Penerapan Klausul Eksonerasi Dan Akibat Hukumnya Dalam Perjanjian Pembiayaan Musyarakah Pada Bank Syariah (Studi Putusan Pengadilan Agama Nomor 967 Pdt.G 2012 Pa.Mdn)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejalan dengan tujuan pembangunan nasional Indonesia untuk mencapai
terciptanya masyarakat adil dan makmur berdasarkan demokrasi ekonomi,
dikembangkan sistem ekonomi yang berlandaskan pada nilai keadilan, kebersamaan,
pemerataan, dan kemanfaatan yang sesuai dengan prinsip syariah. Bahwa kebutuhan
masyarakat Indonesia akan jasa-jasa perbankan syariah semakin meningkat. 9
Bank yang menjalankan operasional berdasarkan prinsip syariah, maka
kegiatannya berlandaskan pada Hukum Islam yang bersumber pada Al Qur’an, Hadits
dan Ijtihad. 10 Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah
dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. 11 Pembuatan akad pembiayaan juga
berlandaskan pada prinsip syariah. Akad dilakukan untuk saling mengikatkan diri

9

Bagian menimbang huruf a dan b Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan

Syariah.

10

Ijtihad adalah usaha atau ikhtiar yang sungguh-sungguh dengan mempergunakan segenap
kemampuan yang ada, dilakukan oleh orang (ahli hukum) yang memenuhi syarat untuk mendapatkan
garis hukum yang belum jelas atau tidak ada ketentuannya dalam Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah.
Ijtihad (dalam bahasa Arab) berasal dari kata jahadah artinya bersungguh-sungguh atau menghabiskan
segala daya dalam usaha. Lihat dalam Othman Ishak, Ijtihad dalam Perundangan Islam, Kuala
Lumpur, 1982. Lebih Lanjut lihat dalam Mohammad Daud Ali, Asas-Asas Hukum Islam (Hukum
Islam I) Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 1990),
h.104 (Selanjutnya disingkat Mohammad Daud Ali-I).
11
Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah

1

2

tentang perbuatan yang akan dilakukan, diwujudkan dalam ijab dan qabul 12 yang
menunjukkan adanya kesukarelaan antara kedua belah pihak sesuai dengan syari’at.

Hukum perjanjian Islam akan melahirkan transaksi-transaksi bisnis yang terbebas dari
riba, maisir dan gharar, haram dan zalim 13, sehingga diharapkan dapat lebih
mendatangkan kemanfaatan bagi para pihak dan menjadikannya bebas dari unsurunsur eksploitasi terhadap sesama. 14
Istilah perjanjian dalam praktiknya disebut juga dengan kontrak atau akad.15
Akad adalah kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk

12

Ijab adalah pernyataan pihak pertama mengenai isi perikatan yang diinginkan, sedangkan
qabul adalah pernyataan pihak kedua untuk menerimanya.
13
Riba yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain dalam transaksi
pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fadl), atau dalam
transaksi pinjam meminjam yang mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas mengembalikan dana
yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasi’ah). Maisir yaitu transaksi
yang digantungkan pada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan. Gharar yaitu
transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat
diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah. Haram yaitu transaksi yang
objeknya dilarang dalam syariah. Zalim yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak
lainnya. Lihat bagian Umum huruf C Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/22/DPS tentang

Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Pengawas Syariah Bank Pembiayaan
Syariah.
14
Abdul Ghafur Anshori, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, (Tangerang:
Agro Media Pustaka, 2006), h. 2-3.
15
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disingkat KUHPerdata) menggunakan
istilah overeenkomst dan contract untuk pengertian yang sama. Hal ini secara jelas dapat disimak
dalam judul Buku III title Kedua tentang “Perikatan-Perikatan yang Lahir dari Kontrak atau
Perjanjian.” Lihat Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak
Komersial Cetakan Ketiga, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), h. 13. Pendapat ini juga
di dukung banyak sarjana antara lain lihat Mariam Darus Badrulzaman, Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata Buku III Tentang Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Edisi II, Cetakan Kesatu, (Bandung:
Alumni, 1996), h. 89 (Selanjutnya disingkat Mariam Darus Badrulzaman-I). Lihat J. Satrio, Hukum
Perjanjian, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1992). Selanjutnya disebut J. Satrio-I.
Sedangkan kata akad berasal dari Bahasa Arab, yaitu kata al-‘aqadu. Lihat Ahmadi Miru, Hukum
Kontrak Bernuansa Islam, (Depok: Raja Grafindo Persada, 2012), h. 5 (Selanjutnya disingkat Ahmadi
Miru-I).

3


melakukan atau tidak melakukan perbuatan hukum tertentu. 16 Akad sah apabila tidak
bertentangan dengan syariat Islam, peraturan perundang-undangan, ketertiban umum
dan/atau kesusilaan. 17 Keabsahan perjanjian berdasarkan Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (selanjutnya KUHPerdata) dalam Pasal 1320, bahwa sahnya
perjanjian diperlukan adanya sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan
untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Dalam
Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata dinyatakan bahwa “semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Selanjutnya dalam ayat (3) dinyatakan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan
itikad baik.
Akad yang dilakukan saat ini banyak terkait dengan masalah perdagangan.
Islam tidak membenci perdagangan, bahkan Islam menganggap perdagangan ini
sebagai salah satu wasilah (sarana) kerja yang disyariatkan, sehingga Al-Qur’an
memberikan sifat yang baik terhadapnya. 18 Manusia diharuskan berusaha dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut salah satu cara
yang dapat dilakukan manusia adalah dengan membuka usaha. Untuk memulai dan
mengembangkan usaha tersebut dibutuhkan modal. Bank merupakan salah satu

16


Pasal 20 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2008 tentang
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
17
Pasal 26 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2008 tentang
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
18
Yusuf Qardhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, Jilid 1, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), h.
752.

