Laporan Magang Bea Cukai (1)
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tujuan pembangunan nasional sebagaimana tercantum dalam pembukaan
UUD 1945, yaitu “Untuk melindungi segenp bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasakan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Untuk merealisasikan perlu diambil usahausaha nyata yang tidak lain adalah pembangunan nasional yang menyangkut
semua aspek kehidupan masyarakat. Pembangunan nasional merupakan upaya
pembangunan berkesinambungan seluruh kehidupan bangsa dan Negara yang
mana oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat digariskan dalam GBHN untuk
dilaksanakan oleh Pemerintah.
Pelaksanaan tugas pembangunan tersebut pemerintah membutuhkan dana
yang cukup besar dan selalu meningkat setiap tahunnya, sehingga sumber
pendapatan yang harus digerakkan dan sedapat mungkin menggali potensi
sumber-sumber pendapatan baru baik di dalam maupun luar negeri. Kegiatan
pembangunan yang beraneka ragam dan kompleks tersebut harus dilakukan
berdasarkan suatu kerja yang lengkap disertai dengan rencana keuangan atau
rencana kerja yang telah diperhitungkan yang lebih dikenal dengan APBN
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), dan didalam APBN terkandung
perkiraan jumlah pengeluaran dan perkiraan jumlah pendapatan untuk memenuhi
pengeluaran dalam rangka pelaksanaan tugas yang dibebankan kepada
pemerintah. Pendapatan dan Hibah disusun sebagai berikut :
I.
Penerimaan Dalam Negeri
I.1. Penerimaan Perpajakan
I.1.1. Pajak penghasilan
Migas
Non Migas
I.1.2. Pajak Pertambahan Nilai
1
I.1.3. PBB dan BPHTB
I.1.4. Cukai
I.2. Pajak Perdagangan Internasional
I.2.1. Bea Masuk
I.2.2. Pajak Ekspor
Berdasarkan susunan tersebut di atas, nampak bahwa salah satu
penerimaan dalam negeri yang berasal dari perpajakan, khususnya pajak
perdagangan Internasional adalah Bea Masuk yang pelaksanaan pemungutannya
dibebankan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yaitu berupa penerimaan
yang berasal dari pembayaran bea masuk oleh para importer sehubungan dengan
kegiatan memasukkan barang-barang ke dalam daerah pabean. Salah satu faktor
yang menentukan penerimaan bea masuk di Indonesia adalah pengenaan pajak
terhadap produk-produk impor. Peranan pajak terhadap perekonomian sangat
penting karena berdasarkan pasal 1 UU No. 28 tahun 2007 bahwa pajak dipungut
pengusaha berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi
barang-barang dan jasa koletif untuk mencapai kesjahteraan umum. Pengenaan
tariff bea masuk terhadap barang-barang impor bertujuan untuk melindungi
industri dalam negeri, meningkatkan daya saing industri dalam negeri serta
mendorong investasi.
Mengingat besarnya peranan bea masuk untuk meningkatkan pendapatan
negara melalui pungutan pajak atas barang-barang impor, maka penulis tertarik
untuk mengambil judul “Prosedur Penarikan Bea Masuk Pada Direktorat
Jenderal Bea Dan Cukai Kantor Wilayah Jawa Timur I”
B. TUJUAN KEGIATAN MAGANG
1. Tujuan Umum
a. Sebagai sarana untuk membandingkan dan mengaplikasikan teori
yang di dapat di bangku kuliah dengan Kuliah lapangan
b. Sebagai sumbangan informasi bagi pihak – pihak yang
memerlukan penelitian dalam masalah yang sama di masa yang
akan datang.
2
c. Sebagai pengalaman kerja dan bekal pengetahuan bagi penulis
dalam kegiatan masyarakat lainnya.
d. Untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa atas disiplin ilmu
yang ditekuni melalui tambahan keterampilan, wawasan, dan
pengetahuan yang diperoleh dari kegiatan KKN / Magang.
2. Tujuan Khusus
a. Melatih kemampua berfikir secara rasional dalam menghadapi
permasalahan di
Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Kantor
Wilayah Jawa Timur I, khususnya permasalahan di bidang
prosedur penarikan bea masuk.
b. Peserta
magang
dapat
mengetahui
kegiatan-kegiatan
yang
dilakukan di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kantor Wilayah
Jawa Timur I, Khususnya bidang Keberatan dan Banding
c. Dapat menambah wawasan praktis yang terdapat pada institusi
sehingga peserta magang mendapatkan gambaran realitas kerja
yang sesungguhnya dari teori-teori yang diserap selama mengikuti
perkuliahan.
C. MANFAAT KEGIATAN MAGANG
1. Bagi Mahasiswa
a. Mendapatkan pengalaman dan keterampilan selama melaksanakan
kegiatan magang di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai Jawa Timur I
b. Melatih dan menambah pengalaman mengenai dunia kerja.
c. Meningkatkan dan memperdalam kualitas ketrampilan, daya
kreativitas dan kemampuan pribadi.
d. Mendapatkan bahan untuk penuisan karya ilmiah.
3
2. Bagi Fakultas
a. Sebagai masukan untuk mengevaluasi sampai sejauh mana
kesesuaian kurikulum pendidikan yang telah diterapkan dengan
kebutuhan tenaga kerja yang terampil di bidangnya.
b. Membantu dunia pendidikan agar dapat menciptakan mahasiswa
yang professional, berkualitas dan berdisiplin tinggi.
3. Bagi Instansi
a. Membantu menyelesaikan tugas dan pekerjaan sehari-hari di
instansi tempat magang.
b. Institusi mendapatkan alternatif calon karyawan yang telah dikenal
mutu dan kredibilitasnya.
c. Sarana untuk menjembatani hubungan antara instansi dengan
Fakultas Ilmu Administrasi Brawijaya untuk melakukan kerja sama
di masa yang akan datang.
4
BAB II
RENCANA KEGIATAN
A. Tempat Dan Waktu Pelaksanaan
Kegiatan Magang ini dilaksanakan di Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai tepatnya berada di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Jawa Timur I, yang beralamatkan di Jalan Bandara Juanda 39, Semambung,
Sidoarjo. Sebelum kegiatan magang dilakukan, ada beberapa ketentuan dan
peraturan yang berhubungan dengan pelaksanaan kegiatan magang, ketentuan
dan peraturan tersebut disampaikan oleh Kepala Bidang Kepegawaian kepada
calon pelaksana kegiatan magang. Hal tersebut dimaksudkan agar dalam
pelaksanaan magang calon pelaksana magang dapat menjalankan tugas
masing-masing dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Beberapa tata
tertib dan peraturan dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kantor Wilayah
Jawa Timur I untuk calon pelaksana magang dalam pelaksanaan magang
adalah sebagai berikut:
1. Dating tepat waktu sesuai jadwal yang ditentukan yaitu pukul
08.00 s.d 17.00 WIB setiap hari senin s.d kamis sedangkan waktu
istirahat mulai pukul 12.00 – 13.00 WIB sedangkan hari jumat
07.00 s.d 17.00 WIB (diawali dengan senam pagi) waktu istirahat
mulai pukul 11.00 – 13.00 WIB
2. Berperilaku sopan dan santung terhadap seluruh pegawai.
3. Memberitahukan kepada bidang Kepegawaian apabila berhalangan
hadir atau meninggalkan tempat magang.
4. Bertanggung jawab atas setiap tugas yang diberikan, kreatif, jujur
terhadap tugas yang diberikan dalam pelaksanaan kegiatan
magang.
5. Menjaga kebersihan selama dikantor
6. Berpakaian sopan dengan memakai kemeja dan almamater
Universitas Brawijaya.
5
7. Apabila dalam pelaksanaan kegiatan magang peserta magang
mengalami kesulitan, diharapkan untuk dapat bertanya kepada staf
yang bersangkutan.
B. Metode Penelitian
Adapun metode yang digunakan dalam menyusun laporan Magang ini yaitu:
a. Observasi
Metode pengumpulan data dengan cara terlibat langsung pada
kegiatan yang dilakukan Dinas Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai Jawa Timur I yang bersangkutan untuk melihat dan
mengetahui berbagai fenomena yang akan dihadapi dalam
melaksanakan Kegiatan Magang.
b. Interview / Wawancara
Metode pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakan
wawancara langsung dengan karyawan Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I yang dianggap mampu
memberikan masukan data dan informasi yang bermanfaat bagi
penyusunan laporan magang.
c. Data Sekunder
Metode yang digunakan adalah metode dokumentasi. Dalam hal ini
kami
mengadakan
pencatatan
pada
hal-hal
penting
serta
pengambilan data yang berhubungan dengan judul Laporan
kegiatan Magang.
C. Jadwal pelaksanaan
Kegiatan Magang ini dilaksanakan dalam waktu 40 hari kerja efektif
dengan ketentuan jam kerja yang diterapkan untuk peserta Magang seperti
yang telah dijelaskan pada poin A. Yaitu 5 hari kerja efektif selama satu
minggu. Adapun lampiran daftar hadir dan kegiatan mahasiswa secara rinci
yang kami lakukan selama pelaksanaan Kegiatan Magang di Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I, telah kami lampirkan dalam
daftar lampiran. (Lampiran 1)
6
D. Pembagian Kerja
Dalam kegiatan Magang ini, kelompok Magang kami ditempatkan
pada bidang yang sama yaitu bidang Keberatan dan Banding Sehingga
informasi dan pengalaman yang kami dapatkan sama. Namun terkadang jika
divisi/bagian lain memerlukan bantuan, kami juga siap membantu.
Sehubungan pelaksanaan magang yang dilaksanakan mulai tanggal 11 Juli s.d
9 September 2016. Peserta magang yang dimaksud adalah : Arya Senja Bagus
P. dan Nurlaely Wahyu Saputri. Manfaat adanya Bidang Keberatan dan
Banding di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah : fasilitas yang diberikan
oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk wajib pajak yang mengalami
keberatan dalam penetapan bea impor atau ekspor dan pajak yang dibabankan
kepada wajib pajak, sedangkan tugas dari Bidang Keberatan dan Banding
adalah pelaksana teknis dan evaluasi atas keberatan dan banding yang
diajukan oleh wajib pajak atas bead an pajak terutang yang dianggap tidak
sesuai oleh wajib pajak.
7
BAB III
HASIL KEGIATAN
A. Gambaran Umum Lokasi Magang
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah salah satu direktorat yang
berada dibawah naungan Kementrian Keuangan Republik Indonesia yang
mempunyai tugas:
1. Melayani dan mengawasi lalu lintas barang yang masuk dan keluar
wilayah Republik Indonesia.
2. Menghimpun penerimaan negara berupa bea masuk dab cukai serta
pungutan negara lainnya.
Kedua tugas tersebut di atas dapat dijabarkan lagi menjadi beberapa
fungsi, yaitu:
1. Revenue Collector, yaitu sebagai institusi pemungut penerimaan negara
dalam rangka mengoptimalkan penerimaan negara melalui penerimaan
Bea Masuk, Bea Keluar, Cukai dan Pajak Dalam Rangka Impor serta
mencegah kemungkinan terjadinya kebocoran penerimaan negara.
2. Industrial Assistance, yaitu member dukungan kepada industry dalam
negeri sehingga memiliki keunggulan kompetitif dalam pasar
internasional.
3. Trade Facilitator, yaitu sebagai institusi yang memberikan fasilitas
perdagangan
melalui
berbagai
upaya
dengan
tujuan
untuk
meningkatkan kelancaran arus barang dan dokumen, menekan biaya
ekonomi yang tinggi, serta menciptakan iklim perdagangan yang
kondusif guna mendorong peningkatan daya saing perekonomian
nasional maupun internasional.
4. Community Protector, yaitu sebagai institusi pengawasan lalu lintas
barang dalam rangka melindungi kepentingan masyarakat melalu
upaya-upaya
membahayakan
terhadap
masuknya
keamanan
negara,
barang-barang
merusak
yang
kesehatanm
dapat
dan
meresahkan masyarakat, serta dapat merugikan konsumen.
8
B. Sejarah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
CUSTOMS (Instansi Kepabeanan) di mana pun di dunia ini adalah
suatu organisasi yang keberadaannya sangat essensial bagi suatu negara,
demikian pula dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Instansi
Kepabeanan Indonesia) adalah suatu instansi yang memiliki peran yang cukup
penting pada suatu negara.
Bea dan Cukai (selanjutnya kita sebut Bea Cukai) merupakan institusi
global yang hampir semua negara di dunia memilikinya. Bea Cukai
merupakan perangkat negara “konvensional” seperti halnya kepolisian,
kejaksaan, pengadilan, ataupun angkatan bersenjata, yang eksistensinya telah
ada sepanjang masa sejarah negara itu sendiri. Fungsi Bea Cukai di Indonesia
diyakini sudah ada sejak zaman kerajaan dahulu, namun belum ditemukan
bukti-bukti tertulis yang kuat. Kelembagaannya pada waktu itu masih bersifat
“lokal” sesuai wilayah kerajaannya. Sejak VOC masuk, barulah Bea Cukai
mulai terlembagakan secara “nasional”. Pada masa Hindia Belanda tersebut,
masuk pula istilah douane untuk menyebut petugas Bea Cukai (istilah ini
acapkali masih melekat sampai saat ini). Nama resmi Bea Cukai pada masa
Hindia Belanda tersebut adalah De Dienst der Invoer en Uitvoerrechten en
Accijnzen (I. U & A) atau dalam terjemah bebasnya berarti “Dinas Bea Impor
dan Bea Ekspor serta Cukai”. Tugasnya adalah memungut invoer-rechten (bea
impor/masuk), uitvoer-rechten (bea ekspor/keluar), dan accijnzen (excise/
cukai). Tugas memungut bea (“bea” berasal dari bahasa Sansekerta), baik
impor maupun ekspor, serta cukai (berasal dari bahasa India) inilah yang
kemudian memunculkan istilah Bea dan Cukai di Indonesia.
