Perlindungan Hukum Terhadap Wartawan Yang Mengalami Tindak Pidana Kekerasan Dalam Menjalankan Tugas Profesi (Studi Kasus Kota P. Siantar)

BAB II
PENGATURAN HUKUM TERHADAP WARTAWAN DARI
TINDAK PIDANA KEKERASAN YANG SEDANG
MENJALANKAN TUGAS PROFESI

A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Asas,
Fungsi, Hak, Kewajiban dan Peranan Pers
1. Kode Etik Jurnalistik Indonesia.
Pasal 7 ayat (2) UU Pers menerangkan bahwa wartawan memiliki dan
menaati Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Menindaklanjuti mengenai KEJ ini, Dewan
Pers telah mengeluarkan Peraturan Dewan Pers No. 6/Peraturan-DP/V/2008
tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers No. 03/SK-DP/III/2006 tentang
Kode Etik Jurnalistik Sebagai Peraturan Dewan Pers. Dalam Lampiran Peraturan
Dewan Pers tersebut dikatakan :
“Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers ialah hak asasi manusia
yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers ialah sarana masyarakat untuk
memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan
meningkatkan kualitas kehidupan manusia.Dalam mewujudkan kemerdekaan per
situ, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung
jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama. Dalam

melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak
asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol
oleh masyarakat. Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik
untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan

14 
 

Universitas Sumatera Utara

15 
 

landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga
kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar
itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik.”
Selanjutnya yang berhubungan dengan tindakan menyamarkan identitas
pelaku kejahatan terdapat dalam Pasal 5 KEJ menyatakan, “ Wartwan Indonesia
tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban. kejahatan susila dan tidak
menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.” Penafsiran Pasal ini

ialah yang lazim dilakukan media ialah menyebut nama pelaku hanya dengan
inisialnya

atau

memuat

fotonya

dengan

ditutup

matanya

atau

hanya

memperlihatkan foto bagian belakang pelaku saja.30Wartawan mempunyai alasan

kuat untuk menyembunyikan nama-nama wanita yang menjadi korban perkosaan
atau anak-anak yang dianiaya secara seksual.Tujuannya adalah untuk melindungi
korban dari pencemaran namanya atau tercoreng aib. Tetapi, dalam hal larangan
menyebut nama dan identitas pelaku kejahatan yang masih di bawah umur,
dasarnya semata-mata pertimbangan kemanusiaan, berdasarkan nasib serta hari
esok pelaku kejahatan dan keluarganya. Jika sampai identitas dan potret yang
dimaksud terpampang jelas dalam media, maka wartawan yang menurunkan
berita semacam itu jelas sudah mengkhianati tugas profesionalnya yang bebas dan
bertanggungjawab.31
Sedangkan Pasal 7 KEJ menyatakan “Wartawan Indonesia memiliki hak
tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitasnya
maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang,
                                                            
30
Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik, Teori dan Praktek,
(Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005), hal. 118
31
Ibid, hal. 120

 


 
Universitas Sumatera Utara

16 
 

dan off the record sesuai dengan kesepakatan.” Salah satu penafsiran terhadap
Pasal ini adalah bahwa hak tolak ialah hak untuk tidak mengungkapkan identitas
dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.

2. Asas Pers
Berdasarkan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers Pasal 2 yang
menyatakan, kemerdekaan pers ialah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang
berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.32
a. Asas demokrasi, pers harus memegang prinsip demokrasi, yaitu dengan
menjunjung tinggi nilai demokrasi dengan menghormati dan menjamin
adanya hak asasi manusia dan menjunjung tinggi kemerdekaan dalam
penyampaian pikiran/pendapatnya, baik secara lisan maupun tulisan.
b. Asas keadilan, dalam penyampaian informasinya kepada khalayak ramai

