Pengalaman Ibu Dalam Merawat Anak Penderita Kanker di Yayasan Onkologi Anak Medan (YOAM)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society USA. (2015). Cancer fact and figure 2015. Diakses dari

American Cancer Society USA. (2014). Sign and symptom of Cancer. Diakses

dari

Depkes RI. (2014). Menkes luncurkan program pengobatan gratis kanker pada

anak oleh tahir foundation. Diakses dari

tanggal 16 November 2015

Elcigil & Conk. (2010). Determining the Burden of Mothers with Children Who Have Cancer. Deuhyo Ed, 3(4), 175-181

Hancock, Ockleford & Windridge. (2009). An Introduction to Qualitative Research. Nottingham : The NIHR RDS for the East Midlands

Heron,M. (2013). Death : Leading Causes for 2010. National Vital Statistic Report, 62,6

Geetha, C. (2015). Knowledge on Leukimia, the stress and coping strategies of mothers with leukemic children undergoing treatment in a selected cancer institute, India. International Journal of Recent Scientific Research, pp.4192-4196. ISSN: 0976-3031

Kars et al. (2011). Parental experience at the end-of-life in children with cancer: ‘preservation’ and ‘letting go’ in relation to loss. Springer-Verlag, 19:27-35. doi:10.1007/s00520-009-0785-1

Klassen et al. (2008). Impact of Caring for a Child With Cancer on parents’ Health-Related Quality Life. Journal Of Clinical Oncology, 26:5884-5889. doi:10.1200/JCO.2007.15.2835

Kerr, Harrison, Medves, & Tranmer. (2004). Supportive Care Needs Of Parents Of Children With Cancer: Trantition From Diagnosis to Treatment.

Oncology Nursing Forum, doi:10.1188/04.ONF.E116-E126

Kholidah & Alsa. (2012). Berfikir Positif untuk Menurunkan Stres Psikologis. Jurnal Psikologi. V39. No.1 : 67-75

Klessen et al. (2012). understanding the health impact of caregiving : a qualitative study of immigrant parents and single parents of children with cancer.

Springer Science, 21:1595-1605. doi:10.1007/s11136-011-0072-8

Kristiani, Wirawan, Kusumarojo & Tehuteru. (2008). Gambaran emosi ibu dari anak penderita kanker. Indonesian Journal Of Cancer, 2, 60-62

Lehr et al. (2011). Children’s Oncology Group: The Family Handbook. East West Highway: Cure Search for Children’s Cancer


(2)

Masa’deh, Collier & Hall. (2012). Parental stress when caring for a child with cancer in Jordan: a cross-sectional survey. BioMed Central, 10:88

Moreira & Angelo. (2008). Becoming a mother of a child with cancer: building motherhood. Sistema Integrado De Bibliotecas Universidade Sao Paulo, 16(3):335-61

Polit, D. F & Beck, C. T. (2012). Nursing research: principle and methods. 7ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins

Stanrock, J. (2013). Life-Span Development. Fourteenth Edition. New York: McGraw-Hill Companies.

Streubert, H. J & Carpenter, D. R. (2011). Qualitative Research in Nursing. 5ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins

World Health Organization. (2015). International Childhood Cancer Day : 15

February 2015. Diakses dari


(3)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian

Desain ini menggunakan desain fenomenologi. Fenomenologi adalah suatu ilmu yang memiliki tujuan untuk menjelaskan fenomena, penampilan dari sesuatu yang khusus, misalnya pengalaman hidup. Fokus utama dari studi fenomenologi adalah bagaimana orang mengalami suatu pengalaman hidup dan menginterpretasikan pengalamannya (Polit & Beck, 2012) sehingga dari pendekatan fenomenologi ini diharapkan memperoleh pemahaman yang mendalam tentang pengalaman ibu dalam merawat anak penderita kanker di Yayasan Onkologi Anak Medan (YOAM).

3.2 Partisipan

Pengambilan sampel pada penelitian kualitatif tidak diarahkan pada jumlah tetapi berdasarkan pada asas kesesuaian dan kecukupan informasi sampai mencapai saturasi data (Polit & Beck, 2012). Saturasi data terjadi ketika tema dan kategori pada data yang telah diperoleh menjadi repetitive atau berulang-ulang dan berlebihan atau tidak diperlukan seperti tidak adanya informasi baru yang diperoleh peneliti (Polit & Beck, 2012). Pemilihan partisipan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu metode pemilihan partisipan dalam suatu penelitian dengan menentukan terlebih dahulu kriteria partisipan yang akan dilibatkan dalam penelitian. (Polit & Beck, 2012).

Penelitian ini melibatkan partisipan berjumlah 10 orang dimana semua partisipan tersebut telah memenuhi kriteria dan bersedia untuk menjadi partisipan


(4)

yang dinyatakan secara verbal maupun dengan menandatangani surat perjanjian penelitian (informed consent).

Adapun kriteria partisipan dalam penelitian ini adalah: 1) Ibu yang memiliki anak dengan kanker di Yayasan Onkologi Anak Medan, 2) komunikatif, dan 3) bersedia menjadi partisipan yang dinyatakan secara verbal atau dengan menandatangani surat perjanjian penelitian.

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian 3.3.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Yayasan Onkologi Anak Medan (YOAM). Pemilihan lokasi ini dengan pertimbangan sebagai berikut : 1) berdasarkan data

yang diperoleh bahwa Ibu yang memiliki anak penderita kanker terdapat maupun terdaftar sebagai anggota dan pengunjung di Yayasan Onkologi Anak Medan (YOAM), dan 2) terdapat partisipan yang sesuai dengan karakteristik yang telah

ditetapkan oleh peneliti pada kriteria inklusi. 3.3.2 Waktu Penelitian

Pengumpulan data dimulai dari bulan April 2016 sampai dengan Juni 2016, yaitu mulai pengumpulan data sampai dengan seleksi pengumpulan data. 3.4 Pertimbangan Etik

Sebelum melakukan pengumpulan data, peneliti terlebih dahulu mengajukan surat ethical clearance oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Setelah mendapatkan izin, selanjutnya peneliti mencari partisipan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.


(5)

Setelah terbina hubungan saling percaya antara peneliti dan partisipan, peneliti menjelaskan tujuan dari penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian. Apabila calon partisipan bersedia berpartisipasi dalam penelitian, maka partisipan dipersilahkan untuk menandatngani informed consent.

Peneliti tidak memaksa jika partisipan menolak untuk diwawancarai dan menghormati hak-haknya sebagai partisipan dalam penelitian ini. Untuk menjaga kerahasiaan identitas, maka partisipan dapat mencantumkan nama dengan identitas (anonymity). Nama partisipan dibuat dengan inisial. Selanjutnya identitas partisipan juga dirahasiakan (confidentiality) dimana hanya informasi yang diperlukan saja yang akan dituliskan dan dicantumkan dalam penelitian.

3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terbagi dua bagian. Pertama merupakan Kuisioner Data Demografi (KDD) yang berisi pertanyaan mengenai data umum partisipan meliputi nama, usia, agama, pendidikan terakhir, pekerjaan, suku paritas, jumlah anak, nomor telepon, dan informasi tentang anak.

Instrumen kedua merupakan panduan wawancara. Panduan wawancara ini berisi pertanyaan yang diajukan kepada partisipan, dimana pertanyaan tersebut dibuat sendiri oleh peneliti. Panduan wawancara ini berisikan beberapa pertanyaan yang diajukan seputar pengalaman Ibu dalam merawat anak penderita kanker di YOAM.

3.6 Pengumpulan Data

Pengumpulan data akan dilakukan setelah mendapat izin dari Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan memperoleh ethical


(6)

clereance dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, kemudian peneliti meminta izin Yayasan Onkologi Anak Medan (YOAM) untuk melakukan penelitian.

Dalam permohonan izin pengumpulan data di YOAM peneliti tidak menemukan adanya kesulitan dari tempat penelitian. Peneliti memberikan surat izin dan mendapatkan respon yang baik. Setelah memperoleh izin dari pengurus YOAM, peneliti dapat mengumpulkan data dari ibu-ibu yang merawat anak dengan kanker yang terdaftar sebagai anggota di Yayasan Onkologi Anak Medan. Pengumpulan data dilakukan dengan kajian kualitatif, dan peneliti mengumpulkan sendiri data-data yang diperlukan.

Metode pengumpulan data yang digunakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam (in-depth interview). Peneliti melakukan pilot study sebelum pengumpulan data lebih lanjut dengan maksud untuk uji coba instrument penelitian yang digunakan dalam pengumpulan data kepada partisipan pertama agar dapat diketahui apakah instrument tersebut cukup baik atau tidak untuk menghasilkan wawancara yang komunikatif dan dapat dipahami.

Setelah pilot study, peneliti melakukan wawancara kepada partisipan yang sebelumnya telah direkomendasikan oleh YOAM untuk menjadi calon partisipan. Peneliti kemudian bertemu calon partisipan untuk membuat janji pertemuan dan membuat persetujuan untuk menjadi partisipan penelitian. Proses wawancara dimulai dengan melakukan pendekatan kepada calon partisipan yang disebut juga


(7)

persetujuan penelitian oleh partisipan. Prolonged engagement dilakukan lebih dari satu kali pada masing-masing partisipan, sampai peneliti dan partisipan dapat saling percaya sehingga partisipan merasa nyaman untuk membagi pengalamannya dalam wawancara mendalam tersebut dengan tetap memperhatikan prinsip komunikasi.

Setelah partisipan bersedia untuk diwawancarai, maka partisipan diminta membaca dan menandatangani informed consent dan mengisi data demografi. Kemudian peneliti mulai melakukan wawancara mendalam atau in-deptinterview

dengan menggunakan pertanyaan terbuka selama tidak lebih dari 60 menit. Peneliti menggunakan panduan wawancara yang dibuat untuk membantu peneliti dalam mengumpulkan informasi. Kemudian peneliti juga mengajukan pertanyaan yang lebih dalam dari apa yang sudah ditanyakan kepada partisipan pada pertanyaan-pertanyaan sebelumnya (probing). Proses wawancara direkam dengan menggunakan perekam suara dimana peneliti menggunakan fitur perekam suara pada telepon genggam dan memastikan bahwa kondisi perekam suara dapat digunakan dengan baik selama proses merekam suara.

Langkah selanjutnya adalah peneliti membuat transkip hasil wawancara setiap kali selesai melakukan wawancara. Peneliti mengelompokkan data dan menguraikan data kedalam bentuk narasi dalam bentuk tema, sub tema, dan kategori kemudian membahas ulang hasilnya sesuai dengan analisa data yang telah dilakukan pada partisipan sebelumnya. Pengumpulan data ini dilakukan pada sepuluh partisipan.


(8)

3.7 Analisa Data

Proses analisa data dilakukan segera setelah selesai setiap satu proses wawancara, yaitu bersamaan dengan dibuatnya transkrip wawancara, kemudian transkrip tersebut dibaca berulang kali atau dilakukan seleksi data satu persatu (kata perkata). Peneliti menggunakan metode Colaizzi dalam menganalisa data.

Rekaman hasil wawancara didengarkan dan diketik dalam bentuk transkip. Transkip pada penelitian ini memuat beberapa data tentang inisial partisipan, waktu wawancara, tempat wawancara, dan deskripsi partisipan. Peneliti memberikan nomor untuk setiap baris hasil transkip (line). Penomoran ini membantu peneliti dalam menemukan kembali kutipan wawancara partisipan. Kemudian peneliti membaca seluruh transkip yang diperoleh dari rekaman wawancara, transkip dibaca beberapa kali untuk memperoleh gambaran umum tentang seluruh pernyataan-pernyataan partisipan.

Selanjutnya peneliti menentukan pernyataan-pernyataan yang signifikan dan bermakna pada setiap transkip yang berhubungan dengan pengalaman partisipan, beberapa pernyataan yang mempunyai makna yang sama digabungkan menjadi satu kategori, sedangkan pernyataan yang berbeda dipertimbangkan untuk dijadikan sebagai kategori baru yang saling berhubungan membentuk tema atau subtema. Kemudian peneliti membaca tema dan subtema yang telah diperoleh dan disesuaikan dengan tujuan penelitian. Pada tahap akhir adalah mengintegrasikan dan mensintesis tema dan subtema kedalam deskripsi menyeluruh.