Peraturan yang melandasi saat itu di antaranya Gouvernment Besluit
Nomor 33 tanggal 22 Desember 1928 yang kemudian diubah dengan
keputusan pemerintah tertanggal 1 Juni 1934. Pada masa pendudukan Jepang,
berdasarkan Undang-undang Nomor 13 tentang Pembukaan Kantor-kantor
Pemerintahan di Jawa dan Sumatera tanggal 29 April 1942, tugas pengurusan
bea impor dan bea ekspor ditiadakan, Bea Cukai sementara hanya mengurusi
9
cukai saja. Lembaga Bea Cukai setelah Indonesia merdeka, dibentuk pada
tanggal 01 Oktober 1946 dengan nama Pejabatan Bea dan Cukai. Saat itu
Menteri
Muda
Keuangan,
Sjafrudin
Prawiranegara,
menunjuk
R.A
Kartadjoemena sebagai Kepala Pejabatan Bea dan Cukai yang pertama. Jika
ditanya kapan hari lahir Bea Cukai Indonesia, maka 1 Oktober 1946 dapat
dipandang sebagai tanggal yang tepat.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 1948, istilah
Pejabatan Bea Cukai berubah menjadi nama menjadi Jawatan Bea dan Cukai,
yang bertahan sampai tahun 1965. Setelah tahun 1965 hingga sekarang,
namanya menjadi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
C. Visi dan Misi
1. Visi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yaitu:
Menjadi Institusi Kepabeanan dan Cukai Terkemuka di Dunia. Visi DJBC
mencerminkan cita-cita tertinggi DJBC dengan lebih baik melalui penetapan
target yang menantang dan secara terus-menerus terpelihara di masa depan.
2. Misi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yaitu:
Kami memfasilitasi perdagangan dan industri;
Kami menjaga perbatasan dan melindungi masyarakat Indonesia dari
penyelundupan dan perdagangan illegal; dan
Kami optimalkan penerimaan negara di sektor kepabeanan dan cukai.
Misi ini merupakan langkah spesifik yang harus dikerjakan DJBC demi
tercapainya visi DJBC. peran serta secara keseluruhan terkait dengan
besaran perdagangan, keamanan dan penerimaan merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan.
D. Jenis-jenis Pengenaan Bea dan Cukai
10
a. Bea Masuk
b. Bea Keluar
c. Cukai
d. PPN
e. PPnBM
f. PPh Pasal 22
E. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Guna kelancaran seluruh aktivitas pelayanan dalam rangka mencapai
tujuan Organisai, maka perlu adanya sebuah struktur organisasi. Struktur
organisasi ini sebagai sarana untuk mendelegasikan wewenang dan
tanggungjawab dalam melaksanakan pekerjaan sehingga dapat diperoleh
kepemimpinan yang efektif. Agar kepemimpinan bisa berjalan secara efektif
maka dibutuhkan batasan-batasan wewenang bagi pelaksanaannya. Oleh
karena itu diperlukan sebuah bagan struktur organisasi yang jelas untuk
menjabarkan tugas, wewenang, serta tanggungjawab dari masing-masing
bagian atau divisi sehingga tidak terjadi kerancuan. Struktur Organisasi pada
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I kami
lampirkan pada daftar lampiran. (lampiran 2)
F. Bentuk – Bentuk Dukungan
Ketika kegiatan Magang ini dilaksanakan, begitu banyak pihak yang
ikut membantu dalam memberikan dukungan, terutama dukungan dari Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I. Adapun bentukbentuk dukungan yang ada dalam pelaksanaan Magang dengan judul laporan
“Prosedur Penarikan Bea Masuk Pada Direktorat Jenderal Bea Dan
Cukai Kantor Wilayah Jawa Timur I” adalah sebagai berikut:
4.
Adanya ijin dari pihak Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai Jawa Timur I untuk melaksanakan kegiatan Magang.
11
5.
Adanya perhatian, dukungan serta bimbingan dari para pegawai
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I sehingga
peserta Magang memperoleh banyak manfaat positif dari kegiatan ini.
6.
Memperoleh kesempatan untuk melakukan aplikasi langsung di
dunia kerja, sehingga jika suatu saat mahasiswa lulus dari bangku
perkuliahan tidak buta dengan dunia kerja dan sedikit mendapat gambaran
tentang dunia kerja.
7.
Terciptanya suasana kerja yang kompak dan nyaman, sehingga
dapat dijadikan contoh mahasiswa untuk menghadapi persaingan dunia
kerja nantinya.
G. Hambatan-Hambatan
Selain dukungan yang diberikan kami juga mengalami hambatanhambatan. Adapun hambatan-hambatan yang timbul dalam pelaksanaan
Magang dengan judul laporan “Prosedur Penarikan Bea Masuk Pada
Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Kantor Wilayah Jawa Timur I”
adalah sebagai berikut:
1.
Penempatan pelaksanaan kegiatan magang pada bidang yang kurang
sesuai dengan judul yang diangkat pada laporan magang, sehingga sulit
untuk membagi waktu antara melakukan tugas yang diberikan selama
magang dengan mengumpulkan data yang sesuai untuk laporan
Magang/KKN.
2.
Waktu pelaksanaan kegiatan magang yang sangat terbatas membuat
kami belum merasakan bekerja atau mengetahui suasana kerja di semua
divisi/bagian yang ada di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai Jawa Timur I akibat keterbatasan waktu.
3.
Pembagian kerja pada bidang yang sama antar mahasiswa/mahasiswi
pada kelompok kami, membuat pengetahuan yang kami dapat terbatas
dalam bertukar informasi.
12
H. Prosedur Penarikan Bea Masuk Terhadap Barang Impor
Tata Laksana Kepabeanan di Bidang Impor
1. Kedatangan Sarana Pengangkut, Pembongkaran dan Penimbunanan
Barang Impor
1.1. Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut (RKSP) dan Jadwal
Kedatangan Sarana Pengangkut (JKSP)
Pengangkut yang datang dari luar daerah pabean atau dalam
daerah pabean yang mengangkut barang impor dan/atau barang ekspor
wajib menyerahkan pemberitahuan berupa BKSP kepada pejabat bea dan
cukai di setiap kantor pabean yang akan disinggahi. RKSP wajib
disampaikan sebelum kedatangan sarana pengangkut, kecuali sarana
pengangkut darat. Saat kedatangan sarana pengangkut adalah:
a. Untuk sarana pengangkut melalui laut pada saat sarana
pengangkut tersebut memasuki kawasan perairan di pelabuhan
b. Untuk sarana pengangkut melalui udara pada saat sarana
pengangkut tersebut mendarat di landasan bardar udara.
c. Untuk sarana pengangkut melalui darat pada saat sarana
pengangkut tersebut tiba di Kantor Pabean tempat pemasukan.
1.2. Kedatangan Sarana Pengangkut
Pengangkut yang datang dari luar daerah pabean atau dalam
daerah pabean yang mengangkut barang impor, barang ekspor wajib
menyerahkan pemberitahuan berupa Inward Manifest kepada pejabat di
kantor pabean sebelum melakukan pembongkaran.
Inward Manifest (Manifes Kedatangan Sarana Pengangkut) adalah
daftar barang niaga yang diangkut oleh sarana pengangkut melalui laut,
udara, dan darat pada saat memasuki kawasan pabean. Inward Manifest
yang telah diterima mendapat nomor pendaftaran di kantor pabean
merupakan Pemberitahuan Pabean BC 1.1 dan berlaku sebagai persetujuan
pembongkaran barang.
13
1.3. Pembongkaran dan Penimbunan Barang Impor
Pembongkaran barang impor dilaksanakan di kawasan pabean
atau tempat lain setelah mendapatkan ijin dari Kepala Kantor Pabean atau
Pejabat yang ditunjuknya. Paling lama 12 jam setelah selesai
pembongkaran barang impor, pengangkut wajib menyampaikan daftar
kemasan atau petikemas atau jumlahbarang curah yang telah dibongkar
kepada Pejabat di Kantor Pabean. Penyerahan pemberitahuan dimaksud
dilakukan secara manual atau melaui media elektronik.
Pengangkut
yang
tidak
dapat
mempertanggungjawabkan
terjadinya kelebihan bongkar atas jumlah kemasan atau petikemas atau
barang curah yang diberitahukan, diwajibkan untuk melunasi Bea Masuk
dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) yang seharusnya dibayar berikut
sanksi administrasi berupa denda. Sebaliknya pengankut yang tidak dapat
mempertanggungjawabkan kelebihan bongkar atau jumlah kemasan atau
petikemas atau barang curah yang diberitahukan akan dikenai sanksi
administrasi berupa denda.
2. Pengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai
2.1. Pemberitahuan Impor Barang
PIB adalah pemberitahuan pabean untuk pengeluaran barang yang
diimpor untuk dipakai. Importir dapat melakukan perubahan atau
kesalahan data PIB dengan mengajukan permohonan kepada Kepala
Kantor Pabean. Importir wajib melakukan pembayaran Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) atas pelayanan PIB melalui Bank Devisa
Persepsi, pos persepsi, atau Kantor Pabean paling lambat pada
penyampaian PIB.
PIB dibuat oleh importir berdasarkan dokumen pelengkap pabean
berupa invoice dan packing list dengan menghitung sendiri bea masuk dan
PDRI yang seharusnya dibayar. Dalam hal pengurusan PIB dimaksud tidak
dilakukan sendiri, importir menguasakan kepada Pengusaha Pengurusan
14
Jasa Kepabeanan (PPJK). PPJK adalah badan usaha yang melakukan
pengurusan pemenuhan kewajiban pabean atas nama importir.
a. Cara Penyampaian PIB
Penyampaian PIB ke Kantor Pabean dilakukan untuk setiap
pengimpor setelah pengangkut menyampaiakan pemberitahuan pabean
mengenai barang yang akan diangkut (BC 1.1). PIB disampaikan dalam
data elektronik, yaitu disampaikan melalui sistem Pertukaran Data
Elektronik (PDE)/ Elektronik Data Interchance (EDI). EDI/PDE adalah
alur informasi bisnis antar aplikasi dan organisasi secara elektronik, yang
terintegrasi dengan standar yang disepakati bersama.
b. Pembayaran Bea Masuk dan PDRI
Khusus importisasi di Kantor Pabean yang telah menerapkan
sistem PDE Kepabeanan, pembayaran bea masuk dan PDRI dilakukan
sebagaimana dimaksud pada Bank Devisa Presepsi atau Pos Presepsi yang
terhubung dengan sistem PDE Kepabeanan. Pembayaran dilakukan
dengan menggunakan Surat Setora Pabean Cukai dan Pajak (SSPCP).
SSPCP yang disampaikan ke Kantor Pabean harus mencantumkan Nomor
Transaksi Bank (NTB) atau Nomor Transaksi Pos (NTP) dan/atau Nomor
Transaksi Penerimaan Negara (NTPN). NTB / NTP / NTPN dimaksud atas
PIB yang didaftarkan di Kantor Pabean yang telah menerapkan sistem
PDE Kebapeanan disampaikan
secara elektronik oleh Bank Devisa
Presepsi atau Pos Presepsi ke Kantor Pabean.
c. Nilai Pabean, NDPBM, Penetapan Tarif dan Perhitungan
Bea Masuk
1. Nilai pabean
Nilai pabean untuk perhitungan bea masuk dan PDRI
adalah nilai transaksi dari barang yang bersangkutan.
15
2. Penerapan Nilai Dasar Perhitungan Bea Masuk
(NDPBM)
Untuk perhitungan bea masuk dan PDRI, dipergunakan
NDPBM. Nilai tukar mata uang yang dipergnakan sebagai NDPBM
adalahditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan yang
diterbitkan secara berkala (satu minggu sekali).
3. Klasifikasi dan Pembebanan Barang Impor
Klasifikasi dan Pembebanan Barang Impor untuk
perhitungan bea masuk dan PDRI berpedoman pada Buku Tarif
Kepabeanan Indonesia (BTKI). Apabila terjadi perubahan ketentuan di
bidang impor yang berakibat pembebanan menjadi berbeda dengan BTKI,
maka berlaku ketentuan perhtungan yang baru.
4. Penghitungan Bea Masuk, Cukai, dan PDRI
Bea masuk yang harus dibayar dihitung dengan cara
sebagai berikut :
i. Untuk tarif advolorum :
Bea masuk = nilai pabean X NDPBM X
pembepanan bea masuk.
ii. Untuk tarif spesifik :
Bea
masuk
=
jumlah
satuan
barang
X
pembebanan bea masuk per satuan barang.
PPN, PPnBM, dan PPh yang seharusnya dibayar,
dihitung dengan cara sebagai berikut :
i. PPN = %PPN X (nilai pabean + bea masuk +
cukai)
ii. PPnBM = %PPnBM X (nilai pabean + bea
masuk + cukai)
iii. PPh = %PPh X (nilai pabean + bea masuk +
cukai)
16
d. Pemeriksaan Pabean dan Penetapan Jalur Pemeriksaan
Pabean Secara Selektif
Barang Impor yang telah diajukan PIB dilakukan pemeriksaan
pabean secara selektif berdasarkan manajemen resiko, meliputi penelitian
dokumen dan pemeriksaan barang secara fisik. Dalam rangka pemeriksaan
pabean secara selektif, maka ditetapkan jalur pengeluaran yaitu sebagai
berikut :
i.
Jalur Merah
Adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran
Barang Impor dengan dilakukan pemeriksaan fisik dan penelitian
dokumen sebelum penerbiran SPPB.
Importir yang barang
impornya ditetapkan melalui
jalur merah wajib :
Menyerahkan hardcopy PIB, dokumen pelengkap
pabean, dan SSPCP, dalam hal PIB disampaikan dengan
menggukanan sistem PDE Kepabeanan.
Menyiapkan barang untuk diperiksa.
Hadir dalam pemeriksaan fisik, dengan jangka waktu
paling lama 3 hari kerja setelah tanggal Surat
Pemberitahuan Jalur Merah (SPJM).
ii.
Jalur Kuning (Jalur Merah Bersyarat)
adalah bentuk Jalur Hijau karena sesuatu hal (ada nota
intelijen atau perintah pemeriksaan random komputer) menjadi Jalur
Merah Bersyarat atau Jalur Kuning adalah perlakuan pabean atas
Pemberitahuan Impor Barang (PIB) karena memenuhi kriteria yaitu
Uraian jenis barang jelas dan spesifik
Karena spesifik, klasifikasi tarif benar
Harga nilai pabean dapat diterima
17
Tidak ada atau ada nota intelijen
Ada perintah pemeriksaan random/acak oleh komputer
atau Importir baru atau Importir mempunyai reputasi
(track record) yang kurang baik (jelek)
iii.
Jalur Hijau
Adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran
Barang Impor dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik, tetapi dilakukan
penelitian dokumen setelah penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran
Barang (SPPB).
iv.
Jalur MITA Prioritas
Jalur MITA atau Jalur Prioritas diperuntukkan bagi
Mitra Utama (MITA) yaitu importir, direksi dan ditetapkan oleh Direktur
Teknis Kepabeanan atas nama Direktur Jenderal. Jalur MITA Prioritas
yaitu mekanisme pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor
oleh Importir Jalur Prioritas dengan langsung diterbitkan SPPB tanpa
dilakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen.
