Studi Fenomenologi Komunikasi Empatik Orangtua dan Anak Penderita Kanker di Yayasan Onkologi Anak Medan Chapter III VI
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode fenomenologi yang berusaha mencari
tentang, “sesuatu yang sangat esensial dan struktur yang tunggal atau pemusatan yang
didasarkan pada makna pengalaman dan menekankan pada kesadaran yang memuat
pengalaman, baik tampilan luar maupun kesadaran dari dalam yang didasarkan pada
memori, citra dan makna”. Fenomenologi itu dalam bahasa filsafat adalah percakapan
dengan fenomenon atau sesuatu yang sedang menggejala. Kata “fenomenologi”
dalam arti yang lebih luas mencakup aneka macam cara popular untuk membicarakan
fenomen-fenomen atau hal-hal yang tampak. Istilah ini dengan kata lain tidak lagi
dipatoki secara jelas dan kritis. Fenomenologi merupakan istilah yang digunakan
secara luas dalam berbagai pengertian dalam filsafat modern, yang memiliki pokok
persoalan “fenomena” (Sobur, 2013:15).
Intersubjetif adalah pemahaman kita mengenai dunia dibentuk oleh hubungan
kita dengan orang lain. Kajian fenomenologi pada komunikasi empatik yang
dilakukan oleh orangtua dan anak penderita kanker mencoba mencari pemahaman
bagaimana para orangtua melakukan proses komunikasi empatik sebagai pengalaman
hidup mereka dalam kerangka intersubjektivitas.
69
Universitas Sumatera Utara
Albert Shutz, seorang sosiolog salah satu pencetus teori fenomenologi
menegaskan bahwa tugas utama penelitian fenomenologis adalah merekonstruksi
dunia kehidupan manusia “sesungguhnya” yang bersumber dari pengalaman mereka
sendiri. Realitas dunia yang mereka alami itu bersifat intersubjektif, artinya bahwa
anggota masyarakat berbagi persepsi dasar mengenai dunia yang mereka
internalisasikan melalui sosialisasi dan yang mungkin mereka melakukan interaksi
dan komunikasi (Mulyana, 2001:63).
Peneliti disini melakukan pemahaman terhadap fenomena komunikasi
empatikyang dilakukan orangtua dan anak penderita kanker melalui fenomenologi
dan memfokuskan diri untuk mengetahui dua aspek penting yang biasa disebut
dengan “logos”nya fenomenologi, yakni “intentionality” dan “bracketing”. Pertama
intentionality adalah maksud memahami sesuatu, dimana setiap pengalaman individu
memiliki sisi objektif dan subjektif. Sesuatu hal untuk dapat dipahami, maka kedua
sisi itu harus diungkapkan. Sisi objektif fenomena (noema) artinya sesuatu yang bisa
dilihat, didengar, dirasakan, dipikirkan atau sekalipun sesuatu yang masih akan
dipikirkan (ide), sedangkan sisi subjektif (noesis) adalah tindakan yang dimaksud
(intendeact) seperti merasa, mendengar, memikirkan dan menilai ide. Kedua,
‘bracketing’ atau juga disebut reduksi fenomenologi, seperti dikutip dari Cresswell
(1998) dimana seorang ”pengamat” berupaya menyisihkan semua asumsi umum yang
dibuat mengenai sesuatu fenomena. Seorang pengamat akan berusaha untuk
menyisihkan dirinya dari prasangka, teori, filsafat, agama, bahkan “ common sense”
sehingga dirinya mampu menerima gejala yang dihadapi sebagai mana adanya
(Pembayun, 2013: 148).
70
Universitas Sumatera Utara
Fenomenologi persepsi dikembangkan oleh Maurice Merleau-Ponty, seorang
filsuf berkebangsaan Perancis. Dalam pandangan Merleau-Ponty, persepsi merupakan
suatu intense dari seluruh eksistensi, yakni cara mengada dalam dunia pra-reflektif
yang disebutnya sebagai etre-au-monde (ada-dalam-dunia). dalam konteks ini,
pengertian persepsi bukanlah sebagai batas kesadaran dalam kontaknya dengan dunia
luar, melainkan pada eksistensi yang konkret, sebuah kesadaran yang menubuh. Ia
menjelaskan keunggulan persepsi dalam menyibak dunia pra-reflektif. Pengalaman
persepsi secara langsung menunjukkan sebuah kehadiran subjek ketika kebenaran dan
nilai-nilai yang dibentuk terjadi. Pemahaman persepsi semacam ini mendeskripsikan
pengalaman sewaktu terlahirkan (Sobur, 2013: 369).
Fenomenologi merupakan cara yang digunakan manusia untuk memahami
dunia melalui pengalaman langsung. Fenomenologi berarti membiarkan segala
sesuatu menjadi jelas sebagaimana adanya (Litllejohn, 2011: 57) Stanley Deetz
(Morissan, 2013: 39) mengemukakan tiga prinsip dasar fenomenologi:
1. Pengetahuan adalah kesadaran. Pengetahuan tidak disimpulkan dari
pengalaman namun ditemukan secara langsung dari pengalaman sadar.
2. Makna dari sesuatu terdiri atas potensi sesuatu itu pada hidup seseorang.
Dengan kata lain, bagaimana anda memandang objek bergantung pada objek
itu bagi anda.
3. Bahasa adalah “kendaraan makna”. Kita mendapatkan pengalaman melalui
bahasa yang digunakan untuk mendefenisikan dan menjelaskan dunia kita.
Fenomenologi sebagai sebuah istilah diperkenalkan oleh Johan Heinrich
Lambert pada tahun 1764 untuk menunjuk pada teori penampakan (Sobur, 2014:204).
71
Universitas Sumatera Utara
Istilah fenomena (phenomenon) bagi gambaran khayal dari pengalaman manusia dan
kemudian mengartikan fenomenologi sebagai teori tentang khayalan.
3.2
Aspek Kajian
Pemahaman komunikasi empatik orangtua dan anak penderita kanker melalui
paradigma interpretif, secara umum mencakup beberapa aspek. Aspek kajian pertama
yaitu perihal upaya komunikasi empatik yang dilakukan orangtua terhadap anaknya
yang menderita kanker. Aspek kedua berkenaan dengan pendalaman terhadap proses
komunikasi empatik yang dilakukan orangtua terhadap anak penderita kanker. Dan
aspek yang ketiga yakni hambatan apa yang dihadapi orangtua dan anak dalam
berkomunikasi empatik.
3.3 Subjek Penelitian
Menurut Sugiyono (2007: 49) penelitian kualitatif tidak menggunakan
populasi karena penelitian kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada pada
situasi sosial tertentu. Hasil kajiannya tidak hanya diberlakukan ke populasi tetapi
ditransferkan ke tempat lain pada situasi sosial yang memiliki kesamaan dengan
situasi sosial pada kasus yang diselidiki. Subjek penelitian dalam penelitian kualitatif
adalah informan yaitu orang dalam pada latar penelitian. Informan adalah orang yang
menjadi sumber untuk memberikan informasi bagi penelitian kita.
Penelitian kualitatif fenomenologi tidak ada ketentuan metode penentuan atas
pengambilan informan secara khusus, namun yang mendapat perhatian utama adalah
sisi demogratif informan seperti: usia, agama, pendidikan, pekerjaan, status ekonomi,
suku, dan sebagainya. Ciri-ciri khusus informan yang dapat memenuhi kriteria dalam
penelitian fenomenologi antara lain: informan merupakan orangtua dari anak yang
72
Universitas Sumatera Utara
menderita kanker Informan pun dianggap mampu menceritakan kembali peristiwa
yang pernah dialaminya.
Jumlah informan disesuaikan dengan tujuan dan kebutuhan penelitian.
Informan utama dalam penelitian ini terdiri dari 5 orang ibu dan seorang ayah yaitu (
RT,SY,TH,WO, PU, dan YT), dan informan tambahan 1 orang anak penderita
kanker yakni R yang tinggal di Rumah Singgah YOAM Medan Keenam informan
utama ini memiliki latar belakang pengalaman kisah yang hampir sama mengenai
kehidupan sebagai orangtua ( ibu dan ayah ) yang memiliki anak penderita kanker.
Penentuan subjek penelitian menggunakan convenience atau accidental sampling
yang menerima setiap orangtua yang berada di rumah singgah selama memenuhi
syarat.
3.4 .Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan
untuk mengumpulkan data. Proses pengumpulan data dalam penelitian fenomenologi
ini
mengikuti Cresswell (1998) dalam Pembayun (2013: 148) yaitu melakukan
pengamatan langsung terhadap orangtua dalam hal ini ibu dan ayah yang pernah
melakukan proses komunikasi empatik dengan anak yang menderita kanker, dan
tinggal di Rumah Singgah YOAM Medan. Kemudian peneliti menemukan individu
(orangtua dalam hal ini ibu dan ayah dari berbagai latar belakang, suku, agama )
yang pernah mengalami fenomena berupa jalinan komunikasi empatik orangtua
dengan anak yang menderita kanker. Strategi yang dilakukan peneliti dalam
pengumpulan data adalah masuk kedalam komunitas Yayasan Onkologi Anak Medan
yaitu melakukan aktifitas harian di rumah singgah untuk kemudian melakukan
73
Universitas Sumatera Utara
pendekatan dengan beberapa orangtuatua dan anak yang menderita kanker. Kemudian
bentuk data yang dihasilkan adalah hasil wawancara terhadap keenam orangtua
tersebut, dengan proses perekaman data wawancara mendalam untuk jangka waktu
selama empat bulan lalu menyesuaikan isu lapangan yaitu fenomena komunikas
empatik yang terjalin antara orangtua dan anak penderita kanker untuk kemudian
penyimpanan data dilakukan berupa transkrip wawancara yang telah disimpan
didalam komputer.
3.5 .Metode Analisis Data
Peneliti mengumpulkan data yang berkaitan dengan komunikasi empatik
orangtua dan anak yang menderita kanker melalui pengamatan secara langsung dan
wawancara. Informasi yang telah dikumpulkan kemudian dibentuk ke dalam
deskripsi (gambaran) yang mengacu pada fenomena dan kerangka pengalaman yang
dilalui oleh keenam informan penelitian. Penelitian ini dipandu dalam rangkaian draft
pertanyaan wawancara yang bersifat mendalam (depth interview) dan semi
terstruktur.
Untuk dapat mengetahui informasi dari para informan, terlebih dahulu peneliti
harus melakukan proses analisis sebagai berikut:
1. Menyusun pedoman wawancara untuk pertanyaan yang akan diajukan kepada
informan penelitian berdasarkan pada tujuan penelitian yang terdapat di BAB
I.
2. Melakukan wawancara dengan 6 orang tua yang anaknya menderita kanker
dan pengalaman mereka selama tinggal di Rumah Singgah YOAM dan
menjalin komunikasi empatik diantara mereka..
74
Universitas Sumatera Utara
3. Membuat salinan wawancara ke dalam bentuk transkrip tulisan layaknya
naskah tanpa adanya editan dan kemudian memasukkan setiap detail kata per
kata dari percakapan yang dihasilkan dalam wawancara tersebut.
Tahap analisis data yang digunakan pada penelitian ini mengadopsi model
analisis Miles dan Haberman (1994) yang terdiri dari komponen data reduction, data
display dan conclusion drawing. Dengan penjelasan lebih rinci sebagai berikut
a. Data reduction, proses pemilahan data yang ada, memusatkan perhatian
terhadap data yang terkumpul, pengolahan data yang ada, membaca teks
yang ada untuk kemudian mentransformasikan data yang terlihat dari
transkrip wawancara. Membuat batasan-batasan catatan, membuat kode
inisial,
b. Data display, proses mengorganisir dan menyajikan data yang telah
diperoleh kedalam kategori-kategori. Menemukan pernyataan-pernyataaan
bermakna
dan mengelompokkannya kedalam unit-unit tertentu lalu
kemudian membangun deskripsi tekstural, struktural dan keseluruhan
yang terjadi selama
proses komunikasi empatik dan anak penderita
kanker terjalin.
c. Conclusion drawing and verification, pengambilan kesimpulan dari
komunikasi empatik yang terjalin antara orangtua dan anak penderita
kanker berdasarkan proses analisis data yang telah dilakukan sejak reduksi
data dan penayangan data tersebut. Kesimpulan yang telah ditetapkan
75
Universitas Sumatera Utara
peneliti kemudian diverifikasi dalam hal ini triangulasi data dengan anak
penderita kanker dan juga staf pekerja di YOAM yang tinggal dan telah
lama berinteraksi dengan informan, serta melihat dan merasakan kegiatan
komunikasi empatik para orangtua dengan anak yang penderita kanker
ini. untuk merefleksikan kembali, memperoleh “ second thought” dari
pihak orangtua guna menyesuaikan hasil kesimpulan penelitian sebagai
“intersubjective consensus”
76
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN
4.1
Proses Penelitian
Peneliti memulai penelitian ini dengan mencari keberadaan kantor YOAM
(Yayasan Onkologi Anak Medan) dan mencari contact person staf YOAM
tersebut dari seorang sahabat yang sering berhubungan dengan mereka. Melalui
telepon akhirnya peneliti membuat janji untuk bertemu di Yayasan Onkologi Anak
Medan setelah sebelumnya meminta alamat jelas dari kantor YOAM. Peneliti
kemudian melakukan kontak melalui Messenger, LINE, Whatsapp dengan staf di
YOAM mengenai aktifitas dan keadaan disana.
Peneliti kemudian menuju kantor YOAM walaupun belum mengantongi
surat permohonan izin penelitian di YOAM yang sering disebut dengan rumah
singgah. Alasan utama peneliti adalah untuk membuka komunikasi dan mengenal
lebih dulu calon informan yang memang sudah tinggal di rumah singgah.
Awalnya peneliti hanya menemui staf yang memang sehari hari ada di rumah
singgah yaitu Fetty dan Fitri, kemudian setelah beberapa kali berbincang melalui
telepon membuat komunikasi menjadi lebih lancar dan santai, mereka
mengenalkan peneliti dengan beberapa calon informan yang ada disana.
