Analisis Kerugian dan Pemetaan Sebaran Serangan Rayap Pada Bangunan SMA dan SMK Negeri di Kota Pekanbaru

TINJAUAN PUSTAKA

Bangunan Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan
Kota Pekanbaru mempunyai 53 bangunan Sekolah Menengah Atas dan 43
bangunan Sekolah Menengah Kejuruan dengan rincian 13 bangunan SMA milik
pemerintah dan 40 bangunan milik swasta, sedangkan Sekolah Menengah Kejuruan
rinciannya adalah 9 bangunan SMK milik pemerintah dan 34 buah milik swasta.
Rincian sebaran SMA dan SMK di Kota Pekanbaru disajikan pada

Tabel 1.

Tabel 1. Data Jumlah Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan di Kota
Pekanbaru.
No
1
2
3
4
5
6
7

8
9
10
11
12

Kecamatan
Tampan
Marpoyan Damai
Bukit Raya
Tenayan Raya
Lima Puluh
Sail
Pekanbaru Kota
Sukajadi
Payung Sekaki
Senapelan
Rumbai
Rumbai Pesisir
Jumlah


SMA Negeri
1
2
1
2
2
1
0
0
1
1
1
1
13

SMK Negeri
2
1
0

1
1
2
0
0
0
0
1
1
9

Sumber : Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru 2013

Deskripsi Kota Pekanbaru
Kota Pekanbaru terletak 101° 14’ - 101° 34’ Bujur Timur 0° 25’ - 0° 45’
Lintang Utara. Struktur tanah pada umumnya terdiri dari jenis alluvial dengan pasir.
Pinggiran kota pada umumnya terdiri dari jenis tanah organosol (tanah organik
gambut) dan humus yang merupakan rawa-rawa yang bersifat asam, sangat kerosif
untuk besi. Dalam klasifikasi tanah, tanah gambut dikelompokan kedalam ordo
Organosol yang mempunyai ciri dan sifat yang berbeda dengan jenis tanah mineral.


Tanah gambut sebagai tanah yang mengandung bahan organik lebih dari 20% (bila
tanah tidak mengandung liat) atau lebih dari 30% (bila tanah mengandung liat 60%
atau lebih) dan tebalnya secara kumulatif lebih dari 40 cm

( Peraturan Menteri

Pertanian, 2009).
Kota Pekanbaru pada umumnya beriklim tropis dengan suhu udara
maksimum berkisar antara 32,4°C -33,8°C dan suhu minimum berkisar antara 23,0
°C - 24,2 °C. Curah hujan antara 66,3 – 392,4 mm per bulan dengan curah
hujan dan hari hujan tertinggi jatuh pada November. Kelembaban rata-rata
berkisar antara 68% - 83 %.
Kota Pekanbaru dibelah oleh Sungai Siak yang mengalir dari barat ke
timur, memiliki beberapa anak sungai antara lain : Sungai Umban Sari, Air
Hitam, Sibam, Setukul, Pengambang, Ukai, Sago, Senapelan, Mintan dan Tampan.
Sungai Siak juga merupakan jalur perhubungan lalu lintas perekonomian rakyat
pedalaman ke kota serta dari daerah lainnya.Luas sunagi siak sekitar sekitar ±
14.239 km2 dengan luas DAS 11.026 km2 (BPS, 2013)
Rayap

Rayap memiliki keragaman jenis yang cukup tinggi. Menurut Harris (1971)
telah tercatat lebih dari 1800 jenis rayap yang ada di dunia. Secara garis besar, jenis
rayap tersebut terbagi dalam 6 famili, 15 sub-famili dan 200 genus (marga). Hampir
10% dari keseluruhan rayap di dunia ditemukan di Indonesia yaitu 200 jenis yang
terdiri ata s 3 famili (Kalotermitidae, Rhinotermitidae, dan Termitidae), 6 sub-famili
(Coptotermitinae, Rhinotermitinae, Amitermitinae, Termitinae, Macrotermitinae, dan
Nasutitermitinae), dan 14 genus (Neotermes, Cryptotermes, Schedorhinotermes,

