T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perilaku Makan dan Status Gizi Mahasiswa Asal Tolikara dalam Perubahan Lingkungan Budaya T1 BAB II
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Perilaku Makan
2.1.1
Pengertian Perilaku Makan
Perilaku
makan
adalah
suatu
istilah
untuk
menggambarkan perilaku yang berhubungan dengan
frekuensi makan, pola makan, kesukaan makan dan
pemilihan makan (Tan, 1970 dalam Purwaningrum, 2008).
Perilaku makan merupakan cara individu memilih pangan
dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh
fisiologis, psikologis, sosial dan budaya (Suhardjo, 1989,
dalam Purwaningrum, 2008).
Secara
umum
perilaku
makan
memiliki
3
komponen penting yaitu jenis makanan, frekuensi dan
jumlah. Frekuensi makan adalah jumlah waktu makan
dalam sehari, meliputi makanan lengkap (full meal) dan
makanan selingan (snack). Makanan lengkap biasanya
dikonsumsi tiga kali sehari (makan pagi, makan siang dan
makan malam), sedangkan makanan selingan biasa
diberikan antara makan pagi dan makan siang, antara
makan siang dan makan malam ataupun setelah makan
malam (Uripi, 2007 dalam Vidyarini, 2010). Jenis makanan
7
adalah macam-macam makanan yang biasa disajikan
untuk dimakan.
Perilaku makan merupakan perilaku paling penting
yang
dapat
mempengaruhi
keadaan
gizi.
Hal
ini
disebabkan karena kuantitas dan kualitas makanan dan
minuman yang dikonsumsi akan mempengaruhi asupan
gizi sehingga akan mempengaruhi kesehatan individu dan
masyarakat. Gizi baik membuat berat badan normal atau
sehat, tubuh tidak mudah terkena penyakit infeksi,
produktivitas
kerja
meningkat
serta
terlindung
dari
penyakit kronis dan kematian dini. Keadaan gizi yang baik
dapat meningkatkan kesehatan individu dan masyarakat
(Permenkes, 2014).
2.1.2
Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Makan
Menurut Dirjen Binkesmas Depkes RI (2007,
dalam Hastuti, 2012), berbagai macam faktor yang
mempengaruhi pola makan seseorang adalah sebagai
berikut:
1. Budaya
Budaya cukup menentukan jenis makanan yang
sering dikonsumsi. Demikian pula letak geografis
mempengaruhi makanan yang diinginkannya. Sebagai
8
contoh, nasi untuk orang-orang Asia dan Orientalis,
pasta untuk orang-orang Italia, curry (kari) untuk
orang-orang
Makanan
sepanjang
India
laut
merupakan
banyak
pesisir
disukai
Amerika
makanan
pokok.
oleh
masyarakat
Utara.
Sedangkan
penduduk Amerika bagian Selatan lebih menyukai
makanan goreng-gorengan.
2. Agama/Kepercayaan
Agama/kepercayaan
juga
mempengaruhi jenis
makanan yang dikonsumsi. Sebagai contoh, agama
Islam dan Yahudi Orthodoks mengharamkan daging
babi. Agama Roma Katolik melarang makan daging
setiap hari, dan beberapa aliran agama (Protestan)
seperti Adven melarang pemeluknya mengkonsumsi
teh, kopi atau alkohol.
3. Status Sosial Ekonomi
Pilihan seseorang terhadap jenis dan kualitas
makanan turut dipengaruhi oleh status sosial dan
ekonomi. Sebagai contoh, orang kelas menengah ke
bawah atau orang miskin di desa tidak sanggup
membeli makanan jadi, daging, buah dan sayuran
yang mahal. Pendapatan akan membatasi seseorang
untuk mengkonsumsi makanan yang mahal harganya.
9
Kelompok
sosial
juga
berpengaruh
terhadap
kebiasaan makan, misalnya kerang dan siput disukai
oleh beberapa kelompok masyarakat, sedangkan
kelompok masyarakat yang lain lebih menyukai
hamburger dan pizza.
4. Personal Preference
Hal-hal yang disukai dan tidak disukai sangat
berpengaruh terhadap kebiasaan makan seseorang.
Orang seringkali memulai kebiasaan makannya sejak
dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Misalnya,
ayah tidak suka makan kai, begitu pula dengan anak
laki-lakinya. Ibu tidak suka makanan kerang, begitu
pula anak perempuannya. Perasaan suka dan tidak
suka
seseorang
terhadap
makanan
tergantung
asosiasinya terhadap makanan tersebut. Anak-anak
yang suka mengunjungi kakek dan neneknya akan ikut
menyukai acar karena mereka sering dihidangkan
acar. Lain lagi dengan anak yang suka dimarahi
bibinya, akan tumbuh perasaan tidak suka pada
daging ayam yang dimasak bibinya.
5. Rasa Lapar, Nafsu Makan, dan Rasa Kenyang
Rasa lapar umumnya merupakan sensasi yang
kurang menyenangkan karena berhubungan dengan
10
kekurangan
makanan.