Pemilihan calon informan penelitian dilakukan melalui sejumlah kategori
untuk menentukan apakah mereka
tersebut layak atau tidak untuk dijadikan
informan. Kriteria informan dalam penelitian ini adalah orangtua dan anak yang
menderita kanker yang memang menjalani perawatan dan tinggal di Rumah
Singgah, karena pada saat pra penelitian, peneliti menemukan fakta bahwa banyak
Universitas Sumatera Utara
8
orangtua dan anak penderita kanker yang hanya datang untuk pengobatan
kemoterapi lalu pulang kembali ke rumahnya. oleh karenanya peneliti sangat
selektif memilih calon informan untuk menggali pengalaman pribadi mereka
dalam jalinan komunikasi empatik orangtua dan anak penderita kanker.
Setelah melalui proses seleksi tersebut, peneliti menemukan 5 orang
informan utama dan 2 orang informan tambahan serta 1 orang informan
triangulasi yang dianggap memiliki pengalaman dalam melihat komunikasi
empatik orangtua dan anak penderita kanker. Berbagai
kendala
dihadapi
oleh
peneliti dalam menyelesaikan proses penelitian ini. Kendala pertama adalah
menyesuaikan waktu pertemuan dengan para informan karena jadwal yang
berbeda-beda. Jadwal pertemuan kerap mengalami perubahan secara tiba-tiba dan
peneliti harus mampu mengikuti waktu mereka agar terciptanya suasana nyaman
sewaktu proses wawancara. Terkadang, peneliti harus mau menerima keadaan
informan yang sedang depresi dan mendengarkan curhatan mereka tanpa bisa
melakukan wawancara, keadaan ini kerap terjadi karena memang pertemuan
sering terjadi sesaat setelah mereka menemani anaknya yang usai melewati tahap
pengobatan kemoterapi yang sering membuat anak menjadi lebih rewel.
Kendala kedua adalah lokasi penelitian yang lumayan jauh dari domisili
peneliti.dan lokasinya berdekatan dengan Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam
Malik yang memang sangat ramai oleh pasien penderita kanker karena Rumah
Sakit Umum Pusat H.Adam Malik adalah Rumah Sakit Rujukan di Kota Medan.
Pada saat membuat janji dengan salah seorang informan dari Tebing
tinggi, peneliti pernah menghadapi berkomunikasi dengan anak dan nenek nya
tapi dengan pantauan tajam mata ibundanya yang melihat dari balik pintu kamar
Universitas Sumatera Utara
79
tanpa mau diusik keberadaannya, sehingga peneliti selama dua hari merasakan
ketidaknyamanan dengan keadaan tersebut,
Pertemuan berikutnya dengan calon informan tersebut kemudian dibantu
oleh rekan Fitri dari YOAM, untuk kemudian akhirnya si Ibu luluh dan mau
menerima peneliti. Lain halnya dengan informan dari Tanjung Balai yang sangat
welcome terhadap peneliti, bahkan sejak awal pertemuan peneliti merasakan
sambutan yang hangat dari mereka sekeluarga, namun sayang tidak beberapa lama
setelah penelitian hal yang sangat menyedihkan terjadi yaitu anak informan
tersebut meninggal dunia karena penyakit yang dideritanya yaitu Retinoblastoma
stadium lanjut. Masih terbayang dipelupuk mata betapa renyah suara R tatkala
peneliti melakukan wawancara dengan ibunya, yang sering disambut dengan
teriakan berulang darinya memanggil Ibu, Ibu dan Ibu, seringkali kalimat-kalimat
yang keluar dari malaikat kecil itu membuat kami terdiam dan tertegun seolaholah dia mengerti akan kesedihan dan kegalauan ibundanya, setelah itu ibunya
pasti langsung memeluk erat tubuh mungilnya, dan saat itu kami akan terbawa
suasana apalagi peneliti yang juga memiliki anak seusia R, peneliti juga sering
ikut meneteskan air mata melihat hal itu. Semoga Allah SWT menguatkan ibunya
dan R menjadi ladang surga bagi ibunya kelak Amin. Peneliti kemudian
menghentikan penelitian dengan informan tersebut karena setelah kematiannya
informan langsung pulang kampung dan tak bisa lagi dihubungi melalui
handphone, dan informasi yang peneliti dapatkan karena ayah R meninggalkan
informan begitu saja setelah kepergiannya.
Peneliti juga ingat harus berangkat setiap pagi sehingga bisa bertemu
sebelum jadwal kemoterapi namun kadangkala harus menunggu nsampai sore
Universitas Sumatera Utara
80
apabila jadwalnya ngaret atau bahkan antri cukup lama. Begitupun saat bulan
puasa yang dirasa peneliti sangat menyentuh apalagi kondisi anak anak yang juga
semakin buruk membuat peneliti hanyut dalam suasana. Untungnya di rumah
singgah ada kamar khusus staf yang bisa juga ditumpangi untuk peneliti tinggal
dan menunggu informan kembali dari Rumah Sakit. Setelah kepergian R peneliti
menjumpai calon informan selanjutnya yang rata-rata datang dari daerah yang
jauh dari kota Medan. Di rumah singggah setiap hari sabtu selalu diisi oleh
kegiatan “sabtu gizi” oleh komunitas Appheresis Medan, yang membantu
ketersediaan darah dan pendonor darah bagi anak-anak dan penderita kanker di
Rumah Sakit. Keberadaan mereka sangat membantu anak-anak dan orangtua di
rumah singgah, karena mereka juga memberikan ilmu bagi semua yang tinggal
dan ada di rumah singgah, bagaimana pola hidup sehat dan makanan yang baik
bagi mereka. Peneliti juga kemudian ikut serta dalam kegiatan tersebut, bahkan di
kegiatan tersebut peneliti pertama kali merasakan bagaimana rasa buah bit yang
memang sering dikonsumsi mereka, peneliti pernah beberapa kali membawa
makanan yang ternyata tidak boleh dikonsumsi mereka, dari situ peneliti semakin
menyadari betapa penting hidup sehat dan bagaimana mengurangi makanan yang
dapat memicu sel kanker kita aktif dalam tubuh,. Ilmu yang sangat dirasakan bagi
peneliti sejak masuk dan berkecimpung dalam rumah singgah saat penelitian
adalah hal yang sangat mahal dan tidak bisa diulang. Setelah melewati rangkaian
wawancara dengan informan peneliti juga mewawancarai pengurus YOAM yang
aktif dan Apheresis demi keperluan triangulasi data. Peneliti merasa “takjub”
dengan aktifitas dan kebaikan salah seorang dari tim Apheresis dan staf YOAM di
Kota Medan ini. Famita salah satunya, ia merupakan seorang pekerja pada salah
Universitas Sumatera Utara
81
satu perusahaan di kota Medan. Hal menakjubkan tersebut adalah dalam
sempitnya waktu bekerja dia tetap bisa hadir dan aktif di rumah singgah dalam
mendonorkan darah, juga aktif untuk pekan gizi setiap Sabtu di YOAM ,
kemudian aktif di PERTUNI Medan dan anak-anak jalanan Medan, padahal
waktunya cukup padat, dari pengalaman Famita, peneliti menyadari bahwa untuk
berbuat baik apapun bisa dilakukan asal ada kemauan.
Penelitian ini dilakukan dengan kurun waktu ± 4 bulan lamanya yakni dari
April- Juli 2016. Peneliti merasa beruntung dapat menyelesaikan seluruh tahapan
proses penelitian dengan lancer, walaupun ada beberapa kendala yang ditemukan
namun berhasil dilewati. Informan yang ditemui juga sangat ramah dan terbuka
selama menjalani proses penelitian. Peneliti setidaknya harus bertemu minimal 4
kali dengan informan, sebelum melakukan rekaman wawancara menggunakan
handycam dan juga alat perekam suara di handphone untuk menghindari
kemungkinan dramaturgi dilakukan oleh para informan serta proses pendekatan
antar pribadi dengan mereka.
Peneliti meminta bantuan dari beberapa rekan peneliti yang juga meneliti
di Rumah Sakit Adam Malik untuk membantu proses perekaman. Kualitas dari
beberapa wawancara dengan informan tidak semuanya dalam kondisi yang baik.
Permasalahan yang paling utama adalah noise atau gangguan suara dari natural
sound di sekitar lokasi wawancara baik itu dari alunan musik maupun suara-suara
pengunjung. Peneliti selanjutnya lanjut dalam proses pengerjaan transkrip
wawancara penelitian.
Banyak pengalaman dan pengetahuan baru mengenai dunia anak dan
kesehatan yang peneliti dapatkan selama proses penelitian ini. Peneliti dulu
Universitas Sumatera Utara
82
berasumsi bahwa setiap ibu pastinya akan merasa sedih dan tidak kuat dalam
menghadapi sebuah hubungan antar pribadi dengan anaknya yang menderita
kanker. Ternyata asumsi tersebut tidak semuanya benar bahkan ada seorang ibu
yang biasa saja saat mengetahui anaknya menderita kanker bahkan lebih
menyerahkan keadaan itu kepada nenek si anak, hal ini penelita lihat pada awalawal masa penelitian.
Pasangan suami istri ini memang sudah lama tinggal jauh dari si anak
karena resiko pekerjaan menghadapkan mereka pada kenyataan ada jarak dengan
anaknya. Selama ini si anak hanya diurus oleh orang tua mereka dan akhirnya saat
mengetahui si anak sakit ibu dan ayahnya justru menyerahkan kepada orangtuanya
dengan konsekuensi mereka yang mencari penghasilan dan sehingga tetap bekerja
dan si nenek yang menjaga dan merawat anaknya yang sakit. Selama penelitian
awalnya bisa dilihat kedekatan nenek dan cucunya yang menderita kanker cukup
dekat bahkan saat si ibu datang pun si anak tetap bersama neneknya.tidak seperti
anak-anak pada umumnya yang akan selalu bersama ibunya saat senang dan
susah.
4.2
Temuan Penelitian
Pada bab ini peneliti akan menguraikan sejumlah data hasil penelitian yang
dilakukan di Yayasan Onkologi Anak Medan yaitu bagaimana komunikasi
empatik orangtua dan anak penderita kanker. Peneliti mengumpulkan data yang
berkaitan dengan komunikasi empatik orangtua dan anak penderita kanker melalui
pengamatan secara langsung dan wawancara. Informasi yang telah dikumpulkan
kemudian dibentuk ke dalam deskripsi (gambaran) yang mengacu pada fenomena
dan kerangka pengalaman yang dilalui oleh keenam informan penelitian.
Universitas Sumatera Utara
83
Penelitian ini dipandu dalam rangkaian draft pertanyaan wawancara yang bersifat
mendalam (depth interview) dan semi terstruktur.
Untuk dapat mengetahui informasi dari para informan, terlebih dahulu
peneliti harus melakukan proses analisis sebagai berikut:
1. Menyusun pedoman wawancara untuk pertanyaan yang akan diajukan
kepada informan penelitian berdasarkan pada tujuan penelitian yang
terdapat di BAB I.
2. Melakukan wawancara dengan 6 orang tua yang anaknya menderita kanker
dan pengalaman mereka selama tinggal di Rumah Singgah dan menjalin
komunikasi empati diantara mereka..
3. Membuat salinan wawancara ke dalam bentuk transkrip tulisan layaknya
naskah tanpa adanya editan dan kemudian memasukkan setiap detail kata
per kata dari percakapan yang dihasilkan dalam wawancara tersebut.
Dalam sebuah penelitian, peran serta dan keterlibatan seorang narasumber
ataupun informan sangat diperlukan, terlebih jika penelitian yang dilakukan
berkaitan dengan studi fenomenologi yang bersifat kualitatif. Peneliti oleh sebab
itu menentukan 5 orang untuk dijadikan sebagai informan utama penelitian dan 2
orang informan tambahan serta 1 orang informan triangulasi. Sebagian informan
dalam penelitian ini tidak merasa keberatan untuk disebutkan namanya, namun
ada pula informan yang tidak ingin identitas dirinya dibuka, oleh karenanya
peneliti menggunakan nama inisial pada setiap informannya. Masalah etika juga
menjadi perhatian utama peneliti untuk tidak mencantumkan nama lengkap dari
kelima informan penelitian.
Universitas Sumatera Utara
84
Informan yang terdapat dalam penelitian ini merupakan orangtua dengan
anaknya yang menderita kanker di Yayasan Onkologi Anak Medan dan pada
umumnya yang tinggal disana adalah ibu dari anak-anak penderita kanker, yang
pertama karena ayah mereka semua pekerja dan ibunya adalah ibu rumah tangga
jadi tidak menyulitkan bagi ibu untuk terus berada di rumah singgah. Selain itu
pihak Yayasan Onkologi Anak Medan juga memberikan peraturan yaitu yang
boleh mendampingi dan tinggal disana adalah salah satu dari orangtua anak baik
itu ayah ataupun ibunya karena keterbatasan tempat dan jumlah orang yang ingin
tinggal disana sangat banyak. Hal itulah yang membuat penelitian ini
mendapatkan Ibu sebagai informan utamanya. Hasil wawancara disesuaikan
dengan tujuan penelitian, yaitu:
1. Upaya komunikasi empatik yang bagaimana yang dilakukan orangtua
dengan anak penderita kanker ..
2. Proses komunikasi empatik yang dilakukan orang tua dengan anak
penderita kanker dan ,
3. Hambatan dalam komunikasi empatik antara orang tua dan anak
penderita kanker.
4.2.1 Deskripsi Identitas RT
Informan pertama dalam penelitian ini berinisial RT yang berdomisili di
Kota Tebing Tinggi, RT berprofesi sebagai seorang ibu rumah tangga. Ia saat ini
berusia 43 tahun,. Agama yang dianut oleh RT adalah Islam
RT tumbuh dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang sehat dan
tidak punya riwayat memiliki penyakit kanker. Ia menikah dengan PS yang
memang merupakan teman dekatnya sejak sekolah dan tetangga rumahnya dengan
Universitas Sumatera Utara
85
latar belakang pekerjaan sebagai petani. Orangtuanya dahulu juga seorang petani
yang setiap harinya hanya mengkonsumsi makanan dari hasil pertanian. Dari hasil
pernikahannya ia memiliki 4 orang anak, dan mereka hidup normal seperti
keluarga lain pada umumnya. Sampai suatu ketika saat anaknya yang bernama T
terjatuh dan ia mengalami luka, setelah kejadian tersebut si anak demam dan
seluruh tubuhnya bengkak, kemudian ia membawa anaknya menuju puskesmas
terdekat dan saat itu langsung diberikan surat untuk pemeriksaan lebih lanjut ke
Rumah Sakit. Setelah melakukan pemeriksaan di Rumah Sakit diketahui bahwa
anaknya menderita Leukeumia . Ia kemudian mendapatkan rujukan untuk segera
membawa anaknya ke Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan.