Prorhinotermes, Coptotermes, Microcerotermes, Caprototermes, Macrotermes,
Odontotermes, Microtermes, Bulbitermes, Nasutitermes, Hospitalitermes dan
Lacessitermes). Namun dari 200 jenis rayap tersebut baru sekitar 179 jenis yang telah
berhasil diidentifikasi (ditentukan jenisnya secara ilmiah), yaitu 4 jenis rayap kayu
kering, 166 jenis rayap kayu basah, dan 9 jenis rayap tanah (subterannean).
Setiap koloni rayap terdapat tiga kasta yang mempunyai bentuk dan fungsi
yang berbeda. Ketiga kasta tersebut adalah kasta prajurit, kasta reproduktif dan kasta
pekerja. Sekitar 80 – 90% populasi koloni rayap merupakan kasta pekerja. Kasta
pekerja inilah yang melakukan kerusakan pada aset-aset milik manusia dan bahan
berlignoselulosa lainnya. Terdapat beberapa kasta individu yang wujudnya berbeda
(Triplehorn dan Norman, 2005; Nandika et al, 2003), yaitu:
1. Kasta reproduktif

Terdiri atas individu-individu seksual yaitu betina (yang abdomennya biasanya
sangat membesar) yang tugasnya bertelur dan jantan (raja) yang tugasnya membuahi
betina. Jika koloni rayap masih relatif muda biasanya kasta reproduktif berukuran
besar sehingga disebut ratu. Biasanya ratu dan raja adalah individu pertama pendiri
koloni, yaitu sepasang laron yang mulai menjalin kehidupan bersama sejak
penerbangan alata. Pasangan ini disebut reprodukif primer. Jika mereka mati bukan
berarti koloni rayap akan berhenti bertumbuh. Koloni akan membentuk "ratu" atau
"raja" baru dari individu lain (biasanya dariasta pekerja) tetapi ukuran abdomen ratu
baru tak akan sangat membesar seperti ratu asli. Ratu dan raja baru ini disebut
reproduktif suplementer atau neoten.

2. Kasta prajurit
Kasta ini ditandai dengan bentuk tubuh yang kekar karena penebalan
(sklerotisasi) kulitnya agar mampu melawan musuh dalam rangka tugasnya
mempertahankan kelangsungan hidup koloninya. Pada beberapa jenis rayap dari
famili

Termitidae

seperti


Macrotermes,

Odontotermes,

Microtermes

dan

Hospitalitermes terdapat prajurit dimorf (dua bentuk) yaitu prajurit besar dan prajurit
kecil.
3. Kasta pekerja
Kasta ini membentuk sebagian besar koloni rayap. Tidak kurang dari 80
persen populasi dalam koloni merupakan individu-individu pekerja. Tugasnya
mencari makanan dan mengangkutnya ke sarang, membuat terowongan-terowongan,
menyuapi dan membersihkan reproduktif dan prajurit, membersihkan telur-telur, dan
membunuh serta memakan rayap-rayap yang tidak produktif lagi.
Rayap Perusak Gedung
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 1990 laju pertambahan
jumlah perumahan di Indonesia adalah sebesar 2,4 % tiap tahunnya (Nandika et al.,

2003). Fenomena ini menimbulkan efek limpasan yang merugikan bagi eksistensi
perumahan tersebut. Salah satunya, adalah meningkatnya kerawanan infestasi rayap
pada bangunan perumahan. Perubahan peruntukan lahan dari ekosistem yang mantap
(hutan) menjadi areal dengan peruntukan baru yang bersifat homogen, seperti
perkebunan atau pemukiman, memperparah tingkat infestasi rayap tanah. Habitat
yang mengalami penurunan derajat kompleksitas ekosistem berdampak pada
peningkatan preferensi infestasi rayap (Bakti, 2004). Perubahan ini mengakibatkan

perubahan perilaku makan rayap, dengan mengkonsumsi kayu (bahan berselulosa)
yang bukan merupakan makanan umum dikonsumsi rayap.
Menurut Nandika (2003), rayap perusak bangunan tanpa mempedulikan
kepentingan manusia. Rayap mampu merusak bangunan gedung, bahkan juga
menyerang dan merusak mebeler di dalamnya, buku-buku, kabel listrik dan telepon
serta barang-barang yang disimpan. Nandika (2003) menambahkan bahwa rayap
untuk mencapai sasaran dapat menembus tembok yang tebalnya beberapa sentimeter
(cm), menghancurkan plastik, kabel penghalang fisik lainnya. Apapun bentuk
konstruksi bangunan gedung (slab, basement, atau cawal space) rayap dapat
menembus lubang terbuka atau celah pada slab disekitar celah kayu atau pipa ledeng,
celah antara pondasi dan tembok maupun pada atap kuda-kuda.
Laporan tentang masalah tersebut telah dikumpulkan hampir dari seluruh daerah