(9)

Pada proses penelitian ini peneliti juga melakukan validasi kepada partisipan (member checking). Validasi yang dilakukan ini bertujuan mengkonfirmasi ataupun memastikan kembali akan pernyataan-pernyataan yang telah disimpulkan oleh peneliti.

3.8 Tingkat Kepercayaan Data

Untuk memperoleh hasil penelitian yang dapat dipercaya maka data divalidasi dengan lima kriteria, yaitu credibility (dapat dipercaya) , confirmability

(persetujuan relevansi), transferability (bisa digunakan pada konteks lain), dependability (konsisten), dan authenticity (Lincoln & Guba dalam Polit & Beck, 2012).

Credibility merupakan kriteria untuk memenuhi nilai kebenaran dari data dan informasi yang dikumpulkan. Peneliti harus memungkinkan peningkatan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan. Peneliti melakukan teknik

prolonged engagement yaitu mengadakan pertemuan dengan partisipan sebanyak lebih dari 1 kali di tempat yang sudah dijanjikan bersama partisipan, sehingga antara peneliti dan partisipan memiliki keterkaitan yang lama sehingga akan semakin akrab, semakin terbuka, dan saling mempercayai.

Confirmability pada penelitian ini dilakukan dengan memeriksa seluruh transkrip wawancara dan tabel analisis tema kepada ahli di kualitatif. Dalam hal ini dilakukan oleh pembimbing yang merupakan pakar penelitian kualitatif. Kemudian peneliti menentukan tema dari hasil penelitian dalam bentuk matriks tema.


(10)

Transferability mengacu pada sejauh mana hasil penelitian dapat diterapkan dalam situasi atau kelompok lain. Kriteria ini digunakan untuk melihat bahwa hasil penelitian yang dilakukan dalam konteks (setting) tertentu dapat ditransfer ke subjek lain yang memiliki karakteristik yang sama. Hal ini dilakukan dengan cara peneliti menulis laporan penelitian yang diuraikan dengan rinci, jelas, sistematis, dan mudah dimengerti oleh pembaca sehingga pembaca dapat memperoleh gambaran yang jelas tentang pengalaman ibu dalam merawat anak dengan kanker di Yayasan Onkologi Anak Medan.

Dependability merupakan kriteria yang digunakan untuk menilai kualitas dari proses yang peneliti lakukan. Dalam penelitian ini, beberapa catatan yang dapat digunakan untuk menilai kualitas dari proses penelitian adalah data mentah yang diperoleh melalui pengumpulan transkrip-transkrip wawancara, hasil analisa data, membuat koding-koding (pengkodean), dan draft hasil laporan penelitian untuk menunjukkan adanya kesimpulan yang ditarik pada akhir penelitian.

Authenticity memfokuskan pada sejauh mana peneliti dapat menunjukkan berbagai realitas. Authenticity muncul dalam penelitian ketika partisipan menyampaikan pengalaman partisipan dengan penuh perasaan. Penelitian memiliki keaslian jika dapat mengajak pembaca merasakan pengalaman kehidupan yang digambarkan, dan memungkinkan pembaca untuk mengembangkan kepekaan yang meningkat sesuai masalah yang digambarkan.


(11)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian

Penelitian fenomenologi ini bertujuan untuk menggali lebih dalam lagi mengenai pengalaman Ibu yang merawat anak penderita kanker di Yayasan Onkologi Anak Medan (YOAM). Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan empat tema yang menggambarkan pengalaman ibu dalam merawat anak dengan kanker di Yayasan Onkologi Anak Medan. Hasil penelitian yang dibahas adalah karakteristik partisipan dan tema hasil analisa data penelitian.

4.2 Karakteristik Partisipan

Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 10 orang. Kesepuluh partisipan dalam penelitian ini telah memenuhi kriteria dan bersedia untuk diwawancarai serta menandatangani persetujuan menjadi partisipan penelitian sebelum wawancara dimulai. Para partisipan adalah Ibu yang merawat anak dengan kanker di Yayasan Onkologi Anak Medan (YOAM). Karakteristik partisipan pada penelitian ini meliputi usia, agama, pendidikan terakhir, pekerjaan, dan suku/bangsa. Dari kesepuluh partisipan terdapat delapan beragama Islam, dan dua partisipan beragama Kristen. Pendidikan terakhir partisipan mayoritas berpendidikan SMA sebanyak lima partisipan. Usia dari sepuluh partisipan antara 25-47 tahun. Terdapat delapan partisipan memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah tangga. Partisipan bersuku Jawa dan Batak. Data demografi partisipan dapat dilihat pada Tabel 4.1


(12)

Tabel 4.1.

Karakteristik Partisipan

4.3 Pengalaman Ibu yang Merawat Anak Penderita Kanker di Yayasan Onkologi Anak Medan (YOAM).

Hasil penelitian ini mendapatkan 4 tema terkait pengalaman ibu dalam merawat anak dengan kanker di Yayasan Onkologi Anak Medan meliputi: 1) mengalami masalah fisik, ekonomi, sosial, dan psikologis, 2) memberikan perawatan pada anak, 3) mengatasi beban pikiran dengan cara positif, dan 4) mendapat dukungan orang terdekat.

Karakteristik Frekuensi Persentase (%) Usia

25-40 tahun 8 80

41- 47 tahun 2 20

Agama

Kristen 2 20

Islam 8 80

Suku

Batak 5 50

Jawa 5 50

Pekerjaan

PNS 1 10

Pegawai Swasta 1 10

Ibu rumah Tangga 8 80

Pendidikan Terakhir

SD 2 20

SMP 2 20

SMA 5 50


(13)

4.3.1 Mengalami masalah fisik, ekonomi, sosial, dan psikologis

Sub tema yang diperoleh berdasarkan analisa data yang terkait dengan tema diatas didapatkan bahwa partisipan: 1) mengalami masalah fisik, 2) masalah ekonomi, 3) masalah sosial, dan 4) masalah psikologis.

1. Mengalami masalah fisik

Partisipan dalam penelitian ini mengatakan bahwa banyak hal yang dirasakan ibu saat merawat anak dengan kanker diantaranya mengalami masalah fisik. Masalah fisik yang dialami ibu berupa penyakit yang tidak pernah dirasakan sebelumnya namun kemudian muncul, seperti: kurang tidur, kelelahan, dan berat badan.

a. Kurang tidur

Empat partisipan pada penelitian ini menjelaskan tentang masalah kurang tidur yang terkait dengan gangguan pola tidur partisipan. Hal ini sejalan dengan pernyataan partisipan yang mengatakan bahwa:

Makanya kami orangtuanya kan gak tidur iyalah nanti anak ini kekmanalah, mungkin anak ini gak panjang lagi umurnya gitulah kan……….”(P1)

Cuman kalau yang lain ga ada. Kalau berat badan ada. Karena kurang tidur. Itu aja……..”(P2)

Semalam aku jaga dia, takut aku meleleh itu kan, tadi kukasih dia makan, datang pitam dek, kayak mau jatuh aku tadi yangnyuapkan itu……….” (P8)

b. Kelelahan

Lima partisipan mengatakan bahwa pengalaman saat merawat anak penderita kanker di Yayasan Onkologi Anak Medan merasa kelelahan, hal ini sejalan dengan pernyataan partisipan :


(14)

“Yang sering kambuh pinggang, pinggang sakit kali. Tengah malam nanti bisa kebangun, sakit. Ini kaki, kaki yang terutama lagi yang lebih sakit. Kadang-kadang gak bisa jalan…..”(P1)

“Kayak bedengung gimana ya kalau kita ngomong pun jadi kayak pilek, gaenak ya hahhaha…gaenak....” (P7)

c. Berat badan

Partisipan juga mengatakan semasa melakukan perawatan kepada anak penderita kanker memiliki dampak terhadap berat badan dan nafsu makan partisipan. Hal ini sesuai dengan pernyataan:

Kesehatan ya menurunlah, udah turun 2 kg. Kalau demam gitu sih ga ada. Cuman berat badan ajalah udah turun..” (P2)

“Dulu kalau terlambat makan langsung lemas, langsung cemana, sekarang terlambat makan pun gak kupikirkan lagi….”(P3)

“Kalau sekarang gak, kalau dulu iya memang sampe april lah itu asal dia gak makan, pasti kami ga bisa makan…”(P7)

2. Mengalami masalah ekonomi

Ketika partisipan ditanyakan mengenai hal kebutuhan keuangan maupun masalah yang muncul saat melakukan perawatan ialah masalah ekonomi. Adapun masalah ekonomi terkait dengan sulitnya mencari pinjaman uang, dan mengalami kendala biaya hidup selama pengobatan.

a. Mencari pinjaman uang

Tiga partisipan dalam hal ini mengatakan bahwa kesulitan mencari pinjaman uang menjadi salah satu kendala. Keadaan ekonomi yang tidak mencukupi juga membuat partisipan berusaha mencari pinjaman untuk pengobatan anak.

“Tapi karena berusaha juga minjam duit-minjam duit kesana kemari gak ada jugak kan, inilah men tarek’an…” (P1)


(15)

“Keluarga kalau dipinjami seribu-duaribu ada, dikasih. minimal istilahnya untuk ongkos adalah tiap minggu.. Tapi ditangan tetaplah itu 250 seminggu. Harus ada, dari siapapun tah 1rb-2rb nanti dikumpulkanlah….”(P2)

“Itupun ayahnya udah bilang gini juga, ini kalau seandainya kita udah gak ada apa-apa, udah malu dibantu saudara,apa yang adalah jual, ibaratnya kereta..”(P9)

b. Mengalami kendala biaya hidup selama pengobatan

Sepuluh partisipan yang telah diwawancara di Yayasan Onkologi Anak Medan (YOAM) adalah partisipan yang tidak bertempat tinggal di Medan sekitarnya. Kondisi dari partisipan tersebut berkaitan dengan masalah keuangan yang dihadapi dan banyaknya kebutuhan yang diperlukan saat pengobatan anak penderita kanker.

“Iya. Ini kan obatnya sekarang kan udah beli sendiri. Kebutuhan kan banyak, bukan untuk, istilahnya bukan untuk anak aja gituloh. Banyak nanti yang mau dibayarkan…” (P5)

“Ada beli, disuruh beli, itu berat juga, bagi saya. Karena apa, Kerja udah ga kerja, sementara ini udah ga kerja ya, kan. Nunggu sampe anak ini sembuh baru bisa kerja…” (P6)

“Itu satu juta udah mikir cukup apa gak, itu aturan kemo jadi tambah darah jadi gak jadi,jadi kan tambah biaya hidup..” (P9)

3. Mengalami masalah sosial

Kegiatan sosial yang biasanya diikuti oleh para partisipan menjadi jarang bahkan tidak dilakukan sama sekali. Empat partisipan mengatakan bahwa dalam masa perawatan anak penderita kanker, ibu tidak lagi mengikuti kegiatan di lingkungan. Hal ini sejalan dengan pernyataan partisipan:

Ada undang-undangan gitu kan, ibu ga menghadiri. Udah 2 bulan ini gak menghadiri lah……”(P2)

“...Udah 2 bulan ini gak menghadiri kegiatan wirit. Di pengajian pun gitu, ya jadi tertunda..” (P2)


(16)

“Iya semenjak fajar kekgini ibuk gak pernah lagi wirit gak pernah gak sama dia gak pernah….”(P9)

4. Mengalami masalah psikologis

Beban yang dialami oleh ibu dalam merawat anak dengan kanker salah satunya ialah beban psikologis. Beban psikologi yang menyangkut akan hal ini mencakup: a) sedih selama perawatan, dan b) kuatir selama perawatan.

a. Sedih selama perawatan

Partisipan yang telah diwawancara mengenai pengalaman dalam merawat anak penderita kanker mengatakan bahwa sedih merupakan perasaan pertama yang dirasakan saat mengetahui diagnosa medis anak yang diberikan. Tidak semua partisipan mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang ada. Hal ini sesuai dengan pernyataan:

“Kalau dari pertama, ada sebulan itu nangis terus, asal lihat anak nangis terus, lihat dia tidur nangis, ya rasa kehilangan itulah. Makanya saya sering nangis, gitu..” (P2)

“sakit kali rasanya di dada ini, syok kalilah pokoknya lumayan juga sih sampai dua bulanan lah sampe saya bisa terima..” (P10)

“Gaktahulah lagi bilangkannya, menangis ajalah siang malam…..” (P8) b. Kuatir selama perawatan

Enam partisipan merasakan kuatir selama melakukan perawatan anak dengan kanker. Kekuatiran tersebut dipicu oleh keadaan anak yang terkadang memburuk, sesuai dengan pernyataan partisipan:

“Cuman kadang ada kejadian gini-gini (meninggal) gitu trus awak membayangkan anak awak kek gitu rasanya macam managitu…”(P4)

“kebawa situasi nengok-nengok teman-teman yang lama yang penyakitnya ini kan. Dah sehat semalam, tiba-tiba bisa ngedrop..” (P6)


(17)

“Mungkin kita memang berfikir, siapapun bisa pendek umur kan dek cuman rasanya, anak kami meninggal tuh disaat sakit kek gini ngedrop..” (P9)

4.3.2 Memberikan perawatan pada anak

Merawat anak dengan kanker membutuhkan pengobatan rutin sesuai dengan jadwal yang diberikan oleh dokter. Partisipan melakukan pengobatan rutin dengan berangkat dari daerah masing-masing menuju rumah sakit umum Haji Adam Malik Medan dan bertempat tinggal di Yayasan Onkologi Anak Medan (YOAM). Proses perawatan pada anak yang diberikan oleh para partisipan berbeda-beda, seperti memberikan pengobatan kepada anak baik dengan membawa ke pengobatan medis, maupun orang pintar/paranormal. Kondisi anak penderita kanker juga memberikan dampak baik perawatan yang dilakukan partisipan, yaitu dengan memperhatikan jenis makanan yang dikonsumsi.