4.2.1.1 Tipe Keluarga RT
Keluarga Informan penelitian yang pertama dapat dikategorikan sebagai
tipe keluarga yang Konsensual dalam artian memiliki tingkat percakapan dan
kesesuaian yang tinggi. Hal ini terungkap dari kutipan wawancara berikut:
“ kalau kami ya dikeluarga itu semua bebas cakap, maunya gimana ga
ada larangan kalau merasa salah ya ngaku kalau betul ya betul gitu
aja, tapi tetap bapaknya orang ini yang mutuskan gimana hasilnya
gitu kalau adalah masalah ya kan, kami bicarain sama sama” .
Kelompok ini biasanya menghargai pendapat anak-anak ataupun
pasangannya, tetapi tetap yang mengambil keputusan itu adalah kepala keluarga
atau orangtua dan selanjutnya menjelaskan mengapa memilih keputusan tersebut.
4.2.1.2 Komunikasi Emosional RT
RT sudah mengungkapkan bahwa selama anaknya diketahui menderita
kanker terjadi komunikasi emosional atau perasaan yang membuat dirinya dan si
anak menjadi lebih kuat seperti apa yang diungkapkannya sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
86
“dulu awak biasanya kalau udah datang bapaknya bawa makanan
selalu rebutan kami makan, sejak sakit ini anak kami, semua berubah,
awak lebih banyak nangis, ga sanggup aku nengok dia menderita
gitulah, bapaknya pun gitu.kadang kutengok air matanya netes juga
dari dulu ga pernah kutengok gitu, sekarang pun awak lebih rajin
sholat, ngaji gitulah pokoknya sejak sakit anak kami jadi makin rajin
awak agama, anak kami pun gitu ,makin diam dia dulu ketawanya
banyak sekarang jarang kudengar lagilah “ .
Pernyataan RT ini menegaskan dengan sangat jelas bagaimana seseorang
bisa memiliki perilaku yang menyimpang dari biasanya tatkala menginformasikan
perasaannya. Perilaku yang tidak biasanya itu ditunjukkan RT dalam keadaan
sering menangis dan itu adalah suatu informasi perasaan yang dimilikinya,
begitupun dengan si anak.
4.2.1.3 Upaya Komunikasi Empatik yang dilalui RT
Komunikasi Empatik yang dilakukan RT dengan anaknya yang menderita
kanker dimulai sejak dirinya mengetahui anaknya menderita kanker seperti
ungkapan berikut :
“hmm awalnya tanggal berapa ya, tapi keknya pertengahan bulan dua
lah, iya bulan dua tahun dua ribu enam belas ini juga waktu itu
disuruh langsung dibawa ke Medan “ .
Dengan kondisi fisik yang keliatan pada diri anaknya adalah yakni seperti
terlihat dalam kutipan wawancara berikut ini:
“ seluruh badannya bengkak dan kuning-kuning gitu sampai kukukukunya pun semualah badan, pipi ,mata, bibir, sampai kupingnya pun
kuning ssshhhh seluruh tubuh, seluruh tubuhnya kuning” .
RT juga menyampaikan bahwa secara mental ataupun sikap yang
mendasar yang keliatan berubah pada anaknya adalah sebagai berikut :
“ tambah mengkek iya, manja gitu sama kami, walaupun manja ada
juga dogol-dogolnya dia itu apalagi kalok disuruh makan payah
kali” .
Universitas Sumatera Utara
87
RT dan suami mengerti dengan perubahan fisik dan mental anaknya
bahkan kondisi yang dialami mereka sendiri begitu mengetahui penyakit yang
diderita anaknya juga tidak jauh berbeda dengan anaknya seperti diungkapkan
sebagai berikut ini :
“ ya sedih, stress bingung, semuanyalah jadi satu hmmm campur
aduklah hari itu semuanya terutama ya stress lah sedihlah.perasaan
awak lambung gitu sedih karena ini kan penyakit mematikan ya itu
mangkanya hayalan awak udah negative-negatif aja.” .
RT pun mengatakan bahwa sebelumnya dia pernah membawa anaknya
bersama suaminya untuk berobat ke “orang pintar” ,tapi itupun hanya sekali
karena setelah dilihat tidak ada dampaknya pada si anak kemudian dia mengajak
anaknya langsung ke rumah sakit untuk dilakukan tindakan medis.
Setelah anaknya sampai pada tahap penyembuhan dengan kemoterapi,
RT tetap tidak bisa ikhlas menerima kenyataan anaknya sakit, dan hal ini dapat
dilihat dari petikan wawancara berikut:
“ awalnya gak nerima, ya gak bisa nerima tapi udah diputuskan dokter
kek gitu ya coba dijalani dengan ikhlas yang penting awak usaha dan
doa juga kita tetap berobat ke dokter untuk ngobati tapi ya gitulah gak
nerima juga sebetulnya tapi kaloo ga ikhlas awak bilang kan lebih
parah lagi nanti, Tuhan marah ya kan memang ini dah cobaan ama
awak yak an ya dikhlasin ajalah dicoba gitu ya” .
4.2.1.4 Proses Komunikasi Empatik yang dilalui RT
RT mencoba memberikan motivasi pada anaknya dengan perlahan dimulai
dengan memberikan informasi kepada anaknya tentang kondisi kesehatan anaknya
yang dikutip dalam percakapan sebagai berikut:
“awak pelan-pelan nyampekkan ke dia kalo dia harus kuat awak bilang
adek harus sehat ya nak, adek harus kuat adek ga boleh kotor-kotor adek
harus makan ya nak adek ga mau sakit kan nak” .
Universitas Sumatera Utara
88
Reaksi anaknya begitu mengetahui kondisi kesehatannya pun berbeda jauh
dengan keadaan RT karena memang faktor usia jadi anak-anak kuranglah
mengerti dengan keadaannya, seperti dikutip dalam percakapan berikut ini
“ga ada perbedaan,biasa aja karena memang dia pun ga lah ngerti apa itu
leukemia ya kan jadi begitu awak kasi tau ya diam aja dia, cuma dia kalok
ditanya orang dibilangnya adek sakit leukemia banyakan darah putih adek
gitulah dibilangnya sama orang” .
RT mengatakan bahwa perubahan sikap yang dialaminya terjadi begitu dia
mengetahui keadaan sakit anaknya dan dia berusaha menjadi apa yang diinginkan
oleh anaknya bahkan kadang dia tidak memikirkan perasaannya sendiri seperti
dikutip dari percakapan berikut ini :
“awak jadi lebih perhatianlah lebih perhatian dari biasanya, biasanya ga
gitu awak jadi lain, lebih sayang, lebih perhatian dan awak maunya dekat
aja sama dia semuanyalah perhatian awak tumpah sama dia, ga bisa jauh
dari dia, kadang kadang lapar pun awak , ngantuk atau apa ya kan lupa
awaklah apalagi kalo awak liat dia kesakitan, dulu agak kurang open
awak sama dia biasa aja sekarang luar biasa perhatian awak sama dia ” .
Dalam proses komunikasi empatik yang dilakukan RT kepada anaknya tak
terlepas dukungan suaminya juga dan anggota keluarga lainnya akan tetapi
dukungan yang paling besar dirasakan oleh RT selama menemani pengobatan
anaknya adalah dari dirinya sendiri seperti percakapan dibawah ini :
“yaa menguatkan diri sendiri sebenarnya awak kalok liat suami sedih
karena sedih awak lebih sedih lagi dia jadi awak kuat-kuatkan ajalah
selain itu lingkungan juga banyak kasi masukan sama awak kek kalian
inilah dek jadi intinya awak harus kuat duluan biar bisa ngurus anak awak
gitupun tetaplah awak perlu dukungan bapaknya orang ini” .
Kanker yang dialami tidak serta merta menimbulkan kebiasaan-kebiasaan baru
yang muncul dalam diri anaknya RT setelah divonis menderita kanker, dan RT
mengungkapkan hal tersebut berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
89
“ngga berubah kebiasaannya dek, biasa aja tetapnya dia lasak dan
geragas gitu kan cuma dia agak lebih diam, lasak tapi jarang cakap
gitulah dek, kalau main-main namanya anak-anak ya ngga ada
berubahnya, yang paling kerasa kali kan kebiasaan makannya dek dulu
agak congok dia, sekarang agak susah aja makan itu kurasa ya kebiasaan
buruknya trus itu satu lagi kebiasaan mengkek sama awak” .
RT mengungkapkan bahwa sejak menderita leukemia dia dan anaknya memiliki
kerjasama yang intens berkaitan dengan misinya yang meyakinkan anaknya harus
sembuh dan mengikuti semua petunjuk dokter seperti dikutip dalam percakapan
berikut ini:
“iyalah kami saling mengingatkan , makanan ya harus dipantau yang dari
dokter, ngga boleh makan yang dilarang kalau makan apapun kalau kata
mak boleh baru awak makan, kalau dikasi orang gitu dibawa pulang tanya
dulu sama mamak boleh ngga makanan ini dimakan kalau ngga boleh ngga
jadi tu dia makan pernah dipaksa orang dia makan masakannya ngga mau
dia lo makannya, dibilangnya juga ngga boleh nanti marah mamak adek.
sama-samalah memang awak jaga apalagi masalah perobatannya kalau
udah jadwal berobat dia pun ingatkan awak kapan balik ke rumah sakit ” .
Dengan keadaan anak yang begitu, kadang pada saat dia kesakitan apalagi saat
kemoterapi biasanya RT berusaha menguatkan dan menghibur anaknya akan
tetapi, anaknya memang memiliki motivasi dan semangat yang besar untuk
sembuh sehingga dia tidak terlalu khawatir saat menemani anaknya mengikuti
kemoterapi seperti dalam percakapan berikut ini :
“saat kemo dia enaak-enak aja jarang dia kesakitan, dokter dan perawat
pun bingung liat dia ngga banyak ngeluh dan happy aja bawaannya pas
kemo kan disuruh banyak minum dia mau nurut dan ngga pernah rewel ” .
RT berusaha menyenangkan anaknya dengan cara menuruti semua keinginanya,
hal itu dilakukan dengan pertimbangan kondisi kesehatan anaknya seperti dikutip
dari percakapan berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
90
“apa aja maunya awak usahakan awak kasi , misalnya kek kemaren minta
beli robot mainanlah , baju superman semua awak kasi apalagi makanan
yang dia suka dan dikasi dokter pasti awak belikan dia pun ngertinya ngga
aneh-aneh mintanya” .
RT sangat ingin anaknya sembuh dengan begitu dia menguatkan dan menanamkan
kepada diri anaknya, bahwa dengan pengobatan dan pola hidup lebih sehat dia
yakin kesembuhan akan datang, seperti percakapan berikut ini :
“awak optimislah dia sembuh karena cerita dokter dan perawat pun ada
juga yang sembuh anak-anak yang kemaren sakit kek siadek ini jadi awak
terus kasi tau dia supaya tetap berobat sama makan yang sehat-sehat
jangan yang jorok-jorok supaya cepat sembuh awakpun ingatkan sama
bapaknya supaya tetap mgga lupa sholat trus doalah ya kan? apapun
ceritanya sama Allah lah awak ngadu” .
RT merasa sangat terbantu dengan keberadaan YOAM, dengan fasilitas
penyediaan rumah singgah bagi keluarga dan anak-anak penderita kanker yang
melakukan pengobatan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik hal ini tentu
saja sesuai dengan keberadaan YOAM sebagai bagian dari support group bagi
anak-anak penderita kanker dan hal itu bisa dilihat dari hasil percakapan berikut :
“awak yang bersyukur kali ada YOAM ini dikasi awak nginap di rumah
gini, kalau dulu sebelum tau ada YOAM ini awak terpaksa bayar rumah
harian, kalau awak piier-pikir lagi baik kali lah YOAM ini semuanya
grati,s ish sampe orang dikampung pun nanya enak kali ya syukurlah ga
ada bayar-bayar rumah lagi tempatnya pun dekat dari rumah sakit
pokoknya terbantu kalilah awak ” .
4.2.1.5 Hambatan dalam Komunikasi Empatik yang dilakukan oleh RT
Dalam berkomunikasi selalu ada hambatan yang dapat mengganggu
jalannya proses komunikasi, sehingga informasi yang disampaikan tidak dapat
dimengerti dengan jelas oleh penerima pesan dalam hal ini anak RT. Ada
beberapa hal yang kadang menyusahkan terjalinnya komunikasi empatik diantara
RT dengan anaknya , seperti yang ia tuturkan berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
91
“ awak selalu berusaha tidak nangis didepan dia, pas dia tidur awak
pandangi mukaknya disitulah awak nangis-nangis, awak keluarkan
semua pas dia tidur, waktu awal-awal 3 bulan pertama iya memang
ngga bisa awak tahan nangis kalo diukur dah bisa jadi anak sungai
lah air mata awak, kadang awak terfikir koq bisa ginilah nasib anak
awak ini kayak mimpi gitu tapi makin kesini dah mulai berkurang
nangis-nangis awak, awak usahakanlah tertawa juga, karena kalau
pas awak nangis dia tau trus nanya awak makin tambah nangis dia
pun jadi nangis juga kasian awak nengoknya, sekarang kalo bisa awak
ngga usah ngomong yang susah-susah sama dia maunya ngomong
enak ajalah awak biar cepat ilang penyakitnya itu kalok dah ngga
tahan kali awak rasa teruslah awak ngadu sama bapaknya kalok ga
bisa kali awak lapor atoknya lah sampai sekarang awak ngga pernah
lepas kontrol awak usahakan si adek ngga tau kekmana sedihnya
awak kecuali pertama – tama dulu memang awak tiap saat nangis” .
Penuturan RT di atas menjelaskan secara rinci bagaimana hambatan yang
terjadi saat komunikasi empatik berlangsung. RT berusaha untuk menjaga
perasaan anaknya dengan menekan perasaan sedih yang ada dihatinya itu semua
tidak lain dia lakukan demi proses kesembuhan bagi penyakit anaknya.
4.2.2 Deskripsi Identitas SY
SY adalah seorang ibu yang bersedia untuk dijadikan sebagai informan
kedua dalam penelitian. wanita berusia 32 tahun ini lahir dan dibesarkan di Kota
Kisaran, Sumatera Utara, namun sejak menikah dengan seorang duda yang
memiliki tiga anak ia sudah berpindah domisili ke Kota Tanjung Balai. Ia adalah
seorang Ibu Rumah Tangga, Suaminya bekerja sebagai tukang buruh bangunan,
dia menikah tahun 2010 silam. Empat tahun yang lalu mereka dikarunia seorang
anak laki-laki yang sehat dan besar dengan berat 3,8 kg lahir menjadi buah hati
kesayangan SY.