(provinsi) di Indonesia. Bahkan Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen
Pekerjaan Umum pada pertengan tahun 1983 menyatakan bahwa kerugian akibat
serangan rayap pada bangunan gedung pemerintahan saja diperkirakan mencapai
seratus milyar rupiah setiap tahun. Jumlah tersebut jelas belum meliputi kerugian
pada bangunan gedung (perumahan) milik masyarakat. Intensitas serangan dan
besarnya kerusakan pada bangunan gedung akibat serangan rayap secara totalitas
sangat besar. Rata-rata persentase serangan rayap pada bangunan perumahan dikotakota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung mencapai lebih dari 70%.
Menurut Syaiful (2005), serangan rayap kayu kering sulit terdeteksi. Diperlukan
pemeriksaan untuk mengetahui ada tidaknya serangan rayap kayu kering karena
serangan terjadi pada bagian dalam kayu. Kayu yang terserang kalihatan utuh namun

bagian dalamnya telah keropos. Adanya serangan diketahui dengan mengetuk
komponen kayu serta adanya eksremen-eksremen berupa butir-butir kecil, licin,
lonjong dan agak bertakik yang keluar dari kayu apabila permukaan kayu
pecah/dipecah.
Tarumingkeng (1971) dalam Jusmalinda (1994) menyatakan jenis-jenis rayap
perusak kayu di Indonesia termasuk dalam famili Kalotermitidae, Rhinotermitidae
dan termitidae.
1. Famili Kalotermitidae
Jenis-jenis rayap ini merupakan jenis rayap yang paling primitif. Koloninya

tidak terdapat kasta pekerja. Tugas mengumpulkan makanan dan merawat
sarang dilakukan oleh larva dan nimfa yang telah tua. Cara hidupnya dibagi
atas tiga golongan:
a. Rayap kayu lembab (Glyptotermes spp)
b. Rayap pohon (Neotermes spp).
c. Rayap kayu kering (Cryptotermes spp)
2. Famili Rhinotermitidae
Famili ini mempunyai sarang dibawah atau diatas tanah. Jenis-jenis terpenting
adalah Captotermes curvignathus dan Coptotermes travian. Organisasi dari
famili ini lebih sedikit maju dari family Kalotermitidae.
3. Famili Termitidae
Famili

ini

memiliki

organisasi

yang


lebih

sempurna

dari

famili

Kalotermitidae. Rayap ini kebanyakan hidup didalam tanah. Genus yang
terkenal antara lain Ondotermes curvignathus. Kemampuannya dalam

menyerang bangunan sangat ditunjang oleh daya jelajahnya yang tinggi baik
pada arah jelajah horizontal maupun vertikal; mampu membuat sarang antara
(secondary

nest)

pada

tempat-tempat

yang

tidak

secara

langsung

bersinggungan dengan tanah, ukuran populasinya yang tinggi. Namun
beruntung, dibandingkan dengan rayap lain misalnya Schedorhinotermes
javanicu, Macrotermes gilvus, maupun Microtermes inpiratus, sebaran rayap
C. curvignathus jauh lebih terbatas dan diduga pola sebaran spasialnya
berbeda (Supriana, 2002).
Kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh serangan rayap baik rayap tanah
maupun rayap kayu kering cukup tinggi. Kerugian yang ditimbulkan oleh rayap tanah
lebih besar dibandingkan dengan rayap kayu kering. Hal ini diduga disebabkan oleh
sejarah lahan yang merupakan lahan perkebunan dan perladangan (Hakim et al.,
2009).
Ekologi dan habitat Rayap
Rayap pada dasarnya adalah serangga daerah tropika dan subtropika. Namun
sebarannya kini cenderung meluas ke daerah sedang (temperate) dengan batas-batas
50o LU dan LS. Di daerah tropika rayap ditemukan mulai dari pantai sampai
ketinggian 3000 m di atas permukaan laut. Menurut Subekti et al. (2008) beberapa
faktor lingkungan telah berhasil diidentifikasi dalam beberapa literature untuk rayap
tanah Macrotermes gilvus Hagen seperti: a) memerlukan kelembaban yang tinggi
dengan rentang perkembangan optimum RH : 75-90%; b) kisaran suhu 15 - 38o C,
serta c) curah hujan yang tinggi (3000-4000 mm/thn). Ketiga faktor tersebut