1. Memberikan pengobatan kepada anak

Sepuluh partisipan yang telah diwawancara menyatakan bahwa memberikan pengobatan menjadi hal rutin yang dilakukan dalam proses merawat anak dengan kanker. Pengobatan yang diberikan ialah membawa anak ke pengobatan medis dan membawa ke pengobatan orang pintar/paranormal.

a. Membawa anak ke pengobatan medis

Empat dari sepuluh partisipan menyatakan bahwa pengobatan medis menjadi pilihan terbaik dalam proses merawat anak penderita kanker. Dibalik pilihan partisipan dalam proses pengobatan, terdapat juga anjuran dokter yang mengatakan bahwa pemilihan pengobatan medis lebih baik dibanding dengan


(18)

pengobatan orang pintar/paranormal. Hal ini sejalan dengan pernyataan partisipan yang mengatakan bahwa:

“Enggaklah. Enggak pernah pengobatan lainnya, dibawa kerumah sakit umum sanalah…” (P1)

hanya karna pesan dokter aja, pesan dokter jangan dibawalah Herbal-herbal anak ini. Kalau kita udah ke medis, medis aja…” (P6)

“karna saya tengok kan yang dari herbal itu masuk sini, langsung ngeri takut saya jadinya, gak mau coba-coba malah kesini ajalah..” (P10)

b. Membawa ke pengobatan orang pintar/paranormal

Dua partisipan mengatakan anak penderita kanker terlebih dahulu dibawa ke pengobatan orang pintar/paranormal sebelum akhirnya menggunakan pengobatan medis sebagai pilihan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan partisipan:

“Habis itu, itulah kebodohan. Bawa ke orang pintar, dulu kan belum pakai BPJS dirumah sakit, ya itulah mengeluarkan biaya juga…” (P5)

“Obat kampong hanya airnya dek, diminumkan, gak lebih gak kurang. Takdapapa…” (P8)

2. Menjaga asupan makanan anak

Merawat anak penderita kanker membutuhkan perawatan yang lebih ekstra hati-hati. Beberapa partisipan mengatakan bahwa dampak yang dialami setelah mengetahui diagnosa medis menyebabkan partisipan menjadi lebih menjaga asupan makananan anak dengan cara memperhatikan jenis makanan yang dikonsumsi. Berikut pernyataan partisipan:

“Iya, menjadi hati-hati. Terutama kebersihan. Dah gitu jarang ibu masak dulu yakan, selalu beli. Sekarang udah masak, udah masak sendirilah. Sekarang apapun dimasak sendirilah…” (P2)


(19)

“kebutuhan apanyalah, kebutuhan beli-beli buah. Ini kan, makannya kan harus ekstra hati-hati, yang gak pakek-pakek penyedap rasa, ya kebetulan harus masak sendiri kan. Bahan bahannya, kan itu kan kayaknya, beli di apa kan instan…”(P5)

“Khusus dijaga teruslah. Apalagi kan dia sukak makan, apa yang diliat orang makan dia mau. Jadi dijaga supaya dia gak minta jajan(P4)

4.3.3 Mengatasi beban pikiran dengan cara positif

Kegiatan sosial yang dilakukan partisipan menjadi berkurang bahkan tidak dilakukan lagi dikarenakan kegiatan merawat anak penderita kanker yang lebih ekstra. Hal ini juga berdampak dengan kondisi psikologis yang dialami oleh ibu. Adapun sub tema yang dihasilkan sesuai dengan tema diatas: 1) melakukan aktivitas keagamaan, 2) bercerita dengan kerabat, dan 3) berfikiran positif.

1. Melakukan aktivitas keagamaan

Rasa cemas, sedih, kuatir, dan ketakutan yang dimiliki Ibu menjadi beban pikiran yang menganggu. Empat partisipan mengatakan bahwa berdoa kepada Tuhan menjadi pilihan untuk memampukan dan menguatkan diri. Berikut pernyataan partisipan:

“dulu kan, kami gak itu, gak rajin beribadah gitu ya kan. Mungkin dulu apa, sering melalaikan tugas apa, sebagai muslim gitu yakan. iyalah, shalat jugak. Kalau malam hari gitu, kita ngaji…..” (P4)

“kalau tiba-tiba datang kek gitu, ya berdoa ya, sharinglah, sama keluarga ya, sama kawan, ada kekurangan-kekurangan kan, sharing sama keluarga. Berdoa sama sharing, sama teman ya, sama keluarga..” (P6)

“Eceknya itulah minta-minta kami berdoa, jangan sampek kita yang sakit ya, jaga ya….” (P9)


(20)

2. Bercerita dengan kerabat

Dua partisipan mengatakan bahwa bercerita dengan kerabat memberikan kenyamanan bagi partisipan, saling berbagi cerita untuk mengurangi beban pikiran. Hal ini sejalan dengan pernyataan partisipan berikut ini:

“Duh, hancur kali. Ya, karena kita kepikiran sama kawan-kawan juga ya makanya udah bisa nerima. Kalau aku ya, ya itulah mungkin karena udah dibilang kawan-kawan, udah dikasih semangat…..” (P7)

“Gak jadi beban. Mungkin karena kami bekawan jadi rasanya stress stress hilang. Ah, disitu udah ga tebilang lagi, cuman karna kami dikasih semangat kawan-kawan, kawan-kawan bilang gakpapa kak…...” (P9)

3. Berfikiran positif

Berfikiran positif membantu partisipan untuk lebih semangat dalam melakukan pengobatan kepada anak penderita kanker. Memberikan semangat untuk tidak menyerah dalam menjalankan proses pengobatan yang dilalui. Lima partisipan memilih untuk tetap berfikiran positif dan merasakan optimis. Berikut pernyataan partisipan:

“Ibu gak mau berfikiran negatif sekarang. Kalau dulu kan nengok si adek takut kehilangan kan. Kan berfikiran jadi negatif kan. Sekarang ga, anakku harus sehat, jadikan positif terus. Cemana anakku harus sehat, aku harus sehat gitu. Sekarang udah ga ada negatif-negatif gitu, udah ibu singkirkan semuanya….”(P2)

“Ya udah dibawa biasa ajalah. Karna apa ya, apa gunanya mikir negatip yakan, ada juganya yang sehat, terserahlah sama Tuhan, sama dokter, ngurus kan….”(P6)

saya gak pernah berfikir seperti itu, gak sempat berfikir seperti itu, memang udah jalannya sakitnya yaudah kita terima, yang penting kita obatkan….”(P10)


(21)

4.3.4 Mendapat dukungan orang terdekat

Peneliti menemukan bahwa banyak beban pikiran yang membebani partisipan. Beban pikiran tersebut dapat diatasi dengan dukungan yang diberikan. Hal ini juga dirasakan oleh ibu yang merawat anak dengan kanker, terutama dukungan yang diterima dari orang terdekat seperti: 1) dukungan tetangga, dan 2) dukungan keluarga.

1. Dukungan tetangga

Tujuh partisipan mengatakan bahwa dukungan yang diberikan tetangga sangat membantu didalam proses merawat anak dengan kanker. Dukungan yang didapatkan dari tetangga juga memberikan dampak baik salah satunya ialah memberikan semangat, memberikan bantuan materi maupun non materi. Berikut pernyataan partisipan:

“Kelamaan kami disini, malah dikirimin uang untuk kami pudding, inilah untuk beli buah, beli jus, dari kepala desa..” (P3)

“iya sama..iya-iya. Kalau lingkungan ngasih semangat untuk kita. Ya, nasehat ya, nasehat, kalau ada sedikit membantu materi, kasih juga dia materi, sodara, kumpul-kumpulan kita..” (P6)

2. Dukungan keluarga

Keluarga merupakan bagian terdekat yang dimiliki partisipan. Dukungan yang diberikan oleh keluarga mampu menguatkan kondisi ibu yang sedang merawat anak dengan kanker. Tiga partisipan mengatakan bahwa keluarga juga berperan dalam mengingatkan jadwal pengobatan.

“Kadang keluarga pun, untunglah ngerti, terlambat sikit aja, awak bilang tah apa, langsung emosilah, stress pun jadilah…” (P3)


(22)

Tabel 4.2. Matriks Tema

Pengalaman Ibu dalam Merawat Anak Penderita Kanker Di Yayasan Onkologi Anak Medan (YOAM)

1 Tema 1: Mengalami masalah fisik, ekonomi, sosial, dan psikologis

Sub Tema Kategori

1. Mengalami masalah fisik a. Kurang tidur b. Kelelahan c. Berat badan

2. Mengalami masalah ekonomi a. Mencari pinjaman uang

b. Mengalami kendala biaya hidup selama pengobatan

3. Mengalami masalah sosial Tidak mengikuti kegiatan di lingkungan

4. Mengalami masalah psikologis a. Sedih selama perawatan b.Kuatir selama perawatan 2 Tema 2: Memberikan perawatan pada anak

Sub Tema Kategori

1. Memberikan pengobatan kepada anak

a. Membawa anak ke pengobatan medis

b. Membawa ke pengobatan orang pintar/paranormal

2. Menjaga asupan makanan anak Memperhatikan jenis makanan yang dikonsumsi

3 Tema 3: Mengatasi beban pikiran dengan cara positif

Sub Tema Kategori

1. Melakukan aktivitas keagamaan

Berdoa kepada Tuhan 2. Bercerita dengan kerabat

3. Berfikiran positif

Berbagi cerita Merasakan optimis 4 Tema 4 : Mendapat dukungan orang terdekat

Sub Tema Kategori

Mendapatkan dukungan a. Dukungan tetangga b.Dukungan keluarga


(23)

4.4 Pembahasan

Dalam pembahasan ini akan diuraikan 4 tema yang telah dijelaskan oleh peneliti sebagai hasil dari penelitian, meliputi: 1) mengalami masalah fisik, ekonomi, sosial, dan psikologis, 2) memberikan perawatan pada anak, 3) mengatasi beban pikiran dengan cara positif, dan 4) mendapat dukungan orang terdekat.

4.4.1 Mengalami masalah fisik, ekonomi, sosial, dan psikologis

Dalam melakukan perawatan anak dengan kanker, ibu mengalami banyak hal diantaranya: 1) mengalami masalah fisik, 2) masalah ekonomi, 3) masalah sosial, dan 4) masalah psikologis.