3. Tata Kerja Penyelesaian Barang Impor
Tata Kerja Penyelesaian Barang Impor untuk dipakai dengan PIB yang
disampaikan melalui Sister Kepabeanan:
3.1. Pendaftaran PIB
1. Importir mengisi PIB secara lengkap dengan menggunakan
program aplikasi PIB. Yang didasarkan pada data dan informasi
dari dokumen pelengkap pabean.
2. Importir melakukan pembayaran bea masuk, PDRI, dan PNBP
melalui Bank Devisa Presepsi / Pos Presepsi yang telah
terhubung dengan sistem PDE Kepabeanan.
3. Importir mengirim data PIB secara elektronik ke Sistem
Komputer Pelayanan (SKP) di kantor Pabean.
4. Bank Devisa Presepsi / Pos Presepsi mengirim credit advice
secara elektronik ke SKP di Kantor Pabean.
18
5. SKP di Kantor Pabean menerima data PIB dan melakukan
penelitian ada atau tidaknya pemblokiran Importir dan PPJK.
Dalam hal hasil penelitian menunjukkan Importir diblokir, SKP
menerbitkan respon penolakan.
6. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan importir tidak
diblokir, maka SKP melakukan penelitian data PIB yang
meliputi:
Kelengkapan pengisian data PIB
Pembayaran bea masuk, cukai, dan PDRI
Pembayaran PNBP
Nomor dan tanggal pengajuan
Kesesuaian PIB dengan BC 1.1
Kode dan nilai tukar valuta asing ada dalam data NDPBM
Importir memiliki Nomor Identitas Kepabeanan (NIK)
Setelah pengisian data PIB telah sesuai, maka selanjutnya SKP
meneruskan data PIB yang memerlukan penelitian lebih lanjut terkait
dengan ketentuan larangan / pembatasan kepada Pejabat yang menangani
penelitian data PIB tidak sesuai, maka SKP mengirim respon penolakan
dan kemudian importir melakukan perbaikan data PIB sesuai respon
penolakan dan mengirimkan kembali data PIB yang telah diperbaiki.
3.2. Sistem Pelayanan Impor
1. Pengeluaran barang impor yang ditetapkan melalui Jalur
Merah:
a.
SKP mengirim respon SPJM kepada Importir serta
meminta hasil cetak PIB, dokumen pelengkap pabean, dan
dokumen pemesanan pita cukai untuk BKC yang
pelunasan cukainya dengan cara peletakan pita cukai.
b. Importir menerima respon SPJM dan menyerahkan hasil
cetak PIB, dokumen pelengkap pabean, dan dokumen
19
pemesanan pita cukai untuk BKC yang pelunasan cukainya
dengan cara peletakan pita cukai kepada Pejabat Pemeriksa
Dokumen melalui Pejabat Penerima Dokumen paling
lambat 3 hari kerja setelah tanggal SPJM.
c.
Jika hasil pemeriksaan fisik serta penelitian tarif dan nilai
pabean menunjukkan kesamaan dengan pemberitahuan,
maka Bea Masuk dan PDRI, dan sanksi administrasi telah
dilunasi, dan ketentuan larangan / pembatasan telah
dipatuhi, maka Pejabat Pemeriksa Dokumen menerbitkan
SPPB.
d. Namun, jika hasil penelitian menunjukkan ketidak
sesuaian serta tidak ada tindak lanjut dari unit pengawasan,
maka Pejabat Pemeriksa Dokumen melakukan penelitian
tarif dan nilai pabean, serta pemenuhan ketentuan tentang
larangan / pembatasan. Kemudian SKP mengirimkan Surat
Penetapan Tarif dan Nilai Pabean (SPTNP) kepada
importir jika terdapat kekurangan pembayaran bea masuk
dan PDRI, dan Pejabat Pemeriksa dokumen menerbitkan
Nota Pemberitahuan Barang Larangan (NPBL) jika
ditemukan barang yang terkena ketentuan larangan /
pembatasan.
Selanjutnya
importir
menerima
respon
SPTNP dan NPBL, kemudian melakukan pelunasan
pembayaran be masuk, PDRI dan sanksi administrasi serta
menyerahkan persyaratan yang terkait dengan ketentuan
larangan / pembatasan.
2. Pengeluaran barang impor yang ditetapkan melalui Jalur Hijau
setelah melalui ”Pemindai Peti Kemas (Container Scanner)”.
a.
Sistem Komputer Pelayanan (SKP) mengirim respon
SPPB bertanda ”pemindai peti kemas” kepada importir.
b. Importir menerima respon SPPB bertanda ”pemindai peti
kemas” dan mencetaknya.
20
c.
Importir menyiapkan peti kemas untuk dilaksanakan
pemeriksaan fisik melalui pemindai peti kemas.
d. Pejabat pemindai peti kemas melakukan pemindaian
terhadap Barang Impor dan melakukan penelitian terhadap
tampilan hasil pemindaian.
e.
Pejabar pemindai peti kemas menulis keputusan pada
Laporan Hasil Analisis Tampilan (LHAT), merekamnya ke
dalam SKP, serta menyampaikan kembali PIB, LHAT, dan
SPPB bertanda ”pemindai peti kemas” kepada pejabat
yang menangani pelayanan pabean.
f.
Apabila kesimpulan dalam LHAT menunjukkan sesuai
Pejabat yang menangani pelayanan pabean menerbitkan
tanda
”SETUJU
KELUAR”
pada
SPPB
bertanda
”pemindai peti kemas” dan menyampaikan kepada
importir untuk pengeluaran barang dari Kawasan Pabean.
g.
Apabila
kesimpulan
LHAT
menunjukkan
perlu
pemeriksaan fisik barang, maka:
Pejabat
yang
menangani
pelayanan
pabean
menerbitkan instruksi pemeriksaan kepada Pejabat
Pemeriksa Barang.
Pejabat
Pemeriksa
Barang
menerima
instruksi
pemeriksaan, LHAT, hasil cetak peti kemas, dan SPPB
bertanda ”pemindai peti kemas”.
Pejabat Pemeriksa Barang melakukan pemeriksaan
fisik, membuat Berita Acara Pemeriksaan Fisik (BAP
Fisik), serta membuat dan merekam Laporan Hasil
Pemeriksaan Fisik Barang (LHP).
Pejabat
Pemeriksa
Barang
mengirimkan
SPPB
bertanda ”pemindai peti kemas”, LHAT, hasil cetak
pemindai, LHP, dan BAP Fisik kepada Pejabat yang
menangani pelayanan pabean.
21
Jika hasil penelitian telah sesuai, maka Pejabat yang
menangani pelayanan pabean menerbitkan catatan
”SETUJU KELUAR” pada SPP bertanda ”pemindai
peti kemas”.
Pemindai peti kemas (container scanner) adalah alat yang
digunakan untuk melakukan pemeriksaan fisik barang dalam peti kemas
atau kemasan dengan menggunakan teknologi sinar X (X-Ray) atau sinar
gamma (Gamma Ray).
3.3. Pengeluaran Barang Impor
a. Importir menyerahkan SPPB kepada Pejabat yang mengawasi
pengeluaran barang.
b. Pejabat mengawasi pengeluaran barang dari Kawasan Pabean
oleh Importir berdasarkan SPPB.
c. Importir menerima SPPB yang diberikan catatan oleh Pejabat
yang mengawasi pengeluaran barang.
d. Importir mengeluarkan Barang Impor dari Kawasan Pabean.
4. Pungutan Dalam Rangka Impor
4.1. Bea Masuk
Bea masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang-undang
No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang No. 17 Tahun 2006 yang dikenakan terhadap barang
impor. Terdapat 2 cara menghitung Bea Masuk yaitu sebagai berikut :
1. Tarif Spesifik
Yaitu perhitungan bea masuk dengan cara mengalikan jumlah
satuan barang tarif pembebanan bea masuk. Jenis barang impor
yang dikenakan tarif spesifik ditetapkan oleh Menteri
Keuangan. Terdapat jenis barang yang ditetapkan tarif spesifik
yaitu beras, gula, impor BKC dan film.
Contoh:
22
Impor Beras sebanyak 10.000Kg, (Bea Masuk Rp. 450/Kg),
maka Bea Masuk yang wajib dibayar adalah 10.000 X Rp. 450
= Rp.4.500.000,2. Tarif Advalorum
Barang impor dipungut bea masuk berdasarkan tarif setinggitingginya 40% dari nilai pabean untuk penghitungan Bea
Masuk. Dalam hal jenis valuta asing tidak diatur dalam
Keputusan Menteri Keuangan tentang kurs pajak, NDPBM
yang digunakan adalah nilai tukar yang berlaku pada Bank
Indonesia.
Bea Masuk yang dibayar adalah hasil perkalian dari nilai
pabean dengan presentase tarif pabean bea masuk sebagaimana
tertera dalam Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI).
Contoh :
Bahan baku obat berupa ampicillin trylidrate, dengan nilai CIF
USD 10.000; diimpor dari India. Besarnya tarif Bea Masuk
adalah 10%, NDPBM yang berlaku adalah USD 1 = 13.000
Jadi Bea Masuk yang wajib dibayar adalah:
10% X 10.000 X Rp. 13.000 = Rp. 13.000.000
CIF (cost Insurance Freight) adalah hasil penjumlahan antara
nilai FOB, Freight dan Insurance.
4.2. Bea Masuk Imbalan
Dasar hukum dari pengenaan Bea Masuk Imbalan adalah pasal 21
dan 22 UU No. 17 Tahun 2006 tentang perubahan UU No. 10 Tahun 1995
tentang Kepabeanan. Bea Masuk Imbalan dikenakan terhadap barang
impor dalam hal:
a. Ditemukan
adanya
subsidi
yang
diberikan
di
negara
pengekspor terhadap barang impor yang bersangkutan, dan
b. Impor barang tersebut:
23
Menyebabkan kerugian terhadap industri dalam negeri
yang memproduksi barang sejenis.
Mengancam terjadinya kerugian terhadap industri
dalam negeri yang memproduksi barang sejenis.
Menghalangi pengembangan industri barang sejenis
dalam negeri.
4.3. Bea Masuk Anti Dumping
Dasar hukum pengenaan Bea Masuk Anti Dumping adalah pasal
18 dan 19 UU No. 17 Tahun 2006 tentang perubahan UU No. 10 Tahun
1995 tentang Kepabeanan. Bea Masuk Anti Dumping dikenakan terhadap
barang impor dalam hal:
a. Harga ekspor dari barang tersebut lebih rendah nilai
nomilnalnya, dan
b. Impor barang tersebut:
Menyebabkan kerugian terhadap industri dalam negeri
yang memproduksi barang sejenis.
Mengancam terjadinya kerugian terhadap industri
dalam negeri yang memproduksi barang sejenis.
Menghalangi pengembangan industri barang sejenis
dalam negeri.
Bea Masuk Anti Dumping dikenakan terhadap barang impor
setinggi-tingginya sebesar selisih antara nilai nomilnal dengan harga
ekspor dari barang tersebut.
Contoh : Carbon Black dengan nilai CIF USD 50.000; ekspor dari India.
Besarnya tarif Bea Masuk Anti Dumping adalah 11% NDPBM yang
berlaku USD 1 = Rp. 13.000, maka Bea Masuk Anti Dunping yang harus
dibayar adalah 11% X 50.000 X Rp. 13.000 = Rp. 71.500.000,-
24
4.4. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Dasar hukum pengenaan adalah UU No. 8 Tahun 1983, UU No. 11
Tahun 1994, dan UU No. 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai,
terakhir diubah dengan UU No. 42 Tahun 2009 Tarif PPN adalah 10%
dikenakan dengan hasil pemjumlahan antara nilai pabean (CIF) ditambah
Bea Masuk dan Cukai.
Contoh penghitungan PT. XYZ di Surabaya mengimpor dari Jepang 100
set AC merk ”X”, yang digunakan pada mobil dengan harga CIF USD
10.000 (Bea Masuk 15%, PPN 10% dan PPnBM 20%) NDPBM USD 1 =
Rp. 13.000.
Nilai CIF
: 10.000 X Rp. 13.000
= Rp. 130.000.000
Bea Masuk
: 15% X Rp. 130.000.000
= Rp. 19.500.000
PPN
: 10% X (Rp. 130.000.000 + Rp. 19.500.000)
= Rp. 14.950.000
4.5. Pajak Penjualan Atas Brang Mewah (PPnBM)
Dasar hukum pengenaan adalah UU No. 8 tahun 1983, UU No. 11
Tahun 1994, dan UU No. 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai,
terakhir diubah dengan UU No. 42 Tahun 2009. Besarnya tarif PPnBM
adalah 10%, 20%, dan 35% tergantung penetapan Menteri Keuangan.
PPnBM yang harus dibayar importir dalah hasil perkalian presentase tarif
PPnBM dengan penjumlahan antara Nilai Pabean (CIF) dan Bea Masuk
serta Cukai yang benar-benar dibayar.
Contoh penghitungan PT. XYZ di Surabaya mengimpor dari Jepang 100
set AC merk ”X”, yang digunakan pada mobil dengan harga CIF USD
10.000 (Bea Masuk 15%, PPN 10% dan PPnBM 20%) NDPBM USD 1 =
Rp. 13.000.
Nilai CIF
: 10.000 X Rp. 13.000
= Rp. 130.000.000
Bea Masuk
: 15% X Rp. 130.000.000
= Rp. 19.500.000
PPnBM
: 20% X (Rp. 130.000.000 + Rp. 19.500.000)
= Rp. 29.900.000
25
4.6. Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22
Dasar hukum Pajak Penghasilan atas Impor Barang adalah UU No.
7 Tahun 1983, UU No. 10 Tahun 1994, dan UU No. 17 Tahun 2000
tentang Pajak Penghasilan terakhir diubah dengan UU No. 34 Tahun 2008.
Besarnya tarif PPh Pasal 22 adalah sebagai berikut:
Untuk importir yang mempunyai Angka Pengenal Impor
(API) adalah 2,5% X Nilai Impor.
Untuk importir yang tidak menmpunyai Angka Pengenal
Impor (API) adalah 7,5% X nilai Impor.
Yang
dimaksud
dengan
Nilai
Impor
adalah
hasil
penjumlahan antara CIF dengan pungutan pabean dan
cukai.
