Rancang Bangun Alat Penyuling Minyak Atsiri (Tipe Uap Langsung)

TINJAUAN PUSTAKA

Minyak Atsiri
Minyak atsiri dihasilkan dari tanaman dan mempunyai sifat mudah
menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir,
berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya, umumnya larut dalam
pelarut organik dan tidak larut dalam air. Minyak atsiri dapat bersumber pada
setiap bagian tanaman yaitu daun, bunga, buah, biji, batang atau kulit dan akar
atau rhizome (Ketaren, 1985).
Minyak atsiri, atau dikenal juga sebagai minyak eteris (aetheric oil),
minyak esensial, minyak terbang, serta minyak aromatik, adalah kelompok besar
minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu ruang namun mudah
menguap sehingga memberikan aroma yang khas. Minyak atsiri bersifat mudah
menguap karena titik uapnya rendah. Selain itu, susunan senyawa komponennya
kuat mempengaruhi saraf manusia (terutama di hidung) sehingga seringkali
memberikan efek psikologis tertentu (baunya kuat) (switaning, dkk, 2010).

Gambar 1. Minyak Atsiri

Universitas Sumatera Utara


Banyaknya ragam minyak atsiri di pasaran internasional dan masih
sedikitnya jenis minyak atsiri yang di Indonesia menunjukkan bahwa peluang
pasar ekspor minyak atsirir masih terbuka sangat lebar. Disamping itu besarnya
nilai impor minyak atsiri menunjukkan bahwa potensi pasar di dalam negeri juga
masih terbuka lebar. Di sisi lain juga masih banyak tanaman yang menghasilkan
jenis minyak atsiri seperti adas, jahe, jeruk, cengkeh, jeruk purut, kapulaga dan
lain-lain yang belum dimanfaatkan sebagai minyak atsiri. Hingga saat ini bahanbahan tersebut masih diperdagangkan sebagai bahan mentah dan harganya rendah.
Melalui teknologi sederhana seperti penyulingan, bahan-bahan tersebut dapat
dibuat menjadi minyak atsiri yang harganya jauh lebih tinggi. Dengan semakin
berkembangnya industri obat-obatan, parfum, kosmetika, pengolahan makananminuman, aromaterapi dan lain-lain, kebutuhan akan minyak atsiri semakin besar
baik volume, maupun jenisnya (Prakosa, dkk, 2013).
Cengkeh
Cengkeh memiliki nama lain seperti clove tree atau sering juga disebut
Eugenia aromatica. Secara garis besar tanaman cengkeh memiliki klasifikasi
dalam dunia tumbuh-tumbuhan yaitu:
Divisi

: Spermatophyta

Subdivisi


: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledonae

Ordo

: Myrtales

Famili

: Myrtaceae

Genus

: Syzygium

Spesies


: Syzygium aromaticum (L). (Gembong, 1985)

Universitas Sumatera Utara

Cengkeh (Eugenia aromatic OK atau Syzigium aromaticum (L)) termasuk
family Myrtaceae. Tanaman ini berbentuk pohon, tingginya dapat mencapai 20-30
m, dan dapat berumur lebih dari 100 tahun. Tajuk tanaman cengkeh umunya
berbentuk kerucut, piramida, atau piramida ganda. Dalam satu periode ujung
ranting akan mengeluarkan satu set daun yang terdiri lima pasang. Masing-masing
pasangan terdiri atas dua daun yang terletak saling berhadapan. Tanaman cengkeh
mulai berbunga pada umur 4,5-8,5 tahun, tergantung dari jenis dan
lingkungannya.

Bunga

ini

merupakan


bunga

tunggal,

berukuran

kecil

(panjang 1-2 cm), dan tersusun dalam satu tandan yang keluar pada ujung-ujung
ranting (Daniarti dan Najiyati, 1991).

