Pengaruh Perendaman Cetakan Alginat Dalam Larutan Sodium Hipoklorit 0,5% dan Glutaraldehid 2% Terhadap Jumlah Koloni Bakteri

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Didalam rongga mulut manusia terdapat banyak mikroorganisme baik flora
normal maupun yang pathogen. Mikroorganisme terdiri dari bakteri, virus, jamur dan
lain-lain. Masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang berasal dari tubuh pasien
sendiri, atau berasal dari lingkungan, peralatan rumah sakit yang terkontaminasi,
pegawai kesehatan, pengunjung atau dari pasien lain dapat menyebabkan terjadinya
infeksi silang. Penularan penyakit pada infeksi silang dapat terjadi melalui kontak
langsung, perkutaneus, inhalasi aerosol atau droplet yang patogen dan melalui kontak
tidak langsung. Pada bidang kedokteran gigi, sangat rawan untuk terjadinya
kontaminasi infeksi silang. Dokter gigi, stafnya dan juga pasien memiliki resiko
tinggi berkontak dengan mikroorganisme patogen selama perawatan gigi. Banyak
penyakit infeksi dapat ditularkan selama perawatan gigi, antara lain TBC, sifilis,
hepatitis A, B, C, AIDS, AIDS related complex (ARC), herpes, dan lain-lain.1-3
Dokter gigi harus menganggap pasiennya adalah carrier dari hepatitis B,
acquired immuno defficiency syndrome (AIDS) atau tuberculosis (TBC), dan harus
selalu mengikuti prosedur tindakan pencegahan.1,2 Tindakan pencegahan infeksi
dapat mencegah terjadinya infeksi yang berbahaya, bahkan dapat mencegah
terjadinya kematian. Sumber infeksi yang potensial pada praktek dokter gigi termasuk

tangan, saliva, darah, sekresi hidung, baju, rambut juga alat-alat atau instrumen dan
perlengkapan praktek lainnya harus dijaga tetap steril untuk mengurangi resiko
terjadinya infeksi.1,3
Kontaminasi dari rongga mulut dan luka terbuka dapat disebarkan oleh udara,
air, debu, aerosol, percikan atau droplets, sekresi saluran pernafasan, plak, kalkulus,
bahan tumpatan gigi dan debris. Flora mulut yang patogen dari pasien dapat
ditransmisikan pada jaringan atau organ seperti katup jantung, sendi artifisial, dan

jaringan lunak sekitarnya, serta tulang. Prosedur pencegahan penularan penyakit
infeksi antara lain adalah evaluasi pasien, perlindungan diri, sterilisasi dan desinfeksi,
pembuangan sampah yang aman dan tindakan asepsis termasuk juga dalam
laboratorium teknik gigi.1
Salah satu perawatan di bidang prostodonsia adalah pembuatan gigitiruan,
tahap awal dalam pembuatan gigitiruan adalah membuat pencetakan pada rahang
pasien untuk mendapatkan hasil cetakan negatif yang selanjutnya diisi dengan gips
untuk mendapatkan model studi maupun model kerja. Faktor yang harus diperhatikan
saat melakukan pencetakan gigi adalah kontrol dari penularan infeksi silang yang
berasal dari hasil cetakan. Menurut berbagai penelitian, hasil cetakan merupakan
salah satu agen penularan infeksi pada dokter gigi, perawat, staf dan teknisi
laboratorium.2 Saliva, debris, darah dan pus dapat menempel pada hasil cetakan saat