Ibu yang sangat menyukai bakso ini mengisahkan bahwa dirinya mulai
merasakan keanehan pertama kali pada mata anaknya saat kecil yang mirip sekali
dengan mata kucing namun itu tak berlangsung lama hanya sekejap saat R berusia
Universitas Sumatera Utara
92
6 bulan.setelah itu semua berlangsung normal sampai kemudian R mengalami
demam tinggi dan kemudian R dibawa ke Rumah Sakit.
4.2.2.1 Tipe Keluarga SY
Tipe keluarga dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis. Keluarga
informan penelitian yang kedua yakni SY dapat dikategorikan sebagai tipe
keluarga yang toleran. Hal ini terungkap dari kutipan wawancara berikut:
“kami gini memang kak, udah biasa mau ngapa-ngapain terserah
masing-masing aja ngga ada yang ngatur-ngatur gitu dari kami nikah
dulu sampe punya anak biasa aja jarangnya kami cakap yang perluperlu aja gitu, bapaknya kan jarang dekat sama anak-anak jadi ngga
gitu banyak ngomong anak-anak pun gitunya juga selow aja orang itu,
lain kalok memang ada penting kali baru orang itu cakap sama aku
nanti kalok bisa ku kasi tau ya udah cukup gitu aja, ngga banyak
ngaturlah kalok kami bapak sama mamaknya ini yang penting
sekolah bagus, ngga nakal udah cukup gitu aja” .
Kelompok ini adalah keluarga yang menerima keadaan apapun dari
anggota keluarga lainnya, mereka benar- benar tidak mau membuang waktu untuk
membicarakan hal yang menurut mereka tidak penting, tidak suka ikut campur
dengan masalah yang lain, orangtua dalam keluarga ini cenderung memiliki
orientasi yang bercampur, kombinasi dari orangtua yang mandiri dan terpisah.
Keluarga ini juga rendah dalam hal percakapan, dan umumnya berasal dari
pernikahan yang tradisional mandiri. Sebuah implikasi yang kuat bahwa memiliki
pola dan hubungan yang berbeda dan bertanggungjawab, dan mengikatkan diri
dengan komitmen pernikahan. Masalah pergaulan dan interaksi anak-anak tidak
terlalu menjadi perhatian mereka. semua berjalan seperti apa adanya.
Universitas Sumatera Utara
93
4.2.2.2 Komunikasi Emosional SY
Masing-masing orang tua memiliki komunikasi emosional yang berbeda
antara yang satu dan lainnya. Begitu juga dengan informan penelitian kedua, yakni
SY mengungkapkan bagaimana komunikasi emosional yang dilaluinya sebagai
berikut:
“Sejak dia lahir bahagia kali hidupku kak, walaupun udah ada anakku
dari abang tapi baru sah kurasa karena ada yang lahir dari perutku
sendiri, tapi sampek akhirnya tau dia sakit hancor kali aku kak,
awalnya dulu nangis-nangis aja sekarang dah payah keluar air mata
sampe dah kering kurasa jadi lebih banyak diam aku dia pun kek
ngerti sering pake tanda gitu aku sama dia, pake bahasa isyaratlah
kalo dia sakit kali kutengok kupeluk dia kuusap-usap badannya dia
pun diam, kalo aku sedih ditengoknya sering dia geleng-gelengkan
kepala gitulah tandanya”.
Pernyataan SY di atas menjelaskan bahwa ia menggunakan isyarat dari
perasaannya secara emosional perubahan kontinyuitas suatu perasaan melalui
tanda-tanda tertentu mulai dari yang sangat ekstrem sampai kepada yang tidak
ekstrem lagi. Misalnya gelengan kepala anaknya yang menandakan larangan bagi
ibunya untuk menangis dan bersedih begitupun dengan pelukan yang menandakan
bahwa dia akan selalu ada untuk anaknya walau bagaimanapun keadaan anaknya.
Adanya tingkat kesadaran waktu SY berkomunikasi menunjukkan bahwa isyarat
emosional seseorang ditentukan oleh derajat kesadaran seseorang
4.2.2.3 Upaya Komunikasi Empatik SY
Setiap hubungan orangtua dengan anak dapat digambarkan dengan
bagaimana cara mereka berkomunikasi, dan upaya komunikasi empatik yang
dilakukan SY dari awal saat dia mengetahui bahwa anaknya menderita kanker
seperti terlihat dari percakapan berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
94
“aku tau dia sakit kanker itu waktu pertama kali abis dia sakit demam
tinggi trus kubawa ke rumah sakit kan kak abis dicek darah
semuanyalah diperiksa waktu itu abis itu dipanggil dokternya kami
dikasi tau kalo dia sakit matanya gitu kanker bulan lapan tahun lalu
ingat kali aku kak ”.
Serelah mengetahui penyakit yang diderita anaknya SY menjelaskan kondisi fisik
dan mental anaknya sebagai berikut :
“ada pendarahan dimatanya yang membesar, kupikir dulu awalnya
sakit mata biasa kak tapi makin lama makin membesar gitu dia pun
jadi rewel kak, suka nangis dia karena kesakitan namanya anak-anak
menjerit jeritlah dia manggil mamaknya kan kak ”.
dengan kondisi anaknya yang menderita sakit perubahan pun terjadi kepada
SY yang juga tertekan begitu mengetahui keadaan penyakit anaknya seperti
tergambar pada percakapan berikut ini :
“lemas aku kak beputar dunia ini kek melayang aku, sempat hampir
pingsan aku selama ini bahagia kali aku kak tiba-tiba kek ilang
bahagia itu sempat stress aku ngga mau cakap sama keluarga tapi
sebentar aja kasian aku nengok anakku kadang terfikir apalah salahku
ya kok gini kali nasib anakku ngga adanya keturunan kami yang sakitsakit kek gini kok akulah yang dikasi cobaan gini ”.
Namun SY kemudian tidak mau lama terpuruk dengan keadaannya dia
memikirkan kesembuhan untuk anaknya dan lekas membawa anaknya ke
Medan. Ia percaya kesembuhan anaknya pasti datang asal cepat dibawa
berobat. Pihak keluarga pernah menyarankan untuk mengikuti pengobatan
tradisional dikampungnya namun SY tidak mendengarkannya , karena dia
lebih percaya pengobatan medis. Hal ini dikutip dari percakapan berikut :
“pernah dikasi tau saudara uwakku ada pengobatan dikampung yang
bisa ngobatin sakit gini tapi entah kenapa aku ngga percaya kak, jadi
tetap kubawak aja ke Medan kubilang sama lakikku supaya ngurus
semuanya biar kami berobat aja ke Medan, sempat kami nginap
dirumah saudaraku di bromo tapi gitu kami dengar ada rumah
singgah kami coba datangi dan sampe jugaklah kami disini jadinya ”.
Universitas Sumatera Utara
95
Dengan apa yang sudah terjadi dengan anaknya SY mengaku telah
mengikhlaskannya karena dia menganggap ini takdir dari Tuhan seperti
dikutip dari percakapan berikut ini :
“udah ikhlas aku kak , udah takdirku memang nasibku gini kalo ngga
kutrima nolak takdir namanya ya kan ”.
4.2.1.4 Proses Komunikasi Empatik SY
SY berusaha menjadi motivator bagi anaknya ditengah kesakitan yang
dialami anaknya dengan cara menginformasikan pada anaknya mengenai apa yang
harus dilakukannya yakni:
“Jadi aku ngga banyak cakap kak karena dia kan masih kecil jadi
ngga ngerti kali ya kan? kubilang aja nak harus kuat ya adek sayang
mamak kan nantik kalo adek sembuh kita jalan-jalan ya nak adek
maunya kemana mamak bawak ya,,tapi janji adek mau makan ya ”.
SY menyadari anaknya tidak akan mengerti walaupun dijelaskan tentang sakitnya
dan perubahan yang terjadi justru pada dirinya sendiri begitu mengetahui keadaan
anaknya yang sakit. SY berusaha memberikan apapun yang diinginkan anaknya
selama dia sanggup seperti dalam percakapan berikut ini :
“sekarang semuanya yang dia minta kukasi kak walaupun aku susah
kuusahakanlah mintanya dia pun ngga aneh-aneh memang namanya
anak-anak ya paling-paling mainan alhamdulilah banyak orang yang
sayang sama dia pulak kek smalam waktu uwaknya datang ada aja
yang bawa mainan jadi senang kali dia. dulu sebelum sakit manalah
pulak kek gini kali sama dia sekarang entahlah mau rasanya aku tukar
sama dia kak sakitnya untukku aja kasian kali kakk (menangis) ”.
Dengan usianya yang masih sangat belia tidak ada yang keliatan jelas
perbedaan kebiasaan yang muncul dalam diri anak SY, hanya saja SY
berusaha sebagai ibu untuk terus mendampingi anaknya dalam mengisi harihari selama pengobatan anaknya berlangsung. Ia berusaha menghibur dan
memberikan kekuatan kepada anaknya. SY tetap memiliki keyakinan bagi
Universitas Sumatera Utara
96
anaknya untuk sembuh dari penyakitnya, hal itu telihat jelas dari kutipan
berikut ini :
“aku tetap yakin dia bisa sembuh kak walau apapun kata orang
tentang sakit anakku yang sakit kematianlah, sakit parahlah, tapi
kalok Allah masih kasi sehat ngga ada yang bisa cegat ya kan kak? ”.
Yayasan Onkologi Anak Medan sebagai support group juga sangat penting
menurut SY karena membantu orang-orang yang senasib dengan SY seperti
dituturkannya dalam percakapan berikut ini :
“beruntung kali aku bisa tau rumah singgah inilah jadi ngga jauhjauh awak ke rumah sakit trus ngga banyak keluar biaya awak ”.
4.2.2.5 Hambatan Komunikasi Empatik SY
Ketika satu individu melakukan komunikasi dengan individu yang lain,
tentunya ada niat tertentu yang ingin dicapai dari komunikasi tersebut. Namun
hambatan tentu saja ada dalam proses komunikasi yang berlangsung, begitu pun
dengan SY yang berusaha memberikan yang terbaik dari hubungannya dengan
dengan anaknya yang menderita kanker, seperti yang ia tuturkan berikut ini:
“ sring aku nangis dulu kak jadi anakku pun sedih juga ngaruhlah ke
sakitnya tambah down dia kutengok, dari situ ngga mau lagi aku
nangis-nangis kalo bisa aku tahan tapi Alhamdulillah kak sekarang
dah bisa kutahan apalagi anakku suka kali ngomong yang nguatkan
aku jadi semangat aku kan kak,pokoknya sabar ajalah aku dan ngga
mau putus asa gitu ya kan?,,kusyukuri ajalah pernah aku down kak
pas dibilang dokter udah level tinggi sakit anakku njerit hatiku pas
ada lakikku yang ngawani anakku kan disitulah aku bisa menjerit-jerit
dikamar mandi aku kak nangis-nangis ya Allah (menangis lagi) abis
itu kutanya sama anakku kekmana perasaannya dibilangnya pulak
gini makkk e jangan sedih ya mamak, jangan malu adekkan anak
pilihan Allah mak adek istimewa entah dari mana kan kak keluar katakata dia gitu hampir mau pingsan aku dengarnya terus dipeluknya aku
kak ” .
Universitas Sumatera Utara
97
Penuturan SY di atas menjelaskan secara rinci bagaimana proses
komunikasi empatik yang dilakukan oleh SY dan anaknya, dan hambatan yang
dihadapi selama proses berlangsung adalah bagaimana SY menahan keadaan
fisiknya agar tidak terlihat sedih dari anaknya yang sedang sakit. Bagaimana pun
juga SY tetap berusaha menghindari hambatan tersebu, dengan menguatkan
dirinya agar terlihat tegar dimata anaknya dan komunikasi tetap berlangsung
dengan emosional yang mendalam dan dengan bantuan dokter, serta orang-orang
dilingkungan YOAM dan Apheresis yang selalu memberikan dukungan padanya
seperti terlihat dalam kutipan berikut ini :
“aku selalu tahan diriku biar kuat apalagi dokter dan perawatnya
baik-baik kali kak,orang kak fitri dan fetty apalagi orang kakak-kakak
ini yang selalu kasih masukan sama aku jadi aku kuat juga ”.
4.2.3 Deskripsi Identitas TH
Informan ketiga dalam penelitian ini memiliki nama inisial TH. Ibu Rumah
tangga yang satu ini sudah menyadari adanya kelainan pada pada diri anaknya
sejak ia duduk di bangku TK. Anaknya sering lemas dan demam kalau sudah
kecapekan.
TH lahir dan besar di Bireuen, Aceh. Ia memiliki dua orang anak yang
keduanya perempuan. Suaminya seorang karyawan pada salah satu perusahaan
Koperasi simpan pinjam didaerahnya.
TH tidak memiliki riwayat kesehatan penyakit kanker sebelumnya dalam
keluarga begitupun dengan suaminya, Ia melakukan pengobatan anaknya dengan
menggunakan BPJS Mandiri. Anaknya yang divonis menderita leukemia berinisial
G sedang menduduki bangku sekolah dasar. Selama menjalani perawatan mereka
tinggal di rumah singgah.dan suaminya tetap menjalani hari-hari seperti biasa.
Universitas Sumatera Utara
98
Semua itu tidak lain karena melihat beban sebagai suami yang juga harus tetap
melakukan tugasnya menghidupi keluarga sehingga dibutuhkan pengertian dari
masing-masing pihak. Dan sejak suaminya telah memutuskan bahwa hanya TH
yang mendampingi anaknya selama masa pengobatan dan untuk selanjutnya ia
akan berkunjung jika ada waktu libur atau yang memungkinkan.