Gambar 2. Cengkeh,

Hasil tanaman cengkeh yang banyak dimanfaatkan di Indonesia adalah
bunganya, yang digunakan sebagai bahan tambahan di pabrik rokok. Gagang dan
daun cengkeh di areal perkebunan cengkeh masih banyak yang belum
dimanfaatkan padahal daun dan gagang cengkeh dapat diambil minyaknya dengan
cara penyulingan. Minyak daun cengkeh yang dihasilkan kira-kira adalah 2,5 %
dari berat daun kering. Potensi minyak daun cengkeh di Indonesia sangat besar
tetapi dibiarkan membusuk tanpa dimanfaatkan Komposisi utama minyak

cengkeh adalah eugenol, eugenol asetat dan caryofilen. Komposisi minyak yang
dapat diperoleh dari penyulingan daun cengkeh adalah : eugenol 36- 85%,

Universitas Sumatera Utara

eugenol asetat 11-21% dan caryofilen 5- 13%. Senyawa lain yang ada dalam
jumlah k ecil adalah α d an β Hmulen, α Cu b enene, meth y l benzoate, dll. Titik
didih dari yang paling ringan dari ke 3 komponen terbesar adalah caryofilen,
eugenol dan eugenol asetat Minyak daun cengkeh dihasilkan dari penyulingan
daun cengkeh melalui beberapa cara penyulingan yaitu penyulingan dengan air,
penyulingan air dan uap dan penyulingan uap. Kualitas hasil penyulingan
tergantung dari cara penyulingan dan alat yang digunakan. Penyulingan uap
menghasilkan minyak cengkeh dengan komposisi eugenol yang lebih baik dari
pada menggunakan cara penyulingan uap-air atau penyulingan air. Demikian juga
rendemen hasil minyak yang diperoleh, dengan penyulingan uap jenuh
mempunyai rendemen yang lebih besar (Sukarsono,dkk, 2005).
Bahan Logam yang Digunakan
Jika hendak membuat alat penyulingan, hal yang harus diperhatikan adalah
logam yang akan digunakan sebagai bahan dasar pembuatan alat. Stainless steel
dapat bertahan dari serangan karat berkat interaksi bahan-bahan campurannya

dengan alam. Stainless steel terdiri dari besi, krom, mangan, silikon, karbon dan
seringkali nikel dan molibdenum dalam jumlah yang cukup banyak. Elemenelemen ini bereaksi dengan oksigen yang ada di air dan udara membentuk sebuah
lapisan yang sangat tipis dan stabil yang mengandung produk dari proses karat
atau korosi yaitu metal oksida dan hidroksida. Krom, bereaksi dengan oksigen,
memegang peranan penting dalam pembentukan lapisan korosi ini. Pada
kenyataannya, semua stainless steel mengandung paling sedikit 10% krom.
Keberadaan lapisan korosi yang tipis ini mencegah proses korosi berikutnya
dengan berlaku sebagai pelindung yang menghalangi oksigen dan air bersentuhan

Universitas Sumatera Utara

dengan permukaan logam. Hanya beberapa lapisan atom saja cukup untuk
mengurangi kecepatan proses karat selambat mungkin karena lapisan korosi
tersebut terbentuk dengan sangat rapat. Lapisan korosi ini lebih tipis dari panjang
gelombang cahaya sehingga tidak mungkin untuk melihatnya tanpa bantuan
instrumen moderen. Besi biasa, berbeda dengan stainless steel, permukaannya
tidak dilindungi apapun sehingga mudah bereaksi dengan oksigen dan membentuk
lapisan Fe2O3 atau hidroksida yang terus menerus bertambah seiring dengan
berjalannya waktu. Lapisan korosi ini makin lama makin menebal dan kita kenal
sebagai karat (Widiantara, 2010)

Tekanan dan Uap
Tekanan didefenisikan sebagai gaya per satuan luas. Satuan tekanan
bergantung pada satuan tekanan dan satuan luas. Pada umumnya satuan tekanan
yang digunakan kg/cm². Sering juga tekanan digunakan dengan satuan atmosfir
dan ditulis dengan atm, dimana 1 atm = 1kg/cm². Hukum Charles mengatakan
volume suatu massa gas sempurna berubah dengan berbanding langsung dengan
temperature mutlak, jika tekanan mutlaknya konstan. Dalam hal ini dapat
disimpulkan bahwa volume, temperature, dan tekanan berubah secara bersamaan.
(Daryus, 2007).
Laju destilasi mencerminkan banyaknya uap yang terkondensasi menjadi
fasa cair selama selang waktu tertentu, misalnya satu jam. Nilai ini sebanding
dengan jumlah uap air yang melewati bahan dalam ketel destilasi. Makin besar
laju destilasi maka banyaknya uap air yang melewati bahan pada setiap satuan
waktu makin besar. Hal ini berarti bahwa laju aliran uap air yang melewati bahan
juga makin cepat. Dengan demikian maka pada laju destilasi yang makin besar,