4

lembaga keuangan yang memberikan bantuan modal bagi masyarakat dalam bentuk
pembiayaan. 19
Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah menyatakan Pembiayaan adalah dana atau tagihan yang dipersamakan
dengan itu berupa:
1. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
2. Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam
bentuk ijarah muntahiya bittamlik;

3. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan
istishna’;
4. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
5. Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi
multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah
dan/atau Unit Usaha syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang
dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut
setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan (ujrah), tanpa imbalan, atau
bagi hasil.
Pembiayaan musyarakah merupakan akad kerjasama antara dua pihak atau
lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi
dana (amal, expertise/keahlian) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko
akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Pembiayaan diikat dalam
sebuah perjanjian antara bank dengan nasabah debitur. 20
Undang-Undang Perbankan tidak menentukan bentuk perjanjian kredit bank,
berarti pemberian kredit bank dapat dilakukan secara tertulis maupun lisan. Dalam

19

Istilah kredit dikenal dalam perbankan konvensional, sedangkan pada perbankan yang

menjalankan operasionalnya berdasarkan prinsip syariah disebut dengan pembiayaan. Lebih lanjut
lihat dalam Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
20
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani,
2001), h. 90.

5

praktek perbankan, guna mengamankan pemberian kredit atau pembiayaan,
umumnya perjanjian kreditnya dituangkan dalam bentuk tertulis dan dalam perjanjian
baku (standard contract). Perjanjian kredit bank bisa dibuat di bawah tangan dan
bisa secara notarial. 21
Berdasarkan

Surat

keputusan

Direksi


Bank

Indonesia

Nomor

27/162/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 27/7/UPPB masingmasing tanggal 31 Maret 1995 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan
Kebijakan Perkreditan Bank bagi Bank Umum, yang menyatakan bahwa:
“Setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati pemohon kredit dituangkan
dalam perjanjian kredit secara tertulis. Berdasarkan peraturan tersebut diatas,
pemberian pembiayaan harus dibuat dalam perjanjian secara tertulis, baik
dengan akta dibawah tangan maupun dengan akta notarial.”
Perjanjian kredit berfungsi sebagai panduan bank dalam perencanaan,
pelaksanaan, pengorganisasian dan pengawasan pemberian kredit yang dilakukan
oleh bank, sehingga bank tidak dirugikan dan kepentingan nasabah yang
mempercayakan dananya kepada bank terjamin dengan sebaik-baiknya. Oleh karena
itu sebelum pemberian kredit dilakukan, bank harus sudah memastikan bahwa
seluruh aspek yuridis yang berkaitan dengan kredit telah diselesaikan dan telah
memberikan perlindungan yang memadai bagi bank. 22 Perjanjian kredit (pembiayaan)


21

Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2001), h. 263.
22
Ibid, h. 264.

6

dalam pelaksanaannya perlu mendapatkan perhatian yang khusus baik oleh bank
maupun nasabah. Perjanjian pembiayaan (kredit) memiliki beberapa fungsi yaitu: 23
1. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian
kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidaknya perjanjian
lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan jaminan.
2. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenal batasan-batasan hak
dan kewajiban di antara kreditur dan debitur.
3. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit.
Perjanjian merupakan ketentuan yang disepakati oleh para pihak melalui
perundingan atau negosiasi antara para pihak dalam perjanjian tersebut. Akan tetapi
dalam perkembangannya perjanjian-perjanjian yang digunakan dalam masyarakat

mengalami perkembangan dan perubahan.
Perubahan dan perkembangan tersebut dipengaruhi oleh perkembangan
sosial, ekonomi dan bisnis. Kebebasan berkontrak telah melampaui aturan-aturan
yang melanggar kepatutan. Hal ini terlihat dari berkembangnya perjanjian baku dan
pencantuman klausul eksonerasi dalam perjanjian. Perkembangan dalam hukum
perjanjian menyebabkan, pihak yang memiliki kedudukan (status) yang kuat mulai
bebas menentukan kedudukannya, serta bebas menentukan isi dan bentuk perjanjian.
Sir Henry Maine menyatakan “hukum berkembang from status to contract.” 24

23

Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
2003), h. 388.
24
Kedudukan atau status yang dimiliki oleh salah satu pihak dalam hubungan hukum
perjanjian, pihak yang kedudukannya lebih kuat akan dengan mudah menentukan isi dan syarat-syarat
dalam perjanjian. Lihat Sudikno Mertokusumo, Perkembangan Hukum Perjanjian, (Makalah
Disampaikan Pada Seminar Nasional Asosiasi Pengajar Hukum Perdata/Dagang, Kerjasama Fakultas
Hukum Universitas Gajah Mada Konsorsium Ilmu Hukum), Yogyakarta, 12-13 Maret 1990, h.4.
Selanjutnya lihat Marcel Seran & Anna Maria Wahyu Setyowati, “Penggunaan Klausul Eksonerasi

dalam Perjanjian dan Perlindungan Hukum Bagi Konsumen”, Jurnal Hukum Pro Justitia, Volume
XXIV Nomor 2, April, 2006, h. 159

7

Perjanjian baku tumbuh berkembang dilatarbelakangi dengan keadaan sosial
dan ekonomi, dimana perusahaan besar semi pemerintah atau perusahaan-perusahaan
pemerintah mengadakan kerjasama dalam satu organisasi dan untuk kepentingannya
menciptakan syarat-syarat tertentu secara sepihak untuk diajukan kepada lawannya
(counter party/wederpartij). 25
Perjanjian baku merupakan suatu bentuk perjanjian yang berisikan hak dan
kewajiban kedua belah pihak yang diwujudkan dalam bentuk tulisan yang sudah
dibakukan. Salah satu dalam perjanjian itu, yaitu pihak yang secara ekonomi kuat
biasanya menetapkan syarat-syarat baku secara sepihak, oleh karena itu perjanjian
baku itu pada prinsipnya ditetapkan tanpa lebih dahulu merundingkannya dengan
pihak yang lainnya. Umumnya dalam praktek perbankan di Indonesia perjanjian
kredit bank yang dipakai adalah perjanjian baku yang klausul-klausulnya telah
disusun sebelumnya oleh pihak bank. 26
Mariam Darus Badrulzaman menjelaskan bahwa perjanjian baku adalah
“perjanjian yang didalamnya dibakukan syarat eksonerasi dan dituangkan dalam
bentuk formulir yang bermacam-macam bentuknya.” 27 Penggunaan perjanjian baku
diikuti dengan adanya pencantuman syarat atau klausul eksonerasi (exoneratie
clausule). Klausul eksonerasi adalah syarat yang secara khusus membebaskan