Contoh penghitungannya PT. XYZ (API No.5678/IU/99) di Surabaya
mengimpor dari Jepang 100 set AC merk ”X”, yang digunakan pada mobil
dengan harga CIF USD 10.000 (Bea Masuk 15%, PPN 10% dan PPnBM
20%) NDPBM USD 1 = Rp. 13.000.
Nilai CIF
: 10.000 X Rp. 13.000
= Rp. 130.000.000
Bea Masuk
: 15% X Rp. 130.000.000
= Rp. 19.500.000
PPh
: 2,5% X (Rp. 130.000.000 + Rp. 19.500.000)
= Rp. 3.737.500
4.7. Sanksi Berupa Denda
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2009 tentang
Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda Di Bidang kepabeanan,
sanksi administrasi berupa denda dikenakan hanya apabila terdapat
pelanggaran yang diatur dalam Undang-undang Kepabeanan.
Contoh : Pada tanggal 17 Agustus, pengangkut barang impor melakukan
pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 8A ayat (2) Undangundang Kepabeanan, yaitu jumlah barang impor yang dibongkar kurang
dari
yang
diberitahukan
dalam
pemberitahuan
pabean,
sehingga
berdasarkan Undang-undang Kepabeanan dikenai sangksi administrasi
26
berupa denda paling sedikit Rp. 25.000.000, dan paling banyak Rp.
250.000.000. untuk mengekanan sanksi administrasi berupa denda
terhadap pengangkut tersebut di atas terlebih dahulu harus dilihat jumlah
pelanggaran yang dilakukan oleh pengangkut tersebut dalam kurun waktu
6 bulan terakhir, dihitung sejak tanggal terjadinya pelanggaran terakhir di
suatu Kantor Pabean tempat dilakukan pemenuhan kewajiban pabean.
Dalam kasus ini, kurun waktu 6 bulan terakhir adalah
18 Februari
sampai 17 Agustus. Apabila dalam kurun waktu tersebut pengangkut
misalnya melakukan 3 kali pelanggaran, maka dikenakan denda 5 kali dari
denda minimum, yaitu sebesar Rp. 125.000.000
27
BAB IV
PEMBAHASAN
Salah satu alasan perdagangan antar negara adalah ketidak mampuan suatu
negara untuk memenuhi kebutuhannya sendiri karena faktor lingkungan atau
sumber daya tertentu yang sangat mempengaruhi dalam kemampuan negara
tersebut untuk memenuhi kebutuhannya terhadap suatu jenis barang. Salah satu
solusi dari permasalahan ini adalah melalui kegiatan impor. Impor adalah suatu
proses perdagangan yang terjadi antar negara, yang dimana kita bertindak sebagai
pembeli produk dari negara lain.
Dalam rangka memenuhi tugas dan fungsi Direktorat Jenderal bea dan
Cukai di Bidang Kepabeanan, yaitu pengawasan lalu lintas barang masuk dan
keluar Daerah Pabean Republik Indonesia serta pemungutan bea masuk atas
barang impor berdasarkan Undang-undang No. 10 tahun 1995 tentang
Kepabeanan diperlukan suatu sarana yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan
untuk penyederhanaan proses-proses pelayanan dan pemberian fasilitas serta
penerapan sistem pelayanan dokumen yang berbasis teknologi informasi,
sehinggamuncullah suatu sistem yang disebut dengan Elektronic Data interanche
(EDI), atau ada juga yang menyebut dengan Pertukaran Data Elektronik (PDE).
EDI adalah penyerahan pemberitahuan pabean oleh mitra kerja pabean serta
pemberian keputusan oleh administrasi pabean dengan menggunakan format
standar internasional melalui sistem komputer dan sarana komunikasi data,
sehingga dengan adanya sistem EDI/PDE terhadap beberapa kebutuhan yang
dirasakan oleh eksportir, Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK), agen
pengangkut, pengusaha TPS/TPB, dan Bank.
A. Kelebihan Yang Dapat Diperoleh Dalam melaksanakan Prosedur Barang
Impor
a. Kelebihan prosedur barang impor dengan menggunakan sistem
EDI/PDE:
28
1. Mempermudah proses impor yang akan dilaksanakan oleh negara
terkait. Jika importir dapat menjalankan semua persyaratan dan tahaptahap impor dengan baik, maka importasi yang dilaksanakan akan
berjalan lebih mudah, tanpa adanya sanksi, denda, penyitaan, serta
pemusnahan barang impor akibat kecurangan importir.
2. Pelayanan dokumen pabean lebih mudah dan cepat karena sebelumnya
sistem yang digunakan adalah manual, sehingga pengerjaannya
membutuhkan waktu yang lama.
3. Pengawasan pabean lebih efektif dan efisien, sistem EDI/PDE telah di
program dengan standar dan ketentuan tertentu, sehingga data yang
diproses dapat diselesaikan sesuai target.
4. Peningkatan kelancaran arus barang dengan menggunakan sistem
SDI/PDE data akan diproses secara cepat, sehingga tidak melimbulkan
penumpukan
data
yang
berakibat
memperlambatnya
proses
penyelesaian impor.
5. Kemudahan pengumpulan data serta pembentukan sistem informasi
dan statistik.
6. Meningkatkan citra dan daya saing Indonesia di Dunia Internasional,
karena sistem EDI/PDE telah dianjurkan dan direkomendasikan oleh
WTO (World Trade Organization) dan WCO (World Custom
Organization) dalam hal pemanfaatan teknologi informasi dalam
sistem pelayanan kepabeanan.
b. Kemudahan Di Bidang Pelayanan Impor
1. Pemberitahuan Pendahuluan
Importir dapat menyampaikan pemberitahuan pendahuluan dengan
mengajukan PIB paling cepat 3 hari kerja sebelum dilakukan pembongkaran
barang impor bagi importir lainnya setelah mendapatkan persetujuan Kepala
Bidang Pelayanan Fasilitas Pabean dan Cukai atau pejabat yang ditunjuknya.
29
2. Pelayanan Segera
Untuk mendapatkan pelayanan segera, importir mengajukan:
a. Dokumen Pelengkap Pabean dan Jaminan sebesar Bea Masuk dan
PDRI.
b. Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK) dilampiri Dokumen
Pelengkap Pabean dan bukti pembayaran atau jaminan sebesar Bea
Masuk dan PDRI sepanjang importasi dilakukan oleh orang
perorangan dan tidak untuk diperdagangkan.
Pelayanan segera dimaksud hanya dapat diberikan terhadap importasi
a. Organ tubuh manusia antara lain ginjal, kornea mata, atau darah.
b. Jenazah atau abu jenazah.
c. Brang yang dapat merusak lingkungan antara lain barang yang
mengandung radiasi.
d. Binatang hidup.
e. Tumbuhan hidup.
f. Surat kabar, majalah yang peka waktu, dan.
g. Barang berupa dokumen.
Pelayanan segera terhadap barang impor berupa barang yang dapat
merusak lingkungan dan tumbuhan hidup hanya dapat diberikan apabila telah
mendapatkan izin dati instansi teknis.
3. Penimbunan Barang Impor di Gudang atau Lapangan Importir di Luar
Kawasan Pabean
Penimbunan barang impor dapat dilakukan di gudang atau lapangan
importir di luar Kawasan Pabean setelah mendapat persetujuan dari kepala Kantor
Pabean atau Pejabat yang ditunjuknya, dalam hal:
a. Keadaan darurat (force majeur).
b. Sifat baarang yang bersangkutan sedemikian rupa sehingga tidak
dapat ditimbun di Kawasan Pabean.
30
c. Kongesti (banyaknya barang yang tertimbun di suatu tempat yang
menyebabkan kemacetan arus barang) yang dinyatakan secara
tertulis oleh pihak terkait/berwenang, dan.
d. Alasan
lainnya
berdasarkan
pertimbangan
Kepala
Bidang
Pelayanan Pabean dan Cukai atau Pejabat yang ditunjuknya, dan
tempat tersebut memenuhi syarat untuk dilakukan penimbunan.
4.
Pemeriksaan Barang Impor di Gudang atau lapangan Penimbunan
Milik Importir
Pemeriksaan barang impor di gudang atau lapangan penimbunan milik
importir dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Kepala Kantor Pabean
atau Pejabat yang ditunjuknya. Persetujuan dimaksud sekaligus merupakan izin
untuk menimbun barang impor di gudang atau lapangan milik importir yang
bersangkutan. Penyelesaian pemeriksaan barang impor dilakukan sesuai tata kerja
penyelesaian barang impor pada umumnya.
5.
Pemberitahuan Pendahuluan dan Pengambilan Contoh Untuk
Pembuatan PIB
Pemberitahuan
pendahuluan
dan
pengambilan
contoh
untuk
pembuatan PIB dapat dilakukan dalam hal importir tidak dapat menetapkan
sendiri tarif atau perhitungan nilai pabean sebagai dasar untuk perhitungan Bea
Masuk dan PDRI, karena uraian barang atau rincian nilai pabean yang tercantum
dalam dokumen pelengkap pabean tidak jelas.
6.
Pengemas Yang Dipakai Berulangkali
Importir dapat mempergunakan pengemas yang dipakai berulangkali
dalam pelaksanaan impornya. Izin pemasukan dan pengeluaran pengemas yang
dipakai berulangkali ke dan/atau dari daerah pabean diberikan oleh Kepala Kantor
Fasilitas atau Pejabat yang ditunjuknya dan berlaku untuk jangka waktu 1 tahun
dan setiap tahunnya dapat diperpanjang atas permohonan importir.
31
Selain beberapa kelebihan yang telah disebutkan di atas, proses impor
barang juga memiliki beberapa kelemahan atau hambatan yang sering terjadi, baik
yang disebabkan oleh pihak importir, sistem yang digunakan dan pihak-pihak lain
yang terkait dengan proses impor barang.
B. Kelemahan Yang di Hadapi Dalam Proses Impor Barang
1. Pemeriksaan container belum dapat mendeteksi barang secara cepat dan
maksimal.
2. Tarif barang yang diberitahukan oleh importir kadang tidak sesuai dengan
tarif yang telah ditetapkan dalam BTKI.
3. Kapal bongkar muat diluar kawasan pabean.
4. Penerbitan dokumen-dokumen impor masih dilakukan secara manual
dibeberapa pelabuhan yang fasilitasnya belum lengkap.
5. Sarana dan prasarana di Kantor Kawasan Pabean belum seragam.
C. Rekomendasi terhadap Kelemahan Proses Impor Barang
1. Rekomendasi unktuk kelemahan nomor satu adalah sebagai berikut:
Melakukan
inovasi
dalam
pencapaian
kinerja yang lebih baik dengan cara menggunakan peralatan
canggih yang mampu mendeteksi jenis barang yang dimuat dalam
container (metal detector, sinar X, dan hyco scan container).
Pendayagunaan peralatan untuk pemeriksaan
barang.
2. Rekomendasi untuk kelemahan nomor dua adalah dengan cara
peningkatan Sumber Daya Manusia di bagian pemeriksaan barang dan
dokumen.
3. Rekomendasi untuk kelemahan nomor tiga adalah sebagai berikut:
Pemeriksaan
petugas
pemeriksa
bea
cukai
barang
secara
secara
selektif
fisik
oleh
berdasarkan
manajemen risiko.
32
Meningkatkan pengawasan di daerah-daerah
yang berpotensi terjadinya bongkar muat di luar kawasan pabean.
4. Rokomendasi untuk kelemahan nomor empat adalah sumber data atau
bank data terhadap barang-barang harus lengkap.
5. Rekomendasi untuk kelemahan nomor lima adalah penyetaraan standar
pelayanan disemua tempat (pelabuhan).
33
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tata laksana kepabeanan di bidang impor dimulai dari kedatangan sarana
pengangkut, pembongkaran dan penimbunan barang impor, pengeluaran barang
impor untuk dipakai, tata kerja penyelesaian barang impor, kemudahan di bidang
pelayanan impor, dan yang terakhir adalah pungutan dalam rangka impor.
Untuk prosedur penarikan pungutan bea masuk terhadap penerimaan
barang impor terdapat empat jalur yang telah ditetapkan oleh Pejabat Bea dan
Cukai. Keempat jalur tersebut adalah Jalur Merah, Jalur Kuning, Jalur Hijau, dan
MITA Prioritas. Jalur Merah dalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran
Barang Impor dengan dilakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen
sebelum penerbitan SPPB. Jalur Kuning adalah proses pelayanan dan pengawasan
pengeluaran Barang Impor dengan dilakukan pemeriksaan sampel fisik dan
penelitian dokumen sebelum penerbitan SPPB. Jalur hijau adalah proses
pelayanan dan pengawasan pengeluaran Barang Impor dengan tidak dilakukan
pemeriksaan fisik, tetapi dilakukan penelitian dokumen sebelum penerbitan SPPB.
Jalur MITA Prioritas adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran
Barang Impor dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik tetapi dilakukan
penelitian dokumen setelah diterbitkan SPPB.
B. Saran
Adanya hambatan-hambatan dalam proses impor barang menyebabkan
ketidakefisienan terhadap kelancaran proses impor, sehingga perlu adanya solusi
34
yang tepat untuk mengatasi atau mencegah permasalahan tersebut. Solusi yang
disarankan adalah sebagai berikut:
1. Melakukan inovasi dalam pencapaian kinerja yang lebih baik dengan cara
menggunakan peralatan canggih yang mampu mendeteksi jenis barang
yang dimuat dalam container (metal detektor, sinar X, dan hyco scan
container).
2. Pemeriksaan barang secara fisik oleh petugas pemeriksa bea cukai secaara
selektif berdasarkan manajemen risiko.
3. Meningkatkan pengawasan di daerah-daerah yang berpotensi terjadinya
bongkar muat di luar kawasan pabean.
4. Penyetaraan standar pelayanan di semua tempat pabean.
5. Pendayagunaan peralatan untuk pemeriksaan barang.
6. Peningkatan Sumber Daya Manusia di bagian pemeriksaan barang dan
dokumen.
7. Sumber data terhadap barang-barang harus lengkap.
35
DAFTAR PUSTAKA
Diklat PFPD pengantar Aplikasi Impor www.beacukai.co.id dikases pada tanggal
3 September 2016
Tata Laksana Kebapeanan Di Bidang Impor www.beacukai.co.id diakses pada
tanggal 5 September 2016
Modul Tekma Kepabeanan yang disusun dan direvisi Drs. Ahmad D.