Sebaliknya,
nafsu
makan
merupakan sensasi yang menyenangkan berupa
keinginan seseorang untuk makan. Sedangkan rasa
kenyang merupakan perasaan puas karena telah
memenuhi
keinginannya
untuk
makan.
Pusat
pengaturan dan pengontrolan mekanisme lapar, nafsu
makan dan rasa kenyang dilakukan oleh sistem saraf
pusat, yaitu hipotalamus.
6. Kesehatan
Kesehatan seseorang berpengaruh besar terhadap
kebiasaan makan. Sariawan atau gigi yang sakit
seringkali membuat individu memilih makanan yang
lembut. Tidak jarang orang yang kesulitan menelan,
memilih menahan lapar dari pada makan.
2.2 Status Gizi
2.2.1
Pengertian Status Gizi
Status gizi merupakan suatu
keadaan
yang
ditentukan oleh kebutuhan tubuh melalui keseimbangan
asupan makanan yang dikonsumsi dan zat gizi yang
didapatkan sehari-hari (Supariasa, dkk. 2002).
11
2.2.2
Penilaian Status Gizi
2.2.2.1
Penilaian Status Gizi secara Langsung
Penilaian status gizi secara langsung dapat
dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri,
klinis, biokimia dan biofisik (Alhamda, 2015).
1. Antropometri
Contoh
penilaian
status
gizi
dengan
antropometri adalah Indeks Massa Tubuh (IMT).
IMT atau Body Mass Index (BMI) merupakan cara
sederhana untuk memantau status gizi orang
dewasa,
khususnya
yang
berkaitan
dengan
kekurangan dan kelebihan berat badan. Untuk
mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan
rumus berikut:
Berat Badan (Kg)
IMT =
Tinggi Badan (m) X Tinggi Badan (m)
Batasan IMT yang digunakan untuk menilai status
gizi (Riskesdas, 2013):
Kurus
< 18,5
Normal
≥ 18,5 - < 24,9
BB Lebih
≥ 25,0 - < 27,0
Obesitas
≥ 27,0
12
2. Klinis
Metode
ini
didasarkan
atas
perubahan-
perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan
ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada
jaringan epitel seperti kulit, mata rambut dan
mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat
dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara
cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan
salah satu atau lebih zat gizi.
3. Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah
pemeriksaan
specimen
yang
diuji
secara
laboratoris pada jaringan tubuh seperti darah, urin,
tinja hati dan otot. Metode ini digunakan untuk
suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi
keadaan malnutrisi yang lebih parah.
4. Biofisik
Metode penentuan status gizi dengan melihat
kemampuan fungsi dan meihat perubahan struktur
dari jaringan. Umumnya digunakan dalam situasi
tertentu seperti kejadian buta senja epidemik.
13
2.2.2.2 Penilaian Status Gizi secara Tidak Langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung
menggunakan survei konsumsi makanan dengan
melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
Pengumpulan
data
konsumsi
makanan
dapat
memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat
gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini
dapat mengindentifikasikan kelebihan dan kekurangan
zat gizi (Alhamda, 2015).
2.3 Budaya dan Makanan
Budaya dan makanan memiliki hubungan yang
sangat erat. Makanan berfungsi untuk mempertahankan dan
meningkatkan kondisi tubuh. Konsumsi dan penyajian
makanan berkaitan dengan budaya individu, keluarga, dan
komunitas setempat. Misalnya dalam suku Jawa, porsi
makan antara anak dengan orang tua berbeda. Orang tua
sebagai pencari nafkah mendapatkan jatah makanan lebih
banyak terutama lauk pauknya. Sedangkan, si anak hanya
mendapatkan sisa atau bagian yang gizinya kurang
(Sudiharto, 2007 dalam Effendi, 2009).
Selanjutnya Effendi (2009) menjelaskan kondisi
tersebut dapat dialami oleh berbagai suku. Setiap suku acap
14
kali mengaktualisasikannya secara berbeda. Contoh lain, di
Lumajang, Jawa Timur, daun kelor muda digunakan untuk
disayur dan dimakan, tetapi di Jakarta digunakan untuk
memandikan mayat dan tidak dimakan. Keluarga di
Indonesia pada umumnya makan tiga kali dalam sehari
walaupun ada etnis tertentu yang mempunyai pola makan
dua kali dalam sehari, pada pagi hari biasanya menyantap
makanan ringan dengan kopi atau teh.
Makanan
juga
dapat
mempererat
hubungan
kekerabatan. Pada saat lebaran, suku Jawa atau Sunda
akan mengantarkan makanan kepada yang lebih dituakan
ataupun kepada tetangganya. Makanan dapat membangun
dan mempertahankan hubungan antar manusia.