25

Hasanudin Rahman, Legal Drafting, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), h.34.
http://www.pa-purworejo.go.id/web/transaksi-bank-menggunakan-perjanjian-kredit-dalambentuk-baku/, Tarsi, “Menyoal Transaksi Bank Menggunakan Perjanjian Kredit dalam Bentuk Baku”,
Akses Terakhir, Minggu, 30 November 2014 pukul 15.00.
27
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994), h.
47 (Selanjutnya disebut Mariam Darus Badrulzaman-II).
26

8

pengusaha dari tanggung jawab terhadap akibat yang merugikan, yang timbul dari
pelaksanaan perjanjian. 28
Klausul eksonerasi memuat suatu pernyataan yang membatasi atau bahkan
menghapus sama sekali tanggung jawab yang seharusnya menjadi kewajiban pelaku
usaha. Isi, aturan atau ketentuan yang diatur mengandung syarat yang secara khusus
membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab akibat dari sesuatu yang merugikan
dari perjanjian. Berada pada posisi tawar yang lemah maka nasabah dihadapkan pada
dua pilihan yaitu menyetujui perjanjian (take it) atau menolak dan meninggalkan
perjanjian (leave it). 29
Penerapan klausul eksonerasi dalam perjanjian pembiayaan pada bank
dalam prakteknya terjadi di bank syariah dalam perkara ekonomi syariah di
Pengadilan Agama Medan Nomor 967/Pdt.G/2012/PA/Mdn. Kasus ini terjadi antara
SD (Ibu kandung dari OSH yaitu nasabah debitur), di Padang Lawas Utara
(Penggugat) melawan:
1. PT. Bank Sumut Syariah Cabang Padang Sidimpuan (Tergugat I)
2. PT. Bank Sumut, Sumatera Utara (Tergugat II)
3. PT. Asuransi Y Syariah, Jakarta (Tergugat III)
4. YD (istri dari nasabah debitur), di Padang Lawas Utara, selaku pribadi sekaligus
mewakili anak kandung yang masih dibawah umur:

28

Abdul Kadir Muhammad, Perjanjian Baku dalam Praktek Perusahaan Perdagangan,
(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1992), h. 20.
29
Lihat Muhammad Syaifuddin, Pengayaan Hukum Perikatan, (Bandung: Mandar Maju,
2012), h. 229.

9

a. EAH, 17 Tahun, tidak bekerja
b. AUH, 15 Tahun, tidak bekerja
c. RMH, 12 Tahun, tidak bekerja
Kesemua anak 1 s/d 3 beralamat dan tinggal bersama dengan Turut Tergugat I
di Kabupaten Padang Lawas Utara (Turut Tergugat I).
5. FDAH, alamat di Padang Lawas Utara (Turut Tergugat II)
6. EMH, alamat di Padang Lawas Utara (Turut Tergugat III)
Berawal dari nasabah debitur dan Tergugat I terikat dalam akad pembiayaan
musyarakah Nomor 120/KCSY02-APP/MSY/2011 pada tanggal 26 April 2011,
untuk penambahan modal kerja dengan jumlah pembiayaan Rp. 700.000.000,. (tujuh
ratus juta rupiah) dalam jangka waktu 12 bulan atau satu tahun. Perjanjian
pembiayaan disertai dengan jaminan berupa Sertifikat Hak Milik Nomor 457/ Pasar
Gunung Tua tanggal 19 Desember 2008 dan Sertifikat Hak Milik Nomor 395/ Pasar
Gunung Tua tanggal 7 Juni 2007. Nasabah debitur telah memenuhi pembayaran
asuransi jiwa dan biaya administrasi kepada bank sebesar Rp. 13.609.000,. (tiga belas
juta enam ratus sembilan ribu rupiah).
Tanggal 13 Juli 2011 nasabah debitur meninggal dunia. Meninggalnya
nasabah debitur menyebabkan terhentinya pembayaran cicilan pembiayaan. Pada
tanggal 3 Februari 2012, 27 Maret 2012, dan tanggal 22 Mei 2012 pihak bank
mengirim surat peringatan kepada ahli waris nasabah debitur yaitu istri dan anakanaknya agar membayar pelunasan hutang pembiayaan sebesar Rp. 752.000.000,.
(tujuh ratus lima puluh dua juta rupiah). Apabila tidak dilunasi maka bank akan

10

mengajukan lelang terhadap barang jaminan kepada Kantor Pelayanan Kekayaan
Negara dan Lelang (KPKNL).
Pihak bank dan nasabah debitur pada saat persetujuan akad pembiayaan
musyarakah disertai dengan Surat Pernyataan yang ditandatangani oleh ahli waris
yaitu istri nasabah debitur dan kedua anaknya yang sudah dewasa pada tanggal 26
April 2011 yang menyatakan “apabila dikemudian hari pada saat asuransi jiwa saya
belum terbit polisnya, terjadi sesuatu pada diri saya dan mengancam jiwa saya, ahli
waris saya tidak akan menuntut pihak bank dan seluruh pembiayaan saya tetap akan
menjadi tanggung jawab ahli waris saya hingga selesai.”
Ahli waris tidak bersedia melakukan pelunasan pembiayaan karena
pembiayaan musyarakah tersebut telah dilindungi dengan asuransi pembiayaan dan
premi asuransi tersebut telah dibayar oleh almarhum nasabah debitur sebelum beliau
meninggal dunia. Akan tetapi pihak asuransi tidak bersedia mengeluarkan klaim
asuransi karena bank belum memenuhi kelengkapan syarat administrasi berupa Hasil
Pemeriksaan Kesehatan dari nasabah debitur. Ibu kandung dari nasabah debitur
(Penggugat) pada tanggal 14 Juni 2012, mengajukan gugatannya atas dasar
pembebasan hutang/penundaan lelang ke Pengadilan Agama Medan.
Permohonan Penggugat sebagaimana dalam Putusan Pengadilan Agama
Medan Nomor 967/Pdt.G/2012/PA.Mdn, Hakim

mengabulkan sebagian dari

permohonan Penggugat. Menariknya dalam kasus ini dalam amar putusan, Hakim
memutuskan bahwa ahli waris dibebaskan dari pembayaran sisa pelunasan
pembiayaan musyarakah, menyatakan Sertifikat Hak Milik yang dijadikan sebagai