(masyarakat) itu harus memegang teguh nilai keadilan. Dimana dalam
pemberitaan itu tidak memihak atau tunduk pada salah satu pihak tetapi
harus berimbang dan tidak merugikan salah satu pihak (berat sebelah).
c. Asas supremasi hukum, Pers dalam menjalankan setiap kegiatannya harus
berlandaskan hukum. Dimana meletakkan hukum sebagai landasan
bertindak yang diposisikan di tingkat tertinggi. Sehingga Pers tidak lantas
begitu bebasnya bertindak meskipun telah ada jaminan Kebebasan Pers
yang diberikan oleh undang-undang.
Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers Pasal 5 ayat (1)
mewajibkan pers untuk menghormati asas praduga tak bersalah dalam
                                                            
32

 

Edi Susanto. Hukum Pers di Indonesia. (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hal. 38

 
Universitas Sumatera Utara


17 
 

memberitakan peristiwa dan opini yang menyatakan, Pers nasional berkewajiban
memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan
rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah. Penjelasan Pasal 5
ayat (1) UU Pers menyebutkan bahwa: “Pers nasional dalam menyiarkan
informasi, tidak menghakimi atau membuat kesimpulan kesalahan seseorang,
terlebih lagi untuk kasus-kasus yang masih dalam proses peradilan serta dapat
mengakomodasikan kepentingan semua pihak yang terkait dalam pemberitaan
tersebut.”
Menurut Pasal 3 Kode Etik Junalistik, wartawan Indonesia selalu menguji
informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini
yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. Penafsiran dari
ketentuan Pasal ini antara lain:33
a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran
informasi itu.
b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masingmasing pihak secara proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda
dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan

atas fakta.
d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.

                                                            
33
Ilham Hadi. 2013. Pemberitaan Pers. Dikutip pada laman website:
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5152469d75905/pemberitaan-pers-dan-asas-pradugatak-bersalah (diakses pada 21 September 2015)

 

 
Universitas Sumatera Utara

18 
 

3. Fungsi Pers
Fungsi pers ditandaskan sebagai media informasi, pendidikan, hiburan,
dan kontrol sosial. Sedang mengenai hak pers dikatakan bahwa kemerdekaan pers
dijamin sebagai hak azasi warga negara. Tidak dikenakan penyensoran,

pembredelan atau pun pelarangan penyiaran. Untuk menjamin kemerdekaan pers,
pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan
gagasan dan informasi. Kemudian dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan
di depan hukum, wartawan mempunyai hak tolak. Selain mengenai hak, UU Pers
juga memuat kewajiban pers yaitu memberitakan peristiwa dan opini dengan
menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas
praduga tak bersalah. Pers juga wajib melayani hak jawab dan hak koreksi
Sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, pada Pasal 3
antara lain disebutkan pers nasional berfungsi sebagai media informasi,
pendidikan atau edukasi, hiburan atau rekreasi, kontrol sosial atau koreksi dan
juga sebagai mediasi.34
a. Pers sebagai media informasi, menyiarkan informasi merupakan fungsi pers
yang paling utama. Khalayak ramai mau berlangganan atau membeli surat
kabar karena memerlukan informasi tentang sebuah persitiwa yang terjadi.
Selain itu pers bertujuan melakukan penerangan, artinya memberi informasi
yang

diperlukan

oleh


masyarakat,

khususnya

untuk

meningkatkan

                                                            
34

Yogha Praditya. 2013. Fungsi Pers. Dikutip pada laman
http://anggiyoghazone.wordpress.com/fungsi-pers/ (diakses pada 12 September 2015)

 

website:

 