1. Mengalami masalah fisik

. Perubahan fisik yang dialami ibu mencakup masalah kurang tidur, merasakan sakit dan kelelahan, dan mengalami masalah berat badan terkait dengan nafsu makan. Gangguan tidur menjadi keluhan yang disebutkan oleh partisipan. Kebanyakan penyebab dari kurang tidur tersebut dikarenakan ibu fokus merawat anak tanpa memikirkan kesehatan diri seperti kurangnya jam istirahat. Klassen et al. (2012) mengatakan bahwa sudah menjadi hal biasa bagi orangtua terbangun malam hari untuk merawat anak dalam hal keinginan buang air kecil yang dirasakan, maupun menenangkan anak dari rasa kegelisahan. Orang tua juga terbangun di malam hari ketika anak menangis dan memanggil ibu. Hal-hal tersebut memicu gangguan pola tidur ibu menjadi terganggu.

Orangtua yang merawat anak dengan kanker memberikan sepenuhnya hari-hari untuk merawat anak yang mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan


(24)

diri, khususnya kebutuhan tidur yang tidak tercukupi. Mayoritas dari orangtua yang merawat anak dengan kanker ditandai sebagai bagian yang memiliki diet yang tidak sehat, penurunan aktivitas dari yang biasa dilakukan, dan gangguan pola tidur tidak teratur (Klassen et al., 2008).

Gangguan tidur yang dimiliki sama seperti stress emosional yang juga menjadi penyebab gangguan harian dari partisipan. Orangtua menjelaskan tentang perasaan yang dirasakan seperti kelelahan, kelemahan, dan kurangnya energi yang dimiliki untuk beraktivitas dan berpartisipasi seperti hari-hari biasanya (Klassen et al., 2012).

Adapun kelelahan dan kelemahan yang dialami oleh partisipan berkaitan dengan keadaan fisik. Hal ini serupa dengan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang mengatakan bahwa ibu tidak mampu memenuhi kebutuhan diri sendiri seperti: masalah fisik terkait gangguan tidur, kehilangan nafsu makan, kelemahan punggung, dan sakit kepala (Elcigil & Conk, 2010).

Beban pikiran dan sakit kepala yang dimiliki ibu menjadi salah satu faktor sakit yang ibu alami dalam penurunan berat badan. Hal ini disebabkan kurangnya nafsu makan anak yang mempengaruhi ibu dalam pola makan. Beberapa partisipan yang telah diwawancara mengatakan bahwa nafsu makan partisipan bergantung pada nafsu makan anak dengan kanker.

Ketika anak dengan kanker menjalani pengobatan, beberapa jenis obat memiliki efek samping yang menghambat nafsu makan, hal inilah yang mempersulit dan menyebabkan ibu menjadi kehilangan nafsu makan yang berujung pada penurunan berat badan. Orangtua juga mengeluhkan tentang


(25)

kurangnya kemampuan dalam mengkonsumsi makanan sehat, dan kemampuan membeli maupun memasak makanan yang sehat (Klassen et al., 2012).

2. Mengalami masalah ekonomi

Tidak sedikit yang mengaitkan hubungan sosial dengan kebutuhan ekonomi. Salah satu partisipan menceritakan bahwa beberapa saudara yang memilih untuk menjauh hanya dikarenakan takut diminta pinjaman dana. Mayoritas partisipan yang telah diwawancara mengatakan bahwa situasi ekonomi yang buruk dan bahkan semakin buruk ketika anak penderita kanker telah didiagnosa. Partisipan mengatakan bahwa tingginya frekuensi kunjungan rumah sakit, menginap dirumah sakit, dan tingginya biaya perawatan anak yang tidak sesuai pendapatan yang dihasilkan oleh partisipan. Beberapa partisipan juga mengatakan bahkan telah menjual sesuatu yang dimiliki dan mencari pinjaman kepada beberapa teman dengan tujuan untuk menutupi kebutuhan biaya .Keadaan tersebut membuat kondisi semakin buruk dan menimbulkan masalah ekonomi.

Masa’Deh, Collier, dan Hall (2012) mengatakan bahwa pada dasarnya orangtua yang merawat anak dengan kanker dilaporkan memiliki banyak beban diri terkait pekerjaan, dan masalah status finansial. Pengalaman orangtua dengan masalah keuangan yang tinggi juga dilaporkan sebagai orangtua dengan tingkat stress yang tinggi (Geetha, 2015).

Dua dari sepuluh partisipan yang telah diwawancara mengaku bahwa partisipan berhenti bekerja dikarenakan fokus merawat anak dengan kanker. Hal ini juga berhubungan dengan keadaan status finansial yang semakin menurun dan bermasalah. Hal ini sejalan dengan Kerr, Harrison, Medves, dan Tranmer tahun


(26)

2004 yang mengatakan bahwa kebanyakan ibu bekerja yang fokus merawat anak dengan kanker mengambil waktu luang dan memisahkan diri dari pekerjaan yang berujung pada penurunan pemasukan keuangan dalam kebutuhan rumah tangga.

3. Mengalami masalah sosial

Perubahan sosial juga terjadi pada kondisi partisipan saat merawat anak penderita kanker. Dalam Kristiani, Wirawan, Kusumarjo dan Tehuteru (2008) mengatakan bahwa dukungan sosial memiliki peran yang penting dalam membantu individu bertahan secara psikologis. Sejak mengetahui diagnosa medis bahwa anak terkena kanker, partisipan menjadi lebih sering bersama anak. Sebelum mengetahui bahwa anak menderita kanker, partisipan memiliki kegiatan yang biasa dilakukan di lingkungan sekitar.

Kondisi yang dialami ibu berubah dan menjadi tidak aktif di kegiatan lingkungan yang diadakan. Berkurangnya sosialisasi ibu dengan lingkungan dan teman sekitar menjadi salah satu masalah yang timbul selama pengalaman ibu merawat anak dengan kanker. Ibu yang telah diwawancarai juga mengekspresikan bahwa kehidupan sosial ibu ikut terkena dampak dari sakit yang dialami anak, para ibu tidak begitu terikat dengan aktivitas sosial seperti biasanya, tidak bersosialisasi dengan tetangga semenjak anak terkena diagnosa kanker. Studi sebelumnya mengatakan bahwa ibu yang memutuskan berhenti bekerja tidak dapat berpartisipasi dalam kegiatan sosial, tidak berlibur pada akhir pekan, bahkan tidak memiliki waktu untuk diri sendiri (Elcigil & Conk, 2010).

Beberapa partisipan yang telah diwawancara juga mengatakan bahwa isolasi sosial terjadi pada apa yang partisipan alami. Menurut Klassen et al. tahun


(27)

2012, beberapa orangtua (kebanyakan single parent) mengekspresikan kekecewaan khususnya pada jaringan sosial yang dimiliki, kepada keluarga, dan teman yang tidak berhubungan baik (tidak mengunjungi) dengan penyakit kanker, juga saat dimana dukungan sosial berkurang seiring dengan berjalannya waktu.

4. Mengalami masalah psikologis

Beban psikologis yang dialami oleh partisipan mencakup rasa stress, menangis, sedih, takut, cemas, dan kuatir (Masa’Deh, Collier, & Hall, 2012). Perasaan –perasaan tersebut selalu saja membebani dan terhubung dengan kodisi partisipan yang terasa semakin lemah dan mudah kelelahan. Dalam penelitian Klassen et al. tahun 2012 menghasikan aspek kesehatan psikologikal meliputi: kegelisahan atau kecemasan, depresi, rasa bersalah, dan amarah.

Kegelisahan dan kekuatiran menjadi pengalaman yang sering disebutkan partisipan selama merawat anak dengan kanker. Memiliki anak yang terdiagnosa kanker juga menimbulkan rasa takut dan panik. Dampak dari penyakit yang dimiliki anak terhubung pada keseluruh aspek pengobatan dan pengalaman (hari-demi-hari) yang dilalui oleh partisipan. Orangtua juga menyebutkan bahwa ketakutan yang dimiliki berhubungan dengan rasa takut ditinggalkan oleh anak penderita kanker. Pada akhirnya, orangtua akan mengalami perasaan stress yang mendalam ketika melihat anak penderita kanker merasakan sakit dan sedih. Tantangan dalam menghadapi kenyataan dan belajar untuk hidup dengan ketidakjelasan (Klassen et al., 2012).

Rasa depresi yang dialami juga berdampak pada kemampuan koping partisipan dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Merasakan perasaan bersalah dan


(28)

juga menyalahkan diri bahkan keadaan. Perasaan yang dialami membuat Ibu berusaha untuk selalu ada dan berada didekat anak setiap waktu dalam menghadapi penyakit kanker bersama (Moreira & Angelo, 2008).

Fokus yang diberikan dan kasih sayang penuh lebih diutamakan kepada anak penderita kanker yang sulit untuk ditinggalkan sendirian, sehingga partisipan merasa bersalah dan merasa tidak mampu memberikan perhatian dengan sama rata. Perasaan bersalah seperti ini memberikan dampak negatif pada keadaan partisipan yang mampu berujung pada rasa amarah, stress dan depresi.

Pada masalah psikologis yang dialami, peneliti menemukan bahwa partisipan mengalami tahapan berduka. Terdapat lima tahapan dalam proses berduka (Santrock, 2013) yaitu menyangkal dan isolasi, amarah, menawar, depresi, dan penerimaan. Penyangkalan dan isolasi merupakan respon awal ibu saat mengetahui bahwa anak telah terdiagnosa kanker. Diawali dengan rasa tidak percaya yang terus menerus menimbulkan rasa amarah dan berakhir dengan kekecewaan meyalahkan diri sendiri.

Setelah melalui tahapan amarah, tawar menawar juga dilakukan dalam diri partisipan. Ketika partisipan bertanya pada Tuhan akan keadaan yang terjadi, berharap kejadian tersebut dapat hilang dan tertunda. Partisipan merasa takut dan merasa tidak mampu menjalani kondisi yang ada. Depresi merupakan fase terberat yang dialami oleh partisipan. Kondisi dimana keadaan sulit menerima akan kenyataan yang telah terjadi. Dalam fase depresi ini, para partisipan merasakan sedih yang mendalam, bahkan terdapat partisipan yang membutuhkan waktu dua bulan untuk dapat memahami hingga akhirnya partisipan mulai mencoba


(29)

menerima. Penerimaan akan kondisi anak dengan kanker dimulai ketika partisipan berserah kepada Tuhan. Meyakini bahwa keadaan yang terjadi sudah ditakdirkan untuk dijalani dan percaya akan selalu ada makna dan himah dibalik setiap kejadian.

4.4.2 Memberikan perawatan pada anak

Dalam merawat anak dengan kanker, partisipan membawa anak ke pengobatan, baik medis maupun orang pintar/paranormal. Dengan keadaan sakit yang dialami anak saat ini juga memberikan dampak kepada partisipan yaitu dengan lebih menjaga dan memperhatikan jenis makanan yang dikonsumsi anak.

1. Memberikan pengobatan kepada anak

Delapan dari sepuluh partisipan memilih pengobatan medis sejak awal, namun dua diantara partisipan terlebih dahulu mencoba pengobatan lain seperti orang pintar/paranormal. Dua partisipan tersebut menceritakan bahwa pengobatan orang pintar/paranormal yang telah dicoba tidak membuahkan hasil sama sekali. Habisnya dana keuangan untuk membayar pengobatan orang pintar/paranormal membuat partisipan selanjutnya membawakan ke pengobatan medis.

Pengobatan medis yang dilakukan mulai dari memeriksakan anak ke puskesmas, kemudian dirujuk ke rumah sakit umum terlebih dahulu. Beberapa pemeriksaan yang dilakukan dirumah sakit umum membuahkan hasil, dan beberapa tidak, sehingga beberapa partisipan dirujuk untuk memeriksakan kondisi anak dengan kanker ke rumah sakit umum Haji Adam Malik Medan. Setelah melalui banyak proses pemeriksaan dan menstabilkan kondisi anak terlebih dahulu, partisipan mendapatkan hasil diagnosa dari penyakit yang dialami oleh


(30)

anak dengan kanker. Dalam pemeriksaan di rumah sakit para dokter biasanya merujuk anak ke bagian ahli anak untuk mendiagnosa dan merencanakan pengobatan kanker anak (American Cancer Society, 2015). Dengan adanya pengobatan medis ini para partisipan lebih memilih pengobatan medis jika dibandingkan dengan pengobatan orang pintar/paranormal, hal ini terjadi dikarenakan banyaknya kondisi anak yang bahkan semakin memburuk ketika mencampur pengobatan medis dengan pengobatan orang pintar/paranormal, maupun pengobatan herbal.