4.2.3.1 Tipe Keluarga TH
Tipe keluarga dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis. Keluarga
informan penelitian yang ketiga ini yakni TH dapat dikategorikan sebagai tipe
keluarga yang protektif seperti diliat dari kutipan sebagai berikut :
“hmm kalau kami kan dek semuanya bapak yang atur dirumah apapun
harus nanya sama bapak dek, kalau ibu ngga berani karena memang
bapak keras orangnya jadi dari dulu sampai sekarang kan apa-apa
tanya bapak dulu gitu,anak pun i
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode fenomenologi yang berusaha mencari
tentang, “sesuatu yang sangat esensial dan struktur yang tunggal atau pemusatan yang
didasarkan pada makna pengalaman dan menekankan pada kesadaran yang memuat
pengalaman, baik tampilan luar maupun kesadaran dari dalam yang didasarkan pada
memori, citra dan makna”. Fenomenologi itu dalam bahasa filsafat adalah percakapan
dengan fenomenon atau sesuatu yang sedang menggejala. Kata “fenomenologi”
dalam arti yang lebih luas mencakup aneka macam cara popular untuk membicarakan
fenomen-fenomen atau hal-hal yang tampak. Istilah ini dengan kata lain tidak lagi
dipatoki secara jelas dan kritis. Fenomenologi merupakan istilah yang digunakan
secara luas dalam berbagai pengertian dalam filsafat modern, yang memiliki pokok
persoalan “fenomena” (Sobur, 2013:15).
Intersubjetif adalah pemahaman kita mengenai dunia dibentuk oleh hubungan
kita dengan orang lain. Kajian fenomenologi pada komunikasi empatik yang
dilakukan oleh orangtua dan anak penderita kanker mencoba mencari pemahaman
bagaimana para orangtua melakukan proses komunikasi empatik sebagai pengalaman
hidup mereka dalam kerangka intersubjektivitas.
69
Universitas Sumatera Utara
Albert Shutz, seorang sosiolog salah satu pencetus teori fenomenologi
menegaskan bahwa tugas utama penelitian fenomenologis adalah merekonstruksi
dunia kehidupan manusia “sesungguhnya” yang bersumber dari pengalaman mereka
sendiri. Realitas dunia yang mereka alami itu bersifat intersubjektif, artinya bahwa
anggota masyarakat berbagi persepsi dasar mengenai dunia yang mereka
internalisasikan melalui sosialisasi dan yang mungkin mereka melakukan interaksi
dan komunikasi (Mulyana, 2001:63).
Peneliti disini melakukan pemahaman terhadap fenomena komunikasi
empatikyang dilakukan orangtua dan anak penderita kanker melalui fenomenologi
dan memfokuskan diri untuk mengetahui dua aspek penting yang biasa disebut
dengan “logos”nya fenomenologi, yakni “intentionality” dan “bracketing”. Pertama
intentionality adalah maksud memahami sesuatu, dimana setiap pengalaman individu
memiliki sisi objektif dan subjektif. Sesuatu hal untuk dapat dipahami, maka kedua
sisi itu harus diungkapkan. Sisi objektif fenomena (noema) artinya sesuatu yang bisa
dilihat, didengar, dirasakan, dipikirkan atau sekalipun sesuatu yang masih akan
dipikirkan (ide), sedangkan sisi subjektif (noesis) adalah tindakan yang dimaksud
(intendeact) seperti merasa, mendengar, memikirkan dan menilai ide. Kedua,
‘bracketing’ atau juga disebut reduksi fenomenologi, seperti dikutip dari Cresswell
(1998) dimana seorang ”pengamat” berupaya menyisihkan semua asumsi umum yang
dibuat mengenai sesuatu fenomena. Seorang pengamat akan berusaha untuk
menyisihkan dirinya dari prasangka, teori, filsafat, agama, bahkan “ common sense”
sehingga dirinya mampu menerima gejala yang dihadapi sebagai mana adanya
(Pembayun, 2013: 148).
70
Universitas Sumatera Utara
Fenomenologi persepsi dikembangkan oleh Maurice Merleau-Ponty, seorang
filsuf berkebangsaan Perancis. Dalam pandangan Merleau-Ponty, persepsi merupakan
suatu intense dari seluruh eksistensi, yakni cara mengada dalam dunia pra-reflektif
yang disebutnya sebagai etre-au-monde (ada-dalam-dunia). dalam konteks ini,
pengertian persepsi bukanlah sebagai batas kesadaran dalam kontaknya dengan dunia
luar, melainkan pada eksistensi yang konkret, sebuah kesadaran yang menubuh. Ia
menjelaskan keunggulan persepsi dalam menyibak dunia pra-reflektif. Pengalaman
persepsi secara langsung menunjukkan sebuah kehadiran subjek ketika kebenaran dan
nilai-nilai yang dibentuk terjadi. Pemahaman persepsi semacam ini mendeskripsikan
pengalaman sewaktu terlahirkan (Sobur, 2013: 369).
Fenomenologi merupakan cara yang digunakan manusia untuk memahami
dunia melalui pengalaman langsung. Fenomenologi berarti membiarkan segala
sesuatu menjadi jelas sebagaimana adanya (Litllejohn, 2011: 57) Stanley Deetz
(Morissan, 2013: 39) mengemukakan tiga prinsip dasar fenomenologi:
1. Pengetahuan adalah kesadaran. Pengetahuan tidak disimpulkan dari
pengalaman namun ditemukan secara langsung dari pengalaman sadar.
2. Makna dari sesuatu terdiri atas potensi sesuatu itu pada hidup seseorang.
Dengan kata lain, bagaimana anda memandang objek bergantung pada objek
itu bagi anda.
3. Bahasa adalah “kendaraan makna”. Kita mendapatkan pengalaman melalui
bahasa yang digunakan untuk mendefenisikan dan menjelaskan dunia kita.
Fenomenologi sebagai sebuah istilah diperkenalkan oleh Johan Heinrich
Lambert pada tahun 1764 untuk menunjuk pada teori penampakan (Sobur, 2014:204).
71
Universitas Sumatera Utara
Istilah fenomena (phenomenon) bagi gambaran khayal dari pengalaman manusia dan
kemudian mengartikan fenomenologi sebagai teori tentang khayalan.
3.2
Aspek Kajian
Pemahaman komunikasi empatik orangtua dan anak penderita kanker melalui
paradigma interpretif, secara umum mencakup beberapa aspek. Aspek kajian pertama
yaitu perihal upaya komunikasi empatik yang dilakukan orangtua terhadap anaknya
yang menderita kanker. Aspek kedua berkenaan dengan pendalaman terhadap proses
komunikasi empatik yang dilakukan orangtua terhadap anak penderita kanker. Dan
aspek yang ketiga yakni hambatan apa yang dihadapi orangtua dan anak dalam
berkomunikasi empatik.
3.3 Subjek Penelitian
Menurut Sugiyono (2007: 49) penelitian kualitatif tidak menggunakan
populasi karena penelitian kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada pada
situasi sosial tertentu. Hasil kajiannya tidak hanya diberlakukan ke populasi tetapi
ditransferkan ke tempat lain pada situasi sosial yang memiliki kesamaan dengan
situasi sosial pada kasus yang diselidiki. Subjek penelitian dalam penelitian kualitatif
adalah informan yaitu orang dalam pada latar penelitian. Informan adalah orang yang
menjadi sumber untuk memberikan informasi bagi penelitian kita.
Penelitian kualitatif fenomenologi tidak ada ketentuan metode penentuan atas
pengambilan informan secara khusus, namun yang mendapat perhatian utama adalah
sisi demogratif informan seperti: usia, agama, pendidikan, pekerjaan, status ekonomi,
suku, dan sebagainya. Ciri-ciri khusus informan yang dapat memenuhi kriteria dalam
penelitian fenomenologi antara lain: informan merupakan orangtua dari anak yang
72
Universitas Sumatera Utara
menderita kanker Informan pun dianggap mampu menceritakan kembali peristiwa
yang pernah dialaminya.
Jumlah informan disesuaikan dengan tujuan dan kebutuhan penelitian.
Informan utama dalam penelitian ini terdiri dari 5 orang ibu dan seorang ayah yaitu (
RT,SY,TH,WO, PU, dan YT), dan informan tambahan 1 orang anak penderita
kanker yakni R yang tinggal di Rumah Singgah YOAM Medan Keenam informan
utama ini memiliki latar belakang pengalaman kisah yang hampir sama mengenai
kehidupan sebagai orangtua ( ibu dan ayah ) yang memiliki anak penderita kanker.
Penentuan subjek penelitian menggunakan convenience atau accidental sampling
yang menerima setiap orangtua yang berada di rumah singgah selama memenuhi
syarat.
3.4 .Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan
untuk mengumpulkan data. Proses pengumpulan data dalam penelitian fenomenologi
ini
mengikuti Cresswell (1998) dalam Pembayun (2013: 148) yaitu melakukan
pengamatan langsung terhadap orangtua dalam hal ini ibu dan ayah yang pernah
melakukan proses komunikasi empatik dengan anak yang menderita kanker, dan
tinggal di Rumah Singgah YOAM Medan. Kemudian peneliti menemukan individu
(orangtua dalam hal ini ibu dan ayah dari berbagai latar belakang, suku, agama )
yang pernah mengalami fenomena berupa jalinan komunikasi empatik orangtua
dengan anak yang menderita kanker. Strategi yang dilakukan peneliti dalam
pengumpulan data adalah masuk kedalam komunitas Yayasan Onkologi Anak Medan
yaitu melakukan aktifitas harian di rumah singgah untuk kemudian melakukan
73
Universitas Sumatera Utara
pendekatan dengan beberapa orangtuatua dan anak yang menderita kanker. Kemudian
bentuk data yang dihasilkan adalah hasil wawancara terhadap keenam orangtua
tersebut, dengan proses perekaman data wawancara mendalam untuk jangka waktu
selama empat bulan lalu menyesuaikan isu lapangan yaitu fenomena komunikas
empatik yang terjalin antara orangtua dan anak penderita kanker untuk kemudian
penyimpanan data dilakukan berupa transkrip wawancara yang telah disimpan
didalam komputer.
3.5 .Metode Analisis Data
Peneliti mengumpulkan data yang berkaitan dengan komunikasi empatik
orangtua dan anak yang menderita kanker melalui pengamatan secara langsung dan
wawancara. Informasi yang telah dikumpulkan kemudian dibentuk ke dalam
deskripsi (gambaran) yang mengacu pada fenomena dan kerangka pengalaman yang
dilalui oleh keenam informan penelitian. Penelitian ini dipandu dalam rangkaian draft
pertanyaan wawancara yang bersifat mendalam (depth interview) dan semi
terstruktur.
Untuk dapat mengetahui informasi dari para informan, terlebih dahulu peneliti
harus melakukan proses analisis sebagai berikut:
1. Menyusun pedoman wawancara untuk pertanyaan yang akan diajukan kepada
informan penelitian berdasarkan pada tujuan penelitian yang terdapat di BAB
I.
2. Melakukan wawancara dengan 6 orang tua yang anaknya menderita kanker
dan pengalaman mereka selama tinggal di Rumah Singgah YOAM dan
menjalin komunikasi empatik diantara mereka..
74
Universitas Sumatera Utara
3. Membuat salinan wawancara ke dalam bentuk transkrip tulisan layaknya
naskah tanpa adanya editan dan kemudian memasukkan setiap detail kata per
kata dari percakapan yang dihasilkan dalam wawancara tersebut.
Tahap analisis data yang digunakan pada penelitian ini mengadopsi model
analisis Miles dan Haberman (1994) yang terdiri dari komponen data reduction, data
display dan conclusion drawing. Dengan penjelasan lebih rinci sebagai berikut
a. Data reduction, proses pemilahan data yang ada, memusatkan perhatian
terhadap data yang terkumpul, pengolahan data yang ada, membaca teks
yang ada untuk kemudian mentransformasikan data yang terlihat dari
transkrip wawancara. Membuat batasan-batasan catatan, membuat kode
inisial,
b. Data display, proses mengorganisir dan menyajikan data yang telah
diperoleh kedalam kategori-kategori. Menemukan pernyataan-pernyataaan
bermakna
dan mengelompokkannya kedalam unit-unit tertentu lalu
kemudian membangun deskripsi tekstural, struktural dan keseluruhan
yang terjadi selama
proses komunikasi empatik dan anak penderita
kanker terjalin.
c. Conclusion drawing and verification, pengambilan kesimpulan dari
komunikasi empatik yang terjalin antara orangtua dan anak penderita
kanker berdasarkan proses analisis data yang telah dilakukan sejak reduksi
data dan penayangan data tersebut. Kesimpulan yang telah ditetapkan
75
Universitas Sumatera Utara
peneliti kemudian diverifikasi dalam hal ini triangulasi data dengan anak
penderita kanker dan juga staf pekerja di YOAM yang tinggal dan telah
lama berinteraksi dengan informan, serta melihat dan merasakan kegiatan
komunikasi empatik para orangtua dengan anak yang penderita kanker
ini. untuk merefleksikan kembali, memperoleh “ second thought” dari
pihak orangtua guna menyesuaikan hasil kesimpulan penelitian sebagai
“intersubjective consensus”
76
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN
4.1
Proses Penelitian
Peneliti memulai penelitian ini dengan mencari keberadaan kantor YOAM
(Yayasan Onkologi Anak Medan) dan mencari contact person staf YOAM
tersebut dari seorang sahabat yang sering berhubungan dengan mereka. Melalui
telepon akhirnya peneliti membuat janji untuk bertemu di Yayasan Onkologi Anak
Medan setelah sebelumnya meminta alamat jelas dari kantor YOAM. Peneliti
kemudian melakukan kontak melalui Messenger, LINE, Whatsapp dengan staf di
YOAM mengenai aktifitas dan keadaan disana.
Peneliti kemudian menuju kantor YOAM walaupun belum mengantongi
surat permohonan izin penelitian di YOAM yang sering disebut dengan rumah
singgah. Alasan utama peneliti adalah untuk membuka komunikasi dan mengenal
lebih dulu calon informan yang memang sudah tinggal di rumah singgah.
Awalnya peneliti hanya menemui staf yang memang sehari hari ada di rumah
singgah yaitu Fetty dan Fitri, kemudian setelah beberapa kali berbincang melalui
telepon membuat komunikasi menjadi lebih lancar dan santai, mereka
mengenalkan peneliti dengan beberapa calon informan yang ada disana.
Pemilihan calon informan penelitian dilakukan melalui sejumlah kategori
untuk menentukan apakah mereka
tersebut layak atau tidak untuk dijadikan
informan. Kriteria informan dalam penelitian ini adalah orangtua dan anak yang
menderita kanker yang memang menjalani perawatan dan tinggal di Rumah
Singgah, karena pada saat pra penelitian, peneliti menemukan fakta bahwa banyak
Universitas Sumatera Utara
8
orangtua dan anak penderita kanker yang hanya datang untuk pengobatan
kemoterapi lalu pulang kembali ke rumahnya. oleh karenanya peneliti sangat
selektif memilih calon informan untuk menggali pengalaman pribadi mereka
dalam jalinan komunikasi empatik orangtua dan anak penderita kanker.