2.4 Perilaku Makan Masyarakat Tolikara
Masyarakat Tolikara di wilayah Pegunungan Tengah
memiliki mata pencaharian dengan bertani ubi. Ubi jalar
merupakan makanan pokok masyarakat di pedalaman
Pegunungan Tengah. Jenis makanan lain yang sering
dikonsumsi setiap harinya adalah buah merah, jeruk, nanas,
alpukat, pisang, dan jagung. Makanan lainnya diperoleh
dengan berburu (Somantri, 2013). Sentra penghasil ubi jalar
berada di Distrik Karubaga.
15
Jenis buah tradisional yang sering dikonsumsi
masyarakat Tolikara adalah buah merah. Oleh masyarakat
Kabupaten Tolikara Papua, buah ini disebut kuansu. Bagi
masyarakat di Tolikara, Buah Merah disajikan untuk
makanan pada pesta adat bakar batu. Namun, banyak pula
yang memanfaatkannya sebagai obat. Secara tradisional,
Buah Merah dari zaman dahulu secara turun temurun oleh
masyarakat Tolikara sudah dikonsumsi karena berkhasiat
banyak dalam menyembuhkan berbagai macam penyakit
seperti mencegah penyakit mata, cacingan, kulit, dan
meningkatkan stamina (Wanimbo, 2016).
Jika ubi berkembang menjadi makanan pokok,
dalam perkembangannya daging babi menjadi makanan
untuk memenuhi kebutuhan protein, khususnya protein
hewani. Masyarakat Tolikara juga mengkonsumsi daging
babi untuk memenuhi kebutuhan pangan. Sama seperti
daerah lain di Papua, peternakan di Tolikara didominasi oleh
peternakan babi. Karubaga dan Kanggime merupakan
distrik yang terbanyak memelihara ternak ini. Babi tersebut
kebanyakan dipelihara oleh keluarga sebagai hewan
peliharaan (Esthu, 2016).
Pada umumnya masyarakat Tolikara juga melakukan
tradisi bakar batu adalah bagian dari upacara tradisional
16
suku yang mendiami bagian tengah Pegunungan Papua.
Tidak hanya itu, upacara ini juga biasanya diadakan pada
beberapa momen penting seperti, ketika ada tamu negara
yang berkunjung, kematian, perdamaian, serta pernikahan
(Riris, 2015)
Menurut penuturan dari salah satu tokoh masyarakat
Papua, Pdt. Ibu Margarita J. Mali (2016) penduduk Tolikara
Papua selain mengkonsumsi makanan-makanan tersebut,
masyarakat juga mengkonsumsi sumber protein lainya
seperti ayam, burung, babi hutan, serta ikan-ikan air tawar.
Masyarakat
juga
mengkonsumsi
nasi,
namun
tidak
sebanyak mengkonsumsi ubi sebagai makanan pokok.
Varian sayur yang juga dikonsumsi seperti sawi, kubis,
kangkung, kacang panjang, dan sayur lain yang sebagian
besar diperoleh dengan memetik di kebun sendiri.
2.5 Kebutuhan Gizi Mahasiswa
Mahasiswa adalah seorang peserta didik berusia 18
sampai
25
tahun
yang
terdaftar
dan
menjalani
pendidikannya di perguruan tinggi baik dari akademik,
politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas (Nuraini,
2014). Dalam penelitian ini, mahasiswa yang berpartisipasi
adalah mahasiswa asal Papua khususnya Kabupaten
17
Tolikara
yang
sudah
dua
tahun
terdaftar
sebagai
mahasiswa, dengan rentang usia 19-21 tahun.
Gambaran status gizi pada kelompok umur dewasa
>18
tahun
dapat
diketahui
melalui
prevalensi
gizi
berdasarkan indikator Indeks Massa Tubuh (IMT) (Profil
Kesehatan Indonesia, 2013).
Agar manusia dapat tetap hidup dan bekerja seperti
biasanya maka memerlukan energi yang biasa diukur
dengan satuan kalori. Jumlah kebutuhan energi seseorang
pada dasarnya berbeda tergantung pada umur, jenis
kelamin, berat badan, dan aktifitas seseorang. Kebutuhan
zat gizi dapat dilihat pada Angka Kecukupan Gizi (AKG)
yang dianjurkan bagi penduduk Indonesia. Zat-zat gizi yang
dibutuhkan untuk hidup sehat adalah: karbohidrat, protein,
lemak, vitamin, dan mineral (Depkes, 2011). Secara umum
pola konsumsi pangan remaja dan dewasa yang baik adalah
bila perbandingan komposisi energi dari karbohidrat, protein
dan lemak adalah 50-65% : 10-20% : 20-30% (Hardinsyah,
2010).
1. Karbohidrat
Karbohidrat ada yang dapat dicerna oleh tubuh
sehingga menghasilkan glukosa dan energi, dan ada pula
karbohidrat yang tidak dapat dicerna yang berguna
18
sebagai serat makanan. (Hardinsyah, 2010). Sumber
karbohidrat yaitu: nasi, jagung, roti, umbi-umbian dan
makanan lain yang berasal dari tepung (Bahiyatun, 2009).