Universitas Sumatera Utara

yang berakibat laju alir uap air makin cepat, maka waktu kontak antara uap air
dengan bahan dalam ketel menjadi makin pendek. Selama proses destilasi uap,

yang dapat terdestilasi bersama uap air hanya minyak atsiri yang berada di
permukaan bahan. Agar sebanyak mungkin minyak atsiri yang ikut terdestilasi
bersama uap air maka tekanan parsial uap minyak atsiri harus setinggi mungkin.
Hal ini hanya dapat dicapai bila suhu minyak atsiri sama dengan suhu uap air. Bila
waktu kontak antara bahan dengan uap air terlalu pendek maka, karena belum
dicapai keadaan setimbang, suhu bahan (dan suhu minyak atsiri yang terdapat
pada bahan tersebut) lebih rendah daripada suhu uap air. Akibatnya tekanan uap
minyak atsiri menjadi lebih rendah daripada tekanan uap pada suhu uap air,
sehingga uap minyak atsiri yang terkondensasi menjadi lebih sedikit yang
selanjutnya mengakibatkan perolehan minyak atsiri menjadi lebih rendah.
(Djojosubroto dan inggrid, 2011).
Cara Umum Pengambilan Minyak Atsiri
Pengambilam minyak atsiri dari tanaman penghasil minyak atsiri pada
umumnya dilakukan melalui tiga cara, yaitu dengan sistem penyulingan, ekstraksi
dengan bahan kimia dan juga sistem pengempaan. Menurut sastrohamidjojo
(2004) pada umumnya cara isolasi minyak atsiri adalah sebagai berikut: uap
menembus jaringan tanaman dan menguapkan semua senyawa yang mudah
menguap. Hidrodestilasi atau penyulingan dengan air terhadap tanaman meliputi
beberapa proses. Dalam pengertian industri minyak atsiri tipe hidrodestilasi, yaitu:


Universitas Sumatera Utara

1. Penyulingan air

Gambar 3. Alat Penyuling langsung dengan air
2. Penyulingan uap dan air

Gambar 4. Alat penyuling dengan uap dan air
3. Penyulingan uap langsung

Gambar 5. Alat Penyuling dengan uap langsung
Pada dasarnya ketiga tipe penyulingan tersebut memiliki kesamaan yaitu
suatu pengertian dari sistem dua-fasa. Perbedaannya terletak pada cara
penanganan bahan tanaman yang akan diproses.

Universitas Sumatera Utara

Penyulingan Tanaman Penghasil Minyak Atsiri
Secara umum kita mengenal ada tiga sistem penyulingan untuk minyak
atsiri yaitu, penyulingan dengan sistem rebus dimana bahan yang akan diambil

minyak atsirinya berhubungan langsung dengan air mendidih, selanjutnya
penyulingan uap dan air, dalam sistem penyulingan ini tanaman yang akan
diproses ditempatkan dalam satu tempat yang bagian bawah dan tengah
berlobang-lobang yang ditopang di atas dasar alat penyulingan, bagian bawah alat
penyulingan diisi air sedikit dibawah dimana bahan ditempatkan, dan yang
terakhir adalah penyulingan dengan sistem uap langsung, dimana bahan dan
sumber penghasil uap ditempatkan pada ruang yang berbeda pada sistem ini. Pada
alat penyulingan dengan sistem uap langsung uap yang digunakan lazim memiliki
tekanan yang lebih besar daripada tekanan atmosfer dan dihasilkan dari hasil
penguapan yang berasal dari suatu pembangkit uap air. Uap yang dihasilkan
kemudian dimasukkan kedalam alat penyulingan. Pada dasarnya tidak ada
perbedaan yang menyolok pada ketiga alat penyulingan tersebut. Namun
demikian pemilihan tergantung pada cara yang digunakan, karena reaksi tertentu
dapat terjadi selama penyulingan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pada
penyulingan uap antara lain:
1. Difusi atau perembesan minyak atsiri oleh air panas melalui selaput
tanaman, ini yang dikenal dengan pengertian hidrodifusi
2. Hidrolisis terhadap komponen tertentu dari minyak atsiri
3. Peruraian terjadi oleh panas
(Sastrohamidjojo, 2004).