11

jaminan harus dikembalikan kepada Penggugat, menyatakan Surat Pernyataan dalam
perjanjian pembiayaan musyarakah yang menyatakan pengalihan tanggung jawab
pelunasan pembiayaan musyarakah kepada ahli waris setelah nasabah debitur
meninggal dunia, batal demi hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
Proses selanjutnya PT. Bank Sumut Syariah Cabang Padangsidimpuan
mengajukan Banding di Pengadilan Tinggi Agama Medan. Majelis Hakim dalam
putusannya Nomor 124/Pdt.G/2013/PTA.Mdn, memutuskan menyatakan

gugatan

penggugat tidak dapat diterima (Niet Onvanklijke Verklaard). Menghukum
Penggugat/Terbanding untuk membayar biaya perkara pada tingkat pertama sebesar
Rp. 3.841.000,00., (tiga juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) dan pada tingkat
Banding sebesar Rp. 150.000,00., (seratus lima puluh ribu rupiah). Kemudian salah
satu Terbanding (SD/Penggugat) mengajukan Kasasi. Majelis Hakim Mahkamah
Agung menolak permohonan Kasasi dengan menguatkan putusan Pengadilan Tinggi.
Kasus ini dikaitkan dengan perjanjian, maka Perjanjian merupakan salah
satu sumber lahirnya perikatan. Kesepakatan dalam perjanjian membuat salah satu
atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut mengikatkan dirinya untuk memenuhi
kewajiban sebagaimana yang telah diperjanjikan.

30

Isi, aturan atau ketentuan yang diatur dalam klausul eksonerasi mengandung
suatu syarat yang secara khusus membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab
akibat dari sesuatu yang merugikan dari perjanjian. Bahkan ketentuan syarat-syarat

30

Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis, Memahami Prinsip Keterbukaan dalam Hukum
Perdata, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), h.326.

12

klausul terlebih dahulu telah dipersiapkan dan ditetapkan secara sepihak oleh bank
dan mengikat serta harus dipenuhi oleh nasabah debitur.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka menarik untuk dilakukan penelitian
mengenai Penerapan Klausul Eksonerasi Dan Akibat Hukumnya Dalam Perjanjian
Pembiayaan Musyarakah Pada Bank Syariah (Studi Putusan Pengadilan Agama
Nomor 967/Pdt.G/2012/PA.Mdn sebagai judul dalam penelitian ini.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut diatas, yang menjadi pokok permasalahan dalam
penelitian tesis ini adalah:
1. Bagaimana pandangan Hukum Perjanjian Islam terhadap penerapan klausul
eksonerasi dalam suatu perjanjian?
2. Apakah akibat hukum terhadap penerapan klausul eksonerasi dalam perjanjian
pembiayaan musyarakah ditinjau dari Hukum Perjanjian Islam, Kitab UndangUndang Hukum Perdata, Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan?
3. Bagaimana pertimbangan hukum Hakim terhadap kekuatan mengikat klausul
eksonerasi dalam pelunasan pembiayaan musyarakah setelah nasabah debitur
meninggal

dunia

berdasarkan

putusan

Pengadilan

Agama

Nomor

967/Pdt.G/2012/PA.Mdn?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan tersebut di atas, tujuan
yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

13

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan pandangan Hukum Perjanjian Islam terhadap
penerapan klausul eksonerasi dalam suatu perjanjian.
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan akibat hukum yang timbul terhadap penerapan
klausul eksonerasi dalam perjanjian pembiayaan musyarakah berdasarkan Hukum
Perjanjian Islam, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang
Perlindungan Konsumen dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
3. Untuk mengetahui dan menjelaskan pertimbangan hukum Hakim terhadap
kekuatan mengikat klausul eksonerasi dalam pelunasan pembiayaan musyarakah
setelah nasabah debitur meninggal dunia berdasarkan putusan Pengadilan Agama
Nomor 967/Pdt.G/2012/PA.Mdn.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoretis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi hukum bagi para
akademisi bidang hukum berkaitan dengan klausul eksonerasi pada perjanjian
pembiayaan di bank syariah.
b. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat umum untuk menambah
wawasan di bidang ilmu hukum perjanjian khususnya klausul eksonerasi.
c. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar bagi bahan penelitian
selanjutnya pada bidang yang sama.
2. Secara Praktis

14

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi para praktisi khususnya
dalam perbankan syariah, praktisi peradilan yang terlibat langsung dalam
proses pelaksanaanya yaitu para hakim di Pengadilan.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi, referensi atau bacaan
tambahan bagi mahasiswa Fakultas Hukum dan masyarakat luas.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi serta penelusuran yang dilakukan di perpustakaan
Universitas Sumatera Utara serta kepustakaan Magister Ilmu Hukum Universitas
Sumatera Utara, penelitian dengan judul “Penerapan Klausul Eksonerasi Penerapan
Klausul Eksonerasi Dan Akibat Hukumnya Dalam Perjanjian Pembiayaan
Musyarakah Pada

Bank Syariah (Studi Putusan Pengadilan Agama Nomor

967/Pdt.G/2012/PA.Mdn)” belum pernah ada yang meneliti. Ada beberapa Tesis
yang membahas mengenai klausul eksonerasi dengan judul dan permasalahan yang
berbeda, yaitu:
1. Olga Anne Marie Depari
Nim: 017011049 program Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara
dengan judul Tesis “Tanggung Jawab Perusahaan Pengiriman Barang Dalam
Pengiriman Barang Paket Dengan Klausul Eksonerasi (Studi Kasus Di ELTEHA
Internasional LTD Cabang Medan.” Dengan permasalahan sebagai berikut:
a. Bagaimana kekuatan hukum klausul eksonerasi dalam perjanjian pengiriman
barang yang dibuat secara sepihak (standard contract)?

