Mendukung Wajib Belajar 12 Tahun

Mendukung Wajib Belajar 12 Tahun
Dalam rangka perluasan dan pemerataan pendidikan, sejak tahun
2010, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kudus melalui Perda No. 2 Tahun
2010 telah meluncurkan program wajib belajar 12 tahun. Ketika
dikomparasikan dengan program sejenis yang berskala nasional, inisiatif
maupun keberanian dari Pemkab Kudus memang patut diapresiasi.
Bagaimana tidak, hingga saat ini pemerintah pusat sebenarnya baru
menetapkan program wajib belajar 9 tahun yang dipayungi oleh UU No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Benar, jika Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional mulai
tanggal 25 Juni 2013 juga sudah mencanangkan program Pendidikan
Menengah Universal (PMU) dengan tujuan mencapai target Angka
Partisipasi Kasar (APK) sekolah menangah sebesar 97 persen di tahun
2020. Namun, PMU sebagaimana yang dimaksud masih terbatas pada
rintisan program wajib belajar 12 tahun. Hal itu dikarenakan sampai
sekarang belum ada “amandemen” UU No. 20 Tahun 2003 yang merevisi
ketentuan wajib belajar 9 tahun menjadi 12 tahun.
Terlepas dari perbedaan kuantitas program wajib belajar yang
dilegitimasi oleh pemerintah pusat dengan Pemkab Kudus, substansi
tujuannya tetap sama, yaitu meningkatan kualitas pendidikan bangsa. Hal
yang justru krusial untuk dipikirkan saat ini ─terutama bagi Pemkab dan

masyarakat Kudus─ adalah bagaimana cara mengoptimalkan
implementasi program wajib belajar 12 tahun. Sesuai kenyataan di
lapangan, tidak sedikit masyarakat yang belum mengetahui atau bahkan
“apatis” terhadap program tersebut.
Padahal, wajib belajar 12 tahun yang termasuk dalam domain
kebijakan publik, harus mendapat dukungan masif dari masyarakat.
Dalam teori sistem kebijakan publik yang dikemukakan Thomas R. Dye
(Dunn, 2000), jelas dinyatakan bahwa masyarakat berperan sebagai
stakeholder (pelaku) di antara dua elemen lain, yakni public policy
(kebijakan publik) dan environment (lingkungan). Tanpa adanya dukungan
serta partisipasi masyarakat, muskil program wajib belajar 12 tahun bisa
berjalan seperti yang diharapan.
Stimulan
UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 sesungguhnya telah mengatur
mengenai peran serta masyarakat dalam pendidikan. Hal tersebut antara
lain termaktub pada pasal 54 ayat (2), yang berbunyi: “Masyarakat dapat
berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil
pendidikan.” Tidak hanya itu saja, secara spesifik, pemerintah melalui PP
No. 17 Tahun 2010 sebagai amanat UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 juga
sudah mewadahi partisipasi masyarakat bagi dunia pendidikan. Termasuk

Pemkab Kudus sendiri, yaitu lewat Perda Kabupaten Kudus No. 2 Tahun
2010 di pasal 11 serta 12.
Kini, guna mengeskalasi peran masyarakat, Pemkab Kudus perlu
melakukan langkah-langkah stimulan. Pertama, sosialisasi tentang wajib
belajar 12 tahun mesti lebih digencarkan kembali. Hal itu ditujukan baik
kepada pimpinan satuan pendidikan dan kepala aparatur pemerintahan di

scope kecamatan hingga desa, maupun terhadap seluruh personel
masyarakat yang meliputi perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi
profesi, pengusaha, serta organisasi kemasyarakatan.
Kedua, Pemkab Kudus harus membuka peluang sebesar-besarnya
kepada masyarakat yang ingin turut aktif berperan serta dalam program
wajib belajar 12 tahun. Salah satunya, dengan memberikan kemudahan
akses untuk setiap personel masyarakat yang hendak menyalurkan
bantuan beasiswa bagi peserta didik. Selain itu, hal tersebut bisa pula
diwujudkan melalui kolaborasi pengelolaan Corporate Social Responsibility
(CSR) antara Pemkab Kudus dengan perusahaan-perusahaan industri yang
berada di Kudus.
Ketiga, tidak kalah penting, forum konsultasi, kerjasama, dan
koordinasi wajib belajar 12 tahun juga urgen untuk dihidupkan oleh Pemkab