berpengaruh terutama pada perkembangan kasta reproduksi (laron) saat keluar dari
sarang.
Menurut Nandika et al. (2003), aktivitas rayap dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain :
1. Tipe Tanah
Rayap hidup pada tipe tanah tertentu. Namun, rayap tanah lebih menyukai tipe
tanah yang banyak mengandung liat. Serangga ini tidak menyukai tanah berpasir
karena tipe tanah ini memiliki kandungan bahan organik yang rendah.
Rayap tanah sebenarnya merupakan salah satu kelompok makrofauna tanah yang
dapat beradaptasi dengan kondisi tanah yang relatif basah. Penelitian pada lahan
yang masih berupa hutan rawa gambut membuktikan bahwa rayap dapat
dijumpai pada gambut dengan tingkat kejenuhan air tidak pernah kurang dari 80%.
Rayap tanah juga terbukti dapat bertahan hidup pada lahan gambut yang
tergenang selama berhari-hari dengan memanfaatkan tunggul-tunggul pohon
sebagai pelindung koloni mereka (Purnasari, 2011).
2. Tipe Vegetasi
Rayap mampu memodifikasi profil dan sifat kimia tanah sehingga menyebabkan
terjadinya perubahan vegetasi. Sebagai contoh, di sekitar sarang Macrotermes
cenderung lebih banyak mengandung silika sehingga menyebabkan hanya jenis-jenis
tertentu yang dapat tumbuh di atas sarang tersebut.
3. Bahan Organik dan Mineral Tanah

Rayap dan keberadaan sarangnya di dalam tanah akan mempengaruhi bahan
organik dan mineral tanah, seperti nitrogen, mineral dan infiltrasi air dan produksi
metana.
4. Faktor Lingkungan.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan populasi rayap meliputi curah
hujan, suhu, kelembaban, ketersediaan makanan dan musuh alami. Faktor-faktor tersebut
saling berinteraksi dan saling mempengaruhi satu sama lain. Curah hujan merupakan pemicu
perkembangan eksternal dan berguna merangsang keluarnya kasta reproduksi dari sarang.
Laron tidak keluar jika curah hujan rendah.

Cara Penyerangan
Menurut Tarumingkeng (2004), pengaturan energi koloni yang sangat efisien ini
merupakan manifestasi pola homeostatika dari koloni rayap untuk mempertahankan
eksistensinya.

Demikian

efisien

organisasi

hidupnya

sehingga

kita

sulit

mengendalikannya, apalagi memberantasnya. Beberapa pola perilaku rayap adalah
sifat kriptobiotik atau sifat selalu menyembunyikan diri, rayap hidup dalam tanah dan
bila akan invasi mencari obyek makanan juga menerobos di bagian dalam, bila perlu
lapisan logam tipis dan tembok (apalagi plastik) ditembusinya dan bila terpaksa harus
berjalan di permukaan yang terbuka mereka membentuk pipa pelindung dari bahan
tanah atau humus (sheltertubes). Makanan rayap adalah selulosa baik berbentuk arsip
kantor, buku, perabot, kayu bagian konstruksi, serasah, sampah, tunggak. Kayu-kayu
yang tertimbun di bawah fondasi bangunan (ini merupakan bahan sarang yang baik
karena kelak mereka dimungkinkan untuk naik), kayu sisa cetakan beton yang tidak
dikeluarkan dari konstruksi, dan lain-lain.

Rayap tanah C. curvignatus mampu menyerang suatu bangunan melalui
berbagai cara yaitu, (a) melalui lubang atau retakan kecil pada pondasi,
celahcelah dinding dari semen/beton, lantai ubin/keramik, tiang-tiang, pipa-pipa
saluran air maupun kabel (b) lewat bagian bangunan dari kayu yang berhubungan
dengan tanah (c) rayap menembus penghalang fisik seperti plat logam, plastik dan
lain-lain. Jenis ini merupakan rayap perusak dengan tingkat serangan paling
ganas, tidak mengherankan mereka mampu menyerang hingga ke lantai atas suatu
bangunan bertingkat. Sarang rayap tidak bersentuhan langsung dengan tanah
sehingga untuk memperoleh kelembaban didapatkan melalui tetesan-tetesan air
hujan dari atap bangunan yang bocor atau saluran air dekat instalasi pendingin
ruangan. Setelah mendapatkan kelembaban yang sesuai rayap perusak ini akan
memperluas serangannya, hal ini dikarenakan rayap perusak ini merupakan jenis
rayap yang paling memerlukan air dan tanah (kelembaban yang cukup sebagai
kebutuhan mutlak dalam koloninya) (Sigit & Hadi, 2006).
Kerugian Serangan Rayap di Indonesia
Tekanan terhadap lahan untuk dialihfungsikan menjadi areal pemukimanan
seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk, semakin intensif. Berdasarkan data
Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 1990 laju pertambahan jumlah perumahan di
Indonesia adalah sebesar 2,4 % tiap tahunnya (Nandika et al. 2003). Fenomena ini
menimbulkan efek limpasan yang merugikan bagi eksistensi perumahan tersebut.
Salah satunya, adalah meningkatnya kerawanan infestasi rayap pada bangunan
perumahan. Perubahan peruntukan lahan dari ekosistem yang mantap (hutan) menjadi
areal dengan peruntukan baru yang bersifat homogen, seperti perkebunan atau