(widyaiswara Utama). Kementrian Keuangan Republik Indonesia Badan
Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Pusdiklat Bea dan Cukai 2013
Official Direktorat Jenderal Bea dan Cukai www.beacukai.co.id diakses pada
tanggal 2 Oktober 2016
36
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tujuan pembangunan nasional sebagaimana tercantum dalam pembukaan
UUD 1945, yaitu “Untuk melindungi segenp bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasakan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Untuk merealisasikan perlu diambil usahausaha nyata yang tidak lain adalah pembangunan nasional yang menyangkut
semua aspek kehidupan masyarakat. Pembangunan nasional merupakan upaya
pembangunan berkesinambungan seluruh kehidupan bangsa dan Negara yang
mana oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat digariskan dalam GBHN untuk
dilaksanakan oleh Pemerintah.
Pelaksanaan tugas pembangunan tersebut pemerintah membutuhkan dana
yang cukup besar dan selalu meningkat setiap tahunnya, sehingga sumber
pendapatan yang harus digerakkan dan sedapat mungkin menggali potensi
sumber-sumber pendapatan baru baik di dalam maupun luar negeri. Kegiatan
pembangunan yang beraneka ragam dan kompleks tersebut harus dilakukan
berdasarkan suatu kerja yang lengkap disertai dengan rencana keuangan atau
rencana kerja yang telah diperhitungkan yang lebih dikenal dengan APBN
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), dan didalam APBN terkandung
perkiraan jumlah pengeluaran dan perkiraan jumlah pendapatan untuk memenuhi
pengeluaran dalam rangka pelaksanaan tugas yang dibebankan kepada
pemerintah. Pendapatan dan Hibah disusun sebagai berikut :
I.
Penerimaan Dalam Negeri
I.1. Penerimaan Perpajakan
I.1.1. Pajak penghasilan
Migas
Non Migas
I.1.2. Pajak Pertambahan Nilai
1
I.1.3. PBB dan BPHTB
I.1.4. Cukai
I.2. Pajak Perdagangan Internasional
I.2.1. Bea Masuk
I.2.2. Pajak Ekspor
Berdasarkan susunan tersebut di atas, nampak bahwa salah satu
penerimaan dalam negeri yang berasal dari perpajakan, khususnya pajak
perdagangan Internasional adalah Bea Masuk yang pelaksanaan pemungutannya
dibebankan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yaitu berupa penerimaan
yang berasal dari pembayaran bea masuk oleh para importer sehubungan dengan
kegiatan memasukkan barang-barang ke dalam daerah pabean. Salah satu faktor
yang menentukan penerimaan bea masuk di Indonesia adalah pengenaan pajak
terhadap produk-produk impor. Peranan pajak terhadap perekonomian sangat
penting karena berdasarkan pasal 1 UU No. 28 tahun 2007 bahwa pajak dipungut
pengusaha berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi
barang-barang dan jasa koletif untuk mencapai kesjahteraan umum. Pengenaan
tariff bea masuk terhadap barang-barang impor bertujuan untuk melindungi
industri dalam negeri, meningkatkan daya saing industri dalam negeri serta
mendorong investasi.
Mengingat besarnya peranan bea masuk untuk meningkatkan pendapatan
negara melalui pungutan pajak atas barang-barang impor, maka penulis tertarik
untuk mengambil judul “Prosedur Penarikan Bea Masuk Pada Direktorat
Jenderal Bea Dan Cukai Kantor Wilayah Jawa Timur I”
B. TUJUAN KEGIATAN MAGANG
1. Tujuan Umum
a. Sebagai sarana untuk membandingkan dan mengaplikasikan teori
yang di dapat di bangku kuliah dengan Kuliah lapangan
b. Sebagai sumbangan informasi bagi pihak – pihak yang
memerlukan penelitian dalam masalah yang sama di masa yang
akan datang.
2
c. Sebagai pengalaman kerja dan bekal pengetahuan bagi penulis
dalam kegiatan masyarakat lainnya.
d. Untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa atas disiplin ilmu
yang ditekuni melalui tambahan keterampilan, wawasan, dan
pengetahuan yang diperoleh dari kegiatan KKN / Magang.
2. Tujuan Khusus
a. Melatih kemampua berfikir secara rasional dalam menghadapi
permasalahan di
Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Kantor
Wilayah Jawa Timur I, khususnya permasalahan di bidang
prosedur penarikan bea masuk.
b. Peserta
magang
dapat
mengetahui
kegiatan-kegiatan
yang
dilakukan di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kantor Wilayah
Jawa Timur I, Khususnya bidang Keberatan dan Banding
c. Dapat menambah wawasan praktis yang terdapat pada institusi
sehingga peserta magang mendapatkan gambaran realitas kerja
yang sesungguhnya dari teori-teori yang diserap selama mengikuti
perkuliahan.
C. MANFAAT KEGIATAN MAGANG
1. Bagi Mahasiswa
a. Mendapatkan pengalaman dan keterampilan selama melaksanakan
kegiatan magang di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai Jawa Timur I
b. Melatih dan menambah pengalaman mengenai dunia kerja.
c. Meningkatkan dan memperdalam kualitas ketrampilan, daya
kreativitas dan kemampuan pribadi.
d. Mendapatkan bahan untuk penuisan karya ilmiah.
3
2. Bagi Fakultas
a. Sebagai masukan untuk mengevaluasi sampai sejauh mana
kesesuaian kurikulum pendidikan yang telah diterapkan dengan
kebutuhan tenaga kerja yang terampil di bidangnya.
b. Membantu dunia pendidikan agar dapat menciptakan mahasiswa
yang professional, berkualitas dan berdisiplin tinggi.
3. Bagi Instansi
a. Membantu menyelesaikan tugas dan pekerjaan sehari-hari di
instansi tempat magang.
b. Institusi mendapatkan alternatif calon karyawan yang telah dikenal
mutu dan kredibilitasnya.
c. Sarana untuk menjembatani hubungan antara instansi dengan
Fakultas Ilmu Administrasi Brawijaya untuk melakukan kerja sama
di masa yang akan datang.
4
BAB II
RENCANA KEGIATAN
A. Tempat Dan Waktu Pelaksanaan
Kegiatan Magang ini dilaksanakan di Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai tepatnya berada di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Jawa Timur I, yang beralamatkan di Jalan Bandara Juanda 39, Semambung,
Sidoarjo. Sebelum kegiatan magang dilakukan, ada beberapa ketentuan dan
peraturan yang berhubungan dengan pelaksanaan kegiatan magang, ketentuan
dan peraturan tersebut disampaikan oleh Kepala Bidang Kepegawaian kepada
calon pelaksana kegiatan magang. Hal tersebut dimaksudkan agar dalam
pelaksanaan magang calon pelaksana magang dapat menjalankan tugas
masing-masing dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Beberapa tata
tertib dan peraturan dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kantor Wilayah
Jawa Timur I untuk calon pelaksana magang dalam pelaksanaan magang
adalah sebagai berikut:
1. Dating tepat waktu sesuai jadwal yang ditentukan yaitu pukul
08.00 s.d 17.00 WIB setiap hari senin s.d kamis sedangkan waktu
istirahat mulai pukul 12.00 – 13.00 WIB sedangkan hari jumat
07.00 s.d 17.00 WIB (diawali dengan senam pagi) waktu istirahat
mulai pukul 11.00 – 13.00 WIB
2. Berperilaku sopan dan santung terhadap seluruh pegawai.
3. Memberitahukan kepada bidang Kepegawaian apabila berhalangan
hadir atau meninggalkan tempat magang.
4. Bertanggung jawab atas setiap tugas yang diberikan, kreatif, jujur
terhadap tugas yang diberikan dalam pelaksanaan kegiatan
magang.
5. Menjaga kebersihan selama dikantor
6. Berpakaian sopan dengan memakai kemeja dan almamater
Universitas Brawijaya.
5
7. Apabila dalam pelaksanaan kegiatan magang peserta magang
mengalami kesulitan, diharapkan untuk dapat bertanya kepada staf
yang bersangkutan.
B. Metode Penelitian
Adapun metode yang digunakan dalam menyusun laporan Magang ini yaitu:
a. Observasi
Metode pengumpulan data dengan cara terlibat langsung pada
kegiatan yang dilakukan Dinas Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai Jawa Timur I yang bersangkutan untuk melihat dan
mengetahui berbagai fenomena yang akan dihadapi dalam
melaksanakan Kegiatan Magang.
b. Interview / Wawancara
Metode pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakan
wawancara langsung dengan karyawan Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I yang dianggap mampu
memberikan masukan data dan informasi yang bermanfaat bagi
penyusunan laporan magang.
c. Data Sekunder
Metode yang digunakan adalah metode dokumentasi. Dalam hal ini
kami
mengadakan
pencatatan
pada
hal-hal
penting
serta
pengambilan data yang berhubungan dengan judul Laporan
kegiatan Magang.
C. Jadwal pelaksanaan
Kegiatan Magang ini dilaksanakan dalam waktu 40 hari kerja efektif
dengan ketentuan jam kerja yang diterapkan untuk peserta Magang seperti
yang telah dijelaskan pada poin A. Yaitu 5 hari kerja efektif selama satu
minggu. Adapun lampiran daftar hadir dan kegiatan mahasiswa secara rinci
yang kami lakukan selama pelaksanaan Kegiatan Magang di Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I, telah kami lampirkan dalam
daftar lampiran. (Lampiran 1)
6
D. Pembagian Kerja
Dalam kegiatan Magang ini, kelompok Magang kami ditempatkan
pada bidang yang sama yaitu bidang Keberatan dan Banding Sehingga
informasi dan pengalaman yang kami dapatkan sama. Namun terkadang jika
divisi/bagian lain memerlukan bantuan, kami juga siap membantu.
Sehubungan pelaksanaan magang yang dilaksanakan mulai tanggal 11 Juli s.d
9 September 2016. Peserta magang yang dimaksud adalah : Arya Senja Bagus
P. dan Nurlaely Wahyu Saputri. Manfaat adanya Bidang Keberatan dan
Banding di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah : fasilitas yang diberikan
oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk wajib pajak yang mengalami
keberatan dalam penetapan bea impor atau ekspor dan pajak yang dibabankan
kepada wajib pajak, sedangkan tugas dari Bidang Keberatan dan Banding
adalah pelaksana teknis dan evaluasi atas keberatan dan banding yang
diajukan oleh wajib pajak atas bead an pajak terutang yang dianggap tidak
sesuai oleh wajib pajak.
7
BAB III
HASIL KEGIATAN
A. Gambaran Umum Lokasi Magang
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah salah satu direktorat yang
berada dibawah naungan Kementrian Keuangan Republik Indonesia yang
mempunyai tugas:
1. Melayani dan mengawasi lalu lintas barang yang masuk dan keluar
wilayah Republik Indonesia.
2. Menghimpun penerimaan negara berupa bea masuk dab cukai serta
pungutan negara lainnya.
Kedua tugas tersebut di atas dapat dijabarkan lagi menjadi beberapa
fungsi, yaitu:
1. Revenue Collector, yaitu sebagai institusi pemungut penerimaan negara
dalam rangka mengoptimalkan penerimaan negara melalui penerimaan
Bea Masuk, Bea Keluar, Cukai dan Pajak Dalam Rangka Impor serta
mencegah kemungkinan terjadinya kebocoran penerimaan negara.
2. Industrial Assistance, yaitu member dukungan kepada industry dalam
negeri sehingga memiliki keunggulan kompetitif dalam pasar
internasional.
3. Trade Facilitator, yaitu sebagai institusi yang memberikan fasilitas
perdagangan
melalui
berbagai
upaya
dengan
tujuan
untuk
meningkatkan kelancaran arus barang dan dokumen, menekan biaya
ekonomi yang tinggi, serta menciptakan iklim perdagangan yang
kondusif guna mendorong peningkatan daya saing perekonomian
nasional maupun internasional.
4. Community Protector, yaitu sebagai institusi pengawasan lalu lintas
barang dalam rangka melindungi kepentingan masyarakat melalu
upaya-upaya
membahayakan
terhadap
masuknya
keamanan
negara,
barang-barang
merusak
yang
kesehatanm
dapat
dan
meresahkan masyarakat, serta dapat merugikan konsumen.
8
B. Sejarah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
CUSTOMS (Instansi Kepabeanan) di mana pun di dunia ini adalah
suatu organisasi yang keberadaannya sangat essensial bagi suatu negara,
demikian pula dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Instansi
Kepabeanan Indonesia) adalah suatu instansi yang memiliki peran yang cukup
penting pada suatu negara.
Bea dan Cukai (selanjutnya kita sebut Bea Cukai) merupakan institusi
global yang hampir semua negara di dunia memilikinya. Bea Cukai
merupakan perangkat negara “konvensional” seperti halnya kepolisian,
kejaksaan, pengadilan, ataupun angkatan bersenjata, yang eksistensinya telah
ada sepanjang masa sejarah negara itu sendiri. Fungsi Bea Cukai di Indonesia
diyakini sudah ada sejak zaman kerajaan dahulu, namun belum ditemukan
bukti-bukti tertulis yang kuat. Kelembagaannya pada waktu itu masih bersifat
“lokal” sesuai wilayah kerajaannya. Sejak VOC masuk, barulah Bea Cukai
mulai terlembagakan secara “nasional”. Pada masa Hindia Belanda tersebut,
masuk pula istilah douane untuk menyebut petugas Bea Cukai (istilah ini
acapkali masih melekat sampai saat ini). Nama resmi Bea Cukai pada masa
Hindia Belanda tersebut adalah De Dienst der Invoer en Uitvoerrechten en
Accijnzen (I. U & A) atau dalam terjemah bebasnya berarti “Dinas Bea Impor
dan Bea Ekspor serta Cukai”. Tugasnya adalah memungut invoer-rechten (bea
impor/masuk), uitvoer-rechten (bea ekspor/keluar), dan accijnzen (excise/
cukai). Tugas memungut bea (“bea” berasal dari bahasa Sansekerta), baik
impor maupun ekspor, serta cukai (berasal dari bahasa India) inilah yang
kemudian memunculkan istilah Bea dan Cukai di Indonesia.