Setelah melalui proses seleksi tersebut, peneliti menemukan 5 orang
informan utama dan 2 orang informan tambahan serta 1 orang informan
triangulasi yang dianggap memiliki pengalaman dalam melihat komunikasi
empatik orangtua dan anak penderita kanker. Berbagai
kendala
dihadapi
oleh
peneliti dalam menyelesaikan proses penelitian ini. Kendala pertama adalah
menyesuaikan waktu pertemuan dengan para informan karena jadwal yang
berbeda-beda. Jadwal pertemuan kerap mengalami perubahan secara tiba-tiba dan
peneliti harus mampu mengikuti waktu mereka agar terciptanya suasana nyaman
sewaktu proses wawancara. Terkadang, peneliti harus mau menerima keadaan
informan yang sedang depresi dan mendengarkan curhatan mereka tanpa bisa
melakukan wawancara, keadaan ini kerap terjadi karena memang pertemuan
sering terjadi sesaat setelah mereka menemani anaknya yang usai melewati tahap
pengobatan kemoterapi yang sering membuat anak menjadi lebih rewel.
Kendala kedua adalah lokasi penelitian yang lumayan jauh dari domisili
peneliti.dan lokasinya berdekatan dengan Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam
Malik yang memang sangat ramai oleh pasien penderita kanker karena Rumah
Sakit Umum Pusat H.Adam Malik adalah Rumah Sakit Rujukan di Kota Medan.
Pada saat membuat janji dengan salah seorang informan dari Tebing
tinggi, peneliti pernah menghadapi berkomunikasi dengan anak dan nenek nya
tapi dengan pantauan tajam mata ibundanya yang melihat dari balik pintu kamar
Universitas Sumatera Utara
79
tanpa mau diusik keberadaannya, sehingga peneliti selama dua hari merasakan
ketidaknyamanan dengan keadaan tersebut,
Pertemuan berikutnya dengan calon informan tersebut kemudian dibantu
oleh rekan Fitri dari YOAM, untuk kemudian akhirnya si Ibu luluh dan mau
menerima peneliti. Lain halnya dengan informan dari Tanjung Balai yang sangat
welcome terhadap peneliti, bahkan sejak awal pertemuan peneliti merasakan
sambutan yang hangat dari mereka sekeluarga, namun sayang tidak beberapa lama
setelah penelitian hal yang sangat menyedihkan terjadi yaitu anak informan
tersebut meninggal dunia karena penyakit yang dideritanya yaitu Retinoblastoma
stadium lanjut. Masih terbayang dipelupuk mata betapa renyah suara R tatkala
peneliti melakukan wawancara dengan ibunya, yang sering disambut dengan
teriakan berulang darinya memanggil Ibu, Ibu dan Ibu, seringkali kalimat-kalimat
yang keluar dari malaikat kecil itu membuat kami terdiam dan tertegun seolaholah dia mengerti akan kesedihan dan kegalauan ibundanya, setelah itu ibunya
pasti langsung memeluk erat tubuh mungilnya, dan saat itu kami akan terbawa
suasana apalagi peneliti yang juga memiliki anak seusia R, peneliti juga sering
ikut meneteskan air mata melihat hal itu. Semoga Allah SWT menguatkan ibunya
dan R menjadi ladang surga bagi ibunya kelak Amin. Peneliti kemudian
menghentikan penelitian dengan informan tersebut karena setelah kematiannya
informan langsung pulang kampung dan tak bisa lagi dihubungi melalui
handphone, dan informasi yang peneliti dapatkan karena ayah R meninggalkan
informan begitu saja setelah kepergiannya.
Peneliti juga ingat harus berangkat setiap pagi sehingga bisa bertemu
sebelum jadwal kemoterapi namun kadangkala harus menunggu nsampai sore
Universitas Sumatera Utara
80
apabila jadwalnya ngaret atau bahkan antri cukup lama. Begitupun saat bulan
puasa yang dirasa peneliti sangat menyentuh apalagi kondisi anak anak yang juga
semakin buruk membuat peneliti hanyut dalam suasana. Untungnya di rumah
singgah ada kamar khusus staf yang bisa juga ditumpangi untuk peneliti tinggal
dan menunggu informan kembali dari Rumah Sakit. Setelah kepergian R peneliti
menjumpai calon informan selanjutnya yang rata-rata datang dari daerah yang
jauh dari kota Medan. Di rumah singggah setiap hari sabtu selalu diisi oleh
kegiatan “sabtu gizi” oleh komunitas Appheresis Medan, yang membantu
ketersediaan darah dan pendonor darah bagi anak-anak dan penderita kanker di
Rumah Sakit. Keberadaan mereka sangat membantu anak-anak dan orangtua di
rumah singgah, karena mereka juga memberikan ilmu bagi semua yang tinggal
dan ada di rumah singgah, bagaimana pola hidup sehat dan makanan yang baik
bagi mereka. Peneliti juga kemudian ikut serta dalam kegiatan tersebut, bahkan di
kegiatan tersebut peneliti pertama kali merasakan bagaimana rasa buah bit yang
memang sering dikonsumsi mereka, peneliti pernah beberapa kali membawa
makanan yang ternyata tidak boleh dikonsumsi mereka, dari situ peneliti semakin
menyadari betapa penting hidup sehat dan bagaimana mengurangi makanan yang
dapat memicu sel kanker kita aktif dalam tubuh,. Ilmu yang sangat dirasakan bagi
peneliti sejak masuk dan berkecimpung dalam rumah singgah saat penelitian
adalah hal yang sangat mahal dan tidak bisa diulang. Setelah melewati rangkaian
wawancara dengan informan peneliti juga mewawancarai pengurus YOAM yang
aktif dan Apheresis demi keperluan triangulasi data. Peneliti merasa “takjub”
dengan aktifitas dan kebaikan salah seorang dari tim Apheresis dan staf YOAM di
Kota Medan ini. Famita salah satunya, ia merupakan seorang pekerja pada salah
Universitas Sumatera Utara
81
satu perusahaan di kota Medan. Hal menakjubkan tersebut adalah dalam
sempitnya waktu bekerja dia tetap bisa hadir dan aktif di rumah singgah dalam
mendonorkan darah, juga aktif untuk pekan gizi setiap Sabtu di YOAM ,
kemudian aktif di PERTUNI Medan dan anak-anak jalanan Medan, padahal
waktunya cukup padat, dari pengalaman Famita, peneliti menyadari bahwa untuk
berbuat baik apapun bisa dilakukan asal ada kemauan.
Penelitian ini dilakukan dengan kurun waktu ± 4 bulan lamanya yakni dari
April- Juli 2016. Peneliti merasa beruntung dapat menyelesaikan seluruh tahapan
proses penelitian dengan lancer, walaupun ada beberapa kendala yang ditemukan
namun berhasil dilewati. Informan yang ditemui juga sangat ramah dan terbuka
selama menjalani proses penelitian. Peneliti setidaknya harus bertemu minimal 4
kali dengan informan, sebelum melakukan rekaman wawancara menggunakan
handycam dan juga alat perekam suara di handphone untuk menghindari
kemungkinan dramaturgi dilakukan oleh para informan serta proses pendekatan
antar pribadi dengan mereka.
Peneliti meminta bantuan dari beberapa rekan peneliti yang juga meneliti
di Rumah Sakit Adam Malik untuk membantu proses perekaman. Kualitas dari
beberapa wawancara dengan informan tidak semuanya dalam kondisi yang baik.
Permasalahan yang paling utama adalah noise atau gangguan suara dari natural
sound di sekitar lokasi wawancara baik itu dari alunan musik maupun suara-suara
pengunjung. Peneliti selanjutnya lanjut dalam proses pengerjaan transkrip
wawancara penelitian.
Banyak pengalaman dan pengetahuan baru mengenai dunia anak dan
kesehatan yang peneliti dapatkan selama proses penelitian ini. Peneliti dulu
Universitas Sumatera Utara
82
berasumsi bahwa setiap ibu pastinya akan merasa sedih dan tidak kuat dalam
menghadapi sebuah hubungan antar pribadi dengan anaknya yang menderita
kanker. Ternyata asumsi tersebut tidak semuanya benar bahkan ada seorang ibu
yang biasa saja saat mengetahui anaknya menderita kanker bahkan lebih
menyerahkan keadaan itu kepada nenek si anak, hal ini penelita lihat pada awalawal masa penelitian.
Pasangan suami istri ini memang sudah lama tinggal jauh dari si anak
karena resiko pekerjaan menghadapkan mereka pada kenyataan ada jarak dengan
anaknya. Selama ini si anak hanya diurus oleh orang tua mereka dan akhirnya saat
mengetahui si anak sakit ibu dan ayahnya justru menyerahkan kepada orangtuanya
dengan konsekuensi mereka yang mencari penghasilan dan sehingga tetap bekerja
dan si nenek yang menjaga dan merawat anaknya yang sakit. Selama penelitian
awalnya bisa dilihat kedekatan nenek dan cucunya yang menderita kanker cukup
dekat bahkan saat si ibu datang pun si anak tetap bersama neneknya.tidak seperti
anak-anak pada umumnya yang akan selalu bersama ibunya saat senang dan
susah.
4.2
Temuan Penelitian
Pada bab ini peneliti akan menguraikan sejumlah data hasil penelitian yang
dilakukan di Yayasan Onkologi Anak Medan yaitu bagaimana komunikasi
empatik orangtua dan anak penderita kanker. Peneliti mengumpulkan data yang
berkaitan dengan komunikasi empatik orangtua dan anak penderita kanker melalui
pengamatan secara langsung dan wawancara. Informasi yang telah dikumpulkan
kemudian dibentuk ke dalam deskripsi (gambaran) yang mengacu pada fenomena
dan kerangka pengalaman yang dilalui oleh keenam informan penelitian.
Universitas Sumatera Utara
83
Penelitian ini dipandu dalam rangkaian draft pertanyaan wawancara yang bersifat
mendalam (depth interview) dan semi terstruktur.
Untuk dapat mengetahui informasi dari para informan, terlebih dahulu
peneliti harus melakukan proses analisis sebagai berikut:
1. Menyusun pedoman wawancara untuk pertanyaan yang akan diajukan
kepada informan penelitian berdasarkan pada tujuan penelitian yang
terdapat di BAB I.
2. Melakukan wawancara dengan 6 orang tua yang anaknya menderita kanker
dan pengalaman mereka selama tinggal di Rumah Singgah dan menjalin
komunikasi empati diantara mereka..
3. Membuat salinan wawancara ke dalam bentuk transkrip tulisan layaknya
naskah tanpa adanya editan dan kemudian memasukkan setiap detail kata
per kata dari percakapan yang dihasilkan dalam wawancara tersebut.
Dalam sebuah penelitian, peran serta dan keterlibatan seorang narasumber
ataupun informan sangat diperlukan, terlebih jika penelitian yang dilakukan
berkaitan dengan studi fenomenologi yang bersifat kualitatif. Peneliti oleh sebab
itu menentukan 5 orang untuk dijadikan sebagai informan utama penelitian dan 2
orang informan tambahan serta 1 orang informan triangulasi. Sebagian informan
dalam penelitian ini tidak merasa keberatan untuk disebutkan namanya, namun
ada pula informan yang tidak ingin identitas dirinya dibuka, oleh karenanya
peneliti menggunakan nama inisial pada setiap informannya. Masalah etika juga
menjadi perhatian utama peneliti untuk tidak mencantumkan nama lengkap dari
kelima informan penelitian.
Universitas Sumatera Utara
84
Informan yang terdapat dalam penelitian ini merupakan orangtua dengan
anaknya yang menderita kanker di Yayasan Onkologi Anak Medan dan pada
umumnya yang tinggal disana adalah ibu dari anak-anak penderita kanker, yang
pertama karena ayah mereka semua pekerja dan ibunya adalah ibu rumah tangga
jadi tidak menyulitkan bagi ibu untuk terus berada di rumah singgah. Selain itu
pihak Yayasan Onkologi Anak Medan juga memberikan peraturan yaitu yang
boleh mendampingi dan tinggal disana adalah salah satu dari orangtua anak baik
itu ayah ataupun ibunya karena keterbatasan tempat dan jumlah orang yang ingin
tinggal disana sangat banyak. Hal itulah yang membuat penelitian ini
mendapatkan Ibu sebagai informan utamanya. Hasil wawancara disesuaikan
dengan tujuan penelitian, yaitu:
1. Upaya komunikasi empatik yang bagaimana yang dilakukan orangtua
dengan anak penderita kanker ..
2. Proses komunikasi empatik yang dilakukan orang tua dengan anak
penderita kanker dan ,
3. Hambatan dalam komunikasi empatik antara orang tua dan anak
penderita kanker.
4.2.1 Deskripsi Identitas RT
Informan pertama dalam penelitian ini berinisial RT yang berdomisili di
Kota Tebing Tinggi, RT berprofesi sebagai seorang ibu rumah tangga. Ia saat ini
berusia 43 tahun,. Agama yang dianut oleh RT adalah Islam
RT tumbuh dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang sehat dan
tidak punya riwayat memiliki penyakit kanker. Ia menikah dengan PS yang
memang merupakan teman dekatnya sejak sekolah dan tetangga rumahnya dengan
Universitas Sumatera Utara
85
latar belakang pekerjaan sebagai petani. Orangtuanya dahulu juga seorang petani
yang setiap harinya hanya mengkonsumsi makanan dari hasil pertanian. Dari hasil
pernikahannya ia memiliki 4 orang anak, dan mereka hidup normal seperti
keluarga lain pada umumnya. Sampai suatu ketika saat anaknya yang bernama T
terjatuh dan ia mengalami luka, setelah kejadian tersebut si anak demam dan
seluruh tubuhnya bengkak, kemudian ia membawa anaknya menuju puskesmas
terdekat dan saat itu langsung diberikan surat untuk pemeriksaan lebih lanjut ke
Rumah Sakit. Setelah melakukan pemeriksaan di Rumah Sakit diketahui bahwa
anaknya menderita Leukeumia . Ia kemudian mendapatkan rujukan untuk segera
membawa anaknya ke Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan.