pemukiman, memperparah tingkat infestasi rayap tanah. Habitat yang mengalami
penurunan derajat kompleksitas ekosistem berdampak pada peningkatan preferensi
infestasi rayap (Bakti, 2004).
Genus Coptotermes merupakan hama isopteran yang sangat destruktif
menyerang kayu dan bahan berkayu di dunia (Takematsu, et al., 2006) dan
berbagai species rayap ini ditemukan di Indonesia, seperti di Pulau Jawa,
Sulawesi dan Sumatera. Kerugian akibat serangan rayap pada bangunan/rumah
masyarakat di Indonesia diperkirakan telah mencapai 1,67 trilyun per tahun
(Rakhmawati, 1996). Di samping itu, data yang dikemukan oleh Supriana (2002)
menunjukkan bahwa kerugian dengan adanya serangan rayap bangunan gedung
milik pemerintah mencapai 100 milyar rupiah per tahun.
Tindakan Pencegahan dan Pengendalian Serangan Rayap
Pengendalian serangan rayap pada bangunan meliputi upaya pencegahan
serangan rayap dan pemberantasan atau menyembuhkan bangunan yang terserang
rayap. Pengendalian merupakan tindakan kuratif untuk menghilangkan dan
melindungi bangunan yang telah terserang rayap. Pemilihan tindakan pengendalian
memerlukan pemahaman yang baik terhadap karakteristik rayap yang menyerang
tindakan perlakuan tanah pasca konstruksi, alternative teknologi lain telah tersedia
yang teknik penekanan populasi dengan teknik pengumpanan.
Perlakuan Tanah Pasca Konstruksi
Perlakuan tanah dengan injeksi termitisida pada bangunan yang telah
terserang rayap masih merupakan teknologi yang banyak digunakan hingga saat ini.
Termitisida digunakan untuk mengisolasi bangunan dari koloni rayap yang berada

dibawah bangunan sehingga rayap yang telah menginfestasi bangunan akan terputus
dengan sarangnya. Perlakuan tanah pasca konstruksi dilakukan dengan menggunakan
penyemprot bertekanan tinggi (power sprayer) yang berfungsi untuk memasukkan
termitisida ke permukaan tanah dibawah lantai bangunan sehingga termitisida dapat
menyebar secara merata
Penekanan Populasi (Pengumpanan)
Penekanan populasi rayap merupakan teknologi pengendalian rayap yang
populer saat ini. Teknologi ini sesungguhnya telah dikenal sejak lama, Esenther dan
Coppel (1964) menggunakan umpan beracun untuk mengendalikan rayap tanah,
kemudian beberapa peneliti mengadopsi umpan tersebut untuk melakukan
monitoring dan pengendalian. Perkembangan teknologi penekanan populasi ditandai
dengan berkembangnya berbagai jenis bahan aktif termitisia, formulasi dan substrat
bahan aktif tersebut (wood block, kertasi tissue gulung (rolls of toilet paper); atau
corrugated cardboard). Beberapa contoh bahan dan formulasi yang digunakan adalah
1) hexaflumuron, triflumuron, noviflumuron, dan phenyl pyrazole dengan formulasi
berupa umpan beracun (bait toxicant); dan 2) arsenic trioxide, triflumuron dan phenyl
pyrazole dengan formulasi barupa tepung (dust). Metode pengumpanan pada
prinsipnya menggunakan sifat biologis rayap yaitu sifat tropalaksis dan grooming
dalam mendistribusikan racun pada anggota koloninya. Bahan aktif yang digunakan
harus bersifat slow action sehingga menjamin tersebarnya racun kepada seluruh
koloni (Nandika et al, 2003).