Universitas Sumatera Utara

19 
 

pengetahuan tentang masalah pembangunan. Media informasi merupakan
bagian dari fungsi pers dari dimensi idealisme.
b. Pers sebagai media edukasi, salah satu fungsi pers yang tertuang Pasal 3
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 sebagai media pendidikan. Dalam
menjalankan fungsi ini tentu pers diharapkan mampu menyampaikan
informasi yang bersifat mendidik. Salah satu peranan pers sebagai media
pendidikan, pers harus mampu meningkatkan minat baca masyarakat,
terutama pelajar.
c. Pers sebagai media kontrol sosial, maksudnya pers sebagai alat kontrol sosial
adalah pers memaparkan peristiwa yang buruk, keadaan yang tidak pada
tempatnya dan yang menyalahi aturan, supaya peristiwa itu tidak terulang lagi
dan kesadaran berbuat baik serta mentaati peraturan semakin tinggi. Menurut
Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Dinyatakan bahwa pers
merupakan


lembaga

sosial

dan

wahana

kominukasi

massa

yang

melakasanakan kegiatan jurnalistik.
d. Pers sebagai Media Hiburan, UU No. 40 Tahun 1999 Pasal 3 ayat (1)
disebutkan bahwa salah satu fungsi pers adalah sebagai hiburan. Hiburan yang
diberikan pers semestinya tidak keluar dari koridor-koridor yang boleh dan
tidak boleh dilampaui. Hiburan yang sifatnya mendidik atau netral jelas
diperbolehkan tetapi yang melanggar nilai-nilai agama, moralitas, hak asasi
seseorang, atau peraturan tidak diperbolehkan.
e. Pers sebagai mediasi atau penghubung, Pers mempunyai fungsi sebagai
penghubung atau jembatan antara masyarakat dan pemerintah atau sebaliknya.

 

 
Universitas Sumatera Utara

20 
 

Komunikasi yang tidak dapat tersalurkan melalui jalur resmi atau
kelembagaan dapat dialihkan via pers. Media massa memiliki peran mediasi
antara realitas sosial yang objektif dengan pengalaman pribadi. Artinya media
massa seringkali berada di antara kita dengan bagian pengalaman yang lain di
luar persepsi dan kontak langsung.
Hikma Kusumaningrat dan Purnama Kusuma Ningrat menyebutkan
delapan fungsi pers yang bertanggungjawab sebagai berikut:35
a. Fungsi Informatif: memberikan informasi atau berita kepada khalayak
ramai dengan cara yang teratur.
b. Fungsi Kontrol Pers yang Bertanggungjawab: Pada fungsi ini, pers
diibaratkan masuk ke balik panggung kejadian untuk menyelidiki
pekerjaan pemerintah/ perusahaan.
c. Fungsi Interpretatif dan Direktif: Memberikan interpretasi dan bimbingan.
Pers harus menceritakan kepada masyarakat akan arti suatu kejadian.
d. Fugsi Menghibur: Para wartawan mentrkan kisah-kisah dunia yang hidup
dan menarik.
e. Fungsi regeneratif: Membantu menyampaikan warisan sosial kepada
generasi baru agar terjadi proses regenerasi dari angkatan tua sampai
angkatan yang lebih muda.
f. Fungsi Pengawalan Hak-Hak Warga Negara: pers yang bekerja
berdasarkan teori tanggung jawab harus dapat menjamin hak setiap pribadi
untuk didengar dan diberi penerangan akan hal yang dibutuhkanya.
                                                            
35

Hikma Kusumaningrat. Jurnalistik Teori dan Praktek. (Bandung: Remaja Rosda Karya,
2005), hal. 27-29.

 

 
Universitas Sumatera Utara

21 
 

g. Fungsi Ekonomi: Melayani sistem ekonomi melalui iklan.
h. Fungsi

swadaya:

Pers

berkewajiban

untuk

memupuk

kekuatan

permodalannya sendiri, untuk memelihara kebebasan yang murni.
Pers memegang peranan penting dalam pengambilan keputusan dalam
kehidupan bernegara, dengan adanya informasi yang tepat maka dapat diambil
keputusan yang tepat. Di sini pers memegang peranan dalam memberantas
kemiskinan. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh mantan presiden Bank Dunia
James D. Wolfenhason, yang menyebutkan:36 Untuk mengurangi kemiskinan, kita
harus membebaskan akses kepada informasi dan meningkatkan kualitas informasi.
Masyarakat yang mempunyai informasi lebih baik menjadi lebih berdaya untuk
membuat pilihan yang lebih baik.
Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers
menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan
terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat

