), kegagalan komunikasi antara lain karena kurangnya
kemampuan mendengarkan dengan empati, karenanya diyakini empati adalah “the
key to effective listening and therefore to communication ”. Empati adalah kunci

untuk mendengarkan secara efektif dan akan menghasilkan komunikasi yang efektif
pula.
Empati memungkinkan anda untuk memahami, secara emosional dan
intelektual, apa yang sedang dialami oleh orang lain. Tentu saja, empati tidak akan
bermakna jika anda tidak mampu mengkomunikasikan pemahaman empati ini
kembali kepada orang lain tersebut. Berempati artinya membayangkan diri kita pada
kejadian yang menimpa orang lain. Dengan empati kita berusaha melihat seperti
orang lain melihat, merasakan seperti orang lain merasakannya. “ you must use this

empathy to achieved increased understanding and to adjust your communications
appropriately,” demikian ujar De Vito (1994: 189). Dengan demikian berkomunikasi
secara empatik berarti kita mampu menumbuhkan sikap empati ini untuk mencapai
pemahaman dan memperbaiki komunikasi secara tepat dalam kehidupan sehari-hari.
Peneliti memilih judul ini dimaksudkan guna mengetahui komunikasi
empatik yang dilakukan pihak internal yaitu orangtua terhadap anak penderita

Universitas Sumatera Utara

8


kanker dalam upaya penyembuhan. Penderita membutuhkan dukungan dari
berbagai pihak untuk menumbuhkan semangat dan keceriaan pada anak setiap
harinya. Tidak hanya dokter saja dalam upaya tersebut, partisipasi orang tua dan
orang-orang di sekitarnya juga sangat dibutuhkan.
Berdasarkan hasil riset pra-penelitian bersama Yayasan Onkologi Anak
Medan, peneliti menemukan fakta bahwa kendala yang dialami oleh anak penderita
kanker untuk sembuh adalah masalah ekonomi, tempat tinggal dan waktu. Kita juga
mengetahui bersama bahwa penyakit tersebut sumbernya pikiran oleh karenanya,
dukungan sangatlah penting dalam menyembuhkan penyakit. Setiap orangtua pasti
berusaha memberikan yang terbaik kepada anaknya, bagaimana agar mereka terus
mau berjuang melawan sakit yang dideritanya. Perjuangan melawan kanker tidaklah
cukup hanya dengan mengandalkan obat, akan tetapi juga dengan dukungan. Setiap
orangtua pasti punya gaya komunikasi yang berbeda dengan anaknya, dan juga
proses apa yang dilalui orangtua dengan anak yang menderita kanker.
Perasaan yang acapkali bergejolak di benak para orangtua dari anak penderita
kanker ini adalah berupa luapan rasa emosi. Emosi adalah penghayatan seseorang
akan pola perubahan fisiologis tubuhnya dalam menanggapi peristiwa yang akan
memiliki dampak besar terhadap kesejahteraannya atau berpotensi menimbulkan
perubahan besar di dunianya (Arif, 2016: 47-48). Ketika terjadi suatu peristiwa
penting, yang sangat mungkin punya dampak besar bagi kesejahteraan seorang
pribadi, pribadi itu akan mengalami perubahan fisiologis yang signifikan. Perubahan
fisiologis itu merupakan pengalaman langsung pribadi itu akan peristiwa tersebut,
yang menyiapkan dirinya untuk bertindak; yaitu bertindak dengan cara-cara yang

Universitas Sumatera Utara

9

telah

terpola

secara

evolusioner,

yang

ditujukan

untuk

mempertahankan/meningkatkan kesejahteraannya. Emosi adalah penghayatan yang
belum tentu disadari akan seluruh dinamika itu.
Perasaan emosi yang berujung pada kesedihan yang mendalam dialami oleh
setiap orangtua dari anak penderita kanker. Mereka seolah-olah dapat merasakan
sakit yang sedang dialami oleh anak mereka. Kemampuan para orangtua untuk
mengetahui apa yang dialami sang anak di saat melalui masa-masa sakit dan
perjuangan melawan kanker dari perspektif atau sudut pandang mereka ini, dapat
dikategorikan sebagai rasa empati. Empati merupakan dasar hubungan interpersonal.
Hal yang juga penting diungkap dalam konteks peningkatan mutu empati seseorang
adalah berlatih menampakkan ekspresi-ekspresi atau isyarat-isyarat non-verbal yang
membuat orang lain merasa dimengerti dan diterima, karena kemampuan empati
terutama melibatkan kemampuan seseorang untuk membaca perasaan lewat
pemahaman terhadap isyarat-isyarat non-verbal orang lain. Pemahaman seperti ini
membuat hubungan antar individu terjalin dengan baik (Covey, 2015: 307).
Manusia sebagai makhluk sosial yang berinteraksi dan berkomunikasi, yang
kemudian dapat membentuk rasa saling pengertian, menumbuhkan persahabatan,
memelihara kasih sayang, menyebarkan pengetahuan, dan melestarikan peradaban.
Namun komunikasi juga dapat menimbulkan perpecahan, permusuhan, dan
menciptakan kebencian. Tidak jarang konflik sesama manusia terjadi akibat
komunikasi yang kurang empatik. Kualitas hidup dan hubungan sesama manusia
dapat ditingkatkan dengan memahami dan memperbaiki kopmunikasi yang
dilakukan.