2. Protein
Kecukupan protein seseorang dipengaruhi oleh berat
badan, usia (tahap pertumbuhan dan perkembangan) dan
mutu protein dalam pola konsumsi pangannya. Pangan
sumber protein hewani meliputi daging, telur, susu, ikan,
seafood dan hasil olahnya. Pangan sumber protein nabati
maliputi kedele, kacang-kacangan dan hasil olahnya
seperti tempe, tahu, susu kedele. Secara umum mutu
protein hewani lebih baik disbanding protein nabati
(Hardinsyah, 2010).
3. Lemak
Seperti halnya kecukupan energi, kecukupan lemak
seseorang juga dipengaruhi oleh dipengaruhi oleh ukuran
tubuh
(terutama
berat
badan),
usia
atau
tahap
pertumbuhan dan perkembangan dan aktifitas. Lemak
dikonsumsi dalam bentuk lemak atau minyak yang tampak
(seperti gajih, mentega, margarin, minyak, santan dll) dan
minyak yang tidak tampak (terkandung dalam makanan).
19
4. Vitamin
Vitamin A
Vitamin
dalam
A
merupakan
lemak,
esensial
nutrisi
yang
untuk mata,
larut
tulang,
pertumbuhan, pertumbuhan gigi, sel reproduksi
dan intregitas system imun (Nurjanah, 2012).
Vitamin C
Fungsi vitamin C dalam pembentukan kolagen,
tulang
dan
gigi,
promasi
absorpsi
zat
besi;
melindungi vitamin lain dan mineral dari oksidasi
(antioksidan). Buah-buahan segar seperti jeruk,
tomat, kentang,
sayur hijau
tua,
dan strawberi
yang dijus merupakan asupan vitamin C yang sangat
baik (Nurjanah, 2012).
Vitamin E
Fungsinya sebagai antioksi dan sumber vitamin
E yang baik dalam diet, minyak dan lemak sayursayuran, beberapa produk sereal, kacang-kacangan
dan
beberapa
ikan
laut.
Asupan
yang
tidak
menimbulkan frogilitas sel darah merah. Perannya
folat dalam pembentukan hemoglotin dan mineral
genetic.
Sumber
20
folat
ditemukan
pada
sayur
berwarna hijau tua, kacang kering, benih gandum,
dan hati (Nurjanah, 2012).
5. Mineral
Angka
kebutuhan
mineral
pada
usia
dewasa
umumnya dapat dipenuhi apabila makanan sehari-hari
sesuai dengan Pesan Gizi Seimbang (PGS). Beberapa
mineral yang perlu diperhatikan yaitu garam natrium,
besi
dan
garam
kalsium.
dapur
Garam natrium
(NaCl)
dan
terdapat
monosodium
dalam
glutamat
(MSG). Konsumsi garam natrium dibatasi hingga 6 g per
hari ( 2400 mg per hari) (Junaz, 2015).
6. Kalsium
Kalsium mempunyai 3 fungsi dalam tubuh yakni:
untuk membantu pembekuan darah, kontraksi otot,
transmisi saraf, pembentukan tulang, dan pembentukan
gigi. Sumber kalsium yaitu: sayuran hijau, wortel, kol,
kacang-kacangan, susu, susu telur dan keju (Irianto dan
Waluyo, 2010)
Angka Kecukupan Gizi (AKG) dianjurkan untuk
digunakan
yang
sebagai standar guna mencapai status gizi
optimal.
Angka
Kecukupan
Recommended
Dietary
Allowances (DRA)
21
Gizi
(AKG) atau
merupakan
kecukupan
rata-rata zat
gizi
sehari
menurut
golongan
umur, jenis kelamin, ukuran tubuh aktifitas fisik, genetik dan
keadaan fisiologis (Amelia, 2014).
Tabel 2.1 Angka Kecukupan Gizi yang
Direkomendasikan Sesuai Permenkes (2013)
Kelompok Umur
Jenis Zat Gizi
Laki-laki
Perempuan
19-29 tahun
19-29 tahun
Kalori (Kkal)
2725
2250
Karbohidrat (gr)
375
309
Protein (gr)
62
56
Lemak (gr)
91
75
Vitamin A (mcg)
600
500
Vitamin E (mg)
15
15
Vitamin B1 (mg)
1,4
1,1
Vitamin B2 (mg)
1,6
1,4
Vitamin B6 (mg)
1,3
1,3
Vitamin C (mg)
90
75
Kalsium (mg)
1100
1100
Fosfor (mg)
700
700
Zat besi (mg)
13
26
Vitamin
22
Tabel 2.2 Kerangka Berfikir Penelitian
Konsumsi
Jenis Makanan
Frekuensi Makan
Jumlah makanan
Jenis Makanan
Frekuensi Makan
Perilaku Makan (Selama di
Mahasiswa
Recall Pola
makan 4x24 jam
Tolikara dan Salatiga –
Jumlah makanan
Perubahan Lingkungan Budaya)
Wawancara dan
Observasi
Status Gizi
Penilaian Status gizi
secara langsung
23
Antropometri
24
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Perilaku Makan
2.1.1
Pengertian Perilaku Makan
Perilaku
makan
adalah
suatu
istilah
untuk
menggambarkan perilaku yang berhubungan dengan
frekuensi makan, pola makan, kesukaan makan dan
pemilihan makan (Tan, 1970 dalam Purwaningrum, 2008).