15

b. Upaya hukum apa yang dapat dilakukan oleh pihak kedua (pemakai jasa) apabila
terjadi kehilangan atau keterlambatan barang paket oleh perusahaan pengiriman
barang dengan klausul eksonerasi?
c. Bagaimana tanggung jawab perusahaan pengangkutan barang dalam membayar
ganti rugi atas pengiriman barang paket dengan klausul eksonerasi?
2. Intan Sahat Sitompul
Nim: 002111021 Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara dengan judul
Tesis “Eksistensi Klausul Eksonerasi Dalam Kontrak Baku Di Dunia Perbankan
Dan Implikasinya Bagi Nasabah (Studi Kasus Permata Bank Medan).” Dengan
permasalahan sebagai berikut:
a. Bagaimanakah dampak industrialisasi terhadap pengguna kontrak baku dalam
bisnis perbankan?
b. Faktor-faktor apa yang menyebabkan perbankan menggunakan kontrak baku
dalam kegiatan usahanya?
c. Bagaimanakah penggunaan kontrak baku dalam bisnis perbankan dapat
menimbulkan ketidakadilan bagi nasabah?
3. Arief Fredy Kurniawan Harefa
Nim: 117011062, program Magister Kenotariatan Univesitas Sumatera Utara
dengan judul tesis “Akibat Hukum Penerapan Klausul Eksonerasi Dalam
Penerbitan Kartu Kredit di Bank BNI 46 Cabang Medan.” Permasalahan penelitian
sebagai berikut:

16

a. Apakah perjanjian penerbitan kartu kredit di BNI 46 Medan telah memenuhi
asas kebebasan berkontrak dan asas keseimbangan dalam hukum perjanjian?
b. Bagaimana akibat hukum penerapan klausula eksonerasi dalam perjanjian
penerbitan kartu kredit yang diterbitkan BNI 46 Medan?
c. Bagaimana cara menyelesaikan sengketa akibat pengggunaan klausula
eksonerasi?
Berdasarkan perbandingan dari beberapa judul penelitian diatas, maka dapat
dikatakan bahwa judul dan permasalahan dalam penelitian ini belum pernah
dilakukan sebelumnya. Penelitian ini mengenai penerapan klausul eksonerasi dalam
tinjauan Hukum Perjanjian Islam dan prinsip-prinsip syariah serta Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah dengan menganalisis kasus ekonomi syariah pada Pengadilan
Agama Medan. Kemudian memperbandingkannya dengan KUHPerdata, UndangUndang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Oleh sebab itu maka penelitian ini dapat dikatakan memiliki keaslian dan sesuai
dengan asas-asas keilmuan yang harus dijunjung tinggi yaitu kejujuran, rasional,
objektif dan terbuka serta sesuai dengan etika dari proses untuk menemukan suatu
kebenaran ilmiah, dengan demikian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya secara ilmiah.
F. Kerangka Teori Dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan suatu hal yang penting dalam sebuah penelitian.
Teori hukum merupakan dasar dalam memberikan penilaian apa yang seharusnya dan

17

untuk menjelaskan fakta atau peristiwa hukum yang terjadi. Untuk menggali makna
lebih jauh dari aturan hukum, tidak cukup dilakukan penelitian dalam ruang lingkup
dogmatik hukum saja, tetapi lebih mendalam lagi memasuki teori hukum. 31Kerangka
teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu
kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan
teoritis. 32 Teori yang digunakan sebagai pisau analisis guna menjawab dan
menjelaskan permasalahan pada penelitian ini adalah teori perjanjian (akad), serta
teori kepastian hukum sebagai teori pendukung.
Secara

khusus

penawaran/pemindahan
kepemilikan)

dalam

akad

berarti

kepemilikan)
lingkup

yang

keterkaitan
dan

qabul

disyari’atkan

antara

ijab

(pernyataan

(pernyataan

penerimaan

dan

berpengaruh

pada

sesuatu. 33Ahmad Azhar Basyir memberikan pengertian akad, bahwa: 34
“Akad adalah suatu perikatan antara ijab dan qabul dengan cara yang
dibenarkan syara’ yang menetapkan adanya akibat-akibat hukum pada
objeknya. Ijab adalah pernyataan pihak pertama mengenai isi perikatan yang
diinginkan, sedangkan qabul adalah pernyataan pihak kedua untuk
menerimanya.”
Sahnya suatu akad harus dipenuhi rukun dan syarat akad. Rukun adalah unsur
yang mutlak harus dipenuhi dalam sesuatu hal, peristiwa dan tindakan. Sedangkan

31

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Cetakan Keenam, (Jakarta: Prenadamedia
Group, 2010), h. 112.
32
Muhammad Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), h.
80.
33
Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta: Raja Grafindo, 2012), h. 35.
34
Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam), (Yogyakarta:
UII Press, 2000), h. 65.

18

syarat adalah unsur yang harus ada untuk sesuatu hal, peristiwa dan tindakan
tersebut. 35 Sebagian besar ulama berpendapat rukun dan syarat akad, yaitu: 36
a. Al ‘aqidain (Subjek Perikatan)
b. Mahallul ‘Aqd (Objek Perikatan)
c. Maudhu’ul ‘Aqd (Tujuan Perikatan)
d. Sighat al ‘Aqd (Ijab dan qabul)
Syarat sahnya suatu akad yaitu apabila tidak menyalahi syariat Islam, adanya
keridhaan atau sepakat antara kedua belah pihak dalam akad dan akad harus jelas.
Apabila syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, maka akad tersebut batal demi
hukum. 37
Ayat-ayat Al Qur’an memberikan aturan dan tata cara dalam pelaksanaan akad
sebagaimana firman Allah Swt dalam Al Qur’an. Allah SWT berfirman agar manusia
menepati janji apabila ia berjanji, terdapat dalam surah An Nahl ayat (91) “dan
tepatilah janji dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu melanggar
sumpah setelah di ikrarkan, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu
(terhadap sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.”
Allah SWT berfirman agar manusia memenuhi akad-akad, tercantum dalam
surah Al Maa’idah ayat (1) “hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad
itu..”. Setiap manusia diharuskan memenuhi janji-janji yang telah mereka sepakati

35

Fathurahman Djamil, Hukum Perjanjian Syariah dalam Kompilasi Hukum Perikatan,
(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), h. 28.
36
Abdul Ghofur, Op.Cit, h.21.
37
Ibid, h. 24.