Universitas Sumatera Utara

10

Kemampuan manusia dalam berkomunikasi empatik, kelihatannya mulai
berkurang dari individu dalam masyarakat kontemporer. Saat ini kemampuan
komunikasi empatik sangat dibutuhkan untuk memperbaiki berbagai kegagalan
komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, komunikasi
sosial ataupun komunikasi antarbudaya, yang tak jarang dalam kehidupan sehari-hari
menyulut kesalahpahaman, sikap saling menghakimi, saling menyalahkan, bahkan
memicu terjadinya konflik. Manusia sering mengabaikan hal-hal yang kelihatannya
kecil seperti cara berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari.
Teori-teori psikoanalisis menggambarkan kemunculan konsep empati lebih
pada konteks interaksi emosional antara ibu dan anak, yaitu bagaimana seorang ibu
mampu meredakan kemarahan anak, memberikan pelukan kehangatan yang
menenangkan, memberikan jalan keluar atas masalah yang dihadapi dan seterusnya.
Demikian pula tentang bagaimana anak bisa menempatkan diri dalam menanggapi
‘senioritas dan otoritas’ peran orang tua dalam keluarga. Menurut psikoanalisis,

empati merupakan pusat dari hubungan interpersonal, yang artinya kunci dari
hubungan interpersonal adalah empati. Dalam hubungan keluarga, Harry S. Sullivan
(salah satu tokoh psikoanalisis) memandang ibu dan anak berada di dalam satu
ikatan hubungan empatik yang saling membutuhkan. Ia menyebutnya sebagai empati
primitif (Friedman, 2008: 256).
Pengalaman hidup dalam berinteraksi membuktikan betapa sulitnya
hubungan antar manusia, begitupun hubungan orangtua dan anak, apalagi dengan
anak yang sedang sakit. Hal-hal yang dianggap sepele oleh salah satu pihak dapat
menimbulkan rentannya suatu hubungan, karena itu dalam berkomunikasi secara

Universitas Sumatera Utara

11

empatik, kita harus lebih dulu merasakan dan memahami orang lain, dan sikap ini
tentu saja harus timbal balik dan menghasilkan pemahaman empatik, bersikap peka
terhadap respons atau isyarat apapun yang muncul dari lawan bicara yang menerima
pesan komunikasi dari kita, baik verbal maupun non verbal. Kata kata kunci yang
merupakan pedoman dalam dalam komunikasi empatik adalah memahami,
kepedulian, penghargaan, dan perhatian kepada orang lain, oleh karena itu
berkomunikasi secara empatik adalah berkomunikasi dengan rasa hati yang
mendalam.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik melihat bagaimana
komunikasi empatik yang terjalin antara orangtua dengan anak penderita kanker
yang berobat di Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan dan tinggal di Yayasan
Onkologi Anak Medan (YOAM). Berbagai pemaparan yang telah dijabarkan di atas
menjadi dasar bagi peneliti untuk melakukan kajian penelitian yang berjudul “ Studi

fenomenologi Komunikasi Empatik Orangtua dan Anak Penderita Kanker”.

2.

Fokus Masalah
Fokus masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

Bagaimana upaya komunikasi empatik orangtua dalam penyampaian pesan kepada
anak yang menderita kanker, dan hambatan – hambatan apa yang dihadapi dalam
proses tersebut.

3.

Tujuan Penelitian
Secara ringkas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

12

a. Untuk menggambarkan upaya komunikasi empatik orangtua dan anak
penderita kanker.
b. Untuk menginterpretasi proses komunikasi empatik yang dilakukan orangtua
dan anak penderita kanker.
c. Untuk mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dan solusi
yang dilakukan dalam proses komunikasi empatik orangtua dan anak
penderita kanker.

4.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini kedepannya memiliki beberapa manfaat, yaitu:
a. Manfaat akademis: penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah
penelitian komunikasi dan sumber bacaan, secara khusus penelitian tentang
komunikasi empatik.
b. Manfaat teoritis: penelitian ini ingin membuktikan relevansi dari teori-teori
dalam komunikasi antar pribadi dan komunikasi dengan anak yang kemudian
digunakan untuk mengetahui bagaimana komunikasi empatik orangtua
dengan anak penderita kanker dalam memotivasi diri anak. Penelitian ini
selanjutnya juga dapat menjadi sebuah model aplikatif dan teoritis bagi para
akademisi yang tertarik untuk mengkaji permasalahan sosial di masyarakat.
c. Manfaat praktis: penelitian ini dapat memberikan hasil berupa masukan bagi
orangtua tentang bagaimana pola komunikasi yang dilakukan terhadap anak
yang menderita kanker dalam memotivasi dirinya agar sembuh. Komunikasi
empatik yang sudah berjalan dengan baik ini kemudian dapat menjadi metode

Universitas Sumatera Utara

13

atau instrumen bagi para aktivits sosial pemberdaya LSM dan juga pembuat
kebijakan untuk memecahkan permasalahan berkaitan dengan kanker anak di
Indonesia.

Universitas Sumatera Utara