Perilaku makan merupakan cara individu memilih pangan
dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh
fisiologis, psikologis, sosial dan budaya (Suhardjo, 1989,
dalam Purwaningrum, 2008).
Secara
umum
perilaku
makan
memiliki
3
komponen penting yaitu jenis makanan, frekuensi dan
jumlah. Frekuensi makan adalah jumlah waktu makan
dalam sehari, meliputi makanan lengkap (full meal) dan
makanan selingan (snack). Makanan lengkap biasanya
dikonsumsi tiga kali sehari (makan pagi, makan siang dan
makan malam), sedangkan makanan selingan biasa
diberikan antara makan pagi dan makan siang, antara
makan siang dan makan malam ataupun setelah makan
malam (Uripi, 2007 dalam Vidyarini, 2010). Jenis makanan
7
adalah macam-macam makanan yang biasa disajikan
untuk dimakan.
Perilaku makan merupakan perilaku paling penting
yang
dapat
mempengaruhi
keadaan
gizi.
Hal
ini
disebabkan karena kuantitas dan kualitas makanan dan
minuman yang dikonsumsi akan mempengaruhi asupan
gizi sehingga akan mempengaruhi kesehatan individu dan
masyarakat. Gizi baik membuat berat badan normal atau
sehat, tubuh tidak mudah terkena penyakit infeksi,
produktivitas
kerja
meningkat
serta
terlindung
dari
penyakit kronis dan kematian dini. Keadaan gizi yang baik
dapat meningkatkan kesehatan individu dan masyarakat
(Permenkes, 2014).
2.1.2
Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Makan
Menurut Dirjen Binkesmas Depkes RI (2007,
dalam Hastuti, 2012), berbagai macam faktor yang
mempengaruhi pola makan seseorang adalah sebagai
berikut:
1. Budaya
Budaya cukup menentukan jenis makanan yang
sering dikonsumsi. Demikian pula letak geografis
mempengaruhi makanan yang diinginkannya. Sebagai
8
contoh, nasi untuk orang-orang Asia dan Orientalis,
pasta untuk orang-orang Italia, curry (kari) untuk
orang-orang
Makanan
sepanjang
India
laut
merupakan
banyak
pesisir
disukai
Amerika
makanan
pokok.
oleh
masyarakat
Utara.
Sedangkan
penduduk Amerika bagian Selatan lebih menyukai
makanan goreng-gorengan.
2. Agama/Kepercayaan
Agama/kepercayaan
juga
mempengaruhi jenis
makanan yang dikonsumsi. Sebagai contoh, agama
Islam dan Yahudi Orthodoks mengharamkan daging
babi. Agama Roma Katolik melarang makan daging
setiap hari, dan beberapa aliran agama (Protestan)
seperti Adven melarang pemeluknya mengkonsumsi
teh, kopi atau alkohol.
3. Status Sosial Ekonomi
Pilihan seseorang terhadap jenis dan kualitas
makanan turut dipengaruhi oleh status sosial dan
ekonomi. Sebagai contoh, orang kelas menengah ke
bawah atau orang miskin di desa tidak sanggup
membeli makanan jadi, daging, buah dan sayuran
yang mahal. Pendapatan akan membatasi seseorang
untuk mengkonsumsi makanan yang mahal harganya.
9
Kelompok
sosial
juga
berpengaruh
terhadap
kebiasaan makan, misalnya kerang dan siput disukai
oleh beberapa kelompok masyarakat, sedangkan
kelompok masyarakat yang lain lebih menyukai
hamburger dan pizza.
4. Personal Preference
Hal-hal yang disukai dan tidak disukai sangat
berpengaruh terhadap kebiasaan makan seseorang.
Orang seringkali memulai kebiasaan makannya sejak
dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Misalnya,
ayah tidak suka makan kai, begitu pula dengan anak
laki-lakinya. Ibu tidak suka makanan kerang, begitu
pula anak perempuannya. Perasaan suka dan tidak
suka
seseorang
terhadap
makanan
tergantung
asosiasinya terhadap makanan tersebut. Anak-anak
yang suka mengunjungi kakek dan neneknya akan ikut
menyukai acar karena mereka sering dihidangkan
acar. Lain lagi dengan anak yang suka dimarahi
bibinya, akan tumbuh perasaan tidak suka pada
daging ayam yang dimasak bibinya.
5. Rasa Lapar, Nafsu Makan, dan Rasa Kenyang
Rasa lapar umumnya merupakan sensasi yang
kurang menyenangkan karena berhubungan dengan
10
kekurangan
makanan.