Universitas Sumatera Utara

Uap air dan uap minyak dicairkan dengan cara mengalirkan pipa
berlingkar yang didinginkan dengan air. Alat pencair uap ini disebut dengan
kondensor. Cara pencairan uap yang baik adalah dengan mengalirkan air
pendingin berlawanan arah dengan aliran uap minyak. Berarti air pendingin
dimasukkan melalui bagian bawah kondensor dan dikeluarkan pada bagian atas.
Hasil sulingan minyak atsiri dan air ditampung ke dalam botol berleher panjang.
Karena minyak atsiri sangat mudah menguap, maka botol penampung sebaiknya
direndam dalam air dingin. Atau dapat juga dilakukan dengan meletakkan es batu
bercampur garam disekitar botol penampung agar suhu dingin dapat
dipertahankan lebih lama (Hendartomo, 1996).
Heat Exchanger (Alat Penukar Panas)
Penukar panas adalah peralatan utama untuk mentransfer panas antara
aliran panas dan dingin. Mereka memiliki bagian terpisah untuk dua aliran dan
beroperasi secara terus menerus. Mereka juga disebut recuperators untuk
membedakan mereka dari regenerator, di mana panas dan aliran dingin melewati
bergantian melalui saluran yang sama dan pertukaran panas dengan massa
peralatan, yang sengaja dibuat dengan kapasitas panas.
Berikut adalah beberapan jenis tipe heat exchanger yang biasa digunakan:
1. Exchanger plate and frame
Piring dan bingkai exchanger adalah majelis bergelombang dengan piring
ditekan di atas bingkai. Pinggiran berisi cairan dan mengarahkan arus ke
dalam dan keluar dari ruang antara pelat. Panas dan dingin arus
yang sisi berlawanan dari piring. Tutup jarak dan adanya lipatan
menghasilkan koefisien tinggi di kedua sisi dengan faktor shell-and-tube

Universitas Sumatera Utara

dan fouling rendah, pesanan l-5 x 10-s Btu/(hr) (sqft) (°F). Aksesibilitas
panas permukaan pertukaran untuk membersihkan membuat mereka
sangat cocok untuk fouling jasa dan di mana tingkat tinggi sanitasi
diperlukan, seperti dalam pengolahan makanan dan farmasi. Tekanan
operasi dan suhu dibatasi oleh sifat dari bahan gasketing, dengan maksimal
biasa 300 psig dan 400 ° F.
2. Spiral heat exchanger
Cairan panas masuk di tengah elemen spiral dan arus ke pinggiran; aliran
cairan dingin berlawanan, masuk di pinggiran dan meninggalkan di
tengah. Perpindahan panas koefisien tinggi di kedua sisi, dan tidak ada
koreksi log, berarti perbedaan suhu karena aksi berlawanan benar. Faktorfaktor ini dapat menyebabkan permukaan persyaratan 20% atau lebih
kurang dari jenis penukar panas

dinding dan tabung. Jenis spiral

umumnya unggul dengan cairan sangat kental pada tekanan sedang.
Prosedur desain untuk piring spiral dan penukar tabung spiral yang terkait
disajikan oleh Minton (1970), Walker (1982) (dalam Wallas,1982).
3. Compact (flat in) exchanger
Dengan jenis yang sama alat-alat untuk cairan panas dan dingin,
digunakan terutama untuk layanan gas. Alat ini
permukaan

urutan

1200�2 /�3

memiliki ciri khas

(353�� 2 /�� 3 ),

tinggi

kerut

3,8-11,8 mm, ketebalan 0,2-0,6 mm, dan kerapatan sirip 230-700/m. Izin
permukaan diperpanjang besar sekitar empat kali tingkat perpindahan

Universitas Sumatera Utara

panas per satuan volume yang dapat dicapai dengan konstruksi dinding
dan tabung. Unit telah dirancang untuk tekanan sampai 80 atm atau lebih,
dimana panas mengalir dari dalam ke luar daerah berubah secara konstan.
Dengan demikian setara dari Persamaan, untuk silinder panjang N
��

Q = -kN(2�r) ……………………………….…………………………(1)
��

Tabel 1. koefisien Heat Transfer di Kondensor,(Btu / (jam) (�� 2 ) (°F))
Uap air
Pendingin
Btu / (jam) (��� ) (°F)
alkohol
air
100-200
dowtherm
minyak tinggi
60-80
dowtherm
dowtherm
80-120
didih tinggi di bawah vakum
air
18-50
didih rendah
air
80-200
menengah
minyak
25-40
minyak tanah
air
30-65
kerosene
minyak
20-30
nafta
air
50-75
nafta
minyak
20-40
pelarut organik
air
100-200
uap
air
400-1000
uap organik azeotrop
air
40-80
minyak nabati
air
20-50
(Wallas,1988).
Untuk menghasilkan rendemen minyak yang tinggi dengan hasil yang
maksimal maka sistem penyulingan yang paling baik digunakan adalah dengan
menggunakan sistem penyulingan uap langsung. Pada cara ini, ketel perebus air
dipisahkan dari ketel penyuling yakni ketel yang berisi bahan. Uap air yang
dihasilkan pada ketel perebusan air, dialirkan pada sebuah pipa ke dalam ketel
penyuling. Bahan yang disuling diletakkan di atas piringan yang berlubang-lubang
didalam ketel. Piringan boleh lebih dari satu dan disusun secara bertingkat. Untuk
memudahkan bergeraknya uap air ke tingkat yang lebih tinggi, maka harus
disediakan ruang kosong antara bahan yang terletak pada piringan di bawahnya
dengan piringan diatasnya. Uap jernih yang dihasilkan (dengan tekanan lebih dari

Universitas Sumatera Utara

1 atmosfir) dialirkan ke dalam ketel penyuling. Bersama uap air ini, minyak atsiri
dari bahan akan ikut terbawa. Selanjutnya pipa penyalur disalurkan melalui ketel
ketiga yang berfungsi sebagai kondensor. Setelah mengalami proses kondensasi,
campuran minyak dan air kemudian dicampur pada bak pemisah cairan. Dengan
adanya perbedaan berat jenis maka air dapat dipisahkan dari minyak
(Sudaryani dan Sugiharti, 1999).
Minyak hasil sulingan harus segera dipisahkan setelah suhunya menyamai
suhu kamar. Jika tidak, minyak akan menimbulkan bau tengik. Minyak atau lemak
akan mengeluarkan bau tengik bila terjadi oksidasi, yaitu akibat bercampurnya
minyak/lemak, air, dan udara. Hal ini dilakukan agar tidak menurunkan nilai
ekonomis dari minyak tersebut yang mana selama ini seringkali terjadi didalam
industri kecil dan menengah yang tidak tahu dengan baik cara penanganan minyak
atsiri tersebut (Herlina dan Ginting, 2002).
Kandungan yang Terdapat Pada Minyak Atsiri
Minyak atsiri pertama kali diisolasi pada tahun 1300 oleh Arnold de
villanova. Produksi secara modern baru dilakukan oleh Lavoiser pada tahun 17601770. Ditinjau dari segi kimianya minyak atsiri hanya mengandung dua golongan
senyawa, oleoptena dan stearoptena. Oleoptena adalah bagian hidrokarbon di
dalam minyak atsiri dan berwujud cairan. Umumnya senyawa golongan oleoptena
terdiri atas senyawa monoterpen, sedangkan stearoptena adalah senyawa
hidrokarbon teroksigenasi yang umumnya berwujud padat. Steoreptena ini
umumnya terdiri atas senyawa susunan oksigen dan terpen. Hampir semua minyak
atsiri mengandung campuran senyawa kimia, dan biasanya campuran tersebut
sangat kompleks. Sedikit sekali yang mengandung satu jenis komponen kimia

Universitas Sumatera Utara

dengan persentase sangat tinggi, seperti minyak mustard (Brasicca alba) dengan
kandungan alil isotianat 93%, danruk (Melaleuca leucaderon var latifolia) dengan
kandungan metal euganol 98%, kayu manis cina (Cinnamommium Cassia) dengan
kandungan sinamildehida 97%, dan cengkeh (Eugenia aromatica) dengan
kandungan senyawa fenol sekitar 85%, terutama euganol (Agoes, 2007).
Berdasarkan keanekaragaman mutu cengkeh yang bervariasi yang terjadi
akibat pengaruh bahan baku sampai dengan bentuk kepengusahaannya mutu
minyak cengkeh dapat dibedakan menjadi empat bagian mutu, antara lain
1. Special grade
Special grade merupakan mutu cengkeh yang terbaik sperti yang
bersifat utuh, berseri, penuh, uniform, merata, bebas dari jamur, dan
tidak lebih dari; 3% ranting, cengkeh tua dan benda asing, 2% cengkeh
kokher dan 16% kadar air.
2. Mutu No 1
Mutu No 1 cengkeh merupakan mutu yang baik, bersifat utuh, cukup
merata, tidak berjamur dan mengandung tidak lebih dari; 5% ranting,
cengkeh tau, dan benda asing lainnya, 3% cengkeh kokher, dan 16%
kadar air
3. Mutu No 2
Mutu No 2 merupakan mutu cengkeh yang bebas dari jamur dan
mengandung tidak lebih dari; 5% ranting, 7%kokher, dan 16% kadar
air.