pencetakan dan mikroorganisme dapat berinteraksi dengan hasil cetakan sehingga
menjadi agen penyebab infeksi dan menjadi pencetus penularan penyakit.4 Powell G.
L, Runnells R. D dkk (1990) telah menyatakan bahwa 67% dari hasil cetakan yang di
kirim dokter gigi ke laboratorium kedokteran gigi terkontaminasi oleh bakteri
patogen.5-7
Hasil cetakan dapat diperoleh dari dua jenis bahan cetak yaitu elastis dan non
elastis. Bahan yang bersifat non-elastis antara lain adalah impression compound,
impression wax, impression plaster dan zinc oxide eugenol. Bahan cetak elastis terdiri
dari hidrokoloid dan elastomer.8 Sampai saat ini, salah satu bahan cetak yang paling
sering digunakan untuk pencetakan anatomis adalah alginat. Alginat merupakan
bahan cetak hidrokoloid bersifat ireversibel yang telah diperkenalkan pada tahun
1940.9 Dokter gigi menggunakan bahan cetak alginat karena memiliki banyak
kelebihan, diantaranya manipulasi mudah dan tidak memerlukan banyak peralatan,
relatif tidak mahal, dan nyaman bagi pasien. Bahan cetak ini juga mudah ditolerir
oleh pasien, cepat mengeras dan terdapat aroma yang menyegarkan seperti permen
karet untuk mengurangi reflek muntah. Kekurangan dari bahan cetak alginat ini
adalah mempunyai sifat sineresis dan sifat imbibisi yaitu menyerap air dan
mempunyai potensi retensi mikroba lebih kuat dibanding bahan cetak lainnya.4,8,10,11

Menurut American Dental Association (ADA) dan International Dental

Federation (IDF) hasil cetakan seharusnya dicuci terlebih dahulu dengan air mengalir
untuk menghilangkan saliva dan darah yang melekat pada hasil cetakan, kemudian
direndam dalam larutan desinfektan untuk menghindari terjadinya kontaminasi
sebelum dikirim ke laboratorium.5,7 Dalam praktek sehari-hari, dokter gigi hanya
mencuci hasil cetakan dengan air mengalir tetapi tidak banyak yang menggunakan
bahan desinfektan pada hasil cetakan. Desinfektan merupakan suatu bahan yang
mengandung agen antimikrobial yang efektif untuk membunuh mikroorganisme.
Terdapat beberapa jenis desinfektan yang beredar di pasaran diantaranya
sodium hipoklorit, iodophor (biocide), glutaraldehid, fenol, dan klorheksidin.12-14
Sodium hipoklorit dan aldehid (glutaraldehid dan formaldehid) merupakan
desinfektan yang paling sering digunakan. Sodium hipoklorit merupakan larutan
desinfektan yang paling banyak digunakan, tersedia dalam bentuk cairan dan
memiliki efek antimikroba dan termasuk dalam kategori disinfektan yang ideal.
Desinfektan ini adalah larutan yang berbahan dasar klorin. Cairan klorin sangat aktif
pada semua bakteri, virus, fungi, parasit, dan berbagai spora. Selain sodium
hipoklorit, penggunaan glutaraldehid juga merupakan salah satu desinfektan yang
populer di bidang kedokteran gigi dan merupakan desinfektan tingkat tinggi. Selain
itu, aldehid juga efektif dalam membunuh bakteri, jamur, virus, mikroba dan spora.
Glutaraldehid digunakan untuk mensterilkan bahan cair dan peralatan yang tidak
dapat disterilkan dengan pemanasan. Glutaraldehid juga mempunyai aktifitas

sporosidal yang tinggi, lebih baik bila dibandingkan dengan formaldehyde dalam hal
bakterisidal, virusidal dan sporosidal. Merupakan zat yang mempunyai spektrum anti
bakteri yang luas dan aktif. Senyawa ini mempunyai keuntungan karena tidak berbau
dan efek iritasi terhadap kulit dan mata lebih rendah dibanding formalin. Larutan
glutaraldehid 2% efektif sebagai antibakteri dan spora pada pH 7,5 – 8,5 dan juga
efektif terhadap bakteri seperti M.tuberculosis, fungi, dan virus akan mati dalam
waktu 10-20 menit.3,12,15
Terdapat dua metode yang digunakan untuk desinfeksi hasil cetakan yaitu
dengan cara perendaman dan penyemprotan.3,5,8 Desinfeksi dengan cara perendaman