4. Hak dan Kewajiban Pers
Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia
yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk
memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan
meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan

                                                            
36

M. Kholil. Peranan Pers, http://halil4.wordpress.com/2010/01/11/bab-3-peranan-pers/,
(diakses pada tanggal 11 September2015)

 

 
Universitas Sumatera Utara

22 
 

pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa,
tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.
Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers
menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan
terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat. Pers memerlukan landasan moral dan
etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan
menegakkan integritas serta profesionalisme. Hal ini untuk menciptakan dan
menjamin kemerdekaan pers. Selain itu, tujuan lainnya untuk memenuhi hak
publik untuk memperoleh informasi yang benar. Adanya landasan tersebut
menciptakan hak dan kewajiban yang berlaku bagi insan pers, terutama wartawan.
Salah satu landasan yang harus ditaati dan dihormati oleh para juru pencari berita
adalah kode etik jurnalistik.
Adapun hak-hak pers, antara lain:
a. Mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyiarkan /
menyampaikan informasi.
b. Hak tidak boleh disensor
c. Hak tidak boleh dibredel
d. Hak tidak boleh dihalang-halangi ketika menjalankan tugas jurnalistik
e. Dalam menjalankan profesinya mendapat perlindngan hukum
f. Mendapat hak tolak
Adapun kewajiban pers, yaitu :
a. Melayani hak jawab
b. Melakukan kewajiban koreksi

 

 
Universitas Sumatera Utara

23 
 

c. Membuat/menyiarkan berita secara akurat dan berimbang
d. Memenuhi dan mentaati kode etik jurnalistik
e. Tidak melanggar asas praduga tak bersalah
f. Menghormati supermasi hukum
5. Peranan Pers
Era demokrasi sekarang ini, pers merupakan salah satu wujud kedaulatan
rakyat dan menjadi unsur komunikasi dan pengawasan rakyat terhadap
lingkungan sistem pemerintahan, atau dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Melalui komunikasi yang terbuka, pemerintah menjadi
lebih terbuka. Keterbukaan ini menjadi pertanda berlakunya suatu pemerintahan
yang demokratis, sebab masyarakat pun menyampaikan pesan dan masukannya
secara terbuka. Keterbukaan dapat berarti kontrol sesuai Pasal 6 UU No. 40/1999,
pers nasional melaksanakan perannya sebagai berikut :
a. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui.
b. Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi
hukum, hak asasi manusia, serta menhormati kebhinekaan.
c. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat
dan benar.
d. Melakukan pengawasan,kritik, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kepentingan umum.
e. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan
mempunyai hak tolak. Tujuannya agar wartawan dapat melindungi sumber

 

 
Universitas Sumatera Utara

24 
 

informasi, dengan cara menolak menyebutkan identitas sumber informasi. Hal ini
digunakan jika wartawan dimintai keterangan pejabat penyidik atau dimintai
menjadi saksi di pengadilan. Selain itu informasi yang disampaikan harus jelas
dan obyektif mengenai apa, siapa dan dimana informasi itu disampaikan, dalam
hal ini informasi yang menarik dan yang mempunyai nilai berita tinggi yang
biasanya banyak jadi konsumsi masyarakat