2. Menjaga asupan makanan anak

Sejak didiagnosa menderita kanker, para partisipan menjadi lebih teliti dalam menjaga asupan makanan anak dengan cara memperhatikan jenis makanan yang dikonsumsi. Pada awalnya partisipan menceritakan bahwa anak penderita kanker dahulunya sering mengkonsumsi makanan sembarangan, proses pengolahan makanan yang tidak terjamin, mengandung banyak penyedap rasa, juga meminum minuman kemasan dalam waktu yang sering.

Mengetahui pantangan yang diberikan oleh dokter membuat para partisipan menjadi lebih teliti dalam menjaga asupan makanan dengan cara memperhatikan jenis makanan yang dikonsumsi anak dengan kanker. Moreira & Angelo pada tahun 2008 juga mengatakan bahwa semenjak anak terdiagnosa penyakit, ibu menjadi semakin protektif sepanjang waktu kepada anak, menjaga anak agar terhindar dari keadaan buruk maupun resiko kehilangan.

Pemberian nutrisi merupakan bagian terpenting dalam kesehatan anak, khususnya anak dengan pengobatan kanker yang membutuhkan nutrisi yang


(31)

sesuai dengan kondisi penyakit. Memakan jenis makanan yang sesuai sebelum, selama, dan sesudah pengobatan mampu membantu anak merasa lebih baik dan lebih kuat (American Cancer Society, 2015). Membeli makanan yang tidak dimasak sendiri menjadi sebuah pilihan. Partisipan menjadi lebih sering memasak dirumah dengan komposisi yang baik dan menghindari penggunaan penyedap rasa. Memperhatikan jenis makanan yang dikonsumsi dengan memberikan makanan sehat dan buah-buahan setiap hari demi kondisi anak agar kian membaik. Dengan adanya perhatian dan penjagaan jenis makanan yang dikonsumsi tersebut, para partisipan berharap kondisi anak menjadi pulih lebih awal dan sehat selalu.

4.4.3 Mengatasi beban pikiran dengan cara positif

Memberikan dukungan menjadi salah satu solusi yang mampu meringankan beban yang dirasakan partisipan. Bukan hanya dukungan tetangga maupun keluarga, bercerita dengan kerabat dan juga “agama” memegang peran yang penting bagi partisipan. Agama dapat dijadikan tempat bersandar dan membantu penyesuaian diri, terutama karena kanker adalah penyakit yang seringkali tidak terduga, maka “agama” yang menjawab berbagai hal yang tidak dimengerti oleh manusia.

Sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan, agama memberikan jawaban yang lebih memuaskan secara emosional bila individu mulai bertanya-tanya mengenai “musibah” yang menimpa. Melalui agama, individu mendapatkan kekuatan dan harapan agar masalah yang dihadapi dapat


(32)

terpecahkan, dalam hal ini anak dapat sembuh dari kanker yang dialami (Kristiani, Wirawan, Kusumarjo & Tehuteru, 2008).

Tanpa mempertimbangkan kepercayaan sebelumnya, orangtua tetap mencari arti dari pengalaman penyakit anak yang orangtua alami dan penjelasan yang mungkin didapatkan dari kegiatan-kegiatan religius. Dukungan spiritual dalam perjalanan pengobatan kanker haruslah diberikan kepada orangtua dikarenakan pada akhirnya orangtua juga akan mencari pertolongan melalui figur-figur religius (Kerr, Harrison, Medves, & Tranmer, 2004).

Tidak hanya dengan kegiatan keagamaan yang dilakukan, bercerita dengan kerabat juga menjadi pemulihan yang menguatkan para partisipan. Beberapa partisipan mengatakan bahwa bercerita dengan tetangga, terutama dengan keluarga dapat mengurangi beban pikiran yang menimpa. Tidak sedikit juga partisipan yang mengatakan bahwa bertemu sesama ibu yang memiliki anak dengan kanker lebih menyenangkan. Seiring dengan berjalannya waktu dan mengenal penyakit yang diderita anak, para partisipan juga bertemu dengan para partisipan lain yang berjuang dengan hal yang sama. Hal tersebut memberikan partisipan harapan dan menyadari bahwa partisipan bukanlah satu-satunya yang memiliki perjuangan dalam merawat anak dengan kanker (Moreira & Angelo, 2008). Sesama partisipan yang memiliki pengalaman yang sama untuk saling menguatkan, mendukung, dan memberikan semangat agar tidak menyerah dalam merawat anak dengan kanker. Karena kebersamaaan yang dirasakan mampu mengurangi beban dan rasa kekuatiran yang dimiliki partisipan.


(33)

Dalam mengontrol koping diri yang baik, dukungan dari keluarga maupun tetangga saja tidak cukup. Koping diri yang baik terjadi ketika partisipan mampu berfikir lebih positif. Lima dari sepuluh partisipan yang telah diwawancara mengatakan bahwa berfikir positif membantu partisipan melewati hari-hari semakin baik. Partisipan juga mengatakan bahwa tidak ada gunanya jika berfikiran negatif. Pikiran-pikiran negatif yang sering kali muncul dapat menyebabkan stress, cemas maupun depresi obsesif (Stallard, 2005 dalam Kholidah & Alsa, 2012). Oleh sebab itu, partisipan memilih untuk berfikiran positif dikarenakan mampu meringankan beban dan menjauhkan partisipan dari beban psikologis yang mungkin datang. Berfikiran positif yang dilakukan ini juga mempunyai peran yang membuat individu menerima situasi yang tengah dihadapi secara lebih positif ( Limbert, 2004 dalam Kholidah & Alsa, 2012).

4.4.4 Mendapatkan dukungan agar tidak menyerah.

Selama masa perawatan yang dilakukan oleh partisipan, hal yang juga membangkitkan semangat dalam ialah mendapatkan dukungan. Dukungan yang diterima baik dari sisi keluarga maupun tetangga memiliki peran yang penting dalam membantu individu bertahan secara psikologis. Dukungan sosial dianggap dapat menurunkan depresi dan memampukan individu bertahan dalam mengahadapi emosi-emosi yang muncul (Kristiani, Wirawan, Kusumarjo & Tehuteru, 2008).

Partisipan yang telah diwawancara menyatakan bahwa banyak rasa empati yang diberikan oleh sosial disekitar. Salah satu bentuk dukungan yang juga diterima ialah ketika partisipan memiliki teman untuk saling berbagi cerita dan


(34)

mendengarkan. Dengan adanya dukungan yang diberikan diharapkan partisipan menjadi lebih positif dalam merawat anak. Kesempatan dalam berbagi tersebut membuat orangtua mampu menyalurkan perasaan emosional dan sosial yang mengikat, untuk merasakan bahwa orangtua tidaklah satu-satunya pihak yang mengalami masalah, dan juga kesempatan yang mampu membantu orangtua dalam mengurangi beban perasaan akan keputusasaan (Elcigil & Conk, 2010).

Dukungan yang diberikan oleh kerabat mencakup banyak hal. Tidak sedikit dari kerabat yang juga membantu memberikan biaya untuk pengobatan. Masalah biaya yang menjadi beban utama membuat keluarga dan tetangga sekitar ikut turun tangan dalam memberikan bantuan, baik materi maupun non materi.

Keadaan sosial yang saling membantu dan mengerti mampu meringankan sedikit beban fisik maupun psikis yang dirasakan oleh partisipan (Elcigil & Conk, 2010). Dengan adanya bantuan semangat tersebut dapat membantu para partisipan untuk tidak menyerah dan putus asa dalam melanjutkan pengobatan anak yang dilakukan secara rutin, memberikan perawatan sebaik mungkin demi kesembuhan anak dengan kanker.


(35)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan, maka penelitian ini mendapatkan 4 tema yang terkait pengalaman ibu dalam merawat anak penderita kanker di Yayasan Onkologi Anak Medan meliputi: 1) mengalami masalah fisik, ekonomi, sosial, dan psikologis, 2) memberikan perawatan kepada anak, 3) mengatasi beban pikiran dengan cara positif, dan 4) mendapat dukungan orang terdekat.

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap sepuluh partisipan terdapat banyak kesamaan antara teoritis dan penelitian sebelumnya dengan hasil penelitian ini. Dapat disimpulkan dalam penelitian ini bahwa kesepuluh partisipan mengalami proses tahapan berduka yang dimulai dari adanya penyangkalan dan isolasi, amarah, menawar, depresi, hingga penerimaan kondisi. Pengalaman ibu dalam merawat anak dengan kanker tidaklah mudah, namun peneliti menemukan semangat dalam diri partisipan yang terus berjuang demi kesembuhan anak dengan kanker.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengalaman Ibu dalam merawat anak dengan kanker,peneliti memberikan saran kepada:


(36)

5.2.1 Institusi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian kiranya dpat menjadi masukan dan saran kepada pendidikan keperawatan terkait pendidikan kesehatan kepada ibu yang merawat anak dengan kanker dalam menjaga kesehatan fisik ibu selama memberikan perawatan kepada anak, mengatasi beban pikiran dengan cara positif, juga hal pemberian asupan makanan yang baik seperti memperhatikan jenis makanan yang dikonsumsi oleh anak. Kiranya hasil penelitian ini juga memberikan masukan kepada pendidikan keperawatan terkait asuhan keperawatan kepada ibu yang merawat anak penderita kanker.

5.2.2 Yayasan Onkologi Anak Medan (YOAM)

Peneliti menemukan bahwa kurangnya volunter yang datang dan bersedia untuk bekerja sama. Peneliti memberikan saran kepada YOAM kiranya mencari dan mendukung volunteer untuk membantu yayasan dalam memberikan pelayanan, baik kepada anak maupun ibu yang berada dirumah singgah Yayasan Onkologi Anak Medan.

5.2.3 Penelitian Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan sebagai referensi dan dasar bagi pengembangan penelitian keperawatan selanjutnya yang berhubungan dengan pengalaman ibu dalam merawat anak dengan kanker.


(37)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker

2.1.1 Pengertian

Kanker adalah sebuah kumpulan penyakit yang dikarakterisasikan dengan tidak terkontrolnya pertumbuhan dan penyebaran sel-sel abnormal. Jika penyebaran tidak terkontrol, maka akan menyebabkan kematian (American Cancer Society, 2015). Sel-sel tersebut membentuk sebuah blok yang menutupi semua jaringan dan organ didalam tubuh. Sel membelah untuk menciptakan sel baru, dan menggantikan sel-sel yang tua maupun berbahaya. Masing-masing sel mengandung material genetik (DNA) yang memberitahu sel kapan harus membelah, dan kapan harus mati. Kanker terjadi ketika DNA menjadi berbahaya dan memberikan instruksi yang salah. Sel-sel kanker bertumbuh diluar kendali. Sel kanker membelah ketika tidak seharusnya membelah, dan bertahan lebih lama dari waktu yang tidak seharusnya. Sel kanker dapat menutupi dan memenuhi lebih dari sel-sel normal. Kumpulan dari sel-sel kanker dinamakan tumor. Tumor terbagi atas ganas/malignant (cepat berkembang dengan ancaman menyebar) dan jinak/benign (pertumbuhan lambat dan tidak menyebar) (Children’s Oncology Group, 2011).

2.1.2 Tipe Kanker pada Anak

Berdasarkan Children’s Oncology Group (2011) menerangkan bahwa masing-masing jenis kanker memiliki nama, pengobatan, dan prognosis. Kanker pada anak dibagis atas tiga tipe :


(38)

2.1.2.1 Leukemia

Leukemia adalah kanker pada pembentukan sel-sel darah yang dihasilkan oleh sumsum tulang. Sumsum tulang berada pada pertengahan antara tulang dan saraf sebagai pabrik dari pembuatan darah. Tiga jenis tipe darah yang dihasilkan pada sumsum tulang. Sel darah merah yang membawa oksigen kedalam tubuh. Sel darah putih yang membasmi infeksi. Platelet yang menghentikan pendarahan.