19

antara para pihak, sebab setiap janji yang telah disepakati akan diminta
pertanggungjawabannya. Perintah ini diatur dalam surah Al Isra’ ayat (34) “…..dan
penuhilah janji-janji, karena janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya.”
Sistem hukum perjanjian terkandung sejumlah asas dan hukum perjanjian
dibangun berdasarkan asas-asas hukum tersebut. Dilihat dari segi substantif, asas
hukum perjanjian adalah suatu pikiran dasar tentang kebenaran untuk menopang
norma hukum dan menjadi elemen yuridis dari suatu sistem hukum perjanjian. 38
Asas-asas akad yang dikenal dalam perjanjian Islam antara lain asas ikhtiyari/
sukarela,

amanah/menepati

janji,

ikhtiyati/kehati-hatian,

taswiyah

(kesetaraan/keadilan). 39 Pelaksanaan akad dilakukan berdasarkan asa-asas tersebut.
Asas kesetaraan/keadilan mengatur para pihak di dalam akad berada pada kedudukan
yang setara serta mempunyai hak dan kewajiban yang seimbang. Sebagaimana Allah
SWT berfirman dalam QS. Al Maidah ayat (8):
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu
untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada
takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan.”
Perjanjian merupakan suatu bentuk perikatan, ciri utama perikatan adalah
merupakan suatu hubungan hukum antara para pihak, dimana dengan hubungan

38

Tan Kamello, Karakter Hukum Perdata dalam Fungsi Perbankan Melalui Hubungan Antar
Bank Dengan Nasabah, Dalam Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Dalam Bidang Hukum Perdata
tanggal 2 September 2006, Universitas Sumatera Utara Medan, 2006, h.7.
39
Lihat Pasal 21 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2008
Tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.

20

hukum itu terdapat hak (prestasi) dan kewajiban (kontra prestasi) yang saling
dipertukarkan oleh para pihak. 40
Hukum perjanjian mengenal empat asas yang satu dengan lainnya saling
berkaitan, yakni asas konsensualisme (the principle of consensualism, het
consensualisme), asas kekuatan mengikatnya kontrak (the principle of the binding
force of contract, de verbindende kracht van de overeenkomst), asas kebebasan
berkontrak (principle of freedom of contract, de contractsvrijheid) dan asas itikad
baik (good faith) 41
Asas kebebasan berkontrak memberikan kebebasan bagi pihak-pihak dalam
perjanjian untuk menentukan isi perjanjian. Namun kebebasan ini dibatasi
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1337 KUHPerdata yang menentukan bahwa,
“suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila
berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.”
Pasal 1339 KUHPerdata mengatur pentingnya kepatutan dalam perjanjian
disamping apa yang telah disepakati dalam perjanjian tersebut. Pasal ini juga pada
umumnya dihubungkan dengan Pasal 1338 ayat 3 bahwa “perjanjian harus
dilaksanakan

40

dengan

itikad

baik.”

Hal

ini

karena

kepatutan

sangat

Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1992),
h. 1. Selanjutnya disebut Mariam Darus Badrulzaman-III.
41
Agus Yudha Hernoko, Op.Cit, h. 107.

21

mempertimbangkan aspek-aspek penting yang melingkupi suatu kasus, yaitu itikad
baik, maksud para pihak, situasi atau keadaan-keadaan, dan lain-lain. 42
KUHPerdata memberikan batasan untuk menghindari terjadinya perjanjian
yang melanggar norma-norma umum. Batasan tersebut diatur dalam Pasal 1320
KUHPerdata, bahwa sahnya perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu:
a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri;
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
c. Suatu hal tertentu;
d. Suatu sebab yang halal (suatu sebab yang tidak terlarang).
Apabila keempat syarat tersebut tidak terpenuhi maka perjanjian akan batal demi
hukum. Tidak terpenuhinya syarat subjektif (sepakat dan cakap) maka perjanjian
dapat dibatalkan (voidable). Tidak terpenuhinya syarat objektif (suatu hal tertentu
dan sebab yang halal) perjanjian batal demi hukum (null and void).
Terhadap saat-saat terjadinya perjanjian ada beberapa ajaran: 43
a. Teori kehendak (wilstheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada
saat kehendak pihak penerima dinyatakan, misalnya dengan mengirim surat.
b. Teori pengiriman (verzendtheori) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi
pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima
tawaran.
c. Teori pengetahuan (vernemingstheorie) mengajarkan bahwa pihak yang
menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima.
d. Teori kepercayaan (vertrouwwenstheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan
itu terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak diterima oleh pihak
yang menawarkan.

42

O. Notohamidjojo, Masalah keadilan, (Semarang: Tirta Amerta, 1971), h.13. Selanjutnya
lihat dalam Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., h. 67.
43
Mariam Darus Badrulzaman-I, Op.Cit, h. 98-99.

22

Teori perjanjian (akad) dijadikan dasar untuk menganalisis dan menjelaskan
mengenai penerapan klausul eksonerasi dalam perjanjian pembiayaan musyarakah.
Klausul eksonerasi merupakan bagian dari perjanjian baku yang merupakan
subsistem dari hukum perdata, perjanjian harus didasarkan pada norma hukum
perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata.
Penelitian ini juga menggunakan teori kepastian hukum sebagai teori
pendukung. Hukum Islam mengatur tata cara dalam menjalankan kepastian hukum,
hal-hal yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan, sebagaimana firman
Allah Swt dalam Al Qur’an surah Al Maidah ayat (8), “hai orang-orang yang
beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran)
karena Allah”, serta dalam Al Qur’an Surah Al-Baqarah ayat (42), “dan janganlah
kamu campuradukkan yang haq dengan yang batil…”
Hadits Rasulullah Saw menegaskan “kaum muslimin (dalam kebebasan) sesuai
dengan syarat dan kesepakatan mereka, kecuali syarat yang mengharamkan yang
halal atau menghalalkan yang haram.” Aturan-aturan kepastian hukum ini mengatur
agar perjanjian tidak menggunakan cara batil, dijalankan secara benar sesuai dengan
aturan Al Qur’an dan Hadits.
Kepastian hukum menurut Muhammad Solly Lubis ada dua yaitu:
“Kepastian oleh karena hukum dan kepastian dalam atau dari hukum. Kepastian
dalam hukum tercapai kalau hukum itu sebanyak-banyaknya hukum undangundang dan bahwa dalam undang-undang itu tidak ada ketentuan yang
bertentangan, undang-undang itu dibuat berdasarkan “rechtswerkelijheid”

23

(kenyataan hukum) dan dalam undang-undang tersebut tidak terdapat istilahistilah yang dapat ditafsirkan berlainan.” 44
Kepastian hukum menurut Tan Kamello, meliputi dua hal yakni:
“Pertama, kepastian perumusan norma dan prinsip hukum yang tidak
bertentangan satu dengan yang lainnya baik dari Pasal-Pasal undang-undang itu
secara keseluruhan maupun dengan Pasal-Pasal yang berada diluar undangundang. Kedua kepastian dalam melaksanakan norma-norma dan prinsip
hukum undang-undang.” 45
Teori kepastian hukum mengandung dua pengertian yaitu pertama adanya
aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh
atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari
kesewenangan pemerintah karena adanya aturan hukum yang bersifat umum itu
individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh
negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa Pasal-Pasal dalam
undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara
putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk kasus yang serupa
telah diputuskan.