merupakan cara yang lebih efektif karena seluruh permukaan hasil cetakan akan
terdesinfeksi dengan sempurna dan dapat mengurangi resiko terhirupnya partikelpartikel larutan desinfektan. Namun, desinfeksi dengan cara perendaman diduga
dapat menyebabkan distorsi pada hasil cetakan jika perendaman dilakukan terlalu
lama. Selain itu, desinfeksi dengan cara penyemprotan merupakan cara yang lebih
sederhana dan cepat tetapi tidak semua permukaan hasil cetakan terdesinfeksi dengan
sempurna dan juga partikel-partikel larutan desinfektan yang ada di udara dapat
terhirup oleh staf atau pasien.2,14 Menurut Silva dan Salvador (2004) dan Saber FS,
dkk (2010), desinfeksi dengan cara penyemprotan menunjukkan aktivitas
antimikrobial yang sama dengan cara desinfeksi dengan cara perendaman.12 Panza
dkk (2006) telah mengevaluasi kestabilan dimensi cetakan yang diberikan desinfektan

baik dengan cara penyemprotan maupun perendaman. Peneliti tersebut telah
melakukan perendaman bahan cetak elastomer polyether, polysulfide dan alginat
dengan larutan desinfektan glutaraldehid 2% dan sodium hipoklorit 1% selama 10
dan 15 menit. Peneliti telah mendapatkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
pada bahan cetak elastomer polyether maupun polysulfide setelah direndam dengan
kedua larutan desinfektan dibanding kelompok kontrol.16 Oderinu dkk (2007) dengan
mempergunakan bahan cetak irreversible hidrokoloid alginat, telah menyatakan
bahwa tidak terjadi perubahan dimensi hasil cetakan yang direndam dalam larutan
sodium hipoklorit 1% selama 10 menit. Pada perendaman selama 20 dan 30 menit
terlihat perubahan yang signifikan.16 Wala M. Amin, Muna H. Al-Ali dkk (2009)
telah menyatakan bahwa penggunaan sodium hipoklorit 0,5% sebagai larutan
desinfektan telah menyebabkan perubahan dimensi yang paling sedikit dibanding
sodium hipoklorit 1% pada hasil cetakan alginat yang direndam selama 10 menit.15
Ghahramanloo (2009) telah melakukan penelitian efek antimikroba dengan
menggunakan sodium hipoklorit 0,525% , deconex dan sanosil dan menyimpulkan
bahwa penggunaan sodium hipoklorit 0,525% dengan cara penyemprotan selama 10
menit pada bahan cetak alginat sangat efektif dan telah mendisinfeksi 96,6% dari total
sampel.4 Sukhija U, Rathee M dkk (2009) telah melaporkan bahwa peracitic acid
merupakan desinfektan yang paling efektif dalam menurunkan jumlah bakteri pada


bahan cetak alginat dengan metode perendaman dan juga penyemprotan selama 10
menit.17 Carmen Dolores V. Soares de Moura dkk (2010) telah melakukan penelitian
untuk mengevaluasi efek antimikrobial dengan menggunakan larutan sodium
hipoklorit 2,5% dan 5,25% selama 10 menit terhadap bahan cetak alginat dan telah
menyimpulkan bahwa penggunaan sodium hipoklorit 5,25% ternyata lebih efektif
terhadap penurunan jumlah mikroba.18 Himanshu Aeran, Sunit Kr. Jurel dkk (2010)
telah menyatakan bahwa penggunaan sodium hipoklorit 0,5% ternyata lebih efektif
dibanding glutareldehid 2% terhadap penurunan jumlah bakteri pada hasil cetakan
alginat dengan cara penyemprotan selama 10 menit yang telah mengeliminasi
sebanyak 92% - 99,97% koloni bakteri.19 Hamid Badrian, Ehsan Ghasemi dkk (2012)
melaporkan bahwa penggunaan epimax sebagai desinfektan mempunyai efek yang
paling tinggi dan telah mengeliminasi 100% koloni bakteri dibanding deconex yaitu
95,39% dan sodium hipoklorit 0,525% mengeliminasi 97,12% koloni bakteri pada
bahan cetak alginat yang direndam selama 10 menit.5 Satheesh B. Haralur, Omir S.
Al-Dowah dkk (2012) telah menyatakan bahwa penggunaan sodium hipoklorit
dengan metode penyemprotan selama 10 menit merupakan desinfektan yang efektif
pada bahan cetak alginat terhadap penurunan jumlah koloni bakteri.6