4.2.1.1 Tipe Keluarga RT
Keluarga Informan penelitian yang pertama dapat dikategorikan sebagai
tipe keluarga yang Konsensual dalam artian memiliki tingkat percakapan dan
kesesuaian yang tinggi. Hal ini terungkap dari kutipan wawancara berikut:
“ kalau kami ya dikeluarga itu semua bebas cakap, maunya gimana ga
ada larangan kalau merasa salah ya ngaku kalau betul ya betul gitu
aja, tapi tetap bapaknya orang ini yang mutuskan gimana hasilnya
gitu kalau adalah masalah ya kan, kami bicarain sama sama” .
Kelompok ini biasanya menghargai pendapat anak-anak ataupun
pasangannya, tetapi tetap yang mengambil keputusan itu adalah kepala keluarga
atau orangtua dan selanjutnya menjelaskan mengapa memilih keputusan tersebut.
4.2.1.2 Komunikasi Emosional RT
RT sudah mengungkapkan bahwa selama anaknya diketahui menderita
kanker terjadi komunikasi emosional atau perasaan yang membuat dirinya dan si
anak menjadi lebih kuat seperti apa yang diungkapkannya sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
86
“dulu awak biasanya kalau udah datang bapaknya bawa makanan
selalu rebutan kami makan, sejak sakit ini anak kami, semua berubah,
awak lebih banyak nangis, ga sanggup aku nengok dia menderita
gitulah, bapaknya pun gitu.kadang kutengok air matanya netes juga
dari dulu ga pernah kutengok gitu, sekarang pun awak lebih rajin
sholat, ngaji gitulah pokoknya sejak sakit anak kami jadi makin rajin
awak agama, anak kami pun gitu ,makin diam dia dulu ketawanya
banyak sekarang jarang kudengar lagilah “ .
Pernyataan RT ini menegaskan dengan sangat jelas bagaimana seseorang
bisa memiliki perilaku yang menyimpang dari biasanya tatkala menginformasikan
perasaannya. Perilaku yang tidak biasanya itu ditunjukkan RT dalam keadaan
sering menangis dan itu adalah suatu informasi perasaan yang dimilikinya,
begitupun dengan si anak.
4.2.1.3 Upaya Komunikasi Empatik yang dilalui RT
Komunikasi Empatik yang dilakukan RT dengan anaknya yang menderita
kanker dimulai sejak dirinya mengetahui anaknya menderita kanker seperti
ungkapan berikut :
“hmm awalnya tanggal berapa ya, tapi keknya pertengahan bulan dua
lah, iya bulan dua tahun dua ribu enam belas ini juga waktu itu
disuruh langsung dibawa ke Medan “ .
Dengan kondisi fisik yang keliatan pada diri anaknya adalah yakni seperti
terlihat dalam kutipan wawancara berikut ini:
“ seluruh badannya bengkak dan kuning-kuning gitu sampai kukukukunya pun semualah badan, pipi ,mata, bibir, sampai kupingnya pun
kuning ssshhhh seluruh tubuh, seluruh tubuhnya kuning” .
RT juga menyampaikan bahwa secara mental ataupun sikap yang
mendasar yang keliatan berubah pada anaknya adalah sebagai berikut :
“ tambah mengkek iya, manja gitu sama kami, walaupun manja ada
juga dogol-dogolnya dia itu apalagi kalok disuruh makan payah
kali” .
Universitas Sumatera Utara
87
RT dan suami mengerti dengan perubahan fisik dan mental anaknya
bahkan kondisi yang dialami mereka sendiri begitu mengetahui penyakit yang
diderita anaknya juga tidak jauh berbeda dengan anaknya seperti diungkapkan
sebagai berikut ini :
“ ya sedih, stress bingung, semuanyalah jadi satu hmmm campur
aduklah hari itu semuanya terutama ya stress lah sedihlah.perasaan
awak lambung gitu sedih karena ini kan penyakit mematikan ya itu
mangkanya hayalan awak udah negative-negatif aja.” .
RT pun mengatakan bahwa sebelumnya dia pernah membawa anaknya
bersama suaminya untuk berobat ke “orang pintar” ,tapi itupun hanya sekali
karena setelah dilihat tidak ada dampaknya pada si anak kemudian dia mengajak
anaknya langsung ke rumah sakit untuk dilakukan tindakan medis.
Setelah anaknya sampai pada tahap penyembuhan dengan kemoterapi,
RT tetap tidak bisa ikhlas menerima kenyataan anaknya sakit, dan hal ini dapat
dilihat dari petikan wawancara berikut:
“ awalnya gak nerima, ya gak bisa nerima tapi udah diputuskan dokter
kek gitu ya coba dijalani dengan ikhlas yang penting awak usaha dan
doa juga kita tetap berobat ke dokter untuk ngobati tapi ya gitulah gak
nerima juga sebetulnya tapi kaloo ga ikhlas awak bilang kan lebih
parah lagi nanti, Tuhan marah ya kan memang ini dah cobaan ama
awak yak an ya dikhlasin ajalah dicoba gitu ya” .
4.2.1.4 Proses Komunikasi Empatik yang dilalui RT
RT mencoba memberikan motivasi pada anaknya dengan perlahan dimulai
dengan memberikan informasi kepada anaknya tentang kondisi kesehatan anaknya
yang dikutip dalam percakapan sebagai berikut:
“awak pelan-pelan nyampekkan ke dia kalo dia harus kuat awak bilang
adek harus sehat ya nak, adek harus kuat adek ga boleh kotor-kotor adek
harus makan ya nak adek ga mau sakit kan nak” .
Universitas Sumatera Utara
88
Reaksi anaknya begitu mengetahui kondisi kesehatannya pun berbeda jauh
dengan keadaan RT karena memang faktor usia jadi anak-anak kuranglah
mengerti dengan keadaannya, seperti dikutip dalam percakapan berikut ini
“ga ada perbedaan,biasa aja karena memang dia pun ga lah ngerti apa itu
leukemia ya kan jadi begitu awak kasi tau ya diam aja dia, cuma dia kalok
ditanya orang dibilangnya adek sakit leukemia banyakan darah putih adek
gitulah dibilangnya sama orang” .
RT mengatakan bahwa perubahan sikap yang dialaminya terjadi begitu dia
mengetahui keadaan sakit anaknya dan dia berusaha menjadi apa yang diinginkan
oleh anaknya bahkan kadang dia tidak memikirkan perasaannya sendiri seperti
dikutip dari percakapan berikut ini :
“awak jadi lebih perhatianlah lebih perhatian dari biasanya, biasanya ga
gitu awak jadi lain, lebih sayang, lebih perhatian dan awak maunya dekat
aja sama dia semuanyalah perhatian awak tumpah sama dia, ga bisa jauh
dari dia, kadang kadang lapar pun awak , ngantuk atau apa ya kan lupa
awaklah apalagi kalo awak liat dia kesakitan, dulu agak kurang open
awak sama dia biasa aja sekarang luar biasa perhatian awak sama dia ” .
Dalam proses komunikasi empatik yang dilakukan RT kepada anaknya tak
terlepas dukungan suaminya juga dan anggota keluarga lainnya akan tetapi
dukungan yang paling besar dirasakan oleh RT selama menemani pengobatan
anaknya adalah dari dirinya sendiri seperti percakapan dibawah ini :
“yaa menguatkan diri sendiri sebenarnya awak kalok liat suami sedih
karena sedih awak lebih sedih lagi dia jadi awak kuat-kuatkan ajalah
selain itu lingkungan juga banyak kasi masukan sama awak kek kalian
inilah dek jadi intinya awak harus kuat duluan biar bisa ngurus anak awak
gitupun tetaplah awak perlu dukungan bapaknya orang ini” .
Kanker yang dialami tidak serta merta menimbulkan kebiasaan-kebiasaan baru
yang muncul dalam diri anaknya RT setelah divonis menderita kanker, dan RT
mengungkapkan hal tersebut berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
89
“ngga berubah kebiasaannya dek, biasa aja tetapnya dia lasak dan
geragas gitu kan cuma dia agak lebih diam, lasak tapi jarang cakap
gitulah dek, kalau main-main namanya anak-anak ya ngga ada
berubahnya, yang paling kerasa kali kan kebiasaan makannya dek dulu
agak congok dia, sekarang agak susah aja makan itu kurasa ya kebiasaan
buruknya trus itu satu lagi kebiasaan mengkek sama awak” .
RT mengungkapkan bahwa sejak menderita leukemia dia dan anaknya memiliki
kerjasama yang intens berkaitan dengan misinya yang meyakinkan anaknya harus
sembuh dan mengikuti semua petunjuk dokter seperti dikutip dalam percakapan
berikut ini:
“iyalah kami saling mengingatkan , makanan ya harus dipantau yang dari
dokter, ngga boleh makan yang dilarang kalau makan apapun kalau kata
mak boleh baru awak makan, kalau dikasi orang gitu dibawa pulang tanya
dulu sama mamak boleh ngga makanan ini dimakan kalau ngga boleh ngga
jadi tu dia makan pernah dipaksa orang dia makan masakannya ngga mau
dia lo makannya, dibilangnya juga ngga boleh nanti marah mamak adek.
sama-samalah memang awak jaga apalagi masalah perobatannya kalau
udah jadwal berobat dia pun ingatkan awak kapan balik ke rumah sakit ” .
Dengan keadaan anak yang begitu, kadang pada saat dia kesakitan apalagi saat
kemoterapi biasanya RT berusaha menguatkan dan menghibur anaknya akan
tetapi, anaknya memang memiliki motivasi dan semangat yang besar untuk
sembuh sehingga dia tidak terlalu khawatir saat menemani anaknya mengikuti
kemoterapi seperti dalam percakapan berikut ini :
“saat kemo dia enaak-enak aja jarang dia kesakitan, dokter dan perawat
pun bingung liat dia ngga banyak ngeluh dan happy aja bawaannya pas
kemo kan disuruh banyak minum dia mau nurut dan ngga pernah rewel ” .
RT berusaha menyenangkan anaknya dengan cara menuruti semua keinginanya,
hal itu dilakukan dengan pertimbangan kondisi kesehatan anaknya seperti dikutip
dari percakapan berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
90
“apa aja maunya awak usahakan awak kasi , misalnya kek kemaren minta
beli robot mainanlah , baju superman semua awak kasi apalagi makanan
yang dia suka dan dikasi dokter pasti awak belikan dia pun ngertinya ngga
aneh-aneh mintanya” .
RT sangat ingin anaknya sembuh dengan begitu dia menguatkan dan menanamkan
kepada diri anaknya, bahwa dengan pengobatan dan pola hidup lebih sehat dia
yakin kesembuhan akan datang, seperti percakapan berikut ini :
“awak optimislah dia sembuh karena cerita dokter dan perawat pun ada
juga yang sembuh anak-anak yang kemaren sakit kek siadek ini jadi awak
terus kasi tau dia supaya tetap berobat sama makan yang sehat-sehat
jangan yang jorok-jorok supaya cepat sembuh awakpun ingatkan sama
bapaknya supaya tetap mgga lupa sholat trus doalah ya kan? apapun
ceritanya sama Allah lah awak ngadu” .
RT merasa sangat terbantu dengan keberadaan YOAM, dengan fasilitas
penyediaan rumah singgah bagi keluarga dan anak-anak penderita kanker yang
melakukan pengobatan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik hal ini tentu
saja sesuai dengan keberadaan YOAM sebagai bagian dari support group bagi
anak-anak penderita kanker dan hal itu bisa dilihat dari hasil percakapan berikut :
“awak yang bersyukur kali ada YOAM ini dikasi awak nginap di rumah
gini, kalau dulu sebelum tau ada YOAM ini awak terpaksa bayar rumah
harian, kalau awak piier-pikir lagi baik kali lah YOAM ini semuanya
grati,s ish sampe orang dikampung pun nanya enak kali ya syukurlah ga
ada bayar-bayar rumah lagi tempatnya pun dekat dari rumah sakit
pokoknya terbantu kalilah awak ” .
4.2.1.5 Hambatan dalam Komunikasi Empatik yang dilakukan oleh RT
Dalam berkomunikasi selalu ada hambatan yang dapat mengganggu
jalannya proses komunikasi, sehingga informasi yang disampaikan tidak dapat
dimengerti dengan jelas oleh penerima pesan dalam hal ini anak RT. Ada
beberapa hal yang kadang menyusahkan terjalinnya komunikasi empatik diantara
RT dengan anaknya , seperti yang ia tuturkan berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
91
“ awak selalu berusaha tidak nangis didepan dia, pas dia tidur awak
pandangi mukaknya disitulah awak nangis-nangis, awak keluarkan
semua pas dia tidur, waktu awal-awal 3 bulan pertama iya memang
ngga bisa awak tahan nangis kalo diukur dah bisa jadi anak sungai
lah air mata awak, kadang awak terfikir koq bisa ginilah nasib anak
awak ini kayak mimpi gitu tapi makin kesini dah mulai berkurang
nangis-nangis awak, awak usahakanlah tertawa juga, karena kalau
pas awak nangis dia tau trus nanya awak makin tambah nangis dia
pun jadi nangis juga kasian awak nengoknya, sekarang kalo bisa awak
ngga usah ngomong yang susah-susah sama dia maunya ngomong
enak ajalah awak biar cepat ilang penyakitnya itu kalok dah ngga
tahan kali awak rasa teruslah awak ngadu sama bapaknya kalok ga
bisa kali awak lapor atoknya lah sampai sekarang awak ngga pernah
lepas kontrol awak usahakan si adek ngga tau kekmana sedihnya
awak kecuali pertama – tama dulu memang awak tiap saat nangis” .
Penuturan RT di atas menjelaskan secara rinci bagaimana hambatan yang
terjadi saat komunikasi empatik berlangsung. RT berusaha untuk menjaga
perasaan anaknya dengan menekan perasaan sedih yang ada dihatinya itu semua
tidak lain dia lakukan demi proses kesembuhan bagi penyakit anaknya.
4.2.2 Deskripsi Identitas SY
SY adalah seorang ibu yang bersedia untuk dijadikan sebagai informan
kedua dalam penelitian. wanita berusia 32 tahun ini lahir dan dibesarkan di Kota
Kisaran, Sumatera Utara, namun sejak menikah dengan seorang duda yang
memiliki tiga anak ia sudah berpindah domisili ke Kota Tanjung Balai. Ia adalah
seorang Ibu Rumah Tangga, Suaminya bekerja sebagai tukang buruh bangunan,
dia menikah tahun 2010 silam. Empat tahun yang lalu mereka dikarunia seorang
anak laki-laki yang sehat dan besar dengan berat 3,8 kg lahir menjadi buah hati
kesayangan SY.