B. Undang-Undang Tentang Perlindungan Korban dan Saksi
Setelah sekian lama banyak pihak menunggu lahirnya undang-undang
yang secara khusus mengenai perlindungan saksi dan korban, akhirnya pada
tanggal 11 agustus 2006, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang
Perlindungan Saksi dan Korban, disahkan dan diberlakukan. Sekalipun beberapa
materi dalam undang-undang ini masih harus dilengkapi dengan peraturan
pelaksananya, berlakunya undang-undang ini cukup memberikan angin segar bagi
upaya perlindungan korban kejahatan.
Dasar pertimbangan perlunya undang-undang yang mengatur perlindungan
korban kejahatan (dan saksi) untuk disusun dengan jelas dapat dilihat pada bagian
menimbang daripada undang-undang ini, yang antara lain menyebutkan: penegak
hukum sering mengalami kesukaran dalam mencari dan menemukan kejelasan
tentang tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku karena tidak dapat
menghadirkan saksi dan atau korban disebabkan adanya ancaman, baik fisik
maupun psikis dari pihak tertentu. Padahal kita tahu bahwa peran saksi atau
korban dalam suatu proses peradilan pidana menempati posisi kunci dalam upaya

 

 
Universitas Sumatera Utara

25 
 

mencari dan menemukan kejelasan tentang tindak pidana yang dilakukan oleh
pelaku.
Keberadaan seorang saksi dan korban sebelum tahun 2014 merupakan
suatu hal yang kurang diperhitungkan. Didalam KUHAP sendiri, sebagai suatu
bentuk Hir/Rbg, memiliki kecenderungan dalam melindungi hak-hak warga
negara yang berstatus tersangka, terdakwa, dan terpidana.37 Namun sering
dilupakan bahwa proses pembuktian membutuhkan keterangan saksi atau saksi
korban (korban yang bersaksi). Keberadaan keduanya sering kali tidak dihiraukan
oleh aparat penegak maupun hukum di Indonesia. Keselamatan,baik diri sendiri
maupun keluarganya pada kasus-kasus tertentu menjadi taruhannya, atas
kesaksiannya.
Keberadaan saksi dan atau korban memang sangat diperlukan dan
merupakan suatu hal yang harus diperhatikan sebagai satu kesatuan dalam proses
pemeriksaan dalam peradilan pidana. Saksi sebagai alat bukti utama ditegaskan
dalam Pasal 184 KUHAP, yang menyebutkan: Alat bukti yang sah yaitu:
1. Keterangan saksi;
2. Keterangan ahli;
3. Surat;
4. Petunjuk;
5. Keterangan terdakwa
Pada prinsipnya perlindungan akan hak-hak seseorang sebagai saksi telah
diakomodasikan dalam KUHAP, tetapi mengingat jenis tindak pidana yang
                                                            
37

Rocky Marbun, Cerdik dan Taktis Menghadapi Kasus Hukum, (Jakarta :Visi Media,
2010), hal 86.

 

 
Universitas Sumatera Utara

26 
 

semakin beragam dan menimbulkan efek atau akibat bagi keselamatan jiwa dari
saksi/korban atau keluarganya, sehingga ada hal-hal khusus yang diatur dalam
Pasal 5 UU Nomor 31 Tahun 2014 tersebut. Hal-hal yang diatur diluar KUHAP
sebagai berikut:
1. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta
bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang
akan, sedang, atau telah diberikannya.
2. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk bentuk perlindungan
dan dukungan keamanan.
3. Memberikan keterangan tanpa tekanan.
4. Mendapat penerjemah.
5. Bebas dari pertanyaan yang menjerat
6. Mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus
7. Mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan
8. Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan
9. Mendapatkan identitas baru
10. Memperoleh penggantian biaya trasportasi sesuai dengan kebutuhan.
11. Mendapatkan nasihat hukum
12. Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan
berakhir.
13. Mendapatkan tempat kediaman baru.38

                                                            
38

 