1.2 Permasalahan
Tahap awal pembuatan gigitiruan adalah melakukan pencetakan rahang pasien,

dimana hasil cetakan kemudian diisi dengan gips untuk mendapatkan model kerja
maupun model studi. Bahan cetak yang paling sering digunakan untuk pencetakan
anatomis diantaranya adalah alginat. Salah satu kekurangan dari bahan cetak alginat
adalah hasil cetakannya berpotensi untuk terjadinya infeksi silang karena bahan cetak
alginat dapat menyerap cairan dari rongga mulut pasien dan mempunyai potensi
retensi mikroba lebih kuat dibanding bahan cetak lainnya. Pada umumnya hasil
cetakan seharusnya dicuci terlebih dahulu dengan air mengalir untuk menghilangkan
saliva dan darah yang melekat pada hasil cetakan, kemudian direndam dalam larutan
desinfektan untuk menghindari terjadinya kontaminasi sebelum dikirim ke
laboratorium namun dalam praktek sehari-hari, dokter gigi hanya mencuci hasil

cetakan dengan air mengalir tetapi tidak banyak yang menggunakan bahan
desinfektan pada hasil cetakan. Banyak penelitian yang menyatakan bahwa
pembilasan hasil cetakan dengan air mengalir saja tidak begitu efektif karena tidak
cukup untuk mengeliminasikan semua mikroorganisme. Mikroorganisme yang tidak
disingkirkan dari hasil cetakan berpotensi untuk menyebabkan infeksi silang antara
pasien, dokter gigi dan stafnya.
Penggunaan desinfektan dapat meminimalkan jumlah mikroorganisme pada
hasil cetakan. Hal ini terbukti dari beberapa hasil penelitian, antaranya penelitian
Himanshu Aeran, Sunit Kr. Jurel dkk (2010) yang telah menyatakan bahwa

penggunaan sodium hipoklorit 0.5% ternyata lebih efektif dibanding glutareldehid
2% terhadap penurunan jumlah koloni bakteri pada cetakan alginat dengan cara
penyemprotan selama 10 menit yang telah mengeliminasi sebanyak 92% - 99,97%
koloni bakteri.19 Joana Correia-Sousa, Ana Margarida Tabaio dkk (2013) telah
melaporkan bahwa perendaman hasil cetakan alginat dalam larutan sodium hipoklorit
selama 10 menit lebih efektif dibanding aquades dalam penurunan jumlah mikroba
sebanyak 99,99%.2 Hingga saat ini, belum ada penelitian yang dilakukan untuk
melihat perbedaan penggunaan sodium hipoklorit 0,5% dan glutaraldehid 2%
terhadap penurunan jumlah koloni bakteri dengan cara perendaman. Berdasarkan hal
tersebut, peneliti ingin meneliti apakah ada pengaruh perendaman cetakan alginat
dalam larutan sodium hipoklorit 0,5% dan glutaraldehid 2% terhadap jumlah koloni
bakteri.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan pemasalahan di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana jumlah koloni bakteri pada cetakan alginat sebelum dan sesudah
direndam dalam larutan sodium hipoklorit 0,5% dan larutan glutaraldehid 2% selama
10 menit?
2. Apakah ada perbedaan pengaruh perendaman cetakan alginat dalam larutan
sodium hipoklorit 0,5% dan glutaraldehid 2% selama 10 menit terhadap penurunan
jumlah koloni bakteri?


1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui jumlah koloni bakteri pada cetakan alginat sebelum dan
sesudah direndam dalam larutan sodium hipoklorit 0,5% dan larutan glutaraldehid
2% selama 10 menit
2. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh perendaman cetakan alginat dalam
larutan sodium hipoklorit 0,5% dan glutaraldehid 2% selama 10 menit terhadap
penurunan jumlah koloni bakteri.

1.5 Manfaat penelitian
1. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi dokter gigi, perawat dan
teknisi laboratorium sebagai suatu pertimbangan dalam memilih jenis desinfektan
yang lebih efektif dalam menurunkan jumlah koloni bakteri pada hasil cetakan alginat
agar dapat mencegah terjadinya infeksi silang.
2. Sebagai bahan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya
di bidang Prostodonsia.
3. Sebagai bahan masukan untuk penelitian lebih lanjut tentang desinfektan
bahan cetak alginat.