Ibu yang sangat menyukai bakso ini mengisahkan bahwa dirinya mulai
merasakan keanehan pertama kali pada mata anaknya saat kecil yang mirip sekali
dengan mata kucing namun itu tak berlangsung lama hanya sekejap saat R berusia
Universitas Sumatera Utara
92
6 bulan.setelah itu semua berlangsung normal sampai kemudian R mengalami
demam tinggi dan kemudian R dibawa ke Rumah Sakit.
4.2.2.1 Tipe Keluarga SY
Tipe keluarga dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis. Keluarga
informan penelitian yang kedua yakni SY dapat dikategorikan sebagai tipe
keluarga yang toleran. Hal ini terungkap dari kutipan wawancara berikut:
“kami gini memang kak, udah biasa mau ngapa-ngapain terserah
masing-masing aja ngga ada yang ngatur-ngatur gitu dari kami nikah
dulu sampe punya anak biasa aja jarangnya kami cakap yang perluperlu aja gitu, bapaknya kan jarang dekat sama anak-anak jadi ngga
gitu banyak ngomong anak-anak pun gitunya juga selow aja orang itu,
lain kalok memang ada penting kali baru orang itu cakap sama aku
nanti kalok bisa ku kasi tau ya udah cukup gitu aja, ngga banyak
ngaturlah kalok kami bapak sama mamaknya ini yang penting
sekolah bagus, ngga nakal udah cukup gitu aja” .
Kelompok ini adalah keluarga yang menerima keadaan apapun dari
anggota keluarga lainnya, mereka benar- benar tidak mau membuang waktu untuk
membicarakan hal yang menurut mereka tidak penting, tidak suka ikut campur
dengan masalah yang lain, orangtua dalam keluarga ini cenderung memiliki
orientasi yang bercampur, kombinasi dari orangtua yang mandiri dan terpisah.
Keluarga ini juga rendah dalam hal percakapan, dan umumnya berasal dari
pernikahan yang tradisional mandiri. Sebuah implikasi yang kuat bahwa memiliki
pola dan hubungan yang berbeda dan bertanggungjawab, dan mengikatkan diri
dengan komitmen pernikahan. Masalah pergaulan dan interaksi anak-anak tidak
terlalu menjadi perhatian mereka. semua berjalan seperti apa adanya.
Universitas Sumatera Utara
93
4.2.2.2 Komunikasi Emosional SY
Masing-masing orang tua memiliki komunikasi emosional yang berbeda
antara yang satu dan lainnya. Begitu juga dengan informan penelitian kedua, yakni
SY mengungkapkan bagaimana komunikasi emosional yang dilaluinya sebagai
berikut:
“Sejak dia lahir bahagia kali hidupku kak, walaupun udah ada anakku
dari abang tapi baru sah kurasa karena ada yang lahir dari perutku
sendiri, tapi sampek akhirnya tau dia sakit hancor kali aku kak,
awalnya dulu nangis-nangis aja sekarang dah payah keluar air mata
sampe dah kering kurasa jadi lebih banyak diam aku dia pun kek
ngerti sering pake tanda gitu aku sama dia, pake bahasa isyaratlah
kalo dia sakit kali kutengok kupeluk dia kuusap-usap badannya dia
pun diam, kalo aku sedih ditengoknya sering dia geleng-gelengkan
kepala gitulah tandanya”.
Pernyataan SY di atas menjelaskan bahwa ia menggunakan isyarat dari
perasaannya secara emosional perubahan kontinyuitas suatu perasaan melalui
tanda-tanda tertentu mulai dari yang sangat ekstrem sampai kepada yang tidak
ekstrem lagi. Misalnya gelengan kepala anaknya yang menandakan larangan bagi
ibunya untuk menangis dan bersedih begitupun dengan pelukan yang menandakan
bahwa dia akan selalu ada untuk anaknya walau bagaimanapun keadaan anaknya.
Adanya tingkat kesadaran waktu SY berkomunikasi menunjukkan bahwa isyarat
emosional seseorang ditentukan oleh derajat kesadaran seseorang
4.2.2.3 Upaya Komunikasi Empatik SY
Setiap hubungan orangtua dengan anak dapat digambarkan dengan
bagaimana cara mereka berkomunikasi, dan upaya komunikasi empatik yang
dilakukan SY dari awal saat dia mengetahui bahwa anaknya menderita kanker
seperti terlihat dari percakapan berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
94
“aku tau dia sakit kanker itu waktu pertama kali abis dia sakit demam
tinggi trus kubawa ke rumah sakit kan kak abis dicek darah
semuanyalah diperiksa waktu itu abis itu dipanggil dokternya kami
dikasi tau kalo dia sakit matanya gitu kanker bulan lapan tahun lalu
ingat kali aku kak ”.
Serelah mengetahui penyakit yang diderita anaknya SY menjelaskan kondisi fisik
dan mental anaknya sebagai berikut :
“ada pendarahan dimatanya yang membesar, kupikir dulu awalnya
sakit mata biasa kak tapi makin lama makin membesar gitu dia pun
jadi rewel kak, suka nangis dia karena kesakitan namanya anak-anak
menjerit jeritlah dia manggil mamaknya kan kak ”.
dengan kondisi anaknya yang menderita sakit perubahan pun terjadi kepada
SY yang juga tertekan begitu mengetahui keadaan penyakit anaknya seperti
tergambar pada percakapan berikut ini :
“lemas aku kak beputar dunia ini kek melayang aku, sempat hampir
pingsan aku selama ini bahagia kali aku kak tiba-tiba kek ilang
bahagia itu sempat stress aku ngga mau cakap sama keluarga tapi
sebentar aja kasian aku nengok anakku kadang terfikir apalah salahku
ya kok gini kali nasib anakku ngga adanya keturunan kami yang sakitsakit kek gini kok akulah yang dikasi cobaan gini ”.
Namun SY kemudian tidak mau lama terpuruk dengan keadaannya dia
memikirkan kesembuhan untuk anaknya dan lekas membawa anaknya ke
Medan. Ia percaya kesembuhan anaknya pasti datang asal cepat dibawa
berobat. Pihak keluarga pernah menyarankan untuk mengikuti pengobatan
tradisional dikampungnya namun SY tidak mendengarkannya , karena dia
lebih percaya pengobatan medis. Hal ini dikutip dari percakapan berikut :
“pernah dikasi tau saudara uwakku ada pengobatan dikampung yang
bisa ngobatin sakit gini tapi entah kenapa aku ngga percaya kak, jadi
tetap kubawak aja ke Medan kubilang sama lakikku supaya ngurus
semuanya biar kami berobat aja ke Medan, sempat kami nginap
dirumah saudaraku di bromo tapi gitu kami dengar ada rumah
singgah kami coba datangi dan sampe jugaklah kami disini jadinya ”.
Universitas Sumatera Utara
95
Dengan apa yang sudah terjadi dengan anaknya SY mengaku telah
mengikhlaskannya karena dia menganggap ini takdir dari Tuhan seperti
dikutip dari percakapan berikut ini :
“udah ikhlas aku kak , udah takdirku memang nasibku gini kalo ngga
kutrima nolak takdir namanya ya kan ”.
4.2.1.4 Proses Komunikasi Empatik SY
SY berusaha menjadi motivator bagi anaknya ditengah kesakitan yang
dialami anaknya dengan cara menginformasikan pada anaknya mengenai apa yang
harus dilakukannya yakni:
“Jadi aku ngga banyak cakap kak karena dia kan masih kecil jadi
ngga ngerti kali ya kan? kubilang aja nak harus kuat ya adek sayang
mamak kan nantik kalo adek sembuh kita jalan-jalan ya nak adek
maunya kemana mamak bawak ya,,tapi janji adek mau makan ya ”.
SY menyadari anaknya tidak akan mengerti walaupun dijelaskan tentang sakitnya
dan perubahan yang terjadi justru pada dirinya sendiri begitu mengetahui keadaan
anaknya yang sakit. SY berusaha memberikan apapun yang diinginkan anaknya
selama dia sanggup seperti dalam percakapan berikut ini :
“sekarang semuanya yang dia minta kukasi kak walaupun aku susah
kuusahakanlah mintanya dia pun ngga aneh-aneh memang namanya
anak-anak ya paling-paling mainan alhamdulilah banyak orang yang
sayang sama dia pulak kek smalam waktu uwaknya datang ada aja
yang bawa mainan jadi senang kali dia. dulu sebelum sakit manalah
pulak kek gini kali sama dia sekarang entahlah mau rasanya aku tukar
sama dia kak sakitnya untukku aja kasian kali kakk (menangis) ”.
Dengan usianya yang masih sangat belia tidak ada yang keliatan jelas
perbedaan kebiasaan yang muncul dalam diri anak SY, hanya saja SY
berusaha sebagai ibu untuk terus mendampingi anaknya dalam mengisi harihari selama pengobatan anaknya berlangsung. Ia berusaha menghibur dan
memberikan kekuatan kepada anaknya. SY tetap memiliki keyakinan bagi
Universitas Sumatera Utara
96
anaknya untuk sembuh dari penyakitnya, hal itu telihat jelas dari kutipan
berikut ini :
“aku tetap yakin dia bisa sembuh kak walau apapun kata orang
tentang sakit anakku yang sakit kematianlah, sakit parahlah, tapi
kalok Allah masih kasi sehat ngga ada yang bisa cegat ya kan kak? ”.
Yayasan Onkologi Anak Medan sebagai support group juga sangat penting
menurut SY karena membantu orang-orang yang senasib dengan SY seperti
dituturkannya dalam percakapan berikut ini :
“beruntung kali aku bisa tau rumah singgah inilah jadi ngga jauhjauh awak ke rumah sakit trus ngga banyak keluar biaya awak ”.
4.2.2.5 Hambatan Komunikasi Empatik SY
Ketika satu individu melakukan komunikasi dengan individu yang lain,
tentunya ada niat tertentu yang ingin dicapai dari komunikasi tersebut. Namun
hambatan tentu saja ada dalam proses komunikasi yang berlangsung, begitu pun
dengan SY yang berusaha memberikan yang terbaik dari hubungannya dengan
dengan anaknya yang menderita kanker, seperti yang ia tuturkan berikut ini:
“ sring aku nangis dulu kak jadi anakku pun sedih juga ngaruhlah ke
sakitnya tambah down dia kutengok, dari situ ngga mau lagi aku
nangis-nangis kalo bisa aku tahan tapi Alhamdulillah kak sekarang
dah bisa kutahan apalagi anakku suka kali ngomong yang nguatkan
aku jadi semangat aku kan kak,pokoknya sabar ajalah aku dan ngga
mau putus asa gitu ya kan?,,kusyukuri ajalah pernah aku down kak
pas dibilang dokter udah level tinggi sakit anakku njerit hatiku pas
ada lakikku yang ngawani anakku kan disitulah aku bisa menjerit-jerit
dikamar mandi aku kak nangis-nangis ya Allah (menangis lagi) abis
itu kutanya sama anakku kekmana perasaannya dibilangnya pulak
gini makkk e jangan sedih ya mamak, jangan malu adekkan anak
pilihan Allah mak adek istimewa entah dari mana kan kak keluar katakata dia gitu hampir mau pingsan aku dengarnya terus dipeluknya aku
kak ” .
Universitas Sumatera Utara
97
Penuturan SY di atas menjelaskan secara rinci bagaimana proses
komunikasi empatik yang dilakukan oleh SY dan anaknya, dan hambatan yang
dihadapi selama proses berlangsung adalah bagaimana SY menahan keadaan
fisiknya agar tidak terlihat sedih dari anaknya yang sedang sakit. Bagaimana pun
juga SY tetap berusaha menghindari hambatan tersebu, dengan menguatkan
dirinya agar terlihat tegar dimata anaknya dan komunikasi tetap berlangsung
dengan emosional yang mendalam dan dengan bantuan dokter, serta orang-orang
dilingkungan YOAM dan Apheresis yang selalu memberikan dukungan padanya
seperti terlihat dalam kutipan berikut ini :
“aku selalu tahan diriku biar kuat apalagi dokter dan perawatnya
baik-baik kali kak,orang kak fitri dan fetty apalagi orang kakak-kakak
ini yang selalu kasih masukan sama aku jadi aku kuat juga ”.
4.2.3 Deskripsi Identitas TH
Informan ketiga dalam penelitian ini memiliki nama inisial TH. Ibu Rumah
tangga yang satu ini sudah menyadari adanya kelainan pada pada diri anaknya
sejak ia duduk di bangku TK. Anaknya sering lemas dan demam kalau sudah
kecapekan.
TH lahir dan besar di Bireuen, Aceh. Ia memiliki dua orang anak yang
keduanya perempuan. Suaminya seorang karyawan pada salah satu perusahaan
Koperasi simpan pinjam didaerahnya.
TH tidak memiliki riwayat kesehatan penyakit kanker sebelumnya dalam
keluarga begitupun dengan suaminya, Ia melakukan pengobatan anaknya dengan
menggunakan BPJS Mandiri. Anaknya yang divonis menderita leukemia berinisial
G sedang menduduki bangku sekolah dasar. Selama menjalani perawatan mereka
tinggal di rumah singgah.dan suaminya tetap menjalani hari-hari seperti biasa.
Universitas Sumatera Utara
98
Semua itu tidak lain karena melihat beban sebagai suami yang juga harus tetap
melakukan tugasnya menghidupi keluarga sehingga dibutuhkan pengertian dari
masing-masing pihak. Dan sejak suaminya telah memutuskan bahwa hanya TH
yang mendampingi anaknya selama masa pengobatan dan untuk selanjutnya ia
akan berkunjung jika ada waktu libur atau yang memungkinkan.
4.2.3.1 Tipe Keluarga TH
Tipe keluarga dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis. Keluarga
informan penelitian yang ketiga ini yakni TH dapat dikategorikan sebagai tipe
keluarga yang protektif seperti diliat dari kutipan sebagai berikut :
“hmm kalau kami kan dek semuanya bapak yang atur dirumah apapun
harus nanya sama bapak dek, kalau ibu ngga berani karena memang
bapak keras orangnya jadi dari dulu sampai sekarang kan apa-apa
tanya bapak dulu gitu,anak pun i