Peraturan yang melandasi saat itu di antaranya Gouvernment Besluit
Nomor 33 tanggal 22 Desember 1928 yang kemudian diubah dengan
keputusan pemerintah tertanggal 1 Juni 1934. Pada masa pendudukan Jepang,
berdasarkan Undang-undang Nomor 13 tentang Pembukaan Kantor-kantor
Pemerintahan di Jawa dan Sumatera tanggal 29 April 1942, tugas pengurusan
bea impor dan bea ekspor ditiadakan, Bea Cukai sementara hanya mengurusi
9
cukai saja. Lembaga Bea Cukai setelah Indonesia merdeka, dibentuk pada
tanggal 01 Oktober 1946 dengan nama Pejabatan Bea dan Cukai. Saat itu
Menteri
Muda
Keuangan,
Sjafrudin
Prawiranegara,
menunjuk
R.A
Kartadjoemena sebagai Kepala Pejabatan Bea dan Cukai yang pertama. Jika
ditanya kapan hari lahir Bea Cukai Indonesia, maka 1 Oktober 1946 dapat
dipandang sebagai tanggal yang tepat.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 1948, istilah
Pejabatan Bea Cukai berubah menjadi nama menjadi Jawatan Bea dan Cukai,
yang bertahan sampai tahun 1965. Setelah tahun 1965 hingga sekarang,
namanya menjadi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
C. Visi dan Misi
1. Visi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yaitu:
Menjadi Institusi Kepabeanan dan Cukai Terkemuka di Dunia. Visi DJBC
mencerminkan cita-cita tertinggi DJBC dengan lebih baik melalui penetapan
target yang menantang dan secara terus-menerus terpelihara di masa depan.
2. Misi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yaitu:
Kami memfasilitasi perdagangan dan industri;
Kami menjaga perbatasan dan melindungi masyarakat Indonesia dari
penyelundupan dan perdagangan illegal; dan
Kami optimalkan penerimaan negara di sektor kepabeanan dan cukai.
Misi ini merupakan langkah spesifik yang harus dikerjakan DJBC demi
tercapainya visi DJBC. peran serta secara keseluruhan terkait dengan
besaran perdagangan, keamanan dan penerimaan merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan.
D. Jenis-jenis Pengenaan Bea dan Cukai
10
a. Bea Masuk
b. Bea Keluar
c. Cukai
d. PPN
e. PPnBM
f. PPh Pasal 22
E. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Guna kelancaran seluruh aktivitas pelayanan dalam rangka mencapai
tujuan Organisai, maka perlu adanya sebuah struktur organisasi. Struktur
organisasi ini sebagai sarana untuk mendelegasikan wewenang dan
tanggungjawab dalam melaksanakan pekerjaan sehingga dapat diperoleh
kepemimpinan yang efektif. Agar kepemimpinan bisa berjalan secara efektif
maka dibutuhkan batasan-batasan wewenang bagi pelaksanaannya. Oleh
karena itu diperlukan sebuah bagan struktur organisasi yang jelas untuk
menjabarkan tugas, wewenang, serta tanggungjawab dari masing-masing
bagian atau divisi sehingga tidak terjadi kerancuan. Struktur Organisasi pada
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I kami
lampirkan pada daftar lampiran. (lampiran 2)
F. Bentuk – Bentuk Dukungan
Ketika kegiatan Magang ini dilaksanakan, begitu banyak pihak yang
ikut membantu dalam memberikan dukungan, terutama dukungan dari Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I. Adapun bentukbentuk dukungan yang ada dalam pelaksanaan Magang dengan judul laporan
“Prosedur Penarikan Bea Masuk Pada Direktorat Jenderal Bea Dan
Cukai Kantor Wilayah Jawa Timur I” adalah sebagai berikut:
4.
Adanya ijin dari pihak Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai Jawa Timur I untuk melaksanakan kegiatan Magang.
11
5.
Adanya perhatian, dukungan serta bimbingan dari para pegawai
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I sehingga
peserta Magang memperoleh banyak manfaat positif dari kegiatan ini.
6.
Memperoleh kesempatan untuk melakukan aplikasi langsung di
dunia kerja, sehingga jika suatu saat mahasiswa lulus dari bangku
perkuliahan tidak buta dengan dunia kerja dan sedikit mendapat gambaran
tentang dunia kerja.
7.
Terciptanya suasana kerja yang kompak dan nyaman, sehingga
dapat dijadikan contoh mahasiswa untuk menghadapi persaingan dunia
kerja nantinya.
G. Hambatan-Hambatan
Selain dukungan yang diberikan kami juga mengalami hambatanhambatan. Adapun hambatan-hambatan yang timbul dalam pelaksanaan
Magang dengan judul laporan “Prosedur Penarikan Bea Masuk Pada
Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Kantor Wilayah Jawa Timur I”
adalah sebagai berikut:
1.
Penempatan pelaksanaan kegiatan magang pada bidang yang kurang
sesuai dengan judul yang diangkat pada laporan magang, sehingga sulit
untuk membagi waktu antara melakukan tugas yang diberikan selama
magang dengan mengumpulkan data yang sesuai untuk laporan
Magang/KKN.
2.
Waktu pelaksanaan kegiatan magang yang sangat terbatas membuat
kami belum merasakan bekerja atau mengetahui suasana kerja di semua
divisi/bagian yang ada di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai Jawa Timur I akibat keterbatasan waktu.
3.
Pembagian kerja pada bidang yang sama antar mahasiswa/mahasiswi
pada kelompok kami, membuat pengetahuan yang kami dapat terbatas
dalam bertukar informasi.
12
H. Prosedur Penarikan Bea Masuk Terhadap Barang Impor
Tata Laksana Kepabeanan di Bidang Impor
1. Kedatangan Sarana Pengangkut, Pembongkaran dan Penimbunanan
Barang Impor
1.1. Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut (RKSP) dan Jadwal
Kedatangan Sarana Pengangkut (JKSP)
Pengangkut yang datang dari luar daerah pabean atau dalam
daerah pabean yang mengangkut barang impor dan/atau barang ekspor
wajib menyerahkan pemberitahuan berupa BKSP kepada pejabat bea dan
cukai di setiap kantor pabean yang akan disinggahi. RKSP wajib
disampaikan sebelum kedatangan sarana pengangkut, kecuali sarana
pengangkut darat. Saat kedatangan sarana pengangkut adalah:
a. Untuk sarana pengangkut melalui laut pada saat sarana
pengangkut tersebut memasuki kawasan perairan di pelabuhan
b. Untuk sarana pengangkut melalui udara pada saat sarana
pengangkut tersebut mendarat di landasan bardar udara.
c. Untuk sarana pengangkut melalui darat pada saat sarana
pengangkut tersebut tiba di Kantor Pabean tempat pemasukan.
1.2. Kedatangan Sarana Pengangkut
Pengangkut yang datang dari luar daerah pabean atau dalam
daerah pabean yang mengangkut barang impor, barang ekspor wajib
menyerahkan pemberitahuan berupa Inward Manifest kepada pejabat di
kantor pabean sebelum melakukan pembongkaran.
Inward Manifest (Manifes Kedatangan Sarana Pengangkut) adalah
daftar barang niaga yang diangkut oleh sarana pengangkut melalui laut,
udara, dan darat pada saat memasuki kawasan pabean. Inward Manifest
yang telah diterima mendapat nomor pendaftaran di kantor pabean
merupakan Pemberitahuan Pabean BC 1.1 dan berlaku sebagai persetujuan
pembongkaran barang.
13
1.3. Pembongkaran dan Penimbunan Barang Impor
Pembongkaran barang impor dilaksanakan di kawasan pabean
atau tempat lain setelah mendapatkan ijin dari Kepala Kantor Pabean atau
Pejabat yang ditunjuknya. Paling lama 12 jam setelah selesai
pembongkaran barang impor, pengangkut wajib menyampaikan daftar
kemasan atau petikemas atau jumlahbarang curah yang telah dibongkar
kepada Pejabat di Kantor Pabean. Penyerahan pemberitahuan dimaksud
dilakukan secara manual atau melaui media elektronik.
Pengangkut
yang
tidak
dapat
mempertanggungjawabkan
terjadinya kelebihan bongkar atas jumlah kemasan atau petikemas atau
barang curah yang diberitahukan, diwajibkan untuk melunasi Bea Masuk
dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) yang seharusnya dibayar berikut
sanksi administrasi berupa denda. Sebaliknya pengankut yang tidak dapat
mempertanggungjawabkan kelebihan bongkar atau jumlah kemasan atau
petikemas atau barang curah yang diberitahukan akan dikenai sanksi
administrasi berupa denda.
2. Pengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai
2.1. Pemberitahuan Impor Barang
PIB adalah pemberitahuan pabean untuk pengeluaran barang yang
diimpor untuk dipakai. Importir dapat melakukan perubahan atau
kesalahan data PIB dengan mengajukan permohonan kepada Kepala
Kantor Pabean. Importir wajib melakukan pembayaran Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) atas pelayanan PIB melalui Bank Devisa
Persepsi, pos persepsi, atau Kantor Pabean paling lambat pada
penyampaian PIB.
PIB dibuat oleh importir berdasarkan dokumen pelengkap pabean
berupa invoice dan packing list dengan menghitung sendiri bea masuk dan
PDRI yang seharusnya dibayar. Dalam hal pengurusan PIB dimaksud tidak
dilakukan sendiri, importir menguasakan kepada Pengusaha Pengurusan
14
Jasa Kepabeanan (PPJK). PPJK adalah badan usaha yang melakukan
pengurusan pemenuhan kewajiban pabean atas nama importir.
a. Cara Penyampaian PIB
Penyampaian PIB ke Kantor Pabean dilakukan untuk setiap
pengimpor setelah pengangkut menyampaiakan pemberitahuan pabean
mengenai barang yang akan diangkut (BC 1.1). PIB disampaikan dalam
data elektronik, yaitu disampaikan melalui sistem Pertukaran Data
Elektronik (PDE)/ Elektronik Data Interchance (EDI). EDI/PDE adalah
alur informasi bisnis antar aplikasi dan organisasi secara elektronik, yang
terintegrasi dengan standar yang disepakati bersama.
b. Pembayaran Bea Masuk dan PDRI
Khusus importisasi di Kantor Pabean yang telah menerapkan
sistem PDE Kepabeanan, pembayaran bea masuk dan PDRI dilakukan
sebagaimana dimaksud pada Bank Devisa Presepsi atau Pos Presepsi yang
terhubung dengan sistem PDE Kepabeanan. Pembayaran dilakukan
dengan menggunakan Surat Setora Pabean Cukai dan Pajak (SSPCP).
SSPCP yang disampaikan ke Kantor Pabean harus mencantumkan Nomor
Transaksi Bank (NTB) atau Nomor Transaksi Pos (NTP) dan/atau Nomor
Transaksi Penerimaan Negara (NTPN). NTB / NTP / NTPN dimaksud atas
PIB yang didaftarkan di Kantor Pabean yang telah menerapkan sistem
PDE Kebapeanan disampaikan
secara elektronik oleh Bank Devisa
Presepsi atau Pos Presepsi ke Kantor Pabean.
c. Nilai Pabean, NDPBM, Penetapan Tarif dan Perhitungan
Bea Masuk
1. Nilai pabean
Nilai pabean untuk perhitungan bea masuk dan PDRI
adalah nilai transaksi dari barang yang bersangkutan.
15
2. Penerapan Nilai Dasar Perhitungan Bea Masuk
(NDPBM)
Untuk perhitungan bea masuk dan PDRI, dipergunakan
NDPBM. Nilai tukar mata uang yang dipergnakan sebagai NDPBM
adalahditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan yang
diterbitkan secara berkala (satu minggu sekali).
3. Klasifikasi dan Pembebanan Barang Impor
Klasifikasi dan Pembebanan Barang Impor untuk
perhitungan bea masuk dan PDRI berpedoman pada Buku Tarif
Kepabeanan Indonesia (BTKI). Apabila terjadi perubahan ketentuan di
bidang impor yang berakibat pembebanan menjadi berbeda dengan BTKI,
maka berlaku ketentuan perhtungan yang baru.
4. Penghitungan Bea Masuk, Cukai, dan PDRI
Bea masuk yang harus dibayar dihitung dengan cara
sebagai berikut :
i. Untuk tarif advolorum :
Bea masuk = nilai pabean X NDPBM X
pembepanan bea masuk.
ii. Untuk tarif spesifik :
Bea
masuk
=
jumlah
satuan
barang
X
pembebanan bea masuk per satuan barang.
PPN, PPnBM, dan PPh yang seharusnya dibayar,
dihitung dengan cara sebagai berikut :
i. PPN = %PPN X (nilai pabean + bea masuk +
cukai)
ii. PPnBM = %PPnBM X (nilai pabean + bea
masuk + cukai)
iii. PPh = %PPh X (nilai pabean + bea masuk +
cukai)
16
d. Pemeriksaan Pabean dan Penetapan Jalur Pemeriksaan
Pabean Secara Selektif
Barang Impor yang telah diajukan PIB dilakukan pemeriksaan
pabean secara selektif berdasarkan manajemen resiko, meliputi penelitian
dokumen dan pemeriksaan barang secara fisik. Dalam rangka pemeriksaan
pabean secara selektif, maka ditetapkan jalur pengeluaran yaitu sebagai
berikut :
i.
Jalur Merah
Adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran
Barang Impor dengan dilakukan pemeriksaan fisik dan penelitian
dokumen sebelum penerbiran SPPB.
Importir yang barang
impornya ditetapkan melalui
jalur merah wajib :
Menyerahkan hardcopy PIB, dokumen pelengkap
pabean, dan SSPCP, dalam hal PIB disampaikan dengan
menggukanan sistem PDE Kepabeanan.
Menyiapkan barang untuk diperiksa.
Hadir dalam pemeriksaan fisik, dengan jangka waktu
paling lama 3 hari kerja setelah tanggal Surat
Pemberitahuan Jalur Merah (SPJM).
ii.
Jalur Kuning (Jalur Merah Bersyarat)
adalah bentuk Jalur Hijau karena sesuatu hal (ada nota
intelijen atau perintah pemeriksaan random komputer) menjadi Jalur
Merah Bersyarat atau Jalur Kuning adalah perlakuan pabean atas
Pemberitahuan Impor Barang (PIB) karena memenuhi kriteria yaitu
Uraian jenis barang jelas dan spesifik
Karena spesifik, klasifikasi tarif benar
Harga nilai pabean dapat diterima
17
Tidak ada atau ada nota intelijen
Ada perintah pemeriksaan random/acak oleh komputer
atau Importir baru atau Importir mempunyai reputasi
(track record) yang kurang baik (jelek)
iii.
Jalur Hijau
Adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran
Barang Impor dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik, tetapi dilakukan
penelitian dokumen setelah penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran
Barang (SPPB).
iv.
Jalur MITA Prioritas
Jalur MITA atau Jalur Prioritas diperuntukkan bagi
Mitra Utama (MITA) yaitu importir, direksi dan ditetapkan oleh Direktur
Teknis Kepabeanan atas nama Direktur Jenderal. Jalur MITA Prioritas
yaitu mekanisme pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor
oleh Importir Jalur Prioritas dengan langsung diterbitkan SPPB tanpa
dilakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen.