Universitas Sumatera Utara

4. Mutu No 3
Mutu No 3 merupakan mutu cengkeh yang mengandung tidak lebih
dari; 5% ranting, cengkeh tua, benda asing lain, 20% cengkeh kokher,
dan 16% kadar air.
Diantara mutu No. 2 dan No. 3 hanya sedikit perbedaanya. Jika ditinjau dari
kegiatan penyulingan maka mutu minyak No. 3 diperkirakan lebih baik karena
biasanya lebih kering dan lebih keras sehingga tidak menimbulkan bahan lengket
dan kerak pada alat-alat destilasi (Guenther, 1991).
Kandungan Kimia Minyak Atsiri Pada Daun Cengkeh
Pada tahun 1960, S. Arctander menyatakan bahwa minyak hasil sulingan
daun cengkeh kering dan daun kayu manis mengandung unsur euganol bermutu
tinggi. Sejak pertengahan tahun 60-an, clove leaf oil (minyak daun cengkeh)
mendapat pasaran luas. Di Negara-negara industri, euganol yang dikandung
minyak tersebut dipisahkan, digunakan untuk bahan baku obat, pewangi teknis
sabun serta deterjen. Bahkan sekarang, meskipun mendapat keengganan di
kalangan pemakai, clove leaf oil mulai mendapat pijakan di industri wewangian.
Unsur euganol maupun phenol sangat mudah bersenyawa dengan besi. Oleh
karena itu, clove oil, clove steam oil, dan clove leaf oil harus dimuat dalam
kemasan botol kaca, drum alumunium, atau drum timah (Harris, 1987).
Minyak daun cengkeh mempunyai kadar eugenol minimal 78% dan betacaryophyllene min 17 % dengan rendemen minyak sebesar 2% (SNI, 2006 dalam
Jayanuddin, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Jirovetz dkk. (2009) yang
menganalisa

komponen

yang

terkandung

minyak

atsiri

daun

cengkeh

Universitas Sumatera Utara

menggunakan penyulingan uap didapat 23 komponen dengan kadar tertinggi yaitu
eugenol 76.8%, β-caryophyllene 17.4%, α-humulene (2.1%), dan eugenyl acetate
1.2%. Rendahnya kadar eugenol terjadi karena sistem pendinginan dan
penampungan sampel yang tidak sempurna, sehingga banyak eugenol yang
menguap (Jayanuddin, 2011).
Rendemen dan Lama Penyulingan
Rendemen adalah perbandingan antara minyak yang dihasilkan dengan
bahan tumbuhan yang diolah. Besarnya rendemen yang dihasilkan antara jenis
bahan yang satu berbeda dengan yang lainnya. Misalnya rendemen minyak sereh
0,8%, minyak kenanga 1,3%, dan nilam berkisar antara 2,5% sampai 4% untuk
jenis Nilam Aceh. Jenis tumbuhan, varietas, tempat pembudidayaan, dan cara
melaksanakan penyulingan sangat mempengaruhi hasil penyulingan. Penyulingan
dianggap selesai bila hasil sulingan yang ditampung tidak lagi mengeluarkan
minyak. Waktu yang dibutuhkan untuk menyuling sangat tergantung pada jenis
bahan yang disuling. Ada tumbuhan yang cepat melepaskan minyak, ada pula
yang lambat. Contohnya, penyulingan minyak lada hanya memakan waktu satu
jam, sereh selama tiga sampai empat jam, sedang minyak bunga kenanga
memakan waktu lebih dari dua hari (Lutoni dan Rahmayati, 2002).

Universitas Sumatera Utara