Sebaliknya,
nafsu
makan
merupakan sensasi yang menyenangkan berupa
keinginan seseorang untuk makan. Sedangkan rasa
kenyang merupakan perasaan puas karena telah
memenuhi
keinginannya
untuk
makan.
Pusat
pengaturan dan pengontrolan mekanisme lapar, nafsu
makan dan rasa kenyang dilakukan oleh sistem saraf
pusat, yaitu hipotalamus.
6. Kesehatan
Kesehatan seseorang berpengaruh besar terhadap
kebiasaan makan. Sariawan atau gigi yang sakit
seringkali membuat individu memilih makanan yang
lembut. Tidak jarang orang yang kesulitan menelan,
memilih menahan lapar dari pada makan.
2.2 Status Gizi
2.2.1
Pengertian Status Gizi
Status gizi merupakan suatu
keadaan
yang
ditentukan oleh kebutuhan tubuh melalui keseimbangan
asupan makanan yang dikonsumsi dan zat gizi yang
didapatkan sehari-hari (Supariasa, dkk. 2002).
11
2.2.2
Penilaian Status Gizi
2.2.2.1
Penilaian Status Gizi secara Langsung
Penilaian status gizi secara langsung dapat
dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri,
klinis, biokimia dan biofisik (Alhamda, 2015).
1. Antropometri
Contoh
penilaian
status
gizi
dengan
antropometri adalah Indeks Massa Tubuh (IMT).
IMT atau Body Mass Index (BMI) merupakan cara
sederhana untuk memantau status gizi orang
dewasa,
khususnya
yang
berkaitan
dengan
kekurangan dan kelebihan berat badan. Untuk
mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan
rumus berikut:
Berat Badan (Kg)
IMT =
Tinggi Badan (m) X Tinggi Badan (m)
Batasan IMT yang digunakan untuk menilai status
gizi (Riskesdas, 2013):
Kurus
< 18,5
Normal
≥ 18,5 - < 24,9
BB Lebih
≥ 25,0 - < 27,0
Obesitas
≥ 27,0
12
2. Klinis
Metode
ini
didasarkan
atas
perubahan-
perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan
ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada
jaringan epitel seperti kulit, mata rambut dan
mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat
dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara
cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan
salah satu atau lebih zat gizi.
3. Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah
pemeriksaan
specimen
yang
diuji
secara
laboratoris pada jaringan tubuh seperti darah, urin,
tinja hati dan otot. Metode ini digunakan untuk
suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi
keadaan malnutrisi yang lebih parah.
4. Biofisik
Metode penentuan status gizi dengan melihat
kemampuan fungsi dan meihat perubahan struktur
dari jaringan. Umumnya digunakan dalam situasi
tertentu seperti kejadian buta senja epidemik.
13
2.2.2.2 Penilaian Status Gizi secara Tidak Langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung
menggunakan survei konsumsi makanan dengan
melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
Pengumpulan
data
konsumsi
makanan
dapat
memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat
gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini
dapat mengindentifikasikan kelebihan dan kekurangan
zat gizi (Alhamda, 2015).
2.3 Budaya dan Makanan
Budaya dan makanan memiliki hubungan yang
sangat erat. Makanan berfungsi untuk mempertahankan dan
meningkatkan kondisi tubuh. Konsumsi dan penyajian
makanan berkaitan dengan budaya individu, keluarga, dan
komunitas setempat. Misalnya dalam suku Jawa, porsi
makan antara anak dengan orang tua berbeda. Orang tua
sebagai pencari nafkah mendapatkan jatah makanan lebih
banyak terutama lauk pauknya. Sedangkan, si anak hanya
mendapatkan sisa atau bagian yang gizinya kurang
(Sudiharto, 2007 dalam Effendi, 2009).
Selanjutnya Effendi (2009) menjelaskan kondisi
tersebut dapat dialami oleh berbagai suku. Setiap suku acap
14
kali mengaktualisasikannya secara berbeda. Contoh lain, di
Lumajang, Jawa Timur, daun kelor muda digunakan untuk
disayur dan dimakan, tetapi di Jakarta digunakan untuk
memandikan mayat dan tidak dimakan. Keluarga di
Indonesia pada umumnya makan tiga kali dalam sehari
walaupun ada etnis tertentu yang mempunyai pola makan
dua kali dalam sehari, pada pagi hari biasanya menyantap
makanan ringan dengan kopi atau teh.
Makanan
juga
dapat
mempererat
hubungan
kekerabatan. Pada saat lebaran, suku Jawa atau Sunda
akan mengantarkan makanan kepada yang lebih dituakan
ataupun kepada tetangganya. Makanan dapat membangun
dan mempertahankan hubungan antar manusia.