Ibid

 
Universitas Sumatera Utara

27 
 

Berdasarkan asas persamaan di depan hukum yang menjadi salah satu ciri
negara hukum, saksi dan korban dalam proses peradilan pidana harus diberi
jaminan perlindungan hukum. Adapun pokok materi muatan yang diatur dalam
UU No.13 tahun 2006 yaitu:
1. Perlindungan hak saksi dan korban;
2. Lembaga Perlindungan saksi dan korban;
3. Syarat dan tata cara pemberian perlindungan dan bantuan dan ;
4. Ketentuan pidana
Perlindungan saksi adalah pemberian seperangkat hak yang dapat
dimanfaatkan oleh saksi pada proses peradilan pidana, yang dilaksanakan oleh
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Perlindungan hukum terhadap saksi
adalah jaminan dari undang-undang guna memberikan rasa aman kepada saksi
dalam memberikan keterangan pada proses peradilan pidana sehingga saat
menjadi saksi seseorang tidak akan terganggu baik keamanan maupun
kepentingannya.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban adalah lembaga yang bertugas
dan berwenang untuk memberikan perlindungan dan hak-hak lain kepada saksi
dan/atau korban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang itu. Pasal 1 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban bertanggungjawab untuk
menangani pemberian perlindungan dan pemberian bantuan terhadap saksi dan
korban sebagaimana diatur pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006.

 

 
Universitas Sumatera Utara

28 
 

Perlindungan Saksi dan Korban menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2006 tentang perlindungan saksi berasaskan pada :

 

 
Universitas Sumatera Utara

29 
 

a. Pengahargaan harkat dan martabat manusia
b. Rasa aman
c. Keadilan
d. Tidak diskriminatif
e. Kepastian hukum
Perlindungan saksi bertujuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi
dalam memberikan keterangan pada setiap proses peradilan pidana. Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban wajib memberikan perlindungan kepada saksi
secara penuh termasuk juga keluarga saksi sejak ditandatanganinya pernyataan
kesediaan mengikuti syarat dan ketentuan perlindungan saksi. Pemberhentian
perlindungan kepada saksi hanya dapat dilakukan apabila :
a. Saksi meminta agar perlindungan terhadap dirinya dihentikan dan hanya boleh
diajukan oleh saksi sendiri tanpa ada kecuali apapun
b. Atas permintaan pejabat yang berwenang dalam hal permintaan perlindungan
saksi berdasar atas permintaan pejabat yang bersangkutan
c. Saksi melanggar ketentuan sebagaimana yang telah tertulis dalam perjanjian
d. LPSK Berpendapat bahwa saksi tidak lagi memerlukan perlindungan berdasar
bukti-bukti yang meyakinkan
Tata cara pemberian bantuan kepada saksi atas permintaan tertulis, dari
yang bersangkutan atau orang yang mewakilinya kepada Lembaga Perlindungan
Saksi dan Korban, adapun tata cara pemberian bantuan kepada saksi oleh
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban adalah sebagai berikut :

 

 
Universitas Sumatera Utara

30 
 

1. Lembaga

Perlindungan

Saksi

dan

Korban

menentukan

kelayakan

diberikannya bantuan kepada saksi
2. Dalam hal saksi layak diberikan bantuan, Lembaga Perlindungan Saksi dan
Korban menentukan jangka waktu dan besaran biaya yang diperlukan
Keputusan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban mengenai pemberian
bantuan akan diberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan dalam
jangka waktu satu minggu. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban bisa bekerja
sama dengan instansi berwenang terkait dalam pemberian perlindungan dan
bantuan, instansi terkait wajib melaksanakan keputusan Lembaga Perlindungan
Saksi dan Korban sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang.
Istilah saksi-saksi lainnya yang berkembang seiring dengan penerapan hukum
acara pidana. Saksi korban merupakan salah satunya, Korban disebutkan sebagai
saksi karena adanya suatu pemikiran, status korban di pengadilan adalah sebagai
saksi yang kebetulan mendengar sendiri, melihat sendiri dan yang pasti
mengalami sendiri peristiwa tersebut. Oleh karena itu korban ditempatkan pada
posisi sentral bagi pihak-pihak yang berperkara serta hakim untuk melihat
kejadian sebenarnya terjadi. Hal ini berbeda dengan saksi pelapor.
Saksi pelapor merupakan saksi yang berasal baik dari orang yang
berkepentingan dengan kasus yang terjadi maupun yang tidak, sehingga terkadang
bukannya mendapat pujian, namun sering pula membuat saksi dapat menjadi
target/tujuan pengancaman, bahkan pembunuhan dari orang-orang yang merasa
dengan keterangan saksi nantinya akan menjerumuskan tersangka/terdakwa
kedalam

 

putusan

yang

sangat

merugikan

yaitu

dipenjara.