46

Ronald Dworkin menyatakan “law as it is written in the books and law as it is
decided by the judge through judicial process (hukum adalah apa yang tertulis

44

Muhammad Solly Lubis, Op.Cit, h. 43.
Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, (Bandung,
Alumni, 2004), h. 117.
46
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan Keempat, (Jakarta: Kencana
Pranada Media Group, 2008), h. 158. (Selanjutnya disebut Peter Mahmud Marzuki-I).
45

24

didalam undang-undang maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui
pengadilan.” 47
Teori kepastian hukum ini digunakan untuk menganalisis klausul eksonerasi
dalam perjanjian pembiayaan musyarakah dan apa akibat hukum yang ditimbulkan
dalam penerapan klausul tersebut serta pertimbangan hakim dalam putusan perkara.
2. Kerangka Konsepsi
Kerangka konsepsional mengungngkap beberapa konsepsi atau pengertian yang
akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum. 48 Konsep adalah suatu kontruksi
mental, yaitu suatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran
penelitian untuk keperluan analitis. 49
Kerangka konsepsi digunakan untuk menghindari pemahaman dan penafsiran
yang berbeda terhadap penggunaan istilah dan pengertian-pengertian dalam suatu
penelitian. Untuk menghindari terjadinya salah pengertian dan pemahaman, maka
akan dijelaskan kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini:
a. Akibat Hukum adalah segala akibat yang terjadi dari segala perbuatan hukum yang
dilakukan oleh subjek hukum kepada objek hukum atau akibat-akibat lain yang

47

Sebagaimana dikutip dari Bismar Nasution, “Metode Penelitian Hukum Normatif dan
Perbandingan Hukum”, (Makalah disampaikan pada dialog interaktif tentang Penelitian Hukum dan
Hasil Penulisan Hukum Pada Majalah Akreditasi), Fakultas Hukum USU, Medan, 18 Februari 2003, h.
1.
48
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), h.7.
49
Satjipto Rahardjo, Konsep Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996), h.397.

25

disebabkan karena kejadian-kejadian tertentu oleh hukum yang bersangkutan telah
ditentukan atau dianggap sebagai akibat hukum. 50
b. Klausul eksonerasi adalah syarat yang secara khusus membebaskan pengusaha
dari tanggung jawab terhadap akibat yang merugikan, yang timbul dari
pelaksanaan perjanjian. 51 Klausul yang isinya menambah hak dan/atau
mengurangi kewajiban Pelaku Usaha Jasa Keuangan atau mengurangi hak
dan/atau menambah kewajiban konsumen. 52
c. Perjanjian adalah hubungan antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat
untuk menimbulkan akibat hukum dua pihak itu sepakat untuk menentukan
peraturan atau kaedah hak dan kewajiban yang mengikat mereka untuk ditaati dan
dijalankan. 53
d. Pembiayaan adalah dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa: 54
1) Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
2) Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk
ijarah muntahiya bittamlik;
3) Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna’;
4) Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
5) Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau Unit
Usaha syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau
diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu
tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.

50

Pipin Syarifin, Pengantar Ilmu Hukum, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h.73.
Abdul Kadir Muhammad, Loc.Cit, h. 20.
52
Bagian II angka 3 huruf a Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/SEOJK.07/2014
tentang Perjanjian Baku.
53
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Liberty, 1983),
h. 96.
54
Pasal 1 angka 25 Bab I Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah
51

26

e. Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (amal,
expertise/keahlian) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. 55
f. Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan
Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah. 56
g. Akad adalah kesepakatan tertulis antara Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah dan
pihak lain yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak
sesuai dengan Prinsip Syariah. 57
G. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu usaha yang bertujuan untuk menemukan,
mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan. Sebagai suatu
penelitian ilmiah maka rangkaian kegiatan dalam penelitian ini diawali pengumpulan
sumber bahan hukum, identifikasi bahan hukum, sistematisasi bahan hukum dan
analisis bahan hukum kemudian perancangan dan penulisan yang dilakukan dengan
memperhatikan kaidah-kaidah penelitian sebagai berikut:

55

Muhammad Syafi’i Antonio, Op.Cit, h. 90.
Pasal 1 angka 7 Bab I Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah.
57
Pasal 1 angka 13 Bab I Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah.
56

27

1. Jenis Dan Sifat Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah penelitian
normatif. Metode penelitian normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan
adalah metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada. 58 Penelitian normatif
membahas doktrin-doktrin dan asas-asas dalam ilmu hukum. 59 Berdasarkan
kegunaannya, jenis metode penelitian normatif berguna untuk mengetahui atau
mengenal apakah dan bagaimanakah hukum positifnya mengenai suatu masalah
tertentu dan juga dapat menjelaskan dan menerangkan kepada orang lain apakah dan
bagaimanakah hukumnya mengenai peristiwa atau masalah yang tertentu. 60
Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif analitis dan eksplanatif yaitu
memaparkan dan menjelaskan gejala hukum yang ada dalam masyarakat dan
peraturan-peraturan hukum yang ada. Menggali peraturan-peraturan tersebut terhadap
peristiwa yang terjadi, yaitu menjelaskan mengenai perjanjian pembiayaan
musyarakah yang dalam perjanjian tersebut menerapkan klausul eksonerasi dengan
menggali putusan hakim pengadilan agama terhadap kasus tersebut.
Penelitian ini menggunakan pendekatan Perundang-undangan (statute
approach) dan pendekatan analitis (analytical approach), yaitu pendekatan terhadap
undang-undang dan peraturan hukum yang terkait dengan klausul eksonerasi,
58

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
Cetakan Kesebelas, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2009), h. 13-14.
59
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum Cetakan Ketiga, (Jakarta: Kencana, 2006), h.35.
60
C.F.G. Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20,
(Bandung: Alumni, 1994), h. 140.