2.1.2.2 Lymphoma

Lymphoma ialah kanker yang terjadi pada system limpatik. Sistem limpatik merupakan salah satu bagian penting pada system imun. Jaringan limpatik ditemukan di seluruh bagian tubuh pada kelenjar getah bening, tonsil, adenoid, limpa, kelenjar thymus, dan didalam sumsum tulang. Lymphoma timbul ketika sel dari system limpatik menjadi sel kanker yang bermutasi dan membelah secara tidak terkontrol. Sel ganas tersebut bertumbuh dan menyebar hingga tunas getah bening dan organ tubuh. Gejala dari lymphoma bergantung pada lokasi dari penyebaran kelenjar limpa dan organ tubuh. Biasanya, tanda dan gejala pertama kali ditemukan ialah benjolan atau pembengkakan, yang berada disekitar leher, selangkangan atau dibawah lengan. Terkadang sel-sel lymphoma menyebabkan tunas getah bening didalam dada membengkak yang akan mebimbulkan batuk atau nyeri dada. Sel lymphoma dapat menyebabkan pembengkakan pada hati maupun limpa, atau penyebaran pada tunas getah bening abdomen, menyebabkan nyeri. Sel-sel lymphoma terkadang menyebar ke sumsum tulang belakang, menyebabkan nyeri pada tulang.


(39)

2.1.2.3 Tumor Solid (kanker pada tulang, otot, otak, atau pada jaringan dalam tubuh)

Tumor solid terdiri dari: Otak dan jaringan saraf tulang belakang juga dikenal dengan system saraf pusat (SSP), kanker ginjal, kanker hati, neuroblastoma, melanoma, retinoblastoma, jaringan lunak, dan saroma tulang, karsinoma, dan kanker tiroid.

2.1.3 Penyebab Kanker pada Anak

Kanker pada anak yang disebabkan oleh faktor keturunan memiliki angka kejadian yang kecil. Ini berarti bahwa anak dilahirkan dengan perubahan yang terjadi pada DNA yang menyebabkan beberapa sel berkembang menjadi kanker. Terkadang, perubahan pada DNA terjadi pada awal tahap perkembangan (sebelum anak lahir). Pada kisah lainnya, perubahan DNA ini dapat juga diwariskan oleh orang tua. Ketika ini terjadi, ada kemungkinan bahwa orangtua memiliki tipe kanker yang sama. Kanker pada anak yang diwariskan seperti retinoblastoma, malignant, tumor saraf perifer, dan adrenokortikal karsinoma. Kebanyakan kanker lainnya tidak diwariskan.

2.1.4 Tanda dan Gejala

Menurut American Cancer Society (2014) tanda dan gejala penyakit kanker adalah sebagai berikut:

2.1.4.1 Demam

Demam adalah kejadian yang sangat umum dengan kanker, tetapi lebih sering terjadi setelah kanker telah menyebar dari tempat dimana dimulai. Hampir semua pasien dengan kanker akan mengalami demam pada beberapa waktu,


(40)

terutama jika kanker atau pengobatannya mempengaruhi sistem kekebalan tubuh. Hal ini dapat membuat lebih sulit bagi tubuh untuk melawan infeksi. Paling sering, demam mungkin merupakan tanda awal kanker, seperti kanker darah seperti leukemia atau limfoma.

2.1.4.2 Kelelahan

Kelelahan yang terjadi tidak dapat segera pulih hanya dengan istirahat. Ini merupakan gejala penting karena pertumbuhan kanker. Hal ini terjadi lebih awal dalam beberapa kanker seperti leukemia. Beberapa kanker kolon atau lambung dapat menyebabkan kehilangan darah. Hal ini merupakan cara kanker untuk dapat menyebabkan kelelahan.

2.1.4.3 Nyeri

Nyeri merupakan gejala awal beberapa kanker seperti kanker tulang atau kanker testis. Sakit kepala yang tidak hilang atau menjadi lebih baik dengan pengobatan merupakan gejala dari tumor otak. Nyeri punggung dapat merupakan gejala dari kanker usus besar, rektum, atau ovarium. Paling sering nyeri akibat kanker berarti telah menyebar atau bermetastasis dari mana kanker dimulai.

2.1.4.4 Perubahan Kulit

Seiring dengan kanker kulit, beberapa kanker lainnya dapat menyebabkan perubahan kulit yang dapat dilihat. Tanda-tanda dan gejala termasuk: kulit yang tampak gelap (hiperpigmentasi), kulit dan mata berwarna kekuningan (jaundice), kulit kemerahan (eritema), gatal (pruritus), dan pertumbuhan rambut yang berlebihan.


(41)

2.1.4.5 Perubahan pola buang air besar atau fungsi kandung kemih Sembelit jangka panjang, diare, atau perubahan ukuran tinja mungkin merupakan tanda dari kanker usus besar. Nyeri saat buang air kecil, darah dalam urin, atau perubahan fungsi kandung kemih, seperti perlu buang air lebih sering dari biasanya dapat dikaitkan dengan kandung kemih atau kanker prostat.

2.1.4.6 Luka yang tidak kunjung sembuh

Kanker kulit dapat berdarah dan terlihat seperti luka yang tidak kunjung sembuh. Sebuah luka yang tidak kunjung sembuh di mulut bisa menjadi kanker mulut. Hal ini harus ditangani dengan segera, terutama pada orang yang merokok, mengunyah tembakau, atau sering minum alkohol. Luka pada penis atau vagina dapat berupa tanda-tanda infeksi atau kanker dini.

2.1.4.7 Bintik-bintik putih di lidah dan mulut

Bercak putih di dalam mulut dan bintik-bintik putih di lidah mungkin leukoplakia. Leukoplakia adalah daerah pra-kanker yang disebabkan oleh sering iritasi. Hal ini sering disebabkan oleh merokok atau penggunaan tembakau lainnya. Orang yang merokok pipa atau menggunakan tembakau beresiko tinggi untuk leukoplakia. Jika tidak diobati, leukoplakia bisa menjadi kanker mulut.

2.1.4.8 Pendarahan

Perdarahan yang tidak biasa bisa terjadi pada kanker dini atau lanjut. Batuk darah di sputum merupakan tanda dari kanker paru-paru. Darah dalam tinja yang dapat terlihat seperti tinja sangat gelap atau hitam bisa menjadi tanda dari usus besar atau kanker rektum. Kanker serviks atau endometrium dapat menyebabkan perdarahan vagina abnormal. Darah dalam urin merupakan tanda


(42)

dari kandung kemih atau kanker ginjal. Darah yang keluar dari puting tanda kanker payudara.

2.1.4.9 Benjolan

Banyak kanker dapat dirasakan melalui kulit. Kanker ini kebanyakan terjadi pada payudara, testis, kelenjar getah bening (kelenjar), dan jaringan lunak tubuh. Sebuah benjolan atau penebalan merupakan tanda awal atau akhir dari kanker. Kanker payudara muncul dengan kulit merah atau menebal serta adanya tonjolan.

2.1.5 Prosedur Pemeriksaan

Banyak cara cara dan pengobatan yang berbeda-beda untuk membantu menurunkan nyeri dan ansietas yang dirasakan oleh anak selama prosedur dan tes dilakukan. Berikut ialah informasi mengenai beberapa jenis pengobatan yang tersedia (Children’s Oncology Group, 2011).

2.1.5.1 Anestesi lokal

Sebelum tes dan prosedur dilakukan, pengobatan untuk mematikan rasa dapat diberikan. Pengobatan ini bisa dalam bentuk krim topikal, tambalan, cairan, atau alat lain yang diletakkan pada kulit. Obat yang diberikan akan mematikan rasa pada kulit dan jaringan. Untuk beberapa anak, pengobatan ini cukup untuk mematikan rasa dalam prosedur pengambilan melalui jarum suntik. Jika diperlukan, setelah obat berhasil mematikan rasa pada permukaan kulit, obat lainnya dapat juga digunakan menggunakan jarum suntik berukuran kecil yang ditempatkan lebih dalam menuju jaringan.


(43)

2.1.5.2 Sedasi

Jika obat yang diperlukan lebih dari lokal anastesi, para tenaga kesehatan selanjutnya akan membicarakan mengenai sedasi (pengunaan obat-obatan, kombinasi dari beberapa obat, untuk membuat anak merasa lebih relaks atau tertidur selama proses tes dan prosedur). Sedasi dapat diberikan pada level yang berbeda, berkisar dari perasaan tenang, keadaan mengantuk, anestesi umum (dalam keadaan tertidur). Level sedasi bergantung pada kondisi anak, prosedur ansietas, dan panduan rumah sakit.

2.1.5.3 Biopsi

Dalam biopsi, beberapa bagian jaringan akan diambil dari tubuh dan diperiksa untuk mengetahui apakah terdapat sel kanker. Biopsi terbuka dilakukan ketika kulit dibuka dalam pembedahan untuk mendapatkan sampel dari jaringan. Biopsi tertutup dilakukan ketika jarum dimasukkan kedalam kulit untuk mengambil jaringan tanpa melakukan pembedahan.

2.1.5.4 Pengeluaran cairan dari sumsum tulang

Pengeluaran cairan dari sumsum tulang ialah tes yang dilakukan untuk mengetahui apakah sel didalam sumsum tulang dalam keadaan sehat dan menemukan jika ada sel kanker yang menyebar ke tulang sumsum dari bagian lain didalam tubuh. Sumsum tulang ialah pabrik dimana sel-sel darah dihasilkan. Sumsum tulang belakang juga berada pada pusat tulang dan menyusun antara tulang berongga dan cairan sumsum. Dalam tes ini, jarum akan ditempatkan pada tulang (biasanya tulang pinggul) dan sebagian sampel cairan pada sumsum tulang akan dimasukkan kedalam alat injeksi.


(44)

2.1.5.5 Biopsi pada sumsum tulang

Ketika pengambilan cairan pad sumsum tulang telah dilakukan untuk melihat darah, biopsi pada sumsum tulang dilakukan untuk mempelajari bagian sesungguhnya dari sumsum tulang berongga. Biopsi juga membantu untuk menentukan apakah sel dalam sumsum tulang dalam keadaan sehat atau terdapat sel kanker. Dalam tes ini, jarum suntik akan ditempatkan pada tulang (biasanya pada tulang pinggul), dan sebagian kecil pada sumsum tulang berongga akan diambil dan dikirm ke laboratorium untuk menentukan hasil

2.1.5.6 Magnetic resonance imaging/ MRI

MRI dilakukan dengan menggunbakan mesin khusus untuk melihat keadaan didalam tubuh. Mesin tyersebut menggunakan gelombvang magnetic untuk menciptakan gambar didalam tubuh. Anak akan dibaringkan pada meja yang tersdia didalam mesin MRI selama pencetakan gambar. Anak tidak akan memakai barang-barang yang megandung metal (perhiasaan. tali pinggang, dsb) karena mesin mengikat metal.

2.1.6 Penatalaksanaan

Masing-masing tipe kanker pada anak dapat disembuhkan dengan cara yang berbeda, bergantung pada tipe pengobatan yang paling efektif sesuai dengan jenis kanker. Berikut adalah beberapa tipe pengobatan yang diberikan (Children’s Oncology Group, 2011).

2.1.6.1 Kemoterapi

Kemoterapi ialah pengobatan kanker dengan menghentikan pertumbuhan ataupun menghancurkan sel-sel kanker. Beberapa tipe dari


(45)

pengobatan kemoterapi mungkin digunakan, sebab kemoterapi akan menghentikan maupun menghancurkan sel-sel kanker dengan cara yang berbeda. Ketika kemoterapi menghancurkan sel kanker, juga akan membahayakan sel-sel sehat. Bahaya yang diterima oleh sel-sel-sel-sel sehat dapat menyebabkan efek samping. Biasanya efek samping yang dialami akan membaik atau menghilang ketika pengobatan selesai.

2.1.6.2 Terapi Radiasi

Terapi radiasi memberikan cahaya dengan kekuatan tinggi yang membahayakan DNA dan dengan cepat menghancurkan sel-sel pertumbuhan, seperti sel kanker. Radiasi bisa saja digunakan dengan sendiri atau bahkan dikombinasikan dengan terapi lain, seperti kemoterapi dan pembedahan. Pengobatan ini dapat membahayakan baik sel sehat maupun sel kanker, namun sel sehat memiliki kemampuan dalam penyembuhan diri. Tidak seperti kemoterapi, radiasi tidak menyebabkan bahaya pada sel di seluruh tubuh. Radiasi hanya membahayakan sel pada area dimana radiasi diberikan.