Namun

 
Universitas Sumatera Utara

31 
 

permasalahannya sekarang adalah, saksi dalam perundang-undangan Indonesia
belum mendapat perhatian yang besar terhadap perlindungan keselamatan,
maupun kesejahteraan saksi tersebut.
Perlindungan terhadap saksi sangat diperlukan, banyak kejadian yang telah
terjadi beberapa tahun belakangan ini yang dapat menjadi contoh bagaimana
seorang saksi sangat dibutuhkan untuk mengungkap suatu tindak pidana. Melihat
pentinganya kedudukan saksi dalam pengungkap pidana, sudah saatnya para saksi
dan pelapor diberi perlindungan secara hukum, fisik, maupun psikis.
Hal-Hal yang esensial terhadap perlindungan hukum terhadap saksi adalah
agar mereka bebas dari tekanan pihak luar yang mencoba mengintimidasi
bekenaan dengan kesaksiannya dalam suatu perkara pidana.
Pasal 10 UU Nomor 13 Tahun 2006 memberikan jaminan kepada warga
masyarakat yang memiliki itikad baik untuk melaporkan tindak pidana dan juga
saksi yang memberikan kesaksiannya bahwa berdasarkan kesaksiannya tersebut ia
tidak dapat dapat dituntut, baik secara pidana maupun gugatan secara perdata dan
seorang saksi yang juga tersangka untuk kasus yang sama tidak dapat dibebaskan
dari tuntutan pidana tetapi kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim
dalam meringankan pidana yang akan dijatuhkan. Ini merupakan perlindungan
hak asasi seorang saksi yang diharapkan dapat memberikan keterangan sehingga
terjadi kejelasan dalam suatu perkara serta menjauhkannya dari perasaan tertekan
dan takut.
Dengan demikian mereka telah secara sadar dan suka rela bersedia
menjadi seorang saksi dalam sutu perkara sekaligus berani mengatakan yang

 

 
Universitas Sumatera Utara

32 
 

sebenarnya tanpa diliputi rasa takut, maka mereka telah mematuhi dan
melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara yang baik dan taat hukum.

C. Analisa dan Evaluasi Hukum Tertulis Asas Kebebasan Pers yang
Bertanggung Jawab
Negara yang demokratis pada umumnya diukur dengan adanya susunan
dan fungsi dewan perwakilan rakyat yang membawakan suara rakyat untuk
menyelenggarakan kedaulatan di dalam negara. Kemerdekaan berfikir dan
mengeluarkan pendapat juga merupakan salah satu ukuran tentang adanya sistem
demokrasi.39
Kemajuan sistem demokrasi yang makin didambakan itu dapat
terselenggara dengan memanfaatkan kemajuan peradaban dan teknologi.
Kemajuan peradaban dan teknologi di bidang pers merupakan salah satunya,
karena media pers adalah sarana yang paling mudah dan cepat untuk menyalurkan
kemerdekaan berpikir dan mengeluarkan pendapat dalam sistem demokrasi.
Kebebasan pers merupakan salah satu syarat dan perangkat demokrasi dalam
sebuah negara. Oleh karena itu, kemerdekaan pers yang didambakan dapat
terwujud apabila tidak mengenal sensor preventif, tidak mengenal pembredelan
baik oleh pemerintah maupun khalayak ramai.40
Berdasarkan uraian tersebut di atas, yang dimaksud dengan kebebasan pers
di sini adalah kebebasan pers atau alat komunikasi Indonesia dalam mencari,
mengolah, dan menulis berita yang disalurkan atau diterbitkan melalui media
                                                            
39

Bambang Poernomo, Pertumbuhan Hukum Penyimpangan Di Luar Kodifikasi Hukum
Pidana,(Jakarta : Bina Aksara, 1984), hal. 45.
40
Jakoeb Oetama, Pers Indonesia (Berkomunikasi Dalam Masyarakat Tidak Tulus),
Kompas, 2001, hal. 43.