3. Tata Kerja Penyelesaian Barang Impor
Tata Kerja Penyelesaian Barang Impor untuk dipakai dengan PIB yang
disampaikan melalui Sister Kepabeanan:
3.1. Pendaftaran PIB
1. Importir mengisi PIB secara lengkap dengan menggunakan
program aplikasi PIB. Yang didasarkan pada data dan informasi
dari dokumen pelengkap pabean.
2. Importir melakukan pembayaran bea masuk, PDRI, dan PNBP
melalui Bank Devisa Presepsi / Pos Presepsi yang telah
terhubung dengan sistem PDE Kepabeanan.
3. Importir mengirim data PIB secara elektronik ke Sistem
Komputer Pelayanan (SKP) di kantor Pabean.
4. Bank Devisa Presepsi / Pos Presepsi mengirim credit advice
secara elektronik ke SKP di Kantor Pabean.
18
5. SKP di Kantor Pabean menerima data PIB dan melakukan
penelitian ada atau tidaknya pemblokiran Importir dan PPJK.
Dalam hal hasil penelitian menunjukkan Importir diblokir, SKP
menerbitkan respon penolakan.
6. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan importir tidak
diblokir, maka SKP melakukan penelitian data PIB yang
meliputi:
Kelengkapan pengisian data PIB
Pembayaran bea masuk, cukai, dan PDRI
Pembayaran PNBP
Nomor dan tanggal pengajuan
Kesesuaian PIB dengan BC 1.1
Kode dan nilai tukar valuta asing ada dalam data NDPBM
Importir memiliki Nomor Identitas Kepabeanan (NIK)
Setelah pengisian data PIB telah sesuai, maka selanjutnya SKP
meneruskan data PIB yang memerlukan penelitian lebih lanjut terkait
dengan ketentuan larangan / pembatasan kepada Pejabat yang menangani
penelitian data PIB tidak sesuai, maka SKP mengirim respon penolakan
dan kemudian importir melakukan perbaikan data PIB sesuai respon
penolakan dan mengirimkan kembali data PIB yang telah diperbaiki.
3.2. Sistem Pelayanan Impor
1. Pengeluaran barang impor yang ditetapkan melalui Jalur
Merah:
a.
SKP mengirim respon SPJM kepada Importir serta
meminta hasil cetak PIB, dokumen pelengkap pabean, dan
dokumen pemesanan pita cukai untuk BKC yang
pelunasan cukainya dengan cara peletakan pita cukai.
b. Importir menerima respon SPJM dan menyerahkan hasil
cetak PIB, dokumen pelengkap pabean, dan dokumen
19
pemesanan pita cukai untuk BKC yang pelunasan cukainya
dengan cara peletakan pita cukai kepada Pejabat Pemeriksa
Dokumen melalui Pejabat Penerima Dokumen paling
lambat 3 hari kerja setelah tanggal SPJM.
c.
Jika hasil pemeriksaan fisik serta penelitian tarif dan nilai
pabean menunjukkan kesamaan dengan pemberitahuan,
maka Bea Masuk dan PDRI, dan sanksi administrasi telah
dilunasi, dan ketentuan larangan / pembatasan telah
dipatuhi, maka Pejabat Pemeriksa Dokumen menerbitkan
SPPB.
d. Namun, jika hasil penelitian menunjukkan ketidak
sesuaian serta tidak ada tindak lanjut dari unit pengawasan,
maka Pejabat Pemeriksa Dokumen melakukan penelitian
tarif dan nilai pabean, serta pemenuhan ketentuan tentang
larangan / pembatasan. Kemudian SKP mengirimkan Surat
Penetapan Tarif dan Nilai Pabean (SPTNP) kepada
importir jika terdapat kekurangan pembayaran bea masuk
dan PDRI, dan Pejabat Pemeriksa dokumen menerbitkan
Nota Pemberitahuan Barang Larangan (NPBL) jika
ditemukan barang yang terkena ketentuan larangan /
pembatasan.
Selanjutnya
importir
menerima
respon
SPTNP dan NPBL, kemudian melakukan pelunasan
pembayaran be masuk, PDRI dan sanksi administrasi serta
menyerahkan persyaratan yang terkait dengan ketentuan
larangan / pembatasan.
2. Pengeluaran barang impor yang ditetapkan melalui Jalur Hijau
setelah melalui ”Pemindai Peti Kemas (Container Scanner)”.
a.
Sistem Komputer Pelayanan (SKP) mengirim respon
SPPB bertanda ”pemindai peti kemas” kepada importir.
b. Importir menerima respon SPPB bertanda ”pemindai peti
kemas” dan mencetaknya.
20
c.
Importir menyiapkan peti kemas untuk dilaksanakan
pemeriksaan fisik melalui pemindai peti kemas.
d. Pejabat pemindai peti kemas melakukan pemindaian
terhadap Barang Impor dan melakukan penelitian terhadap
tampilan hasil pemindaian.
e.
Pejabar pemindai peti kemas menulis keputusan pada
Laporan Hasil Analisis Tampilan (LHAT), merekamnya ke
dalam SKP, serta menyampaikan kembali PIB, LHAT, dan
SPPB bertanda ”pemindai peti kemas” kepada pejabat
yang menangani pelayanan pabean.
f.
Apabila kesimpulan dalam LHAT menunjukkan sesuai
Pejabat yang menangani pelayanan pabean menerbitkan
tanda
”SETUJU
KELUAR”
pada
SPPB
bertanda
”pemindai peti kemas” dan menyampaikan kepada
importir untuk pengeluaran barang dari Kawasan Pabean.
g.
Apabila
kesimpulan
LHAT
menunjukkan
perlu
pemeriksaan fisik barang, maka:
Pejabat
yang
menangani
pelayanan
pabean
menerbitkan instruksi pemeriksaan kepada Pejabat
Pemeriksa Barang.
Pejabat
Pemeriksa
Barang
menerima
instruksi
pemeriksaan, LHAT, hasil cetak peti kemas, dan SPPB
bertanda ”pemindai peti kemas”.
Pejabat Pemeriksa Barang melakukan pemeriksaan
fisik, membuat Berita Acara Pemeriksaan Fisik (BAP
Fisik), serta membuat dan merekam Laporan Hasil
Pemeriksaan Fisik Barang (LHP).
Pejabat
Pemeriksa
Barang
mengirimkan
SPPB
bertanda ”pemindai peti kemas”, LHAT, hasil cetak
pemindai, LHP, dan BAP Fisik kepada Pejabat yang
menangani pelayanan pabean.
21
Jika hasil penelitian telah sesuai, maka Pejabat yang
menangani pelayanan pabean menerbitkan catatan
”SETUJU KELUAR” pada SPP bertanda ”pemindai
peti kemas”.
Pemindai peti kemas (container scanner) adalah alat yang
digunakan untuk melakukan pemeriksaan fisik barang dalam peti kemas
atau kemasan dengan menggunakan teknologi sinar X (X-Ray) atau sinar
gamma (Gamma Ray).
3.3. Pengeluaran Barang Impor
a. Importir menyerahkan SPPB kepada Pejabat yang mengawasi
pengeluaran barang.
b. Pejabat mengawasi pengeluaran barang dari Kawasan Pabean
oleh Importir berdasarkan SPPB.
c. Importir menerima SPPB yang diberikan catatan oleh Pejabat
yang mengawasi pengeluaran barang.
d. Importir mengeluarkan Barang Impor dari Kawasan Pabean.
4. Pungutan Dalam Rangka Impor
4.1. Bea Masuk
Bea masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang-undang
No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang No. 17 Tahun 2006 yang dikenakan terhadap barang
impor. Terdapat 2 cara menghitung Bea Masuk yaitu sebagai berikut :
1. Tarif Spesifik
Yaitu perhitungan bea masuk dengan cara mengalikan jumlah
satuan barang tarif pembebanan bea masuk. Jenis barang impor
yang dikenakan tarif spesifik ditetapkan oleh Menteri
Keuangan. Terdapat jenis barang yang ditetapkan tarif spesifik
yaitu beras, gula, impor BKC dan film.
Contoh:
22
Impor Beras sebanyak 10.000Kg, (Bea Masuk Rp. 450/Kg),
maka Bea Masuk yang wajib dibayar adalah 10.000 X Rp. 450
= Rp.4.500.000,2. Tarif Advalorum
Barang impor dipungut bea masuk berdasarkan tarif setinggitingginya 40% dari nilai pabean untuk penghitungan Bea
Masuk. Dalam hal jenis valuta asing tidak diatur dalam
Keputusan Menteri Keuangan tentang kurs pajak, NDPBM
yang digunakan adalah nilai tukar yang berlaku pada Bank
Indonesia.
Bea Masuk yang dibayar adalah hasil perkalian dari nilai
pabean dengan presentase tarif pabean bea masuk sebagaimana
tertera dalam Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI).
Contoh :
Bahan baku obat berupa ampicillin trylidrate, dengan nilai CIF
USD 10.000; diimpor dari India. Besarnya tarif Bea Masuk
adalah 10%, NDPBM yang berlaku adalah USD 1 = 13.000
Jadi Bea Masuk yang wajib dibayar adalah:
10% X 10.000 X Rp. 13.000 = Rp. 13.000.000
CIF (cost Insurance Freight) adalah hasil penjumlahan antara
nilai FOB, Freight dan Insurance.
4.2. Bea Masuk Imbalan
Dasar hukum dari pengenaan Bea Masuk Imbalan adalah pasal 21
dan 22 UU No. 17 Tahun 2006 tentang perubahan UU No. 10 Tahun 1995
tentang Kepabeanan. Bea Masuk Imbalan dikenakan terhadap barang
impor dalam hal:
a. Ditemukan
adanya
subsidi
yang
diberikan
di
negara
pengekspor terhadap barang impor yang bersangkutan, dan
b. Impor barang tersebut:
23
Menyebabkan kerugian terhadap industri dalam negeri
yang memproduksi barang sejenis.
Mengancam terjadinya kerugian terhadap industri
dalam negeri yang memproduksi barang sejenis.
Menghalangi pengembangan industri barang sejenis
dalam negeri.
4.3. Bea Masuk Anti Dumping
Dasar hukum pengenaan Bea Masuk Anti Dumping adalah pasal
18 dan 19 UU No. 17 Tahun 2006 tentang perubahan UU No. 10 Tahun
1995 tentang Kepabeanan. Bea Masuk Anti Dumping dikenakan terhadap
barang impor dalam hal:
a. Harga ekspor dari barang tersebut lebih rendah nilai
nomilnalnya, dan
b. Impor barang tersebut:
Menyebabkan kerugian terhadap industri dalam negeri
yang memproduksi barang sejenis.
Mengancam terjadinya kerugian terhadap industri
dalam negeri yang memproduksi barang sejenis.
Menghalangi pengembangan industri barang sejenis
dalam negeri.
Bea Masuk Anti Dumping dikenakan terhadap barang impor
setinggi-tingginya sebesar selisih antara nilai nomilnal dengan harga
ekspor dari barang tersebut.
Contoh : Carbon Black dengan nilai CIF USD 50.000; ekspor dari India.
Besarnya tarif Bea Masuk Anti Dumping adalah 11% NDPBM yang
berlaku USD 1 = Rp. 13.000, maka Bea Masuk Anti Dunping yang harus
dibayar adalah 11% X 50.000 X Rp. 13.000 = Rp. 71.500.000,-
24
4.4. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Dasar hukum pengenaan adalah UU No. 8 Tahun 1983, UU No. 11
Tahun 1994, dan UU No. 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai,
terakhir diubah dengan UU No. 42 Tahun 2009 Tarif PPN adalah 10%
dikenakan dengan hasil pemjumlahan antara nilai pabean (CIF) ditambah
Bea Masuk dan Cukai.
Contoh penghitungan PT. XYZ di Surabaya mengimpor dari Jepang 100
set AC merk ”X”, yang digunakan pada mobil dengan harga CIF USD
10.000 (Bea Masuk 15%, PPN 10% dan PPnBM 20%) NDPBM USD 1 =
Rp. 13.000.
Nilai CIF
: 10.000 X Rp. 13.000
= Rp. 130.000.000
Bea Masuk
: 15% X Rp. 130.000.000
= Rp. 19.500.000
PPN
: 10% X (Rp. 130.000.000 + Rp. 19.500.000)
= Rp. 14.950.000
4.5. Pajak Penjualan Atas Brang Mewah (PPnBM)
Dasar hukum pengenaan adalah UU No. 8 tahun 1983, UU No. 11
Tahun 1994, dan UU No. 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai,
terakhir diubah dengan UU No. 42 Tahun 2009. Besarnya tarif PPnBM
adalah 10%, 20%, dan 35% tergantung penetapan Menteri Keuangan.
PPnBM yang harus dibayar importir dalah hasil perkalian presentase tarif
PPnBM dengan penjumlahan antara Nilai Pabean (CIF) dan Bea Masuk
serta Cukai yang benar-benar dibayar.
Contoh penghitungan PT. XYZ di Surabaya mengimpor dari Jepang 100
set AC merk ”X”, yang digunakan pada mobil dengan harga CIF USD
10.000 (Bea Masuk 15%, PPN 10% dan PPnBM 20%) NDPBM USD 1 =
Rp. 13.000.
Nilai CIF
: 10.000 X Rp. 13.000
= Rp. 130.000.000
Bea Masuk
: 15% X Rp. 130.000.000
= Rp. 19.500.000
PPnBM
: 20% X (Rp. 130.000.000 + Rp. 19.500.000)
= Rp. 29.900.000
25
4.6. Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22
Dasar hukum Pajak Penghasilan atas Impor Barang adalah UU No.
7 Tahun 1983, UU No. 10 Tahun 1994, dan UU No. 17 Tahun 2000
tentang Pajak Penghasilan terakhir diubah dengan UU No. 34 Tahun 2008.
Besarnya tarif PPh Pasal 22 adalah sebagai berikut:
Untuk importir yang mempunyai Angka Pengenal Impor
(API) adalah 2,5% X Nilai Impor.
Untuk importir yang tidak menmpunyai Angka Pengenal
Impor (API) adalah 7,5% X nilai Impor.
Yang
dimaksud
dengan
Nilai
Impor
adalah
hasil
penjumlahan antara CIF dengan pungutan pabean dan
cukai.