2.1.6.3 Pembedahan

Banyak tipe pembedahan yang digunakan untuk menyembuhkan kanker. Terkadang, mengangkat tumor ialah satu-satunya jalan dalam pengobatan yang diperlukan, tetapi biasanya kemoterapi atau radiasi juga digunakan untuk menghancurkan sisa dari sel kanker : 1) pembedahan primer ialah pembedahan yang mengangkat hampir semua bagian tumor saat didiagnosa. Beberapa bagian tumor tidak dapat diangkat secara aman dikarenakan bentuk maupun lokasi tempat tumor berada, 2) Pembedahan kedua biasanya dilakukan setelah


(46)

pengobatan dengan kemoterapi dan/atau radiasi, dan 3) pembedahan perawatan dukungan dilakukan untuk membantu anak melalui pengobatan kanker yang dialami, jika pengobatan tersebut membuat anak menjadi sulit makan, sebuah tabung makan akan dipasangkan langsung ke lambung atau saluran pencernaan sampai anak mampu mengkonsumsi nutrisi makanan lewat mulut.

2.1.6.4 Bioterapi

Bioterapi dikenal juga dengan imunoterapi. Bioterapi menggunakan sistem imun tubuh untuk memerangi sel kanker. Sistem imun tubuh ialah sebuah penghubung antara organ dan sel-sel yang bekerja untuk melindungi tubuh melawan penyakit. Sistem ini bekerja untuk mencari sel-sel yang tidak normal dan mencoba untuk menghancurkan. Bioterapi ini dapat menolong sel sistem imun tubuh untuk menemukan sel yang tidak normal lalu menghancurkan sel kanker.

2.1.6.5 Perawatan Paliatif

Perawatan paliatif adalah perawatan yang penuh pengertian dan pendekatan menyeluruh kepada anak dengan penyakit serius. Perawatan ini mendukung anak dan keluarga dengan menenangkan gejala fisik seperti menolong secara emosional, sosial, dan aspek spiritual. Penting untuk mengetahui bahwa perawatan paliatif ini dapat dimulai kapan saja selama penyakit berlangsung, anak dengan penyakit serius dapat memanfaatkan, baik penyembuhan yang diharapkan atau pengobatan penyembuhan bukan lagi sebuah pilihan.

2.2 Studi Fenomenologi

Penelitian kualitatif ialah jenis penelitian yang berfokus akan individu maupun grup yang memiliki perspektif berbeda dalam memandang sebuah realita


(47)

(biasanya realita sosial maupun psikologikal). Penelitian ini berfokus pada pengalaman yang dirangkum sebagai data yang tidak dapat dihitung menggunakan angka (Hancock, Ockleford & Windridge, 2009).

Fenomenologi, berakar dari tradisi filosofi yang dikembangkan oleh Husserl dan Heidegger, sebuah pendekatan untuk mengerti pengalaman kehidupan manusia setiap hari. Para pakar fenomenologi percaya bahwa pengalaman hidup memberikan arti tersendiri bagi masing-masing persepsi manusia pada setiap fenomena yang terjadi. Tujuan dari pendekatan ini ialah untuk mengerti persepsi dan pengalaman hidup bagi yang mengalami. Empat aspek pengalaman kehidupan yang diamati oleh para pakar fenomenologi ialah ruang kehidupan, ruang jasmani, ruang duniawi, dan hubungan sesama manusia (Polit & Beck, 2012).

Ada beberapa variasi dan interpretasi metodologi dalam fenomenologi yaitu fenomenologi deskriptif dan fenomenologi interpretif (Polit & Beck, 2012). Fenomenologi deskriptif pertama kali dikembangkan oleh Husserl pada tahun 1962. Fenomenologi ini mencakup hal yang didengar, dilihat, dirasakan, dipercaya, diingat, diputuskan, dievaluasi, dan aksi. Fenomenologi deskriptif memiliki empat tahap: bracketing, intuiting, analyzing, dan describing (Polit & Beck, 2012).

Langkah pertama yaitu bracketing. Bracketing adalah proses mengidentifikasi dan mengurungkan keyakinan yang terbentuk sebelumnya serta opini yang objektif tentang fenomena yang diteliti. Bracketing tidak pernah dapat diwujudkan secara total, tetapi peneliti berjuang untuk tidak menambahkan anggapan untuk menjaga data dalam keadaan asli (Polit & Beck, 2012).


(48)

Langkah selanjutnya ialah intuiting. Intuiting ialah keadaan dimana peneliti benar-benar memahami dan tenggelam dalam fenomena sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh partisipan. Peneliti menghindari segara kritik, evaluasi, ataupun opini dan tetap memerhatikan fenomena sesuai dengan yang dijelaskan partisipan (Streubert & Carpenter, 2011).

Pada tahap berikutnya adalah analyzing. Pada tahap ini peneliti mengidentifikasi esensi fenomena yang telah diinvestigasi berdasarkan data yang diperoleh dan bagaimana data diberikan (Streubert & Carpenter, 2011).

Langkah terakhir yaitu describing. Tujuan melakukan describing untuk mengkomunikasikan, menuliskan, juga memberikan perbedaan deskripsi secara verbal, elemen-elemen pengkritik dari fenomena. Deskripsi yang dilakukan berdasarkan klasifikasi dari fenomena. Peneliti harus menghindari dalam menambahkan deskripsi sebelum waktunya (Streubert & Carpenter, 2011).

Proses analisis data pada fenomenologi deskriptif adalah Collaizi (1978), Giorgi (1985), dan Van Kaam (1966). Ketiga fenomenologi tersebut berpedoman pada filosofi Husserl dimana fokus utamanya ialah mengetahui gambaran dari sebuah fenomena (Beck, 2013).

Jenis fenomenologi yang kedua adalah fenomenologi interpretif. Fenomenologi interpretif dikembangkan oleh Heidegger. Jenis penelitian ini menekankan pada pemahaman dan penafsiran, tidak sekedar deskripsi pengalaman manusia. Penelitian interpretif bertujuan untuk menemukan pemahaman dari makna pengalaman hidup dengan cara masuk ke dalam dunia partisipan (Polit & Beck, 2012).


(49)

Sumber data dalam studi fenomenologi berasal dari perbincangan yang cukup dalam (in-depth interview) antara peneliti dan partisipan dimana peneliti membantu partisipan untuk menggambarkan pengalaman hidupnya tanpa adanya suatu diskusi. Melalui perbincangan yang cukup dalam peneliti berusaha untuk menggali informasi sebanyak mungkin dari partisipan (Polit & Beck, 2012).

Dalam studi fenomenologi, jumlah partisipan yang terlibat adalah 10 orang atau lebih sedikit. Partisipan yang terlibat dalam penelitian ini akan dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu metode pemilihan partisipan dalam suatu penelitian dengan menentukan terlebih dahulu kriteria partisipan yang akan dilibatkan dalam penelitian. (Polit & Beck, 2012).

Dalam penelitian ini, peneliti mengunakan pendekatan fenomenologi desriptif. Hasil penelitian dalam studi fenomenologi diperoleh melalui proses analisa data Collaizi (1978 dalam Polit & Beck, 2012) menyatakan ada tujuh langkah yang harus dilalui untuk menganalisa data. Proses analisa data tersebut meliputi: 1) membaca transkrip wawancara untuk mendapatkan perasaan partisipan, 2) meninjau setiap transkrip dan menarik peryataan yang signifikan, 3) menguraikan makna dari setiap pernyataan yang signifikan dan memilih kata kuncinya, 4) mengelompokkan makna-makna tersebut kedalam kelompok-kelompok tema, 5) mengintegrasikan kedalam bentuk transkrip, 6) memformulasikan deskripsi lengkap dari fenomena yang diteliti sebagai identifikasi pernyataan, dan 7) memvalidasi apa yang telah ditemukan kepada partisipan sebagai tahap validasi akhir.


(50)

Penelitian kualitatif termasuk fenomenologi perlu ditingkatkan kualitas dan integritas dalam proses penelitiannya, sehingga perlu diperiksa bagaimana tingkat keabsahan data pada penelitian kualitatif termasuk fenomenologi. Lincoln dan Guba (1985 dalam Polit & Beck, 2012) menyatakan bahwa untuk memperoleh hasil penelitian yang dapat dipercaya maka data divalidasi dengan beberapa kriteria yaitu: 1) credibility (dapat dipercaya), 2) dependability

(konsisten), 3) confirmability (persetujuan relevansi), 4) transferability (bisa digunakan pada konteks lain), dan 5) authenticity.

Credibility meliputi keyakinan terhadap kebenaran data dan interpretasinya. Kredibilitas yang tinggi tercapai jika partisipan yakin dan mengenali dengan benar tentang hal-hal yang diceritakannya. Tujuan prosedur ini adalah untuk memvalidasi keakuratan hasil laporan transkrip kepada partisipan terhadap apa yang telah diceritakan tentang pengalamannya.

Dependability merupakan suatu bentuk kestabilan data pada setiap waktu dan kondisi. Dependability dilakukan dengan melibatkan pembimbing penelitian atau pakar penelaahan data. Pembimbing merupakan eksternal viewer yang berfungsi untuk memeriksa hasil pengolahan data yang dilakukan peneliti.

Confirmability mengandung makna bahwa sesuatu hal dinilai secara objektif dan netral, dimana ada beberapa orang independen yang menilai data-data yang telah dikumpulkan oleh peneliti. Prinsip confirmability dilakukan dengan cara mendiskusikan hasil penelitian berupa tema-tema yang telah didapatkan kepada ahli dalam penelitian ini yaitu pembimbing.


(51)

Transferability merupakan bentuk validitas eksternal yang menunjukkan derajat ketepatan sehingga hasil penelitian dapat diterapkan pada setting dan kelompok yang berbeda pada populasi yang sama. Seorang peneliti harus dapat menyediakan deskripsi data dengan rinci, jelas, sistematis dan mudah dimengerti pada laporan penelitiannya sehingga pengguna lainnya dapat mengevaluasi data kedalam konteks yang lain.

Authenticity memfokuskan pada sejauh mana peneliti dapat menunjukkan berbagai realitas. Authenticity muncul dalam penelitian ketika partisipan menyampaikan pengalaman partisipan dengan penuh perasaan. Penelitian memiliki keaslian jika dapat mengajak pembaca merasakan pengalaman kehidupan yang digambarkan, dan memungkinkan pembaca untuk mengembangkan kepekaan yang meningkat sesuai masalah yang digambarkan.


(52)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kanker adalah istilah umum untuk sekelompok besar penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh. Istilah yang digunakan adalah tumor ganas dan neoplasma (WHO, 2015). Kanker tersebut berkembang melalui penciptaan sel-sel abnormal yang cepat membelah lebih dari batas biasa, dan kemudian dapat menyerang bagian tubuh dan menyebar ke organ lain. Proses tersebut dikenal dengan sebutan metastatis. Jika metastasis kanker tidak terkontrol dengan baik, maka akan menyebabkan kematian (American Cancer Society, 2015).

Telah diperkirakan pada tahun 2015 sebanyak 10.380 kasus kanker terjadi pada anak dengan usia 0-14 tahun (American Cancer Society, 2015). Setiap tahun, jumlah anak dengan kanker meningkat disebabkan oleh kenaikan tidak hanya dalam insiden, tetapi juga di tingkat kelangsungan hidup. Tingkat insiden kanker pada anak di Amerika Serikat mengalami peningkatan dari 11,5 kasus per 100.000 anak di tahun 1975 menjadi 14,9 per 100.000 anak pada tahun 2004. Tingkat insiden kanker anak di Jordan juga berfluktuasi antara 9 dan 10 kasus per 100.000 anak antara tahun 2000 dan 2007 (Masa’Deh, Collier, & Hall, 2012).

Menurut penelitian yang dilakukan Kars et al. (2011) banyak anak dengan kanker dapat disembuhkan, namun sekitar 25% meninggal akibat penyakit yang diderita. Begitu juga dengan data yang diberikan oleh National Statistic Report Vital pada tahun 2013 menerangkan bahwa kematian terbesar pada anak


(53)

disebabkan oleh penyakit kanker sebanyak 58%. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) tahun 2014 menerangkan bahwa di Indonesia, data registrasi kanker di DKI Jakarta menunjukkan jumlah kasus kanker pada anak adalah sebesar 4,7% (601 kasus) dari seluruh kasus kanker (12.792 kasus).