 

 
Universitas Sumatera Utara

33 
 

massa cetak. Makna kebebasan pers tersebut, yaitu tidak adanya campur tangan
kekuasaan yang dapat mengekang kebebasan pers, yang diwujudkan dalam
bentuk:41
1. Bebas dari keharusan memiliki Surat Izin Terbit (SIT) atau bentuk izin lainya;
2. Bebas dari sensor ;
3. Bebas dari pembredelan;
4. Bebas dari campur tangan pemerintah dan pihak manapun dalam kegiatan
pers.
Adapun kebebasan pers tersebut dijamin oleh Negara melalui peraturan
perundang-undangan dan aparatur negara tersebut. Pers yang bebas tersebut
berdasarkan prinsip kemerdekaan untuk mengeluarkan pendapat yang dijunjung
tinggi oleh negara terhadap bangsanya. Peraturan-peraturan negara yang
menjamin tentang kemerdekaan dan kebebasan pers ialah :
1. Pasal 28 UUD 1945, berbunyi kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, dan sebagainya ditetapkan
dengan Undang-Undang.
2. Pasal 28 F UUD 1945, berbunyi setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan
sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,
mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis
saluran yang tersedia.

                                                            
41

Wikrama Iryans Abidin, Politik Hukum Pers Indonesia, (Jakarta :Grasindo, 2006), hal.

24.

 

 
Universitas Sumatera Utara

34 
 

3. Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Azasi Manusia pada Pasal 20 dan
21 yang bebunyi : Pasal 20 : Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi di lingkungan
sosialnya. Pasal 21 : Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
4. UU No. 40 Tahun 1999 tentang pers Pasal 2 dan Pasal 4 ayat (1)
5. Pasal 2 berbunyi Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat
yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
6. Pasal 4 ayat (1) berbunyi Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi
warganegara.
Bahwa kemerdekaan pers tersebut sangat dijamin untuk dilaksanakan bagi
bangsa Indonesia. Adanya pers yang bebas dan merdeka dalam penyampaian
informasi, maka hal ini akan berguna bagi kemajuan segala aspek dari bangsa
Indonesia, terutama dalam membantu pembangunan nasional. Informasi yang
disampaikan tersebut tentunya berguna untuk memberikan ilmu pengetahuan dan
fakta-fakta yang sebenarnya mengenai keadaan lingkungan sekitar kita. Ada
substansi yang tidak kalah pentingnya juga dalam kemerdekaan pers juga tersebut.
Kemerdekaan dan kebebasan pers tersebut juga merupakan bagian dari hak asasi
manusia. Berkaitan dengan kemerdekaan dan kebebasan pers tersebut, maka
terdapat 2 hak asasi yang berkaitan dalam hal ini, yaitu hak untuk memperoleh
informasi dan hak untuk menyatakan pendapat. Kegiatan pers tersebut merupakan
suatu kegiatan untuk menyampaikan informasi atau gagasan tersebut. Hal ini

 

 
Universitas Sumatera Utara

35 
 

sebagai hak dari pers untuk menyatakan informasi, fakta-fakta, dan pendapatnya
kepada khalayak ramai. Masyarakat sebagai sasaran dari kegiatan pers tersebut
tentunya berhak untuk untuk menerima dan mendengarkan informasi, fakta-fakta,
atau pendapat yang disampaikan oleh pers tersebut.

 

 
Universitas Sumatera Utara