2.4 Perilaku Makan Masyarakat Tolikara
Masyarakat Tolikara di wilayah Pegunungan Tengah
memiliki mata pencaharian dengan bertani ubi. Ubi jalar
merupakan makanan pokok masyarakat di pedalaman
Pegunungan Tengah. Jenis makanan lain yang sering
dikonsumsi setiap harinya adalah buah merah, jeruk, nanas,
alpukat, pisang, dan jagung. Makanan lainnya diperoleh
dengan berburu (Somantri, 2013). Sentra penghasil ubi jalar
berada di Distrik Karubaga.
15
Jenis buah tradisional yang sering dikonsumsi
masyarakat Tolikara adalah buah merah. Oleh masyarakat
Kabupaten Tolikara Papua, buah ini disebut kuansu. Bagi
masyarakat di Tolikara, Buah Merah disajikan untuk
makanan pada pesta adat bakar batu. Namun, banyak pula
yang memanfaatkannya sebagai obat. Secara tradisional,
Buah Merah dari zaman dahulu secara turun temurun oleh
masyarakat Tolikara sudah dikonsumsi karena berkhasiat
banyak dalam menyembuhkan berbagai macam penyakit
seperti mencegah penyakit mata, cacingan, kulit, dan
meningkatkan stamina (Wanimbo, 2016).
Jika ubi berkembang menjadi makanan pokok,
dalam perkembangannya daging babi menjadi makanan
untuk memenuhi kebutuhan protein, khususnya protein
hewani. Masyarakat Tolikara juga mengkonsumsi daging
babi untuk memenuhi kebutuhan pangan. Sama seperti
daerah lain di Papua, peternakan di Tolikara didominasi oleh
peternakan babi. Karubaga dan Kanggime merupakan
distrik yang terbanyak memelihara ternak ini. Babi tersebut
kebanyakan dipelihara oleh keluarga sebagai hewan
peliharaan (Esthu, 2016).
Pada umumnya masyarakat Tolikara juga melakukan
tradisi bakar batu adalah bagian dari upacara tradisional
16
suku yang mendiami bagian tengah Pegunungan Papua.
Tidak hanya itu, upacara ini juga biasanya diadakan pada
beberapa momen penting seperti, ketika ada tamu negara
yang berkunjung, kematian, perdamaian, serta pernikahan
(Riris, 2015)
Menurut penuturan dari salah satu tokoh masyarakat
Papua, Pdt. Ibu Margarita J. Mali (2016) penduduk Tolikara
Papua selain mengkonsumsi makanan-makanan tersebut,
masyarakat juga mengkonsumsi sumber protein lainya
seperti ayam, burung, babi hutan, serta ikan-ikan air tawar.
Masyarakat
juga
mengkonsumsi
nasi,
namun
tidak
sebanyak mengkonsumsi ubi sebagai makanan pokok.
Varian sayur yang juga dikonsumsi seperti sawi, kubis,
kangkung, kacang panjang, dan sayur lain yang sebagian
besar diperoleh dengan memetik di kebun sendiri.
2.5 Kebutuhan Gizi Mahasiswa
Mahasiswa adalah seorang peserta didik berusia 18
sampai
25
tahun
yang
terdaftar
dan
menjalani
pendidikannya di perguruan tinggi baik dari akademik,
politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas (Nuraini,
2014). Dalam penelitian ini, mahasiswa yang berpartisipasi
adalah mahasiswa asal Papua khususnya Kabupaten
17
Tolikara
yang
sudah
dua
tahun
terdaftar
sebagai
mahasiswa, dengan rentang usia 19-21 tahun.
Gambaran status gizi pada kelompok umur dewasa
>18
tahun
dapat
diketahui
melalui
prevalensi
gizi
berdasarkan indikator Indeks Massa Tubuh (IMT) (Profil
Kesehatan Indonesia, 2013).
Agar manusia dapat tetap hidup dan bekerja seperti
biasanya maka memerlukan energi yang biasa diukur
dengan satuan kalori. Jumlah kebutuhan energi seseorang
pada dasarnya berbeda tergantung pada umur, jenis
kelamin, berat badan, dan aktifitas seseorang. Kebutuhan
zat gizi dapat dilihat pada Angka Kecukupan Gizi (AKG)
yang dianjurkan bagi penduduk Indonesia. Zat-zat gizi yang
dibutuhkan untuk hidup sehat adalah: karbohidrat, protein,
lemak, vitamin, dan mineral (Depkes, 2011). Secara umum
pola konsumsi pangan remaja dan dewasa yang baik adalah
bila perbandingan komposisi energi dari karbohidrat, protein
dan lemak adalah 50-65% : 10-20% : 20-30% (Hardinsyah,
2010).
1. Karbohidrat
Karbohidrat ada yang dapat dicerna oleh tubuh
sehingga menghasilkan glukosa dan energi, dan ada pula
karbohidrat yang tidak dapat dicerna yang berguna
18
sebagai serat makanan. (Hardinsyah, 2010). Sumber
karbohidrat yaitu: nasi, jagung, roti, umbi-umbian dan
makanan lain yang berasal dari tepung (Bahiyatun, 2009).