Pengetahuan tentang penyebab kanker, dan intervensi untuk mencegah dan menanggulangi penyakit sudah disebar secara luas. Kanker dapat dikurangi dan dikendalikan dengan pelaksanaan strategi berbasis bukti untuk pencegahan kanker, deteksi dini kanker, dan manajemen pasien. Kanker memiliki peluang yang tinggi untuk disembuhkan jika terdeteksi lebih dini dan ditangani secara adekuat (WHO, 2015).

Beberapa sumber onkologi anak setuju bahwa menjadi orang tua dari anak dengan kanker adalah suatu peristiwa stres emosional. Studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa orang tua dari anak penderita kanker terlibat dalam terapi jangka panjang. Anak dengan kanker dapat menjalani hidup terus-menerus dengan ketidakpastian hasil, dan mungkin harus hidup dengan ancaman kambuh atau kematian selama bertahun-tahun. Ditemukan banyak orang tua yang terpengaruh pikologisnya disebabkan diagnosa yang dihasilkan, efek samping pengobatan, dan status kesehatan anak. Selain itu, orang tua juga melaporkan beban kerja dan status keuangan, hubungan keluarga dengan merawat anak lainnya, dan kadang-kadang merasa bersalah (Masa’Deh, Collier, & Hall, 2012).

Banyak peningkatan yang dialami oleh anak dengan kanker dikarenakan intensif terapi yang dilakukan seperti operasi, kemotrerapi, radiasi, dan transplantasi stem sel. Peningkatan tersebut masih belum menimbulkan


(54)

kenyamanan pada kondisi orang tua karena masih ditemukan tanda dan gejala dari stres, kelemahan, atau gangguan stress post- trauma (Klessen et al., 2012). Ketidakberhasilannya pengobatan menciptakan rasa takut kehilangan yang dialami oleh Ibu yang menyebabkan meningkatnya usaha Ibu dalam penyediaan pengobatan yang diberikan pada anak (Kars et al., 2011).

Pengalaman dalam merawat anak dengan kanker membuat Ibu mengalami gangguan baik secara fisik, mental, dan kesejahteraan sosial. Sejak timbul gejala hingga akhirnya anak menderita kanker stadium akhir, Ibu mengalami emosi yang timbul silih berganti (Kristiani, Wirawan, Kusumarjo, & Tehuteru, 2008). Orang tua juga mengalami gangguan tidur, kelelahan, tidak selera makan, kehilangan maupun bertambahnya berat badan, depresi, rasa bersalah, ansietas, rasa amarah, isolasi sosial, dan kondisi kesehatan lainnya (Klassen et al., 2012).

Beberapa orang tua yang diwawancarai mengatakan bahwa merawat anak dengan penderita kanker menimbulkan banyak pengaruh pada kondisi kesehatan. Banyak orang tua menjelaskan bahwa penyakit kanker yang diderita oleh anak menimbulkan kecemasan yang mengakibatkan kesulitan tidur pada orang tua. Orang tua yang menjaga anak di rumah sakit juga menjelaskan bahwa betapa sulitnya untuk memiliki kualitas dan kuantitas tidur yang baik, ditambah lagi dengan orang tua yang bangun pada tengah malam untuk merawat anak seperti memberi makan, membantu toileting, dan membuat anak agar merasa nyaman. Kelelahan fisik dan psikis yang dirasakan oleh para orang tua menimbulkan gangguan tidur dan distres emosional seperti kuatir akan kondisi anak. Orang tua juga menjelaskan bahwa letih dan perasaan kurang energi menggangu segala


(1)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kanker adalah istilah umum untuk sekelompok besar penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh. Istilah yang digunakan adalah tumor ganas dan neoplasma (WHO, 2015). Kanker tersebut berkembang melalui penciptaan sel-sel abnormal yang cepat membelah lebih dari batas biasa, dan kemudian dapat menyerang bagian tubuh dan menyebar ke organ lain. Proses tersebut dikenal dengan sebutan metastatis. Jika metastasis kanker tidak terkontrol dengan baik, maka akan menyebabkan kematian (American Cancer Society, 2015).

Telah diperkirakan pada tahun 2015 sebanyak 10.380 kasus kanker terjadi pada anak dengan usia 0-14 tahun (American Cancer Society, 2015). Setiap tahun, jumlah anak dengan kanker meningkat disebabkan oleh kenaikan tidak hanya dalam insiden, tetapi juga di tingkat kelangsungan hidup. Tingkat insiden kanker pada anak di Amerika Serikat mengalami peningkatan dari 11,5 kasus per 100.000 anak di tahun 1975 menjadi 14,9 per 100.000 anak pada tahun 2004. Tingkat insiden kanker anak di Jordan juga berfluktuasi antara 9 dan 10 kasus per 100.000 anak antara tahun 2000 dan 2007 (Masa’Deh, Collier, & Hall, 2012).

Menurut penelitian yang dilakukan Kars et al. (2011) banyak anak dengan kanker dapat disembuhkan, namun sekitar 25% meninggal akibat penyakit yang diderita. Begitu juga dengan data yang diberikan oleh National Statistic Report Vital pada tahun 2013 menerangkan bahwa kematian terbesar pada anak


(2)

disebabkan oleh penyakit kanker sebanyak 58%. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) tahun 2014 menerangkan bahwa di Indonesia, data registrasi kanker di DKI Jakarta menunjukkan jumlah kasus kanker pada anak adalah sebesar 4,7% (601 kasus) dari seluruh kasus kanker (12.792 kasus).

Pengetahuan tentang penyebab kanker, dan intervensi untuk mencegah dan menanggulangi penyakit sudah disebar secara luas. Kanker dapat dikurangi dan dikendalikan dengan pelaksanaan strategi berbasis bukti untuk pencegahan kanker, deteksi dini kanker, dan manajemen pasien. Kanker memiliki peluang yang tinggi untuk disembuhkan jika terdeteksi lebih dini dan ditangani secara adekuat (WHO, 2015).

Beberapa sumber onkologi anak setuju bahwa menjadi orang tua dari anak dengan kanker adalah suatu peristiwa stres emosional. Studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa orang tua dari anak penderita kanker terlibat dalam terapi jangka panjang. Anak dengan kanker dapat menjalani hidup terus-menerus dengan ketidakpastian hasil, dan mungkin harus hidup dengan ancaman kambuh atau kematian selama bertahun-tahun. Ditemukan banyak orang tua yang terpengaruh pikologisnya disebabkan diagnosa yang dihasilkan, efek samping pengobatan, dan status kesehatan anak. Selain itu, orang tua juga melaporkan beban kerja dan status keuangan, hubungan keluarga dengan merawat anak lainnya, dan kadang-kadang merasa bersalah (Masa’Deh, Collier, & Hall, 2012).

Banyak peningkatan yang dialami oleh anak dengan kanker dikarenakan intensif terapi yang dilakukan seperti operasi, kemotrerapi, radiasi, dan transplantasi stem sel. Peningkatan tersebut masih belum menimbulkan


(3)

kenyamanan pada kondisi orang tua karena masih ditemukan tanda dan gejala dari stres, kelemahan, atau gangguan stress post- trauma (Klessen et al., 2012). Ketidakberhasilannya pengobatan menciptakan rasa takut kehilangan yang dialami oleh Ibu yang menyebabkan meningkatnya usaha Ibu dalam penyediaan pengobatan yang diberikan pada anak (Kars et al., 2011).

Pengalaman dalam merawat anak dengan kanker membuat Ibu mengalami gangguan baik secara fisik, mental, dan kesejahteraan sosial. Sejak timbul gejala hingga akhirnya anak menderita kanker stadium akhir, Ibu mengalami emosi yang timbul silih berganti (Kristiani, Wirawan, Kusumarjo, & Tehuteru, 2008). Orang tua juga mengalami gangguan tidur, kelelahan, tidak selera makan, kehilangan maupun bertambahnya berat badan, depresi, rasa bersalah, ansietas, rasa amarah, isolasi sosial, dan kondisi kesehatan lainnya (Klassen et al., 2012).

Beberapa orang tua yang diwawancarai mengatakan bahwa merawat anak dengan penderita kanker menimbulkan banyak pengaruh pada kondisi kesehatan. Banyak orang tua menjelaskan bahwa penyakit kanker yang diderita oleh anak menimbulkan kecemasan yang mengakibatkan kesulitan tidur pada orang tua. Orang tua yang menjaga anak di rumah sakit juga menjelaskan bahwa betapa sulitnya untuk memiliki kualitas dan kuantitas tidur yang baik, ditambah lagi dengan orang tua yang bangun pada tengah malam untuk merawat anak seperti memberi makan, membantu toileting, dan membuat anak agar merasa nyaman. Kelelahan fisik dan psikis yang dirasakan oleh para orang tua menimbulkan gangguan tidur dan distres emosional seperti kuatir akan kondisi anak. Orang tua juga menjelaskan bahwa letih dan perasaan kurang energi menggangu segala


(4)

aktivitas harian, seperti kehilangan waktu tidur yang semakin memperburuk keadaan (Klassen et al., 2012).

Nafsu makan yang hilang membuat orang tua mengalami gangguan pada berat badan, ada yang semakin bertambah bahkan ada yang mengurang. Beberapa anak yang tidak bisa makan ataupun menoleransi bau makanan tertentu menyebabkan orang tua memutuskan untuk tidak makan. Gangguan interaksi selama merawat anak penderita kanker juga kerap dirasakan orang tua (Elcigil & Conk, 2010). Beberapa dari orang tua mengekspresikan kekecewaan yang dirasakan pada jaringan sosial, khususnya dengan keluarga dan teman yang tidak bisa mengerti keadaan (tidak pernah berkunjung) begitu juga dengan dukungan sosial yang berangsur-angsur berkurang seiring waktu (Klassen et al., 2012).

Penelitian yang dilakukan sebelumnya mengenai pengalaman keluarga dengan anak penderita penyakit kronis menghasilkan respon emosional, membawa ke pengobatan diluar medis, juga menemukan aspek budaya yang mempengaruhi dalam memberikan pengasuhan pada anak penderita kanker. Berdasarkan hal tersebut, peneliti berencana membuat penelitian mengenai pengalaman orang tua khususnya Ibu dalam merawat anak penderita kanker, dengan penelitian ini peneliti berharap bahwa pada hasil akhirnya peneliti mampu menemukan hal-hal apa saja yang dapat mempengaruhi pengalaman Ibu dalam merawat anak penderita kanker.

1.2 Rumusan Masalah

Ibu yang merawat anak dengan penyakit kanker merasakan banyak beban seperti stress emosional, ansietas, isolasi sosial, rasa takut kehilangan, dan


(5)

kelelahan. Banyak hal yang ditimbulkan dari berbagai aspek yang mempengaruhi keadaan Ibu sejak merawat anak penderita kanker.

Pengalaman dalam merawat anak dengan kanker membuat Ibu mengalami gangguan baik secara fisik, mental, dan kesejahteraan sosial. Sejak timbul gejala hingga akhirnya anak menderita kanker stadium akhir, Ibu mengalami emosi yang timbul silih berganti (Kristiani, Wirawan, Kusumarjo & Tehuteru, 2008).

Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian ini untuk mempelajari bagaimana pengalaman Ibu dalam merawat anak penderita kanker di Yayasan Onkologi Anak Medan (YOAM).

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan pada penelitian ini adalah untuk mencari tahu pengalaman Ibu dalam merawat anak penderita Kanker di Yayasan Onkologi Anak Medan (YOAM).

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Penelitian bagi Institusi Pendidikan Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang apa yang dialami oleh Ibu yang merawat anak dengan kanker sehingga mahasiswa keperawatan dapat meningkatkan pembelajarannya dibidang keperawatan onkologi dan mendukung pemberian asuhan yang lebih efektif sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan Ibu selama merawat anak dengan kanker.


(6)

1.4.2 Manfaat Penelitian bagi Yayasan Onkologi Anak Medan

Penelitian ini diharapkan mampu dijadikan acuan dan pertimbangan bagi pemilik yayasan untuk dapat meningkatkan pelayanan yang diberikan kepada para ibu yang merawat anak dengan kanker.

1.4.3 Manfaat bagi Penelitian Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan sebagai referensi dan dasar bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan ibu yang merawat anak dengan kanker.