Contoh penghitungannya PT. XYZ (API No.5678/IU/99) di Surabaya
mengimpor dari Jepang 100 set AC merk ”X”, yang digunakan pada mobil
dengan harga CIF USD 10.000 (Bea Masuk 15%, PPN 10% dan PPnBM
20%) NDPBM USD 1 = Rp. 13.000.
Nilai CIF
: 10.000 X Rp. 13.000
= Rp. 130.000.000
Bea Masuk
: 15% X Rp. 130.000.000
= Rp. 19.500.000
PPh
: 2,5% X (Rp. 130.000.000 + Rp. 19.500.000)
= Rp. 3.737.500
4.7. Sanksi Berupa Denda
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2009 tentang
Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda Di Bidang kepabeanan,
sanksi administrasi berupa denda dikenakan hanya apabila terdapat
pelanggaran yang diatur dalam Undang-undang Kepabeanan.
Contoh : Pada tanggal 17 Agustus, pengangkut barang impor melakukan
pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 8A ayat (2) Undangundang Kepabeanan, yaitu jumlah barang impor yang dibongkar kurang
dari
yang
diberitahukan
dalam
pemberitahuan
pabean,
sehingga
berdasarkan Undang-undang Kepabeanan dikenai sangksi administrasi
26
berupa denda paling sedikit Rp. 25.000.000, dan paling banyak Rp.
250.000.000. untuk mengekanan sanksi administrasi berupa denda
terhadap pengangkut tersebut di atas terlebih dahulu harus dilihat jumlah
pelanggaran yang dilakukan oleh pengangkut tersebut dalam kurun waktu
6 bulan terakhir, dihitung sejak tanggal terjadinya pelanggaran terakhir di
suatu Kantor Pabean tempat dilakukan pemenuhan kewajiban pabean.
Dalam kasus ini, kurun waktu 6 bulan terakhir adalah
18 Februari
sampai 17 Agustus. Apabila dalam kurun waktu tersebut pengangkut
misalnya melakukan 3 kali pelanggaran, maka dikenakan denda 5 kali dari
denda minimum, yaitu sebesar Rp. 125.000.000
27
BAB IV
PEMBAHASAN
Salah satu alasan perdagangan antar negara adalah ketidak mampuan suatu
negara untuk memenuhi kebutuhannya sendiri karena faktor lingkungan atau
sumber daya tertentu yang sangat mempengaruhi dalam kemampuan negara
tersebut untuk memenuhi kebutuhannya terhadap suatu jenis barang. Salah satu
solusi dari permasalahan ini adalah melalui kegiatan impor. Impor adalah suatu
proses perdagangan yang terjadi antar negara, yang dimana kita bertindak sebagai
pembeli produk dari negara lain.
Dalam rangka memenuhi tugas dan fungsi Direktorat Jenderal bea dan
Cukai di Bidang Kepabeanan, yaitu pengawasan lalu lintas barang masuk dan
keluar Daerah Pabean Republik Indonesia serta pemungutan bea masuk atas
barang impor berdasarkan Undang-undang No. 10 tahun 1995 tentang
Kepabeanan diperlukan suatu sarana yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan
untuk penyederhanaan proses-proses pelayanan dan pemberian fasilitas serta
penerapan sistem pelayanan dokumen yang berbasis teknologi informasi,
sehinggamuncullah suatu sistem yang disebut dengan Elektronic Data interanche
(EDI), atau ada juga yang menyebut dengan Pertukaran Data Elektronik (PDE).
EDI adalah penyerahan pemberitahuan pabean oleh mitra kerja pabean serta
pemberian keputusan oleh administrasi pabean dengan menggunakan format
standar internasional melalui sistem komputer dan sarana komunikasi data,
sehingga dengan adanya sistem EDI/PDE terhadap beberapa kebutuhan yang
dirasakan oleh eksportir, Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK), agen
pengangkut, pengusaha TPS/TPB, dan Bank.
A. Kelebihan Yang Dapat Diperoleh Dalam melaksanakan Prosedur Barang
Impor
a. Kelebihan prosedur barang impor dengan menggunakan sistem
EDI/PDE:
28
1. Mempermudah proses impor yang akan dilaksanakan oleh negara
terkait. Jika importir dapat menjalankan semua persyaratan dan tahaptahap impor dengan baik, maka importasi yang dilaksanakan akan
berjalan lebih mudah, tanpa adanya sanksi, denda, penyitaan, serta
pemusnahan barang impor akibat kecurangan importir.
2. Pelayanan dokumen pabean lebih mudah dan cepat karena sebelumnya
sistem yang digunakan adalah manual, sehingga pengerjaannya
membutuhkan waktu yang lama.
3. Pengawasan pabean lebih efektif dan efisien, sistem EDI/PDE telah di
program dengan standar dan ketentuan tertentu, sehingga data yang
diproses dapat diselesaikan sesuai target.
4. Peningkatan kelancaran arus barang dengan menggunakan sistem
SDI/PDE data akan diproses secara cepat, sehingga tidak melimbulkan
penumpukan
data
yang
berakibat
memperlambatnya
proses
penyelesaian impor.
5. Kemudahan pengumpulan data serta pembentukan sistem informasi
dan statistik.
6. Meningkatkan citra dan daya saing Indonesia di Dunia Internasional,
karena sistem EDI/PDE telah dianjurkan dan direkomendasikan oleh
WTO (World Trade Organization) dan WCO (World Custom
Organization) dalam hal pemanfaatan teknologi informasi dalam
sistem pelayanan kepabeanan.
b. Kemudahan Di Bidang Pelayanan Impor
1. Pemberitahuan Pendahuluan
Importir dapat menyampaikan pemberitahuan pendahuluan dengan
mengajukan PIB paling cepat 3 hari kerja sebelum dilakukan pembongkaran
barang impor bagi importir lainnya setelah mendapatkan persetujuan Kepala
Bidang Pelayanan Fasilitas Pabean dan Cukai atau pejabat yang ditunjuknya.
29
2. Pelayanan Segera
Untuk mendapatkan pelayanan segera, importir mengajukan:
a. Dokumen Pelengkap Pabean dan Jaminan sebesar Bea Masuk dan
PDRI.
b. Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK) dilampiri Dokumen
Pelengkap Pabean dan bukti pembayaran atau jaminan sebesar Bea
Masuk dan PDRI sepanjang importasi dilakukan oleh orang
perorangan dan tidak untuk diperdagangkan.
Pelayanan segera dimaksud hanya dapat diberikan terhadap importasi
a. Organ tubuh manusia antara lain ginjal, kornea mata, atau darah.
b. Jenazah atau abu jenazah.
c. Brang yang dapat merusak lingkungan antara lain barang yang
mengandung radiasi.
d. Binatang hidup.
e. Tumbuhan hidup.
f. Surat kabar, majalah yang peka waktu, dan.
g. Barang berupa dokumen.
Pelayanan segera terhadap barang impor berupa barang yang dapat
merusak lingkungan dan tumbuhan hidup hanya dapat diberikan apabila telah
mendapatkan izin dati instansi teknis.
3. Penimbunan Barang Impor di Gudang atau Lapangan Importir di Luar
Kawasan Pabean
Penimbunan barang impor dapat dilakukan di gudang atau lapangan
importir di luar Kawasan Pabean setelah mendapat persetujuan dari kepala Kantor
Pabean atau Pejabat yang ditunjuknya, dalam hal:
a. Keadaan darurat (force majeur).
b. Sifat baarang yang bersangkutan sedemikian rupa sehingga tidak
dapat ditimbun di Kawasan Pabean.
30
c. Kongesti (banyaknya barang yang tertimbun di suatu tempat yang
menyebabkan kemacetan arus barang) yang dinyatakan secara
tertulis oleh pihak terkait/berwenang, dan.
d. Alasan
lainnya
berdasarkan
pertimbangan
Kepala
Bidang
Pelayanan Pabean dan Cukai atau Pejabat yang ditunjuknya, dan
tempat tersebut memenuhi syarat untuk dilakukan penimbunan.
4.
Pemeriksaan Barang Impor di Gudang atau lapangan Penimbunan
Milik Importir
Pemeriksaan barang impor di gudang atau lapangan penimbunan milik
importir dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Kepala Kantor Pabean
atau Pejabat yang ditunjuknya. Persetujuan dimaksud sekaligus merupakan izin
untuk menimbun barang impor di gudang atau lapangan milik importir yang
bersangkutan. Penyelesaian pemeriksaan barang impor dilakukan sesuai tata kerja
penyelesaian barang impor pada umumnya.
5.
Pemberitahuan Pendahuluan dan Pengambilan Contoh Untuk
Pembuatan PIB
Pemberitahuan
pendahuluan
dan
pengambilan
contoh
untuk
pembuatan PIB dapat dilakukan dalam hal importir tidak dapat menetapkan
sendiri tarif atau perhitungan nilai pabean sebagai dasar untuk perhitungan Bea
Masuk dan PDRI, karena uraian barang atau rincian nilai pabean yang tercantum
dalam dokumen pelengkap pabean tidak jelas.
6.
Pengemas Yang Dipakai Berulangkali
Importir dapat mempergunakan pengemas yang dipakai berulangkali
dalam pelaksanaan impornya. Izin pemasukan dan pengeluaran pengemas yang
dipakai berulangkali ke dan/atau dari daerah pabean diberikan oleh Kepala Kantor
Fasilitas atau Pejabat yang ditunjuknya dan berlaku untuk jangka waktu 1 tahun
dan setiap tahunnya dapat diperpanjang atas permohonan importir.
31
Selain beberapa kelebihan yang telah disebutkan di atas, proses impor
barang juga memiliki beberapa kelemahan atau hambatan yang sering terjadi, baik
yang disebabkan oleh pihak importir, sistem yang digunakan dan pihak-pihak lain
yang terkait dengan proses impor barang.
B. Kelemahan Yang di Hadapi Dalam Proses Impor Barang
1. Pemeriksaan container belum dapat mendeteksi barang secara cepat dan
maksimal.
2. Tarif barang yang diberitahukan oleh importir kadang tidak sesuai dengan
tarif yang telah ditetapkan dalam BTKI.
3. Kapal bongkar muat diluar kawasan pabean.
4. Penerbitan dokumen-dokumen impor masih dilakukan secara manual
dibeberapa pelabuhan yang fasilitasnya belum lengkap.
5. Sarana dan prasarana di Kantor Kawasan Pabean belum seragam.
C. Rekomendasi terhadap Kelemahan Proses Impor Barang
1. Rekomendasi unktuk kelemahan nomor satu adalah sebagai berikut:
Melakukan
inovasi
dalam
pencapaian
kinerja yang lebih baik dengan cara menggunakan peralatan
canggih yang mampu mendeteksi jenis barang yang dimuat dalam
container (metal detector, sinar X, dan hyco scan container).
Pendayagunaan peralatan untuk pemeriksaan
barang.
2. Rekomendasi untuk kelemahan nomor dua adalah dengan cara
peningkatan Sumber Daya Manusia di bagian pemeriksaan barang dan
dokumen.
3. Rekomendasi untuk kelemahan nomor tiga adalah sebagai berikut:
Pemeriksaan
petugas
pemeriksa
bea
cukai
barang
secara
secara
selektif
fisik
oleh
berdasarkan
manajemen risiko.
32
Meningkatkan pengawasan di daerah-daerah
yang berpotensi terjadinya bongkar muat di luar kawasan pabean.
4. Rokomendasi untuk kelemahan nomor empat adalah sumber data atau
bank data terhadap barang-barang harus lengkap.
5. Rekomendasi untuk kelemahan nomor lima adalah penyetaraan standar
pelayanan disemua tempat (pelabuhan).
33
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tata laksana kepabeanan di bidang impor dimulai dari kedatangan sarana
pengangkut, pembongkaran dan penimbunan barang impor, pengeluaran barang
impor untuk dipakai, tata kerja penyelesaian barang impor, kemudahan di bidang
pelayanan impor, dan yang terakhir adalah pungutan dalam rangka impor.
Untuk prosedur penarikan pungutan bea masuk terhadap penerimaan
barang impor terdapat empat jalur yang telah ditetapkan oleh Pejabat Bea dan
Cukai. Keempat jalur tersebut adalah Jalur Merah, Jalur Kuning, Jalur Hijau, dan
MITA Prioritas. Jalur Merah dalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran
Barang Impor dengan dilakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen
sebelum penerbitan SPPB. Jalur Kuning adalah proses pelayanan dan pengawasan
pengeluaran Barang Impor dengan dilakukan pemeriksaan sampel fisik dan
penelitian dokumen sebelum penerbitan SPPB. Jalur hijau adalah proses
pelayanan dan pengawasan pengeluaran Barang Impor dengan tidak dilakukan
pemeriksaan fisik, tetapi dilakukan penelitian dokumen sebelum penerbitan SPPB.
Jalur MITA Prioritas adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran
Barang Impor dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik tetapi dilakukan
penelitian dokumen setelah diterbitkan SPPB.
B. Saran
Adanya hambatan-hambatan dalam proses impor barang menyebabkan
ketidakefisienan terhadap kelancaran proses impor, sehingga perlu adanya solusi
34
yang tepat untuk mengatasi atau mencegah permasalahan tersebut. Solusi yang
disarankan adalah sebagai berikut:
1. Melakukan inovasi dalam pencapaian kinerja yang lebih baik dengan cara
menggunakan peralatan canggih yang mampu mendeteksi jenis barang
yang dimuat dalam container (metal detektor, sinar X, dan hyco scan
container).
2. Pemeriksaan barang secara fisik oleh petugas pemeriksa bea cukai secaara
selektif berdasarkan manajemen risiko.
3. Meningkatkan pengawasan di daerah-daerah yang berpotensi terjadinya
bongkar muat di luar kawasan pabean.
4. Penyetaraan standar pelayanan di semua tempat pabean.
5. Pendayagunaan peralatan untuk pemeriksaan barang.
6. Peningkatan Sumber Daya Manusia di bagian pemeriksaan barang dan
dokumen.
7. Sumber data terhadap barang-barang harus lengkap.
35
DAFTAR PUSTAKA
Diklat PFPD pengantar Aplikasi Impor www.beacukai.co.id dikases pada tanggal
3 September 2016
Tata Laksana Kebapeanan Di Bidang Impor www.beacukai.co.id diakses pada
tanggal 5 September 2016
Modul Tekma Kepabeanan yang disusun dan direvisi Drs. Ahmad D.
(widyaiswara Utama). Kementrian Keuangan Republik Indonesia Badan
Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Pusdiklat Bea dan Cukai 2013
Official Direktorat Jenderal Bea dan Cukai www.beacukai.co.id diakses pada
tanggal 2 Oktober 2016
36