Kudus di tengah relasi masyarakat dengan satuan pendidikan yang
bersangkutan. Sampai saat ini, komunikasi antara pihak sekolah dengan
masyarakat umumnya masih berkutat pada pembahasan-pembahasan
seputar kedudukan masyarakat sebagai wali murid, yakni terkait “uang
gedung” dan biaya operasional bulanan semata. Sementara itu, potensi lain
dari masyarakat belum digali maksimal.
Kontribusi
Selanjutnya, bagi masyarakat Kabupaten Kudus sendiri, diharapkan
pula dapat bersedia secara sukarela mendukung wajib belajar 12 tahun.
Hal itu disebabkan, program wajib belajar 12 tahun yang tidak memuat
sanksi apapun pada prinsipnya memang dikategorikan sebagai “universal
education”, bukan “compulsory education” (Tim Pengembang Ilmu
Pendidikan UPI, 2007). Jadi hanya menuntut kesadaran dan kerelaan hati
masyarakat. Walaupun demikian, peran masyarakat selaku stakeholder
tetap tidak bisa dikerdilkan porsinya.
Dukungan yang diberikan masyarakat dapat berwujud sokongan
moril, tidak harus selalu berupa donasi materiil. Seperti yang dijelaskan
oleh pasal 188 ayat (2) PP No. 17 Tahun 2010, peran serta masyarakat
bisa berbentuk pemberian pertimbangan berkenaan dengan pengambilan
keputusan yang berdampak pada pemangku kepentingan pendidikan. Di

samping itu, bentuk peran serta lain semisal pemberian kesempatan
magang kepada siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) juga dapat
dikembangkan.
Terakhir, kontribusi masyarakat terhadap program wajib belajar 12
tahun jangan hanya terlimit di segi penyelenggaraan saja. Akan tetapi,
harus mencakup pula aspek pengawasan dan evaluasi, sebab program
tersebut memang lebih condong pada konsep “community empowerment”.
Masyarakat contohnya, bisa terlibat secara aktif dengan menyumbangkan
opini, kritik, maupun saran yang bermanfaat bagi Pemkab Kudus dalam
mengawasi serta mengevaluasi pelaksanaan wajib belajar 12 tahun.
APK pendidikan menengah Kabupaten Kudus yang telah menyentuh
persentase 81 persen di tahun 2008 (suaramerdeka.com, 5/1/2014), akan
sangat berpeluang terus meningkat secara signifikan andai ditunjang
dengan dukungan komprehensif dari Pemkab dan tentunya segenap
masyarakat Kudus. Dengan begitu perluasan serta pemerataan pendidikan

“yang sebenarnya” baru dapat dikatakan terealisasi. Termasuk, tatanan
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang start pada tahun 2015 pun, sudah
siap untuk dihadapi.
Arie Hendrawan – Peminat Kajian Politik Lokal dan Otonomi Daerah


Biodata Penulis
1)
2)
3)
4)
5)

Nama
TTL
Alamat
CP
No. Rekening

: Arie Hendrawan
: Kudus, 28 Agustus 1992
: Ds. Jepang, RT05/RW10, Kec. Mejobo, Kab. Kudus
: 085740228837
: 0201345663


Dokumen yang terkait

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CAPITAL FLIGHT DI INDONESIA PERIODE 2002. 1-2006. 12

27 507 12

Analisis Pengaruh Pengangguran, Kemiskinan dan Fasilitas Kesehatan terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia di Kabupaten Jember Tahun 2004-2013

21 388 5

PENGALAMAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA DENGAN GANGGUAN JIWA (SKIZOFRENIA) Di Wilayah Puskesmas Kedung Kandang Malang Tahun 2015

28 256 11

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Peningkatan keterampilan menyimak melalui penerapan metode bercerita pada siswa kelas II SDN Pamulang Permai Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014

20 223 100

Hubungan motivasi belajar dengan hasil belajar pendidikan agama islam siswa kelas V di sdn kedaung kaliangke 12 pagi

6 106 71

Pengaruh kualitas aktiva produktif dan non performing financing terhadap return on asset perbankan syariah (Studi Pada 3 Bank Umum Syariah Tahun 2011 – 2014)

6 101 0