28

perjanjian pembiayaan dan prinsip syariah serta menganalisis putusan hakim
Pengadilan Agama Nomor 967/Pdt.G/2012/PA.Mdn terkait putusan adanya
penerapan klausul eksonerasi dalam perjanjian pembiayaan musyarakah.
2. Sumber Data
Sumber data merupakan segala sesuatu yang dapat memberikan informasi
mengenai data. Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder
adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan yang dilakukan dengan mencari,
mengumpulkan dan mengkaji bahan hukum primer, sekunder dan tersier. 61 Data
sekunder terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum
tersier.
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau
risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. 62 Al
Qur’an dan Hadits menjadi bahan sandaran dalam penelitian ini. Bahan hukum
primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah KUHPerdata, Kitab UndangUndang Hukum Dagang, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian,
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2008 tentang

61

Soejono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta:
Raja Grafindo, 1995), h.13.
62
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Cetakan Keenam, ( Jakarta: Prenada Media
Group), h.187.

29

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa
Keuangan, Fatwa DSN Nomor 21/DSN-MUI/III/2002 tentang Asuransi Syariah,
putusan Hakim Pengadilan Agama Nomor 967/Pdt.G/2012/PA.Mdn. Fatwa DSN
Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yang terutama adalah buku-buku hukum termasuk skripsi,
tesis, disertasi hukum dan jurnal-jurnal hukum. 63 Bahan hukum sekunder dalam
penelitian ini adalah buku-buku, disertasi, jurnal hukum, majalah dan hasil
penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberi petunjuk atau penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data sekunder pada penelitian tesis ini melalui
penelusuran kepustakaan (library research), dengan cara data sekunder ditabulasi
kemudian disistematisasikan dengan memilih perangkat-perangkat dan aturan-aturan
hukum yang berkaitan dan permasalahan dalam penelitian ini.
Data sekunder dalam penelitian ini di dukung dengan wawancara mendalam
pada informan, yaitu Hakim Pengadilan Agama Medan yang memutus perkara dalam

63

Ibid, h. 195-196.

30

penelitian ini, Dewan Pengawas Syariah pada Bank Syariah Propinsi Sumatera Utara
dan pelaku usaha PT. Bank Sumut wilayah Sumatera Utara bagian Divisi Syariah.
4. Analisis Data
Pengolahan data pada hakikatnya kegiatan untuk mengadakan sistematisasi
terhadap

bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi berarti membuat klasifikasi

terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan
penafsiran dan konstruksi. 64 Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode
analisa kualitatif berdasarkan logika berfikir induktif. Metode kualitatif merupakan
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata, tulisan atau
lisan dari orang-orang yang diamati. 65 Data yang diperoleh dari hasil penelitian
dikelompokkan berdasarkan permasalahan untuk selanjutnya dilakukan analisis
secara kualitatif dalam suatu kalimat atau teks sehingga memberikan penjelasan dan
mempresentasikan hasil dari data yang diperoleh.
Analisis data dilakukan dengan menganalisis pertimbangan hukum hakim
(content analist method) mengenai penerapan klausul eksonerasi dalam perjanjian
pembiayaan musyarakah, kemudian menginventarisir norma-norma hukum mengenai
penerapan klausul eksonerasi dalam perjanjian pembiayaan berdasarkan Al Qur’an,
Hadits, KUHPerdata, KHES, Undang-Undang Perbankan Syariah, Undang-Undang
Perlindungan Konsumen, Fatwa DSN untuk mengkaji penerapan klausul eksonerasi
dalam perjanjian pembiayaan musyarakah dan akibat hukumnya.
64

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003),

h.195.
65

Lexy J. Maleong, Metode Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h.103.

Dokumen yang terkait

AKIBAT HUKUM TERHADAP PENUNDAAN PEMBAYARAN ANGSURAN PEMBIAYAAN MUSYARAKAH OLEH NASABAH BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH (Studi Putusan Pengadilan Agama Situbondo Nomor 882/Pdt.G/2010/PA.Sit)

0 42 11

PERCERAIAN DAN AKIBAT HUKUMNYA SUATU ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SURAKARTA NOMOR : 0689/PDT.G/2012/PA.SKA Perceraian Dan Akibat Hukumnya Suatu Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Agama Surakarta Nomor : 0689/Pdt.G/2012/Pa.Ska.

0 2 8

PENDAHULUAN Perceraian Dan Akibat Hukumnya Suatu Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Agama Surakarta Nomor : 0689/Pdt.G/2012/Pa.Ska.

0 2 13

PERCERAIAN DAN AKIBAT HUKUMNYA SUATU ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SURAKARTA NOMOR : 0689/PDT.G/2012/PA.SKA Perceraian Dan Akibat Hukumnya Suatu Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Agama Surakarta Nomor : 0689/Pdt.G/2012/Pa.Ska.

0 2 21

Penerapan Klausul Eksonerasi Dan Akibat Hukumnya Dalam Perjanjian Pembiayaan Musyarakah Pada Bank Syariah (Studi Putusan Pengadilan Agama Nomor 967 Pdt.G 2012 Pa.Mdn)

0 0 20

Penerapan Klausul Eksonerasi Dan Akibat Hukumnya Dalam Perjanjian Pembiayaan Musyarakah Pada Bank Syariah (Studi Putusan Pengadilan Agama Nomor 967 Pdt.G 2012 Pa.Mdn)

0 0 2

Penerapan Klausul Eksonerasi Dan Akibat Hukumnya Dalam Perjanjian Pembiayaan Musyarakah Pada Bank Syariah (Studi Putusan Pengadilan Agama Nomor 967 Pdt.G 2012 Pa.Mdn)

1 6 46

Penerapan Klausul Eksonerasi Dan Akibat Hukumnya Dalam Perjanjian Pembiayaan Musyarakah Pada Bank Syariah (Studi Putusan Pengadilan Agama Nomor 967 Pdt.G 2012 Pa.Mdn) Chapter III V

1 3 100

Penerapan Klausul Eksonerasi Dan Akibat Hukumnya Dalam Perjanjian Pembiayaan Musyarakah Pada Bank Syariah (Studi Putusan Pengadilan Agama Nomor 967 Pdt.G 2012 Pa.Mdn)

0 0 8

Analisis Yuridis terhadap Putusan Nomor 967/ Pdt.G/2012/PA.Mdn tentang Sengketa Ekonomi Syariah - Electronic theses of IAIN Ponorogo

1 1 95