2. Protein
Kecukupan protein seseorang dipengaruhi oleh berat
badan, usia (tahap pertumbuhan dan perkembangan) dan
mutu protein dalam pola konsumsi pangannya. Pangan
sumber protein hewani meliputi daging, telur, susu, ikan,
seafood dan hasil olahnya. Pangan sumber protein nabati
maliputi kedele, kacang-kacangan dan hasil olahnya
seperti tempe, tahu, susu kedele. Secara umum mutu
protein hewani lebih baik disbanding protein nabati
(Hardinsyah, 2010).
3. Lemak
Seperti halnya kecukupan energi, kecukupan lemak
seseorang juga dipengaruhi oleh dipengaruhi oleh ukuran
tubuh
(terutama
berat
badan),
usia
atau
tahap
pertumbuhan dan perkembangan dan aktifitas. Lemak
dikonsumsi dalam bentuk lemak atau minyak yang tampak
(seperti gajih, mentega, margarin, minyak, santan dll) dan
minyak yang tidak tampak (terkandung dalam makanan).
19
4. Vitamin
Vitamin A
Vitamin
dalam
A
merupakan
lemak,
esensial
nutrisi
yang
untuk mata,
larut
tulang,
pertumbuhan, pertumbuhan gigi, sel reproduksi
dan intregitas system imun (Nurjanah, 2012).
Vitamin C
Fungsi vitamin C dalam pembentukan kolagen,
tulang
dan
gigi,
promasi
absorpsi
zat
besi;
melindungi vitamin lain dan mineral dari oksidasi
(antioksidan). Buah-buahan segar seperti jeruk,
tomat, kentang,
sayur hijau
tua,
dan strawberi
yang dijus merupakan asupan vitamin C yang sangat
baik (Nurjanah, 2012).
Vitamin E
Fungsinya sebagai antioksi dan sumber vitamin
E yang baik dalam diet, minyak dan lemak sayursayuran, beberapa produk sereal, kacang-kacangan
dan
beberapa
ikan
laut.
Asupan
yang
tidak
menimbulkan frogilitas sel darah merah. Perannya
folat dalam pembentukan hemoglotin dan mineral
genetic.
Sumber
20
folat
ditemukan
pada
sayur
berwarna hijau tua, kacang kering, benih gandum,
dan hati (Nurjanah, 2012).
5. Mineral
Angka
kebutuhan
mineral
pada
usia
dewasa
umumnya dapat dipenuhi apabila makanan sehari-hari
sesuai dengan Pesan Gizi Seimbang (PGS). Beberapa
mineral yang perlu diperhatikan yaitu garam natrium,
besi
dan
garam
kalsium.
dapur
Garam natrium
(NaCl)
dan
terdapat
monosodium
dalam
glutamat
(MSG). Konsumsi garam natrium dibatasi hingga 6 g per
hari ( 2400 mg per hari) (Junaz, 2015).
6. Kalsium
Kalsium mempunyai 3 fungsi dalam tubuh yakni:
untuk membantu pembekuan darah, kontraksi otot,
transmisi saraf, pembentukan tulang, dan pembentukan
gigi. Sumber kalsium yaitu: sayuran hijau, wortel, kol,
kacang-kacangan, susu, susu telur dan keju (Irianto dan
Waluyo, 2010)
Angka Kecukupan Gizi (AKG) dianjurkan untuk
digunakan
yang
sebagai standar guna mencapai status gizi
optimal.
Angka
Kecukupan
Recommended
Dietary
Allowances (DRA)
21
Gizi
(AKG) atau
merupakan
kecukupan
rata-rata zat
gizi
sehari
menurut
golongan
umur, jenis kelamin, ukuran tubuh aktifitas fisik, genetik dan
keadaan fisiologis (Amelia, 2014).
Tabel 2.1 Angka Kecukupan Gizi yang
Direkomendasikan Sesuai Permenkes (2013)
Kelompok Umur
Jenis Zat Gizi
Laki-laki
Perempuan
19-29 tahun
19-29 tahun
Kalori (Kkal)
2725
2250
Karbohidrat (gr)
375
309
Protein (gr)
62
56
Lemak (gr)
91
75
Vitamin A (mcg)
600
500
Vitamin E (mg)
15
15
Vitamin B1 (mg)
1,4
1,1
Vitamin B2 (mg)
1,6
1,4
Vitamin B6 (mg)
1,3
1,3
Vitamin C (mg)
90
75
Kalsium (mg)
1100
1100
Fosfor (mg)
700
700
Zat besi (mg)
13
26
Vitamin
22
Tabel 2.2 Kerangka Berfikir Penelitian
Konsumsi
Jenis Makanan
Frekuensi Makan
Jumlah makanan
Jenis Makanan
Frekuensi Makan
Perilaku Makan (Selama di
Mahasiswa
Recall Pola
makan 4x24 jam
Tolikara dan Salatiga –
Jumlah makanan
Perubahan Lingkungan Budaya)
Wawancara dan
Observasi
Status Gizi
Penilaian Status gizi
secara langsung
23
Antropometri
24